View
18
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK DENGAN DAYA ANAEROBIK
PADA ATLET BOLA BASKET LAKI-LAKI CLS KNIGHTS SURABAYA
PADA MASA OFF-SEASON DI GOR BASKET CLS SURABAYA
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi
Oleh:
Maria Princessa Miranda Murti
135070300111012
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK DENGAN DAYA ANAEROBIK
PADA ATLET BOLA BASKET LAKI-LAKI CLS KNIGHTS SURABAYA
PADA MASA OFF-SEASON DI GOR BASKET CLS SURABAYA
Oleh :
Maria Princessa Miranda Murti
NIM: 135070300111012
Telah diuji pada
Hari : Rabu
Tanggal : 7 Juni 2017
Dan dinyatakan lulus oleh:
Penguji I
Dr. Nurul Muslihah, SP., M.Kes
NIP. 197401262008012002
Penguji II/Pembimbing I Penguji III/Pembimbing II
Dr. dr. Endang Sriwahyuni, MS Yudi Arimba Wani, SKM, MPH
NIP. 19521008 198003 2 002 NIP. 20120881 011120 01
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Dian Handayani, SKM, M.Kes, PhD
NIP. 197404022003122002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Maria Princessa Miranda Murti
NIM : 135070300111012
Program Studi : Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya. Apabila
dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, 24 Mei 2017
Yang membuat pernyataan,
(Maria Princessa Miranda Murti)
NIM. 135070300111012
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa penulis ucapkan, atas
limpahan berkat serta karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
yang berjudul Hubungan Antara Asupan Lemak Dengan Daya Anaerobik Pada
Atlet Bola Basket Laki-Laki CLS Knights Surabaya Pada Masa Off-Season Di
GOR Basket CLS Surabaya. Proses penulisan Tugas Akhir yang tidak mudah ini
merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi penulis. Dengan
tersusunnya Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
2. Ibu Dian Handayani, SKM, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1
Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.
3. Dr. Dra. Sri Winarsih, Apt., Msi, sebagai Koordinator Tugas Akhir Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
4. Dr. dr. Endang Sriwahyuni, MS., selaku dosen pembimbing I yang
membantu dalam memberi arahan dan koreksi yang sistematis.
5. Ibu Yudi Arimba Wani, SKM, MPH., selaku dosen pembimbing II yang
membantu dalam memberi arahan dan koreksi yang sistematis.
6. Albertus Harimurti dan Margaretha Yuniati selaku orangtua penulis,
Aloysius Gonzaga Jesse Widodo selaku saudara kandung penulis yang
dengan penuh cinta senantiasa memberikan doa, dukungan, serta
semangat yang luar biasa.
v
7. Segenap anggota Tim Penelitian Mahasiswa Tugas Akhir FKUB, Puteri
Aisyaffa Nurliana Azizah Nasution, Nur Afiati Nadhiyah, dan Nicken
Robiatul Adawiyah.
8. Kepada Kak Hendry Linanda selaku Assistant Manager klub bola basket
CLS Knights Surabaya dan Kak Asep Nugroho selaku Physical and
Conditioning Coach klub bola basket CLS Knights Surabaya, yang
dengan baik dan sabar telah membantu dalam proses penelitian Tugas
Akhir ini. Serta seluruh atlet bola basket CLS Knights Surabaya yang
telah bersedia dan kooperatif menjadi responden dalam penelitian Tugas
Akhir ini.
9. Kepada Stefanie Maria Ayu Raganata, Syahra Sonia, Alif Fanharnita
Briliana, dan Dea Orinda yang telah bersedia mengikuti pelatihan dan
menjadi enumerator dalam penelitian Tugas Akhir ini.
10. Seluruh mahasiswa Jurusan Gizi Kesehatan angkatan 2013 yang telah
berjuang bersama penulis, terutama para anggota payung penelitian, dan
sahabat penulis yaitu Stefanus Reinaldo F.N. Boyoh, Ayu Kurnia
Dovyanti, Oktoviani Tri Handini Tambunan, Sylvia Winnie Melinda, Nur
Arina Shifrina, Ardhilla Aprillia, Nelly Widhaswara, Stephani Nesya, Lydia
Gresari, yang telah dengan sabar memberi dukungan, semangat, doa
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
Malang, 24 Mei 2017
Penulis
vi
ABSTRAK
Miranda Murti, Maria Princessa. 2017. Hubungan Antara Asupan Lemak dengan
Daya Anaerobik Pada Atlet Bola Basket Laki-laki CLS Knights Surabaya
Pada Masa Off-Season di GOR Basket CLS Surabaya. Tugas Akhir,
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Dr. dr.
Endang Sriwahyuni, MS. (2) Yudi Arimba Wani, SKM, MPH.
Olahraga bola basket adalah salah satu cabang olahraga yang
menggunakan kombinasi sistem metabolisme aerobik dan anaerobik. Kedua
sistem mampu menghasilkan daya yang dapat menunjang aktivitas fisik, salah
satunya daya anaerobik. Faktor utama yang mempengaruhi sistem metabolisme
adalah asupan lemak karena penting untuk atlet dalam mengatur ketahanan dan
kekuatan dalam latihan fisik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara asupan lemak dengan daya anaerobik atlet bola basket laki-laki
CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS Surabaya.
Penelitian observational dengan pendekatan cross sectional ini dilaksanakan
kepada 18 atlet bola basket laki-laki CLS Knights Surabaya. Data asupan lemak
diperoleh dengan metode wawancara food re-call 24 jam dalam kurun waktu 3
hari dengan pemilihan waktu 2 hari kerja dan 1 hari libur. Data daya anaerobik
diperoleh dengan metode RAST (Running Anaerobic Sprint Test) dengan
menghitung indeks kelelahan menggunakan kalkulator RAST. Rata-rata asupan
lemak dari seluruh responden adalah 116.8 gram/hari. Rata-rata daya anaerobik
dari seluruh responden adalah 10.4 watt/detik. Hasil uji statistik menggunakan Uji
Korelasi Spearman yang menunjukkan nilai p = 0.791. Kesimpulan dari penelitian
ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan
daya anaerobik atlet bola basket laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-
season di GOR Basket CLS Surabaya.
Kata kunci: atlet bola basket, daya anaerobik, asupan lemak.
vii
ABSTRACT
Miranda Murti, Maria Princessa. 2017. Correlation between Fat Intake and
Anaerobic Power from CLS Knights Surabaya Male Basketball Athletes
on Off-Season Periode at CLS Sport Arena Surabaya. Final Assignment,
Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) Dr. dr. Endang
Sriwahyuni, MS. (2) Yudi Arimba Wani, SKM, MPH.
Basketball is one of the sport which uses the combination of aerobic and
anaerobic metabolic system. Combination means using two types of energy
systems which are aerobic and anaerobic. Both of these systems can generate
the power to support physical activity, and one of these power is called anaerobic
power. The main factor which affects metabolic system is fat intake because it is
important in increasing the endurance and strength in physical activity. This
research is aimed to analyze the correlation between fat intake and anaerobic
power in male basketball athletes from CLS Knights Surabaya. This research is
conducted on off-season period at CLS Sport Arena, Surabaya. Observational
method which is combined with cross sectional approach was conducted towards
18 male basketball athletes from CLS Knights Surabaya. Fat intake data is
obtained from 24 hour re-call interview for 3 days; 2 days are chosen from
weekdays and 1 day from the weekend. Anaerobic power data was obtained with
Running Anaerobic Sprint Test (RAST) method, by counting the Fatigue Index
which was calculated by RAST calculator. The average of fat intake from all of
the respondents is 116.8 grams/day. The average anaerobic power from all of the
respondents is 10.4 watt/sec. The statistical result is obtained from Spearman
Correlation Test which showed p value = 0.791. The conclusion from this
research is there is no significant correlation between fat intake with anaerobic
power from CLS Knight Surabaya male basketball athletes on off season period
at CLS Surabaya Sport Arena.
Key words: basketball athletes, anaerobic power, fat intake.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................iv
ABSTRAK ............................................................................................................vi
ABSTRACT ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum ........................................................................ 6
1.3.2. Tujuan Khusus ....................................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademik ................................................................. 7
1.4.2. Manfaat Praktis ...................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bola Basket ....................................................................................... 8
2.2. Sistem Energi .................................................................................... 8
2.2.1. Sistem Aerobik ....................................................................... 9
2.2.2. Sistem Anaerobik ................................................................... 9
2.2.3. Kombinasi Sistem Anaerobik dan Aerobik pada Bola Basket11
2.3. Daya Anaerobik ............................................................................... 12
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Daya Anaerobik ................................... 13
2.5. Indeks Kelelahan (Fatigue Index) .................................................... 15
2.6. Tes RAST (The Running Anaerobic Sprint Test) ............................. 16
2.7. Asupan Protein Atlet Bola Basket .................................................... 17
2.8. Asupan Karbohidrat Atlet Bola Basket ............................................. 19
ix
2.9. Asupan Lemak Atlet Bola Basket ..................................................... 20
2.9.1. Metabolisme Lemak ............................................................. 21
2.10. Glukoneogenesis ............................................................................. 22
2.11. Peran Gliserol Otot .......................................................................... 23
2.12. Glikolisis Anaerobik ......................................................................... 24
2.13. Siklus Kerja Lemak pada Daya Anaerobik ....................................... 25
2.14. Sistem Energi pada Atlet Basket ..................................................... 26
2.15. Hubungan antara Asupan Lemak dan Daya Anaerobik ................... 27
BAB 3 KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................ 29
3.2. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 31
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian...................................................................... 32
4.2. Populasi dan Sampel ....................................................................... 32
4.2.1. Populasi ............................................................................... 32
4.2.2. Sampel ................................................................................ 32
4.3. Variabel Penelitian ........................................................................... 34
4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................ 34
4.5. Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian ............................................... 34
4.6. Definisi Istilah/Operasional .............................................................. 35
4.7. Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data .......................................... 35
4.8. Analisis Data ................................................................................... 37
4.9. Skema Alur Penelitian ..................................................................... 39
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1. Rancangan Penelitian...................................................................... 40
5.2. Karakteristik Responden .................................................................. 40
5.3. Jenis Kelamin Responden ............................................................... 41
5.4. Asupan Lemak Responden ............................................................. 41
5.5. Daya Anaerobik Responden ............................................................ 42
5.6. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Daya Anaerobik ............. 44
BAB 6. PEMBAHASAN
6.1. Asupan Lemak Responden ............................................................. 45
6.2. Daya Anaerobik Responden ............................................................ 47
6.3. Hubungan antara Asupan Lemak dengan Daya Anaerobik ............. 50
x
6.4. Kelemahan Penelitian ...................................................................... 51
BAB 7. PENUTUP
7.1. Kesimpulan ...................................................................................... 53
7.2. Saran ............................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 54
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel Operasional Penelitian ............................................................. 35
Tabel 4.2 Interpretasi Hasil Uji Korelasi (nilai p, kekuatan dam arah korelasi) ... 38
Tabel 4.3 Tabel Standarisasi Pengukuran Antropometri .................................... 37
Tabel 5.1 Rata-rata Asupan Lemak, % Lemak, dan Interpretasi Asupan ........... 42
Tabel 5.2 Tabel Rekapitulasi Indeks Kelelahan beserta Kategorinya ................. 43
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Pemikiran ......................................................... 29
Gambar 4.1. Perhitungan Indeks Kelelahan Menurut BrianMAC ........................ 36
Gambar 4.2. Skema Alur Penelitian ................................................................... 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ........................................................................... 57
Lampiran 2. Kuesioner Skrining Awal ................................................................ 58
Lampiran 3. Formulir Persetujuan Menjadi Responden ..................................... 59
Lampiran 4. Formulir Identitas dan Daya Anaerobik .......................................... 60
Lampiran 5. Formulir Food Recall 24 Jam ......................................................... 61
Lampiran 6. Data SPSS ..................................................................................... 62
Lampiran 7. Kalkulator RAST............................................................................. 64
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 65
ABSTRAK
Miranda Murti, Maria Princessa. 2017. Hubungan Antara Asupan Lemak dengan
Daya Anaerobik Pada Atlet Bola Basket Laki-laki CLS Knights Surabaya
Pada Masa Off-Season di GOR Basket CLS Surabaya. Tugas Akhir,
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) Dr. dr. Endang
Sriwahyuni, MS. (2) Yudi Arimba Wani, SKM, MPH.
