View
243
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Penelitian ini dilaksanakan di hutan primer Gunung Pesawaran Taman
Hutan Raya Wan Abdul Rachman Bandar Lampung yang memiliki
ketinggian 1200 sampai 1660 mdpl. Penelitian yang dilaksanakan pada
bulan agustus 2008 mendapatkan hasil sebagai berikut
1. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik
Dalam penelitian dilakukan pengukuran terhadap kondisi lingkungan, yaitu
suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya. Berdasarkan
pengukuran yang telah dilakukan dilakukan dilapangan didapat hasil
sebagai berikut:
a. Suhu rata-rata pada malam hari berkisar antara 15-20oC sedangkan suhu
rata-rata pada siang hari berkisar antara 18-29oC.
b. Kelembaban udara berkisar antara 60%-86%.
c. Intensitas cahaya berkisar antara 600 Lux ditempat yang ternaung sampai
1070 Lux pada tempat yang terdedah.
27
2. Jumlah Spesies
Dari hasil penjelajahan dan pengoleksian sampel di lokasi penelitian pada
bulan Agustus 2008 ditemukan beberapa spesies anggrek. Setelah dilakukan
identifikasi diperoleh 20 spesies anggrek liar yang terbagi dalam 15 genus.
Daftar inventarisasi spesies-spesies anggrek tersebut dapat dilihat dalam
tabel berikut.
Tabel 1. Anggota orchidales yang ditemukan di daerah jelajah
No Genus Spesies
1 Acriopsis Acriopsis javanica
2 Agrostophyllum Agrostophyllum sp1
3 Agrostophyllum sp2
4 Apendiculata Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr
5 Angraecum Angraecum mahavahens
6 Bulbophyllum Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f
7 Bulbophyllum sp
8 Calanthe Calanthe sp
9 Coelegine Coelegyne incrassata Bl Lindl
10 Dendrobium Dendrobium paniferum J.J.Sm
11 Eria Eria oblitterata
12 Eria sp1
13 Eria sp2
14 Gastrochilus Gastrochilus sororius
15 Nephelaphyllum Nephelaphyllum tenuiflorum Bl.,Bijdr
16 Oncidium Oncidium cebolleta
17 Phalaenopsis Phalaenopsis sumatrana-alba Korth. & Rchb.f
18 Pholidola Pholidota carnea (Bl.) Lindl.
19 Pholidola chinensis Lindl
20 Spatoglotis Spatoglotis sp
28
3. Deskripsi Spesies Anggrek
Spesies 1 : Acriopsis javanica
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 8. Acriopsis javanica foto pengamatan
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, tidak mempunyai pseudobulp,
rimpang pendek, berumpun. Daun tunggal, bangun garis, ujung runcing, tepi
rata, panjang 20-30 cm, lebar 2-5 cm, upih daun memeluk rimpang,
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.
29
SPESIES 2
Spesies : Agrostophyllum sp1
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 9. Agrostophyllum sp1 foto pengamatan (a) dan foto
http://images.google.co.id (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang pipih, hijau. Daun tunggal, lancet,
ujung tumpul, tepi rata, panjang 5-20 cm, lebar 1-2 cm, pelepah daun
memeluk batang, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna
hijau. Akar serabut, putih kotor.
30
SPESIES 3
Spesies : Agrostophylum sp2
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 10. Agrostophyllum sp2 foto pengamatan pada habitat (a) dan foto
di laboratorium (b)
Habitus herba, menahun, epifit. Batang bulat, hijau berumpun dengan
pertumbuhan simpodial, umbi semu beruas banyak bentuk pipih, tertutup
oleh upih daun yang terlihat rapuh tetapi tidak mudah layu atau rontok.
Daun Tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8
cm, lebar 2-5 cm, mempunyai upih daun yang memeluk umbi semu, tidak
bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau.
