View
12
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
Invensi Tradisi: Atraksi Wisata Berbasis Pelestarian dan Pengembangan Sanggar Kesenian Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat
Winda Novia Rahmanisa, Jajang Gunawijaya
Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Email: windanoviarahmanisa@gmail.com
wnrahmanisa@yahoo.com
Abstrak
Skripsi ini mendeskripsikan tradisi-tradisi Sunda yang diinvensi sebagai atraksi wisata di Saung Angklung Udjo, Bandung, Jawa Barat. Saung Angklung Udjo merupakan sebuah situs budaya yang menampilkan dan melestarikan tradisi Sunda dalam industri pariwisata. Di Saung Angklung Udjo kita dapat melihat bagaimana tradisi dikemas serta “dijual” kepada wisatawan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa proses invensi tradisi dilakukan dengan beberapa penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi di masyarakat. Selain itu, invensi tradisi memberikan dampak yang luas, baik di dunia pariwisata Indonesia dan juga masyarakat sekitar lokasi Saung Angklung Udjo. Kata kunci: Saung Angklung Udjo, invensi, tradisi, pariwisata, atraksi wisata, melestarikan
Invention of Tradition: Tourist Attraction Based on Conservation and Development of Saung Angklung Udjo Art Gallery, Bandung, West Java.
Abstract
This thesis describes the invented of Sundanese traditions as a tourist attraction in Saung Angklung Udjo, Bandung, West Java. Saung Angklung Udjo is a cultural site which showcases and preserves Sundanese tradition in the tourism industry. At Saung Angklung Udjo, we can see how the traditions are packed and “be sold” to tourists. The result of this research shows that invention of Sundanese tradition in Saung Angklung Udjo is done with some adjusments to the development of the society itself. In addition, the invention of tradition provides a wide impact, both in Indonesian tourism industry and also the community around Saung Angklung Udjo.
Keywords: Saung Angklung Udjo, invention, tradition, tourism, tourist attraction, preserve
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
2
Pendahuluan
Seni pertunjukan mampu menjadi atraksi wisata karena seni pertunjukan tersebut dianggap
unik atau langka. Seni pertunjukan dapat berupa seni drama, tari, sendratari, dan musik.
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan adat istiadat dimana masing-masing suku dan
adat di berbagai daerah memiliki kesenian dan budaya yang beragam juga. Hal tersebut
menghasilkan potensi untuk mengembangkan pariwisata budaya salah satunya melalui
kesenian. Kesenian dan budaya tradisional tersebut dapat dijadikan komoditas untuk mampu
menarik banyak wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri datang
untuk berkunjung ke suatu daerah tertentu atau lokasi wisata tertentu di Indonesia.
Salah satu bentuk pariwisata budaya terlihat dalam seni pertunjukan. Seni pertunjukan
sangatlah beragam mulai dari seni drama, seni tari, seni sendratari, hingga seni musik.
Masing-masing seni tradisi dalam pariwisata budaya dikemas agar menjadi sesuatu yang lebih
menarik untuk dipertontonkan. Dalam proses tersebut tentunya terdapat beberapa unsur dari
masing-masing kesenian tersebut yang diubah demi menyesuaikan selera wisatawan.
Berkembangnya keinginan manusia untuk menikmati keindahan budaya nasional membuat
industri pariwisata budaya juga ikut berkembang dengan pesat. Pengembangan pariwisata
selalu dilakukan oleh para pemangku kepentingan, baik pariwisata alam ataupun pariwisata
budaya, demi memfasilitasi keinginan manusia akan rekreasi.
Pembentukkan atau pengembangan pariwisata budaya tidak hanya demi kepentingan
rekreasi namun juga untuk melestarikan hasil kebudayaan nasional. Dalam dunia bisnis
pariwisata, pengembangan wisata budaya juga penting untuk melanjutkan keberlangsungan
bisnis tersebut. Diperlukan kreativitas dalam mengembangkan seni tradisi dalam dunia
pariwisata sebab seni tradisi tersebut harus mampu menarik perhatian wisatawan serta
dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Selain itu, dunia bisnis pariwisata memerlukan
kerjasama dari banyak pihak sehingga suatu atraksi wisata dapat berjalan. Keberadaan Saung
Angklung Udjo juga tidak terlepas dari kerjasama beberapa pihak.
Dalam penerapannya, seni tradisi yang dijadikan atraksi wisata akan mengalami
perubahan-perubahan dalam rangka mengikuti selera pasar. Tradisi tersebut dinilai sebagai
warisan budaya yang harus dilestarikan agar keberadaannya tetap terjaga. Warisan budaya
menurut Davidson dalam Conville (1991) adalah produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-
tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang
menjadi elemen jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Beragam wujud warisan budaya lokal
memberi kita kesempatan untuk memelajari kearifan lokal dari berbagai suku bangsa yang
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
3
ada di Indonesia. Salah satu wujud pelestarian budaya nasional yang dijadikan sebagai atraksi
pariwisata adalah berdirinya Saung Angklung Udjo sebagai lokasi wisata yang
memperkenalkan alat musik Angklung.
Dari lokasi wisata Saung Angklung Udjo dapat terlihat bahwa seni tradisi khas Jawa
Barat, khususnya alat musik angklung, mampu menjadi salah satu atraksi wisata dengan
berbagai inovasi. Selain itu, Saung Angklung Udjo juga memberikan penggambaran
mengenai tatanan masyarakat Sunda yang diciptakan kembali pada masa sekarang sebagai
daya tarik pariwisata. Saung Angklung Udjo telah banyak menarik wisatawan baik domestik
ataupun mancanegara untuk datang ke lokasi wisata ini. Para wisatawan yang datang ke
Saung Angklung Udjo tentunya ingin mendapatkan pengalaman budaya baru dan unik.
Tradisi Sunda diinvensi menjadi wujud baru yaitu “Saung Angklung Udjo”.
Kajian mengenai invensi tradisi telah banyak dipublikasikan salah satunya yang ditulis
oleh Yasmine Z.S (2001) tentang otoritas dan kekuasaan yang terjadi pada rekacipta tradisi
betawi. Selain itu, Greenwood juga pernah melakukan penelitian mengenai pariwisata sebagai
bentuk komodifikasi budaya (Greenwood dalam Cohen 1988: 372). Beliau mengkritisi bahwa
pariwisata mampu menghilangkan cultural meanings yang terdapat pada suatu kebudayaan
maupun hasil kebudayaan. Selain itu, invensi tradisi juga dibahas oleh Gunawijaya (2011)
dalam disertasinya yang berjudul Tatali Paranti Karuhun. Invensi Tradisi Masyarakat
Kasepuhan Gunung Halimun, Sukabumi, Jawa Barat. Dalam tulisan tersebut, beliau mencoba
melihat bagaimana praktik-praktik sosial serta kaitannya dengan invensi tradisi pada
masyarakat Gunung Halimun. Plant (2005) mengemukakan bahwa keberadaan teori invensi
tradisi cenderung mengabaikan sejauh mana tradisi dapat berinovasi serta berfungsi sebagai
kekuatan normatif demi keberlanjutan suatu tradisi. Ia juga mengatakan bahwa suatu tradisi
dilihat, bukan dari keaslian atau bentuk invensi, melainkan sebagai simbol yang
dioperasionalkan atas makna kebudayaan dan kesejarahan tertentu. Namun pada penelitian
ini, pengurus Saung Angklung Udjo melakukan invensi tradisi sebagai kekuatan normatif
demi keberlanjutan tradisi Sunda. Mereka terus menciptakan kreasi-kreasi baru yang menjadi
kekuatan dari atraksi wisata yang mereka miliki.
Berbeda dengan tulisan-tulisan mengenai invensi tradisi lainnya, pada tulisan ini saya
akan mengkaji invensi tradisi pada Saung Angklung Udo yang menjadi salah satu atraksi
wisata budaya di daerah Bandung, Jawa Barat. Pada kajian ini, saya akan menelaah
bagaimana sebuah invensi tradisi berkembang dan berperan di dunia pariwisata Indonesia.
