View
303
Download
12
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1982, Marshall dan Warren mengisolasi Helicobacter
pylori (H.pylori) dari biopsi lambung pasien yang menderita gastritis kronik
dan ulkus peptikum. Untuk membuktikan hubungan kedua kejadian
tersebut, dua orang sukarelawan yaitu Marshall (Australia) dan Morris
(Selandia Baru) memasukkan kultur murni H.pylori ke dalam tubuhnya.
Pada pemeriksaan endoskopi dan histopatologi yang dilaksanakan
memperlihatkan adanya gastritis dan ulkus peptikum. Sejak saat itu ulkus
peptikum pada orang dewasa ditanggulangi sebagai penyakit infeksi dan
pengobatan dilakukan dengan cara eradikasi agen penyebab. Pada tukak
peptik infeksi H.pylori merupakan faktor etiologi yang utama
sedangkan untuk kanker lambung termasuk karsinogentipe I, yang
definitif. Pada keadaan lain seperti dispepsia non ulser dengan infeksi
H.pylori, para ahli belum bersepakat tentang perannya sebagai faktor
etiologi.1,2,3
Prevalensi H. pylori di Negara berkembang dilaporkan lebih
tinggi dibanding Negara maju. Penegakkan diagnosis dari infeksi H.
pylori adalah dengan metode invasif dan non i nvas i f . Me tode
i nvas i f me l i pu t i endoskop i dan b iopsy yang d i i ku t i o l eh
pemer ik saan histology, biakan, uji urease, dan PCR, sedangkan metode
non-invasif meliputi serologi dan ujiC-urea napas.4
Alur penularan H.pylori adalah fekal-oral atau oral-oral. Manusia
merupakan tempat hidup primer H.pylori. Pernah dilaporkan H.pylori
ditemukan pada kucing maupun di tempat lainnya seperti tinja dan air.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti hubungan antara H.pylori yang
hidup di luar tubuh manusia dan terjadinya infeksi bakteri tersebut pada
manusia. Beberapa keadaan diduga sebagai factor risiko terjadinya infeksi
H.pylori, yaitu kepadatan tempat tinggal, daerah endemik, dan sosial
ekonomi rendah.(3,5)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Epidemiologi
Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi
dibandingkandengan Nega ra ma ju . P r eva l ens i pada popu l a s i
d i Nega ra ma ju s ek i t a r 30 -40 %,
s edangkan dinegaraberkembang mencapai 80-90 %. Dari jumlah tersebut
hanya sekitar 10-20 % yang akanmenjadi penyakit gastroduodenal.1
Studi sero epidemiologi di Indonesia menunjukkan
prevalensi 36-46,1 % dengan usia termuda 5 bulan. Pada kelompok
usia muda di bawah 5 tahun . 5,3 -15,4 % telah terinfeksi, dan diduga infeksi
pada usia dini berperan sebagai faktor risiko timbulnya degenerasi maligna
pada usia yang lebih lanjut. Asumsi ini perlu diamati lebih lanjut,
karena kenyatannya prevalensi kanker lambung di Indonesia
relatif rendah semikian pula prevalensi tukak peptik. Agaknya
s e l a in f ak to r bak t e r i , f ak to r pe j amu dan f ak to r l i ngkungan
yang be rbeda akan menen tukan terjadinya kelainan patologis
akibat infeksi.1
Seca ra umum t e l ah d ike t ahu i bahwa i n f eks i H .py lo r i
me rupakan masa l ah g loba l , t e t ap i mekanisme transmisi
apakah oral-oral atau fekal-oral belum diketahui dengan pasti.
Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antar tingkat
sanitasi lingkungan dengan prevalensi i n f eks i H .py lo r i ,
s edangkan da t a d i l ua r nege r i menun jukkan hubungan
an t a r a i n f eks i dengan penyediaan atau sumber air minum.1
Data penelitian klinis di Indonesia menunjukkan bahwa
prevalensi tukak peptik pada pasien dispepsia yang tukak peptik
diendoskopi berkisar antara 5,78 % di Jakarta hingga 16,91 % di
Medan. 1
Pada ke lompok pa s i en d i speps i a non u lkus ,
p r eva l ens i i n f eks i H .py lo r i yang d i l apo rkan be rk i s a r
an t a r a 20 -40 % dengan me tode d i agnos t i k yang be rbeda
ya i t u s e ro log i , ku l t u r dan histopatologi. Angka tersebut
memberi gambaran bahwa pola infeksi di Indonesia tidak
terjadi pada usia dini tetapi pada usia yang lebih lanjut, tidak sama dengan
pola Negara berkembang lain seperti afrika. Agaknya yang berperan adalah
faktor lingkungan dan perbedaan ras.1
Tingginya prevalensi infeksi dalam masyrakat tidak sesuai