Akar serabut, putih kotor
31
SPESIES 4
Spesies : Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr
Nama daerah : tidak diketahui
a
b
Gambar 11. Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr foto pengamatan pada habitat
(a) dan foto di laboratorium (b)
Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, mencapai 50 cm, hijau,
berumpun. Daun tunggal, lancet, pangkal memeluk batang, ujung tumpul,
tepi rata, panjang 1,5-2 cm, lebar 0,5-1 cm, duduk berselang seling,
32
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal terminalis, berwarna
putih. Buah berupa buah kotak, bulat, hijau. Akar serabut, putih kotor.
SPESIES 5
Spesies : Angraecum mahavahens
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 12. Angraecum mahavahens foto pengamatan
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau,
berumpun. Daun tunggal, pangkal daun memiliki upih daun yang memeluk
batang, ujung runcing, tepi rata, panjang 2-5 cm, lebar 0,3-0,5 cm,
bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau.
Akar serabut, putih kotor.
33
SPESIES 6
Spesies : Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f
Nama daerah : tidak diketahui
a
b
Gambar 13. Bulbophyllum vaginatum (Lindl.) Rchb.f foto pengamatan (a)
dan foto http://www.orchidsindonesia.com (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp,
rimpang panjang merayap. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung
tumpul, tepi rata, bentuk bulat telur meruncing, tekstur kaku, panjang 5-8
cm, lebar 2-5 cm, bertangkai pendek menancap pada pseudobulb,
34
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal terminalis,
menggantung. Buah tidak ditemukan. Akar serabut, putih kotor.
SPESIES 7
Spesies : Bulbophyllum sp
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 14. Bulbophyllum sp foto pengamatan
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau,
rimpang pendek. Daun tunggal, lancet, menancap pada pseudobulp, pangkal
runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai,
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.
35
SPESIES 8
Spesies : Calanthe sp
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 15. Calanthe sp foto tandan bunga (a) dan foto saat pengambilan
sampel (b)
Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, hijau dengan rimpang yang
pendek. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata,
panjang 30-50 cm, lebar 10-15 cm, bertangkai cukup panjang, duduk
berselang seling, pertulangan melengkung, berwarna hijau. Bunga majemuk
terminalis, menggantung, panjang tandan 75-100 cm, bunga berwarna
kuning cerah. Akar serabut, putih kotor.
36
SPESIES 9
Spesies : Coelegyne incrassata (Bl).Lindl
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 16. Coelegyne incrassata (Bl).Lindl foto habitus dengan buah (a)
dan bunga (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau,
berumpun. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata,
panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai pendek, duduk berhadapan,
menancap pada pseudobulb, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga
majemuk terminalis, bentuk bulir, menggantung, panjang tandan 15-25 cm,
berwarna kuning pucat. Buah berupa buah kotak, bulat gada dengan 6 sirip,
hijau. Akar serabut, putih kotor.
37
SPESIES 10
Spesies : Dendrobium paniferum J.J.Sm
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 17. Dendrobium paniferum J.J.Sm foto pengamatan (a) dan foto
http://www.orchidsindonesia.com (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau
Daun tunggal, lancet, pangkal memeluk batang, ujung runcing, tepi rata,
panjang 0,5-1 cm, lebar 1 cm, bertangkai, duduk berselang seling,
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga tunggal, menggantung. Akar
serabut, putih kotor.
38
SPESIES 11
Spesies : Eria oblitterata
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 18. Eria oblitterata foto habitus di laboratorium
Habitus herba, tahunan, epifit menggantung. Batang bulat, mempunyai
pseudobulp, hijau. Daun tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing,
tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai, duduk berselang seling,
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga majemuk lateralis, bentuk bulir,
menggantung, panjang tandan 15-25 cm, berwarna merah muda. Buah
berupa buah kotak, bulat, hijau. Biji tidak ditemukan dalam pengamatan.
Akar serabut, putih kotor.
