View
141
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
CTS
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Sindroma Terowongan Karpal adalah entrapment neuropathy yang paling
sering terjadi. Sindroma ini terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus
medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. Beberapa
penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin dan lain-
lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. Penggunaan
tangan/pergelangan tangan yang berlebihan dan repetitif diduga berhubungan
dengan terjadinya sindroma ini. Gejala awal umumnya berupa gangguan sensorik
(nyeri, rasa tebal, parestesia dan tingling). Gejala motorik hanya dijumpai pada
stadium lanjut. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis didukung
pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologis dan laboratoris. Penatalaksanaanya
dibagi atas tindakan konservatif seperti istirahat, pemasangan bidai dan injeksi
steroid serta tindakan operatif. Prognosa umumnya baik walaupun kekambuhan
masih tetap mungkin terjadi.1
Sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) merupakan salah
satu jenis cumulative trauma disorders (CTD) yang disebabkan karena terjebaknya
saraf medianus dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, yang ditandai
oleh gejala rasa kesemutan, nyeri, kebas pada jari-jari dan tangan di daerah
persarafan saraf medianus. National Health Interview Study (NHIS)
memperkirakan prevalensi sindrom terowongan karpal (STK) yang dilaporkan
sendiri di populasi dewasa besarnya1,55%.(1) Sebagai salah satu dari 3 jenis
penyakit tersering di dalam golongan CTD pada ekstremitas atas, prevalensi STK
besarnya 40%, tendosinovitis yang terdiri dari trigger finger sebesar 32% dan De
Quervan’s syndrome 12%, sedangkan epicondilitis sebesar 20%.(2) Mahoney
(1995) melaporkan bahwa lebih 50% dari seluruh penyakit akibat kerja di USA
adalah CTD, dimana salah satunya adalah STK.2
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Sindroma Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati akibat jebakan
saraf medianus yang disebabkan oleh penekanan saraf medianus saat melalui
terowongan karpal dengan gejala berupa parestesia, rasa tebal serta nyeri pada
daerah yang dipersarafi saraf medianus dan pada tahap lanjut akan mengakibatkan
kelemahan otot thenar.3
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di
mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui
oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk
dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk
oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament)
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap
perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada
struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.1
B. Anatomi
Tulang pergelangan tangan memiliki kontur yang cekung pada permukaan
fleksor dan ditutupi oleh fleksor retinakulum. Tulang pergelangan tangan
membentuk lantai dan dinding dari terowongan karpal, dengan fleksor
retinakulum yang keras sebagai atapnya. Fleksor retinakulum, atau ligamen karpal
transversal, melekat pada tuberkulum dari tulang skafoid, daerah punggung
trapesium, dan ulnaris dari hamatum dan pisiformis. Panjang fleksor dari jari-jari
dan jempol melewati terowongan karpal. Nervus medianus duduk jauh di bawah
fleksor retinakulum. Fleksor retinakulum menjadi dangkal ke fleksor otot
digitorum superficialis perut hanya sekitar 5 cm proksimal pada ligamentum
karpal transversal. 4
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 2
Gambar 1. Anatomi Carpal Tunnel4
Nervus medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serabut
motorik pada permukaan terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan
banyak variasi anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam
kasus CTS.4
C. Etiologi
Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita
lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada
pergelangan tangan termasuk STK.1
Penekanan pada saraf medianus dapat disebabkan oleh semua proses yang
mencapai saluran karpal. Tenosinovitis lokal pada tendo fleksor jari tangan sering
merupakan penyebab sindroma saluran karpal, terutama pada perempuan berusia
pertengahan. Edema prahaid atau selama kehamilan juga dapat menimbulkan
gejala ini. Gejala dapat dicetuskan oleh aktivitas yang memerlukan fleksi, pronasi,
dan supinasi berulang pergelangan tangan, seperti menyulam, mengemudi,
menjalankan komputer dan register kassa, dan bermain squash atau golf.5
Pada kasus yang lain etiologinya adalah :
Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,
misalnya HMSN ( hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 3
Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan .Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan yang berulang-ulang.
Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
Metabolik: amiloidosis, gout.
Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan.
Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
Degeneratif: osteoartritis.
Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.2
D. Epidemiologi
Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan. Wanita lebih banyak
menderita penyakit ini daripada pria. Umumnya pada keadaan awal bersifat
unilateral tetapi kemudian bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan
yang dominan. Pada beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan,
prevalensinya sedikit bertambah.1
Prevalens STK pada populasi umum adalah sekitar 1%. Predominan pada
wanita, dengan rasio pria berbanding wanita sebesar 1:3-5. Rentang usia tertinggi
antara 40-60 tahun, puncak prevalens pada usia 55 tahun, jarang terjadi sebelum
usia 20 tahun dan di atas usia 80 tahun. Sekitar 50% biasanya bilateral, bila
unilateral maka yang sering terkena adalah sisi yang dominan.6
Di Indonesia prevalensi CTS karena faktor pekerjaan masih belum
diketahui dengan pasti.1 Prevalensi STK bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun
1976-1980 insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000
pasien pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan
terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang
mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 4
pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson
dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK.1
E. Patofisiologi
1) Gerakan berulang dengan kontraksi sangat kuat. Gerakan berulang apalagi
dilakukan sangat kuat menimbulkan pembengkakan sarung tendon menimbulkan
tekanan pada tendon pergelangan tangan. Kegagalan memulihkan tekanan
menyebabkan peradangan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera. Peradangan
meliputi tendon, sarung tendon, perlekatan tendon pada sendi dan bursae yang
disebut tendosynovitis. Selain itu gerakan tersebut meregangkan dan
memanjangkan tendon, menekan mikrostruktur dan merobek amat halus, serat
tendon dapat tergelincir dari perlekatannya. Tekanan di dalam tunnel meningkat;
n. medianus lebih tertekan, lalu menjadi iskemik.
2) Tekanan mekanik pada tendon akibat kontraksi muskulus yang kuat, sering
akibat penggunaan perkakas tangan yang keras bertepi tajam, atau karena
pegangan perkakas pendek. Makin kuat perkakas digunakan akan makin kuat pula
dipegangnya, yang menyebabkan tekanan mekanik makin besa menekan jaringan
lunak palmar tangan yang akhirnya menekan ramus superficialis n. medianus.
3) Sikap kerja kaku dan aneh
Menimbulkan tekanan mekanik muskuler, menyebabkan kontraksi muskuler dosis
rendah (low level) berkepanjangan, meningkatkan tekanan intramuskuler, dapat
menghambat aliran darah ke dalam sel muskuler. Hal ini memicu nyeri lokal
kronik.
4) Getaran lokal berfrekuensi bebas menjalar ke pergelangan tangan dari perkakas
keras seperti gerinda, chainsaw, pneumatic hammer, vibrator (sering dipakai
membongkar-perbaikan jalan). Getaran ini merangsang kontraksi tendon,
mengurangi kelenturan, mencederai saraf perifer, menyebabkan mati rasa jari-jari
atau mengurangi sensasi tangan sebagai akibat konstriksi vaskuler atau
vasospasme mikrosirkulasi ke saraf perifer. Cedera mikroskopik, mikrosikulasi,
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 5
arteriosklerosis lokal menyebabkan pembengkakan lokal berisi cairan dan fibrin
yang menekan n. medianus.
5) Sarung tangan karet sempit akan menekan jaringan lunak pergelangan tangan.8
Gambar 2. Skema patofisiologi CTS8
F. Gejala Klinik
Pada kerusakan nervus medianus, terjadi kelumpuhan otot-otot fleksor,
pronator lengan bawah dan tangan, dan otot tenar. Akibatnya, pronasi lengan
bawah melemah, begitu pula fleksi, abduksi tangan. Letak jempol menjadi
sebidang dengan jejari lainnya hingga tangan menyerupai tangan kera. Fleksi dan
oposisi jempol tidak mungkin; kekuatan menggenggam, terutama jempol dan
telunjuk melemah. Sensibilitas kulit palma manus dan sisi palma kulit jejari dari
jempol hingga separuh radial jari manis berkurang. Keadaan seperti ini dapat
dijumpai pada sindrom terowongan karpal di mana nervus medianus tertekan ke
bawah ligamentum transversale pada pergelangan tangan.3
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Diawali
dengan gangguan sensasi rasa, seperti parestesia, mati rasa (numbness), sensasi
rasa geli (tingling) pada ibu jari, telunjuk dan jari tengah (persarafan n. medianus).
Timbul nyeri pada jari-jari tersebut, dapat terjadi nyeri pada tangan dan telapak
tangan. Mati rasa dan sensasi geli makin menjadi pada saat mengetuk, memeras,
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 6
menggerakkan pergelangan tangan. Nyeri bertambah hebat pada malam hari
sehingga terbangun dari tidur malam (nocturnal pain). Kadang pula pergelangan
tangan serasa diikat ketat (tightness) dan kaku gerak (clumsiness). Selanjutnya
kekuatan tangan menurun, kaku dan terjadi atrofi thenar.8
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari, tangan
dan pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah
penderita mulai mempergunakan tangannya. Hipesetesia dapat dijumpai pada
daerah yang impuls sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.8
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi
kurang trampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil.
