View
217
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
TRIWULAN IV-2010
KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di
wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan
kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-
fungsi utama.
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2010” ini akhirnya dapat
diselesaikan.
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2010 secara umum masih kondusif. Pertumbuhan
ekonomi pada triwulan IV-2010 mencapai 4,5%. Dari sisi permintaan, perlambatan disebabkan
tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian,
perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan
disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada sektor industri pengolahan, terutama pada industri
makanan dan minuman serta tekstil. Secara keseluruhan tahun 2010, perekonomian Jawa Barat dapat
tumbuh sebesar 6,09%. Dari sisi harga, laju inflasi Jawa Barat relatif rendah dan menjadi sumber yang
mampu menahan inflasi nasional tidak meningkat sangat tinggi.
Sementara itu, kondisi dan ketahanan perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan
penguatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak
ketiga, dan outstanding kredit, yang terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, efisiensi BPR juga turut
membaik dengan risiko kredit dan likuiditas yang masih kuat.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat,
mengalami peningkatan selama triwulan IV-2010. Adapun penerimaan pemerintah pusat meningkat
terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan,
sementara penerimaan Pemerintah Provinsi terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara itu, dari sisi belanja, realisasi belanja Pemerintah
Pusat dan Provinsi di Jawa Barat mengalami peningkatan pada proyek infrastruktur jalan (Jalan Tol
Bogor Ring Road, Jalan Tol Cisumdawu, jalan pintas Cibungur Tanjungrasa), fly over (Lippo Village,
Merak dan Balaraja), irigasi (DAS Citarum) dan waduk (Jatigede).
Di sisi tenaga kerja, perekonomian ekonomi Jawa Barat dalam tiga tahun terakhir mampu
menyerap tenaga kerja relatif siginifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB Jawa Barat secara
rata-rata selama 3 tahun terakhir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 197 ribu orang. Sementara
itu, dari sisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan meningkat.
Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain
berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor
Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia
(APRISINDO), PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, serta PT. Kereta Api. Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.
v
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku
ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat
baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.
Bandung, 8 Februari 2011
Lucky Fathul A.H.
Pemimpin
vi
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................................. vii Daftar Tabel............................................................................................................................ ix Daftar Grafik........................................................................................................................... x Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ xiii RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 7
1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 9 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 10 1.2. Investasi .................................................................................................................. 12 1.3. Ekspor Impor ........................................................................................................... 15
2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 17 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 18 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 23 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 24 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi ...................................................................................... 26 2.6. Sektor Lainnya ........................................................................................................... 26
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 29
1. Perkembangan Inflasi ....... ................................................................................................ 31 1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 32
Inflasi Tahunan.......................................................................................................... 32 Inflasi Triwulanan..................................................................................................... 33
1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 35 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi........ .................................................................. 42
2.1. Fundamental............................................................................................................... 42 Eksternal ................................................................................................................. 42
Ekspektasi Inflasi .............................................................................. ....................... 44 Interaksi Permintaan dan Penawaran ....................................................................... 45
2.2. Non Fundamental....................................................................................................... 45 Volatile Foods ........................................................................................................... 45 Administered price .................................................................................................... 46
Boks 1. Tingginya Kenaikan Harga Cabai ......................................................................... 48 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 51
1. Struktur Perbankan di Jawa Barat ..................................................................................... 53 2. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 53
2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas .................................................................................. 53 Perkembangan Dana Pihak Ketiga ................................................................................. 53 Risiko Likuiditas ........................................................................................................... 55
2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya ........................................................................... 55 Perkembangan Kredit ................................................................................................. 55 Risiko Kredit ............................................................................................................... 58
3. Bank Umum Syariah .......................................................................................................... 58 4. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 59
BAB 4 KEUANGAN DAERAH............................... ................................................................. 61 1. Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat................ ....................................................... 63 1.1. Pendapatan Pemerintah Pusat di Daerah ..................................................................... 63 1.2. Pendapatan Pemerintah Provinsi.................................................................................. 64 2. Belanja Daerah.................................................................................................................... 65
2.1. Belanja APBN di Jawa Barat ......................................................................................... 65 Belanja Dana Tugas Pembantuan ................................................................................ 66
vii
Belanja Dana Dekonsentrasi ...................................................................................... 66 2.2. Belanja APBD Provinsi Jawa Barat................................................................................ 67
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................................... 69
1. Pengedaran Uang Kartal..................................................................................................... 71 1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) ...................................................... 71 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ............................................................................ 73 1.3. Uang Palsu ................................................................................................................. 74
2. Sistem Pembayaran Non Tunai............................................................................................ 74 2.1 Kliring Lokal................................................................................................................ 75 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS).............................................................................. 75
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH............. 77
1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 79 Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat ..................................................................... ........... 79
2. Kesejahteraan..................................................................................................................... 81
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH .......................................................................................... 83 1. Prospek Ekonomi Makro..................................................................................................... 85 2. Prakiraan Inflasi .................................................................................................................. 86 Boks 2. Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di Awal Tahun 2011 ........ 88
LAMPIRAN............................................................................................................................................... 99 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 104
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy) ................ 10 Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat ........................................................ 14 Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli............................................. 16 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat-Sisi
Penawaran.................................................................................... .................................. 17 Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat................................................................................... 24 Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat..................................... 25 Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat .................................................................. 25 Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (juta kwh)....................................................................... 27 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ............................... 33 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ........................... 34 Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-
2010 (qtq, %)................................................................................................................. 36 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................ 36 Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 37 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 38 Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa..................................... 39 Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa.................................. 40 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa............................... 41 Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa............................ 42
Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat ........................................................... 57 Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat ........................................................... 60 Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat ........................................................... 60 Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Barat I………………………………………………………….......... .................................... 64 Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................................ 64 Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat.................................... 65 Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Bantuan Terbesar....................... 66 Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat....................................................................... 66 Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat .................................................... 66
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung. ................. 73 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat........................................................ 75 Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan PekerjaanUtama.............................................. 80 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor di Jawa Barat (2007=100) ............................................ 82
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) .............................................................. 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 10 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ..................................................................... 11 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi........................................................................................... 11 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran.................................................................................... ............... 11 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman........................................................................ 11 Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga....................................................................................... 11 Grafik 1.8. Kredit Konsumsi .............................................................................................................. 12 Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi................................................................................................... 12 Grafik 1.10. Nilai Tukar Petani............................................................................................................. 13 Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek ................................................. 13 Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek ............................................. 13 Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota ........................... 13 Grafik 1.14. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi .................................................................................. 13 Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat........................................................................................ 14 Grafik 1.16. Impor Barang Modal........................................................................................................ 14 Grafik 1.17. Nilai Ekspor Jawa Barat.................................................................................................... 15 Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 15 Grafik 1.19. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat ............................................................................ 16 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor TPT ........................................................................................... 16 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi .................................................................. 16 Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik........................... ................................................. 16 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan................................................................................. 16 Grafik 1.24. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli........................... .............................. 17 Grafik 1.25. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 17 Grafik 1.26. Nilai Impor Jawa Barat ..................................................................................................... 18 Grafik 1.27. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat................................................................ 18 Grafik 1.28. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat............................................................ 18 Grafik 1.29. Luas Panen Padi di Jawa Barat ......................................................................................... 19 Grafik 1.30. Konsumsi Listrik Industri .................................................................................................. 21 Grafik 1.31. Penjualan Motor Nasional ................................................................................................ 21 Grafik 1.32. Penjualan Mobil Nasional................................................................................................. 21 Grafik 1.33. Nilai Ekspor Kendaraan..................................................................... ............................... 21 Grafik 1.34. Volume Ekspor Kendaraan............................................................................................... 22 Grafik 1.35. Produksi Kendaraan Bermotor ......................................................................................... 23 Grafik 1.36. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman ....................................................... ................ 23 Grafik 1.37. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon ........................................................................... 24 Grafik 1.38. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat........................ 24 Grafik 1.39. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat ........................................ 24 Grafik 1.40. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 25 Grafik 1.41. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan
Komunikasi ..................................................................................................................... 25 Grafik 1.42. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi........................... 26 Grafik 1.43. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 26 Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional................................................................. 31 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional.......................................................................... 32 Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional ...................................................................... 32 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Triwulan IV-2010............................................................................................................. 33
x
Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 ............................................................................................................ 34
Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota ...................................................................... 35 Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung ........................................................................................ 36 Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung............................................................................... 37 Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi............................................................................................. 37 Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi ................................................................................... 38 Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Depok ............................................................................................ 38 Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kota Depok................................................................................... 39 Grafik 2.13. Inflasi Tahunan Kota Bogor ............................................................................................. 39 Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kota Bogor.................................................................................... 40 Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Cirebon .......................................................................................... 40 Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Kota Cirebon................................................................................. 41 Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi ....................................................................................... 41 Grafik 2.18. Inflasi Kota Sukabumi ..................................................................................................... 41 Grafik 2.19. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya.................................................................................... 42 Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya .......................................................................... 42 Grafik 2.21. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang................................................................................. 43 Grafik 2.22. Perkembangan Kurs Rupiah ............................................................................................ 43 Grafik 2.23. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional............................... 43 Grafik 2.24. Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional ............................................................ 44 Grafik 2.25. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung.................................. 44 Grafik 2.26. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung ........................ 44 Grafik 2.27. Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi................................................................................... 45 Grafik 2.28. Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan ......................................................... 45 Grafik 2.29. Awareness Masyarakat ................................................................................................... 46 Grafik 2.30. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga........................................................................ 46
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat ................................................................. 53 Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis ......................................................................................................... 53 Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat..................................................................... 53 Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat.................................................................... 54 Grafik 3.5. Perkembangan DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat ...................................... 54 Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .......................................................................... 54 Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta .................................................................................... 54 Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta ............................................................................... 54 Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas......................................... .............................................. 55 Grafik 3.10. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan ................................................................................... 55 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan ................................................................... 55 Grafik 3.12. Porsi Kredit Per Sektor Ekonomi ...................................................................................... 56 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Per Sektor Ekonomi ...................................................................... 56 Grafik 3.14. Porsi Kredit Per Kelompok Bank ...................................................................................... 56 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Per Kelompok Bank....................................................................... 56 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat .................................................................... 57 Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM per Jenis Penggunaan di Jawa Barat.................................................. 57 Grafik 3.18. Perkembangan NPL......................................................................................................... 58 Grafik 3.19. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat................................. 58 Grafik 3.20. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat .......................................... 58 Grafik 3.21. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat ...................................................... 58 Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat....................................................... 59 Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat................................................................................ 59 Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR di Jawa Barat ........................................................... 59 Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR di Jawa Barat.......................................................................... 60 Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Daerah Jawa Barat .................................................... 65
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ........................................ 72 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung ..................................................... 73 Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang ........................................................ 74
xi
xii
Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang ........................................................ 74 Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat ........................................................ 76
Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat ................................................................ 79 Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1%.............. 80 Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja .................................................................................. 81 Grafik 6.4. Indeks Penghasilan ......................................................................................................... 81
Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 85 Grafik 7.2. Impor Barang Modal........................................................................................................ 85 Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung ........................ 86 Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat ............................................................ 86
TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO
2009 2010 INDIKATOR Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 73.390 77.680 78.560 77.610 78.710 82.630 81.630
- Pertanian 9.080 10.180 9.470 11.700 9.760 11.600 9.310
- Pertambangan & Penggalian 1.780 1.920 2.000 1.840 1.880 540 540
- Industri Pengolahan 32.940 33.400 34.440 31.890 33.440 34.240 3.420
- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.650 1.830 1.970 1.860 1.850 1.510 1.480
- Bangunan 2.460 2.680 2.830 2.720 2.870 2.980 3.230
- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 14.980 16.660 16.820 16.790 17.250 17.820 18.160
- Pengangkutan dan Komunikasi 3.270 3.480 3.440 3.400 3.860 4.000 4.260
- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.350 2.550 2.580 2.450 2.590 2.730 2.800
- Jasa 4.870 4.980 5.010 4.970 5.200 5.500 6.000
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3,2 4,0 6,1 5,6 8,5 5,8 4,5
Ekspor-Impor*) 3.119,55 3.459,90 3.637,59 3.254,81 3.332,30 2.107,89 2.100,84
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.681,69 5.053,79 5.306,40 5.212,96 5.802,48 4.204,74 4.220,01
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.921,40 1.727,67 1.998,84 1.693,90 1.961,02 1.405,70 1.391,72
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.562,14 1.593,88 1.668,81 1.958,15 2.470,18 2.096,86 2.119,17
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 246,97 272,10 250,90 339,65 373,33 300,35 290,62
Indeks Harga Konsumen* 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 121,74 123,50
- Kota Bandung 112.66 114,51 115,08 116,05 116,60 119,18 120,29
- Kota Bekasi 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 122,14 123,93
- Kota Bogor 116,60 118,60 118,50 119,81 121,53 124,86 126,29
- Kota Sukabumi 116,64 118,10 118,31 119,03 120,24 123,80 124,73
- Kota Cirebon 118,30 121,25 122,00 122,44 123,97 128,33 130,18
- Kota Tasikmalaya 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 124,68 126,53
- Kota Depok 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 121,85 124,59
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)**) 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 5,41 6,62
- Kota Bandung 2,17 1,61 2,11 2,86 3,50 4,08 4,53
- Kota Bekasi 3,59 1,51 1,93 3,20 5,62 6,76 7,88
- Kota Bogor 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 5,28 6,57
- Kota Sukabumi 3,38 3,31 3,49 2,41 3,09 4,83 5,43
- Kota Cirebon 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 5,84 6,70
- Kota Tasikmalaya 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 5,21 5,56
- Kota Depok 6,87 1,33 1,30 2,96 5,47 5,56 7,97
Keterangan: *) Data Ekspor Impor triwulan IV-2010 meliputi data pada bulan Oktober-November 2010 **) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2007
xiii
II. PERBANKAN
xiv
Keterangan: *) Konsep kredit MKM pada tahun 2009 adalah berdasarkan plafon kredit sedangkan 2010 menurut jenis usahanya **) Data Laporan Bank Umum per Desember 2010
III. SISTEM PEMBAYARAN
Keterangan: *) Data Sistem Pembayaran BI Bandung per Desember 2010
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,1 5,49 3,67 6,05 3,6Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6 6,72 5 8,22 5,97Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,8 2,18 5,09 3,14Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 169,98 188,69 202,65Volume Transaksi BI-RTGS 188.863 196.533 232.945 238.919 252.006 274.959 291.564 308140Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,48 2,74 3,04 3,07Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.148 3.170 3.757 3.854 4.131 4.435 4.703 4.669 Kliring Nominal Perputaran Kliring (Rp Triliun) 28,3 30,0 30,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8 Volume Perputaran Kliring 1.365.045 1.373.134 1.393.539 1.395.897 1.428.796 1.468.878 1.475.903 1.328.202 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp Triliun) 0,48 0,48 0,49 0,50 0,51 0,52 0,55 0,51 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring 23.136 22.147 22.120 22.157 23.423 23.692 23.805 20.124
2009 2010Indikator
159,53 147,18 151,19
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**A Bank Umum Konvensional1 Total Aset 162.80 170.85 178.02 181.92 187.08 197.78 210.61 210.852 DPK 123.03 126.97 129.53 133.28 146.76 158.91 163.23 178.05
- Giro 27.48 27.61 27.14 25.32 27.70 32.99 31.71 31.54 - Tabungan 41.63 45.06 47.31 53.05 58.26 63.22 66.81 74.21 - Deposito 53.91 54.31 55.08 54.91 60.80 62.69 64.72 72.31
3 Kredit berdasarkan lokasi proyek 167.13 171.39 174.16 181.41 180.28 193.30 207.34 210.84- Investasi 24.28 24.25 24.74 27.05 27.51 28.23 30.19 32.25- Modal Kerja 79.79 81.36 81.55 83.16 80.59 81.87 92.29 94.95- Konsumsi 63.06 65.77 67.87 71.2 77.10 79.45 84.85 83.64
4 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 87.58 95.46 98.77 102.62 111.45 118.71 123.54 130.97- Investasi 9.18 9.50 9.69 10.36 12.15 13.38 13.21 14.51 - Modal Kerja 39.39 44.00 44.95 46.69 49.50 52.33 55.93 60.62 - Konsumsi 39.02 1.96 45.57 49.80 53.00 54.40 55.83
5 LDR 71.19 75.18 76.25 77.00 75.94 74.70 75.68 73.56 6 Rasio NPL Gross 3.99 3.91 3.82 3.38 3.42 3.35 3.51 3.05 7 Kredit MKM * 75.57 75.39 76.23 76.04 38.93 42.72 30.49 29.86B Bank Umum Syariah1 DPK 4.09 4.49 4.61 4.63 5.29 6.84 7.87 9.35 2 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 3.41 3.53 3.83 3.91 4.07 5.85 6.74 7.81 3 FDR 119.91 127.39 120.23 118.32 130.19 117.03 116.65 119.76C BPR Konvensional1 Aset 6.25 6.53 6.71 7.09 7.35 7.63 8.04 8.482 DPK 4.42 4.65 4.80 5.10 5.38 5.56 5.78 6.06
- Tabungan 0.97 1.03 1.04 1.16 1.27 1.25 1.26 1.39- Deposito 3.46 3.61 3.77 3.94 4.11 4.31 4.53 4.67
3 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 4.52 4.62 4.75 4.84 5.01 5.36 5.65 5.86
2009IndikatorNo.