Untuk dapat memahami bagaimana proses invensi tradisi yang terjadi pada Saung Angklung
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
4
Udjo hingga mampu memberikan kontribusi dalam aspek pariwisata secara lebih luas, penulis
memberikan skema seperti berikut:
Gambar 1.1. Skema Berpikir
Pada skema tersebut, saya berusaha mengelaborasikan keterkaitan antar-aspek seperti
kebudayaan, organisasi, invensi tradisi, sumber daya manusia, dan modal dalam konteks
industri pariwisata. Kebudayaan yang dimaksud dalam konteks tulisan ini adalah salah satu
hasil kebudayaan Sunda yaitu seni tradisi. Seni tradisi dilestarikan melalui pembentukan
sebuah atraksi wisata. Atraksi wisata ini dikelola dan dikembangkan oleh sebuah organisasi
yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Seni tradisi ini kemudian diciptakan dengan merujuk
pada seni tradisi masa lalu. Penciptaan seni tradisi dilakukan dengan pengemasan yang
menarik dalam rangka memunculkan minat wisatawan untuk datang ke Saung Angklung
Udjo. Pada proses inilah diperlukan adanya sumber daya manusia yang memadai baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Sumber daya manusia berperan sentral dalam melanggengkan
keberadaan Saung Angklung Udjo ini. Salah satu sumber daya manusia di Saung Angklung
Udjo adalah para pengrajin angklung. Para pengrajin angklung ini harus menghasilkan
kualitas angklung yang baik demi menjaga kepuasan konsumen atau wisatawan. Kepuasan
konsumen atau pelanggan ini menjadi tolak ukur bagi keberhasilan Saung Angklung Udjo.
apabila tingkat kepuasan tinggi, maka pendapatan yang didapat juga akan tinggi. Hal ini
penting untuk terus menjalankan bisnis wisata Saung Angklung Udjo yang nantinya juga
berdampak pada proses pelestarian seni tradisi Sunda.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
5
Invensi Tradisi: Menciptakan Kampung Sunda di Saung Angklung Udjo
Invensi tradisi yang dikaji dalam tulisan ini adalah diciptakannya satu kawasan yang
menghadirkan nuansa kehidupan masyarakat Jawa Barat dengan berbagai kebudayaannya.
Dalam buku The Invention of Tradition, Hobsbawm (1983) memaparkan penjelasan
mengenai invensi tradisi. Menurutnya, invention of tradition adalah seperangkat praktik-
praktik yang berlangsung wajar, sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku
umum, melalui pembentukan dan penanaman nilai-nilai, norma-norma dalam perilaku
tertentu yang berlangsung melalui pengulangan masa lalu yang berhubungan dengan sejarah
masa lalu (Hobsbawm, 1983: 4). Proses invensi tradisi adalah suatu proses formalisasi dan
ritualisasi yang karakteristiknya merujuk pada masa lalu yang terjadi dan dilakukan secara
berulang-ulang (repetisi). Dengan kata lain, proses ini berlangsung secara kontinu dan
berkembang secara luas.
Menurut Graburn (2001: 8) tradisi merupakan suatu hal yang terus menerus
diciptakan, bukan pada masa lalu, melainkan pada masa (selama) modernitas. Saung
Angklung Udjo mencoba menghadirkan suasana yang berbeda dengan suasana Ciwidey, Kota
Bandung yang menjadi lokasi tempat wisata tersebut berada. Apabila di Kota Bandung kita
akan melihat bangunan-bangunan dengan arsitektur modern, di sini kita bisa menemukan
suasana pedesaan Jawa Barat. Tradisi lama kembali diciptakan di sini dan dikemas dengan
lebih menarik. Salah satu upaya yang dilakukan untuk membuat tradisi lama menjadi lebih
menarik yaitu dengan mengkolaborasikannya dengan budaya kontemporer. Seperti pendapat
Hobsbawm (1983) bahwa invensi tradisi merupakan proses formalisasi dan ritualisasi tradisi
masa lalu, proses-proses tersebut juga terjadi di Saung Angklung Udjo. Formalisasi dan
ritualisasi dilakukan melalui aturan-aturan berseragam menggunakan baju tradisi masyarakat
Sunda pada masa lalu. Selain itu, formalisasi dan ritualisasi juga dilakukan pada aspek seni
tradisi kontemporer yang ditampilkan dalam pertunjukan seni di Saung Angklung Udjo.
Formalisasi seni tradisi kontemporer ini tetap merujuk pada seni tradisi masa lalu namun
dikemas secara kekinian sehingga dianggap sebagai seni tradisi pada masa sekarang. Hal ini
menyiratkan bahwa seni tradisi itu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakatnya
meskipun tetap merujuk pada seni tradisi masa lampau.
Dengan semakin berkembangnya Saung Angklung Udjo, semakin tinggi pula minat
wisatawan untuk berkunjung kesini. Di sini, wisatawan berperan dalam perkembangan wujud
Saung Angklung Udjo yang awalnya hanya pertunjukan musik dipinggir jalan menjadi sebuah
lokasi wisata. Dahulu, pementasan yang dilakukan belum dikelola oleh sebuah organisasi
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
6
perusahaan penyedia destinasi wisata. Pengelolaan masih dilakukan secara individu dan
sederhana. Untuk dapat mengembangkan suatu destinasi wisata, diperlukan adanya
pengelolaan yang profesional. Dalam proses invensi tradisi yang terjadi pada Saung Angklung
Udjo terdapat organisasi yang secara aktif menjalankan proses tersebut. Pihak yang dapat
melakukan rekacipta adalah pihak yang mempunyai otoritas dan hal ini merujuk pada pihak
yang mempunyai power. Kekuasaan yang terdapat di Saung Angklung Udjo ada pada
organisasinya itu sendiri. Orang-orang yang terdapat dalam struktur keorganisasian dapat
mengatur hal-hal yang mampu mengembangkan daya tarik wisata di Saung Angklung Udjo.
Dengan adanya sebuah organisasi maka Saung Angklung Udjo dapat berkembang di dunia
pariwisata.
Dengan dibentuknya sebuah organisasi, Saung Angklung Udjo diciptakan dengan
sebuah konsep yaitu masyarakat dan kebudayaan Sunda. Manajemen Saung Angklung Udjo
merekacipta tradisi budaya Sunda dalam seluruh unsur di lokasi wisata ini. Hal tersebutlah
yang menjadi daya tarik dari Saung Angklung Udjo. Wisatawan datang dengan membawa
ekpektasi-ekspektasi seperti dapat melihat dan menikmati cara hidup, kesenian, serta nilai
budaya masyarakat Sunda di Saung Angklung Udjo.
Pakaian merupakan salah satu aspek penunjang dalam mewujudkan suasana pedesaan
masyarakat Jawa Barat. Pakaian yang digunakan oleh baik karyawan maupun pementas
dengan merupakan pakaian tradisional masyarakat Jawa Barat pada tahun 60-70an. Dari
pemberlakuan pemakaian baju tradisi masyarakat Jawa Barat dapat kita lihat proses
formalisasi penanaman nilai yang berlangsung secara kontinu. Pakaian tidak hanya sebagai
asesoris dalam berpenampilan tapi juga sebagai identitas diri sebagai “orang Sunda”. Invensi
tradisi pada pakaian tradisional pernah diteliti oleh Trevor-Roper (1992) yang melihat pakaian
tradisional dataran tinggi Skotlandia memiliki kemiripan dengan Irlandia karena adanya
hubungan sosial budaya. Pakaian tradiasional dataran tinggi Skotlandia ini biasa digunakan
untuk prajurit perang namun seiring berubahnya jaman, pada saat pemberontakkan Irlandia
dan Skotlandia terhadap Inggris. Hingga kostum tersebut dilarang digunakan dan secara tidak
langsung hal tersebut melucuti kebudayaan dan identitas masyarakat dataran tinggi Skotlandia
serta menjadikan kebudayaan masyarakat tersebut menjadi kuno (Trevor-Roper dalam
Gunawijaya, 2011: 13). Apabila kebudayaan dilucuti dengan dilarangnya menggunakan
pakaian tradisional di Skotlandia, Saung Angklung Udjo justru menghadirkan kembali
pakaian tradisional dan dijadikan kostum kerja. Pangsi dan totopong merupakan salah satu
identitas masyarakat Sunda, khususnya laki-laki karena menunjukkan status dan etika
seseorang dalam berbusana dan pergaulan, misalnya dianggap kurang sopan bila seorang pria
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
7
tidak mengenakan iket kepala saat bepergian atau menerima tamu. Selain itu, pemakaian
totopong juga sebagai kelengkapan adat, senjata dan juga alat politik. Totopong atau ikat
kepala memang erat kaitannya dengan masyarakat Sunda, khususnya laki-laki. Kini, totopong
sudah sangat jarang digunakan oleh masyarakat Sunda pada umumnya. Totopong digunakan
hanya pada golongan masyarakat tertentu misalnya di pemerintahan daerah. Pakaian pangsi
dan totopong ini digunakan untuk menarik perhatian wisatawan karena warnanya yang cerah
dan ceria.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa mudahnya berbagai informasi masuk ke
Indonesia dan dimaknai oleh masyarakat Indonesia menggeser tidak sedikit nilai-nilai tradisi.