Kelemahan pada tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan
adanya kesulitan yang dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol
atau menggenggam. Pada penderita STK pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi
otot-otot thenar dan otot-otot lainnya yang diinnervasi oleh nervus melanus.1
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut:
1. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya
3. selama penggunaan.
4. Penurunan cengkeraman kekuatan.
5. Kelemahan dalam ibu jari
6. Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)
7. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.1
G. Diagnosis
Gangguan sensorik pada ibu jari (I), jari II, III. dan separuh jari IV. Bila
curiga adanya gangguan saraf medianus, pikirkan ibu jari dan jari otot tenar.9
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 7
pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa STK
adalah :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa STK. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi
otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari
lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut.
Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan
gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka
tes ini menyokong diagnosa STK.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila
dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong
diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif
untuk menegakkan diagnosa STK.
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 8
Gambar 3. Tes Phallen1
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan
tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila
dalam 1 menit timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tanda Tinnel, yaitu sensasi nyeri pada jari-jari yang
diinduksi oleh ketukan saraf medianus pada tingkat pergelangan tangan
bagian palmar, hasilnya mungkin positif, tetapi spesifisitasnya hanya 54%
dan sensitivitasnya 50%.10 Tes ini mendukung diagnosa bila timbul
parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau
dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
Gambar 4. Tes Tinnel1
h. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan
jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak
dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan
mendukung diagnosa.
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 9
j. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan
keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi
nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa STK.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus STK.
b. Kecepatan Hantar Saraf(KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal.
Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal
latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi safar
di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.
3. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi STK belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.1
Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), yaitu (1) Gejala
sugestif: parestesia, hipoestesia, nyeri atau rasa tebal yang mengenai paling tidak
sebagian dari distribusi saraf medianus pada tangan; (2) Ditemukan satu/lebih
hasil pemeriksaan tanda Tinel, tanda Phalen atau penurunan/hilangnya sensasi
terhadap pin prick pada distribusi saraf medianus di tangan, atau pada hasil
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 10
elektrodiagnostik didapatkan disfungsi saraf medianus saat melalui terowongan
karpal; dan (3) Adanya bukti hubungan akibat kerja. Elektrodiagnostik berguna
untuk konfirmasi diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita STK dan
untuk menyingkirkan neuropati lainnya.6
Menurut Phalen (1966), pasien dinyatakan menderita STK bila memiliki
satu atau lebih dari 3 pemeriksaan fisik yaitu: gangguan sensibilitas (parestesi,
hipestesi) sesuai distribusi saraf medianus, tanda Tinel positif dan tes Phalen
positif.10 Gejala lainnya seperti atrofi thenar dan kelemahan muncul sebagai
keluhan terakhir dalam perjalanan penyakit STK.6
H. DIAGNOSA BANDING
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher
diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan sensorik
sesuai dermatomnya.
2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-
otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan
lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak
tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis
longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang
repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan
di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot abduktor ibu jari
pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri bertambah.10
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan STK dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu terapi
operatif dan non-operatif. Terapi operatif biasanya diberikan pada penderita STK
berat dengan gejala yang terus menerus, gangguan sensorik berat, dan/atau
kelemahan motorik thenar. Terapi nonoperatif diberikan pada penderita STK
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 11
ringan sampai sedang dengan gejala yang intermiten. Terapi nonoperatif dapat
berupa penggunaan splint, terapi latihan (exercises), terapi ultrasound, modifikasi
aktivitas, obat-obatan oral dan vitamin. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
karakteristik penderita, manifestasi klinis dan program rehabilitasi medik yang
diberikan pada kasus STK baru di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr.
