View
1.106
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 1/26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejumlah pengamat Barat memandang al-Qur’an sebagai suatu kitab
yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini
pada umumnya menimbulkan masalah khusus bagi mereka. Sekalipun bahasa
Arab yang digunakan dapat dipahami, terdapat bagian-bagian di dalamnya
yang sulit dipahami. Kaum Muslim sendiri untuk memahaminya,
membutuhkan banyak kitab Tafsir dan Ulum al-Qur’an. Sekalipun demikian,
masih diakui bahwa berbagai kitab itu masih menyisakan persoalan terkait
dengan belum semuanya mampu mengungkap rahasia al-Qur’an dengan
sempurna.1
Sebagai seorang Muslim kita memiliki ikatan yang kuat dengan nilai-
nilai imani al-Qur’an. Dalam pada itu, tidak mudah begitu saja memisahkan
diri dengan nilai tersebut. Mempelajari al-Qur’an bagi seorang muslim tidak
hanya semata-mata mencari kebenaran ilmiah, namun lebih dari itu yakni
mencari isi kandungan dari rahasia al-Quran.
Jika ayat-ayat al-Qur’an itu diperhatikan sepintas lalu terkesan seperti
tidak ada korelasi satu dengan yang lain, baik dengan yang sebelum maupun
dengan yang sesudahnya, karena ayat-ayat tersebut tampak seolah-olah
terputus atau terpisah. Tetapi bila diamati secara seksama akan nampak jelas
adanya munasabah (korelasi) yang erat antara yang satu dengan lainnya.
Berikut dikemukakan dasar-dasar pemikiran dalam kaitannya dengan itu.2
Ilmu Munasabah (ilmu tentang keterkaitan antara satu surat/ayatdengan surat/ayat lain) merupakan bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini
posisinya cukup urgen dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an
sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Ilmu munasabah yang merupakan
bagian dari telaah tentang al-Qur’an, memiliki peranan penting dalam usaha
pencarian makna kebenaran yang tidak lepas dari usaha pembuktian
1 W. Montgomery Watt, Pengantar Studi al-Qur’an, Terj. Taufiq Adnan Amal, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 1995), xi.2 Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Teras, 2009), 164.
1
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 2/26
keagungan al-Qur’an. Teori munasabah ini asal muasalnya diperkenalkan
oleh seorang ulama terkenal pada zamanya yaitu al-Imam Abu Bakar an-
Naisaburi atau ada yang mengatakan Abu Bakar Abdullah ibn Muhammad
Ziyad an-Naisaburi.
Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini
tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaiman
terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan atas fakta
kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda pendapat
tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an.3
Namun pada itu, kita tidak bisa pungkiri bahwa teori munasabah ini
merupakan ranah ijtihad bersifat ijtihadi. Hingga kita akan menemukan
beberapa bagian yang saling berkaitan sama lainya. Seperti yang di ungkapkan
Rahmat Syafii, bahwa teori munasabah ijtihadi ini memiliki gejala gejala yang
terdapat dalam munasabah itu sendiri seperti : hubungan logis yang dapat
diterima dan hubungan logis bagi masing-masing ahli. Beliau menambahkan
“…yang pada akhirnya timbul dua aliran antara yang mengatakan semua surat
memiliki hubungan dan tidak semua surat memiliki hubungan..”.4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengertian Munasabah?
2. Bagaimanakah Asumsi Dasar atau Postulat mengenai Munasabah?
3. Bagaimanakah Metode Penemuan Munasabah?
4. Berapa macam pembagian Munasabah?5. Bagaimanakah Penerapan Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an?
6. Apakah Hikmah Mempelajari Munasabah?
3
Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), 81.4 Rahmat Syafii, Pengantar Ilmu Tafsir , (Bandung : Pustaka Setia, 2006), 36.
2
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 3/26
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabah
Kata Munasabah secara etimologi, menurut asy-Suyuthi berarti al-
Musyakalah (keserupaan) dan muqarabah (kedekatan).5 kata "munâsabah"
sering dipakai dalam tiga pengertian. Pertama, Kata ini dipakai dengan
makna "musyâkalah atau muqârabah (dekat)". Jika dikatakan fulân yunâsibu
fulânan, maka hal itu berarti yuqâribu minhu wa yusyâkiluhu (proses dekat
atau hampirnya seseorang kepada orang lain). Kata munasâbah juga
diartikan dengan "al-nasîb" (kerabat atau sanak keluarga).6
Secara terminologis, pengertian Munasabah dapat diartikan sebagai
berikut menurut berbagai tokoh, yaitu:
1. Menurut Az-Zarkasyi, adalah :
لى ـ ـع ض ر ـ ـ عـ ذا إ و ـ ـ قـ ـ م ر ـ مـ أ ة ب س ن ـ ـ ا و ـ ـ قـ ـ ا. قـبو ـ ه ـا تـ ل قــ
Artinya :
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan
kepada akal, akal itu pasti menerimanya”.
2. Menurut Ibn Al-Arabi :
أ ط ـب ـيإ كـ و ـ ـ ـ تى ـ ـح ـ بـ ـ ـ أ ر قـ ـ ا ة ــ ــ ظـ تن مـ ـ ـ ـ ـ ا ة قــــ تـ م د ـ ـ ـ حـ وا ا ة ـ ـ ـ ـ ل ـ ا
ـــ ظـ ع ل ع, ـــبـ اArtinya :
“Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga seolah-
olah merupakan suatu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.