dengan prevalensi penyakit Saluran cerna bagian atas (SCBA)
seperti tukak peptik ataupun karsinoma lambung. Diperkirakan
hanya sekitar 10-20 %saja yang kemudian menimbulkan penyakit
gastroduodenal.1
B. Morfologi Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk batang
atau kokoid (beberapa kepustakaan menyebutnya spiral atau seperti huruf
“S”), mempunyai flagel yang memungkinkan bakteri ini memiliki daya
motilitas tinggi, dan bersifat mikroaerofilik. Tempat yang sesuai di dalam
tubuh manusia adalah antrum.H.pylori dapat berkonversi dari bentuk batang
ke bentuk kokoid. Bentuk batang lebih virulen dibanding bentuk kokoid,
sedangkan bentuk kokoid sendiri dikatakan berperan terhadap kekambuhan
infeksi.(9)
Secara biokimiawi, H.pylori memproduksi enzim urease. Enzim ini
mengkatalisis proses hidrolisis urea yang terdapat pada mukosa lambung
menjadi amonia dan CO2. Amonia diduga berperan sebagai mekanisme
pertahanan hidup H.pylori dalam lingkungan asam.(10)
C. Patogenesis
Mukosa gaster terlindungi sangat baik dari infeksi bakteri,
namun H.pylori memiliki kemampuan adaptasi yang sangat baik
terhadap ekologi lambung, dengan serangkaian langkah unik masuk
dalam mucus, berenang dan orientasi spasial di dalam mucus, melekat pada
sel epitel lambung, menghindar dari respon imun dan sebagai
akibatnya terjadi kolonisasi dan transmisi persisiten.1
S e t e l a h m e m a s u k i s a l u r a n c e r n a , b a k t e r i H.Pylori
ha rus mengh inda r i ak t i v i t a s bak t e r i s i da l yang t e rdapa t
da l am i s i l umen l ambung , dan masuk ke da l am l ap i s an
mucus . Produksi urease dan motilitas sangat penting berperan
pada langkah awal infeksi ini. Urease menghidrolisis urea menjadi
karbondioksida dan ammonia, sehingga H.Pylori mampu bertahan hidup
dalam lingkungan yang asam. Aktivitas enzim ini diatur oleh
suatu saluran urea yang t e rgan tung pH (pH- ga t ed u r ea
channe l ) , Ure -1 , yang t e rbuka pada pH yang r endah , dan
menutup aliran urea pada keadaan netral. Motilitas bakteri sangat
penting pada kolonisasi, dan flagel H. Pylori sangat baik beradaptasi
pada lipatan-lipatan lambung. 1
H. Pylori dapat terikat erat pada sel-sel epitel melalui
berbagai komponen permukaan bakteri. Adhesis yang sangat dikenal
baik karakteristiknya adalah BabA, suatu protein membrane luar yang
terikat pada group antigen darah Lewis B. Beberapa protein lain
family Hop protein(protein membran luar) juga merupakan mediasi
adhesi pada sel epitel. Bukti-bukti menunjukkan bahwa adhesi, terutama
oleh BabA, sangat relevan dengan penyakit-penyakit terkait
H.Pylori dan dapat mempengaruhi derajat beratnya penyakit,
meskipun beberapa hasil studi terdapat beberapa pula yang
bertentangan.1
Sebagian besar strain H.Pylori mengeluarkan suatu
eksotoksin, vacA. Toksin tersebut masuk ke dalam membrane sel
epitel dan membentuk suatu saluran tergantung voltase, suatu
anion hexamer selektif, yang mana melalui saluran tersebut bikarbonat dan
anion-anion organic dapa t d i l epa skan , t ampaknya j uga un tuk
menyed i akan nu t r i s i bag i bak t e r i . VacA juga m e n y e r a n g
m e m b r a n e m i t o k o n d r i a , s e h i n g g a m e n y e b a b k a n
l e p a s n y a s i t o k r o m c d a n mengakibatkan apotopsis. Peran
patogenik dari toksin masih diperdebatkan. Pada studi-studi
hewan, bakteri mutan tanpa VacA juga dapat melakukan
kolonisasi, dan strain dengan gen VacA yang i nak t i f t e l ah pu l a
d i i so l a s i da r i pa s i en -pa s i en , menun jukkan bahwa VacA
t i dak essential untuk untuk kolonisasi. Beberapa strain H.Pylori memiliki
cag-PAI (cag pathogenicityisland), suatu fragmen genom yang mengandung
29 gen. beberapa gen ini menyandi komponen-komponen sekresi yang
mentranslokasi CagA kedalam sel penjamu. Setelah memasuki sel epitel,
CagA difosforilasi dan terikat pada SHP-2 tirosin fosfatase, menimbulkan
respons selular growth faktor-like dan produksi sitokin oleh sel pejamu.1,5
Gambar 1: Patogenesis Helicobacter pylori
H.pylori menyebabkan peradangan lambung yang terus menerus.