Kariadi Semarang.6
a. Terapi Non-Operatif
1. Program Rehabilitasi
a) Terapi Fisik
Terapi fisik dapat membantu dengann melakukan latihan khusus untuk
membuat pergelangan tangan dan tangan lebih kuat. Ada juga berbagai jenis
pengobatan yang dapat membuat terowongan karpal sindrom lebih baik dan
membantu meringankan gejala. Pijat, yoga, ultrasound, chiropractic
manipulation, dan akupunktur hanya beberapa pilihan seperti yang telah
ditemukan cukup membantu.4 Penggunaan modalitas (dalam terapi ultrasound
tertentu) dapat memberikan bantuan jangka pendek pada beberapa pasien. Selain
itu, yoga dan teknik mobilisasi tulang karpal memiliki beberapa bukti yang lemah
untuk mengurangi gejala dalam jangka pendek. Bersepeda stasioner, bersepeda,
atau olahraga lain apapun yang menempatkan ketegangan pada pergelangan
tangan mungkin harus dihindari.7
b) Terapi Okupasi
Bebat pergelangan tangan dengan pergelangan tangan dalam ekstensi
netral atau sedikit (untuk dikenakan pada malam hari selama minimal 3-4
minggu) memiliki beberapa bukti untuk keberhasilannya. Tentu saja, memerlukan
biaya rendah dan memiliki risiko efek samping yang sangat rendah dan karena itu
dapat dianggap sebagai terapi awal. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa
peregangan / penguatan program khusus untuk tangan dan pergelangan tangan
berguna untuk mengobati sindrom carpal tunnel. Pijat dan / atau teknik nerve-
glide tidak terbukti bermanfaat. Penilaian ergonomis tempat kerja, peralatan, dan /
atau posisi ergonomis tampaknya tidak memberikan manfaat apapun.7
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 12
2. Pengobatan konservatif
Kebanyakan individu dengan sindrom terowongan karpal ringan sampai
sedang (CTS, menurut data elektropsikologi) berespon terhadap pemberian
manajemen konservatif, biasanya terdiri dari belat pergelangan tangan pada
malam hari selama minimal 3 minggu.
Injeksi steroid ke dalam terowongan karpal telah terbukti memberikan
manfaat jangka panjang dan bisa dicoba jika pengobatan konservatif gagal.
Suntikan juga mungkin bermanfaat sebelum manajemen bedah atau dalam kasus-
kasus di mana operasi secara relatif kontraindikasi (misalnya, karena kehamilan).
Pengukuran melalui ultrasound pada saraf medianus dapat membantu
memprediksi respon terhadap injeksi steroid.
Obat anti-inflammatory drugs (NSAID) dan atau diuretik mungkin
bermanfaat dalam populasi tertentu (misalnya pasien dengan retensi cairan atau
dengan fleksor tendinitis pergelangan tangan). Suplemen vitamin B-6 atau B-12
dari tidak terbukti bermanfaat. 7
Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan
pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis
lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar.11
Kurangnya latihan aerobik (bersama dengan peningkatan BMI) tampaknya
menjadi faktor risiko untuk pengembangan CTS dan harus ditangani.11
b. Terapi Operatif
Pasien yang kondisinya tidak membaik setelah pengobatan konservatif dan
pasien yang dari awal berada dalam kategori carpal tunnel syndrome (CTS) yang
berat (yang ditetapkan oleh pengujian elektropsikologi) harus dipertimbangkan
untuk operasi.7
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 13
Gambar 5. Pembedahan ligamentum transversalis12
Pembedahan ligamentum transversalis memberikan tingkat keberhasilan
awal yang tinggi (lebih dari 90%), dengan tingkat komplikasi yang rendah,
namun, dikatakan bahwa tingkat keberhasilan jangka panjang mungkin jauh lebih
rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya (sekitar 60% sampai 5 tahun).
Tingkat keberhasilan juga jauh lebih rendah untuk individu dengan hasil
elektrofisiologik normal.7
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau
adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak
dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar,
sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.11
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan
ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.
Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.11
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 14
Pengobatan Lainnya
Teknik dan perangkat untuk meregangkan atau memanipulasi terowongan karpal
cukup menjanjikan tapi masih tidak diterima secara luas.7
J. Komplikasi
Carpal tunnel syndrome dapat terus meningkatkan kerusakan saraf
median, sehingga menyebabkan kerusakan permanen dan cacat. Beberapa
individu dapat berkembang menjadi kronis dan nyeri pada pergelangan tangan
(dengan atau tanpa distrofi refleks simpatis).7
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri
hebat, hiperalgesia, disestesia dan ganggaun trofik. Sekalipun prognosa STK
dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik ,tetapi resiko untuk
kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik
konservatif atau operatif dapat diulangi kembali.1
K. Prognosis
Pada kasus STK ringan, dengan terapi konservatif pacta umumnya
prognosa baik. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena operasi
hanya melakukan pada penderita yang sudah lama menderita STK penyembuhan
post ratifnya bertahap. Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya
rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik
dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan
proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18
bulan.11
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan
maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 15
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.11
Carpal tunnel syndrome (CTS) tampaknya menjadi progresif dari waktu ke
waktu (meskipun dengan fluktuasi yang cukup besar dari minggu ke minggu) dan
dapat menyebabkan kerusakan permanen nervus medianus. Keberhasilan
manajemen konservatif dapat mencegah perkembangan tidak jelas. Awalnya,
sekitar 90% dari ringan sampai sedang kasus CTS berespon terhadap manajemen
konservatif. Seiring waktu, bagaimanapun, sejumlah pasien pada akhirnya juga
membutuhkan pembedahan. Pasien dengan CTS sekunder yang didasari kelainan
patologi (misalnya, diabetes, patah tulang pergelangan tangan) cenderung
memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki
penyebab yang jelas.7
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 16
III. KESIMPULAN
Sindroma Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati jebakan yang
sering ditemukan, lebih banyak mengenai wanita dan sering ditemukan pada usia
pertengahan .Sebenarnya secara klinis sindroma ini sudah dikenali sejak abad ke
19, tetapi istilah STK baru digunakan pertama kali oleh Moersch pada tahun 1938.