3. Menurut Manna’ Khalil Qattan :
5 Ashim W. al-Hafizh, Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Amzah, 2005), 197.6
Badruddin Muhammad ibn Abdillah az-Zarkasyiy, al-Burhan fî ‘Ulumil-Qur’an, (Beirut :Darul-Kutubil-’Ilmiyyah, 1988), 61.
3
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 4/26
ة ـ ـ ى ا ـ فـ ة ـ ـ لـ ـ جـ ا ة ـ ـ لـ ـ جـ ا ـ ـ ـ ط ـ ـ ـ بـ ه ا ـ ة ــ ـ ـا ــ فـ ة ـ ـ ا ة ـا ـأ د حــ وا اـ ـ د ـ ـ ـ تـ ـ اـ
.وـــا وــا ــ أ
Artinya :
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan dalam
satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat didalam
Al-Qur’an”.
4. Menurut Al-Biqa’i, yaitu :
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-Qur’an, baik ayat dengan
ayat, atau surat dengan surat”.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti
menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu
bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif
(khayali) ; atau korelasi berupa sebab akibat, ‘illat dan ma’lul , perbandingan,
dan perlawanan.7
Munasabah didefinisikan juga sebagai ilmu yang membahas hikmah
korelasi urutan ayat al-Qur’an atau dalam redaksi yang lain, dapat dikatakan,
munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia
hubungan antar ayat dengan ayat dan atau surah dengan surah yang dapat
diterima oleh rasio. Dengan demikian ilmu ini diharapkan dapat menyingkap
rahasia Illahi, sekaligus sanggahanNya terhadap mereka yang meragukan
keberadaan al-Qur’an sebagai wahyu.
Rumusan lain yang mengatakan bahwa, munasabah adalah ilmu yang
menjelaskan persesuaian antara ayat dengan ayat dan atau antara surah
dengan surah yang lain, sehingga dapat diketahui alasan-alasan penertiban
dari ayat-ayat dan atau surah-surah dalam al-Qur’an tersebut.8
Atas dasar itulah – sebagaimana telah dikemukakan di atas – ilmu ini
berupaya menjelaskan segi-segi korelasi antar ayat-ayat dan atau surah-surah
dalam al-Qur’an, baik korelasi itu berupa ikatan antara yang ‘aim (umum)
7
Rosihan Anwar, Mutiara Ilmu-Ilmu Qur’an (Bandung : Pustaka Setia, 1999), hal. 3058 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, (Surabaya : Dunia Islam, 1998), 154.
4
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 5/26
dengan khash (khusus), antara yang abstrak dengan yang kongkrit, antara
sebab dan akibat, antara illat dengan ma’lul nya, antara yang rasional dengan
irrasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiktif.9
Dengan demikian, pengertian munasabah itu tidak hanya terbatas
dalam arti yang sejajar dan parallel saja, tetapi juga kontradiksipun termasuk
di dalam ruang lingkup munasabah. Misalnya ketika al-Qur’an menerangkan
hal ihwal orang-orang mukmin kemudian diiringi dengan penjelasan
mengenai orang-orang kafir dan yang semacamnya. Sebab sebagian dari ayat-
ayat dan atau surah-surah dalam al-Qur’an itu kadang-kadang merupakan
takhshih terhadap ayat-ayat lain yang bersifat umum. Selain itu, juga kadang-
kadang ayat-ayat tersebut juga berfungsi mengkongkritkan hal-hal yang
kelihatannya dianggap abstrak. Sebagaimana juga ayat-ayat itu memiliki
korelasi satu dengan yang lainnya karena menerangkan sebab dari sesuatu
akibat. Misalnya, kebahagiaan yang diperoleh bagi setiap orang beramal saleh
atau sebaliknya, kesengsaraan bagi mereka yang melanggar ketentuan-
ketentuan Allah dan seterusnya.10
B. Postulat/Asumsi Dasar Munasabah
Jika ilmu tentang asbab al-nuzul mengaitkan satu ayat atau sejumlah
ayat dengan konteks historisnya, maka ‘ilm munâsabah melampaui kronologi
historis dalam bagian-bagian teks untuk mencari sisi kaitan antar ayat dan
surat menurut urutan teks, yaitu yang disebut dengan “urutan pembacaan”
sebagai lawan dari “urutan turunnya ayat”.11
Jumhur ulama telah sepakat bahwa urutan ayat dalam satu surat
merupakan urutan-urutan tauqifi, yaitu urutan yang sudah ditentukan olehRasulullah sebagai penerima wahyu. Akan tetapi mereka berselisih pendapat
tentang urutan-urutan surat dalam mushaf .12
Nasr Hamid Abu Zaid, wakil dari ulama kontemporer, berpendapat
bahwa urutan-urutan surat dalam mushaf sebagai tauqifi, karena menurut dia,
9 Ibid .10 Usman, Ulumul Qur’an, 163-164.11 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, (Yogyakarta :
LkiS, 2001), 213.12 Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an, (Damaskus : Dar al-Fikr, 1979), 60-63.