39
SPESIES 12
Spesies : Eria sp1
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 19. Eria sp1 foto batang (a), dan foto dari Handayani (1997) (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, berwarna coklat, berumpun,
pertumbuhan simpodial, batang beruas banyak, panjang 81-90 cm, diameter
2-2,5 cm, bulat berwarna cokelat bata. Daun tunggal, lancet, pangkal
meruncing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar 2-5 cm,
bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, upih daun memeluk
40
batang dan terdapat banyak trikoma yang berwarna merah bata, berwarna
hijau tua, panjang 14-15 cm, ]ebar 4,5-5 cm. Akar serabut, putih kotor.
SPESIES 13
Spesies : Eria sp2
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 20. Eria sp2 foto pengamatan pada habitat (a) dan foto
di laboratorium (b)
Habitus herba, tahunan, epifit, berumpun. Batang bulat, hijau, mempunyai
rimpang yang semu, tumbuh simpodial. Daun tunggal terdapat diujung
batang berjumlah 4-6 helai, bentuk pedang, pangkal runcing, ujung runcing,
tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-1,5 cm, duduk berselang seling,
pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih kotor.
41
SPESIES 14
Spesies : Gastrochilus sororius Schltr
Nama daerah : tidak diketahui
a
b
Gambar 21. Gastrochilus sororius Schltr foto pengamatan (a)
dan foto http://www.orchidsindonesia.com (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, tidak mempunyai pseudobulp,
berwarna hijau. Daun tunggal, bangun garis, pangkal runcing, ujung
runcing, tepi rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-1 cm, tidak bertangkai, upih
daun memeluk batang, duduk berselang seling, pertulangan sejajar,
berwarna hijau. Bunga berupa bunga tandan lateralis, bentuk bulir,
menggantung, panjang tandan 15-25 cm, tenda bunga berwarna kuning
42
dengan bercak-bercak coklat, diameter bunga1,5 cm. Akar serabut, abu-abu
kehijauan.
SPESIES 15
Spesies : Nephelaphyllum tenuiflorum Bl.
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 22. Nephelaphyllum tenuiflorum Bl. foto pengamatan (a) dan foto
bunga dari http://www.orchidsindonesia.com bunga (b)
Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, mempunyai pseudobulp,
berwarna ungu. Daun tunggal, bentuk tombak, pangkal rata, ujung runcing,
tepi rata, panjang 5-8 cm, lebar pangkal 4-6 cm, bertangkai, duduk
berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Akar serabut, putih
kotor.
43
SPESIES 16
Spesies : Oncidium cebolleta
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 23. Oncidium cebolleta foto pengamatan
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat pendek. Daun tunggal, tebal
berdaging, bangun paku, pangkal daun dengan upih yang memeluk batang,
ujung daun tumpul, tepi rata, panjang 5-12 cm, lebar 0,3-0,5 cm, duduk
berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau keputih-putihan. Akar
serabut, putih kotor.
44
SPESIES 17
Spesies : Phalaenopsis sumatrana Korth. & Rchb.f
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 24. Phalaenopsis sumatrana-alba Korth. & Rchb.f. foto
pengamatan
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, sangat pendek, hijau. Daun
tunggal, berjumlah 4-6, bulat telur terbalik, tepi rata, panjang 15-25 cm,
lebar 5-9 cm, bertangkai, duduk berselang seling, pertulangan sejajar,
berwarna hijau. Bunga majemuk tandan terminalis, panjang tandan 20 cm,
berbunga 3-9 buah, besar sedang, daun kelopak punggung oval memanjang,
warna putih, dengan labelum berwarna kuning, daun kelopak dengan bentuk
dan warna kurang lebih sama.
45
SPESIES 18
Spesies : Pholidota carnea (Bl)Lindl
Nama daerah : tidak diketahui
a b
Gambar 25. Pholidota carnea (Bl)Lindl foto habitus dengan buah (a) dan
bunga (b)
Habitus herba, tahunan, epifit. Batang bulat, mempunyai pseudobulp, hijau.