Menurut Malcom Waters globalisasi dilihat sebagai proses dimana kendala geografis atas
tataran sosial dan budaya menyusut, sebagai konsekuensinya, orang menjadi semakin sadar
atas hilangnya batas tersebut (Waters dalam Orozco, 2004: 143). Pakar komunikasi yakni
Alwi Dahlan (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 142) mengatakan bahwa proses globalisasi
berjalan dengan sangat cepat sehingga mendorong perubahan para lembaga, pranata, dan
nilai-nilai sosial budaya. Proses globalisasi terjadi ketika masing-masing individu memaknai
tradisi lama untuk menghasilkan sebuah tradisi yang dapat dipertontonkan. Mereka memaknai
sebuah tradisi untuk menghasilkan pertunjukan-pertunjukan di Saung Angklung Udjo. Meski
begitu, Saung Angklung Udjo menginginkan nilai-nilai tradisi dari masa lalu tetap terjaga
kelestariannya dan tidak hilang dengan budaya barat sebagai salah satu konsekuensi dari
globalisasi. Salah satu hasil budaya yang ingin tetap dilestarikan adalah baju tradisional.
Saung Angklung Udjo menginginkan nilai-nilai luhur masyarakat Jawa Barat pada masa lalu
dapat dihadirkan di sini sebagai daya tarik pariwisata. Saung Angklung Udjo didirikan dengan
merujuk kondisi masyarakat Sunda pada jaman dahulu dan diciptakan di masa sekarang.
Angklung merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Sunda yang
diciptakan oleh guru dari pendiri Saung Angklung Udjo, Daeng Sutigna. Angklung tersebut
memiliki tangga nada diatonis, berbeda dengan angklung sebelumnya yang memiliki tangga
nada pentatonis. Hal ini diciptakan agar alat musik angklung menjadi alat musik universal
yang dapat memainkan lagu dari genre apapun. Dulu, angklung hanya dibunyikan pada
upacara-upacara tertentu seperti tanam padi. Dengan diciptakannya angklung berlaras
diatonis, Saung Angklung Udjo dapat menampilkan pementasan orkestra angklung dengan
memainkan lagu-lagu dari beragam genre musik. Hal ini dijadikan sebagai pembuktian bahwa
alat musik angklung juga dapat dimainkan untuk lagu ber-genre jazz, pop, bahkan dangdut.
Penyesuaian lagu-lagu yang dipilih juga bergantung pada jaman. Misal, sekarang ini banyak
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
8
masyarakat yang menyukai ataupun menikmati lagu ber-genre jazz, maka dari itu Saung
Angklung Udjo menyuguhkan sebuah pertunjukan orkestra angklung ini.
Selain fokus pada alat musik angklung, Saung Angklung Udjo juga menciptakan
sebuah kemasan pertunjukan seni yang terdiri dari beberapa unsur seni pertunjukan. Edward
Bruner menerangkan bahwa kita perlu mempertanyakan perbedaan antara ekspresi budaya
dan pertunjukan yang ditujukan bagi orang luar (outsider) atau masyarakat asli (native)
(Bruner, 1986: 28). Berdasarkan pernyataan dari Bruner, Picard melihat pertunjukan budaya
sebagai wadah dialog antara wisatawan dengan masyarakat lokal, antara syarat universal
dalam pariwisata internasional serta partikularitas atas destinasi wisata (Picard, 1990: 44).
Picard (1990:44) juga menambahkan bahwa pariwisata internasional menghasilkan adanya
permintaan akan pertunjukan budaya dengan mendorong seluruh masyarakat untuk
mempertunjukan kebudayaan mereka untuk wisatawan asing. Untuk memenuhi permintaan
tersebut, masyarakat lokal mengkonstruksikan kebudayaan mereka berdasarkan referensi
kebudayaan yang mereka miliki dan pemahaman mereka mengenai ekspektasi para wisatawan
(Picard, 1990:44).
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis melihat bahwa pertunjukan-pertunjukan yang
diadakan di Saung Angklung Udjo merupakan hasil konstruksi dari pengalaman masa lalu
yang mereka miliki tentang seni tradisi yang ditampilkan tersebut. Misalnya pada pertunjukan
helaran, manajemen mempertunjukan helaran sebagai salah satu unsur dalam pertunjukan
karena tradisi helaran identik dengan anak-anak dan kemeriahannya. Menurut manajemen
Saung Angklung Udjo, keceriaan anak-anak mampu menarik perhatian wisatawan. Pada
pertunjukan ini, penulis melihat adanya konstruksi sosial atas pemaknaan kolektif. Menurut
Geertz dalam Olson menyebutkan bahwa konstruksi sosial adalah segala sesuatu yang
dikonstruksikan secara sosial, historis, dan retoris (Olson, 1991 :246). Konstruksi sosial ini
mengarahkan cara-cara individu-individu dan kelompok dalam menciptakan persepsi atas
relitas sosial mereka. Penggambaran tradisi helaran, wayang golek, dan tari daerah itu
dikemas agar lebih menarik dari referensi mereka atas seni tradisi tersebut yang ada di
masyarakat. Maka dari itu seni tradisi yang ditampilkan dalam pertunjukan tidaklah utuh dan
persis sebagaimana yang terjadi di masyarakat. Esensi atau makna atas tradisi helaran tetap
diperhatikan agar masyarakat tetap bisa mencerna makna yang disampaikan pada seni
pertunjukan tersebut. Selaras dengan yang dikatakan oleh Hobsbawm (1983: 4) bahwa invensi
tradisi juga merespon situasi yang baru meskipun dibawa dari referensi situasi lama melalui
proses pengulangan tersebut. Saung Angklung Udjo melakukan respon terhadap situasi-situasi
yang terjadi di jaman sekarang dalam memainkan angklung dan mengemas pertunjukan.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
9
Menurut Shahab (2004), hasil rekacipta tersebut harus berhasil memberikan identitas
pada kelompok pemilik yang pada gilirannya akan merujuk pada eksistensi dari kelompok
yang bersangkutan. Selain itu, produk rekacipta tersebut harus berperan ke luar dari lingkaran
etnis dan tradisi, merebak masuk ke tingkat nasion dan modern. Saung Angklung Udjo telah
menunjukkan pengaruh baik pada etnis Sunda dan juga pada industri pariwisata. Masyarakat
yang hidup di sekitar lokasi wisata Saung Angklung Udjo nampaknya memang
menggantungkan hidupnya kepada Saung Angklung Udjo untuk mencari penghasilan. Lebih
lanjut lagi, Saung Angklung Udjo memunculkan minat masyarakat sekitar terhadap
pelestarian seni tradisional.
Pariwisata dan Keberlangsungan Bisnis
Saung Angklung Udjo merupakan salah satu destinasi wisata yang fokus pada kesenian-
kesenian tradisi khususnya tradisi Jawa Barat. Sebagaimana cita-cita dari pendiri Saung
Angklung Udjo itu sendiri, yaitu Pak Udjo Ngalagena, yang menginginkan alat musik
angklung dapat dikenal di seluruh dunia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, Saung
Angklung Udjo yang kini dijalankan oleh anak-anak dari Pak Udjo mengemas tradisi menjadi
suatu hal yang menarik. Di Saung Angklung Udjo, berbagai kesenian tradisi dikemas dan
disuguhkan sebagai daya tarik pariwisata dalam bentuk pertunjukan seni, pameran, serta
workshop.