Olahraga bola basket adalah salah satu cabang olahraga yang
menggunakan kombinasi sistem metabolisme aerobik dan anaerobik. Kedua sistem
mampu menghasilkan daya yang dapat menunjang aktivitas fisik, salah satunya
daya anaerobik. Faktor utama yang mempengaruhi sistem metabolisme adalah
asupan lemak karena penting untuk atlet dalam mengatur ketahanan dan kekuatan
dalam latihan fisik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara
asupan lemak dengan daya anaerobik atlet bola basket laki-laki CLS Knights
Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS Surabaya. Penelitian
observational dengan pendekatan cross sectional ini dilaksanakan kepada 18 atlet
bola basket laki-laki CLS Knights Surabaya. Data asupan lemak diperoleh dengan
metode wawancara food re-call 24 jam dalam kurun waktu 3 hari dengan pemilihan
waktu 2 hari kerja dan 1 hari libur. Data daya anaerobik diperoleh dengan metode
RAST (Running Anaerobic Sprint Test) dengan menghitung indeks kelelahan
menggunakan kalkulator RAST. Rata-rata asupan lemak dari seluruh responden
adalah 116.8 gram/hari. Rata-rata daya anaerobik dari seluruh responden adalah
10.4 watt/detik. Hasil uji statistik menggunakan Uji Korelasi Spearman yang
menunjukkan nilai p = 0.791. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan daya anaerobik atlet bola
basket laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS
Surabaya.
Kata kunci: atlet bola basket, daya anaerobik, asupan lemak.
ABSTRACT
Miranda Murti, Maria Princessa. 2017. Correlation between Fat Intake and Anaerobic
Power from CLS Knights Surabaya Male Basketball Athletes on Off-Season
Periode at CLS Sport Arena Surabaya. Final Assignment, Faculty of
Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) Dr. dr. Endang Sriwahyuni,
MS. (2) Yudi Arimba Wani, SKM, MPH.
Basketball is one of the sport which uses the combination of aerobic and
anaerobic metabolic system. Combination means using two types of energy systems
which are aerobic and anaerobic. Both of these systems can generate the power to
support physical activity, and one of these power is called anaerobic power. The
main factor which affects metabolic system is fat intake because it is important in
increasing the endurance and strength in physical activity. This research is aimed to
analyze the correlation between fat intake and anaerobic power in male basketball
athletes from CLS Knights Surabaya. This research is conducted on off-season
period at CLS Sport Arena, Surabaya. Observational method which is combined with
cross sectional approach was conducted towards 18 male basketball athletes from
CLS Knights Surabaya. Fat intake data is obtained from 24 hour re-call interview for
3 days; 2 days are chosen from weekdays and 1 day from the weekend. Anaerobic
power data was obtained with Running Anaerobic Sprint Test (RAST) method, by
counting the Fatigue Index which was calculated by RAST calculator. The average of
fat intake from all of the respondents is 116.8 grams/day. The average anaerobic
power from all of the respondents is 10.4 watt/sec. The statistical result is obtained
from Spearman Correlation Test which showed p value = 0.791. The conclusion from
this research is there is no significant correlation between fat intake with anaerobic
power from CLS Knight Surabaya male basketball athletes on off season period at
CLS Surabaya Sport Arena.
Key words: basketball athletes, anaerobic power, fat intake.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Olahraga bola basket adalah salah satu cabang olahraga berintensitas
tinggi dengan aktivitas intermittent yang membutuhkan peran serta energi dari
sistem metabolisme tubuh (Araujo, 2014). Tanpa energi yang cukup, seorang
atlet akan sulit mengatur kekuatan dan ketahanan tubuhnya semasa latihan
yang justru menjadi hal penting untuk menunjang prestasi seorang atlet
(Setiowati, 2014). Sistem energi terbagi menjadi dua yaitu sistem aerobik
dimana prosesnya bergantung pada ketersediaan oksigen, dan sistem
anaerobik yang tidak membutuhkan oksigen dalam proses kerjanya (WJEC,
2010). Keduanya saling berkesinambungan, khususnya pada olahraga bola
basket. Beberapa cabang olahraga mungkin hanya membutuhkan salah satu
dari sistem energi tersebut, namun beda halnya pada bola basket. Olahraga
bola basket merupakan olahraga yang menggunakan kombinasi dari kedua
sistem tersebut yang artinya apabila salah satu tidak berjalan dengan baik,
maka akan berpengaruh pada kinerja atlet semasa latihan (Akbar, 2013).
Melalui mekanisme sistem energi kemudian akan menghasilkan sebuah
daya yang akan digunakan oleh atlet untuk beraktivitas. Apabila energi yang
dihasilkan melalui jalur aerobik, akan menghasilkan daya aerobik dan apabila
menggunakan jalur anaerobik maka yang dihasilkan adalah daya anaerobik
(ITU Competitive Coach, 2007). Masing-masing daya memiliki perannya
2
masing-masing pada olahraga bola basket (Taufiq, 2013). Contohnya pada
daya aerobik, dibutuhkan untuk meningkatkan resintesis kreatin fosfat, kadar
laktat dalam otot aktif, serta menghindari akumulasi fosfat anorganik intraseluler.
Pengaruh daya aerobik pada permainan bola basket mengarah pada
kemampuan atlet dalam menentukan irama dan pola permainan, memelihara
atau mengubah irama dan pola permainan sesuai yang diinginkan, dan
kemampuan untuk berjuang menyelesaikan pertandingan. Itulah sebabnya
mengapa daya aerobik berlangsung pada durasi yang lebih lama atau biasa
disebut jangka panjang. Berbeda halnya dengan daya anaerobik atau disebut
sebagai daya jangka pendek karena hanya berlangsung selama 10 detik sampai
2 menit. Daya anaerobik mengarah pada kemampuan atlet menggunakan
simpanan ATP di dalam otot, apabila jalur aerobik tidak mampu mencukupi
kebutuhan energi atau dengan kata lain, oksigen dalam tubuh tidak memadai.
Daya anaerobik mengambil peran dalam gerakan taktik (misalnya
defensive/offensive transitions) dan berbagai gerakan teknikal pada bola basket
seperti shooting, jumping, blocking, passing, dan lay-ups (Araujo, 2014). Jelas
sekali bahwa kedua daya bekerja secara serempak sesuai dengan kebutuhan
energi yang diperlukan tubuh untuk bergerak (Irianto, 2007).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil perhatian pada daya anaerobik
yang memiliki dua komponen utama yaitu rata-rata power (average power) dan
indeks kelelahan (fatigue index). Dimana indeks kelelahan digunakan untuk
mengetahui kapasitas daya anaerobik, namun untuk dapat memperoleh indeks
kelelahan itu sendiri perlu mengetahui terlebih dahulu rata-rata power dari atlet.
3
Indeks kelelahan digunakan sebagai penentu kapasitas anaerobik, karena
melalui indikator ini akan diketahui rata-rata power yang mampu dihasilkan oleh
seorang atlet basket terhadap total waktu yang diberikan selama latihan fisik,
dimana ini merupakan definisi utama dari daya anaerobik atlet bola basket
(Akbar, 2013). Bentuk latihan yang digunakan adalah lari cepat (sprint). Menurut
pelatih fisik CLS Knights Surabaya, Asep Nugroho, atlet bola basket laki-laki
yang sudah terlatih dan merupakan atlet profesional memiliki intensitas latihan
dan kemampuan fisik yang cenderung lebih stabil (selalu berada di puncak) dan
dapat merepresentasikan daya anaerobik atlet basket. Didukung dengan
prestasi Klub Bola Basket CLS Knights Surabaya yang dalam kompetisi
terakhirnya di tahun 2016 (Indonesian Basketball League 2016) meraih gelar
Champion atau peringkat pertama di Indonesia sehingga peneliti termotivasi
untuk menggunakan klub bola basket CLS Knights Surabaya untuk dilakukan
penelitian. Menurut Nopembri (2013), pada berbagai penelitian menunjukkan
bahwa wanita memiliki kapasitas kerja yang relatif buruk sehingga menjadi
pembatas bagi wanita yang terlibat dalam olahraga, maka dari itu peneliti
menggunakan sampel dengan jenis kelamin laki-laki (Nopembri, 2013).