Daun tunggal terdapat di ujung pseudobulb berjumlah 2, lancet, pangkal
runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 8-20 cm, lebar 2-5 cm, bertangkai
pendek, duduk berselang seling, pertulangan sejajar, berwarna hijau. Bunga
majemuk (tandan) terminalis, menggantung, panjang tandan 15-25 cm,
berwarna merah muda. Buah berupa buah kotak, bulat, hijau. Akar serabut,
putih kotor, abu-abu.
46
SPESIES 19
Spesies : Pholidola chinensis Lindl
Nama daerah : anggrek bongko, Anggrek bongkol
a c
Gambar 26. Pholidola chinensis Lindl. foto di laboratorium(a), dan foto dari
http:// www.springerlink.com (b)
Habitus terna, epifit, tinggi, tahunan, tinggi 20-40 cm. Batang bulat, alau
bulat telur, diameter 2-5 cm, panjang 5-8 cm, berair atau sukulen, licin,
hijau. Daun tunggal, tangkai pendek, berseling, helaian daun bentuk lanset
atau lonjong, panjang 10-20 cm, lebar 4-8 cm, ujung meruncing, pangkal
rimcing, tepi rata, pertulangan sejajar melengkung, permukaan licin, hijau.
Bunga majemuk, bentuk bulir, di ketiak daun, kelopak bentuk oval, ujung
runcing, panjang 1-2 cm, coklat, kelopak lepas, 5 helai, bentuk tidak sama,
putih. Buah kotak, bentuk kapsul, permukaan berusuk, panjang 2-3 cm,
47
hijau. Biji bulat, kecil, jumlah sangat banyak, halus, coklat. Akar serabut,
berwarna coklat kehijauan.
SPESIES 20
Spesies : Spatoglotis sp
Nama daerah : tidak diketahui
Gambar 27. Spatoglotis sp. foto pengamatan
Habitus herba, tahunan, terestrial. Batang bulat, rizoma pendek. Daun
tunggal, lancet, pangkal runcing, ujung runcing, tepi rata, panjang 5-8 cm,
lebar 2-5 cm, bertangkai panjang, duduk berselang seling, pertulangan
sejajar melengkung, berwarna hijau tua. Akar serabut, putih kotor.
B. Pembahasan
Sebagaian besar kaki Gunung Pesawaran bahkan sampai lereng gunung telah
menjadi kebun kopi atau ladang yang dikelola oleh penduduk, meskipun
48
kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan taman hutan raya. Kondisi ini
menyebabkan hanya sebagian kecil dari kawasan gunung pesawaran yang
masih termasuk dalam hutan primer. Selain perkebunan kopi penduduk,
sebagian lagi berupa ladang dan semak semak belukar bekas kebun yang telah
ditinggalkan oleh penduduk.
Hutan primer gunung pesawaran hanya pada ketinggian 1200 mdpl sampai
1600 mdpl. Dengan kondisi habitat yang gelap dengan naungan dan pohon-
pohon yang ditumbuhi lumut. Dari ketinggian 1200 sampai 1600 mdpl hanya
dalam jarak 2 km. Ini menunjukkan bahwa pada hutan ini merupakam daerah
yang memiliki rata-rata kemiringan yang cukup tajam. Meskipun memiliki
kemiringan yang cukup tajam, namun terdapat banyak pohon-pohon yang besar
yang mendominasi dan membentuk naungan yang rapat.
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai September. Pada masa ini
musim hujan belum tiba, namun musim kemarau hampir berakhir. Sedangkan
waktu anggrek berbunga pada umumnya pada awal musim penghujan, hal ini
menyebabkan banyak anggrek yang diketemukan belum berbunga atau
bunganya belum mekar.
Inventarisasi dilakukan dengan menggunakan metode jelajah dengan
menyusuri jalan setapak di hutan primer gunung pesawaran. Keuntungan
metode ini peneliti dapat menghindari daerah yang tidak mudah di jangkau
seperti jurang dan tebing. Inventarisasi dilakukan dengan mencatat setiap
spesies yang ditemukan kemudian melakukan pengambilan gambar, dan
sampel apabila memungkinkan untuk di identifikasi. Identifikasi berdasarkan
49
gambar dan sampel tumbuhan dilakukan dilaboratorium pembelajaran biologi
Universitas Lampung.