Pitana (2009) menjelaskan perlunya beberapa syarat teknis dalam menentukan suatu
tujuan wisata atau objek wisata yang dapat dikembangkan yaitu : (1) objek wisata, (2) daya
tarik dari objek wisata tersebut, (3) event atractions, adalah daya tarik yang dibuat oleh
manusia, (4) aksesibilitas, yakni kemudahan untuk mencapai objek wisata, (5) amenitas, yaitu
tersedianya fasilitas-fasilitas di objek wisata, dan (6) organisasi (Tourist Organization), yaitu
adanya lembaga atau badan yang mengelola objek wisata sehingga tetap terpelihara. Merujuk
pada syarat teknis tersebut, Saung Angklung Udjo sudah termasuk dalam golongan objek
wisata yang dapat dikembangkan. Sebagai objek wisata, Saung Angklung Udjo memberikan
atraksi-atraksi wisata serta memamerkan beragam kesenian tradisi Jawa Barat. Selain itu,
Saung Angklung Udjo juga ditunjang dengan aksesibilitas serta amenitas yang memadai dan
berjalan pada sebuah wadah organisasi.
Tradisi yang digunakan sebagai daya tarik wisata di Saung Angklung Udjo merupakan
sesuatu yang dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan jaman, meskipun
akan kembali merujuk pada pengetahuan-pengetahuan tentang masa lalu. Merujuk pada
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
10
Pitana (2009) pertunjukan seni yang ditampilkan oleh Saung Angklung Udjo merupakan
event attraction karena hal tersebut dengan sengaja diciptakan untuk menarik wisatawan. Seni
tradisi dapat dikatakan sebagai sumber daya kreatif. Menurut Sepe, sumber daya kreatif
biasanya lebih berkelanjutan daripada sumber daya fisik seperti monumen dan museum yang
seringkali mengalami degradasi (Sepe, 2010: 216). Seni tradisi lebih dapat diperbaharui
sehingga wisatawan tidak mengalami kebosanan. Seni tradisi yang diperbaharui tersebut pun
dapat terus dinikmati sebagai daya tarik wisata serta kearifan lokal orang Sunda.
Kesenian tradisi Jawa Barat yang dijadikan sebagai atraksi wisata di Saung Angklung
Udjo dikemas dalam bentuk pertunjukan yang bernama Pertunjukan Bambu Petang.
Pertunjukan tersebut sebenarnya tidak hanya ditampilkan pada petang hari tapi juga
ditampilkan pada pagi, siang, dan malam hari akan tetapi pertunjukan petang merupakan
pertunjukan reguler yang selalu ditampilkan. Dalam kemasan pertunjukan tersebut, Saung
Angklung Udjo menyuguhkan beberapa kesenian-kesenian tradisi Jawa Barat, diantaranya:
wayang golek, helaran, tari tradisional, angklung mini, arumba, angklung massal nasional,
angklung interaktif, angklung orkestra, dan menari bersama. Dari komposisi pertunjukan
dapat kita lihat bahwa Saung Angklung Udjo benar-benar ingin memopulerkan dan
mengembangkan alat musik angklung dan juga diiringi dengan beberapa atraksi hiburan
lainnya yang dikolaborasikan dengan alat musik angklung.
Pengembangan seni tradisi terus dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dari
wisatawan yang datang ke Saung Angklung Udjo baik lokal maupun asing. Istilah “layak
disuguhkan” muncul dari manajemen Saung Angklung Udjo yang penulis diartikan sebagai
sebuah pertunjukan yang memiliki daya tarik. Salah satu upaya pengembangan angklung ialah
mengkolaborasikan angklung dengan musisi-musisi yang berasal dari berbagai genre.
Angklung pernah dikolaborasikan dengan musisi seperti Ebiet G. Ade, Noah, bahkan dengan
DJ (disc jockey). Upaya tersebut dilakukan agar kalangan muda memiliki ketertarikan dengan
alat musik angklung.
Pengembangan seni tradisi dapat terjadi apabila terdapat kreativitas dari aktornya,
dalam hal ini seluruh karyawan dan seniman di Saung Angklung Udjo. Di sinilah peran
sumber daya manusia dibutuhkan. Saung Angklung Udjo mempekerjakan seniman-seniman
yang berada di sekitar lokasi Saung Angklung Udjo dengan tujuan untuk mensejahterakan
masyarakat tersebut. Selain itu, orang-orang yang ikut tampil pada setiap pertunjukan seni
juga berasal dari masyarakat sekitar Saung Angklung Udjo. Banyak dari mereka yang
sekarang sudah menjadi senior dan mengajar beragam kesenian kepada junior-junior mereka.
Sebagai seniman, mereka mengkreasikan seni tradisi menjadi hal yang menuai ketertarikan
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
11
wisatawan. Hal ini sangat penting demi menghindari kejenuhan wisatawan yang berulang kali
datang ke Saung Angklung Udjo.
Keberlanjutan dari seni tradisi tersebut berpengaruh pada keberlanjutan Saung
Angklung Udjo sebagai salah satu destinasi wisatawan di Jawa Barat. Siklus keuangan yang
baik akan menghasilkan keberlanjutan ekonomi karena untuk dapat terus berkembang, suatu
destinasi wisata harus punya modal untuk bisa bertahan di dunia pariwisata. Keberlanjutan
ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan pendapatan, keuntungan,
dan kerja dalam sebuah sistem dan tidak menghasilkan penurunan baik kuantitas ataupun
kualitas (Ferilli dan Pedrini, 2007: 5).
Senior ke Junior: Pewarisan Tradisi
Tradisi merupakan nama atas fitur-fitur budaya yang diwariskan, dipikirkan, dilestarikan dan
tidak hilang (Graburn, 2001: 6). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Horner
(1990) yang menyatakan bahwa tradisi merujuk pada proses pewarisan dari generasi ke
generasi dan hal-hal, kebiasaan, atau proses berpikir yang diteruskan dari waktu ke waktu.
Kedua tokoh tersebut menitikberatkan tradisi pada proses pewarisan dari hal-hal (benda),
kebiasaan, ataupun proses berpikir dalam suatu masyarakat. Proses pewarisan tradisi dapat
kita lihat di Saung Angklung Udjo.
Pada akhir dekade ini, peran kebudayaan menjadi sangat penting dan seringkali
menjadi faktor dari proses urban regenerasi. Fokus dari kebudayaan sebagai faktor dalam
transformasi regional telah menjadi luas dalam menanggapi, bukan hanya persaingan
antarkota, tapi juga keberlangsungan atas sektor kebudayaan itu sendiri (Sepe, 2004: 44).
Proses pewarisan tersebut dilakukan melalui beragam cara dan terus berlangsung. Proses
pewarisan membutuhkan agen yang aktif mewariskan, sesuatu yang diwariskan, serta agen
pasif yang menerimanya. Dalam pemikiran kedua tokoh sebelumnya menunjukkan bahwa
pewarisan tradisi diperuntukkan agar tradisi tersebut dapat terlestarikan dari generasi ke
generasi. Pewarisan budaya merupakan salah satu tujuan didirikannya Saung Angklung Udjo.
Pewarisan tradisi berlangsung sejak pendiri Saung Angklung Udjo, Mang Udjo, belajar
mendalami angklung hingga meneruskan kecintaannya pada angklung dan mendirikan SAU
ini.
Secara spesifik, Saung Angklung Udjo berupaya untuk mewariskan tradisi-tradisi
yang ada di Jawa Barat seperti alat musik, seni tari, kerajinan tangan, pakaian adat, dan juga
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam makna setiap seni pertunjukannya. Proses
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
12
pewarisan di Saung Angklug Udjo dilakukan dengan mempertunjukan seni-seni tradisional
Jawa Barat, mendirikan sanggar, serta mengadakan workshop pembuatan angklung. Upaya
yang terlihat cukup signifikan pada proses pewarisan tradisi yaitu dengan mengikutsertakan
generasi muda dalam pertunjukan yang dilakukan di Saung Angklung Udjo. Para pementas
yang ikut serta di Saung Angklung Udjo ini mayoritas merupakan penduduk sekitar dari usia
sekolah dasar hingga dewasa. Dalam setiap latihan pertunjukan, kelompok senior bertugas
untuk mengajar dan mengevaluasi kelompok junior1. Hal-hal yang biasa dipelajari yaitu cara
memainkan angklung dan gerakan tarian. Secara langsung ataupun tidak langsung, terjadi
proses sharing knowledge antara pemain senior (yang melatih) dengan pemain junior (yang
dilatih). Pengetahuan-pengetahuan mengenai seni tradisi terus menerus diturunkan dari
generasi ke generasi agar seni tradisi tersebut dapat tetap langgeng. Dari sinilah kegiatan
pewarisan tradisi terjadi.