2010
4 44.13
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,82%.
Dari sisi permintaan, perlambatan dipicu oleh tingginya realisasi impor
Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor.
Dari sisi penawaran, sumber perlambatan laju
pertumbuhan ekonomi berasal dari menurunnya
kinerja sektor industri pengolahan
Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh turunnya kinerja sektor industri pengolahan, karena turunnya kinerja industri makanan dan minuman serta tekstil. Di sisi lain, sektor Perdagangan, Hotel, dan restoran (PHR) dan sektor pertanian tumbuh meningkat sehingga mampu meredam perlambatan pertumbuhan ekonomi.
PERKEMBANGAN INFLASI
Laju inflasi masihmengalami
peningkatan
Selama triwulan IV-2010 laju inflasi Jawa Barat meningkat, yakni dari 5,4% menjadi 6,6%. Namun demikian, secara bulanan, laju inflasi menunjukkan tren yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam.
Tekanan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga sebagian besar
kelompok barang/jasa
Tekanan inflasi yang terjadi bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa, terutama dipicu oleh inflasi kelompok bahan makanan. Berdasarkan faktor penyebabnya, volatile foods merupakan penyebab utama naiknya laju inflasi sementara, pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga. Meskipun laju inflasi Jawa Barat meningkat, namun lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.
PERKEMBANGAN PERBANKAN
Kondisi perekonomian yang masih baik
mendukung kinerja perbankan pada periode
laporan
Intermediasi perbankan meningkat yakni dengan pertumbuhan hingga akhir tahun sebesar 27% dengan risiko kredit yang terjaga (5,3%). Sementara itu, pertumbuhan DPK juga tumbuh dengan laju yang lebih tinggi (33,6%) dibandingkan dengan penyaluran kredit. Kinerja kredit BPR juga cukup baik, yakni tumbuh 21%. Pada periode laporan, efisiensi BPR membaik dari 74,5% menjadi 73,4% sementara risiko kredit dan likuiditas juga masih kuat, sebagaimana yang diindikasikan oleh indikator NPL sebesar (7,28%) dan CAR sebesar 21,4%. Dengan demikian, ketahanan perbankan pada triwulan IV-2010 masih cukup kuat.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Penerimaan pemerintah pusat dan provinsi di Jawa
Barat mengalami peningkatan
Realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan IV-2010. Penerimaan pajak pemerintah pusat tumbuh menjadi 14,6% terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan. Sementara itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga mengalami peningkatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Kinerja realisasi belanja infastruktur membaik
Meski belanja pemerintah pusat maupun provinsi di Jawa Barat masih terbatas yakni dalam kisaran 85% menjadi 90% akibat gangguan cuaca serta terkendalanya penyerahan belanja bantuan, pembiayaan kepada
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
proyek infrastruktur membaik dibandingkan periode sebelumnya. Pembangunan jalan dan jembatan, irigrasi serta waduk berjalan dengan bak karena proses pelaksanaan kegiatan yang lebih cepat dari tahun sebelumnya serta penggunaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam proses lelang.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran non tunai di
Jawa Barat masih mengalami kenaikan
Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 secara umum mengalami penurunan, ditunjukkan dengan perkembangan indikator net inflow yang turun dari sebesar Rp3,13 triliun pada triwulan III-2010 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV-2010. Di sisi lain, sistem pembayaran non tunai, terutama transaksi RTGS, mengalami kenaikan sebesar 7,4% selama triwulan IV-2010. Sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah dan cara perlakuan uang rupiah sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat pemalsuan uang dan memperpanjang umur uang kartal.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan
terus meningkat
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 10,96% pada Agustus 2009 menjadi 10,33% pada Agustus 2010 seiring dengan membaiknya perekonomian Jawa Barat selama tahun 2009 hingga 2010. Kondisi tersebut terindikasikan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, sebagai dampak dari masih kondusifnya perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat.
Dalam rentang waktu 3 tahun, perekonomian Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB secara rata-rata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 190 ribu orang.
Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat mengalami
peningkatan.
Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga membaik sebagaimana peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari 99,8 pada periode sebelumnya menjadi 101,4 pada triwulan IV-2010 seiring perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Kesejahteraan diperkirakan mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan IV-2010.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada
triwulan I-2011 diperkirakan mengalami
peningkatan
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan akan semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-2010, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 5,8-6,4%. Dari sisi permintaan, relatif tingginya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan kenaikan investasi. Sementara itu, dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat, meliputi sektor industri pengolahan, PHR, dan pertanian, diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I-2011 dibandingkan triwulan sebelumnya.
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Dari sisi harga, inflasi Jawa Barat pada triwulan I-2011
diperkirakan cenderung menurun dengan kisaran
6,0%-6,8%
Pada periode laporan, laju inflasi Jawa Barat diperkirakan relatif terkendali. Faktor penyebab turunnya laju inflasi Jawa Barat antara lain adalah Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan permintaan domestik, nilai tukar rupiah yang terjaga, serta harga volatile foods yang relatif stabil. Namun demikian, kondisi eksternal yang belum stabil menjadi risiko tekanan inflasi (upside risk) pada triwulan I-2011.
5
RINGKASAN EKSEKUTIF
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
7
,
BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
8
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
9
Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat selama triwulan IV-2010. Setelah peningkatan laju
pertumbuhan yang tinggi pada periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan
IV-2010 tumbuh melambat dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy). Dari sisi permintaan,
melambatnya perekonomian Jawa Barat dikarenakan tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta
melambatnya konsumsi pemerintah. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian disebabkan oleh
melambatnya kinerja sektor industri pengolahan. Sementara meningkatnya sektor Perdagangan, Hotel,
dan Restoran (PHR) dan sektor pertanian mampu menahan perlambatan pertumbuhan pada triwulan
IV-2010.
Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 6,09% tidak berbeda
dibandingkan pertumbuhan nasional yang mencapai 6,1%. Relatif kuatnya pertumbuhan
tersebut terutama bersumber dari tingginya pertumbuhan triwulan II-2010 yang mencapai 8,5%.
Pertumbuhan pada triwulan II-2010 tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi yang pernah dicapai
oleh Jawa Barat dalam periode tiga tahun terakhir.
1. Sisi Permintaan
Membaiknya komponen permintaan agregat didorong oleh peningkatan konsumsi rumah
tangga, dan investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2010 (Tabel 1.1). Peningkatan terbesar
komponen permintaan agregat terlihat dari tingginya konsumsi rumah tangga khususnya pada akhir
tahun, serta investasi di Jawa Barat yang terus meningkat. Sementara itu, perkembangan ekspor di
Jawa Barat tumbuh meningkat, namun lebih tingginya pertumbuhan impor menyebabkan secara netto
ekspor menurun.
Grafik 1.1. Pertumbuhan EkonomiProvinsi Jawa Barat (yoy)
7.1%
4.7%
6.4%
4.5% 4.4%
3.2%4.0%
6.1%5.6%
8.5%
5.8%
4.5%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV
2008 2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
10
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat – Sisi Permintaan (yoy)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IVKonsumsi Rumah Tangga 8.0% 4.8% 7.8% 4.3% 7.1% 5.6% 8.0% 3.5% 4.1% 5.4% 3.4% 5.4%Konsumsi Pemerintah ‐2.9% ‐14.5% 11.0% 5.0% 4.5% 7.0% 3.2% 1.1% ‐15.9% 10.1% 9.1% ‐2.7%Pembentukan Modal Tetap Bruto 10.4% 8.5% 14.0% 7.9% 12.7% 4.4% ‐9.0% 0.2% 6.1% 6.9% 6.5% 4.2%Ekspor ‐14.2% ‐10.5% ‐20.8% ‐8.4% ‐13.7% ‐13.0% 9.5% 5.3% 6.1% 10.2% 18.4% 19.3%Impor ‐5.5% ‐14.3% ‐19.8% ‐3.9% ‐8.8% ‐2.8% 5.8% ‐8.2% ‐2.6% 5.6% 11.4% 21.7%
PDRB 7.1% 4.7% 6.4% 4.5% 4.4% 3.2% 4.0% 6.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5%
Komponen Penggunaan201020092008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan pertumbuhan yang
relatif tinggi yaitu sebesar 5,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar
3,4%. Meningkatnya konsumsi masyarakat pada masa liburan akhir tahun serta banyaknya promosi
yang diselenggarakan dalam rangka natal dan tahun baru turut mendorong tumbuhnya konsumsi
masyarakat. Hal ini juga didukung oleh tekanan inflasi yang relatif menurun selama triwulan IV-2010.
Namun, pertumbuhan tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2010 sedikit tertahan
dikarenakan menurunnya jumlah ekspor Jawa Barat.
Kenaikan konsumsi rumah tangga diindikasikan
salah satunya oleh meningkatnya keyakinan
konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen1 (IKK) di
Kota Bandung meningkat dari rata-rata 96,28 pada
triwulan III-2010, menjadi 96,65 pada triwulan IV-
2010 (Grafik 1.2). Namun jika dilihat dari
pertumbuhan secara tahunan pertumbuhan pada
triwulan ini mengalami perlambatan, dari 2% (yoy)
pada triwulan III-2010 menjadi -6% pada triwulan
IV-2010. Berdasarkan pergerakan Indeks tersebut,
keyakinan masyarakat terhadap ekonomi
cenderung lebih pesimis, terutama pada bulan
November. Namun secara keseluruhan masih
terdapat kecenderungan pada konsumsi
masyarakat untuk meningkat selama triwulan IV-
2010.
1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung
Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2007 2008 2009 2010
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
11
Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini
25
50
75
100
125
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods
Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung
Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100
Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2010 juga diindikasikan oleh Indeks Penjualan
Eceran yang cenderung meningkat (Grafik 1.5). Kecenderungan peningkatan penjualan terutama terjadi
pada kelompok makanan dan minuman. Indikasi meningkatnya konsumsi juga tercermin dari kredit
konsumsi di Jawa Barat yang tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 22,5% (yoy). Indikator lain yang
mengindikasikan peningkatan konsumsi masyarakat Jawa Barat pada triwulan IV-2010 turut ditopang
oleh tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi sebesar 203,1% (yoy).
Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran
50
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
150
200
Indeks Penjualan Eceran
Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman
0
100
200
300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
400
500
Makanan & Tembakau
Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
800
1,600
2,400
3,200
4,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%Juta kWh
Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
Grafik 1.8. Kredit Konsumsi
0
10
20
30
40
0
20
40
60
Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
12
Meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) turut mendorong naiknya konsumsi masyarakat di Jawa Barat.
Walaupun terdapat ancaman anomali iklim dan serangan hama terhadap produksi padi, namun NTP terus
mengalami peningkatan yang menggambarkan naiknya daya beli untuk kalangan petani di Jawa Barat.
Hal ini diindikasikan oleh peningkatan NTP. Rata-rata NTP selama triwulan IV-2010 adalah sebesar 101.4,
lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya yang sebesar 99,82. Peningkatan ini terjadi
karena Indeks Harga yang Diterima Petani meningkat lebih besar (3,3% qtq) dibandingkan Indek Harga
yang Dibayar Petani (1,8% qtq).
1.2. Investasi
Peningkatan realisasi investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2010 didorong oleh optimisme
pelaku usaha dalam memandang prospek perekonomian ke depan. Investasi (Pembentukan
Modal Tetap Bruto) mengalami pertumbuhan walaupun melambat yaitu sebesar 4,2% (yoy) pada
triwulan IV-2010 dari 6,5% pada periode sebelumnya. Indikasi perbaikan meningkatnya investasi di
Jawa Barat juga dapat dilihat melalui meningkatnya realisasi sebesar Rp.14 triliun untuk Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dan USD0,9 miliar untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan
demikian, realisasi investasi tumbuh meningkat dari 68% (yoy) pada triwulan III-2010 menjadi 115%
pada triwulan IV-2010. Namun dari sisi jumlah proyek yang terealisasi pada triwulan IV-2010,
pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 7% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya
pertumbuhan realisasi jumlah proyek konstan.
2 NTP > 100 menunjukkan kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani lebih baik dibandingkan keadaan pada tahun dasar.
Grafik 1.10. Nilai Tukar Petani
100
110
120
130
140
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
NTP (LHS) Indeks yang diterima petani (RHS)
Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: BPS Jawa Barat
Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
0
2,500,000
5,000,000
7,500,000
10,000,000
12,500,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
kg
Barang Konsumsi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
13
Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek
-100
0
100
200
300
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%Rp Miliar
Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat
Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek
-20020406080100120140160180200220240260280300320340360
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%
Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat
Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi
merupakan tujuan realisasi terbesar di Jawa
Barat selama tahun 2010. Total nilai realisasi
investasi PMA/PMDN di Kota Bandung mencatat
30,38% dari keseluruhan di Jawa Barat,
sedangkan Kabupaten bekasi mencatat 29,18%
dari keseluruhan di Jawa Barat. Selanjutnya,
investai tertinggi diikuti oleh Kabupaten
Karawang (9,74%), Kabupaten Cirebon
(8,82%), dan Kabupaten Bogor (5,99%).
Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota
Kota Bandung
Kabupaten Bekasi
Kabupaten Karawang
Kabupaten Cirebon
Kabupaten Bogor Lainnya
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat
Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta
maupun pemerintah, dilakukan dalam bentuk
bangunan maupun non bangunan. Kenaikan
investasi bangunan dan proyek infrastruktur
di Jawa Barat diantaranya tercermin dari
meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk
bahan/peralatan konstruksi, serta
pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat.
Walaupun masih mengalami kontraksi, Indeks
Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan
konstruksi meningkat dari -53,5% (yoy) pada
triwulan III-2010 menjadi -41,9% pada
triwulan IV-2010.
Peningkatan investasi bangunan juga diindikasikan oleh pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat.
Walaupun masih terus mengalami kontraksi pertumbuhan secara tahunan, namun jumlah penjualan
semen pada triwulan IV-2010 meningkat dibanding penjualan pada triwulan III-2010. Penjualan semen
selama triwulan IV-2010 juga memiliki kecenderungan untuk terus meningkat.
Grafik 1.14. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi
-70
-40
-10
20
50
80
110
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
%
Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Selain itu, peningkatan investasi didorong oleh peningkatan investasi non bangunan tercermin dari
kenaikan pertumbuhan impor barang modal ke Jawa Barat yang tumbuh sebesar 98,4% (yoy).
Pertumbuhan impor barang modal secara tahunan pada triwulan IV-2010 mengalami perlambatan di
bandingkan pertumbuhan pada triwulan III-2010 sebesar 121%. Walaupun pertumbuhan tersebut
masih lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun peningkatannya masih cukup tinggi
dalam mendorong pertumbuhan investasi.
Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat
-20
-10
0
10
20
30
40
0
400
800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
%Ribu Ton
Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.
Grafik 1.16. Impor Barang Modal
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
0
25
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Investasi dalam proyek infrastruktur di Jawa Barat juga diharapkan mampu meningkatkan
perekonomian daerah. Pada triwulan IV-2010 tercatat kurang lebih 12 proyek infrastruktur baik
swasta maupun pemerintah dengan nilai proyek sebesar 27,7 trilyun dan US$ 16,34 miliar yang masih
dalam tahap penyelesaian proyek.
Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat
1 Pembangunan Fly over Lippo Village 1,9 Km Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
Rp 22 miliar beroperasi Juli 2010
2 Pembangunan fly over Merak (1,5 km) dan Balaraja (1 km)
Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
Rp 180 miliar jika mengacu kontrak fly over selesai Januari 2011
3 Penanggulangan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum
Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
Rp 132,4 miliar
4 Pembangunan Waduk Jatigede Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
Rp 642,14 miliar penyeleaiannya mundur dari 2012 menjadi 2014, terhambat masalah pembebasan lahan dan komunikasi dengan kontraktor
5 Proyek Listrik 10.000 MW (PLTP Kamojang unit 5 dan 6, dan PLTP Tangkuban Perahu, Jawa Barat.)
Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
USD 16,34 miliar
6 Bandara Internasional Kertajati Jawa Barat Proyek Pemerintah Provinsi Rp 6 triliun Pencarian investor
7 Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu)Jalan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja)Jalan Tol Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR)
Proyek Pemerintah Provinsi Rp690 miliar - Cisumdawu pada tahap tender konstruksi dan dibangun tahun 2011- Soroja dan BIUTR pengerjaannya masih tahun 2012
8 Jalan pintas Cibungur-Tanjungrasa, kereta api Bandung-Cirebon
Proyek Pemerintah Provinsi Rp 15 miliar pembebasan lahan
9 jalan tol Cileunyi-Tasikmalaya (Citas) Proyek Swasta Rp 3,2 triliun persiapan
10 Pembangunan Pelabuhan Pengumpul Kota Karawang
Proyek Swasta (PT Pelindo II) Rp 9,7 triliun Pembahasan oleh Pemda, DPR, DPRD
11 Jalan Tol Bogor Ring Road (BORR) Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat
Rp 800 miliar dan 1,1 triliun
seksi I telah selesai dan dilanjutkan seksi II pada tahun 2011 ini
12 Jalan Tol Ciawi Sukabumi Proyek Swasta Rp 5,2 Triliun pembebasan lahan
PendanaanNo Proyek Investasi ProgressBiaya
14
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
15
1.3. Ekspor Impor Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan yang meningkat.
Pertumbuhan ekspor Jawa Barat meningkat dari 18,37% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi
19,26% di triwulan IV-2010. Peningkatan tersebut dikarenakan masih adanya sisa inventori dari
periode sebelumnya yang di ekspor pada periode laporan, sehingga menyumbang pertumbuhan
ekspor. Sementara itu, laju pertumbuhan impor pada triwulan IV-2010 adalah sebesar 21,65% (yoy),
meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,44%. Kondisi tersebut menunjukkan
tingginya laju pertumbuhan impor dibandingkan ekspor.
Grafik 1.17. Nilai Ekspor Jawa Barat
-20%
0%
20%
40%
1,000
1,250
1,500
1,750
2,000
2,250
2,500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
USD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat
-50%
-25%
0%
25%
50%
300
600
900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Terdapat empat jenis produk yang
merupakan ekspor unggulan dilihat dari
besarnya nilai ekspor dibanding
keseluruhan ekspor Jawa Barat. Produk
tekstil dan produksi tekstil (TPT)
menyumbang 23% dari keseluruhan nilai
ekspor Jawa Barat, diikuti dengan produk
telokomunikasi (19%), produk mesin
elektrik (8%), serta produk kendaraan
bermotor (4%).
Pada triwulan IV-2010, dua industri
penyumbang ekspor terbesar di Jawa
Barat, yaitu industri alat telekomunikasi
dan TPT, mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor secara keseluruhan. Sedangkan
industri kendaraan bermotor dan mesin elektrik mengalami perlambatan pertumbuhan. Nilai ekspor
alat telekomunikasi tumbuh dari 7,8% menjadi 15,0%, dimana volumenya juga meningkat dari -9,3%
menjadi 11,7%. Nilai ekspor TPT tumbuh meningkat dari 22,6% menjadi 27,7%, walaupun secara
volume tumbuh melambat dari 19,8% menjadi 13,9%. Sementara itu, untuk kendaraan bermotor,
nilai ekspornya tumbuh melambat dari 49,6% menjadi 32,1%, sementara volumenya melambat dari
Grafik 1.19. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat
Mesin Elektrik
8%Kendaraan Bermotor
4%
Alat Telekomunikasi
19%
Tekstil dan Produk Tekstil
23%
Industri Lainnya46%
Sumber: Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
45,8% menjadi 18,8%. Kondisi yang sama juga terjadi pada mesin elektrik, yang nilainya tumbuh
melambat dari 15,0% menjadi 14,1%, sementara volumenya tumbuh melambat dari -3,2% menjadi -
5,2%.
Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor TPT
50
60
70
80
90
100
110
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi
0
5
10
15
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik
10
15
20
25
0
50
100
150
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor
Kendaraan
0
3
6
9
12
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia
Berdasarkan benua asal pembeli, terlihat pertumbuhan positif nilai ekpsor ke benua tujuan ekspor
Jawa Barat selama triwulan IV-2010. Peningkatan pertumbuhan ekspor terjadi pada tujuan ekspor ke
benua Amerika, Asia, Australia, dan Eropa. Sedangkan ekspor tujuan ke benua Afrika mengalami
perlamabatan pertumbuhan pada periode laporan.
Grafik 1.24. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli
0
300,000
600,000
900,000
1,200,000
1,500,000
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2008 2009 2010
USD Ribu
Asia
Amerika
Eropa
Australia
Afrika
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli
BenuaPertumbuhan
Tw.III-2010Pertumbuhan
Tw.IV-2010
Afrika 32.1% 0.1%
Amerika 23.5% 23.8%
Asia 20.8% 23.3%
Australia & Oceania 19.6% 34.6%
Eropa -1.2% 1.0% Sumber: Bank Indonesia
16
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
17
Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, Permintaan ekspor cenderung naik normal secara kuantitas
untuk perusahaan di sektor TPT, logam, serta alat angkut, mesin, dan peralatannya, karena sudah
membaiknya kembali permintaan setelah menurun drastis pada 2009 akibat dampak krisis keuangan
global. Namun terdapat juga produsen di sektor alat angkut, mesin, dan peralatan yang masih
terpengaruh krisis keuangan global sehingga tingkat penjualannya masih menurun (pasar Amerika).
Sejalan dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat juga mengalami peningkatan pertumbuhan
pada triwulan IV-2010. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya pertumbuhan volume impor
sebesar 65,3% (yoy) selama triwulan III-2010, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 48,3%. Sementara itu, untuk nilai impor mengalami perlambatan dari
88,4% pada periode sebelumnya menjadi 74,5%. Meningkatnya pertumbuhan volume impor
dikarenakan banyaknya impor untuk barang konsumsi seiring dengan tingginya pertumbuhan
subsektor perdagangan di Jawa Barat pada triwulan IV-2010.
2. Sisi Penawaran
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2010 yang melambat didorong oleh
melambatnya kinerja sektor dominan terutama sektor industri pengolahan. Sektor industri
pengolahan mengalami pertumbuhan yang melambat sehubungan dengan penurunan kinerja industri
makanan dan minuman serta tekstil. Sementara itu, sektor PHR dan pertanian mengalami peningkatan
pertumbuhan, sehingga mampu menyumbang pertumbuhan perekonomian pada triwulan IV-2010.
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat – Sisi Penawaran (yoy)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
Pertanian 12.1 9.1 10.2 9.5 11.70 9.76 11.60 9.31
Pertambangan dan Penggalian 1.7 1.8 1.9 2.0 1.8 1.9 0.54 0.54
Industri Pengolahan 30.9 32.9 33.4 34.4 31.9 33.4 34.24 34.20
Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.6 1.7 1.8 2.0 1.9 1.9 1.51 1.48
Bangunan/Konstruksi 2.3 2.5 2.7 2.8 2.7 2.9 2.98 3.23
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.2 15.0 16.7 16.8 16.8 17.3 17.82 18.16
Pengangkutan dan Komunikasi 3.0 3.3 3.5 3.4 3.4 3.9 4.00 4.26
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.1 2.4 2.6 2.6 2.5 2.6 2.73 2.80
Jasa-jasa 4.8 4.9 5.0 5.0 5.0 5.2 5.50 6.00
PDRB 73.3 73.4 77.7 78.6 77.4 80.2 82.63 81.63
2009 2010Lapangan Usaha
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 1.25. Volume Impor Jawa Barat
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.26. Nilai Impor Jawa Barat
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
160%
0
2,234
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2008 2009 2010
USD Juta
Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
18
2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian kembali tumbuh meningkat pada triwulan IV-2010 menjadi 4,1% (yoy).
Berdasarkan Angka Sementara dari Dinas Pertanian Jawa Barat, terjadi peningkatan produksi padi
sawah dan ladang dari 5,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 25,4%. Peningkatan juga
ditunjukkan oleh meningkatnya luas panen padi sawah dan ladang pada triwulan IV-2010 dari 11,3%
(yoy) menjadi 34,0%. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kinerja sektor
pertanian tumbuh meningkat pada triwulan IV-2010. Hasil pertanian lainnya juga mengalami
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Berdasarkan Angka Sementara
Dinas Pertanian, produksi tanaman non padi tumbuh meningkat, dari yang sebelumnya turun 2,1%
(yoy) menjadi meningkat sebesar 11,6%. Salah satunya adalah produksi jagung yang mengalami
peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV-2010 sebesar 93,7% (yoy), meningkat dibandingkan
periode sebelumnya sebesar 23,7%. Peningkatan produksi baik tanaman padi maupun non padi
tersebut berhasil meningkatkan kinerja sektor pertanian selama periode laporan.
Grafik 1.27. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat
-50%
0%
50%
100%
150%
-
1,000,000
2,000,000
3,000,000
4,000,000
Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Ton
Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Grafik 1.28. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat
-50%
0%
50%
100%
150%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Ha
Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Angka Ramalan III hasil rilis BPS memperkuat
perkiraan peningkatan panen tanaman padi
selama triwulan IV-2010. Luas panen padi
selama subround III-2010 (September s.d.
Desember 2010) diperkirakan mengalami
pertumbuhan yang meningkat mencapai 445
ribu hektar. Pertumbuhan tersebut meningkat
sebesar 26,5% dibandingkan subround III pada
tahun sebelumnya.
Grafik 1.29. Luas Panen Padi Jawa Barat
1.83
0.42
0.76
0.64
1.80
0.32
0.64
0.84
1.95
0.35
0.74
0.86
2.01
0.45
0.72
0.84
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Jan-Des
IIISep-Des
IIMei-Ags
IJan-Apr
Juta Ha
Subround
2010 (Angka Ramalan III)
2009 (Angka Tetap)
2008 (Angka Tetap)
2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
19
2.2. Sektor Industri Pengolahan
Industri pengolahan di Jawa Barat
mengalami perlambatan selama triwulan
IV-2010. Penurunan tersebut disebabkan oleh
menurunnya kinerja subsektor industri
makanan, minuman, dan tembakau dan
industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di
Jawa Barat. Sedangkan subsektor industri
mesin, alat angkutan, dan peralatannya
menunjukkan peningkatan kinerja.
PERKEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN
Dalam rentang waktu periode pengamatan, kategori penjualan pada Likert Scale (LS) memiliki korelasi
yang cukup kuat dengan pergerakan PDRB Jawa Barat. Selanjutnya, sehubungan dengan besarnya
responden Liaison yang bergerak di sektor industri pengolahan, pergerakan LS juga cukup searah
dengan pergerakan dari nilai tambah PDRB di sektor industri pengolahan. Pada triwulan IV-2010,
penurunan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, baik secara keseluruhan (-1,21%, qtq) maupun khusus
untuk industri pengolahan (-0,1%, qtq), juga tercermin pada hasil Liaison triwulan IV-2010, khususnya
untuk kategori penjualan/permintaan.
PDRB dan Penjualan
‐0,03
‐0,02
‐0,01
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
(0,60)
(0,30)
‐
0,30
0,60
0,90
1,20
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Penjualan (LS, LHS) PDRB (qtq, RHS)
Penjualan dan Industri Pengolahan
‐0,15
‐0,1
‐0,05
0
0,05
0,1
(0,60)
(0,30)
‐
0,30
0,60
0,90
1,20
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Penjualan (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS)
Grafik 1.30. Konsumsi Listrik Industri
0%
10%
20%
-
2,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
30%
40%
4,000
6,000
%Juta kWh
Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
20
Turunnya kinerja sektor industri pengolahan
pada periode laporan juga tercermin dari
menurunnya kapasitas utilisasi responden Liaison
pada triwulan IV-2010. Penurunan kapasitas
utilisasi tersebut dilakukan oleh para responden
dalam menyikapi turunnya permintaan pada
triwulan laporan, khususnya ekspor.
Kapasitas Utilisasi dan Industri Pengolahan
‐0,15
‐0,1
‐0,05
(1,40)
(1,00)
(0,60)
0
0,05
0,1
(0,20)
0,20
0,60
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Kapasitas Utilisasi (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS)
Industri Otomotif
Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, permintaan domestik untuk industri otomotif meningkat diatas
normal dibanding tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh meningkatnya target penjualan kendaraan
bermotor secara nasional hingga 30%. Selain itu menurunnya suku bunga pinjaman membuat
masyarakat lebih mudah memperoleh pembiayaan dalam membeli kendaraan. Disisi lain, industri
otomotif mengalami tantangan dengan adanya kenaikan BBM sejak triwulan IV-2010 dan juga adanya
tarif pajak kendaraan bermotor. Dampak ACFTA pada industri otomotif saat ini belum terasa
signifikan, karena belum ada kendaraan roda empat buatan Cina yang mampu menembus pasar
nasional secara signifikan.
Industri Tekstil dan Produsen Tekstil
Diketahui untuk contact pada industri tekstil dan produsen tekstil, terjadi penurunan penjualan yang
dialami oleh produsen pakaian yang menggunakan bahan baku benang katun. Kenaikan harga kapas
internasional, sekitar 30%, sejak pertengahan tahun 2010 membuat biaya produksi meningkat tajam.
Disisi lain, produsen benang polyester mengalami kenaikan permintaan akibat adanya peralihan
konsumen dari benang katun ke benang polyester.
Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya
Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, terindikasikan
oleh naiknya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor selama
triwulan IV-2010. Peningkatan permintaan masyarakat dikarenakan banyaknya aksi promosi berupa
bunga murah dan diskon yang dilakukan oleh dealer serta didukung oleh peran perusahaan
multifinance yang mengucurkan kredit kendaraan bermotor. Selain itu, peningkatan tersebut juga
turut didukung oleh kondisi makro ekonomi nasional, inflasi, dan nilai tukar yang stabil serta
rendahnya suku bunga kredit. Pada Bulan November 2010, dilangsungkan acara Jakarta Motor Cycle
Show (JMCS) 2010 yang turut menyumbang peningkatan penjualan motor pada periode laporan.
Kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya dilihat dari penjualan motor dan
mobil nasional mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan penjualan motor tumbuh positif
4% (yoy) selama triwulan IV-2010, walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
periode sebelumnya yang mencapai 22%. Selama triwulan IV-2010, pertumbuhan penjualan mobil
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 40% (yoy), namun pertumbuhan tersebut
masih lebih rendah dibanding periode sebelumnya sebesar 46%.
Berdasarkan hasil rilis BPS, industri kendaraan bermotor di Jawa Barat mengalami peningkatan
pertumbuhan pada triwulan IV-2010. Industri kendaraan bermotor mengalami peningkatan
pertumbuhan dari 8,69% pada periode sebelumnya menjadi 8,86%. Sedangkan kinerja industri mesin
dan perlengkapannya di Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif selama triwulan IV-2010 sebesar
6,25%, namun mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya sebesar 8,32%. Bila dilihat
dari pertumbuhan ekspor kendaraan bermotor, pertumbuhan volume dan juga nilai ekspor kendaraan
bermotor memiliki tren yang cenderung meningkat di bulan Oktober dan November 2010 jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 1.33 dan 1.34).
.
Grafik 1.31. Penjualan Motor Nasional
-30%
0%
30%
60%
90%
0
1,000,000
2,000,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008 2009 2010
Unit
Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, AISI
Grafik 1.32. Penjualan Mobil Nasional
-40%
0%
40%
80%
0
100,000
200,000
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
Unit
Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo
Grafik 1.33. Nilai Ekspor Kendaraan
-75%
-50%
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
yoyUSD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.34. Volume Ekspor Kendaraan
-75%
-50%
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
yoyRibu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
21
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
22
Sedangkan jika dilihat dari produksi
kendaraan bermotor di Jawa Barat,
industri tersebut selama triwulan IV-2010
mengalami pertumbuhan yang masih
tinggi, namun melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan
produksi kendaraan bermotor melambat
dari 52% (yoy) pada triwulan III-2010
menjadi 31% pada triwulan IV-2010.
Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki
Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami pertumbuhan yang relatif
stabil selama triwulan IV-2010. Industri TPT mendapat tekanan dari kenaikan harga bahan baku yang
dapat menghambat pencapaian target. Pada paruh kedua tahun 2010, harga bahan baku TPT seperti
kapas mengalami kenaikan hingga 140%. Namun secara keseluruhan permintaan baik domestik
maupun luar negeri untuk produk tekstil mengalami peningkatan di tahun 2010. Hal ini dipengaruhi
oleh membaiknya situasi perekonomian dunia sehingga mendorong konsumsi TPT dari negara tujuan.
Di pasar domestik pertumbuhan konsumsi masyarakat yang meningkat pada tahun 2010 cukup
mendorong konsumsi TPT.
Berdasarkan hasil rilis BPS, pada triwulan IV-2010 industri tekstil mengalami penurunan pertumbuhan
sedangkan industri barang kulit dan alas kaki mengalami peningkatan pertumbuhan. Kinerja industri
tekstil melambat dari 0,27% pada periode sebelumnya menjadi -0,53%. Sementara itu, industri
barang kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 0,10%, meningkat dibandingkan periode sebelumnya
sebesar -6,87%. Kondisi tersebut mendorong kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas
kaki mengalami pertumbuhan yang stabil selama periode laporan.
Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau
Kinerja subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa barat mengalami perlambatan
pertumbuhan selama triwulan IV-2010. Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan
Indeks Penjualan Makanan dan Minuman
dari 47% (yoy) pada periode sebelumnya
menjadi 33%.
Kondisi tersebut juga didukung oleh hasil
liaison yang dilakukan oleh KBI Bandung,
yang menyatakan bahwa sektor makanan
dan minuman mengalami pertumbuhan
yang melambat selama tahun 2010,
Grafik 1.35. Produksi Kendaraan Bermotor
‐40.0%
‐20.0%
0.0%
20.0%
40.0%
60.0%
80.0%
‐
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Sumber: CEIC
Grafik 1.36. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman
0
20
40
60
80
100
120
0
100
200
300
400
500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
%
2008 2009 2010
Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
23
walaupun pertumbuhan tersebut berada diatas pertumbuhan pada tahun 2009 yang masih terdampak
krisis keuangan global. Hasil rilis BPS turut menyatakan bahwa industri makanan dan minuman di Jawa
Barat mengalami penurunan pada triwulan IV-2010 dari 2,81% pada periode sebelumnya menjadi -
10,58%.
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan
restoran (PHR) kembali mengalami
pertumbuhan pada triwulan IV-
2010. Sektor PHR mengalami
pertumbuhan sebesar 8%(yoy).
Tingginya pertumbuhan sektor PHR
antara lain disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi rumah
tangga, perdagangan ritel serta
ekspor. Musim belanja dan diskon
besar pada akhir tahun 2010 seiring
dengan adanya perayaan natal dan
tahun baru berimbas pada perdagangan ritel yang meningkat.
Meningkatnya kinerja subsektor perdagangan diindikasikan dengan meningkatnya arus bongkar muat
di Pelabuhan Cirebon. Tercatat sekitar 937 ribu ton muatan melalui Pelabuhan Cirebon selama
triwulan IV-2010, meningkat dibandingkan muatan selama triwulan sebelumnya sebesar 921 ribu ton.
Sedangkan berdasarkan Survei Konsumen Kantor Bank Indonesia Bandung, pembelian Durable Goods
yang juga merupakan indikator kinerja subsektor perdagangan menunjukkan adanya perlambatan
pertumbuhan pada triwulan IV-2010. Pertumbuhan Pembelian Durable Goods menurun dari 14%
(yoy) pada triwulan III-2010 menjadi 10% di triwulan IV-2010.
Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IVHotel Bintang 43.65 43.10 46.93 49.67 48.16 49.95 47.89 51.04 2.0% 2.8%
Hotel Non Bintang 24.96 28.08 27.40 32.35 31.65 35.46 36.64 38.36 33.7% 18.6%Hotel Bintang & Non
Bintang35.23 36.75 37.33 42.75 42.85 46.89 44.62 45.51 19.5% 6.4%
20102009Tingkat Hunian Kamar Pertumbuhan
Tw.IV-10 (yoy)Pertumbuhan Tw.III-10 (yoy)
Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan
Grafik 1.38. Perkembangan Wisatawan Grafik 1.39. Asal Wisatawan Mancanegara
Grafik 1.37. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon
0,00
200.000,00
400.000,00
600.000,00
800.000,00
1.000.000,00
1.200.000,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Sumber: PT Pelindo II
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa
Barat
0
200
400
600
800
1000
1200
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
orangorang
Husein Sastranegara (LHS) Total Muarajati (RHS)
Sumber: BPS Provinsi Jabar
yang Berkunjung ke Jawa Barat
Malaysia
SingapuraLainnya
EropaAmerika Australia
Sumber: BPS Provinsi Jabar
Sementara itu, subsektor hotel mengalami kenaikan, yang diindikasikan oleh meningkatnya Tingkat
Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 (Tabel 1.4). Secara rata-rata,
THK hotel di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 adalah sebesar 45.51, meningkat dibandingkat rata-
rata pada periode sebelumnya sebesar 44.62. Hal ini dikarenakan adanya penignkatan jumlah
kunjungan wisata di Jawa Barat selama musim liburan akhir tahun 2010. Dilihat dari asalnya, kenaikan
jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa sebesar 87,6%
dari seluruh wisman, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan III-2010 yang sebesar 87,5%.
2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan
komunikasi mengalami pertumbuhan pada
triwulan IV-2010. Kondisi tersebut
diindikasikan oleh pertumbuhan penumpang
yang masuk ke Jawa Barat, baik melalui Bandara
Husein Sastranegara, maupun jalan tol di Jawa
Barat. Jumlah penumpang yang masuk ke Jawa
Barat melalui Bandara Husein Sastranegara
mengalami pertumbuhan sebesar 31% (yoy)
didorong oleh masih aktifnya aktifitas
penerbangan domestik dan mancanegara.
Kondisi transportasi darat berupa angkutan jalan
di Jawa barat, menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada triwulan IV-2010, jumlah kendaraan yang
melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat mengalami rata-rata pertumbuhan yang meningkat. Kondisi
tersebut didukung dengan peningkatan rata-rata kendaraan masuk sebesar 6,7%, dan rata-rata
kendaraan keluar sebesar 6,3% selama triwulan IV-2010.
Grafik 1.40. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional
di Bandara Husein Sastranegara
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
125%
0
70,000
140,000
210,000
280,000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
orang
Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: PT Persero Angkasa Pura II
Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat
24
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
25
Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi
Sementara itu, jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan
Cirebon mengalami perlambatan pertumbuhan dari 2,55% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi -
0,94% pada triwulan IV-2010. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya jumlah
penumpang kereta api di kelas eksekutif, ekonomi, dan lokal bisnis. Sedangkan penumpang yang
menggunakan kelas bisnis dan lokal ekonomi justru mengalami peningkatan pertumbuhan.
Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat
Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon
Penyaluran kredit oleh bank umum ke sektor
pengangkutan, gudang, dan komunikasi
mengalami peningkatan pertumbuhan selama
triwulan IV-2010. Pertumbuhan penyaluran kredit
untuk sektor tersebut meningkat menjadi 20,6%
(yoy) dari yang sebelumnya 12,6%.
2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi
Sektor bangunan/konstruksi pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 14.4%
(yoy). Peningkatan kinerja sektor bangunan/konstruksi diindikasikan oleh meningkatnya pembiayaan
Grafik 1.41. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke
Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi
0
150
300
450
600
0
2
4
6
8
Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
melalui kredit oleh bank umum untuk sektor konstruksi. Penyaluran kredit untuk sektor konstruksi
tumbuh meningkat dari 22,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 24,6%.
Grafik 1.42. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke
Sektor Konstruksi
0
10
20
30
40
50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami pertumbuhan yang melambat pada
triwulan IV-2010. Sektor tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar -22,6% (yoy).
Perlambatan sektor listrik, gas, dan air bersih
diindikasikan oleh penurunan pemakaian
listrik terutama oleh pengguna industri di
Jawa Barat dibandingkan periode
sebelumnya. Sedangkan konsumsi listrik oleh
pengguna rumah tangga relatif stabil.
Dari sisi penyaluran kredit oleh bank umum
di Jawa Barat untuk sektor listrik, gas, air
bersih secara umum masih mengalami
kontraksi, walaupun pada triwulan IV- 2010
mengalami peningkatan sebesar -51,9% (yoy)
dibandingkan periode sebelumnya sebesar -
65,9%.
Grafik 1.43. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat
ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
-100
0
100
200
300
400
500
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
26
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)
Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.
Kinerja sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan
IV-2010. Sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami pertumbuhan menjadi 16,2% (yoy). Kinerja sektor
jasa yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang kemudian
membutuhkan dukungan dari sektor jasa.
27
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
28
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 2
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
30
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Selama periode triwulan IV-2010, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum
mengalami inflasi yang semakin meningkat. Sementara itu, bila dibandingkan dengan triwulan III-
2010 laju inflasi tahunan Jawa Barat mengalami peningkatan. Laju inflasi tahunan Jawa Barat pada
triwulan III-2010 tercatat sebesar 5,41%, sedangkan pada triwulan IV-2010 meningkat menjadi
6,62%. Peningkatan laju inflasi pada triwulan laporan ini lebih banyak didorong karena faktor cuaca
dan iklim yang mengganggu pasokan sejumlah komoditas bergejolak (volatile foods) sehingga harga
komoditas tersebut meningkat secara umum.
Meskipun laju inflasi meningkat, namun inflasi di Jawa Barat tercatat masih lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi nasional. Secara tahunan, inflasi di Jawa Barat meningkat menjadi
6,62% (yoy) pada triwulan IV-2010, sedangkan inflasi tahunan nasional tercatat lebih tinggi, yaitu
sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-2010. Rendahnya inflasi Jawa Barat yang bersumber dari
rendahnya inflasi di kota Bandung, telah mampu menarik inflasi nasional tidak terlalu jauh dari
targetnya sebesar 5 ± 1%, mengingat bobot Jawa Barat dalam pembentukan inflasi nasional yang
mencapai 18,63%. Penyebab rendahnya inflasi Jawa Barat dibandingkan dengan inflasi nasional
adalah rendahnya inflasi kelompok bahan makanan di Bandung dan Sukabumi. Ditinjau secara per
kota, rendahnya inflasi Jawa Barat tersebut bersumber dari inflasi kota Bogor, Sukabumi, Bandung,
dan Tasikmalaya, masing-masing sebesar 6,57%, 5,43%, 4,53% dan 5,56% sedangkan inflasi kota
Cirebon, Bekasi dan Depok mencapai 6,70%, 7,88% dan 7,97%.
1. PERKEMBANGAN INFLASI
Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional
‐1.00
‐0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2008 2009 2010
% (mtm)
Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Perkembangan harga secara umum di Jawa
Barat selama triwulan IV-2010 mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dari tren
indeks harga konsumen (IHK) yang
mengindikasikan terjadinya inflasi. Tren inflasi
Jawa Barat pada pada triwulan IV-2010
meningkat dan pada akhir bulan Desember 2010
inflasi bulanan (mtm) Jawa Barat mencapai
0,73%.
Meningkatnya inflasi tersebut bersumber dari naiknya inflasi kelompok bahan makanan yang
disebabkan oleh turunnya produksi karena gangguan cuaca/iklim dan serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT). Sepanjang tahun 2010, inflasi bulanan cenderung lebih tinggi
dibandingkan tahun 2009 sehingga inflasi tahunan 2010 mencapai 6,62% (yoy). Meskipun inflasi
Jabar meningkat, namun masih lebih rendah dari inflasi nasional yang tercatat mencapai 6,96%.
31
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
32
Secara bulanan, tren laju inflasi Jawa Barat pada bulan Oktober hingga Desember 2010
memiliki tren meningkat. Hal ini sangat berbeda dengan triwulan sebelumnya yang memiliki tren
laju inflasi yang menurun. Titik balik penurunan tersebut terjadi pada bulan Oktober 2010. Pada bulan
Oktober 2010 inflasi bulanan Jawa Barat tercatat sebesar 0,02%, kemudian pada November 2010
terjadi peningkatan inflasi secara signifikan yang tercatat sebesar 0,68%. Tren peningkatan tersebut
masih berlanjut pada bulan Desember 2010 yang tercatat sebesar 0,73%. Laju inflasi Desember 2010
merupakan laju inflasi bulanan tertinggi dibandingkan dengan inflasi bulan Desember pada tahun-
tahun sebelumnya, meskipun laju inflasi Jawa Barat pada bulan tersebut masih lebih rendah
dibandingkan laju inflasi nasional.
Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
% (yoy)
Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
% (qtq)
Jabar Nasional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Secara tahunan, tren peningkatan laju inflasi terus berlanjut dari 5,41% (yoy) pada triwulan
III-2010 menjadi 6,62% (yoy) pada triwulan IV-2010. Namun demikian, inflasi tahunan nasional
tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-2010. Peningkatan laju inflasi
disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan, seperti beras, sayuran dan bumbu-bumbuan.
Apabila ditelisik lebih lanjut, kenaikan harga bahan makanan tersebut dipicu oleh menurunnya jumlah
pasokan dari daerah sentra produksi yang mengalami bencana alam serta anomali iklim.
Secara triwulanan, laju inflasi pada triwulan IV-2010 melambat dari 2,58% pada triwulan III-
2010 menjadi 1,45% pada triwulan IV-2010. Laju inflasi nasional pun melambat dari 2,79%
triwulan III-2010 menjadi 1,59% pada triwulan IV-2010, namun masih tercatat lebih tinggi dari inflasi
Jawa Barat. Salah satu penyebab perlambatan laju inflasi tersebut adalah menurunnya jumlah
permintaan paska bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada akhir triwulan III-2010.
1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Inflasi Tahunan
Meningkatnya inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari kenaikan inflasi
kelompok bahan makanan secara signifikan. Inflasi tahunan kelompok bahan makanan pada
triwulan laporan tercatat sebesar 16,70%, sehingga memberikan sumbangan terhadap pembentukan
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
inflasi Jawa barat sebesar 3,62%. Hal ini disebabkan oleh terkendalanya pasokan sejumlah komoditas
bergejolak (volatile foods), seperti beras, cabai merah, daging ayam ras, dan sayur-sayuran sehingga
menyebabkan kenaikan harga. Faktor cuaca/iklim dan kelayakan infrastruktur menjadi penyebab
terkendalanya pasokan tersebut.
Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV1 Bahan makanan 6,05 6,22 4,10 3,42 9,67 10,86 16,70 3,62
2 Makanan jadi 7,66 4,95 6,66 6,52 7,05 6,46 5,94 1,43
3 Perumahan 3,59 0,45 1,06 1,75 1,82 3,67 3,17 0,95
4 Sandang 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 5,89 6,22 0,34
5 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 2,36 1,80 0,10
6 Pendidikan 6,22 4,94 3,61 3,80 3,79 1,54 1,72 0,15
7 Transpor -7,03 -8,31 -5,74 0,53 0,38 1,22 1,40 0,153,14 1,87 2,02 2,99 4,68 5,41 6,62 6,62
No. Kelompok Andil
Umum
2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Sementara kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dan kelompok kesehatan
justru mengalami perlambatan laju inflasi. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok &
tembakau melambat dari 6,46% pada triwulan III-2010 menjadi 5,94% pada triwulan IV-2010. Terus
melambatnya laju inflasi kelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh terus meningkatnya
pasokan barang makanan jadi yang berasal dari impor. Kelompok barang dan jasa lain yang
mengalami perlambatan laju inflasi adalah kelompok kesehatan dari 2,36% pada triwulan III-2010
menjadi 1,80% pada triwulan IV-2010.
Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan
Jasa Triwulan IV-2010
16.70
5.94
3.17
6.22
1.80
1.72
1.40
3.62
1.43
0.95
0.34
0.10
0.15
0.15
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
% (yoy)
Kelompo
k Barang
dan
Jasa
Andil
Inflasi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Andil inflasi tertinggi disumbang oleh
kelompok bahan makanan sebesar 3,62%.
Besarnya andil inflasi tersebut disebabkan oleh
menurunnya pasokan beberapa komoditas bahan
makanan dari sentra produksi yang mengalami
bencana alam serta anomali iklim. Menurunnya
pasokan tersebut memicu kenaikan harga bahan
makanan seperti beras, cabai merah, cabai rawit,
dan bawang merah di sejumlah pasar tradisional
dan modern di wilayah Jawa Barat.
Inflasi Triwulanan
Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat pada triwulan mengalami perlambatan. Bila
dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2010 yang sebesar 2,58%, pada triwulan IV-
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
2010 inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 1,45%. Hampir semua kelompok barang dan jasa mengalami
perlambatan laju inflasi. Sehingga cukup menahan laju inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2010.
Kelompok bahan makanan pada triwulan IV-2010 masih mengalami laju inflasi triwulanan
yang cukup tinggi. Faktor anomali cuaca/iklim yang menyebabkan pergeseran masa panen telah
mengganggu pasokan beberapa komoditas bahan makanan dan bumbu-bumbuan pada akhir tahun
2010 sehingga terjadi peningkatan harga pada kelompok bahan makanan tersebut.
Subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi triwulanan yang tinggi. Pada triwulan IV-
2010 subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi sebesar 23,20% jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang justru mengalami deflasi sebesar 5,27%. Hal ini
dipicu oleh komoditas bergejolak terutama cabai merah dan bawang merah yang mengalami
peningkatan harga secara signifikan yang disebabkan oleh gangguan faktor cuaca/iklim.
Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV1 Bahan makanan -1,63 4,96 -1,20 1,39 4,30 6,10 4,01 1,02
2 Makanan jadi 0,85 0,20 3,47 1,88 1,35 1,34 1,25 0,24
3 Perumahan 0,45 -0,15 0,86 0,58 0,51 1,67 0,38 0,09
4 Sandang -1,37 0,18 1,68 0,85 1,57 1,67 2,00 0,09
5 Kesehatan 0,69 0,78 0,86 0,40 0,39 0,70 0,30 0,01
6 Pendidikan 0,08 3,12 0,25 0,33 0,07 0,88 0,44 0,04
7 Transpor 0,01 0,66 -0,45 0,31 -0,14 1,51 -0,28 -0,05-0,15 1,87 0,29 0,96 1,49 2,58 1,45 1,45
No. Kelompok Andil
Umum
2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007
Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan
Jasa Triwulan IV-2010
4.01
1.25
0.38
2.00
0.30
0.44
‐0.28
1.02
0.24
0.09
0.09
0.01
0.04
‐0.05
‐1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transpor
% (qtq)
Kelompo
k Barang
dan
Jasa
Andil
Inflasi
Secara triwulanan, kelompok bahan
makanan juga menyumbang andil inflasi
tertinggi. Andil inflasi kelompok bahan
makanan tercatat sebesar 1,02%. Dibandingkan
dengan tahun 2009, pergeseran musim panen
beberapa hasil pertanian pada tahun 2010 di
wilayah menyebabkan kurangnya pasokan
komoditas hasil pertanian di beberapa wilayah di
Jawa Barat. Hal ini memicu kenaikan harga
sejumlah komoditas hasil pertanian.
Andil deflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mampu menahan laju
inflasi triwulanan Jawa Barat. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya tarif telekomunikasi
yang diakibatkan oleh persaingan harga layanan telekomunikasi serta menurunnya tarif transportasi
Hari Raya Idul Fitri.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
1.2. INFLASI MENURUT KOTA
Inflasi Jawa Barat pada tahun 2010 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional,
namun masih lebih tinggi dari target inflasi nasional. Inflasi Jawa Barat pada tahun 2010 adalah
sebesar 6.62% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 6.96%. Namun demikian,
pencapaian inflasi tersebut masih melampaui target inflasi nasional tahun 2010 yang telah ditetapkan
sebesar 5% ± 1%. Sementara itu pada tahun 2009, inflasi tahunan Jawa Barat hanya mencapai
2.02% jauh lebih rendah dibandingkan target inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 4.5% ± 1%.
Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2008 2009 2010
% inflasi (yoy)
TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2009TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2008 TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia
Pada tahun 2010, terdapat empat kota di Jawa Barat yang inflasi tahunannya melampaui
target inflasi nasional. Kota-kota tersebut antara lain Bekasi 7.88%, Bogor 6.57%, Cirebon 6.70%,
dan Depok 7.97%. Sedangkan tiga kota lainnya masih dalam kisaran target inflasi nasional yaitu
Bandung mencatat inflasi sebesar 4.53%, Sukabumi 5.43%, dan Tasikmalaya 5.56%. Setelah terjadi
krisis pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2009 mengalami masa kontraksi, hal ini
terindikasi dari pencapaian inflasi Jawa Barat pada tahun 2009 masih tergolong rendah dan semua
kota pemantauan inflasi mengalami inflasi yang cukup rendah di bawah target inflasi nasional. Pada
tahun 2010 ini, masa pemulihan ekonomi Jawa Barat mulai berlanjut yang ditandai dengan mulai
meningkatnya inflasi tahunan Jawa Barat. Bahkan, tingkat inflasi Jawa barat melampaui target inflasi
nasional walaupun masih berada di bawah tingkat inflasi nasional.
35
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
Tabel 2.3 Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (qtq, %)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 2.69 3.77 11.57 5.18 4.43 -1.51 1.14 4.01
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0.23 1.57 11.00 2.37 6.98 3.90 4.03 1.25
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0.11 0.30 1.43 6.91 9.76 14.61 18.15 0.38
4 Sandang 1.61 2.70 -8.14 -11.28 0.37 -4.87 -7.44 2.005 Kesehatan 0.01 0.53 -9.60 -1.99 13.34 -5.66 -7.68 0.306 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1.44 -0.01 2.54 12.11 35.31 -4.29 2.56 0.447 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.40 -0.26 -7.59 -6.14 -5.33 -9.15 -7.64 -0.28
0.93 1.47 2.01 3.40 6.58 2.12 3.59 1.45
No. KelompokKota
Gab.
Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Secara triwulanan, Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi gabungan tertinggi di Jawa
Barat. Faktor cuaca/iklim merupakan penyebab tingginya harga komoditas di kelompok bahan
makanan, terutama komoditas beras, cabai merah, dan bawang merah selama triwulan IV-2010.
Secara gabungan, inflasi kelompok bahan makanan mencapai 4.01% (qtq). Bahkan di kota Depok,
inflasi triwulanan kelompok bahan makanan mencapai 11.57% tertinggi di semua kota pantauan
inflasi. Hal tersebut menyebabkan kota Depok menjadi kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi
di provinsi Jawa Barat yakni mencapai 7.97% jauh diatas inflasi nasional.
Kota Bandung
Tingkat inflasi tahunan kota Bandung tahun 2010 masih berada di dalam kisaran target
inflasi nasional. Inflasi tahunan kota Bandung tercatat sebesar 4.53% dengan didominasi oleh
tekanan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) yang mencapai 12.61%. Sedangkan inflasi untuk
komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) tercatat sebesar 4.06% dan inflasi inti
hanya tercatat sebesar 1.67%. Kenaikan komoditas bergejolak di kota Bandung disebabkan oleh
kelangkaan pasokan komoditas seperti beras dan cabai merah di beberapa pasar di kota Bandung.
Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung
‐8.00
‐6.00
‐4.00
‐2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 4.02 3.96 7.18 8.87 12.61
2 Makanan jadi 5.85 5.39 4.75 3.49 2.57
3 Perumahan 1.74 1.97 2.34 3.71 2.20
4 Sandang 5.09 -1.74 0.12 2.49 3.44
5 Kesehatan 5.32 2.20 1.33 1.50 0.97
6 Pendidikan 3.31 3.71 3.55 1.14 2.13
7 Transpor -5.98 1.09 0.63 1.51 2.402.11 2.86 3.50 4.08 4.53
No. Kelompok2010
Umum
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Bandung (mtm)
Inflasi Bandung (yoy) ‐RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Inflasi tahunan kota Bandung dalam dua
tahun terakhir selalu berada di bawah
inflasi nasional. Hal ini menunjukkan bahwa
inflasi kota Bandung relatif terkendali. Upaya
kerjasama yang telah dilakukan oleh berbagai
dinas terkait dalam mengendalikan inflasi
menunjukkan hasil yang optimal dengan
persistensi laju inflasi tahunan kota Bandung
yang selalu lebih rendah dari inflasi nasional.
Kota Bekasi
Inflasi tahunan kota Bekasi pada triwulan IV-2010 adalah yang tertinggi kedua setelah kota
Depok. Inflasi tahunan kota Bekasi tercatat sebesar 7.88%. Kelompok sandang (12.16%), bahan
makanan (16.55%), dan makanan jadi (10.08%) merupakan kelompok penyumbang inflasi tertinggi
di kota Bekasi. Inflasi komoditas bergejolak tercatat sebesar 16.55%, jauh lebih tinggi dibandingkan
inflasi administered price dan inflasi inti yang masing-masing sebesar 4.54% dan 6.59%. Dari
kelompok sandang, subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok barang pribadi & sandang
lainnya menyumbang kontribusi terbesar. Sedangkan dari kelompok bahan makanan, subkelompok
padi-padian, umbi-umbian, & hasilnya dan subkelompok bumbu-bumbuan. Kelangkaan komoditas
seperti beras, cabai merah, dan cabai rawit di akhir tahun 2010 juga merupakan faktor penyebab
kenaikan harga komoditas tersebut.
Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi
‐7.00
‐2.00
3.00
8.00
13.00
18.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 2.86 2.85 9.61 10.97 16.55
2 Makanan jadi 6.86 8.54 10.75 10.84 10.08
3 Perumahan -0.29 0.45 0.97 3.91 3.57
4 Sandang 5.49 6.23 10.85 12.81 12.16
5 Kesehatan 3.64 4.21 4.08 4.79 3.97
6 Pendidikan 3.56 3.85 3.86 1.10 0.79
7 Transpor -3.05 0.68 0.58 1.40 1.341.93 3.20 5.62 6.76 7.88
No. Kelompok2010
Umum
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Bekasi (mtm)
Inflasi Bekasi (yoy) ‐ RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Dalam dua triwulan terakhir kota Bekasi
mengalami inflasi diatas inflasi nasional. Hal
ini menunjukkan kota Bekasi sangat rawan
mengalami inflasi tinggi karena kota Bekasi
memiliki karakteristik bukan sebagai kota sentra
produksi hasil pertanian sehingga inflasi kota
Bekasi rentan terhadap kenaikan harga komoditas
bergejolak (volatile foods).
Kota Depok
Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Depok
‐10.00
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 6.53 5.24 14.81 7.94 21.96
2 Makanan jadi 7.60 6.50 6.86 -1.46 7.69
3 Perumahan -0.69 1.52 1.78 2.71 3.85
4 Sandang 4.97 0.68 4.35 16.02 5.01
5 Kesehatan 0.79 0.30 0.31 11.28 0.40
6 Pendidikan 3.91 4.40 4.69 -1.11 1.29
7 Transpor -7.41 -0.36 -0.42 8.35 0.791.30 2.96 5.47 5.56 7.97Umum
No. Kelompok2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Kota Depok adalah kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada triwulan IV-2010.
Inflasi tahunan kota Depok cenderung kurang terkendali, hal ini terlihat dari tinggi inflasi tahunan
yang tercatat sebesar 7.97%, naik secara signifikan dari triwulan III-2010 yang hanya sebesar 5.56%.
Inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) menyumbang tekanan paling signifikan yakni dari 7.94%
pada triwulan III-2010 menjadi 21.96% pada triwulan IV-2010. Hal ini disebabkan karena kota Depok
merupakan kota yang komoditas bergejolaknya bergantung dari daerah lain. Kelangkaan komoditas
tersebut pada daerah lain langsung berdampak pada kenaikan harga di kota Depok.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kota Depok
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Depok (mtm)
Inflasi Depok (yoy) ‐RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Inflasi tahunan kota Depok memiliki
kecenderungan yang tinggi. Sama halnya
dengan kota Bekasi, kota Depok memiliki
karakteristik bukan sebagai sentra produksi hasil
pertanian. Kekurangan pasokan komoditas
pertanian seperti yang terjadi pada tahun 2010,
memberikan tekanan yang signifikan terhadap
inflasi kota Depok sehingga inflasi kota Depok
tercatat sebagai inflasi tahunan tertinggi di Jawa
Barat.
Kota Bogor
Sama halnya dengan kota Depok dan Bekasi, kota Bogor juga mengalami inflasi yang
melampaui target inflasi nasional. Inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen yang
mengalami inflasi tertinggi yakni 17.10%, diikuti oleh inflasi administered price 3.23% dan inflasi inti
1.85%. Inflasi komoditas bergejolak lebih disebabkan karena kurangnya pasokan beberapa komoditas
tersebut di pasar-pasar kota Bogor. Meski kelompok bahan makanan memberikan tekanan yang
cukup signifikan pada inflasi kota Bogor, namun inflasi kota Bogor masih teredam oleh turunnya
harga-harga barang dari kelompok sandang terutama subkelompok sandang laki-laki yang mengalami
deflasi hingga 0.87% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 18.76% pada saat
Hari Raya Idul Fitri tahun 2010.
Grafik 2.13. Inflasi Tahunan Kota Bogor
‐10.00
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 4.15 1.25 7.02 8.62 17.10
2 Makanan jadi 8.07 5.09 5.78 2.04 2.49
3 Perumahan 1.62 2.34 2.38 -2.12 3.94
4 Sandang 2.72 2.74 1.78 15.74 1.70
5 Kesehatan 9.66 7.93 8.44 6.94 1.95
6 Pendidikan 3.33 2.58 1.68 -8.38 2.65
7 Transpor -9.74 0.54 0.90 6.58 0.422.16 2.47 4.23 2.98 6.57
No. Kelompok2010
Umum
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
39
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kota Bogor
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Bogor (mtm)
Inflasi Bogor (yoy) ‐ RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Kota Bogor memiliki tren laju inflasi yang
meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan tren
laju inflasi kota Bogor yang selalu mendekati
tren laju inflasi nasional. Walaupun memiliki
tren laju inflasi yang meningkat, inflasi kota
Bogor masih relatif rendah daripada inflasi
nasional. Walaupun kota Bogor adalah sentra
produksi hasil pertanian, meningkatnya inflasi
kota Bogor juga disebabkan karena tekanan
inflasi yang berasal dari volatile foods.
Kota Cirebon
Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Cirebon
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 4.68 3.58 8.18 9.99 15.00
2 Makanan jadi 5.99 5.30 5.52 0.12 6.05
3 Perumahan 3.64 2.31 1.77 -5.92 2.41
4 Sandang 10.77 2.00 6.26 6.46 6.49
5 Kesehatan 5.48 2.53 3.11 -7.90 3.44
6 Pendidikan 8.15 7.01 8.14 -18.60 9.77
7 Transpor -2.95 2.29 2.56 7.52 2.014.11 3.54 4.79 0.73 6.70
No. Kelompok2010
Umum
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Inflasi tahunan kota Cirebon tercatat sebesar 6.70% lebih tinggi dari inflasi gabungan Jawa Barat yang
sebesar 6.62%. Komponen inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen penyumbang
inflasi terbesar di kota Cirebon yakni 15.00%. Faktor pendorong inflasi kota Cirebon yang signifikan
meliputi kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga
(SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, subkelompok padi-padian pada kelompok bahan makanan
mengalami kenaikan harga terutama untuk komoditas beras pada hampir semua tingkat kualitas.
Sedangkan, kenaikan harga subkelompok daging mengalami perlambatan sehingga cukup meredam
inflasi kota Cirebon. Sementara itu, pada kelompok pendidikan terjadi kenaikan harga pada biaya jasa
pendidikan dan kursus-kursus serta pelatihan pada triwulan IV-2010.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Kota Cirebon
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Cirebon (mtm)
Inflasi Cirebon (yoy) ‐RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Pada tahun 2010, Laju inflasi kota Cirebon
relatif terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan
tren laju inflasi kota Cirebon yang berada di
sekitar laju inflasi nasional. Pada tahun-tahun
sebelumnya, inflasi kota Cirebon memiliki
kecenderungan selalu berada jauh diatas inflasi
nasional. Namun, sejak triwulan II-2010 laju
inflasi kota Cirebon dapat diredam di sekitar
laju inflasi nasional meskipun masih memiliki
kecenderungan yang tinggi.
Kota Sukabumi
Inflasi tahunan kota Sukabumi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 5.43%. Seperti pada kota
lainnya, faktor pendorong inflasi berasal dari komoditas bergejolak. Inflasi komoditas bergejolak kota
Cirebon tercatat sebesar 12.85%. Sedangkan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price)
dan inflasi inti masing-masing adalah 2.14% dan 3.10%. Walaupun tidak naik secara signifikan
dibandingkan triwulan III-2010, kelompok bahan makanan merupakan kelompok pendorong inflasi
yang signifikan di kota Sukabumi.
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 0.39 -1.49 4.71 12.94 12.85
2 Makanan jadi 7.70 5.17 4.60 1.00 2.82
3 Perumahan 11.32 7.06 2.19 -9.53 2.94
4 Sandang 1.25 -1.91 3.00 14.55 7.98
5 Kesehatan 2.88 1.02 -0.68 5.82 -0.31
6 Pendidikan 2.83 2.42 2.60 7.44 3.26
7 Transpor -6.59 0.83 0.56 10.35 0.693.49 2.41 3.09 3.42 5.43Umum
No. Kelompok2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 2.18. Inflasi Kota Sukabumi
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Sukabumi (mtm)
Inflasi Sukabumi (yoy) ‐RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Persistensi laju inflasi kota Sukabumi
memiliki kecenderungan menurun. Sejak
terjadi krisis ekonomi pada tahun 2008,
persistensi laju inflasi kota Sukabumi cenderung
tinggi dan berada di atas laju inflasi nasional.
Namun, sejak awal tahun 2010 persistensi laju
inflasi kota Sukabumi mulai menurun.
41
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
42
Kota Tasikmalaya
Di kota Tasikmalaya, faktor pendorong inflasi tahunan masih didominasi oleh komoditas bergejolak.
Inflasi tahunan kota Tasikmalaya tercatat cukup tinggi sebesar 5.56% walaupun masih dalam kisaran
target inflasi nasional. Sedangkan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) tercatat sebesar
16.73%. Inflasi komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) sebesar 1.99% dan inflasi
inti sebesar 2.64%. Sejak pertengahan triwulan I-2010 inflasi volatile foods menjadi faktor pendorong
utama inflasi kota Tasikmalaya. Hal ini disebabkan karena naiknya harga bumbu-bumbuan seperti
cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah pada bulan Desember 2010 serta naiknya harga beras
pada bulan November 2010.