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode lari cepat
(sprint) untuk menguji daya anaerobik seorang atlet basket, dimana lari cepat
dihubungkan dengan kemampuan mengejar bola dan berlari dengan menggiring
bola ataupun pada saat mengejar lawan yang sedang membawa bola. Apabila
seorang pemain bola basket memiliki sprint yang baik, maka pemain tersebut
akan lebih mudah untuk mengejar bola. Dalam penelitian ini akan menggunakan
4
total jarak tempuh sprint kurang lebih 210 meter, dimana dengan jarak tempuh
lari sedemikian rupa akan menyumbang 90% daya aerobik dan 10% daya
anaerobik (Irianto, 2007). Adapun bentuk aktivitasnya adalah berlari dengan
kecepatan maksimal (sprint) menempuh jarak yang pendek dan dilakukan
secara berulang-ulang (Taufiq, 2013).
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kapasitas daya anaerobik
atlet basket adalah asupan zat gizi yang berhubungan dengan sistem energi
dimana bahan bakarnya adalah komponen bahan makanan yang dikonsumsi
sehari-hari, antara lain karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Lemak
merupakan salah satu zat gizi yang berperan penting sebagai sumber tenaga
(kalori) cadangan. Dalam aktivitas anaerobik, sintesa lemak terjadi melalui jalur
Glukoneogenesis, yaitu proses perubahan substansi nonkarbohidrat menjadi
glukosa atau glikogen, yang salah satu substrat utamanya adalah gliserol
(Harper, 2009). Glukoneogenesis hampir selalu terjadi pada atlet yang sedang
menjalani masa latihan terutama apabila asupan karbohidrat serta cadangan
glikogen dari makanan kurang memadai.
Lemak yang dikonsumsi oleh atlet akan disimpan di jaringan adipose
dalam bentuk gliserol (lemak sederhana) untuk nantinya akan diubah ke dalam
bentuk Adenosine Tri Phosphate (ATP) melalui jalur glikolisis, sehingga menjadi
energi untuk aktivitas latihan (Arisandi, 2014). Kebutuhan lemak pada atlet bola
basket digunakan untuk menjaga keseimbangan energi, mengganti simpanan
triasilgliserol saat latihan fisik (melalui jalur glukoneogenesis seperti telah
dijelaskan sebelumnya), dan memenuhi kebutuhan asam amino esensial yang
5
penting pengaruhnya terhadap kemampuan tubuh untuk bertahan selama waktu
latihan (Setiowati, 2014).
Angka kebutuhan lemak untuk atlet basket tidak sebanyak kebutuhan
karbohidrat karena pemecahan lemak terjadi setelah glukosa. Kebutuhan lemak
sekitar 15-30% dari total kebutuhan kalori atlet, namun perlu dilakukan
pembatasan karena asupan lemak yang berlebihan dapat menjadi faktor risiko
penyakit jantung, obesitas, diabetes, dan kanker (Irianto, 2007; Anderson,
2013). Tahapan pemberian lemak juga harus memperhatikan angka
rekomendasi zat gizi atlet pada masing-masing periode yaitu periode persiapan
umum, periode pertandingan, dan periode transisi atau pemulihan (Irianto,
2007). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan masa off-season (periode
transisi dimana tidak ada kegiatan di liga basket) dan bukan dalam masa
pertandingan untuk meminimalkan bias pada hasil penelitian.
Dibandingkan dengan teori rekomendasi kebutuhan zat gizi yang telah
dijelaskan tersebut, kenyataannya dalam dunia olahraga di Indonesia, tidak
banyak praktisi olahraga yang mengetahui dan benar-benar fokus dalam
menangani asupan zat gizi atlet, sehingga terkadang asupan zat gizi atlet bukan
menjadi prioritas utama yang seharusnya jauh lebih diperhatikan untuk
kebutuhan atlet terutama atlet bola basket (Kompasiana, 2010). Menurut Hendry
Linanda selaku Assisten Manajer CLS Knights Surabaya, pada komunitas bola
basket CLS Knights Surabaya hingga saat ini belum menerapkan perhitungan
kebutuhan angka rekomendasi gizi atlet basket yang sesuai meskipun sudah
memiliki institusi penyelenggaraan makanan sendiri untuk para atletnya.
6
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara
tingkat konsumsi lemak dengan daya anaerobik atlet Bola Basket Laki-laki CLS
Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS Surabaya.
Harapannya penelitian ini dapat menjadi pedoman manajemen gizi atlet bola
basket di masa depan, sebagai penunjang utama prestasi atlet di tingkat
nasional.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara asupan lemak dengan daya anaerobik
atlet Bola Basket Laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR
Basket CLS Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah menganalisis
hubungan antara asupan lemak dengan daya anaerobik atlet Bola
Basket Laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-season di
GOR Basket CLS Surabaya.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui rata-rata asupan lemak atlet Bola Basket Laki-laki
CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket
CLS Surabaya.
7
2) Mengetahui daya anaerobik dari masing-masing atlet Bola Basket
Laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR
Basket CLS Surabaya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademik
a) Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan gizi dibidang olahraga,
khususnya terkait asupan zat gizi yang sesuai untuk atlet bola
basket.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau
sumbangan dalam meningkatkan pemahaman atlet bola basket
terhadap pentingnya angka kecukupan lemak dalam menunjang
prestasi di tingkat nasional.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti bagi pengurus persatuan Bola Basket CLS Knights Surabaya
dalam meningkatkan prestasi, khususnya melalui dukungan zat gizi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bola Basket
Bola basket merupakan olahraga beregu yang memiliki intensitas tinggi
dalam permainannya dan termasuk dalam Intermittent sports yang memiliki
lama waktu bermain selama 1- 2 jam dengan interval istirahat di dalamnya.
Dalam Intermittent sports performa atlet dipengaruhi oleh sistem energi
anaerobik dan aerobik, dimana keduanya bergantung pada pemenuhan
karbohidrat (Baker et al., 2015). Permainan bola basket juga memiliki gerakan-
gerakan taktikal seperti shooting, jumping, blocking, passing, dan lay-ups.
Gerakan taktikal tersebut ditunjang oleh sistem energi anaerobik (Araujo et al.,
2014).
Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa seorang atlet dalam
olahraga bola basket dapat menghasilkan 1.000 perubahan gerakan dalam
kurun waktu dua detik (Gssi Basketball, 2013).
2.2 Sistem Energi
Aktivitas fisik manusia memerlukan energi. Energi tersebut berasal dari
bahan makanan yang dimakan sehari-hari yaitu karbohidrat, lemak, dan protein.
Untuk dapat diproduksi dan disimpan oleh tubuh, energi terlebih dahulu diubah
menjadi senyawa kimia berenergi tinggi, yaitu Adenosine Tri Phosphate (ATP)
melalui proses metabolisme (Akbar, 2013). Metabolisme tertuju pada seluruh
reaksi kimia yang terdapat dalam tubuh, meliputi produksi energi yang berasal
9
dari makanan yang dicerna (seperti perubahan dan penyimpanannya),
pertumbuhan dan kerusakan pada jaringan, energi yang terpakai, dan berbagai
proses kimia lainnya. Proses metabolisme menjadi penting karena proses
penggunaannya yang memungkinkan kinerja atlet cukup mudah dan efisien
(Shadiqin, 2011). Aktivitas olahraga pada umumnya menggunakan 2 sistem
energi yaitu aerobik dan anaerobik. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
menggunakan gabungan dari kedua sistem tersebut, contohnya pada olahraga
bola basket (Kusuma, 2015).
2.2.1 Sistem Aerobik
Disebut sebagai sistem energi jangka panjang, memproduksi
energi lewat jalur aerobik (menggunakan oksigen). Merupakan jalur
metabolisme yang dominan pada aktivitas yang intensitasnya rendah
dan sifatnya tahan lama diatas 2-3 menit. Produksi energi atau ATP
terjadi di dalam mitokondria sel otot. Di dalam mitokondria terdapat
enzim khusus yang dapat memecah bahan bakar (asam lemak dan
glikogen) melalui interaksi dengan oksigen untuk menghasilkan
sejumlah besar energi. Latihan fisik yang menggunakan sistem
aerobik dapat meningkatkan ukuran dan jumlah dari mitokondria,
membuat otot menjadi semakin efisien dalam menggunakan oksigen
untuk pembakaran (ITU Competitive Coach, 2007).
2.2.2 Sistem Anaerobik
Apabila tubuh melakukan kinerja dengan intensitas tinggi,
dapat menyebabkan tubuh akan mengalami kesulitan dalam
10
menyediakan asupan oksigen secara cukup melalui jalur aerobik.
Dalam keadaan ini, sistem energi dihasilkan dengan cepat yaitu
melalui jalur anaerobik dimana prosesnya tidak menggunakan
oksigen, tetapi menggunakan asam laktik sebagai bahan pembakar,
yang kemudian akan digunakan oleh otot untuk beraktivitas. Bahan
bakar dari proses anaerobik ini diambil dari cadangan glikogen di
dalam otot. Sering disebut dengan sistem energi jangka pendek.
Dalam prosesnya, pemecahan komponen anaerobik
membentuk sebuah siklus dimana asam laktik akan diubah menjadi
ATP (untuk digunakan dalam beraktivitas) dan kemudian akan diubah
menjadi asam laktik kembali apabila tidak terpakai atau hendak
disimpan di dalam tubuh. Seiring meningkatnya intensitas latihan fisik,
semakin tinggi pula akumulasi asam laktik di dalam darah dan otot.
Apabila akumulasi terus bertambah tinggi, maka sistem energi jangka
pendek ini tidak dapat dilanjutkan. Pada intensitas maksimum, sistem
ini akan menurun kinerjanya selama 60-120 detik. Kemudian atlet
akan mengalami sesak napas, rasa sakit (sensasi burning), dan
kelemahan otot. Rangkaian sistem anaerobik yang menggunakan
asam laktik ini disebut anaerobik laktik (ITU Competitive Coach,
2007).
Selain anaerobik laktit, adapula sistem anaerobik alaktik
(immediate). Ketika tubuh melakukan gerakan secara tiba-tiba yang
bersifat eksplosif, sistem alaktik ini memproduksi ATP dengan level
11
tinggi. Anaerobik alaktik (tanpa oksigen, tanpa asam laktit) atau
sistem ATP-CP berbahan bakar cadangan ATP dan sumber energi
tinggi lainnya, yaitu Kreatin Fosfat. Karena simpanan bahan bakar ini
jumlahnya relatif kecil, sistem alaktik hanya menyediakan energi untuk
aktivitas fisik berintensitas tinggi selama 10 detik saja. Cadangan
ATP-CP dapat diisi ulang dengan istirahat selama beberapa menit
(ITU Competitive Coach, 2007).