5
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 6/26
pemahaman seperti itu sesuai dengan konsep wujud teks imanen yang sudah
ada di lauh mahfudz. Perbedaan antara urutan “turun” dan urutan
“pembacaan” merupakan perbedaan yang terjadi dalam susunan dan
penyusunan yang pada gilirannya dapat mengungkapkan “persesuaian” antar
ayat dalam satu surat, dan antar surat yang berbeda, sebagai usaha
menyingkapkan sisi lain dari I’jaz .13
Secara sepintas jika diamati urut-urutan teks dalam al-Qur’an
mengesankan al-Qur’an memberikan informasi yang tidak sistematis dan
melompat-lompat. Satu sisi realitas teks ini menyulitkan pembacaan secara
utuh dan memuaskan, tetapi sebagaimana telah disinggung oleh Abu Zaid,
realitas teks itu menujukkan ‘stalistika’ (retorika bahasa) yang merupakan
bagian dari I’jaz al-Qur’an, aspek kesusasteraan dan gaya bahasa. Maka
dalam konteks pembacaan secara holistik pesan spiritual al-Qur’an, salah satu
instrumen teoritiknya adalah dengan ‘ilm munâsabah.
Keseluruhan teks dalam al-Qur’an, sebagaimana juga telah disinggung
di muka, merupakan kesatuan struktural yang bagian-bagiannya saling terkait.
Keseluruhan teks al-Qur’an menghasilkan weltanschauung (pandangan
dunia) yang pasti. Dari sinilah umat Islam dapat memfungsikan al-Qur’an
sebagai kitab petunjuk (hudan) yang betul-betul mencerahkan (enlighten) dan
mencerdaskan (educate).14
Dari sisi ini, maka yang bernilai mutlak dalam al-Qur’an adalah
“prinsip-prinsip umumnya” (ushul al-kulliyah) bukan bagian-bagiannya
secara ad hoc. Bagian-bagian ad hoc al-Qur’an adalah respon spontanitasnya
atas realitas historis yang tidak bisa langsung diambil sebagai problem
solving atas masalah-masalah kekinian. Tetapi bagian-bagian itu harusdirekonstruksi kembali dengan mempertautkan antara satu dengan yang lain,
lalu diambil inti syar’inya (hikmah at-tasyri’ ) sebagai pedoman normatif
(idea moral ), dan idea moral al-Qur’an kemudian dikontektualisasikan untuk
menjawab problem-problem kekinian.
13 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an, 213-214.14
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual , Terj. AhsinMohammad, (Bandung : Penerbit Pustaka, 1995), 2-3.
6
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 7/26
Tentu untuk melakukan pembacaan holistik terhadap al-Qur’an
tersebut membutuhkan metodologi dan pendekatan yang memadai.
Metodologi dan pendekatan yang telah dipakai oleh para mufassir klasik
menyisakan masalah penafsiran, yaitu belum bisa menyuguhkan pemahaman
utuh, komprehensif, dan holistik. ‘Ilm munâsabah sebenarnya memberi
langkah strategis untuk melakukan pembacaan dengan cara baru (al-qira’ah
al-muashirah) asalkan metode yang digunakan untuk melakukan “perajutan”
antar surat dan antar ayat adalah tepat. Untuk itu perlu dipikirkan penggunaan
metode dan pendekatan hermeneutika dan antropologi filologis dalam ‘ilm
munâsabah.15
C. Metode Penemuan Munasabah
Diantara hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam konteks mencari tau
munasabah adalah :
1) Mengetahui susunan kalimat dan ma’nanya
Terlebih dahulu mencari tahu ada tidaknya atfiyyah
(persambungan) yang mengaitkannya dan adakah satu bagian merupakan
taqwiyyah (penguat), tabyin (penjelas), atau sebagai tabdil (pengganti)
bagi ayat yang lain, seperti yang terlihat dalam surat al-Hadid ayat 3 :
“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan Dia
Maha mengetahui segala sesuatu.”
Disini terdapat harful athfiyya (huruf sambung) sebanyak 4 kali
sebagai taqwiyyah (penguat) eksistensi Allah.
2) Mengetahui asbabun nuzul.
Dalam arti mengetahui sebab-sebab turunnya satu tema peristiwa
dalam sebuah surat dengan tema yang sama pada surat yang lainnya. Dan
kesamaan tema peristiwa bisa kita ketahui dari latar belakang turunnya
suatu ayat.
15 Anjar Nugroho, “Ilmu Munasabah Al-Qur’an”, baca online
http://hapidzcs.blogspot.com/2011/05/ilmu-munasabah-al-quran.html
, diakses tanggal 03Oktober 2011.
7
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 8/26
3) Mengetahui tema yang dibicarakan
Ukuran wajar tidaknya korelasi antar ayat dan antar surat dapatdiketahui dari tingkat kemiripan atau kesamaan maudu’ (tema) itu
sendiri. Jika antar ayat atau surat dengan ayat atau surat lainya terdapat
persesuaian serta memiliki keterkaitan sama lainya, maka persesuaian itu
masuk akal dan dapat diterima. Tetapi, kalau demikian itu berbeda, maka
sudah tentu tidak ada munasabah antara ayat-ayat dan surat-surat itu.16
D. Macam-macam Munasabah
Untuk lebih memperjelas pembahasan mengenai munasabah, perlu
dikemukakan macam-macamnya baik dilihat dari sifat-sifatnya maupun dari
segi materinya. Munasabah dari segi sifat-sifatnya dapat dipilah menjadi dua,
yaitu : Zhahir al-irtibath (korelasi yang transparan) dan Khofiyyu al-irtibath
(korelasi yang terselubung).