Respon peradangan ini mula-mula terdiri dari penarikan neutrofil,
diikuti limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag, bersamaan
dengan terjadinya kerusakan sel epitel. Karena H.Pylori sangat
jarang menginvasi mukosa ga s t e r , r e spon pe j amu t e ru t ama
d ip i cu o l eh menempe lnya bak t e r i pada s e l ep i t e l . Pathogen
tersebut dapat terikat pada molekul MHC class II di permukaan sel
epitel gaster dan meng induks i t e r j ad inya apo tos i s . Pe rubahan
l eb ih l an ju t da l am se l ep i t e l t e rgan tung pada protein-protein
yang disandi pada cag-PAI dan t r ans lokas i CagA ke da l am se l
ep i t e l ga s t e r . Urease H.Pylori dan porin juga dapat berperan pada
terjadinya ekstravasasi dan kemotaksis neutrofil 1,5
Epitel gaster pasien terinfeksi H.Pylori meningkat kadar interleukin -
1B, interleukin-6, interleukin-8 dan tumor nekrosis faktor alfa. Diantara
semua itu, interleukin-8, suatu neutrophil activating chemokine yang poten
yang diekspresikan oleh sel epitel gaster, tampaknya berperan penting. Strain
H.Pylori yang mengandung ca-PAI menimnulkan respons interleukin-8 yang
jauh lebih kuat dibandingkan strain yang tidak mengandung cag,
dan respons ini tergantung pada aktivasi nuclear faktor-kB (NF-kB) dan
respons segera dari faktor transkripsi activator protein I (AP-1). 1
Infeksi H.Pylori merangsang timbulnya respons humoral mukosa dan
sitemik. Produksian t i body yang t e r j ad i t i dak dapa t
mengh i l angkn i n f eks i . Bahkan men imbu lkan
ke rusakan j a r i ngan pada bebe rapa pa s i en yang t e r i n f eks i
H .Py lo r i t imbu l r e spons an t i body t e rhadap H+/K+ ATPase sel-
sel parietal lambung yang berkaitan dengan meningkatnya atrofi
korpusgaster.1
S e l a m a r e s p o n s i m u n s p e s i f i k , s u b g r o u p s e l T
y a n g b e r b e d a t i m b u l . S e l - s e l i n i be rpa r t i s i pa s i da l am
p ro t eks i mukosa l ambung dan memban tu membedakan an t a r
bak t e r i pa thogen dan komensa l . Se l T -he lpe r imma tu re (Th
0 ) be rd i f e r ens i a s i men j ad i 2 sub t i pe fungsional : sel Th-1,
mensekresi interleukin 2 dan interferon gamma, dan th-2 mensekresi IL-4,
IL -5 , dan IL -10 . Se l Th -2 mens t imu la s i s e l b s ebaga i
r e spons t e rhadap pa thogen eks t r a se l , sedangkan Th-1 terutama
timbul sebagai respons terhadap pathogen intrasel. Karena H.Pylori
be r s i f a t t i dak i nvas i f dan merangsang t imbu lnya r e spons
humora l yang kua t , maka yang d i h a r a p k a n a d a l a h
r e s p o n s s e l T h 2 . N a m u n t i m b u l p a r a d o x , s e l - s e l
m u k o s a g a s t e r y a n g spesifik terhadap H.pylori umumnya justru
menunjukkan fenotip Th-1, yang menyebakan gastritis,sedangkan sitokin
Th2 proteksi terhadap peradangan lambung. Orientasi Th1 tersebut
tampaknyamen ingka tkan p roduks i IL -18 d i an t rum sebaga i
r r spon t e rhadap i n f eks i H.Pylori menjadi persisten.1
Kerusakan sel epitel lambung juga disebabkan oleh reactive oxygen
dan nitrogen speciesyang dihasilkan oleh neutrofil teraktivasi. Inflamasi
kronik juga meningkatkan turnover sel epiteldan apotosis. Polimorfisme
proinflamasi dari gen IL-1beta mengarahkan perkembangan
gastritist e ru t ama t e r j ad i d i ko rpus ga s t e r dan be rka i t an
dengan h ipok lo r j i d r i a , a t r o f i ga s t e r , dan adenokarsinoma gaster.
Bila poliforfisme proinflamasi tidak ada, gastritis berkembang terutamadi
antrum, dan berikatan dengan kadar sekresi asam yang normal atau tinggi.1
D. Diagnosis
Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi H. pylori, dibagi
menjadi invasif dan non invasif.
1. PEMERIKSAAN NON INVASIF
Serologi
Pengujian antibodi bergantung pada deteksi antibodi IgG khusus
untuk H. pylori dalams serum, darah utuh, atau urin. Antibodi IgG
H. pylori biasanya hadir kira-kira 21 hari setelah infeksi dan bisa tetap
hadir lama setelah eradikasi. Antibodi untuk H. pylori dapat dinilai secara
kuantitatif dengan menggunakan assay enzyme-linked
immunosorbent (ELISA) dan teknik a g l u t i n a s i l a t e k s a t a u
d i n i l a i s e c a r a k u a l i t a t i f d e n g a n m e n g g u n a k a n k i t
b e r b a s i s k l i n i k . K e u n g g u l a n t e s a n t i b o d i a d a l a h
b i a y a y a n g r e n d a h , k e t e r s e d i a a n l u a s , d a n h a s i l
c e p a t . Sayangnya , bebe rapa f ak to r memba ta s i kegunaan
pengu j i an an t i bod i da l am p rak t ek k l i n i s . Sebuah meta-analisis
mengevaluasi kinerja karakteristik beberapa komersial tentang ketersediaan
serologis tes kuantitatif dan menemukan sensitivitas dan
spesifisitas keseluruhan menjadi 85% dan 79%, masing-masing,
dengan tidak ada perbedaan antara tes yang berbeda . Tiga dari kit
an t i bod i da r ah kua l i t a t i f ke se lu ruhan l angsung
d iband ingkan da l am pene l i t i an l a i n yang menunjukkan
kepekaan berkisar antara 76% sampai 84% dan kekhususan dari 79-
90%. Secara umum, kinerja karakteristik untuk tes kualitatif berbasis klinik
sudah lebih bervariasi dari yang dihasilkan oleh tes kuantitatif. Hal ini sangat
penting untuk memahami bahwa pengujian antibody P P V s a n g a t
d i p e n g a r u h i o l e h p r e v a l e n s i i n f e k s i H . p y l o r i .