Berdasarkan dari hasil pengoleksian dan identifikasi sampel anggrek yang
tumbuh di hutan primer Gunung Pesawaran, diperoleh 20 spesies yang terbagi
dalam 15 genus yaitu genus Acriopsis, Agrostophyllum, Apendiculata,
Agraecum, Bulbophyllum, Calanthe, Coelegine, Dendrobium, Eria,
Gastrochilus, Nephelaphyllum, Oncidium, Phalaenopsis, Pholidota, dan
Spatoglotis.
Genus Acriopsis ditemukan hanya satu spesies epifit yaitu Acriopsis javanica.
Genus Agrostophyllum ditemukan dua spesies, dua epifit yaitu Agrostophyllum
sp1, Agrostophyllum sp2. Genus Apendiculata ditemukan satu spesies yaitu
Apendiculata ramosa Bl.,Bijdr. Genus Agraecum ditemukan satu spesies epifit
yaitu Angraecum mahavahens. Genus Bulbophyllum ditemukan dua spesies
epifit yaitu Bulbophyllum vaginatum (Lindl.)Rchb.f dan Bulbophyllum sp.
Genus Calanthe ditemukan hanya satu spesies terestrial yaitu Calanthe sp.
Genus Coelegine ditemukan satu spesies epifit yaitu Coelegyne incrassata Bl
Lindl. Genus Dendrobium ditemukan satu spesies yaitu Dendrobium paniferum
J.J.Sm. Genus Eria ditemukan tiga spesies yang semuanya epifit yaitu Eria
oblitterata, Eria sp1dan Eria sp2. Genus Pholidota ditemukan dua spesies yaitu
Pholidola chinensis Lindl, dan Pholidola charnea (Bl.) Lindl. Sedangkan
genus Gastrochilus, Nephelaphyllum, Oncidium, Phalaenopsis, dan Spatoglotis
hanya ditemukan masing-masing satu spesies yang sebagian besar epifit hanya
genus Spatoglotis dan Nephelaphyllum yang merupakan tumbuhan terestrial.
50
Spesies yang dimaksud adalah Gastrochilus sororius, Nephelaphyllum
tenuiflorum Bl.,Bijdr, Oncidium cebolleta, Phalaenopsis sumatrana-alba Korth.
& Rchb.f., dan Spatoglotis sp.
Spesies anggrek yang ditemukan di hutan primer Gunung Pesawaran sebagian
besar merupakan anggrek epifit yaitu 16 spesies dan 4 spesies merupakan
anggrek terestrial. Anggrek epifit hidup menumpang pada dahan-dahan atau
batang pohon. Anggrek epifit mendapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan perkembangan dari air yang menetes/pencucian daun-daun
tanaman yang lebih besar atau dari penguraian bahan-bahan mati dengan
bantuan organisme lain (Gunawan.2005. Hal: 29). Sedangkan anggrek
terestrial mendapatkan nutrisi dari tanah.
Selain itu kondisi lingkungan didaerah ini juga sangat berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan angrek. Dari hasil pengukuran dilapangan
didapat suhu rata-rata pada malam hari berkisar antara 15-20oC sedangkan
suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 18-29oC. Menurut Iswanto (2007)
kisaran suhu tersebut sesuai dengan kisaran suhu yang dibutuhkan beberapa
anggrek seperti Cymbidium, Miltonia, Dendrobium, Cattleya, Oncidium,
Vanda, dan Renanthera. Anggrek terestrial umumnya lebih tahan panas dari
pada anggrek epifit. Namun tidak semua anggrek terestrial toleran terhadap
suhu yang tinggi, karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi
sehingga menghambat pertumbuhan.