1. Zhahir al-irtibath (Korelasi yang transparan), yaitu : korelasi atau
persesuaian antara bagian atau ayat al-Qur’an yang satu dengan yang lain
tampak jelas dan kuat. Karena begitu kuatnya kaitan antara keduanya,
sehingga yang satu tidak dapat menjadi kalimat yang sempurna jika
dipisahkan dengan kalimat yang lain.17 Diantara ayat-ayat itu kadang-
kadang menjadi penguat, penafsir, penyambung, penjelasan,
pengecualian atau bahkan pembatasan dari ayat yang lain. Sehingga ayat-
ayat tersebut tampak sebagai satu kesatuan yang utuh. Diantara contoh
yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan itu adalah untaian
firman Allah sebagai berikut :
16Ichwan Ash-Shofa, “Teori Munasabah dalam AL-Quran:Analitik Aplikatif”, baca online
http://ichwanushshofa.blogspot.com/2010/11/teiri-munasabah-dalam-al-qurananalitik.html,
diakses tanggal 03 Oktober 2011.17 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, 155-156.
8
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 9/26
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat di atas menjelaskan mengenai Nabi Muhammad Saw yang
diisra’kan oleh Allah SWT. Selanjutnya, ayat berikutnya dari surah al-
Isra’ yang berbunyi :
“Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan kami jadikan Kitab
Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu
mengambil penolong selain aku,”
Ayat ini menerangkan mengenai diturunkannya al-Kitab (Taurat)
kepada Nabi Musa a.s. Persesuaian atau korelasi antara ayat pertama
dengan ayat kedua tersebut tampak jelas dalam hal diutusnya kedua
orang Nabi dan Rasul tersebut.
2. Khofiyyu al-irtibath (Korelasi yang bersifat terselubung), yaitu korelasi
antara bagian atau ayat al-Qur’an yang tidak tampak secara jelas, seakan-
akan masing-masing ayat atau surah itu berdiri sendiri-sendiri baik
karena ayat yang satu di’athaf kan kepada yang lain, atau karena yang
satu seakan-akan tampak bertentangan dengan yang lain. Korelasi seperti
ini antara lain dapat disimak pada ayat 189 surah al-Baqarah dengan ayat
190 dalam surah yang sama berikut ini :
9
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 10/26
.......“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan
sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji....”
Ayat ini menerangkan tentang bulan tsabit yang merupakan
tanggal-tanggal sebagai tanda-tanda waktu dan untuk jadwal bagi
pelaksanaan ibadah haji. Sedangkan ayat 190 yang mengiringinya dalam
surah yang sama berbunyi :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allahtidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat tersebut menjelaskan perintah menyerang kepada orang-
orang yang menyerang umat Islam. Sepintas lalu, antara kedua ayat di
atas nampak seakan-akan tidak memiliki korelasi. Padahal sebenarnya
terdapat kaitan yang sangat erat antara keduanya. Ayat 189 surah Al-
Baqar ah di atas berbicara mengenai soal waktu untuk melaksanakan
ibadah haji, sedangkan ayat 190 berikutnya dalam surat yang sama,
“pada dasarnya saat haji itu umat Islam dilarang menumpahkan darah
(berperang), tetapi jika mereka diserang terlebih dahulu oleh musuh,
maka serangan-serangan musuh tersebut harus dibalas walau pada musin
haji.18
Munasabah dari segi materinya terbagi menjadi sebagai berikut, yaitu:
18
Mashuri Sirodjuddin Iqbal & A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir , (Bandung : Angkasa, 1989),277.
10
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 11/26
1. Munasabah antar ayat dalam al-Qur’an yaitu hubungan atau persesuaian
antara ayat yang satu dengan ayat yang lain.
Di atas telah dikemukakan, bahwa letak munasabah antara satu
ayat dengan ayat yang lain, kadang-kadang terlihat jelas dan kadang-
kadang tidak tampak jelas, hingga tidak mudah untuk dicari. Dalam hal
yang demikian itu, ukuran yang digunakan untuk mencari munasabah
adalah dengan melihat sisi hubungan (‘athaf ) baik langsung atau tidak
langsung.19
Munasabah ini bisa berbentuk persambungan-persambungan,
sebagai berikut:
a) Di’athaf kannya ayat yang satu kapada ayat yang lain, seperti
munasabah antara ayat 103 surah Ali-Imran:
....... “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai,” (QS. Ali-Imran : 103)
Dengan ayat 102 surah Ali-Imran:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali-Imran : 102)
Faedah dari munasabah dengan ‘athaf ini ialah untuk
menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama ( An-
Nadziiraini). Ayat 102 surah Ali-Imran menyuruh bertaqwa dan ayat
103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah,
dua hal yang sama.
19 Badruddin al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 40.
11
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 12/26
b) Tidak di’athaf kannya ayat yang satu kepada yang lain, seperti
munasabah antara ayat 11 surah ali-Imran :
......“(keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum Fir'aun dan orang-
orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat Kami;” (QS.