2.2.3 Kombinasi Sistem Anaerobik dan Aerobik pada Bola Basket
Aktivitas dalam olahraga bola basket merupakan kombinasi
antara aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik dan
membutuhkan energi tinggi. Permainan bola basket memerlukan
ketrampilan yang berhubungan dengan kesegaran jasmani, yaitu
kekuatan dan daya ledak otot, kecepatan, dan kelentukan dimana
untuk memperolehnya perlu melewati sistem aerobik maupun
anaerobik. Khususnya kekuatan otot, karena otot merupakan tempat
penyimpanan cadangan energi yang akan digunakan untuk latihan
fisik. Kekuatan otot sendiri diperlukan oleh pemain bola basket untuk
berlari cepat, menggiring bola (dribbling), menembak bola (shooting)
mempertahankan keseimbangan tubuh dan mencegah terjatuh saat
benturan dengan pemain lawan.
Dalam setiap cabang olahraga latihan fisik, terutama bola
basket, yang pertama kali dilakukan adalah membentuk daya tubuh,
yang baik dilakukan dengan latihan aerobik. Latihan aerobik bertujuan
12
untuk mempersiapkan sistem sirkulasi dan respirasi, penguatan tendo
dan ligament, mengurangi risiko terjadinya cidera, serta penyediaan
sumber energi untuk aktivitas dengan intensitas tinggi dan
berlangsung lama.
Karena bola basket membutuhkan kombinasi dari kedua
sistem, maka peranan daya tahan anaerobik dalam olahraga bola
basket otomatis juga penting, khususnya dalam menggantikan
cadangan energi jika sistem aerobik tidak memungkinkan untuk
berlangsung (keadaan kurang suplai oksigen).
Dalam olahraga bola basket, sistem energi predominan
(anaerobik) kurang lebih sekitar 80% yang dibutuhkan adalah sistem
energi anaerobik alaktit, yaitu sistem energi yang tanpa menggunakan
oksigen dan tanpa adanya pembuangan asam laktat, misal pada
gerakan menembak (shooting) dan pada saat melakukan passing
(Taufiq, 2012).
2.3 Daya Anaerobik
Daya anaerobik merupakan kemampuan tubuh dalam memenuhi
kebutuhan energi dengan memanfaatkan glikogen agar menjadi sumber tenaga
tanpa bantuan oksigen dari luar. Pada masa latihan, daya anaerobik dapat
diartikan sebagai kecepatan maksimal dengan kerja yang dilakukan
menggunakan sumber energi anaerobik. Sedangkan pendapat lain menyatakan
bahwa daya anaerobik berarti kemampuan tubuh bekerja tanpa menggunakan
oksigen dan keadaan ini terjadi ketika keperluan tubuh akan energi tiba-tiba
13
meningkat. Beberapa peneliti juga mengemukakan pendapatnya tentang daya
anaerobik yaitu bentuk ketahanan olahragawan melakukan aktivitas tanpa
menggunakan oksigen, tubuh dapat mempertahankan tingkat intensitas tertentu
hanya untuk waktu singkat.
Ambang batas dari daya anaerobik itu sendiri adalah intensitas, misalnya
kecepatan lari tertinggi yang dapat dipertahankan untuk suatu periode waktu
yang lama. Daya anaerobik ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya jenis
serabut otot cepat, koordinasi saraf, faktor biomekanika, dan kekuatan otot
(Akbar, 2013; Hanjabam dan Kailashiya, 2015).
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Daya Anaerobik
Menurut Australian Football Match Community pada modulnya tahun
2015, menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
output daripada daya anaerobik yaitu:
a. Usia
Mulai dari anak-anak sampai umur 20 tahun, daya akan
meningkat, mencapai maksimal pada umur 20-30 tahun dan
kemudian berbanding terbalik dengan umur, sehingga pada
orang yang berumur 70 tahun diperoleh daya sebesar 50 % dari
yang dimilikinya pada umur 17 tahun (Akbar, 2013).
b. Tipe serabut otot skeletal
Terdapat 3 tipe serabut otot dalam skeletal :
- Tipe 1 Slow Twitch Fiber. Otot berwarna merah karena
memiliki kandungan mioglobin yang cukup besar, serta
14
tinggi akan kadar oksigen dan mitokondria. Sangat tahan
terhadap kelelahan dan memproduksi sejumlah besar
ATP melalui jalur aerobik.
- Tipe 2a Fast Twitch Oxidative Fibres. Berwarna merah
juga karena tinggi akan mioglobn dan mitokondria.
Memproduksi dan memecah ATP dengan sangat cepat
dengan memanfaatkan kedua jalur metabolisme baik
aerobik maupun anaerobik. Menghasilkan kecepatan dan
kekuatan kontraksi otot, meski demikian tidak lebih tahan
lelah dibandingkan dengan tipe 1.
- Tipe 2b Fast Twitch Glycolytic Fibers. Otot berwarna putih
karena tingkat mioglobin dan mitokondria cukup rendah.
Memproduksi ATP dalam waktu yang lama menggunakan
jalur metabolisme anaerobik dan dipecah dengan sangat
cepat. Berperan pada daya ledak yang singkat dan cepat
lelah (GCSE PE, 2016).
Semakin tinggi persentase fast twitch fibres (tipe 2) maka
semakin besar output daya anaerobik yang dihasilkan.
c. Toleransi Laktat/Kelelahan
Orang yang tidak terbiasa melakukan latihan fisik dan kecepatan
akan cenderung memiliki toleransi kelelahan yang rendah,
dikarenakan rendahnya kapasitas oksidatif otot dan ambang
batas asam laktat. Selain itu juga dari segi gizi dapat
15
mempengaruhi toleransi kelelahan seseorang yaitu
ketidakmampuan tubuh dalam memaksimalkan glikogen serta
keadaan hipoglikemi yang menyebabkan toleransi kelelahan
menurun (Umar, 2015).
2.5 Indeks Kelelahan (Fatigue Index)
Kelelahan (fatigue) merupakan hilangnya kemampuan (bersifat
sementara) dalam mengontrol kebutuhan power yang hendak dikeluarkan untuk
melanjutkan aktivitas muscular terhadap intensitas kerja yang diberikan,
berhubungan dengan penurunan kinerja otot dan meningkatkan kerentanan
terhadap cedera. Kelelahan merupakan hasil kombinasi dari gangguan system
neuromuscular dimana dapat menyebabkan penurunan transport energi dan
kesediaan substrat (penurunan fosfokreatinin, penurunan glikogen, penurunan
oksigen jangka lama), akumulasi dari produk metabolik (fosfat anorganik, ion H+,
asam laktat), meningkatkan suhu tubuh, kegagalan dalam mekanisme kontraktil
otot, dan perubahan control neural pada kontraksi otot seperti kegagalan
transmisi saraf dan hambatan yang berasal dari system saraf pusat. Penyebab
dari kelelahan itu sendiri secara spesifik berhubungan dengan jenis kerja dan
aktivitas fisik (Hanjabam dan Kailashiya, 2015).
Sedangkan indeks kelelahan merupakan indikator untuk mengetahui
kapasitas anaerobik seseorang dengan meninjau dari rata-rata power yang
mampu dihasilkan terhadap waktu tempuh latihan (Akbar, 2013).
16
2.6 Tes RAST (The Running Anaerobic Sprint Test)
Tes RAST (The Running Anaerobic Sprint Test) dikembangkan dari
Universitas Wolverhampton di United Kingdom, tes ini digunakan untuk menilai
daya anaerobik atlet. Terdapat pula tes yang sejenis dengan tes RAST yaitu tes
WANT (Wingate Anaerobik 30 Cycle Test), dimana dalam kedua tes ini
memberikan gambaran hasil berupa daya anaerobik dan indeks kelelahan
seorang atlet (Mackenzie, 2005). Yang membedakan dari kedua tes tersebut
adalah pada tes WANT hanya berfokus pada cyclists atau pesepeda sedangkan
pada tes RAST dapat digunakan pada atlet yang memiliki gerakan dasar berlari.
Selain itu, tes RAST merupakan suatu tes daya anaerobik yang mudah untuk
dilaksanakan hanya dengan bantuan stopwatch dan perhitungan sederhana
dengan bantuan kalkulator. Dalam suatu penelitian disimpulkan bahwa tes
RAST memiliki validitas yang baik dalam mempresentasikan max power (daya
maksimal) dan ave power (daya rata-rata). Sehingga tes RAST
direkomendasikan untuk digunakan para pelatih dalam memprediksi max power
(daya maksimal) dan ave power (daya rata-rata) (Abbasian et al., 2012).
Sebelum dilaksanakan tes RAST pengukuran berat badan dilakukan
terlebih dahulu, sebab dalam perhitungan daya anaerobik memerlukan nilai
jarak, waktu tempuh, dan berat badan (Kalva-Filho et al., 2013). Pelaksanaan
tes RAST dimulai dengan dilakukannya pemanasan terlebih dahulu selam 10
menit, kemudian melakukan sprint dalam jalur lurus sebanyak 6 kali dengan
jarak tempuh sejauh 35 meter dalam sekali sprint, dan diberikan jeda selam 10
17
detik di setiap akhir sprint (Queiroga et al., 2013). Perhitungan daya anaerobik
meliputi:
(Araujo et al., 2014);(Akbar, 2013)
Perhitungan kemampuan daya anaerobik dapat dinilai baik atau kurang
dilihat berdasarkan hasil hitungan indeks kelelahan. Dimana bila hasi yang
diberikan lebih dari 10 mengindikasikan atlet kurang dalam menjaga performa
anaerobik, sedangkan bila hasil yang diberikan kurang dari 10 interpretasinya
adalah atlet dapat menjaga performa anerobik dengan baik (Akbar, 2013).
2.7 Asupan Protein Atlet Bola Basket
Massa otot seorang atlet basket bergantung pada keseimbangan antara
seberapa banyak protein otot yang dapat dibentuk dan yang dapat dipecah.