Seluruh rangkaian pertunjukan berisi informasi budaya yang hendak disampaikan
kepada wisatawan ataupun mereka yang menonton pertunjukan tersebut. Informasi-informasi
yang terdapat dalam rangkaian pertunjukan, misalnya: gerakan dalam tarian, lirik lagu, cara
membaca notasi, penggambaran ritual helaran, cerita ataupun tokoh dalam pewayangan, serta
makna-makna yang terkandung dalam setiap substansi pertunjukan. Informasi visual dan
audio didapat dari apa yang ditampilkan sedangkan makna dari tiap substansi biasanya akan
disampaikan oleh MC. Informasi budaya yang disampaikan melalui pertunjukan tersebut
akhirnya menjadi referensi budaya bagi wisatawan. Anak-anak yang ikut serta dalam
pertunjukan pun dapat menerima informasi tersebut sehingga dapat menambah khasanah
tradisi lokal mereka. Proses pewarisan dibutuhkan untuk eksistensi kebudayaan Jawa Barat
Moral Ekonomi: Resiprositas dalam bisnis Saung Angklung Udjo
Saung Angklung Udjo sebagai sebuah atraksi wisata tidak dapat berdiri sendiri dalam
mengembangkan bisnisnya. Diperlukan berbagai pihak pendukung untuk dapat mencapai visi
misi yang telah ditetapkan pada saat pendirian Saung Angklung Udjo. Banyak pihak-pihak
yang mendukung sukses dan majunya bisnis Saung Angklung Udjo. Pihak-pihak yang terkait
langsung diantaranya talent, pengrajin, dan travel agent. Adanya saling ketergantungan antara
manajemen Saung Angklung Udjo dengan talent, pengrajin, travel agent. Kerjasama yang
terjalin antarpihak tersebut akhirnya menghasilkan resiprositas diantara mereka. 1 Setiap orang yang akan masuk dan ikut serta sebagai pementas di Saung Angklung Udjo akan
dikelompokkan berdasarkan usia. Mereka yang berusia 15 tahun keatas akan masuk ke kelompok senior yang bertugas untuk mengajar dan memberi arahan kepada kelompok junior.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
13
Resiprositas menurut Polanyi (1968) adalah perpindahan barang atau jasa secara
timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris. Hubungan simetris
ini adalah hubungan dimana masing-masing pihak menempatkan diri dalam kedudukan dan
peranan yang sama ketika proses pertukaran berlangsung. Resiprositas tetap terjalin selama
ada kebutuhan antarpihak. Resiprositas sejatinya merupakan hubungan sosial antarindividu
atau kelompok. Sahlins mengemukakan tiga bentuk resiprositas di masyarakat yaitu
resiprositas umum, resiprositas sebanding, dan resiprositas negatif (Sahlins, 1974: 195).
Resiprositas yang terjadi di Saung Angklung Udjo kini bukan sekedar hubungan sosial
diantara dua pihak tapi telah diformalkan dalam bentuk kontrak kerjasama. Dalam hubungan
resiprositas ini, muncul hak dan kewajiban sebagai konsekuensinya. Hak dan kewajiban ini
yang harus disadari oleh masing-masing pemegang kepentingan. Hak dan kewajiban ini
tentunya juga merupakan hasil kesepakatan bersama. Saung Angklung Udjo memiliki hak
untuk menetapkan standar-standar mengenai kelayakan barang (kerajinan tangan dan alat
musik) dan memiliki kewajiban untuk menyediakan barang mentah yaitu bambu dan
membayar barang jadi yang dihasilkan oleh para pengrajin. Disamping itu, pengrajin
memiliki hak untuk mendapatkan upah yang layak dari hasil kerja mereka membuat kerajinan
tangan dan alat musik. Pengrajin memiliki kewajiban untuk mengikuti prosedur dan standar
yang telah diminta oleh manajemen Saung Angklung Udjo. Standar-standar tersebut dibuat
untuk menjaga kualitas barang serta meningkatkan daya saing di pasar.
Resiprositas ini menghendaki barang dan jasa yang dipertukarkan memiliki nilai yang
sebanding. Resiprositas yang terjadi diantara manajemen Saung Angklung Udjo dengan para
pengrajin merupakan hasil kesepakatan bersama antarkeduanya. Saung Angklung Udjo
membutuhkan barang sedangkan para pengrajin membutuhkan tempat untuk memasarkan
barangnya. Setelah terjadi kontrak kerjasama, terjadi negosisasi mengenai “harga yang layak”
bagi pertukaran yang mereka lakukan. “Harga yang layak” merupakan harga yang disepakati
dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak. Menurut Durkheim, di dalam setiap
masyarakat dan di setiap zaman, terdapat suatu pengertian yang samar-samar namun sangat
disadari tentang nilai dari berbagai jasa yang digunakan di dalam masyarakat dan tentang nilai
benda-benda yang yang merupakan pokok pertukaran (Durkheim dalam Scott, 1981: 250).
Dalam hubungan ini masing-masing pihak memercayai bahwa pertukaran yang mereka
lakukan memiliki nilai yang sepadan. Nilai tukar yang sepadan sangat penting untuk membuat
hubungan resiprositas ini ini tetap berlangsung.
Resiprositas yang terjadi di Saung Angklung Udjo dapat digolongkan ke dalam bentuk
resiprositas sebanding yang diungkapkan oleh Sahlins (1972). Pada bentuk pertukaran seperti
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
14
ini masing-masing pihak membutuhkan barang atau jasa dari rekannya namun masing-masing
tidak menghendaki untuk memberi nilai lebih dibandingkan dengan yang akan diterima.
Resiprositas sebanding merujuk pada pertukaran langsung yang dilakukan masing-masing
pihak (Sahlins, 1972: 194). Saung Angklung Udjo dengan pengrajin merupakan unit-unit
otonom yang saling bekerjasama secara langsung, bukan sebagai satuan sosial. Ciri-ciri
bentuk resiprositas sebanding yang dikemukakan Sahlins (1972) yaitu adanya norma-norma,
aturan-aturan atau sangsi sosial untuk mengontrol individu-individu dalam melakukan
transaksi. Kedua, keputusan untuk melakukan kerjasama resiprositas berada di tangan
masing-masing individu (Sahlins: 1972: 194). Hubungan resiprositas yang terjalin diantara
manajemen Saung Angklung Udjo dengan pengrajin dapat dikatakan memiliki fungsi
membina solidaritas sosial dan menjamin kebutuhan ekonomi.
Tak Takut Disebut Komersialisasi: Bisnis dalam Invensi Tradisi
Saung Angklung Udjo sebagai sebuah perusahaan tentunya berorientasi kepada keuntungan.
Mereka menjual hasil kebudayaan masyarakat Jawa Barat dengan menciptakan sebuah
pertunjukan serta mempromosikan hasil kerajinan tangan. Untuk beberapa kalangan,
khususnya kalangan seniman, hal ini dianggap sebagai langkah ekstrem. Kalangan seniman
menilai bahwa suatu tradisi tidak dapat terbayarkan tetapi Saung Angklung Udjo justru
melakukan hal tersebut. Sebuah konsep mengenai komodifikasi dan komersialisasi lantas
melekat pada upaya Saung Angklung Udjo. Fairlogh mengatakan bahwa komodifikasi
merupakan suatu proses produksi komoditas yang tidak terbatas pada lingkup ekonomi tapi
juga mengacu pada pengorganisasian dan konseptualisasi produksi, distribusi, dan konsumsi
komoditas (Fairlogh, 1995: 207). Pemberian penghargaan yang tinggi terhadap status
kebudayaan sebagai kebudayaan yang bernilai tinggi pun lalu berfungsi sebagai semacam
iklan yang dapat mendongkrak penjualan produk-produk kebudayaan yang telah diproduksi
dan direproduksi (diinvensi) dengan kemasan baru. Pariwisata budaya dapat membangkitkan
keunikan lokal dalam bentuk tradisi budaya, memperkuat ikatan kebudayaan, dan
memberikan akses bagi aktor lokal terhadap kebermanfaatan material (McKean dalam
Shepherd, 2002: 184).