S e l a n j u t n y a , t e s a n t i b o d y dikembangkan dengan
menggunakan antigen dari satu wilayah di dunia yang mungkin
tidak beke r j a dengan ba ik ke t i ka d i t e r apkan pada pa s i en d i
bag i an l a i n dun i a yang menun jukkan bahwa validasi lokal
mungkin diperlukan. Akhirnya, tes antibodi memberikan sedikit
manfaat untuk mendokumentasikan pemberantasan sebagai hasil dari tetap
dapat bertahan positif selama bertahun-tahun setelah berhasil menyembuhkan
infeksi. 1,6
Da lam pe rkembangannya ca r a ELISA t e l ah d ipaka i
pu l a un tuk t e s d i r uang p r ak t ek dok t e r , i n o f f i c e Hp t e s t ,
dengan ca r a s ede rhana , t anpa s en t r i f ugas i , be r s i f a t
kua l i t a t i f dan hasilnya diperoleh dalam waktu 5-10 menit. 1
Selain serum, tes ELISA telah dilakukan pula pada saliva
pasien terutama pada anak. Sensitivitas dan spesifisitasnya lebih
rendah dibandingkan dengan serum tetapi diduga kadar an t i bod i
da l am sa l i va menurun l eb ih awa l pa sca t e r ap i e rd ika s i
s eh ingga mungk in dapa t digunakan untuk menilai hasil terapi
antimkrobial. 1
Urea Breath Test (UBT)
Pemer ik saan i n i me rupakan s t anda r baku un tuk
de t eks i i n f eks i H.pylori secara noninvasif yang pertama kali
dikemukakan pada tahun 1987 oleh Graham dan Bell. Cara
kerjanya adalah dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung
isotop Carbon, baik 13C atau pun 14C. 1
UBT, seperti RUT, mengidentifikasi infeksi H. pylori aktif dengan
cara aktivitas urease organisme. H. pylori menunjukkan, konsumsi
urea, baik ditandai dengan isotop non radioaktif 13C a t au i so top
r ad ioak t i f 14C , menghas i l kan p roduks i CO 2, yang dapa t d i
kuan t i t a t i f kan tingkat kadaluarsa pernafasannya.6
Hasilnya dinilai dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotop
dibandingkan dengan nilai dasar. Bila hasilnya positif berarti
ditemukan infeksi H.pylori. 13C merupakan isotop nonradioaktif,
ditemukan pada 1,11% karbondioksida yang keluar melalui udara
pernapasan n o r m a l . D i a n g g a p p o s i t i f b i l a t e r j a d i
k e n a i k a n m i n i m a l 0 , 0 1 % k a d a r i s o t o p , s e h i n g g a
dibutuhkan alat mass spectrometer yang sangat sensitive tetapi
harganya sangat mahal. Mula-mula diambil sampel udara
pernapasan untuk menentukan nilai dasar. Kemudian dilakukan
tesmeal berupa cairan dengan kalori tinggi larutan 0,1 N asam
sitrat memperlambat pengosongan lambung sehingga kontak antara
isotop dengan mukosa lambung lebih baik.1,6
D o s i s 1 3 C y a n g d i b e r i k a n a d a l a h d a l a m b e n t u k
u r e a s e b a n y a k 7 5 - 1 0 0 m g y a n g memberikan akurasi 95 %.
Terdapat berbagai modifikasi protokol sehingga setiap perubahan
memerlukan validasi untuk mempertahankan akurasi pemeriksaan.1
I so top 14C memanca rkan r ad i a s i yang dapa t
d i ana l i s i s dengan s c in t i l l a t i on coun t e r . Pengambilan sampel
dilakukan sesudah 10 dan 20 menit baik dengan atau tanpa tes meal.
Caraini relatf murah, tetapi harus diperhatikan standar keamanan
yang baik, walaupun sebenarnya dosis radiasi sangat kecil.. Meskipun
jumlah radiasi pada UBT 14C kurang dari paparan radiasiharian , uji 13C
lebih disukai pada anak-anak dan wanita hamil .6
Secara keseluruhan, karakteristik kinerja dari kedua tes
serupa dengan sensitivitas danspesifisitas biasanya melebihi 95% dalam
sebagian besar penelitian . UBT ini juga menyediakan keakuratan yang
berarti pada pengujian setelah perawatan . Kebanyakan tes memanfaatkan
sitrat untuk menguji makanan (50-75 mg), yang mana telah ditandai sebelum
mengelola urea. Sebuah tes darah urease, yang mengandalkan deteksi
bikarbonat yang ditandai dalam sampel darah, juga andal aktif
mengidentifikasi infeksi H. pylori sebelum dan setelah perlakuan .