Dalam keadaan puasa, baik sintesis maupun pemecahan protein otot, akan
18
terus meningkat seiring masa latihan. Pada akhirnya atlet tidak mampu
membentuk massa otot dengan baik. Tubuh hanya akan membangun massa
otot apabila asupan protein memadai. Ketika atlet mengonsumsi protein setelah
melakukan latihan, faktanya dapat meningkatkan sintesis protein lebih banyak
daripada yang dihasilkan ketika hanya mengandalkan latihan saja selain itu
protein yang kaya akan asam amino esensial mampu mencegah peningkatan
pemecahan protein. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran keseimbangan
yang cukup besar, maka atlet mampu meningkatkan lebih banyak massa otot.
Mengingat peranan penting dari protein dalam menstimulasi sintesis
protein otot terutama pada masa recovery (off-season), seorang atlet perlu
mengonsumsi protein kurang lebih 30 menit setelah latihan. Waktu pemberian
asupan protein juga penting terkait dengan aliran darah dan sinyal molekuler.
Jika atlet secara langsung mengonsumsi protein setelah latihan, otot-otot yang
baru selesai dilatih akan memiliki aliran darah yang lebih tinggi, sehingga
banyak protein yang didapat dari makanan akan dikirim ke otot tersebut. Ketika
asam amino dari asupan protein sampai di otot, akan memicu proses sinyal
yang mengaktivasi sintesis protein otot.
Oleh karena itu, cukup jelas bahwa gizi selama masa off-season
berpotensi tinggi meningkatkan pertumbuhan otot. Seiring periode off-season,
asam amino menjadi kunci utamanya. Atlet perlu untuk mencukupi kebutuhan
asam amino esensial dan memperbanyak asam amino leusin rantai cabang. Zat
gizi ini penting karena merupakan bentuk protein yang lebih mudah diserap
(GSSI Basketball Taskforce, 2013).
19
2.8 Asupan Karbohidrat Atlet Bola Basket
Karbohidrat merupakan salah satu bahan bakar penting untuk olahraga
stop-and-go contohnya bola basket. Dalam olahraga stop-and-go, sebuah
performa atlet sangat bergantung pada energi, dan khususnya adalah asupan
karbohidrat. Mengingat peranan nya yang sangat penting, atlet yang terlatih
memiliki simpanan karbohidrat sejumlah besar (dalma bentuk glikogen) di dalam
otot dan digunakan saat atlet bermain.
Selain itu, terdapat sejumlah besar simpanan glikogen juga di dalam
liver seorang atlet yang memiliki asupan gizi yang baik. Tugas dari liver ini
adalah untuk menghasilkan CHO ke dalam bentuk glukosa di dalam darah untuk
mengontrol konsentrasi darah. Selama latihan fisik, otot yang berkontraksi
mengambil sebagian besar glukosa dari darah, dan liver merespon dengan
mengganti glukosa yang sudah terambil. Jika tidak berhasil, konsentrasi darah
atlet akan drop dan terjadi hipoglikemik, sementara otak juga bergantung pada
glukosa yang sama. Ketika latihan fisik berintensitas tinggi dan terjadi dalam
waktu yang lama, atlet dapat beradaptasi dengan mengandalkan liver untuk
mengontrol level glukosa darah dengan meminum minuman yang mengandung
glukosa atau bentuk lainnya dari CHO.
Karbohidrat yang dikonsumsi akan dengan cepat masuk kedalam
darah dan dapat digunakan untuk otot, jantung, dan otak. Selain itu juga ada
dampak yang kuat dari konsumsi CHO selama masa latihan yaitu menstimulasi
reseptor CHO di dalam mulut untuk mengaktifkan aktivitas otak motoric dan
pusat otak, dimana dapat menurunkan persepsi lelah (fatigue index) dan
20
meningkatkan konsentrasi dan fokus. Kelenjar air liur terbukti meningkatkan
jalannya performa (GSSI Basketball Taskforce, 2013).
2.9 Asupan Lemak Atlet Bola Basket
Lemak merupakan bahan bakar utama untuk aktivitas olahraga
berintensitas sedang hingga tinggi. Lemak disebut sebagai sumber energi
utama pada aktivitas fisik karena mampu menghasilkan 80-90% energi, jika
dibandingkan dengan kabohidrat dan protein yang hanya mampu menghasilkan
5-18% dan 2-5% energi (Wolinsky, 2010). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa seorang atlet yang mengonsumsi diet tinggi lemak secara
tidak langsung mengonsumsi karbohidrat (sebagai sumber kalori) yang lebih
sedikit.
Apabila sistem metabolik tubuh berada dalam keadaan intensitas
rendah, cadangan lemak di dalam otot dapat digunakan sebagai sumber
pembakaran energi. Rata-rata atlet dengan berat badan 1,500 pound mampu
membawa 1,500-2,000 kalori dalam bentuk karbohidrat, tetapi akan mampu
membawa hingga 80,000 kalori jika dalam bentuk lemak. Penelitian terdahulu
pernah menyimpulkan bahwa lemak tidak dapat digunakan tanpa kehadiran
karbohidrat. Kemudian, untuk sistem ketahanan yang efisien bagi atlet,
karbohidrat memang masih penting, namun cadangan lemak juga mampu
membantu atlet dalam mencapai efesiensi secara lebih maksimal.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa atlet yang mengonsumsi lemak
>20% dari total kalori kebutuhannya mampu meningkatkan biopsi otot dan juga
mampu meningkatkan power (daya) dan kecepatan dari seorang atlet. Hal ini
21
memiliki implikasi yang signifikan terhadap atlet dalam olahraga ketahanan otot
yang membutuhkan ledakan power (daya), seperti mendayung, berenang,
gymnastic, baseball, basketball, dan soccer.
Seorang atlet setidaknya perlu mengonsumsi 20-30% kalorinya yang
berasal dari lemak. Namun, untuk konsumsi lemak jenuh perlu dibatasi untuk
menghindari atlet dari peningkatan lemak tubuh yang berlebihan. Cukup dibatasi
dan dieliminasi kalorinya, bukan dikurangi zat gizinya. Selain itu, menganut diet
rendah lemak dan tinggi karbohidrat menjadi hal yang baik untuk atlet dengan
alasan kesehatan, karena diet dengan tinggi lemak jenuh telah terbukti memberi
risiko penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes, dan beberapa jenis kanker
(US Anti-Doping Agency USADA, 2013).
2.9.1 Metabolisme Lemak
Produk pencernaan lemak masuk ke sirkulasi sebagai
kilomikron, yaitu lipoprotein plasma terbesar yang kaya akan
triasilgliserol. Di jaringan adipose dan otot rangka, lipoprotein lipase
ekstrasel disintesis dan diaktifkan sebagai respons terhadap insulin;
asam lemak tidak teresterifikasi yang terbentuk sebagian besar
diserap oleh jaringan dan digunakan untuk sintesis triasilgliserol,
sementara gliserol tetap berada di dalam darah dan diserap oleh hati
serta digunakan untuk gluconeogenesis dan sintesis glikogen atau
lipogenesis. Asam lemak yang menetap di dalam darah diserap oleh
hati dan direesterifikasi. Sisa kilomikron yang lemaknya sudah
berkurang dibersihkan oleh hati, dan triasilgliserol yang tersisa
22
diekspor, bersama dengan triasilgliserol yang disintesis di hati, dalam
bentuk lipoprotein berdensitas sangat-rendah (VLDL) (Murray et al.,
2009).
2.10 Glukoneogenesis
Kebutuhan akan bahan bakar metabolik relatif konstan sepanjang hari
karena aktivitas fisik rerata meningkatkan laju metabolic hanya sekitar 40-
50% diatas lanju metabolic basal. Namun, kebanyakkan orang mengonsumsi
asupan harian bahan bakar metabolik mereka dalam dua atau tiga kali
makan sehingga terdapat kebutuhan untuk membentuk cadangan
karbohidrat (glikogen di hati dan otot) dan lemak (triasilgliserol di jaringan
adipose) pada periode setelah makan, yang digunakan ketika belum terdapat
asupan makanan.
Glukoneogenesis adalah proses mengubah prekursor nonkarbohidrat
menjadi glukosa atau glikogen. Substrat utamanya adalah asam-asam amino
glukogenik, laktat, gliserol, dan propionate. Hati dan ginjal adalah jaringan
glukoneogenik utama. Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan glukosa tubuh
jika karbohidrat dari makanan atau cadangan glikogen kurang memadai
(banyak terjadi pada orang yang memiliki aktivitas intensitas tinggi secara
terus-menerus). Pasokan glukosa merupakan hal yang esensial terutama
bagi system saraf dan eritrosit. Kegagalan gluconeogenesis biasanya bersifat
fatal, contohnya hipoglikemia yang dapat menyebabkan disfungsi otak
sehingga berujung pada koma dan kematian. Selain itu, gluconeogenesis
23
membersihkan gliserol yang dihasilkan oleh jaringan adiposa (Murray et al.,
2009).
2.11 Peran Gliserol Otot
Gliserol merupakan suatu hasil metabolisme jaringan adipose, dan
hanya jaringan yang mempunyai enzim gliserol kinase yang dapat
menggunakan senyawa gliserol. Enzim tersebut memerlukan ATP, terdapat
dalam hepar dan ren. Gliserol kinase mengkatalisis perubahan gliserol
menjadi gliserol 3-fosfat. Jalur ini berhubungan dengan tahap triosafosfat
pada jalur glikolisis, karena gliserol 3-fosfat dapat dioksidasi menjadi
dihidroksi aseton fosfat oleh NAD+ dengan adanya enzim gliserol 3-fosfat
dehidrogenase. Hepar dan ren mampu mengubah gliserol menjadi glukosa
darah dengan menggunakan enzim tersebut, beberapa enzim glikolisis dan
enzim spesifik pada jalur glukoneogenesis yaitu fruktosa 1,6-bisfosfatase dan
glukosa 6-fosfatase (Murray et al., 2009).
Fungsi utama gliserol adalah sebagai penghasil energi, yaitu menjadi
bahan bakar cadangan apabila glikogen dalam tubuh tidak memadai. Energi
yang berlebihan dalam tubuh disimpan dalam jaringan adipose sebagai
energi potensial. Selain itu juga menghindari tubuh mengalami hipoglikemia,
terutama pada orang-orang yang tingkat aktivitasnya tinggi contohnya
olahragawan. Diluar peranannya sebagai simpanan lemak, gliserol juga
berlaku sebagai penghemat protein, dalam hal ini jika ketersediaan energi
dalam tubuh telah tercukupi oleh lemak dan karbohidrat, maka pemanfaatan
protein untuk penimbul energi dapat dikurang. Secara tidak langsung
24
menghindari seseorang dari penurunan massa otot yang berlebihan akibat
keadaan kurang protein (Setiowati, 2014).