Ali-Imran : 11)
Dengan ayat 10 surah Ali-Imran :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak
mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka.
dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka,” (QS. Ali-Imran : 10)
Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat
yang kedua (ayat 11 surah Ali-Imran) dengan ayat yang sebelumnya
(ayat 10 surah Ali-Imran), sehingga ayat 11 surah Ali-Imran itu
dianggap sebagai bagian kelanjutan dari ayat 10 surah Ali-Imran.
c) Digabungkannya dua hal yang sama, seperti persambungan antara
ayat 5 surah Al-Anfal:
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan
kebenaran, padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya,” (QS. Al-Anfal : 5)
12
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 13/26
Dengan ayat 4 surah Al-Anfal:
“Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka
akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan
ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal : 4)
Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran.
Ayat 5 surah Al-Anfal itu menerangkan kebenaran bahwa Nabidiperintah hijrah dan ayat 4 surah Al-Anfal tersebut menerangkan
kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin.
d) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi ( Al-Mutashaddatu). Seperti
dikumpulkan ayat 95 surah Al-A’raf :
......
“Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga
keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata:
"Sesungguhnya nenek moyang kamipun Telah merasai penderitaan
dan kesenangan", (QS. Al-A’raf : 95)
Dengan ayat 94 surah Al-A’raf:
13
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 14/26
“Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri,
(lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan kami timpakan
kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka
tunduk dengan merendahkan diri.” (QS. Al-A’raf : 94)
Ayat 94 surah Al-A’raf tersebut menerangkan ditimpakannya
kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 surah Al-
A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan
kesenangan.
e) Dipindahkannya satu pembicaraan ayat 55 surah Shaad :
“Beginilah (keadaan mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang
yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk,”
(QS. Shaad : 55)
Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang durhaka
yang benar-benar akan kembali k e tempat yang buruk sekali, dan
pembicaraan ayat 54 surah Shaad yang membicarakan rezeki dari para
ahli surga :
“Sesungguhnya Ini adalah benar-benar rezki dari kami yang tiada
habis-habisnya.” (QS. Shaad : 54)20
2. Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan
surah yang lain. Munasabah ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
a) Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah
yang satu dengan materi surah yang lain.
Contohnya, seperti surah kedua Al-Baqarah sama dengan isi
surah yang pertama Al-Fatihah. Keduanya sama-sama menerangkan
kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah, ibadah, muamalah, kisah
20 Usman, Ulumul Qur’an, 180-186.
14
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 15/26
dan janji serta ancaman. Dalam surah Al-Fatihah semua itu
diterangkan secara ringkas, sedang dalam surah Al-Baqarah dijelaskan
dan dirinci secara panjang lebar.
b) Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah
sebelumnya. Sebab semua pembukaan surah itu erat sekali kaitannya
dengan akhiran dari surah sebelumnya, sekalipun sudah dipisah
dengan basmalah.
Contohnya, seperti awalan dari surah Al-An’am yang berbunyi:
.... “Segala puji bagi Allah yang Telah menciptakan langit dan bumi....”
(QS. Al-An’am : 1)
Awalan surah Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran surah
Al-Maidah yang berbunyi :
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya; dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-
Maidah : 120)
c) Munasabah terjadi pula antara awal surah dengan akhir surah.
Contohnya ialah apa yang terdapat dalam surah Qasas. Surah
ini dimulai dengan menceritakan Musa, menjelaskan langkah awal
dan pertolongan yang diperolehnya; kemudian menceritakan
perlakuannya ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki sedang
berkelahi.
Allah mengisahkan doa Musa:
15
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 16/26
“Musa berkata: "Ya Tuhanku, demi nikmat yang Telah Engkau
anugerah- kan kepadaku, Aku sekali-kali tiada akan menjadi
penolong bagi orang- orang yang berdosa". (QS. al-Qasas :17)
Kemudian surah ini diakhiri dengan menghibur Rasul bahwa ia
akan keluar dari Mekah dan dijanjikan akan kembali lagi ke Mekah
serta melarangnya menjadi penolong bagi orang-orang yang kafir :
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-
hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali. Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa
petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata. Dan kamu tidak
pernah mengharap a gar Al Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia
(diturunkan) Karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu
janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi orang-orang kafir.”
(QS. al-Qasas : 85-86).21
3. Munasabah antara nama surat dengan kandungannya Nama-nama surat yang ada di dalam al-Qur’an memiliki kaitan
dengan pembahasan yang ada pada isi surat. Contohnya adalah Surat al-
Fatihah disebut juga umm al-kitab karena memuat berbagai tujuan al-
Qur’an.
4. Munasabah antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat
Munasabah di sini bisa bertujuan :
21
Manna’Al-Qathathan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Terj. Mudzakir (Beirut : Al-Syarikah al-Muttahid li al-Tauzi, 1973), 144.
16
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 17/26
a) Tamkin (peneguhan). Misalnya:
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan
mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh
keuntungan apapun. dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin
dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
(QS. Al-Ahzab : 25)
Sekiranya ayat ini terhenti pada, “Dan Allah menghindarkan
orang-orang Mukmin dari perperangan,” niscaya maknanya bisa
dipahami orang-orang lemah sejalan dengan pendapat orang-orang
kafir yang mengira bahwa mereka mundur dari perang karena angin
yang kebetulan bertiup. Padahal bertiupnya angin bukan suatu yang
kebetulan, tetapi atas rencana Allah mengalahkan musuh-musuh-Nyadan musuh kaum Muslim. Karena itu, ayat ini ditiup dengan
mengingatkan kekuatan dan kegagahan Allah SWT menolong kaum
Muslim.22
b)Tashdir (pengembalian). Misalnya:
“....sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya.
Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. (QS. Al-An’am :
31)
Ayat ini ditutup dengan kata untuk membuatnya sejenis
dengan kata dalam ayat tersebut.
c) Tausyih (hikmah). Misalnya:
22 Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, 92.
17
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 18/26
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
malam; kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta
merta mereka berada dalam kegelapan.” (QS. Yasin : 37)
Dalam permulaan ayat ini terkandung penutupnya. Sebab,
dengan hilangnya siang akan timbul kegelapan. Ini berarti bahwa
kandungan awal ayat telah menunjukkan adanya hikmah dibalik
kejadian tersebut.
d) Ighal (penjelasan tambahan dan penajaman makna). Misalnya:
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang
mati mendengar dan (Tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli
mendengar panggilan, apabila mereka Telah berpaling
membelakang. (QS. Al-Naml : 80)
Kandungan ayat ini sebenarnya sudah jelas sampai kata al-du’a
(panggilan). Akan tetapi, untuk lebih mempertajam dan
mempertandas makna, ayat itu diberi sambungan lagi sebagai
penjelas tambahan.23
e) Penerapan Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an
Sebagaimana halnya dengan asbab al-nuzul yang mempunyai
pengaruh dalam memahami makna dan menafsirkan ayat al-Qur’an, ilmu
munasabah juga membantu dalam menginterpretasi dan menakwilkan ayat
dengan baik dan cermat. Atas dasar itulah sebagian ulama ada yang
mengkonsentrasikan diri untuk menulis mengenal hal itu.
23 Usman, Ulumul Qur’an, 187-192.
18
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 19/26
Diantara para mufassir ada yang mengawali penafsirannya dengan
terlebih dahulu menampilkan asbab al-nuzul ayat atau surah yang akan
ditafsirkan. Tetapi sebagian dari mereka ada juga yang bertanya-tanya,
manakah yang seharusnya didahulukan, menguraikan sabab nuzul atau
memulai penafsiran dengan mengemukakan munasabah ayat-ayat, ataukah
sebaliknya mengakhirkannya setelah dilakukan penafsiran secara terperinci.
Hal ini menunjukkan adanya kaitan yang erat antar ayat yang satu dengan
lainnya dalam rangkaian yang serasi.24
Perlu diketahui bahwa, secara garis besar ada tiga arti penting dari
munasabah sebagai salah satu metode dalam memahami dan menafsirkan al-
Qur’an. Pertama, dari sisi balaghah, korelasi (t anasub) antara ayat dengan
ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Qur’an, dan bila
dipenggal maka keserasian, kehalusan, dari keindahan kalimat yang teruntai
di dalam setiap ayat akan menjadi hilang.25 Atas dasar itulah Imam
Fakhruddin al-Razi menandaskan :
“Kebanyakan kehalusan dan keindahan al-Qur’an dibuang dan
dihilangkan begitu saja dalam hal tertib hubungan (al-munasabah) dan
susunannya. Padahal kebanyakan keindahan-keindahan al-Qur’an itu terletak
pada susunan dan persesuaiannya, sedangkan susunan kalimat yang paling
baligh (tinggi nilai sasteranya) adalah dalam hal keterkaitan antara bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya.”26
Kedua, ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam memahami
makna ayat atau surah. Sebab penafsiran al-Qur’an dengan ragamnya jelas
membutuhkan pemahaman mengenai ilmu tersebut antara ayat yang satu
dengan yang lainnya, baik di bagian awal maupun di bagian akhirnya. Dalamkaitan ini Izzudin Ibn Abdis Salam menegaskan bahwa, ilmu munasabah
adalah ilmu yang baik. Manakala seseorang menghubungkan atau
mengkorelasikan kalimat atau ayat yang satu dengann yang lain, maka harus
24 Usman, Ulumul Qur’an, 171.25 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulum al-Qur’an, (Yogyakarta : Dana Bhakti Yasa, 1998),
57.26 Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mufatih al-Ghaib, (Baghdad : al-Mutsanna, t.t), 36.
19
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 20/26
tertuju kepada ayat-ayat yang benar-benar berkaitan, baik di awal maupun
akhirnya.27
Ketiga, sebagai ilmu kritis ilmu munasabah akan sangat membantu
seseorang (mufassir) dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Setelah
hubungan antara ayat-ayat tersebut dipahami secara tepat, dan dengan
demikian akan dapat mempermudah dalam pengistimbatan hukum-hukum
atau pun makna-makna terselubung yang terkandung di dalamnya.
Begitu pentingnya munasabah diketahui dan dipahami dalam
menafsirkan al-Qur’an Imam Badruddin al-Zarkasyi pernah mengemukakan :
ه
د ق ى ف (زنا بس) على ذ و
ت إ
ةب س ن ا“Jika sebab nuzul (suatu ayat tidak ada atau tidak dapat dijadikan
pedoman), maka yang lebih utama adalah mengemukakan sisi
munasabah”.28
Bahkan Imam Fakhraddin al-Razi lebih berani mengatakan :
د ح وا ر ا
خ م ى
أ
ا ظ ظة فى ف
ا
“Menjaga susunan kata lebih baik daripada menerima hadits
ahad .”29
Menurutnya, dalam menafsirkan ayat al-Qur'an lebih baik
menampilkan segi munasabah daripada berpegang kepada riwayat sabab
nuzul yang bersumber dari hadits ahad apalagi kalau nilai kesahihannya
masih diragukan.