Pariwisata dianggap sebagai penyokong pengikisan kebudayaan dengan adanya
penurunan kualitas estetik dari suatu produk kebudayaan dan tradisi karena permintaan
(selera) wisatawan (Strauss dalam Sepherd, 2002: 185). Dari pendapat Sepherd diatas, penulis
menilai bahwa penurunan kualitas estetik terlihat pada permainan wayang golek. Permainan
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
15
wayang golek yang ditampilkan memang tidak mengedepankan alur cerita sebagaimana
wayang golek yang biasa ditampilkan di masyarakat. Wayang golek yang ditampilkan di
Saung Angklung Udjo memang bertujuan untuk memperkenalkan seni tradisi wayang golek
itu sendiri kepada wisatawan, khususnya wisatawan asing. Dengan tujuan tersebut serta durasi
yang tidak memungkinkan untuk memainkan lakon secara utuh, maka manajemen Saung
Angklung Udjo memberikan suguhan baru dari seni tradisi wayang golek. Meski begitu,
pertunjukan ini tetap memunculkan daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Saung
Angklung Udjo.
Di Saung Angklung Udjo, saya menilai bahwa tujuan dari didirikannya lokasi wisata
ini adalah untuk memperkenalkan atau showcase seni tradisi Jawa Barat. Selain itu, Saung
Angklung Udjo juga ingin mewujudkan rasa cinta terhadap seni tradisi kepada masyarakat
Indonesia, khususnya pemuda. Salah satu cara yang dianggap paling efektif ialah dengan
menjual seni tradisi tersebut. Dengan membuat seni tradisi menjadi komodifikasi dagang, seni
tradisi tersebut tetap mampu bertahan.
Bisnis yang dijalankan oleh Saung Angklung Udjo banyak memberikan dampak
positif khususnya bagi masyarakat sekitar lokasi ini dan bagi tradisi Jawa Barat itu sendiri.
Saung Angklung Udjo banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar untuk menjadi
penyedia angklung ataupun cinderamata. Selain itu, masyarakat juga diajak untuk aktif tampil
di pertunjukan seni khususnya generasi muda. Bagi tradisi Jawa Barat, Saung Angklung Udjo
berperan dalam memperkenalkan seni tradisi Jawa Barat ke dunia internasional. Saung
Angklung Udjo berhasil membawa dan menampilkan pertunjukan angklung ke berbagai
negara seperti Cina, Jerman, dan Amerika. Hal tersebut tentunya merupakan salah satu upaya
yang harus didukung karena orientasi utama dari didirikannya lokasi wisata ini ialah
melestarikan seni tradisi Jawa Barat namun melalui jalur bisnis.
Global dan Lokal dalam Sebuah Atraksi Wisata
Setiap atraksi wisata, khususnya wisata budaya, tentunya memiliki unsur-unsur pendukung
seperti media publikasi, karyawan front office dan MC, arena pertunjukan, perlengkapan
pertunjukan, kegiatan, dan souvenir. Unsur-unsur tersebut merupakan hal yang universal
berada di sebuah atraksi wisata budaya. Dalam setiap unsur tersebut, dapat dilihat adanya
aspek global dan juga lokal dalam suatu wujud unsur tertentu. Global dan lokal merupakan
dua konsep yang jauh berbeda namun dalam sebuah atraksi wisata budaya, dapat dilihat
bahwa kedua aspek tersebut dapat menghasilkan kolaborasi bagi perkembangan atraksi wisata
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
16
budaya tersebut. Percampuran kedua aspek tersebut dapat menjadi kekuatan bagi suatu atraksi
wisata budaya, khususnya di Saung Angklung Udjo.
Menurut Sahlins (1994), globalisasi terjadi karena adanya lonjakan perkembangan
sistem komunikasi. Komunikasi memang menjadi alat penting untuk dapat memahami
perbedaan budaya. Perkembangan sistem komunikasi mempermudah manusia untuk
berkomunikasi dengan sesama dan mengetahui beragam informasi dari seluruh penjuru dunia.
Dengan adanya internet di jaman sekarang, segala informasi bisa didapatkan melalui internet.
Hal ini lah yang dimaksud dengan perkembangan sistem komunikasi. Canclini (1998)
mengungkapkan bahwa globalisasi merupakan internasionalisasi perdagangan dan budaya.
Jadi, setiap masyarakat yang berada di negara apapun akan menyebarkan informasi dan
barang kepada masyarakat lainnya.
Saung Angklung Udjo sebagai sebuah atraksi wisata budaya tidak luput dari pengaruh
globalisasi. Saung Angklung Udjo mempersiapkan sebuah atraksi wisata budaya yang tidak
hanya untuk dinikmati oleh wisatawan lokal tapi juga wisatawan mancanegara. Hal tersebut
membuat adanya standar internasional dalam setiap pelayanan dan pertunjukan yang mereka
berikan. Dalam sebuah industri pariwisata, suatu atraksi wisata pasti memiliki brosur yang
memuat informasi seputar atraksi wisata tersebut dan juga pertunjukan-pertunjukan yang
mereka miliki. Meski begitu, tampilan dan informasi yang ada di media informasi tersebut
tetap memiliki karakter lokal dari Saung Angklung Udjo, yaitu nuansa Sunda. Karakter lokal
tersebut munculkan pada desain dari media informasi tersebut. Brosur dan setiap media
informasi yang diberikan oleh Saung Angklung Udjo kepada wisatawan adalah bentuk yang
ada secara universal di tiap atraksi wisata.
Selanjutnya, Saung Angklung Udjo memiliki karyawan yang bekerja di bagian front
office. Karyawan front office ini memiliki peran penting karena merekalah yang secara
langsung berkomunikasi dan menyambut tamu. Karyawan-karyawan di Saung Angklung
Udjo biasanya menggunakan baju tradisional dan karyawan front office menjadi pihak yang
memperlihatkan baju tradisional tersebut kepada wisatawan. Selain itu, sebagai sebuah atraksi
wisata budaya yang mengusung pertunjukan seni, Saung Angklung Udjo memiliki arena
pertunjukan. Pada arena pertunjukan tersebut tetap memiliki bagian panggung dan tempat
duduk penonton sebagaimana arena pertujukan pada umumnya. Hal yang menarik dari arena
pertunjukan ini adalah desainnya yang semi terbuka sehingga wisatawan dapat leluasa
menikmati suasanya pedesaan yang ditampilkan oleh Saung Angklung Udjo. Selain itu,
desain yang ditampilkan di arena pertunjukan ini sangat sederhana dan masih menggunakan
pohon-pohon bambu sebagai ornamennya.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
17
Pertunjukan menjadi tujuan utama para wisatawan yang berkunjung ke Saung
Angklung Udjo. Di sini, pertunjukan yang ditampilkan merupakan gabungan dari beberapa
seni tradisi yang ada di masyarakat Sunda, mulai dari pertunjukan wayang golek, helaran, tari
tradisional, dan bermain angklung. Semua unsur pertunjukan yang ditampilkan di Saung
Angklung Udjo merupakan karakter-karakter lokal ingin diperkenalkan secara global melalui
wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Terakhir, Saung Angklung Udjo juga
memiliki souvenir. Beberapa souvenir adalah benda-benda khas Sunda dan beberapa lainnya
adalah benda-benda yang ada secara umum, seperti tas, gantungan kunci, kartu pos, pulpen,
tempat pensil, baju, dll. Souvenir-souvenir tersebut diberikan unsur Sunda yang
menjadikannya menarik. Misalnya, kartupos bergambar pertunjukan yang ada di Saung
Angklung Udjo, pulpen berbentuk wayang golek, dan gantungan kunci bergambar alat musik
angklung. Meski beberapa souvenir ini merupakan souvenir yang berlaku umum yang dijual
di setiap atraksi wisata budaya namun tetap mengusung karakter lokal dari masyarakat Sunda.