2.12 Glikolisis Anaerobik
Pada tahap-tahap awal penelitian tentang glikolisis disadari bahwa
fermentasi di ragi serupa dengan penguraian glikogen di otot. Diketahui
bahwa jika suatu otot berkontraksi dalam medium anaerob, yaitu medium
dengan oksigen yang telah dikeluarkan, glikogen akan lenyap dan muncul
laktat. Jika oksigen dimasukkan, terjadi pemulihan aerob dan laktat kemudian
lenyap. Namun, jika kontraksi berlangsung dalam kondisi aerob, penimbunan
laktat tidak terjadi dan piruvat adalah produk akhir utama glikolisis.
Piruvat dioksidasi lebih lanjut menjadi karbondioksida dan air. Jika
pasokan oksigen berkurang, reoksidasi NADH di mitokondria yang terbentuk
selama glikolisis terhambat, dan NADH direoksidasi dengan mereduksi
piruvat menjadi laktat sehingga glikolisis dapat berlanjut.
Meskipun glikolisis dapat berlangsung dalam kondisi anaerob,
pengorbanan diperlukan karena hal ini membatasi jumlah ATP yang dibentuk
per mol glukosa yang teroksidasi sehingga jauh lebih banyak glukosa yang
harus dimetabolisme dalam kondisi anaerob dibandingkan dalam kondisi
aerob. Di sel ragi dan beberapa mikroorganisme lain, piruvat yang dibentuk
dalam glikolisis anaerob tidak direduksi menjadi laktat, tetapi mengalami
dekarboksilasi dan direduksi menjadi etanol (Murray et al., 2009).
25
2.13 Siklus Kerja Lemak pada Daya Anaerobik
Selain karbohidrat, lemak dalam bentuk simpanan (gliserol) menjadi
bahan bakar dalam proses pemecahan energi. Namun yang perlu
digarisbawahi disini adalah, lemak bukan menjadi bahan bakar utama
(seperti karbohidrat), namun merupakan jalur alternatif disaat simpanan
glukosa (glikogen) telah habis. Glikolisis glukosa dan gluconeogenesis dari
gliserol pada dasarnya mempunyai jalur yang sama namun arahnya berbeda,
maka harus berjalan secara timbal balik. Apabila jalur satu aktif, maka jalur
lain tidak akan aktif (Umar, 2015). Keadaan ini dominan terjadi pada atlet
yang memiliki intensitas latihan yang tinggi, dimana tubuh mencapai limit
glukosa dan harus menggunakan cadangan gliserol untuk diubah menjadi
glukosa agar mampu memproduksi ATP (AFF Community, 2015).
Lemak yang masuk kedalam tubuh (trigliserida) akan dihidrolisis
menjadi 2 yaitu : 3 molekul asam lemak dan 1 molekul gliserol. Asam lemak
akan dibawa ke jalur anaerobik, dan gliserol akan dibawa ke jalur anaerobik
(Kesawa, 2012). Dalam kata lain, pada metabolisme anaerobik, lemak
(gliserol) yang digunakan sudah diubah menjadi glukosa untuk masuk ke
glikolisis anaerob melalui jalur glukoneogenesis. Maka dapat dikatakan
bahwa simpanan lemak berperan menjadi reaksi timbal balik dalam daya
anaerobik saat glikogen tubuh tidak lagi tersedia. Pada orang umum (bukan
atlet) jarang mencapai metabolisme anaerobik menggunakan cadangan
gliserol, karena pada orang biasa belum mencapai penurunan asam laktat
yang berlebihan seperti yang dialami oleh atlet. Inilah sebabnya, atlet perlu
26
memperhatikan asupan lemak tergantung pada aktivitas fisik yang akan
dilakukan (GCSE Basketball, 2010).
2.14 Sistem Energi Pada Atlet Basket
Terdapat tiga jalur metabolisme energi yang bertanggung jawab
terhadap reaksi kimia di dalam sel maupun jaringan tubuh selama melakukan
latihan dan olahraga. Tiga jalur metabolisme ini adalah sistem anaerobik
yang dibagi menjadi 2 jalur : ATP-PC dan asam laktat, serta sistem aerobik.
Untuk pemain bola basket, ketiganya menjadi sangat penting mengingat
permainan bola basket adalah olahraga dengan aktivitas intermitten (memiliki
gerakan tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus). Ketiga sistem energi ini
harus berjalan sinergis dan saling melengkapi.
Selama pertandingan basket, sekitar 75% energi atlet berasal dari
sistem ATP-PC, diikuti oleh sekitar 15% dari sistem Asam laktat, dan sekitar
10% dari sistem aerobik. Sistem ATP-PC berperan dalam aktivitas dengan
power yang tinggi, sedangkan sistem asam laktat berperan dalam aktivitas
dengan moderate power, dan aerobik untuk aktivitas dengan power yang
lebih rendah (John, 2012). Sehingga dapat dikatakan, dalam olahraga bola
basket, jalur anaerobik lebih besar peranannya yakni 90% apabila
dibandingkan dengan jalur aerobik yang hanya 10%.
Sistem ATP-PC bertanggung jawab pada gerakan naik-turun lintasan,
gerakan yang dipercepat, gerakan mengubah arah, rebound, jump shots, dan
bermain pertahanan. Berlangsung selama 30-90 detik disebabkan karena
minimnya oksigen selama pemecahan energi. Sedangkan sistem asam laktat
27
bertanggung jawab pada gerakan break-fast (istirahat singkat) serta tekanan
pertahanan maupun bermain lawan. Berlangsung sekitar 60-240 detik,
menggunakan glikolisis anaerob untuk menghasilkan asam laktat. Dan yang
terakhir aerobik berperan mempertahankan kekuatan tubuh untuk bertahan
selama pertandingan. Sistem aerobik bertanggung jawab mengisi kembali
(replenishing) simpanan energi yang hilang karena telah digunakan oleh
sistem anaerobik serta meningkatkan waktu pemulihan bagi metabolisme
energi (John, 2012).
2.15 Hubungan antara Asupan Lemak dan Daya Anaerobik
Pada orang biasa dengan aktivitas rendah, otot tidak melakukan
simpanan cadangan lemak (adiposa). Prinsip ini tidak berlaku pada atlet
ketahanan (endurance), yang justru menyimpan beberapa lemak tanpa
konsekuensi untuk menjaga sensitivitas insulin. Lemak, yang menjadi bahan
bakar utama ini, akan selalu digunakan baik untuk energi yang sifatnya
“quick and immediate”, maupun untuk kebutuhan energi berkelanjutan. Yang
mempengaruhi persentase penggunaannya adalah jenis olahraganya (Wood,
2009).
Lemak dalam sistem anaerobik sifatnya simpanan (trigliserida).
Lemak yang dikonsumsi oleh seseorang yang beraktivitas moderate
kemudian akan disimpan didalam otot untuk digunakan sebagai pengganti
glikogen yang hilang secara cepat (Lilik, 2013). Lemak yang disimpan dalam
tubuh disebut sebagai persen lemak tubuh. Para ilmuan biasa mengukurnya
dengan skinfold caliper (di beberapa bagian tubuh tertentu) untuk mengukur
28
persen lemak tubuh dengan akurat. Menurut Selviasari (2009) pada hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa seseorang dengan persen lemak tubuh
yang kecil memiliki daya anaerobik yang baik.
Hubungan lemak ini berkaitan dengan teori glukoneogenesis dimana
trigliserida akan menggantikan glikogen yang hilang pada glikolisis
anaerobik. Siklus mempertahankan keseimbangan energi ini bekerja 30-40
menit setelah menjalani aktivitas dengan sistem anaerobik (Irianto, 2009).
Siklus ini tidak terjadi pada orang biasa atau non-atlet, karena cenderung
jarang melakukan latihan melampaui batas moderate, maka lemak belum
sempat terpakai sempurna. Hal ini menjelaskan mengapa atlet memiliki
badan ideal daripada orang biasa. Disamping itu atlet cenderung terhindar
dari kasus obesitas dibandingkan dengan orang biasa (Lilik, 2013).
Secara teori menurut Novita (2007) lemak dipercaya lebih banyak
dipakai untuk menghasilkan energi pada kapasitas aerobik (yang
menggunakan oksigen). Meski demikian pada olahraga bola basket
kapasitas anaerobik mengambil bagian 10% dari aktivitasnya, hal ini karena
olahraga tersebut merupakan kombinasi dari keduanya baik aerobik dan
anaerobik (Irianto, 2009). Maka penting sekali untuk melihat sejauh mana
kontribusi lemak pada olahraga kombinasi seperti bola basket.
29
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pemikiran
Keterangan :
Variabel yang Diteliti
Variabel yang Tidak Diteliti
Asupan Lemak
Analisis asupan
lemak dengan daya
anaerobik atlet bola
basket
Usia
Tipe Serat
Otot
Toleransi
Kelelahan
Daya Anaerobik
Menunjang gerakan taktik
(defensive/offensive
transitions) dan gerakan
teknikal (shooting, jumping,
blocking, passing, dan lay-
ups)
Gliserol di dalam otot
(adiposa)
Sistem Energi
Aerobik
Sistem Energi
Anaerobik
Rekomendasi
asupan harian
(RDA) atlet
bola basket
Menjaga keseimbangan
energi, mengganti
simpanan triasilgliserol,
dan kebutuhan asam
amino esensial untuk
latihan fisik
Asupan harian atlet bola basket
Karbohidrat Lemak
Protein
30
Keterangan:
Seorang atlet bola basket memiliki beberapa faktor pendukung dalam
mencapai prestasi optimal, salah satunya adalah asupan zat gizi. Asupan
makanan atlet basket menjadi penting kaitannya dengan kemampuan tubuh
menghasilkan energi melalui proses pembakaran, baik selama masa latihan
maupun pertandingan. Ada 3 komponen utama zat gizi yang mengambil
peran penting dalam pembakaran energi yaitu karbohidrat, lemak, dan
protein. Dalam penelitian ini akan ditinjau lebih lanjut dalam hal zat gizi
lemak.