Walaupun pernyataan Imam Fakhruddin al-Razi ini barangkali tidak
sepenuhnya dapat dibenarkan tetapi yang jelas bahwa, menggunakan metode
munasabah sebagai wahana penafsiran dalam rangka mencari makna yang
tepat yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an itu merupakan upaya
yang patut dihargai dan perlu terus dikembangkan. Bahkan Syeikh
Muhammad ‘Abduh sendiri, seorang ‘ulama yang pemikirannya paling
27 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, 165.28
Badruddin al-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an, 34.29 Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mufatih al-Ghaib, 121.
20
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 21/26
berpengaruh di abad modern ini memandang korelasi antara ayat-ayat dan
surah-surah dalam al-Qur’an sebagai hal yang amat urgen, sehingga
dijadikannya sebagai salah satu cirri dari Sembilan cirri penafsirannya, dan
bahkan diletakkannya sebagai prinsip pertama.
Keberadaan munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain
sebagai satu kesatuan yang utuh dalam keserasian, baik susunan maupun
pengertian atau makna yang dikandungnya harus berkaitan erat dengan tujuan
surah secara keseluruhan. Di sinilah letak relevansi munasabah dengan tafsir
al-Qur’an al-Karim. Sebagai contoh adalah firman Allah :
Demi fajar. Dan malam yang sepuluh, (QS. Al-Fajr : 1-2)
Kata ر ـ شـع dalam ayat di atas misalnya, tidak mungkin
terlepas pengertiannya dari kata atau ayat رجا yang diiringinya. Menurut
Muhammad Abduh, bahwa kata رجا di sini tidak dibarengi dengan suatu
sofat tertentu, sehingga ia harus dipahami secara umum. Al-Qur’an menurut
Syeikh Muhammad Abduh, bila bermaksud menjelaskan tentang suatu hari
atau waktu tertentu, maka hari dan waktu itu dijuluki dengan sifat atau
cirinya, seperti : Yaum al-Qiyamah, Yaum al-Akhir, Yaum al-Hasyr, Yaum al-
Ba’ts, Yaum al-Mau’ud, Lailatul Qadr , dan lain-lain. Tetapi bila hari dan
waktu tidak ditentukan sifat atau ciri-cirinya, maka yang dimaksud adalah
waktu secara umum. Nah, demikian halnya dengan kata رجا di sini,
sehingga ia berarti umum, terjadi setiap hari, dalam arti bahwa “ fajar ”
tersebut adalah fajar ketika cahaya siang menjelma di tengah-tengah
kegelapan malam, yaitu : cahaya yang kemudian mengusik kegelapan malam
tersebut. Dengan demikian, demi keserasian antara ayat pertama dan kedua,
maka kata رشع dalam ayat di atas mesti ditafsirkan dengan malam-
malam yang serasi keadaannya dengan pengertian yang dikandung oleh kata
21
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 22/26
,اجر yakni : sepuluh malam yang terjadi pada setiap bulan yang di
dalamnya cahaya bulan mengusik kegelapan malam. Dengan begitu maka
terjadilah k eserasian antara keduanya, yakni masing-masing mengusik
kegelapan walaupun yang pertama mengusiknya hingga terjadi terang yang
merata, dan yang kedua juga mengusik, namun akhirnya terjadi kegelapan
yang merata.30
Atas dasar keserasian inilah, Syeikh Muhammad Abduh menolak
pendapat sebagian ulama’ yang menafsirkan kata رجا dan رشع dengan fajar tertentu seperti awal tahun hijriah atau tanggal 10 bulan
Dzulhijjah dan lain-lain.
Keserasian dalam munasabah merupakan salah satu faktor yang dapat
digunakan sebagai penetapan arti serta tolok ukur dalam menilai pendapat-
pendapat yang berbeda yang terjadi di kalangan para ‘ulama. Karena itulah
arti penting dari kehadiran ilmu munasabah itu sendiri tidak dapat diabaikan
dalam upaya memahami dan menafsirkan al-Qur’an.31
f) Hikmah Mempelajari Munasabah
Sebagaimana Asbabun Nuzul , Munasabah dapat berperan dalam
memahami Al-Qur’an. Muhammad Abdullah Darraz berkata : ”Sekalipun
permasalahan yang diungkapkan oleh surat-surat itu banyak, semuanya
merupakan satu kesatuan pembicaraan yang awal dan akhirnya saling
berkaitan. Maka bagi orang yang hendak memahami sistematika surat
semestinyalah ia memperhatikan keseluruhannya, sebagaimana juga
memperhatikan permasalahannya”.32
Maka, dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung
Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
30 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar , (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), 22-27.31
Usman, Ulumul Qur’an, 176.32 Rosihan Anwar, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 96.
22
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 23/26
1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-
Qur’an kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.33
2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara
kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam
pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga
memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.34
3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak
ditemukan Asbabun Nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat
atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan
seseorang akan mudah mengistin bathkan hukum-hukum atau isi
kandungannya.