Kelembaban udara turut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anggrek. Pada umumnya kelembaban udara yang dibutuhkan
51
anggrek relatif tinggi untuk menunjang pertumbuhan anggrek. Menurut
Iswanto (20007) kelembaban yang dibutuhkan anggrek berkisar antara 60%
sampai 80%. Kelembaban tinggi dibutuhkan antara lain untuk menghindari
proses penguapan yang berlebihan. Dari hasil pengukuran di hutan primer
Gunung Pesawaran didapat bahwa kelembaban udara rata-rata 60%-86%. Pada
kisaran kelembaban tersebut tanaman anggrek dapat mempertahankan
kandungan air yang ada untuk pertumbuhan dan berbagai reaksi metabolisme
didalamnya.
Pengukuran intensitas cahaya pada hutan primer gunung Pesawaran berkisar
antara 600 lux ditempat yang ternaung sampai 1070 lux pada tempat yang
terdedah. Dengan banyaknya pohon yang membuat lantai hutan ternaungi
maka intensitas cahaya yang sampai pada lantai hutan hanya sedikit. Keadaan
ini sesuai untuk pertumbuhan anggrek yang cenderung membutuhkan intensitas
cahaya rendah untuk pertumbuhannya.
Tumbuhan anggrek epifit menempel pada pohon yang memiliki struktur kulit
lunak, tebal dan tidak mengelupas, seperti meranti, waru, rengas, dan lain-lain.
Struktur kulit pohon yang seperti ini memudahkan biji anggrek untuk
menempel dan memperoleh unsur-unsur yang dia perlukan untuk
pertumbuhannya, karena anggrek epifit mendapatkan unsur-unsur untuk
pertumbuhan dan perkembangannya dari pencucian daun-daun tumbuhan yang
lebih tinggi. Struktur kulit pohon yang keras, tipis dan dapat mengelupas
seperti pada kulit pohon jambu biji dan bambu tidak dapat ditumbuhi anggrek,
karena biji anggrek tidak dapat menempel dan tumbuh pada kulit pohon seperti
52
ini. Pada kulit pohon seperti ini biji anggrek yang menempel akan ikut jatuh
bersama kulit pohon yang terkelupas sebelum sempat tumbuh.
Dari hasil pengamatan dilapangan, ditemukan anggrek epifit menempel pada
pohon-pohon tinggi yang membentuk naungan untuk lantai hutan atau pada
pohon yang lebih rendah. Kebanyakan spesies anggrek yang ditemukan
tumbuh bersama dengan rumpun lumut yang juga banyak tumbuh pada pohon-
pohon di hutan primer Gunung Pesawaran. Pohon-pohon yang ditumpangi oleh
anggrek antara lain pohon meranti (Shorea leprosura), mahoni (Swietenia
mahagoni), bungur (Lagerstroma speciosa), dan berangan (Castanopsis
argentea). Pohon-pohon ini pada umumnya selain memiliki kulit pohon yang
lunak juga ditumbuhi oleh lumut, sehingga lebih mudah bagi biji anggrek
untuk tumbuh pada pohon yang sudah ditumbuhi lumut karena lumut menjaga
kandungan air untuk pertumbuhn awal biji selain itu juga menyediakan unsur
hara lain untuk pertumbuhan awal kecambah anggrek.
53
A. Aplikasi Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar
54
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber
belajar untuk meningkatkan pemahaman materi pokok fungi pada siswa SMA
kelas X semester 1. Kompetensi dasar yang harus dicapai siswa pada materi
pokok fungi (jamur) menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah
siswa mampu mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis-jenis jamur berdasarkan hasil
pengamatan, percobaan, dan kajian literatur, serta peranannya dalam
kehidupan.
Untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, seorang guru dalam kegiatan
belajar-mengajar harus memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara
efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau
biasanya disebut metode mengajar. Jadi, metode adalah strategi pengajaran
sebagai alat untuk mencapai tujuan (Djamarah dan Zain, 2006).