Sebagai urease nonendoscopic yang mengandalkan tes identifikasi yang
kuat, kegiatan uji sensitivitas urease H. py lo r i menun j ukka n
pen u runan s ebesa r oba t yang mengurang i kepada t an
o rgan i sme a t au aktivitas urease, termasuk bismuth yang mengandung
senyawa, antibiotik, dan PPI. Saat ini telah direkomendasikan bahwa bismut
dan antibiotik akan bertahan selama setidaknya 28 hari dan PPI selama 7-14
hari sebelum UBT. Hal ini kontroversial apakah H2RAs mempengaruhi
sensitivitas dari UBT meskipun banyak laboratorium merekomendasikan
penghentian obat ini selama 24-48 jam sebelum UBT tersebut. Antasida
tidak muncul untuk mempengaruhi keakuratan UBT. Se l a in i su
yang ba ru s a j a d ibahas , f ak to r l a i n yang mempenga ruh i
pene r imaan UBT da l am praktek klinis termasuk kebutuhan
infrastruktur untuk melakukan tes, kebutuhan pasien untuk
menghadiri kunjungan rawat jalan tambahan untuk menjalani tes, dan biaya.
Di Amerika Serikat pada tingkat pergantian, UBT lebih mahal dibandingkan
tes antibodi atau tes tinja antigen. Biaya UBT sebagian besar didorong
oleh biaya peralatan dan biaya penandaan urea.
Karakteristik kinerja UBT menggunakan dosis rendah 13C, yang
baru saja ditemukan memiliki hasil yang sangat baik, mungkin inilah
yang menjadi masalah pada isu tersebut.1,6
2. PEMERIKSAAN INVASIF
Pemeriksaan invasif dilakukan dengan mengambil spesimen
biopsi mukosa lambung secara endoskopik. Selanjutnya spesimen
yang diambil dengan persyaratan dan cara tertentu akan diperiksa
dengan teknik khusus sesuai dengan tujuan diagnostik yang akan
dicapai.persyaratan yang dimaksud adalah upaya untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hasil negatif palsu akibat pengaruh obat-
obatan yang dipergunakan sebelum pengambilan sampel biopsi. Biasanya
dianjurkan untuk menghentikan pengobatan antibiotik, anti sekresi
asam lambung terutama go longan PPI , b i smu th s e l ama sa tu
a t au dua minggu s ebe lum pemer ik saan . B iops i
s t anda r diambil dari antrum dan korpus, sedangkan untuk menilai adanya
metaplasia intestinal biasanya diambil pada angulus. 1
Biopsy Urease Test (BUT)
Tersedia berbagai pilihan mulai yang dibuat sendiri dalam
bentuk cairan ataupun padat seperti tes CLO. Dasarnya adalah adanya
enzim urease dari kuman H.pylori yang mengubah urea menjadi amonia
yang bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna media menjadi
merah. Hasilnya dapat dibaca dalam beberapa menit sampai 24
jam, dan pengambilan lebih dari satu spesimen akan meningkatkan
akurasi pemeriksaan ini. Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 89-98%,
sedangkan spesifisitasnya mencapai 100 %.1
Penggunaan antibiotik atau PPI akan menghambat
pertumbuhan kuman sehingga harusdihentikan satu minggu
sebelumnya. Cara ini tidak digunakan untuk menilai hasil
pengobatanterapi eradikasi. 1
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dapat digunakn untuk
mendeteksi infeksi H.pylori serta menilai derajat inflamasi gastritis.
Pemeriksaan standar dengan pewarnaan H & E untuk deteksi
kumanmempunya i s ens i t i v i t a s 93 % dan spe s i f i t a s 87 %
dengan aku ra s i 92 %. Pewarnaan khusus secara Giemsa,
Genta atau Warthin-Starry memberikan gambaran H.pylori yang
lebih jelas, s edangkan dengan pewarnaan Gen t a gamba ran
me tap l a s i a ga s t r i k akan t ampak l eb ih j e l a s . Densitas kuman
akan menurun bila sebelumnya diberikan obat antibiotik atau PPI,
sehingga menurunkan sensitivitas pemeriksaan. 1
Biakan Mikrobiologi
Dalam penatalaksanaan penyakit akibat infeksi H.pylori,
ku l t u r t i dak d i l akukan s eca ra ru t i n karena dua alasan. Cara
diagnostik lain baik yang non invasif maupun yang invasif memberikan
hasil yang memuaskan dengan akurasi yang tinggi. Selain itu
pemeriksaan kultur sendiri tidak mudah dilakukan, dengan sensitivitas
yang relatif rendah, berkisar antara 66-98 %. Teknik yang dianjurkan
adalah dengan tes difusi agar atau dengan E test dimana sekaligus
dapat ditentukan konsen t r a s i i nh ib i s i m in ima l da r i an t i b io t i k
yang d iu j i . Pemer ik saaan ku l t u r akan s anga t membantu
untuk pengobatan kegagalan terapi eradikasi, sehingga dapat
dipilih antibiotik yangsesuai.1
Polymerase Chain reaction (PCR)
PCR merupakan pilihan yang menarik karena sensitifitas yang
tinggi (94-100% ) serta spesifitas yang t i ngg i pu l a (100%) . Bahan
yang d igunakan ada l ah spec imen b iopsy ba ik yang sudah
diparafin maupun bekas tes urease seperti CLO. Keuntungannya
adalah kemampuaanya untuk mendeteksi infeksi dengan densitas yang
rendah, bahkan juga ekspresi dari berbagai gen bakteri seperti Cag.A.