Lemak penting pada atlet bola basket karena perannya dalam
menghasilkan energi, mengganti simpanan triasilgliserol yang terjadi terus-
menerus selama atlet beraktivitas, dan juga untuk memenuhi kebutuhan
asam amino esensial. Dalam penelitian ini akan membandingkan asupan
lemak atlet Bola Basket Laki-laki CLS Knights Surabaya dengan
menggunakan metode recall 24 jam kemudian dianalisis berdasarkan
rekomendasi asupan harian (Recommended Daily Intake) atlet bola basket,
sehingga akan diketahui seberapa tinggi kecukupan asupan lemaknya.
Asupan lemak dari atlet kemudian dipecah dan disimpan ke dalam
otot (muscle) melalui sistem energi yang menggunakan oksigen atau disebut
sebagai sistem aerobik. Apabila kadar oksigen menurun seiring
bertambahnya intensitas latihan, simpanan gliserol kemudian akan dibawa ke
sistem anaerobik untuk dipecah menjadi cadangan energi (tanpa oksigen)
lewat jalur glukoneogenesis. Hasil dari sistem anaerobik kemudian
31
menghasilkan daya anaerobik dimana fungsinya sangat penting dalam
permainan bola basket, yaitu dalam gerakan taktik (defensive/offensive
transitions) dan gerakan teknikal seperti shooting, jumping, blocking, passing,
dan lay-ups.
Melalui penelitian ini akan dilakukan analisis terkait hubungan asupan
lemak terhadap daya anaerobik atlet Bola Basket Laki-laki CLS Knights
Surabaya.
3.2. Hipotesis Penelitian
Dengan demikian hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan
antara asupan lemak dengan daya anaerobik atlet Bola Basket Laki-laki
CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS
Surabaya.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian adalah Observational analitik dengan menggunakan
metode Cross Sectional.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah atlet bola basket laki-laki CLS
Knights Surabaya pada masa off-season di GOR Basket CLS Surabaya.
4.2.2 Sampel
Penelitian ini menggunakan rumus sampel jenuh atau total sampling
dimana seluruh populasi dijadikan sampel penelitian. Hal ini dilakukan karena
jumlah populasi yang kecil. Jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2009). Proses sampling
dilakukan dengan memperhatikan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
Sampel penelitian ini adalah seluruh atlet bola basket laki-laki CLS Knights
Surabaya yang aktif sampai dengan bulan Desember 2017 yaitu sebanyak
20 orang.
a. Kriteria Inklusi
Sampel penelitian yang digunakan memiliki kriteria inklusi yang telah
disesuaikan menurut karakteristik penelitian yaitu sebagai berikut:
33
- Tercatat sebagai atlet bola basket CLS Knights Surabaya minimal 1
bulan keanggotaan di GOR Basket CLS Surabaya
- Dalam masa off-season atau pemulihan (tidak terdapat kegiatan di
liga basket)
- Tidak dalam program diet rendah ataupun tinggi lemak
- Tidak dalam keadaan sakit atau cedera pada bagian tubuh tertentu
maupun organ selama masa penelitian
- Berjenis kelamin laki-laki
b. Kriteria Eksklusi
Sampel penelitian tidak digunakan apabila mencakup salah satu atau
lebih dari kriteria eksklusi yang telah ditetapkan menurut kriteria
penelitian yaitu sebagai berikut:
- Menggunakan semua jenis suplemen tambahan dan larutan isotonik
selama waktu penelitian dan ketika tes Running Anaerobic Sprint
(RAST) berlangsung
- Cidera saat sedang melakukan tes Running Anaerobic Sprint (RAST)
- Tidak mengikuti keseluruhan rangkaian tes Running Anaerobic Sprint
(RAST)
- Tidak hadir saat dilakukannya penelitian
4.3 Variabel Penelitian
Variabel bebas: asupan lemak
Variabel terikat: daya anaerobik
34
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di GOR Basket CLS Surabaya yang terletak di Jl.
Kertajaya Indah Timur I, No. 1, Gubeng, Manyar Sabrangan, Mulyorejo, Kota
Surabaya, Jawa TImur.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2017.
4.5 Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian
a. Surat pernyataan kesediaan menjadi responden
b. Kuesioner skrining awal, formulir identitas responden dan daya anaerobik,
dan formulir food re-call 24 jam untuk menggali data pribadi dan pola makan
pasien
c. Stopwatch untuk mengukur waktu dalam tes Running Anaerobic Sprint
(RAST)
d. Kalkulator RAST untuk menghitung daya anaerobik dari setiap responden
e. Software NutriSurvey untuk mengetahui total asupan lemak dari responden.
Cara penggunaannya dengan memasukkan data ke software NutriSurvey
yang telah di-install di komputer meliputi nama bahan makanan, berat, dan
usia responden; kemudian akan muncul analisa kandungan zat gizi dari
masing-masing data yang dimasukkan.
35
4.6 Definisi Istilah/Operasional
Tabel 4.1 Tabel Operasional Penelitian
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Indikator Jenis Data
Variabel Bebas: Asupan Lemak
Jumlah rata-rata konsumsi lemak yang didapat dari makanan yang dimakan dalam waktu 24 jam (Akbar, 2013)
Formulir Food Re-call 24 Jam
Survey konsumsi
Dalam satuan gram. Dikatakan baik apabila 30% total kalori.
Rasio
Variabel Terikat: Daya Anaerobik
Banyaknya energi maksimum yang diubah selama melakukan kerja dalam sistem anaerobik (Douwes, 2013)
Tes Running Anaerobic Sprint (RAST)
Stopwatch dan kalkulator RAST
Dalam satuan watt/detik. Dikatakan baik apabila 10 watt/detik.
Rasio
4.7 Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data
a. Data mengenai gambaran umum responden atlet bola basket laki-laki CLS
Knights Surabaya, meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat/tanggal-bulan-
tahun lahir, pendidikan terakhir, pekerjaan, jadwal mengikuti latihan, dan
berat badan. Data diperoleh dengan mengunjungi pada tempat latihan dan
melakukan wawancara dengan bantuan formulir identitas responden.
b. Data mengenai asupan lemak diperoleh dengan melakukan food re-call 24
jam selama tiga hari, dengan pemilihan dua kali pada hari efektif dan satu
36
kali pada hari libur (Makuituin dkk., 2013), dengan bantuan formulir food re-
call 24 jam. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan software
NutriSurvey untuk mengetahui rata-rata asupan lemak setiap responden.
Pengambilan data wawancara asupan lemak dilakukan oleh peneliti dan
dibantu oleh 3 orang enumerator dari sesama rekan penelitian yang terlatih.
c. Data mengenai daya anaerobik diperoleh dengan mencatat pengukuran
secara langsung di tempat latihan yang menggunakan tes Running
Anaerobic Sprint (RAST) yaitu, responden melakukan enam kali repetisi lari
cepat sejauh 35 meter, dengan fase istirahat setiap satu kali repetisi selama
10 detik. Responden melakukan lari secara berbarengan, 3 orang untuk
masing-masing kloter. Pada pelaksanaannya peneliti dibantu oleh rekan-
rekan diluar penelitian yang telah memahami dan bersedia membantu proses
pengambilan data. Data yang diperoleh dari RAST kemudian diolah
menggunakan kalkulator RAST untuk melihat daya anaerobik masing-masing
atlet. Kalkulator RAST menggunakan format excel dengan prinsip
perhitungan sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Perhitungan Indeks Kelelahan menurut BrianMAC
Peneliti hanya perlu memasukkan data berat badan (kg) dan waktu tempuh
(detik) selama 6 repetisi sprint dari masing-masing responden. Kemudian
kalkulator akan secara otomatis menghitung hasil dari rata-rata power, power
37
maksimal, power minimal, dan indeks kelelahan dari masing-masing
responden. Satuan yang dihasilkan dari indeks kelelahan adalah watt/detik
(daya). Kalkulator yang digunakan telah memenuhi standarisasi internasional
dan telah digunakan oleh semua penelitian yang menggunakan uji RAST.
4.8 Analisis Data
Data diolah secara Analitik Cross-Sectional. Olah data tersebut untuk
mengetahui hubungan antara asupan lemak dengan daya anaerobik pada atlet
bola basket laki-laki CLS Knights Surabaya pada masa off-season di GOR
Basket CLS Surabaya.
Metode pengambilan data menggunakan food re-call 24 jam yang
kemudian dianalisis menggunakan software NutriSurvey 2007. Hasil analisanya
di bandingkan dengan rekomendasi asupan harian untuk menentukan tingkat
kecukupan asupan lemak pada individu. Instrumen lain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kalkulator RAST.
Sebelum dilakukan uji hubungan, data diuji kenormalannya terlebih
dahulu. Uji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk dikarenakan jumlah sampel
kurang dari 50 orang. Melalui uji normalitas didapatkan data tidak terdistribusi
normal. Kemudian dilakukan uji transformasi data. Hasil dari transfromasi data
adalah data tetap tidak terdistribusi normal. Karena hasil yang didapat tidak
terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji statistik korelasi Spearman.
Dari hasil uji korelasi, didapatkan nilai p>0,05 yaitu 0,791. Dengan demikian hasil
uji menyatakan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang
diuji.
38
Semua uji statistik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS for
windows versi 16.0 dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05. Interpretasi
hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah
korelasinya sebagaimana dipaparkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Interpretasi hasil uji korelasi (nilai p, kekuatan dan arah korelasi)
Parameter Nilai Interpretasi
Kekuatan korelasi (r) 0,0 s.d.
39
4.9 Skema Alur Penelitian
Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian
Pra-Pengambilan Data
1. Menyamakan presepsi
dengan enumerator
mengenai wawancara
24 Hour Re-call
terhadap responden
2. Melakukan uji coba test
RAST kepada sesama
enumerator
Melakukan studi pendahuluan untuk
memilih lokasi penelitian
Proposal disetujui oleh
komisi etik
Melakukan perizinan kepada pihak CLS
Knights Surabaya
Populasi Seluruh atlet bola basket CLS Knights
Surabaya
Menentukan Sampel Atlet bola basket CLS Knights Surabaya
yang memenuhi kriteria inklusi
10
Setuju
Pengambilan Data
Pengisian form informed consent
dan penjelasan mengenai
penelitian terhadap responden
Tes RAST
indeks kelelahan
Tidak setuju
Tidak dilakukan pengambilan data
Permohonan Persetujuan Menjadi Responden
Pengisian form informed consent dan penjelasan mengenai penelitian terhadap
responden
Baik Berlebih
Asupan Lemak dengan
wawancara 24 Hour Re-
call selama 3 hari tidak
berturut-turut dengan
urutan satu hari sebelum
tes RAST, satu hari kerja
dan satu hari libur
40
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Gambaran Umum Responden
Cahaya Lestari Surabaya (CLS) berdiri sejak Februari tahun 1946 oleh
yayasan yang mayoritas terdiri dari orang-orang keturunan etnis Tionghoa di
Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Selama lebih dari setengah abad, dari tahun ke
tahun CLS selalu menciptakan pemain-pemain yang terpilih dalam tim nasional
Indonesia baik itu Putra maupun Putri.