Selian itu guru juga harus pandai dalam memilih sumber belajar. Karena dalam
proses belajar mengajar ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak
didik. nilai-nilai itu terambil dari berbagai sumber yang dipakai dalam proses
belajar mengajar. Sumber belajar adalah sesuatu yang dapat dipergunakan
sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar
seseorang (Winataputra dan Ardiwinata, 1991: 165 dalam Djamarah dan Zain,
2006). Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah alam
lingkungan (Roestiyah, N.K., 1989: 53 dalam Djamarah dan Zain, 2006). Salah
satu sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran materi Fungi
adalah Gunung Betung.
55
Materi dari hasil penelitian dapat disampaikan dengan metode karya wisata
salah satu metode yang melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan cara
mengamati dunia sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung, yang
meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda lain. Dengan mengamati
secara langsung maka anak akan memperoleh kesan yang sesuai dengan
pengamatannya.
Setelah dilakukan perencanaan yang matang, karya wisata dapat dilaksanakan
dengan alokasi waktu 4 x 45 menit. Sebelum karya wisata dilakukan siswa
terlebih dahulu dibagi dalam kelompok kerja dan diberi penjelasan singkat
tentang konsep yang akan dipelajari. Pada saat pelaksanaan siswa secara
langsung melakukan penjelajahan dan pangamatan langsung pada objek di
Gunung Betung di ketinggian 600 m dpl.
Dilokasi siswa langsung melaksanakan pengamatan dengan menggunakan LKS
dan hasil penelitian sebagai penuntun kerja dan penunjang. Menurut Sudjana
(1991) penyampaian materi dengan menggunakan LKS menyebabkan siswa
menjadi lebih aktif. Dengan demikian hasil belajar siswa diharapkan menjadi
lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan media tersebut. Siswa
menginventarisasi jamur, kemudian mangamati bagaimana ciri-ciri jamur yang
ditemukan selanjutnya didiskusikan untuk mencari klasifikasi dan peranan
jamur tersebut di alam khususnya di Gunung Betung. Setelah mendapatkan
hasil, siswa dituntut dapat mengkomunikasikan laporan hasil pengamatannya.
Pada akhir kegiatan belajar mengajar dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk
mengetaui tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap materi yang telah
56
diberikan. Evaluasi diberikan dalam bentuk soal yang berisi pertanyaan
mengenai ciri-ciri Basidiomycotina dan peranannya bagi kehidupan.
Aplikasi hasil penelitian Inventarisasi Basidiomycotina pada ketinggian 600 m
dpl di Gunung Betung Tahura Wan Abdul Rachman Bandar Lampung dapat
digambarkan dalam strukturisasi hasil penelitian sebagai sumber belajar biologi
SMA kelas X semester 1 pada materi pokok Fungi yang disajikan pada gambar
5.
Basidiomycotina
Inventarisasi
Faktor biotik:
1.Jumlah individu
2.Jumlah tubuh
buah
Faktor lingkungan:
Suhu, kelembaban,
pH, intensitas
cahaya.
Sumber belajar
Kurikulum SMA 2006 (KTSP)
57
Gambar 5. Strukturisasi Konsep Inventarisasi Basidiomycotina Pada Ketinggian 600 m
dpl Di Gunung Betung Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Bandar
Lampung.
5. Pembahasan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar
58
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber belajar di
SMA kelas X semester 2. Kurikulum tingkat satuan pendidikan di SMA kelas
X semester 2 memuat materi Arthropoda sub materi Orthoptera. Salah satu
indikator yang dituntut oleh kurikulum adalah siswa mampu mengidentifikasi
anggota filum Arthropoda dan mendeskripsikan peranannya dalam kehidupan
di alam.
Untuk mencapai indikator tersebut, seorang guru harus dapat menciptakan
kondisi pembelajaran yang menyenangkan dan juga harus terampil dalam
memilih dan menggunakan metode mengajar. Dengan pemilihan metode yang
tepat, siswa diharapkan dapat memahami konsep pelajaran dengan mantap
yang akhirnya berdampak optimal terhadap hasil belajar siswa.