Grafik 2.19. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya
‐5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2009 2010
% inflasi (yoy)
Umum Volatile Foods Administered Price Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa
2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
1 Bahan makanan 2.79 7.09 9.98 15.08 16.73
2 Makanan jadi 13.14 6.98 6.63 4.54 3.53
3 Perumahan 6.47 5.42 1.68 -12.44 3.30
4 Sandang 4.63 -0.03 3.42 16.06 5.66
5 Kesehatan 0.77 1.77 1.46 10.87 2.48
6 Pendidikan 2.45 0.86 2.30 -5.05 -2.84
7 Transpor -3.85 0.43 -0.11 7.92 0.944.17 4.74 4.47 3.06 5.56
No. Kelompok2010
Umum
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)
Inflasi Tasikmalaya (mtm)
Inflasi Tasikmalaya (yoy) ‐ RHS
Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Menjelang akhir tahun 2010, inflasi kota
Tasikmalaya relatif terkendali. Semula
persistensi inflasi tahunan kota Tasikmalaya
memiliki kecenderungan selalu lebih tinggi
daripada inflasi nasional. Namun, menjelang
akhir tahun 2010, inflasi tahunan menjadi lebih
terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan
persistensi inflasi tahunan yang selalu berada
lebih rendah dari inflasi nasional sejak awal
triwulan II-2010.
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
2.1. FUNDAMENTAL
Eksternal
Kondisi faktor eksternal masih relatif terjaga. Nilai tukar rupiah selama triwulanan IV-2010 relatif
stabil pada kisaran Rp9.000,- per Dollar Amerika (USD) sehingga menyebabkan tekanan inflasi dari
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
43
eksternal relatif minimal. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas strategis di pasar
internasional cenderung naik.
Grafik 2.21. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang
‐4
‐2
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2008 2009 2010
% (yoy)
Amerika Jepang Singapura
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.22. Perkembangan Kurs
Rupiah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
8,800
9,300
9,800
10,300
10,800
11,300
11,800
12,300
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2008 2009 2010
%Rp/USD
Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Bank Indonesia
Laju inflasi di negara mitra dagang relatif stabil. Hal ini berdampak positif terhadap inflasi Jawa
Barat dari pengaruh faktor eksternal. Laju inflasi Amerika Serikat cenderung mengalami perlambatan
yang disebabkan karena mulai membaiknya perekonomian Amerika Serikat pasca krisis ekonomi yang
melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Laju inflasi Jepang juga relatif stabil di akhir tahun 2010.
Sementara itu, laju inflasi Singapura sedikit mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi sehingga permintaan akan barang dan jasa mengalami peningkatan.
Grafik 2.23. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional
0
20
40
60
80
100
120
140
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600USD/barrelsUSD/troys
Emas Minyak Dunia (RHS) Sumber: Bloomberg
Harga minyak dunia yang meningkat di
akhir tahun memberikan kontribusi
terhadap peningkatan laju inflasi pada
komoditas BBM non subsidi. Di bulan
Desember 2010 harga minyak dunia secara rata-
rata mencapai US$88.5/barrels. Hal ini
berdampak pada kenaikan bahan bakar minyak
non-subsidi di dalam negeri.
Harga emas dunia relatif meningkat pada akhir tahun 2010. Hal ini dipicu oleh adanya sentimen
dari kebijakan pemerintah China yang menaikkan giro wajib minimum yang memberikan
kekhawatiran bagi sektor perbankan dan perekonomian China secara luas. Selain itu, adanya
kecemasan akan inflasi dunia dan perkembangan isu Eropa menjadi faktor penggerak naiknya harga
emas di akhir tahun 2010. Hal ini memicu kenaikan harga perhiasan emas di perdagangan domestik
yang diindikasikan dengan naiknya inflasi kelompok sandang.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
44
Grafik 2.24. Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Jan‐08
Mar‐08
May‐08
Jul‐0
8
Sep‐08
Nov
‐08
Jan‐09
Mar‐09
May‐09
Jul‐0
9
Sep‐09
Nov
‐09
Jan‐10
Mar‐10
May‐10
Jul‐1
0
Sep‐10
Nov
‐10
USD/pound
Sumber: Bloomberg
Potensi tekanan inflasi juga berasal dari
kenaikan harga gula di pasar internasional.
Sebagai upaya menekan harga gula di pasar
domestik, pemerintah melalui PTPN (perusahaan
perkebunan negara) akan melakukan tender
lelang impor gula kristal putih (GKP). Rencana
impor tersebut bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan GKP sebagai salah satu upaya
stabilisasi harga.
Ekspektasi Inflasi
Ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan jasa di kota Bandung mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian Jawa Barat yang masih pada tahap
pemulihan dan faktor cuaca/iklim yang kurang menentu. Isu terkait pembatasan penggunaan BBM
Bersubsidi juga turut mendorong ekspektasi inflasi masyarakat.
Grafik 2.25. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
-0.8
-0.3
0.2
0.7
1.2
1.7
2.2
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2007 2008 2009 2010
SB% (inflasi)
Inflasi Jabar TD 07 (mtm) SK* SK**
Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat
Keterangan: SK* = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya
Grafik 2.26. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung
90
100
110
120
130
140
150
‐1
0
1
2
3
4
5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
SB% (inflasi)
Inflasi Jabar (qtq) SPE* SPE**
Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat
Keterangan: SK* = Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi pedangan eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya
Sama halnya dengan ekspektasi konsumen, ekspektasi pedagang terhadap harga barang
dan jasa juga meningkat. Sebagaimana pola musimannya, menjelang akhir tahun ekspektasi
pedagang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian Upah Minimum
Kabupaten/Kota yang dilakukan pada akhir tahun. Tingginya harga komoditas di dalam negeri seperti
beras, bahan bakar minyak non subsidi juga memicu ekspektasi pedagang terhadap harga barang dan
jasa. Ekspektasi pedagang terhadap harga dan jasa 6 bulan ke depan pada triwulan IV-2010
mengalami kenaikan menjadi 116,67.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Interaksi Permintaan dan Penawaran
Grafik 2.27. Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi
0.00
3.00
6.00
9.00
12.00
15.00
50.00
60.00
70.00
80.00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
% (yoy)%
Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung
Interaksi permintaan dan penawaran
memberikan tekanan terhadap inflasi Jawa
Barat. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi
turut pula menyebabkan membaiknya
pendapatan yang berimplikasi pada menguatnya
konsumsi. Meningkatnya konsumsi direspons di
sisi supply melalui peningkatan utilisasi kapasitas
produksi. Berdasarkan hasil liaison, sebagian
produsen telah melakukan overtime dalam
mengantisipasi kenaikan kapasitas produksinya.
2.2. NON FUNDAMENTAL
Volatile Foods
Pada triwulan IV-2010 harga volatile foods naik cukup tinggi. Secara tahunan, inflasi gabungan
Jawa Barat pada kelompok bahan makanan saja tercatat sebesar 16.70%. Selama triwulan IV-2010,
terdapat tiga subkelompok pada kelompok bahan makanan yang menyumbang inflasi cukup tinggi
yaitu subkelompok padi-padian & hasilnya, subkelompok daging & hasilnya, dan subkelompok
bumbu-bumbuan.
Grafik 2.28. Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
Padi‐padian, Umbi‐umbian & HasilnyaDaging dan Hasil‐hasilnya
Ikan SegarIkan Diawetkan
Telur, Susu & Hasil‐hasilnyaSayur‐sayuran
Kacang‐kacanganBuah‐buahan
Bumbu‐bumbuanLemak & Minyak
Bahan Makanan Lainnya
Andil inflasi (%, ytd)
Andil inflasi subkelompok padi-padian,
umbi-umbian & hasilnya memberikan andil
inflasi terbesar terhadap inflasi Jawa Barat.
Andil inflasi yang besar ini disebabkan karena
kenaikan harga komoditas beras akibat banyak
sentra-sentra produksi padi di Jawa Barat
mengalami pergeseran masa panen akibat
gangguan cuaca/iklim. Tidak hanya itu, serangan
organisme penganggu tanaman (OPT) juga
menyebabkan gagal panen sejumlah komoditas
pertanian.
Subkelompok padi-padian khususnya komoditas beras mengalami peningkatan harga yang
cukup tinggi selama triwulan IV-2010. Meskipun berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Provinsi Jawa Barat produksi padi Jawa Barat pada periode laporan diperkirakan akan
meningkat, tetap terjadi kenaikan harga beras pada tingkat konsumen. Intelkam Polda Jawa Barat
menginformasikan adanya indikasi penimbunan yang dilakukan oleh beberapa spekulan di daerah
45
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
46
Cirebon. Hal ini semakin diperparah dengan jalur distribusi beras yang memusat ke DKI Jakarta (Pasar
Induk Cipinang) sehingga daerah selain Jabodetabek mengalami kenaikan harga beras karena
kekurangan pasokan beras.
Dari subkelompok bumbu-bumbuan, harga cabai merah dan cabai rawit juga mengalami
peningkatan. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FDG) yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia Bandung dan dihadiri oleh asosiasi pengusaha cabai, perwakilan pasar caringin, akademisi,
dinas pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)
diketahui bahwa penyebab kenaikan harga cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
produktifitas berkurang karena faktor cuaca dan bencana alam pada daerah sentra cabai, permintaan
yang meningkat karena hari besar keagamaan dan liburan panjang dimana Jawa Barat menjadi tujuan
wisata (karena adanya bencana di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur), serta gangguan infrastruktur
jalan raya yang menyebabkan lama waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mengirimkan cabai dari
sentra produksi ke sentra konsumsi.
Setelah melewati bulan Ramadhan tahun 2010, komoditas daging & hasilnya mengalami
sedikit penurunan harga (deflasi). Hal ini disebabkan karena stok daging sapi telah mencukupi
dengan seiring menurunnya kebutuhan masyarakat akan daging sapi selama akhir tahun 2010.
Administered Price
Hasil survei pembatasan subsidi BBM yang dilakukan terhadap 1000 responden
menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (91%) telah mengetahui adanya rencana
pemerintah membatasi BBM bersubsidi. Kebijakan pemerintah tersebut, diperkirakan akan
merubah pola konsumsi masyarakat, yakni melalui pengurangan proporsi biaya hiburan, pakaian, dan
rokok. Sementara itu, hanya 5% responden yang akan menghentikan pemakaian kendaraan pribadi,
sebanyak 74% responden akan tetap menggunakan kendaraan pribadi dan 21% akan menggunakan
kendaraan pribadi hanya pada waktu tertentu. Dari responden yang akan menghentikan kendaraan
pribadi, sebanyak 87% akan menggunakan kendaraan umum dan 13% akan menumpang. Dengan
masih kuatnya konsumsi BBM yang akan beralih ke Pertamax akan meningkatkan konsumsi Pertamax
sehingga dapat mempengaruhi harga Pertamax yang notebene sudah merupakan harga pasar.
Grafik 2.29. Awareness Masyarakat
7%
93%
Tidak Mengetahui Mengetahui
Grafik 2.30. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga
16%
35%
42%
5%
2%
Tidak Naik < 10% 10 ‐ 30% 31 ‐ 50% > 50%
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Dari sisi harga, sebanyak 87% responden memandang harga premium yang wajar adalah sebesar
Rp5.000-6.000 dengan waktu penyesuaian terhadap harga pasar sebaiknya adalah mingguan.
Sementara, seluruh responden (94%) menilai bahwa kendaraan umum dan motor roda 2 masih
berhak menerima BBM bersubsidi. Menurut dampaknya terhadap harga, hampir seluruh responden
(97%) menyatakan kebijakan pemerintah akan mendorong kenaikan harga barang/jasa lainnya. Hal ini
menyebabkan ekspektasi inflasi responden cenderung meningkat, yakni sebanyak 46%
memperkirakan inflasi tahun 2011 berada pada kisaran 6-9% dan 38% pada kisaran 4-6%.
47
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
48
BOKS 1.
TINGGINYA KENAIKAN HARGA CABAI
Cabai merah merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang cukup besar dikonsumsi oleh
masyarakat. Besarnya konsumsi masyarakat di satu sisi dan kondisi produksi yang inelastis di sisi lain
menyebabkan harga cabai merah rentan terhadap gangguan dari sisi penawaran. Jawa Barat
merupakan sentra produksi utama cabai di Indonesia, yakni dengan produktivitas sebesar 285
kuintal/ha. Meski demikian, produksi Jawa Barat belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakatnya sehingga harus mendatangkan dari daerah lain. Berdasarkan pelaku usaha, pedagang
pengumpul merupakan price maker dalam tata niaga cabai karena memiliki akses pasar yang besar
serta dapat mempengaruhi pola produksi petani. Pada hari besar keagamaan nasional, pedagang
pengumpul melakukan spekulasi dan meningkatkan imbal untung. Sementara itu tingkat serapan
industri untuk produksi cabai domestik masih sangat kecil, yakni hanya 2% dari pemasok di Sumatera
Utara. Bahan baku utama industri pengolahan didatangkan dari luar negeri berupa produk pasta.
Selama pemasaran, rata-rata tingkat kehilangan komoditas cabai masih cukup besar, yakni sekitar
4,7% pada setiap titik jalur distribusi, meski Jawa Barat memiliki tingkat kehilangan terkecil
dibandingkan dengan daerah lain, yakni 1%.
Keterkaitan Daerah Produksi dan Konsumsi
Sumber : Departemen Pertanian RI (2006) Analisis Karakteristik Pasar Cabe Merah Indonesia.
Pada tahun 2010 harga cabai melonjak tinggi yakni mencapai Rp75.000/kg sehingga menyumbang
kenaikan laju inflasi. Kenaikan harga cabai disebabkan oleh berbagai faktor. Dari sisi produksi, terjadi
gangguan pasokan akibat menurunnya produksi pada salah satu sentra produksi cabai akibat bencana
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
alam dan dampak anomali iklim. Distribusi cabai juga mengalami hambatan karena belum baiknya
infrastruktur jalan, rantai pemasaran yang panjang, serta ketidaksimetrisan informasi yang dimiliki oleh
pedagang pengumpul. Selain itu, meningkatnya permintaan akibat penyelenggaraan hari raya besar
keagamaan nasional turut mendorong kenaikan harga cabai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan
pemberitaan negatif atas perkembangan harga cabai di pasar sehingga ekspektasi harga menjadi
tinggi.
Rekomendasi
Perbaikan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah (1) Pengumpulan informasi ketersediaan
stok dan harga di jalur distribusi; (2) Pengaturan pola tanam cabai, (3) Optimalisasi jalur distribusi serta
mengatur tata niaga,serta (4) Diseminasi harga cabai melalui media massa untuk menjaga
keberbeimbangan berita. Secara jangka panjang perlu dilakukan pelatihan kepada petani cabai,
pemuliaan untuk bibit cabai, serta perbaikan infrastruktur jalan.
49
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
50
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
51
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
52
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Kondisi perekonomian yang cukup baik menjadi salah satu pendukung kuatnya
pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2010. Penyaluran kredit tumbuh
lebih tinggi pada periode laporan dengan risiko kredit yang terjaga. Kinerja yang baik ini didukung
dengan meningkatnya pertumbuhan DPK terutama deposito. Sementara itu, risiko likuiditas
cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Khusus BPR Jawa Barat, kinerja
penyaluran kredit yang baik pada periode laporan juga didukung dengan upaya efisiensi serta
terjaganya risiko baik likuiditas maupun kredit.
1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Laju pertumbuhan aset perbankan di Jawa
Barat cenderung stabil selama triwulan IV-
2010. Hal ini sebagaimana tercermin dari
perkembangan pertumbuhan periode laporan
yang sebesar 15,9% (Grafik 3.1). Relatif
tertahannya laju pertumbuhan aset perbankan
Jawa Barat diduga disebabkan oleh lebih
tingginya pertumbuhan DPK dibanding kredit
sehingga meningkatkan biaya dana.
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat
681012141618202224
150
160
170
180
190
200
210
220
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
%, yoyTriliun Rp
Aset Pertumbuhan Sumber: LBU KBI Bandung
2. BANK UMUM KONVENSIONAL
2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK oleh perbankan umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-
2010 tumbuh lebih tinggi dari 26,0% menjadi 33,6% atau mencapai Rp178,05 triliun (Grafik
3.3). Kenaikan pertumbuhan terutama pada jenis deposito dan giro, sedangkan tabungan cenderung
stabil. Beberapa bank di Jawa Barat menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan DPK akibat
suku bunga yang kompetitif, khususnya deposito.
Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis
Giro 18%
Tabungan42%
Deposito40%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%, yoy
Total DPK Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU KBI Bandung
53
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah dan bank swasta nasional mendominasi
penghimpunan DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing dengan pangsa sebesar 51% dan 47%
(Grafik 3.4). Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Naiknya
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya kontribusi DPK
Bank milik pemerintah yang pada akhir triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 38,6% (Grafik 3.5).
Sementara itu, pada tahun 2010 terdapat 1 buah bank asing yang berubah menjadi bank umum
syariah sehingga total DPK bank asing turun cukup drastis.
Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat
Bank Pemerintah
51%
Bank Swasta Nasional47%
Bank Swasta Asing2%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.5. Perkembangan DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%, yoy
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing
Sumber: LBU KBI Bandung
Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya,
pertumbuhan DPK rupiah meningkat cukup
tinggi, yakni 36% menjadi Rp162 triliun (Grafik
3.8). Di sisi lain, DPK valas relatif melambat yakni
dari 12,6% menjadi 11,6% atau Rp16 triliiun.
Perlambatan DPK valas diperkirakan semata-
mata akibat apresiasi nilai tukar rupiah yang
lebih rendah dibandingkan dengan periode
sebelumnya (Grafik 3.6).
Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
8.800
9.300
9.800
10.300
10.800
11.300
11.800
12.300
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2008 2009 2010
%Rp/USD
Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy)
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta
Rupiah87%
Valas13%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
yoy, %
Rupiah Valas
Sumber: LBU KBI Bandung
54
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Risiko Likuiditas
Perbankan Jawa Barat diperkirakan masih
dapat menjaga likuiditasnya sebagaimana
tercermin dari angka undisbursed loans dan
rasio LDR (loan to deposit ratio). Pada triwulan
IV-2010, rasio LDR cenderung menurun, yakni dari
75,7% menjadi 73,6% pada periode laporan
(Grafik 3.9). Sementara itu, angka undisbursed
loans bank umum konvensional masih relatif stabil,
yakni 7,7% pada triwulan III-2010 menjadi 6,7%.
Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas
0
2
4
6
8
10
12
14
60
64
68
72
76
80
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I*
Tw.II
*
Tw.II
I*
Tw.IV
*
2007 2008 2009 2010
LDR Undisbursed Loans
Sumber: LBU KBI Bandung
2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya
Perkembangan Kredit
Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan
mencapai 27,6% lebih tinggi dari periode sebelumnya bahkan melebih target penyaluran
kredit nasional (Grafik 3.11). Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding kredit
menjadi sebesar Rp130,97 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit investasi dan
modal kerja tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, yakni masing-masing dari 36,3% menjadi
40,1% serta 24,4% menjadi 29,8%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi sedikit
menurun dari 23,3% menjadi 22,5% karena kebijakan perbankan yang menahan penyaluran untuk
menjaga tingkat kualitas kredit.
Grafik 3.10. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan
Modal Kerja46%
Investasi11%
Konsumsi43%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.11. Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
2009 2010
%, yoy
Modal Kerja Investasi Konsumsi
Keterangan: *) Laporan baru dengan ketentuan Basel IISumber: LBU KBI Bandung
Secara sektoral, penyaluran kredit terbesar ditujukan sektor PHR dan perindustrian masing-masing
mencapai 21% dan 16% dari total penyaluran kredit (Grafik 3.12). Pertumbuhan kredit sektor PHR
cenderung stabil pada periode laporan, sementara sektor industri pengolahan cenderung meningkat,
yakni dari 23% menjadi 32% (Grafik 3.13). Di sisi lain, pada tahun 2010 sektor pertanian masih turun
meski pada triwulan IV-2010 kredit ke sektor pertanian relatif meningkat. Berdasarkan hasil survey
55
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
perbankan BI Bandung, turunnya penyaluran kredit perbankan terutama disebabkan oleh anomali
cuaca.
Grafik 3.12. Porsi Kredit per Sektor Ekonomi Pertanian
2%Pertambang
an0%
Perindustrian
16%
LGA0%
Konstruksi3%
PHR21%
Pengktn, Gudg& Kmnks
5%
Jasa Dunia Usaha2%
Jasa Sosial3%
Lain-lain48%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi
-20
0
20
40
60
80
100
120
Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
2010
yoy, % Pertanian Perindustrian
PHR Pengktn, Gudg& Kmnks
Sumber: LBU KBI Bandung
Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, penyaluran kredit terbesar masih dilakukan oleh bank
pemerintah, yakni sebesar 61% atau sebesar Rp79,3 triliun pada periode laporan (Grafik 3.14). Namun
demikian, perkembangan pertumbuhan kredit bank pemerintah cenderung menurun, sementara bank
swasta nasional meningkat cukup signifikan (Grafik 3.15). Kinerja penyaluran kredit oleh bank swasta
nasional yang cukup baik berpotensi untuk meningkat mengingat masih relatif kecilnya porsi kredit
bank swasta nasional (37%) dibandingkan jumlah dana yang dihimpun (47%).
Grafik 3.14. Porsi Kredit per Kelompok Bank
Bank Pemerintah
61%
Bank Swasta Nasional37%
Bank Swasta Asing2%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.15. Perkembangan Kredit per Kelompok Bank
-20
-10
0
10
20
30
40
50
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
2009 2010
yoy, %
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
Bank Swasta Asing
Sumber: LBU KBI Bandung Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di
Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 46% (Tabel 3.1). Kredit yang disalurkan oleh
perbankan di Kota Bandung mayoritas diperuntukkan sektor PHR serta industri pengolahan. Menurut
angka pertumbuhannya, penyaluran bank berkantor di Kota Bekasi adalah yang tertinggi yakni sebesar
47% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah
tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat.
56
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat
Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.III* Tw.IV*Kab. Bekasi 0.22 0.27 0.31 1.17 (79.70) (34.72) 0.95%Kab. Purwakarta 1.83 1.95 2.01 1.90 13.61 7.22 1.54%Kab. Karawang 3.17 3.37 3.45 3.71 15.34 20.76 3.02%Kab. Bogor 0.57 0.61 0.64 0.68 (63.42) (60.43) 0.55%Kab. Sukabumi 0.83 0.89 0.90 0.90 9.23 12.27 0.73%Kab. Cianjur 1.61 1.70 1.72 1.75 12.47 9.50 1.42%Kab. Bandung 1.88 2.01 2.12 2.31 18.44 26.87 1.88%Kab. Sumedang 1.26 1.33 1.38 1.46 9.68 18.25 1.19%Kab. Tasikmalaya 0.37 0.39 0.41 0.42 14.12 15.28 0.34%Kab. Garut 1.98 2.09 2.16 2.27 9.55 18.69 1.85%Kab. Ciamis 0.99 1.07 1.13 1.19 14.77 24.01 0.97%Kab. Cirebon 0.52 0.54 0.55 0.57 N/A N/A 0.47%Kab. Kuningan 1.10 1.16 1.17 1.22 13.47 15.42 0.99%Kab. Indramayu 1.51 1.62 1.70 1.81 30.36 25.16 1.48%Kab. Majalengka 1.29 1.67 1.41 1.46 15.69 15.19 1.19%Kab. Subang 2.45 2.54 2.64 2.73 11.59 18.09 2.22%Kota Banjar 0.89 0.93 0.95 0.98 10.84 13.44 0.80%Kota Bandung 48.71 51.62 53.75 57.06 17.01 18.46 46.44%Kota Bogor 8.20 8.64 8.91 9.43 36.84 37.87 7.67%Kota Sukabumi 2.73 2.90 3.02 3.14 15.64 16.25 2.56%Kota Cirebon 6.18 6.55 6.90 7.27 10.49 11.42 5.91%Kota Tasikmalaya 4.43 4.69 4.80 5.12 15.07 20.36 4.17%Kota Cimahi 1.34 1.48 1.48 1.58 20.93 21.53 1.29%Kota Depok 1.82 1.95 2.15 2.32 29.75 31.21 1.88%Kota Bekasi 9.14 9.68 10.04 10.42 46.32 47.27 8.48%
URAIANKredit (Rp Triliun) Pertumbuhan (%, yoy)
Pangsa
Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat
meningkat, yakni dari Rp37,7triliun menjadi Rp39,1 triliun (Grafik 3.16). Sementara itu, pangsa kredit
UMKM masih relatif stabil, yakni 29,9%. Peningkatan kredit UMKM terutama disebabkan oleh
tingginya kenaikan kredit kepada Usaha Menengah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi lain,
berdasarkan jenis penggunaannya baik kredit investasi maupun konsumsi masih memiliki kontribusi
yang sama dengan nilai kredit pada periode laporan, masing-masing sebesar Rp5,9 triliun dan Rp33,1
triliun (Grafik 3.17).
Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
45
-
10
20
30
40
50
60
Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
2010
%Triliun Rp
Kredit MKM per Skala Usaha Pangsa Kredit MKM (RHS)
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat
-
5
10
15
20
25
30
35
Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*
2010
Rp TriliunModal Kerja Investasi Konsumsi
Sumber: LBU KBI Bandung
57
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Risiko kredit
Pada periode laporan, risiko kredit perbankan di
Jawa Barat cenderung membaik, sebagaimana
diindikasikan oleh NPL gross yang turun dari
3,51% menjadi 3,05% (Grafik 3.18). Namun
demikian, risiko kredit UMKM sedikit meningkat,
yakni dari 5,25% menjadi 5,30%.
Grafik 3.18. Perkembangan NPL
4,31
4,13
3,92
3,44
3,783,63
3,57
3,52
3,993,91
3,82
3,38
3,42
3,35
3,51
3,05 3,0
3,2
3,4
3,6
3,8
4,0
4,2
4,4
Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I*
Tw.II*
Tw.III*
Tw.IV*
2007 2008 2009 2010
Sumber: LBU KBI Bandung
3. BANK UMUM SYARIAH
Pada triwulan IV-2010 perbankan umum syariah di Jawa Barat mengalami perkembangan
yang cukup baik. Perubahan status salah satu bank umum konvensional menjadi syariah
menyebabkan baik penghimpunan dana maupun pembiayaan tumbuh sangat tinggi menjadi sekitar 2
kali lipat sehingga masing-masing menjadi sebesar Rp9,85 triliun dan Rp7,81 triliun (Grafik 3.19 dan
3.20). Laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan diduga
menyebabkan meningkatnya biaya dana bank umum syariah sebagaimana yang terjadi dengan bank
umum konvensional.
Grafik 3.19. Perkembangan Dana Pihak
Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat
0
20
40
60
80
100
120
-1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I*
Tw.II
*
Tw.II
I*
Tw.IV
*
2008 2009 2010
yoy, %Rp Triliun
DPK Pertumbuhan
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.20. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat
0
20
40
60
80
100
120
-1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I*
Tw.II
*
Tw.II
I*
Tw.IV
*
2008 2009 2010
yoy, %Rp Triliun
Pembiayaan Pertumbuhan
Sumber: LBU KBI Bandung
Lebih tingginya laju pertumbuhan DPK
dibandingkan kredit menyebabkan Financing to
Deposit Ratio (FDR) sedikit turun dari 85,7%
menjadi 83,5% (Grafik 3.21). Perbankan umum
syariah menyebutkan bahwa FDR masih dijaga
dilevel yang cukup tinggi meski sedikit menahan
penyaluran pembiayaan karena menunggu
kepastian kondisi perekonomian ke depan serta
menjaga kualitas pembiayaan.
Grafik 3.21. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat
88,4
82,3
92,2
86,3
83,4
78,5
83,2 84,5
76,8
85,5 85,7
83,5
70
75
80
85
90
95
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%
Sumber: LBU KBI Bandung
58
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Dengan sikap kehati-hatian yang cukup baik dari perbankan syariah di Jawa Barat rasio Non
Performing Financing (NPF) cenderung turun, yakni dari 3,3% menjadi 2,6% pada periode laporan
(Grafik 3.22). Evaluasi sepanjang tahun 2010 menunjukkan bahwa risiko kredit cenderung membaik
dan pada akhir tahun telah tercapai rekor nilai NPF yang baru.
Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat
5,65,1
4,8
3,6
4,5
3,3
4,0
3,1
4,8
3,9
3,3
2,6
-
1
2
3
4
5
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%
Sumber: LBU KBI Bandung
4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kinerja BPR Jawa Barat membaik pada periode laporan sebagaimana diindikasikan oleh
peningkatan pertumbuhan kredit, perbaikan efisiensi, serta terjaganya risiko. Pada periode
laporan, pertumbuhan kredit naik dari 18,94% menjadi 21,10% (Grafik 3.23). Meski demikian, aset
BPR Konvensional tumbuh melambat dari 19,81% menjadi 19,71% atau Rp8,48 triliun pada triwulan
IV-2010. Sementara, pertumbuhan DPK turun dari 20,41% menjadi 18,90% atau sebesar Rp6,06
triliun (Grafik 3.24). Kondisi ini terutama disebabkan oleh terpacunya BPR Konvensional untuk
meningkatkan nilai LDRnya.
Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat
0
5
10
15
20
25
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0
8,5
9,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
%, yoyRp Triliun
Aset Pertumbuhan Aset
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat
0
5
10
15
20
25
30
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
%, yoyRp Triliun
DPK Kredit Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Kredit
Sumber: LBU KBI Bandung
59
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
60
Selain itu, pada triwulan IV-2010 BPR Jawa Barat
semakin berupaya untuk meningkatkan akses
pembiayaannya kepada masyarakat. Hal ini
sebagaimana diindikasikan dengan penambahan
kantor cabang sebanyak 558 unit menjadi 563
unit (Tabel 3.2). Dari aspek efisiensi, kinerja BPR
Jawa Barat berada dalam tren perbaikan. Pada
triwulan IV-2010 BOPO (Beban Operasional –
Pendapatan Operasional) BPR Jawa Barat
membaik dari 74,5% menjadi 73,4% (Grafik
3.25).
Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat
88,2
86,9
86,7
86,9 86,9
86,5
87,287,0
85,3
84,8
85,6 85,5
83
84
85
86
87
88
89
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
%
Sumber: LBU KBI Bandung
Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IVJumlah BPR 401 400 400 401 379 379 379 376Jumlah kantor cabang BPR 526 531 532 545 550 553 558 563
152 152 152 153 131 131 131 130Jumlah PD BPR
2009 2010URAIAN
Sumber: LBU KBI Bandung
Berdasarkan risiko yang dihadapi perbankan, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang
cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang sebesar 21,4% (Tabel 3.3).
Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) mengalami perbaikan, yakni dari 8,13% pada
triwulan III-2010 menjadi 7,28% pada periode laporan. Penurunan NPL BPR Jawa Barat diperkirakan
akan masih berlanjut di masa mendatang. Selain itu likuiditas masih cukup baik sebagaimana
terjaganya indikator LDR BPR Jawa Barat.
Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV23.8 23.08 22.6 22.81 23.41 22.3 22.12 21.43
LDR 75.47 75.02 74.89 72.42 71.28 73.83 74.47 73.4386.89 86.45 87.17 87.01 85.25 84.81 85.56 85.51
9.9 9.62 9.58 8.68 8.49 8.09 8.13 7.28NPL BOPO
CAR
2009 2010URAIAN
Sumber: LBU KBI Bandung
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
61
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
62
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Menggeliatnya perekonomian Jawa Barat serta beberapa kebijakan pemerintah pusat terkait
tarif pajak menyebabkan realisasi penerimaan melebihi target. Dari sisi pemerintah pusat,
penerimaan pajak terbesar didorong oleh komponen pajak PPh, PPN impor, serta PBB terhutang.
Sementara itu, penerimaan pajak dari kendaraan bermotor menjadi sumber utama penerimaan
Pemerintah Provinsi. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2010 meningkat pesat dibandingkan
triwulan lalu akibat percepatan penyaluran belanja hibah dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meski
demikian, secara tahunan realisasi belanja pemerintah daerah masih relatif terbatas dengan kisaran
85% hingga 90% atau relatif sama dengan tahun sebelumnya.
Di sisi pengeluaran, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-2010
diperkirakan berada dalam kisaran 85% hingga 90% dari total anggaran. Realisasi belanja
langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun pelaksanaan
program, serta realisasi belanja infrastruktur telah berjalan cukup baik. Namun demikian, belanja tidak
langsung diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah.
1. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH PROVINSI DI
JAWA BARAT
Pendapatan pemerintah di Jawa Barat meningkat dibandingkan dengan periode lalu.
Komponen penyebab naiknya pendapatan pemerintah adalah realisasi PPh pasal 21, PPN Impor, dan
pelunasan PBB terhutang serta kenaikan pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor. Masih
kuatnya konsumsi masyarakat pada periode laporan disebabkan oleh adanya pencairan tunjangan
penghasilan profesi dan guru/dosen, sementara kenaikan jumlah impor turut mendorong
pertumbuhan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah
pusat menaikkan tarif STNK serta masih baiknya konsumsi kendaraan bermotor masyarakat selama
tahun 2010 mendorong kinerja PAD Pemerintah Provinsi Jawa Barat melampaui target.