Sindroma ini bisa unilateral maupun bilateral.
Sebagian kasus STK tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus
yang diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Kebanyakan penulis berpendapat
bahwa STK mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara
repetitif dan berlebihan.
Gejala awal STK umumnya hanya berupa gangguan sensorik seperti
rasa,nyeri, parestesia, rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi
nervusmus. Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan
berkurang bila pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik
hanya dijumpai pada penderita STK yang sudah berlangsung lama, demikian pula
adanya atrofi otot-otot thenar.
Penegakan diagnosa STK didasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan
fisik yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi
dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda.
Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap
keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK
dikelompokkan lagi atas terapi konservatif dan terapi operatif ( operasi terbuka
atau endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap
ada.
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Rambe, Aldi S. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi
FK USU. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/3459/1/penysaraf -aldi2.pdf pada bulan Juni 2013
2. Tana, Lusianawaty. Sindrom terowongan karpal pada pekerja:
pencegahan dan pengobatannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan RIJ Kedokter Trisakti September-Desember 2003,
Vol.22 No.3. Diakses dari
www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/ Lusianawaty .pdf pada
bulan Juni 2013
3. Isselbacher, Kurt J. et al. 2000. Sindroma Saluran Karpal. Dalam: Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. EGC: Jakarta
4. Carpal Tunnel Syndrome. Diakses dari
http://www.medic8.com/healthguide/articles/carpaltunnel.html pada bulan
Juni 2013
5. Graber, Mark A. 2006. Rematologi. Dalam: Buku Saku Dokter Keluarga.
Edisi ke-3. EGC: Jakarta
6. Lusan Maria T. Tamba, Handojo Pudjowidyanto. Karakteristik Penderita
Sindroma Terowongan Karpal (STK) di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi
Medik RS Dr. Kariadi Semarang 2006. Dalam Media Medika Indosiana.
Volume 43, Nomor 1, Tahun 2008. Diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/14055/1/vol_43_no_1_2008_hal_10_16.pdf pada
bulan Juni 2013
7. Nigel L Ashworth. Carpal Tunnel Syndrome In: Robert H Meier Chief
Editor: Medscape Reference: Updated: Mar 5, 2013. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com pada bulan Juni 2013
8. W. Aryawan, Kartiena A. Darmadi. 2002. Peran Ergonomi dalam
Pencegahan Sindrom Carpal Tunnel Akibat Kerja. Dalam: Cermin Dunia
Kedokteran No. 136, 2002. PPS K3 Hiperkes Medis Fakultas Kedokteran,
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 18
Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses dari
http://datastudi.files.wordpress.com/2010/02/kesehatan-kerja-
datastudi.pdf. pada bulan Juni 2013
9. Markam, Sumarno. 2002. Gangguan Beberapa Saraf Perifer. Dalam:
Neurologi Praktis. Cetakan I. Widya Medika: Jakarta
10. Weiner, Howard L. 2000. Gangguan Radiks dan Saraf Tepi. Dalam Buku
Saku Neurologi. Edisi ke-5. EGC: Jakarta
11. Bahrudin M.. Carpal tunnel syndrome (CTS). Diakses dari
http://digilib.umm.ac.id/files/disk1/417/jiptumm-gdl-drmochbahr-20844-
1-carpalt-e.pdf pada bulan Juni 2013.
12. Carpal Tunnel Syndrome. Diakses dari www.whooila.com pada bulan Juni
2013
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 19
BAGIAN NEUROLOGI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2013
UNIVERSITAS HALUOLEO
SINDROMA TEROWONGAN KARPAL (STK)
CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS)
DISUSUN OLEH:
Suhardimansyah
(K1A1 09 003)
PEMBIMBING
dr. Irmayani Aboe Kasim, Sp.S
BAGIAN/SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
| K1A1 09 003 Fakultas Kedokteran UNHALU 20
Recommended