Metode mengajar merupakan suatu cara dalam mengajar agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan baik . Hal ini sesuai dengan pendapat
Surakhmad (1979, 23) yang mengatakan bahwa metode adalah suatu cara yang
dalam fungsinya merupakan suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, makin
baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuannya.
Kurikulum yang menuntut siswa agar dapat mengidentifikasi anggota filum
Arthropoda dan mendeskripsikan peranannya dalam kehidupan dapat dipenuhi
dengan langsung mempelajarinya di alam. Metode yang dianggap cocok untuk
mempelajarinya adalah metode karyawisata. Metode karya wisata adalah suatu
cara mengajar yang dilakukan dengan jalan mengunjungi suatu tempat untuk
mempelajari hal-hal tertentu dibawah bimbingan guru. Dengan membawa
59
siswa langsung ke alam, diharapkan timbul sifat ingin menyelidiki dan siswa
dapat pengalaman yang sesungguhnya.
Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini memerlukan
keahlian dan ketrampilan guru. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dan
diperhatikan, mulai dari perancanaan, pelaksanaan sampai tahap tindak lanjut.
Hal ini dimaksudkan agar karya wisata dapat berjalan secara efektif dan
efesien.
Tahap perencanaan meliputi penetapan tujuan, lamanya waktu pelaksanaan,
memperhitungkan jumlah peserta, memeperhitungkan iklim dan suasana objek,
biaya dan menyusun kelompok-kelompok. Tahap pelaksanaan meliputi
kegiatatn observasi dan tertib pelaksanaan di lokasi. Sedangkan tahap tindak
lanjut meliputi tahap mendiskusikan hasil observasi dan membuat laporan
hasil pengamatan.
Karya wisata juga memiliki kelemahan-kelemahan yang harus di perhitungkan.
Diantaranya adalah biaya yang tidak sedikit, dan pada karya wisata juga sering
kali lebih menonjolkan unsur rekreasi dari pada belajar, oleh karena itu perlu
persiapan dan perencanaan yang matang.
Setelah dilakukan perencanaan yang matang, karya wisata dapat dilaksanakan
dengan alokasi waktu selama 4x 45 menit. Sebelum karya wisata dilakukan
siswa terlebih dahulu dibagi kedalam beberapa kelompok kerja dan diberikan
penjelasan singkat tentang konsep yang akan dipelajari. Pada saat pelaksanaan
60
siswa secara langsung melakukan pengamatan pada objek di gunung Betung
yang telah terpetakan pada hasil penelitian ini.
Di lokasi siswa langsung melaksanakan pengamatan dengan menggunakan
LKS dan hasil penelitian ” Pemetaan Orthoptera di Gunung Betung” sebagai
penuntun kerja. Siswa menginventarisasi, kemudian mengamati bagaimana
ciri-ciri Orthoptera yang kemudian didiskusikan untuk mencari klasifikasi dan
peranan Orthoptera tersebut di alam, khususnya di gunung Betung. Setelah
mendapatkan hasil, siswa dituntut dapat mengomunikasikan laporan hasil
pengamatan didepan kelas.
Strukturisasi penerapan hasil penelitian ini sebagai sumber belajar Biologi pada
SMA kelas X semester 2 pada materi Arthropoda sub materi Orthoptera
disajikan pada gambar 8.
Pemilihan metode yang
tepat:
Metode Karya Wisata
Perencanaan:
1. Penetapan tujuan.
2. Waktu
3. LKS
4. Memperhitungkan kumlah peserta
5. Memperhitungkan iklim dan suasana objek
6. Biaya
Materi Arthropoda Sub
Materi Orthoptera
Hasil Penelitian dan
LKS sebagai penuntun
kerja siswa
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan
(KTSP)
61
Gambar 8. Strukturisasi Penerapan Hasil Penelitian Pemetaan Orthoptera di
Gunung Betung
Recommended