selain biopsy mukosa lambung, PCR dapat pula mendeteksi
infeksi H.pylori dengan memeriksa cairan lambung, yang perlu
dijaga jangan sampai terjadi kontaminasi baik dari skop endoskopi
maupun dari rongga mulut atau plak gigi karena dapat
memberikan hasil pos i t i f pa l su . PCR dapa t j uga
d ipe rgunakan un tuk men i l a i ha s i l t e r ap i e r ad ika s i . Ca ra i n i
termasuk pemeriksaan yang canggih dengan biaya yang cukup mahal.1
E. Pengobatan Helicobacter pylori
Indikasi Terapi Eradikasi
1. Sangat dianjurkan : Ulkus duodeni, ulkus ventrikuli,
MALT Lymphoma gaster derajatkeganasan rendah, riwayat
kanker lambung di keluarga, gastritis kronik aktif 9
gambaranPA ) pasca reseksi kanker lambung dini, gastritis
atrofik
2. Dianjurkan : keinginan pasien untuk diobati setelah mendapat
penjelasan yang memadai,d i s p e p s i a f u n g s i o n a l
( t i d a k d i t e m u k a n k e l a i n a n p a r e n d o s k o p i ,
b i o k i m i a w i , a t a u laboratorium ), gastropati obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), gastroesophageal reflux
disease (GERD) yang memerlukan terapi anti sekresi asam
jangka panjang.
Pada dasarnya dikenal terapi kombinasi yang didasarkan
pada obat bismuth dan terapi d ida sa rkan pada penghamba t
pompa p ro ton (PPI ) . Mu la -mu la d igunakan s enyawa
b i smu th s ebaga i oba t t ungga l , dengan ha s i l yang ku rang
memuaskan s eh ingga d ikembangkan t e r ap i kombinas i dua l ,
t r i pe l bahkan kuad r ipe l . Wak tu pembe r i an j uga t e ru s
d iu sahakan un tuk diberikan sesingkat mungkin mulai dari 4,2
dan dewasa ini umumnya dianjurkan untuk waktu satu minggu.
Perkembangan ini sangat mendukung kepatuhan pasien, karena
selain efektivitas yang cukup tinggi, kemungkinan efek samping
menjadi lebih kecil. Walaupun relatif cukup maha l , t e r ap i
kombinas i d in i l a i cukup cos t e f f ec t i ve t e ru t ama ka rena
dapa t menahan angka kekambuhan da l am j angka pan j ang ,
m i sa lnya da l am pengoba t an t ukak duoden i dan
t ukak lambung. 1
Laporan uji klinis terapi H.pylori di Indonesia pada mulanya
menggunakan preparat bismuth dengan tujuan supresi dan bukan
eradikasi. Dewasa ini rejimen terapi yang digunakan a d a l a h
t e r a p i k o m b i n a s i a n t a r a p e n g h a m b a t p o m p a p r o t o n
d e n g a n d u a a t a u t i g a m a c a m antibiotik. 1
Di Amer ika Se r i ka t , t e r ap i u t ama yang
d i r ekomendas ikan un tuk i n f eks i H . Py lo r i meliputi: PPI,
klaritromisin, dan amoksisilin, atau metronidazol (klaritromisin
berbasis triplet e r a p i ) s e l a m a 1 4 h a r i a t a u P P I a t a u
H 2RA, b i smu t , me t ron idazo l , dan t e t r a s i k l i n
( t e r ap i quadruple bismut) untuk 10-14 hari. Sequential terapi yang terdiri
dari PPI dan amoksisilin untuk 5 hari diikuti oleh klaritromisin PPI,
claritomycin dan tinidazole untuk tambahan 5 hari dapat
memberikan alternatif untuk klaritromisin berbasis terapi triple
quadruple atau bismuth tetapi membutuhkan validasi di Amerika
Serikat sebelum dapat direkomendasikan sebagai terapi
lini pertama. 6
Meskipun pedoman internasional telah merekomendasikan
jangka waktu pengobatan min ima l 7 ha r i , du ra s i pengoba t an
10 -14 ha r i t e l ah d i l akukan d i Amer ika Serikat.