Efek Domino dari Invensi Tradisi sebagai Atraksi Wisata
Saung Angklung Udjo sebagai atraksi wisata berbasis tradisi memiliki peran penting dalam
melestarikan tradisi Sunda serta memperkenalkannya ke dunia Internasional. Saung Angklung
Udjo menjadi sorotan pariwisata budaya yang ada di Indonesia, khususnya di daerah Jawa
Barat. Seiring berkembangnya Saung Angklung Udjo semakin banyak pula wisatawan yang
berkunjung kesini. Maka dari itu, Saung Angklung Udjo yang merupakan invensi tradisi
dalam kemasan atraksi wisata mampu memberikan dampak yang luas.
Pertama, dari aspek seni tradisi, Saung Angklung Udjo mampu memperkenalkan,
menyebarkan, mempromosikan, dan melestarikan keberadaan seni tradisi Sunda. Saung
Angklung Udjo terus berupaya untuk selalu aktif dalam mengembangkan industri pariwisata
Indonesia. Dengan tersebarnya tradisi Sunda di dunia internasional, tentunya membawa
dampak positif bagi industri pariwisata Indonesia. Banyak turis mancanegara yang datang ke
Indonesia karena tertarik dengan seni tradisi Indonesia. Selain itu, Saung Angklung Udjo juga
banyak diundang di seminar, workshop, dan festival-festival luar negeri dengan membawa
seni tradisi Sunda. Dengan begitu, tujuan utamanya adalah menarik perhatian turis
mancanegara terhadap seni tradisi Indonesia, khususnya Sunda.
Kedua, dari aspek sumber daya manusia, Saung Angklung Udjo telah memberikan
kesempatan bagi penduduk sekitar untuk bekerja. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh
manajemen Saung Angklung Udjo. Sebagian besar pegawai yang ada di Saung Angklung
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
18
Udjo merupakan penduduk sekitar. Dengan terserapnya tenaga kerja, Saung Angklung Udjo
berusaha mensejahterakan warga sekitar. Bentuk penyejahteraan masyarakat yang dilakukan
oleh Saung Angklung Udjo bukan hanya dari penyerapan tenaga kerja tapi juga kerjasama
non-bisnis yang dilakukan dengan masyarakat. Saung Angklung Udjo sangat mendukung
kegiatan-kegiatan kemasyarakat yang sering diadakan oleh penduduk sekitar.
Ketiga, aspek ekonomi, pemberdayaan sumber daya manusia telah meningkatnya
perekonomian masyarakat Desa Padasuka. Peningkatan perekonomian yang jelas terlihat pada
masyarakat Desa Padasuka yang memang bekerja sama langsung dengan Saung Angklung
Udjo dalam menyediakan cenderamata atau lainnya. Hal ini berarti, Saung Angklung Udjo
berperan dalam meninkatkan dan mengembangkan industri rumahan yang berada di sekitar
Saung Angklung Udjo. Peningkatan ekonomi lain juga terlihat di masyarakat Desa Padasuka
secara umum. Banyak masyarakat yang membuka usaha barang ataupun jasa di sekitar Saung
Angklung Udjo. Misalnya para tukang ojeg, warung makanan, penginapan, dan penyedia
barang atau jasa lainnya. “Pariwisata untuk Indonesia, bukan Indonesia untuk Pariwisata”.
Untuk memperkuat penelitian ini, esensi dari gambar kerangka pemikiran yang telah
saya cantumkan di bab 1 adalah adanya keterkaitan antar-aspek yang bermuara pada
keberhasilan Saung Angklung Udjo di industri pariwisata. Keterkaitan antara kebudayaan,
organisasi, invensi tradisi, sumber daya manusia, modal di Saung Angklung Udjo ini akhirnya
memberikan dampak pada industri pariwisata Indonesia. Kebudayaan dalam wujud seni
tradisi diinvensi oleh suatu organisasi, yaitu Saung Angklung Udjo. Invensi dilakukan dengan
mengolah seni tradisi lama menjadi sesuatu yang pantas ditampilkan sebagai atraksi wisata.
Deskripsi pada bab ini menegaskan keterkaitan antara kebudayaan, organisasi, invensi tradisi,
sumber daya manusia, modal, dan dunia pariwisata. Seni tradisi sebagai pokok kebudayaan
merupakan hal yang dijadikan atraksi wisata di Saung Angklung Udjo.
Apabila suatu kebudayaan sudah sampai di dunia industri pariwisata, tentu diperlukan
pihak yang mengelola kebudayaan tersebut. Dalam industri pariwisata, khususnya di Saung
Angklung Udjo, organisasi merupakan bagian yang berperan dalam menjalankan seluruh
sistem. Organisasi ini mengolah seni tradisi menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh
masyarakat pada umumnya. Merujuk pada Koentjaraningrat (2009), pokok kebudayaan yang
diciptakan dalam sebuah atraksi wisata Saung Angklung Udjo meliputi bahasa, sistem
pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem religi, dan
kesenian. Manajemen Saung Angklung Udjo melakukan invensi tradisi terhadap tradisi-tradisi
lokal dan dikemas menjadi hal yang mampu menarik perhatian wisatawan.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
19
Dalam proses invensi tradisi tersebut tentunya memerlukan banyak sumber daya
manusia, mulai dari menciptakan sebuah pertunjukan baru yang kreatif, menghasilkan
beragam kerajinan tangan, hingga menjadi objek tersendiri sebagai atraksi wisata budaya.
Orang-orang yang bekerja di Saung Angklung Udjo mayoritas berasal dari suku Sunda. Selain
itu, dari hasil penelitian ini, saya juga menemukan adanya hubungan resiprositas antar-elemen
yang bekerjasama menjaga keberlangsungan Saung Angklung Udjo sebagai salah satu tujuan
wisata. Keberlangsungan bisnis Saung Angklung Udjo penting supaya manajemen tetap
memiliki modal untuk mereproduksi barang-barang dan menjalankan pertunjukan mereka.
Kerangka berpikir ini memperlihatkan kondisi di Saung Angklung Udjo dengan beberapa
aspek yang memengaruhi eksistensi dan keberlangsungannya di industri pariwisata.
Kesimpulan
Pariwisata dan kebudayaan merupakan sesuatu yang saling berkaitan. Saung Angklung Udjo
itu merupakan sebuah atraksi wisata yang diciptakan secara sengaja untuk menampilkan
kembali kesenian Sunda, khususnya alat musik angklung. Saung Angklung Udjo telah
memberikan pilihan wisata bagi wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Kota Bandung
dengan Saung Angklung Udjo merupakan dua aspek yang saling menguntungkan. Bandung
dikenal sebagai salah satu kota tujuan wisata di Indonesia memberikan keuntungan bagi
Saung Angklung Udjo yang berlokasi di Bandung. Sebaliknya, Saung Angklung Udjo juga
memberikan dampak positif bagi perkembangan pariwisata Kota Bandung.
Invensi tradisi yang terjadi di Saung Angklung Udjo sebagai atraksi wisata telah mempertegas
status Saung Angklung Udjo di industri pariwisata Indonesia.
Dari data-data yang saya temukan di lapangan, saya menyimpulkan jawaban dari pertanyaan
penelitian yang telah saya sampaikan di bab 1, sbb:
1. Saung Angklung Udjo dianggap sebagai sebuah invensi tradisi karena lokasi tersebut
merupakan hasil ciptaan sendi-sendi kebudayaan masyarakat Sunda sebagai sebuah
atraksi wisata. Beragam seni tradisi yang disuguhkan di Saung Angklung Udjo
merupakan hasil konstruksi dari para senimannya atas pengalaman masa lalu yang
mereka miliki tentang seni tradisi yang ditampilkan tersebut.
2. Invensi tradisi dapat dilihat dari berbagai aspek yang ada di Saung Angklung Udjo seperti
pertunjukan, arsitektur ruang, dan nuansa yang ada di lingkungan komplek Saung
Angklung Udjo. Proses invensi tradisi dapat dilihat dari pertunjukan yang mereka
tampilkan. Dari aktivitas yang dilakukan dapat kita lihat bahwa pertunjukan-pertunjukan
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
20
seni yang ditampilkan merupakan suatu hal yang dengan sengaja diciptakan. Selain itu,
Saung Angklung Udjo berusaha menciptakan suasana masyarakat Sunda yang didukung
dengan desain arsitektur serta pakaian tradisional. Kedua hal tersebut dianggap sebagai
identitas masyarakat Sunda sehingga menjadi penting untuk ditampilkan sebagai atraksi
wisata. Dalam pertunjukan tersebut lah seni tradisi masa lalu diciptakan kembali dengan
adanya pengetahuan-pengetahuan masa lalu mengenai seni tradisi terkait lalu disesuaikan
dengan kondisi di masa sekarang.