Sejak tahun 1994, tim basket CLS mulai bergabung ke dalam liga bola
basket profesional di Indonesia. Pada tahun 2007, terjadi perombakan tim dan
masuknya manajemen baru yang kemudian mengganti nama dari tim bola
basket ini menjadi CLS Knights.
Pada tahun 2011, ketika liga profesional bola basket di Indonesia terjadi
perubahan organisasi dan nama menjadi National Basketball League (NBL)
Indonesia, CLS Knights sukses masuk ke partai puncak dan meraih gelar
runner-up. Sejak saat itu, CLS Knights terus meningkatkan mutu atletnya dari
tahun ke tahun hingga mencapai puncaknya di tahun 2016, CLS Knights resmi
keluar sebagai juara Indonesian Basketball League (IBL) 2016.
5.2 Karakteristik Responden
Responden pada penelitian ini sebanyak 18, dari total atlet yang terdaftar
secara aktif dalam klub CLS Knights Surabaya yakni 22 orang. Empat orang atlet
masuk dalam kriteria eksklusi sehingga secara otomatis gugur untuk menjadi
41
responden. Rata-rata rentang usia responden mulai dari 19 tahun sampai
dengan 37 tahun.
Sebagian besar atlet tinggal di mess yang lokasinya menjadi satu dengan
GOR tempat atlet melakukan latihan sehari-hari. Kegiatan atlet kurang lebih
sama setiap harinya yakni kuliah, bekerja, dan menjalani latihan rutin kecuali hari
Sabtu dan Minggu dimana dalam 2 hari tersebut tidak diadakan latihan (libur).
5.3 Jenis Kelamin Responden
Atlet yang menjadi responden dalam penelitian ini seluruhnya adalah berjenis
kelamin laki-laki.
5.4 Asupan Lemak Responden
Asupan lemak responden diperoleh dengan cara wawancara re-call 3x24 jam
kemudian dihitung kandungan lemaknya dengan menggunakan software
NutriSurvey. Hasil re-call selama 3 hari kemudian di rata-rata dan dimasukkan ke
dalam software SPSS untuk dilakukan uji korelasi.
Interpretasi asupan lemak dibagi menjadi dua, yaitu baik apabila 30% dari total kalori individu (Kreider, 2010; dalam Setiowati,
2014). Hasil dari wawancara asupan lemak setiap responden direkapitulasi
kemudian ditarik rata-rata dari asupan lemak seluruh responden.
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa 50% responden memiliki kategori
asupan lemak yang baik, sedangkan 50% responden lainnya memiliki kategori
asupan lemak berlebih. Rata-rata asupan lemak dari 18 responden sebesar
116,8 gram, dimana angka tersebut mencapai 37,3% dari rata-rata total kalori.
Maka dapat disimpulkan rata-rata asupan lemak dari seluruh responden
42
termasuk dalam kategori berlebih. Hasil perhitungan dibandingkan dengan
Rekomendasi Asupan Harian (RDA) atlet bola basket.
Tabel 5.1 Rata-rata Asupan Lemak, % Lemak, dan Interpretasi Asupan
5.5 Daya Anaerobik Responden
Data daya anaerobik diperoleh dengan cara melakukan tes Running
Anaerobic Sprint (RAST) yang kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam
kalkulator RAST untuk mengetahui indeks kelelahan (fatigue index) dari masing-
masing responden. Indeks kelelahan inilah yang menjadi indikator besarnya
daya anaerobik maisng-masing responden. Satuan yang diperoleh dari indeks
kelelahan adalah watt/detik (daya). Hasil perhitungan menggunakan kalkulator
RAST kemudian direkapitulasi dan dibandingkan dengan seluruh responden
yang mengikuti uji lari, kemudian ditarik rata-rata daya anaerobik dari seluruh
responden. Interpretasi daya anaerobik dibagi menjadi dua, yaitu dikatakan baik
Kode Responden Rata-rata
Asupan Lemak % Lemak dari Total Kalori
Interpretasi
1 75.5 55.3% berlebih 2 90.1 25.8% baik 3 87.2 23.9% baik 4 68.0 46.0% berlebih 5 95.0 22.7% baik 6 138.8 48.0% berlebih 7 98.3 48.9% berlebih 8 239.0 49.0% berlebih 9 123.4 46.6% berlebih 10 128.9 21.0% baik 11 85.8 23.0% baik 12 91.9 25.7% baik 13 152.4 52.1% berlebih 14 128.9 28.7% baik 15 168.8 54.5% berlebih 16 114.8 52.3% berlebih 17 67.5 23.5% baik 18 147.3 24.0% baik
Rata-rata : 116.8 37.3% berlebih
43
apabila nilainya 10 (Araujo, 2013),
yang disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Tabel Rekapitulasi Indeks Kelelahan beserta Kategorinya
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 18 responden, didapatkan 72,2%
memiliki daya anaerobik yang baik dan 27,8% lainnya memiliki daya anaerobik
yang kurang. Rata-rata indeks kelelahan yang didapat dari 18 responden
sebesar 10,4 watt/detik. Maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata indeks
kelelahan atau daya anaerobik dari seluruh responden termasuk dalam kategori
Kode Responden Indeks Kelelahan (watt/detik)
Kategori
01 6.7 baik
02 4.3 baik
03 4.1 baik
04 4.1 baik
05 7.7 baik
06 18.4 kurang
07 9.4 baik
08 2.1 baik
09 5.3 baik
10 24.2 kurang
11 4.3 baik
12 20.2 kurang
13 5.6 baik
14 20.1 kurang
15 7.6 baik
16 32.7 kurang
17 6.9 baik
18 4.0 baik
Rata-rata: 10.4 kurang
44
kurang. Hasil perhitungan dibandingkan dengan klasifikasi Fatigue Index
menurut Araujo tahun 2013.
5.6 Hubungan Antara Asupan Lemak dengan Daya Anaerobik
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara asupan lemak dengan daya anaerobik. Hasil penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Spearman dengan nilai p sebesar
0,791 (p>0,05). Apabila nilai p>0,05 maka hasil yang diperoleh adalah tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel asupan lemak dengan daya
anaerobik.
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa asupan lemak tidak memiliki
hubungan secara langsung, baik hubungan positif maupun negatif, dengan daya
anaerobik yang dicapai oleh seorang atlet bola basket.
45
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Asupan Lemak Responden
Pada penelitian Wolinsky (2010) menunjukkan bahwa atlet yang
mengonsumsi lemak >20% dari total kalori kebutuhannya mampu meningkatkan
biopsi otot dan juga mampu meningkatkan power (daya) dan kecepatan dari
seorang atlet. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap atlet dalam
olahraga ketahanan otot yang membutuhkan ledakan power (daya), seperti
basketball.
Data asupan lemak yang diperoleh dari penelitian ini adalah 50% responden
memiliki asupan lemak yang baik dan 50% lainnya memiliki asupan lemak
berlebih. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa 50% dari responden telah
mengonsumsi lemak sesuai dengan kebutuhan atlet menurut Angka
Rekomendasi Harian (ARH), yaitu 30% dari total kalori yang dikonsumsi atau berlebihan.
Asupan lemak berlebih pada 50% responden ini dapat disebabkan oleh
adanya peningkatan jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh
responden di hari libur (weekend). Pada faktanya sebagian besar responden
pulang kerumah masing-masing untuk berlibur selama weekend, dimana
responden mengalami peningkatan asupan lemak. Hal ini disebabkan karena
mereka selalu makan di luar dan tidak mengonsumsi makanan di mess
46
(katering) selama hari libur yaitu Sabtu dan Minggu. Hal ini dibuktikan dengan
adanya peningkatan rata-rata asupan lemak sebesar 56% di hari ketiga
pengambilan data yakni di hari weekend.
Hal ini juga didukung oleh penelitian Irfan (2013) yang menyatakan bahwa
86,1% siswa asrama boarding school di Makasar mengalami peningkatan pola
makan berupa peningkatan asupan karbohidrat, lemak, dan protein di hari libur.
Tidak heran hal serupa dapat juga terjadi pada atlet bola basket yang tinggal di
dalam mess.
Peningkatan asupan lemak di hari libur seharusnya tidak terjadi pada atlet.
Jika kelebihan asupan lemak yang tidak terkontrol terjadi terus-menerus akan
menyebabkan atlet sulit bertahan selama latihan, mudah terjadi kelelahan, dan
peningkatan berat badan yang tidak diinginkan berupa naiknya persen lemak
tubuh yang berisiko menjadi obesitas (Hasanah, 2015). Sebab seorang atlet
profesional wajib memiliki kontrol asupan zat gizi yang baik dan stabil tanpa
melihat hari kerja ataupun libur. Zat gizi disini dapat berupa karbohidrat, protein,
maupun lemak (Fentiana, 2012).
Meskipun demikian, atlet tidak perlu merasa khawatir dengan kondisi asupan
lemak berlebih selama melakukan kontrol berat badan, massa otot, dan persen
lemak dalam tubuh (GSSI Basketball Taskforce, 2013). Persen lemak atlet
penting untuk dikontrol terkait manfaatnya dalam mendorong kemampuan tubuh
atlet mempertahankan cadangan energi selama aktivitas berkepanjangan
(Selviasari, 2009). Maka atlet akan terhindar dari kondisi kelelahan berlebihan
dan mencapai hasil optimal dalam kegiatannya.
47
Seiring dengan asupan lemak yang optimal, metabolisme atlet pun akan
berjalan optimal juga didukung dengan asupan yang tepat jumlah dan sesuai.
Atlet tidak disarankan untuk diet rendah lemak, namun perlu penga
Recommended