Sebuah penelitian besar di Amerika Serikat, yang mengevaluasi
kombinasi rabeprazole, klaritromisin,dan amoksisilin, menemukan
bahwa 7 dan 10 hari terapi menghasilkan tingkat eradikasi
setara.Tingkat eradikasi selama 7 hari adalah 77% sedangkan 78% untuk
regimen 10-hari. Penelitian ini juga melaporkan tingkat eradikasi 27% untuk
perawatan 3 hari regimen. Sebuah meta-analisis dari tujuh penelitian
melibatkan lebih dari 900 pasien menemukan bahwa 14 hari terapi
triplec l a r i t h r o m y c i n m e n g h a s i l k a n e r a d i k a s i y a n g
l e b i h b a i k d a r i p a d a 7 h a r i t e r a p i u n t u k pemberantasan
infeksi H.pylori. Ada juga trend menuju kemanjuran ditingkatkan dengan 10
hari terapi dibandingkan dengan 7 hari terapi, yang tidak bermakna secara
statistik . Keunggulan dari 14-hari dibandingkan durasi pengobatan 7 hari
telah dikonfirmasi baru-baru ini pusat percobaan t u n g g a l d a r i
I t a l i a . M e n g i n g a t h a s i l a n a l i s i s - m e t a ,
t a m p a k n y a b i j a k s a n a u n t u k merekomendasikan program
14-hari clarithromycin triple terapi, terutama di Amerika Serikat dimana
tingkat eradikasi biasanya sudah mencapai 80% atau kurang
dengan jangka waktu terapi yang lebih pendek. 6
Pertemuan konsesus nasional penatalaksanaan infeksi H.
Pylori di Jakarta pada bulan januari 2003 menganjurkan rejimen terapi
sebagai berikut : 1
Terapi lini pertama / terapi tripel
•Urutan prioritas
1. PPI + Amoksisilin + klaritromisin
2. PPI + Metronidazol + klaritromisin
3. PPI + Metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama 1 minggu. 1
Dosis :
1 . P ro ton Pump Inh ib i t o r
Omeprazole 2 x 20 mg
Lansoprazole 2 x 30 mg
Rabeprazole 2 x 10 mg
Esomeprazole 2 x 20 mg
2.Amoksisilin 2 x 1000 mg/hari
3.Klaritromisin 2 x 500 mg/hari
4.Metronidazol 3 x 500 mg/hari
5.Tetrasiklin 4 x 250 mg/hari
Terapi lini kedua / terapi kuadrupel
Terapi lini kedua dilakuakan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria
gagal : 4 minggu pasaca terapi, kuman H.pylori positif berdasarkan
pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.1
• Urutan prioritas
1.Collodial bismuth subcitrate + PPI + Amoksisilin + klaritromisin
2.Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + klaritromisin
3.Collodial bismuth subcitrate + PPI +Metronidazol + TetrasiklinPengobatan
dilakukan selama 1 minggu
• Dosis Collodial bismuth subcitrate : 4 x 120 mg
Bila terapi lini kedua gagal, sangat dianjurkan pemeriksaan
kultur dan resistensi H.pyloridengan media transport MIU.
• Rejimen Antibiotika Baru
Timbulnya resistensi terhadap antibiotika menyebabkan kesulitan
dalam pemilhan rejimen t e r a p i l i n i k e d u a . O l e h
k a r e n a i t u , s e l e k s i t e r p a i l i n i p e r t a m a
h a r u s s u d a h m e m e p e r t i m b a n g k a n p i l i h a n
r e j i m e n t e r a p i l i n i k e d u a y a n g m u n g k i n
a k a n di implementasikan bila lini pertama gagal. Rejimen terapi
dengan efektivitas eradikasi >80% yang dianjurkan untuk digunakan pada
praktek klinis.1
Pada pasien-pasein yang gagal dengan rejimen terapi dengan
basis klaritromisin , rejimenkombinasi terdiri dari lansoprazol 2 x 30 m,
amoksisilin 2 x 1 gram, dan levofloksasin 2 x200 mg d i l apo rkan
menun jukkan e r ad ika s i 69 %. Levo f loksa s in dapa t pu l a
d ibe r i kan dengan dosis 1 x 500 mg. Kombinasi lain yang dilaporkan efektif
adalah PPI bid, rifabutin300 mg qd ( 1 x sehari ) dan amoksisilin 2 x 1 gram.1
Direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi PAC (PPI-
Amoxycillin-Clarithromycin) sebagai terapi lini pertama , dan bila gagal dapat
dilanjutkan dengan terapi kuadrupel seperti P -BMT (PPI - B i smu th -
Me t ron idazo l e -Te t r acyc l i n ) . Namun pada komun i t a s
dengan prevalensi tinggi resistensi terhadap makrolid (>20 %
resistensi terhadap klaritromisin), terapi lini pertama sebaiknya
terapi kuadrupel, studi metanalisis terapi kuadruple sebagai terapi lini
pertama menunjukkan tingkat eradikasi lebih dari 85 %, bahkan pada area
dengan resistensi terhadap metronidazole yang tinggi dan 69% lebih efektif
dibandingkan PAC pada keadaan terdapat resistensi terhadap klaritromisin.