4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan
tingkat balaghah Al-Qur’an), serta dapat membantu dalam memahami
keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.35
33 Ibid .34
A. Chaerudji Abd. Chalik, ‘Ulum Al-Qur’an, (Jakarta : Diadit Media, 2007), 122.35 Ibid , 123.
23
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 24/26
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata Munasabah secara etimologi berarti al-Musyakalah (keserupaan)
dan muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologis, Munasabah
didefinisikan juga sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat al-
Qur’an atau dalam redaksi yang lain, dapat dikatakan, munasabah adalah usaha
pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar ayat dengan ayat dan
atau surah dengan surah yang dapat diterima oleh rasio.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa urutan ayat dalam satu surat
merupakan urutan-urutan tauqifi, yaitu urutan yang sudah ditentukan oleh
Rasulullah sebagai penerima wahyu. Akan tetapi mereka berselisih pendapat
tentang urutan-urutan surat dalam mushaf , apakah itu taufiqi atau tauqifi
(pengurutannya berdasarkan ijtihad penyusun mushaf).
Diantara hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam konteks mencari tau
munasabah adalah : Mengetahui susunan kalimat dan ma’nanya, Mengetahui
asbabun nuzul dan Mengetahui tema yang dibicarakan.
Munasabah dari segi sifat-sifatnya dapat dipilah menjadi dua, yaitu :
Zhahir al-irtibath (korelasi yang transparan) dan Khofiyyu al-irtibath (korelasi
yang terselubung). Munasabah dari segi materinya terbagi menjadi sebagai
berikut, yaitu:
1. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat dalam al-Qur’an, yaitu
hubungan atau persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dalam
satu surat.2. Munasabah antar surah, yaitu munasabah antara surah yang satu dengan surah
yang lain.
3. Munasabah antara nama surat dengan kandungannya
4. Munasabah antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat
Keberadaan munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang lain
sebagai satu kesatuan yang utuh dalam keserasian, baik susunan maupun
pengertian atau makna yang dikandungnya harus berkaitan erat dengan tujuan
24
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 25/26
surah secara keseluruhan. Di sinilah letak relevansi munasabah dengan tafsir al-
Qur’an al-Karim.
Maka, dalam mempelajari Munasabah ini banyak sekali terkandung
Faedah dan kegunaannya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
1. Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an
kehilangan Relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
2. Mengetahui persambungan /hubungan antara bagian Al-Quran, baik antara
kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam
pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Qur’an sehingga memperkuat
keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Bila tidak
ditemukan Asbabun Nuzilnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau
suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan
mudah mengistinbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.
4. Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, (mutu dan
tingkat balaghah Al-Qur’an), serta dapat membantu dalam memahami
keutuhan makna Al-Qur’an itu sendiri.
25
5/12/2018 ILMU MUNASABAH - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/ilmu-munasabah 26/26
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zaid, Nasr Hamid. Tekstualitas al-Qur’an : Ktitik Terhadap Ulumul Qur’an. Yogyakarta :LkiS. 2001.
Al-Hafizh, Ashim W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Bandung : Pustaka Amzah. 2005.
Al-Qathathan, Manna’. Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Terj. Mudzakir. Beirut : Al-Syarikah al-
Muttahid li al-Tauzi. 1973.
Al-Razi, Fakhruddin. Tafsir Mufatih al-Ghaib. Baghdad : al-Mutsanna.
Al-Suyuti, Jalal al-Din. al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an. Damaskus : Dar al-Fikr. 1979.
Anwar, Rosihan. Mutiara Ilmu-Ilmu Qur’an. Bandung : Pustaka Setia, 1999.
Anwar, Rosihan. Ulum Al-Qur’an. Bandung : Pustaka Setia. 2008.
Ash-Shofa, Ichwan. “Teori Munasabah dalam AL-Quran:Analitik Aplikatif”. baca online
http://ichwanushshofa.blogspot.com/2010/11/teiri-munasabah-dalam-al-qurananalitik.html.
diakses tanggal 03 Oktober 2011.
Az-Zarkasyiy, Badruddin Muhammad ibn Abdillah. al-Burhan fî ‘Ulumil-Qur’an. Beirut : Darul-
Kutubil-’Ilmiyyah. 1988.
Chalik, A. Chaerudji Abd. ‘Ulum Al-Qur’an. Jakarta : Diadit Media. 2007.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulum al-Qur’an. Yogyakrta : Dana Bhakti Yasa. 1998.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya : Dunia Islam. 1998.
Iqbal, Mashuri Sirodjuddin & A. Fudlali. Pengantar Ilmu Tafsir . Bandung : Angkasa. 1989.
Nugroho, Anjar. “Ilmu Munasabah Al-Qur’an”. baca online
http://hapidzcs.blogspot.com/2011/05/ilmu-munasabah-al-quran.html. diakses tanggal 03
Oktober 2011.
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual , Terj. Ahsin
Mohammad. Bandung : Penerbit Pustaka. 1995.
Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir al-Manar . Bandung : Pustaka Hidayah. 1994.
Syafii, Rahmat. Pengantar Ilmu Tafsir . Bandung : Pustaka Setia. 2006.
Usman. Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Teras. 2009.
Watt, W. Montgomery. Pengantar Studi al-Qur’an, Terj. Taufiq Adnan Amal. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. 1995.
26
Recommended