3. Saung Angklung Udjo sebagai salah satu atraksi wisata budaya tentunya telah
memberikan kontribusi terhadap industri pariwisata Indonesia, khususnya Bandung.
Invensi tradisi yang terjadi di Saung Angklung Udjo telah aktif membangun dan
memberikan ragam pariwisata yang ada di Indonesia. Dengan adanya Saung Angklung
Udjo, atraksi wisata budaya hadir sebagai industri pariwisata kreatif yang terus
mengembangkan seni tradisi, khususnya tradisi Sunda. Saung Angklung Udjo juga telah
membawa dan memperkenalkan seni tradisi Sunda, khususnya angklung ke berbagai
negara di dunia. Selain itu, keberadaan Saung Angklung Udjo juga menjadi daya tarik
tersendiri bagi wisatawan untuk datang ke Indonesia. Setiap hari, banyak wisatawan
asing yang datang ke Saung Angklung Udjo untuk menikmati kesenian Sunda. Invensi
tradisi yang dilakukan pada Saung Angklung Udjo telah memberikan rasa memiliki dan
bangga pada masyarakat Sunda (sebagai pemiliki seni tradisi yang ditampilkan di Saung
Angklung Udjo) atas kebudayaan mereka. Hal ini dilakukan dengan melibatkan seluruh
komponen masyarakat yang berada di sekitar Saung Angklung Udjo untuk ikut
berpartisipasi aktif dalam melestarikan seni tradisi mereka. Masyarakat yang
diikutsertakan beragam mulai dari usia dini hingga lanjut, dari berbagai pekerjaan, dan
juga latar belakang. Masyarakat Desa Padasuka dan manajemen Saung Angklung Udjo
bekerja sama dalam membangun atraksi wisata ini.
Invensi tradisi dalam industri pariwisata memberikan efek ganda bagi seluruh pihak yang
berkaitan, seperti meningkatkan omset bisnis langsung dan tidak langsung terkait seperti
apartemen dan pemasok kerajinan tangan. Tidak dipungkiri lagi bahwa pariwisata
menghasilkan peningkatan lapangan kerja, terutama di sektor jasa. Dilihat dari banyaknya
antusiasme anak-anak untuk ikut serta dalam Saung Angklung Udjo juga menggambarkan
bahwa invensi tradisi berusaha diwariskan ke anak-anak tersebut. Dampak lain yang
dihasilkan dari keberadaan Saung Angklung Udjo yaitu meningkatnya wisatawan
mancanegara yang datang ke Indonesia dan dikenalnya seni tradisi Sunda di dunia
internasional. Di samping itu, keberlangsungan Saung Angklung Udjo juga didukung oleh
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
21
keberadaan masyarakatnya yang sadar dan mencintai seni tradisi dimilikinya. Inilah yang
menjadi kekuatan yang dimiliki oleh Saung Angklung Udjo dalam melanggengkan bisnis
wisata budaya dan juga upaya pelestarian seni tradisi Sunda.
Saran
Sebagai salah satu atraksi wisata budaya yang ada di Bandung, saya berharap Saung
Angklung Udjo tetap beracuan pada tujuan awal didirikannya wisata ini. Perkembangan seni
tradisi penting untuk dilakukan demi menjaga eksistensi Saung Angklung Udjo sendiri di
industri pariwisata namun tidak lantas mengesampingkan esensi dari tradisi itu sendiri. Selain
itu, kegiatan-kegiatan yang mengikutsertakan warga desa Padasuka (dan/atau warga secara
umum) perlu lebih banyak dilakukan mengingat keberhasilan Saung Angklung Udjo dalam
mencapai visi misi perusahaan adalah munculnya kesadaran masyarakat akan kebudayaannya
sendiri dan melestarikannya.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
22
DAFTAR PUSTAKA
Baker SJ, J.W.M.
1994. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar, Jakarta dan Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisius
Berger, P., and T. Luckmann
1967 The Social Construction of Reality. Garden City: Doubleday.
Black, J.A.
1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice. London: Cromm Helm.
Creswell, John W.
2003. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. New York: Sage.
Fairlough
1995. Discourse and Social Change. Cambridge: Polity Press
Galla, A.
2001. Guidebook for the Participation of Young People in Heritage Conservation. Brisbane: Hall and jones Advertising.
Geertz, Clifford
1973. The Interpretation of Culture. New York: Basic Books
Geriya, Wayan
1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global: Bunga Rampai Antropologi Pariwisata. Bali: Upada Sastra
Hobsbawm, Eric & Terence Ranger
1983. The Invention of Tradition. New York: Cambridge University Press
Harsojo
1984. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Koentjaraningrat (editor). Kebudayaan Sunda oleh, dalam. Jakarta : Djambatan.
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
23
Karyono, A. Hari
1997. Kepariwisataan. Jakarta: Grasindo
Koentjaraningrat
2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Macleod, Donald V.L.
2004. Tourism, Globalisation, and Cultural Change. An Island Community Perspective.Inggris: Cromwell Press
Magribi, Muhammad
1970. Geografi Transportasi. Yogyakarta : Fakultas Pasca Sarjana, UGM.
Pendit, N. S.
1967. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Pitana, i Gde dan Putu G. Gayatri
2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Polanyi, K.
1957. The Great Transformation. Boston: Beacon Press.
Rojek, C. and Urry, J.
1997 Transformations of travel and theory dalam Mike Robinson Cultural Tourism in A Changing World. London: Routledge.
Sahlins, Mashall
1994. Goodbye to Tistes Tropique: Ethnography in The Context of Modern World History dalam Robert Borofsky. Assesing Cultural Anthropology. New York: Mc. Graw-Hill, Inc. Hal. 377-395
Scott, James C.
1981. Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES
Spillane, James J.
1987. Ekonomi Pariwisata, Sejarah, dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius.
1994. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi Dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
24
Suarez-Orozco, Marcelo M.
2004. Globalization; Culture and Education in the New Millennium. Amerika: University of California Press.
Sukadijo, R.G
1996. Anatomi Pariwisata. Memahami Pariwisata sebagai “System Likage”. Jakarta: Gramedia.
Tamin, O.Z.
1997. Perencanaan dan Pemodelan. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Yoeti, O. A.
1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa
1997. Tours and Travel Management. Jakarta: Pradnya Paramita.
2006. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Zadel, Zrinka
2012. The Importance of Developing Cultural Tourism in Creating Competitive Advantages of Croatian Tourism dalam Tourism and Hospitality Management. Croatia: University of Rijeka, Faculty of Tourism & Hospitality Management
Jurnal
Cohen, Eric
1988. Authenticity and Commoditization in Tourism. Annals of Tourism Research. Vol. 15. Pp. 371-386.
Jamieson, Walter
1998. Cultural Heritage Tourism Planning and Development: Defining the Field and Its Challenges. APT Bulletin. Vol. 29, No. 3/4. Pp. 65-67
Olson, Gary A.
1991. The Social Scientist as Author: Clifford Geertz on Ethnography and Social Construction. Journal of Advanced Composition. Vol. 11 No. 2. Pp. 245-268
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
25
Sepe, Marichela dan Giovanni Di Trapani
2010. Cultural Tourism and Creative Regeneration: Two Case Studies. International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research. Vol. 4 Issue 3. Pp.214 – 227
Shahab, Yasmine Zaki
2001. Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Laboratorium Antropologi FISIP-UI. Th. XXV, No. 66, Hal 46-57
Disertasi
Gunawijaya, Jajang
2011 Tatali Paranti Karuhun: Invensi Tradisi Komunitas Kasepuhan Gunung Halimun di Sukabumi, Jawa Barat. Disertasi Strata Tiga. Tidak Diterbitkan. Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia.
Situs
www.theglobal-review.com (diakses pada tanggal 2 Februari 2014 pukul 15.09)
www.indonesia.travel (Diakses pada 5 April 2014 pukul 20.00)
Invensi tradisi : Atraksi wisata berbasis ..., Winda Novia Rahmanisa, FISIP UI, 2014
Recommended