Analisa cost-effective terapi tripel atau terapi kuadrupel tampak serupa, namun
terapi kuadrupel tampak sedikit lebih cost-effective.1
Fluroquinolon atau rifabutin daalm kombinasi bersama
amoksisilin dan PPI menunjukkan hasil yang menjanjikan. Terapi
dengan rifabutin 2 x 150 mg, amoksisilin 2 x 1 gram danOMZ 2 x 20
mg selama 14 hari dengan menunjukkan eradikasi 72% pada pasien-
pasien yang gaga l dengan kombinas i t e r ap i PAC dan P -BMT.
Te rap i l i n i pe r t ama dengan esomeprazol 2 x 20 mg selama 7 hari
lebih efektif (93,3%) dibandingkan dengan standar tripel EAC ( 70% ).
Terapi lini kedua helicobacter pylori RLA, yaitu Rabeprazol 2 x 20 mg,
Levo f loksa s in 1 x 500 mg , dan amoks i s i l i n 2 x 1 g r am
se l ama 12 ha r i s ama e f ek t i fnya dengan terapi kuadrupel R-BMT,
namun lebih ditoleransi dengan baik dan menunjukkan compliance
serta tingkat kepatuhan minam obat yang tinggi. Terapi tripel selama
10 hari dengan levofloksasin, esomeprazol, amoksisilin / azitromisin
lebih efektif (86,6 %/80 %) dibandingkan rejimen klasik E-BMT
(71,4 % ) dan menunjukkan compliance yang lebih baik.1
Kriteria keberhasilan
E m p a t m i n g g u s e t e l a h t e r a p i s e l e s a i , d i l a k u k a n
p e m e r i k s a a n U B T / H p S A a t a u histopatologi. Jika UBT negatif
atau PA negatif, terapi dianggap berhasil ( sembuh ) .1
Terapi kombinasi tersebut dianjurkan untuk diberikan selama
satu minggu. Mengingat cepatnya terjadi resistensi H.pylori terhadap
antibiotik, maka perlu diadakan penelitiann pola resistensi di
Indonesia secara berkala agar dapat menjadi dasar pilihan antibiotik
yang tepat. Masalah lain adalah penilaian keberhasilan eradikasi yang harus
menggunakan metoda diagnostik yang paling peka dan non-invasif, terutama
untuk penelitian epidemiologis. Selain standar emas kultur mikrobiologi
agaknya pemeriksaaan tes pernapasan urea (UBT) perlu diadakan
dan digunakan secara meluas.1
Dari segi biaya, rejimen terapi dengan eradikasi lebih dari 90
% menyembuhkan tukak peptik, tanpa perlu terapi pemeliharaan sehingga
lebih cost effective dibandingkan dengan terapi konvensional. Terapi tripel
pada awalnya jelas lebih mahal, tetapi dalam jangka panjang akan
lebih murah. Apalagi bila diperhitungkan peningkatan kualitas
hidup, terbebas dari keluhan dan gangguan penyakit.1
Yang dimaksudkan eradikasi adalah hilangnya kuman pada
pemeriksaan 4 minggu pascaterapi yang dibuktikan dengan metoda yang
paling akurat. Dalam perkembangannya dikenal terapi mono,
dual,tripel dan kuadripel. Dewasa ini dianjurkan adalah terapi
kombinasi dengan penyembuhan lebih dari 90 %. 1,6
Yang pa l i ng pen t i ng p r ed ik to r kegaga l an pengoba t an
be r i ku t an t i -H . t e r ap i py lo r i t ermasuk kurangnya kepatuhan dan
resisten terhadap antibiotik. Ada sedikit bukti menunjukkan b a h w a
m e r o k o k , k o n s u m s i a l k o h o l , d a n d i e t j u g a d a p a t
m e n i m b u l k a n d a m p a k y a n g kemungkinan mengurangi
keberhasilan pemberantasan.1,6
P e n t i n g b a g i d o k t e r u n t u k m e n e k a n k a n
p e n t i n g n y a m e n g a m b i l o b a t y a n g d i r e sepkan un tuk
memin ima lkan kemungk inan kegaga l an pengoba t an dan
pengembangan resistensi antibiotik. Pasien juga harus diberitahu
tentang efek samping. Efek samping yang paling sering dilaporkan
dengan PPI termasuk sakit kepala dan diare, yang terjadi sampai
10% dari pasien. Untuk mengoptimalkan dampak terhadap sekresi asam
lambung, PPI harus diberikan 30-60 menit sebelum makan. Efek samping yang
paling sering dilaporkan dengan klaritromisint e rmasuk GI , d i a r e . E fek
s amp ing yang umumnya t e r j ad i dengan amoks i s i l i n
t e rmasuk gangguan GI, sakit kepala, dan diare. Efek samping dari
metronidazol tergantung dosis terkait an t a r a l a i n r a sa l ogam d i
mu lu t , d i speps i a , dan r eaks i gangguan GI dan
pho tosens i t i v i t y . Antibiotik ini tidak boleh digunakan pada anak-anak di
bawah usia 8 tahun karena kemungkinan d a p a t m e n y e b a b k a n
p e r u b a h a n w a r n a g i g i . Y a n g t e r a k h i r , s e n y a w a b i s m u t h
d a p a t menyebabkan penggelapan lidah, mual, dan gangguan GI.7
Recommended