1.1 PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH
Pertumbuhan perolehan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat pada triwulan IV-2010
meningkat cukup tinggi, yakni sebesar 14,6% (yoy) atau menjadi Rp3,48 triliun (Tabel 4.1).
Tingginya pertumbuhan penerimaan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat terutama disebabkan oleh
pertumbuhan realisasi PPh pasal 21. Pada triwulan IV-2010 terjadi pencairan tunjangan penghasilan
profesi dan guru/dosen di lingkungan dinas yang merupakan arah kebijakan pemerintah tahun 2010.
Kondisi ini juga ditopang dengan masih relatif stabilnya penghasilan masyarakat Jawa Barat.
Laju pertumbuhan impor yang meningkat pada periode laporan menyebabkan penerimaan PPN
barang impor meningkat cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak I Jawa
Barat, impor barang konsumsi menyebabkan PPN barang impor meningkat cukup tinggi pada triwulan
IV-2010, yakni tumbuh 9,27% menjadi Rp1,14 triliiun. Adapun, pada akhir tahun wajib pajak telah
melakukan pelunasan PBB terhutang setelah pada periode lalu penerimaan PBB mengalami
penurunan. Selain dipicu meningkatnya kesadaran wajib pajak, hal ini juga disebabkan oleh adanya
akumulasi realisasi PBB Migas dan Non Migas pada triwulan IV-2010.
63
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I (Rp Miliar)
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
A. Pajak Penghasilan 1.638,64 1.378,42 1.292,00 1.446,63 1.962,23 1.663,62
B. PPN dan PPN BM 729,03 1.049,18 624,00 722,48 784,46 1.146,44
C. PL dan PIB 38,59 42,79 26,00 45,57 43,29 46,70
D. PBB dan BPTHB 560,78 565,10 86,00 332,31 458,73 622,81
Jumlah 2.967,04 3.035,49 2.028,00 2.547,00 3.248,70 3.479,56
Pertumbuhan (%, yoy) 25,41 4,38 -4,77 10,42 9,49 14,63
Jenis Pajak20102009
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak I Jawa Barat
1.2 PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI
Pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 melebihi target APBD, yakni
sebesar 122,61% (Tabel 4.2). Faktor penyebab besarnya penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Jawa
Barat adalah kebijakan pemerintah pusat yang menerapkan kenaikan tarif STNK sehingga pajak dan
bea balik nama kendaraan bermotor serta masih kuatnya konsumsi masyarakat.
Berdasarkan komponennya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi paling besar dari
realisasi pendapatan pemerintah provinsi pada tahun 2010 yakni sebesar Rp7.231,24 miliar, lebih
besar dari APBD 2010 yang hanya sebesar Rp5.622,88 miliar. Selain itu, realisasi dana perimbangan
pada triwulan IV-2010 juga lebih besar dari APBD 2010 yakni sebesar Rp2.427,89 miliar. Peningkatan
realisasi dana perimbangan terutama disebabkan oleh pengalihan beberapa jenis pajak dari pusat,
yakni PBB, PPh pasal 25 dan 29, serta cukai hasil tembakau serta pendapatan non pajak, yakni
pendapatan dari pemanfaatan sumber daya alam hutan, pertambangan, minyak bumi, gas alam, dan
panas bumi.
Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Realisasi(Rp Miliar)
% Realisasithd APBD
Realisasi(Rp Miliar)
% Realisasithd APBD
I PAD 5.176,29 5.786,26 111,78 5.622,88 7.231,24 128,60 a. Pajak Daerah 4.835,28 4.979,39 102,98 5.147,19 6.470,87 125,72 b. Retribusi Daerah 28,63 38,04 132,84 29,14 32,89 112,84 c. Hasil Perusahaan Milik Daerah 138,21 179,94 130,19 204,22 226,38 110,85 d. Lain-lain PAD 174,17 492,82 282,95 242,32 395,39 163,17
II Dana Perimbangan 1.763,25 2.172,73 123,22 2.105,35 2.427,89 115,32 a. Bagi Hasil Pajak 786,02 939,65 119,55 980,66 1.113,09 113,50 b. Dana Alokasi Umum 977,24 984,30 100,72 1.086,12 1.086,12 100,00 c. Dana Alokasi Khusus - - - 38,57 38,57 100,00
III Lain-lain Pendapatan 12,44 N/A N/A 29,33 N/A N/Aa. Bantuan Keuangan 9,59 N/A N/A 8,29 N/A N/Ab. Lain-lain Penerimaan 2,84 N/A N/A 21,04 N/A N/A
6.951,98 7.958,99 114,49 7.757,56 9.659,13 124,51 Total Pendapatan
Triwulan IV 2009APBD 2009(Rp Miliar)
APBD 2010(Rp Miliar)
Triwulan IV 2010No Uraian
Sumber: Dispenda Jawa Barat
64
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
65
Pendapatan Asli Daerah
Bea balik nama kendaraan bermotor tumbuh 54,7% selama tahun 2010 menjadi Rp2,99 triliun.
Sementara itu, pajak kendaraan bermotor naik sebesar 18,5% menjadi Rp2,2 triliun (Tabel 4.3).
Kontribusi kedua jenis pajak tersebut mendorong pertumbuhan PAD sebesar 29,95% menjadi Rp6,47
triliun. Namun demikian, pada akhir tahun penerimaan pajak kendaraan bermotor maupun bea balik
nama kendaraan bermotor sedikit menurun dibandingkan triwulan III-2010. Dinas Pendapatan Provinsi
Jawa Barat menginformasikan bahwa telah berlalunya hari raya Idul Fitri menyebabkan minat atas
pembelian kendaraan bermotor berkurang.
Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp. Miliar)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
Pajak Kendaraan Bermotor 1.862,29 495,46 551,41 588,20 572,45 2.207,52 18,54
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
1.936,20 657,22 765,16 800,83 772,48 2.995,70 54,72
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
1.084,82 275,23 287,75 298,45 300,61 1.162,04 7,12
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan AirBawah Tanah dan Air Permukaan
96,08 23,20 27,39 26,59 28,44 105,61 9,92
Jumlah 4.979,39 1.451,11 1.631,71 1.714,07 1.673,98 6.470,87 29,95
Jenis Pajak2010
2009 2010 Pertumbuhan
(%, yoy)
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
Dana Perimbangan
Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Pemerintah Jawa Barat
-
200
400
600
800
1,000
1,200
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2008 2009 2010
Rp MiliarDana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Kebijakan pemerintah pusat mengalihkan
beberapa jenis pajak ke daerah meningkatkan
realisasi dana perimbangan khususnya dana bagi
hasil pajak. Beberapa pajak yang dialokasikan
kepada pemerintah daerah adalah pajak bumi
dan bangunan serta panas bumi. Dengan adanya
pengalihan kewenangan tersebut, maka realisasi
dana bagi hasil pajak Pemerintah Provinsi Jawa
Barat melebihi perkiraan.
2. BELANJA DAERAH
2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT
Realisasi belanja pemerintah pusat di daerah melalui alokasi dana tugas pembantuan dan
dekonsentrasi masih relatif terbatas. Hingga akhir tahun 2010, realisasi fisik dana tugas pembantuan
adalah sebesar 80,31% sementara dana dekonsentrasi sebesar 86,52%. Terhambatnya realisasi dana
diperkirakan karena ketidakpastian kondisi cuaca serta serangan hama yang intensif.
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Dana Tugas Pembantuan
Dana tugas pembantuan adalah dana pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah
untuk menjalankan program pemerintah pusat. Pada tahun 2010 alokasi dana tugas pembantuan
terbesar diterima oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat untuk perbaikan
jaringan irigrasi dan waduk dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional. DPSDA
telah merealisasikan anggaran dengan cukup baik yakni sebesar 92% (Tabel 4.4). Sementara itu,
masih terdapat kendala dalam realisasi program peningkatan budidaya pertanian maupun perikanan di
beberapa daerah khususnya akibat anomali iklim.
Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Pembantuan Terbesar (dalam Miliar Rp)
Realisasi (%) Provinsi/Kabupaten/Kota
Anggaran 2010 Fisik Keuangan
Provinsi Jawa Barat 62,368.40 86.15 92.01
Kabupaten Garut 26.76 92.74 93.86
Kabupaten Sukabumi 19.83 90.12 91.64
Kabupaten Tasikmalaya 18.85 76.54 69.78
Kabupaten Cianjur 9.21 99.22 99.26
Jumlah 62,682.75 80.31 75.88
Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat
Dana Dekonsentrasi
Dana dekonsentrasi adalah dana pemerintah pusat untuk pembiayaan program yang telah
dilimpahkan kepada daerah. Dinas Pendidikan memperoleh alokasi dana terbesar yang diperuntukkan
dan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Sama halnya yang terjadi pada program tugas pembantuan,
realisasi dana dekonsentasi mengalami kendala akibat gangguan cuaca terhadap lahan pertanian.
Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp)
Realisasi (%) Dinas
Anggaran 2010 Fisik Keuangan
Dinas Pendidikan 4,838.82 97.54 98.78
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) 54.70 95.67 95.62
Dinas Pertanian 25.81 77.53 85.22
Dinas Sosial 22.61 91.21 93.01
Dinas Tata Ruang dan Pemukiman 4.69 88.02 100.00
Jumlah 5,107.17 86.52 90.29
Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat
66
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-2010 diperkirakan sama
dengan tahun lalu, yakni berada dalam kisaran 85% hingga 90% dari total anggaran. Realisasi
belanja langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun
pelaksanaan program masing-masing OPD telah berjalan dengan baik, serta realisasi belanja
infrastruktur yang cukup baik oleh Dinas Bina Marga. Namun demikian, belanja tidak langsung
diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah.
Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp)
Jenis Belanja APBD 2009 Realisasi (%) APBD 2010 Realisasi (%)
Pegawai 64,89 97,28 59,18 97,68
Barang dan Jasa 299,16 93,27 293,86 98,19
Modal 340,42 84,62 594,90 91,63
- Tanah 141,65 62,76 84,13 85,08
- Peralatan dan Mesin 2,59 97,07 15,32 94,36
- Pembangunan Jalan & Jembatan 196,18 94,03 495,46 95,44
JUMLAH 706,468 87,78 977,36 95,68
Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat
Khusus untuk Dinas Bina Marga, anggaran belanja untuk pembangunan jalan dan jembatan
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari Rp196 miliar menjadi Rp495 miliar. Alokasi
anggaran tersebut diperuntukkan pembangunan proyek pembangunan tol Cisumdawu dan tol Soroja
serta pembebasan tanah ruas jalan Situraja-Darmaraja. Dengan alokasi anggaran yang meningkat
cukup tinggi pada tahun 2010, kinerja realisasi anggaran Dinas Bina Marga masih sangat baik bahkan
cenderung meningkat. Tingkat realisasi anggaran pada tahun 2010 membaik dari 87% menjadi 95%.
Hal ini disebabkan pelaksanaan kegiatan pelelangan serta pembangunan yang dimulai lebih awal,
yakni pada tahun 2009 pada bulan Maret sedangkan pada tahun 2010 dimulai sejak bulan Januari.
Selain itu, penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik merupakan salah satu faktor pendukung
dalam percepatan proses lelang proyek infrastruktur. Tidak terealisirnya seluruh anggaran proyek
infrastruktur terutama disebabkan oleh hasil lelang yang lebih rendah dari perkiraan. Dengan
demikian, hingga akhir tahun 2010, target pembangunan fisik telah tercapai sepenuhnya dengan
biaya hanya sebesar 95,44% dari perkiraan.
Di lain pihak, realisasi anggaran pembangunan infrastruktur dapat lebih tinggi jika hambatan
administrasi maupun pembangunan dapat diatasi. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Bina
Marga adalah kelengkapan dokumen pengajuan pembayaran proyek, kemampuan penyedia jasa
peningkatan jalan yang kurang memadai, serta proses pembebasan lahan yang tidak dapat
sepenuhnya terealisir.
67
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
68
BAB 5
PERKEMBANGAN
SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
70
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
71
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai
merupakan salah satu dari tiga tugas utama Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu
kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem
pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan
konsumen.
Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 secara umum
mengalami penurunan. Dari sisi peredaran uang kartal, perkembangan aliran uang kartal di wilayah
Jawa Barat masih mengalami net inflow yang mengindikasikan kebutuhan uang tunai untuk transaksi
semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya alat transaksi non tunai seperti transfer via mesin
ATM, alat pembayaran menggunakan kartu dan uang elektronik. Khusus untuk triwulan IV-2010, terjadi
penurunan net inflow di Jawa Barat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang terjadi di wilayah
kerja KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya.
Sementara itu, sistem pembayaran non tunai terus mengalami kenaikan selama triwulan IV-
2010. Peningkatan kegiatan non tunai terutama terjadi pada transaksi RTGS tercatat mengalami kenaikan
dari sisi nominal. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan transaksi
masyarakat secara cepat, efisien dan aman.
1. PENGEDARAN UANG KARTAL
1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW)
Seperti kondisi pada periode-periode sebelumnya, perkembangan aliran uang kartal di wilayah
Jawa Barat masih mengalami net inflow. Kondisi ini terjadi, karena aliran uang yang masuk (inflow)
ke Bank Indonesia di regional Jawa Barat (meliputi KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) lebih
besar dibandingkan aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow). Kondisi ini
menunjukkan bahwa kebutuhan uang tunai untuk transaksi semakin berkurang di masyarakat seiring
dengan semakin mudahnya transaksi secara non tunai melalui transfer via ATM (Automated Teller
Machine), uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu.
Khusus untuk triwulan IV-2010, net inflow mengalami sedikit penurunan, yaitu dari sebesar Rp3,13 triliun
pada triwulan III-2010 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV-2010, atau turun 9,58% (qtq). Penurunan
tersebut disebabkan karena adanya penurunan inflow sebesar Rp2,25triliun yang lebih besar daripada
penurunan outflow sebesar Rp1,95 triliun. Baik inflow maupun outflow mengalami penurunan karena
kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai pada triwulan IV-2010 tidak sebesar pada saat Lebaran di
triwulan III-2010.
Penurunan net inflow terjadi di KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya, yang masing-masing turun dari
sebesar Rp1,56 triliun menjadi Rp1,41 triliun dan dari Rp0,61 triliun menjadi Rp0,36 triliun. Di sisi lain,
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
72
KBI Cirebon mengalami peningkatan net inflow sebesar Rp100 miliar, atau tumbuh 10% dibandingkan
triwulan sebelumnya. Peningkatan net inflow di KBI Cirebon disebabkan karena penurunan inflow lebih
kecil daripada penurunan outflow.
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
2007 2008 2009 2010
(Rp
Triliu
n)
Outflow Net Inflow Inflow
Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon
Setelah mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan III-2010 mencapai 191% (qtq) untuk
uang kertas dan 2.048% (qtq) untuk uang logam seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk Lebaran,
aliran uang yang keluar dari KBI Bandung pada triwulan IV-2010 mengalami penurunan yang cukup
besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, aliran uang keluar tersebut masih lebih
tinggi jika dibandingkan dengan aliran uang keluar pada triwulan II-2010 karena terdapat musim liburan
Natal dan Tahun Baru 2011.
Nominal yang banyak diperlukan oleh masyarakat pada triwulan IV-2010 adalah uang pecahan besar
yaitu pecahan Rp50.000 (18,53 juta bilyet atau 50% dari total bilyet keluar) dan Rp100.000 (12,28 juta
bilyet atau 33,2%). Hal ini berbeda dengan kebutuhan pada saat triwulan III-2010 yang didominasi oleh
kebutuhan uang pecahan kecil Rp1000 – Rp10.000 yang mencapai 85,18 juta bilyet atau 60,9% dari
total bilyet keluar.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
73
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung
Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp J uta) (J uta) (Rp J uta) (J uta)
Uang Kertas100,000 1,707,483.30 17.07 1,228,471.70 12.28 -28.05% -28.05%
50,000 1,425,437.00 28.51 926,327.30 18.53 -35.01% -35.01%20,000 181,069.86 9.05 16,346.12 0.82 -90.97% -90.97%10,000 262,705.76 26.27 13,716.71 1.37 -94.78% -94.78%
5,000 127,082.93 25.42 10,362.23 2.07 -91.85% -91.85%2,000 65,721.02 32.86 3,382.88 1.69 -91.85% -91.85%1,000 632.82 0.63 151.87 0.15 -76.00% -76.00%
Total 3,770,132.69 139.82 2,198,758.81 36.92 -41.68% -73.60%
Uang Logam1,000 11,421.13 11.42 1,074.46 1.07 -90.59% -90.59%
500 1,958.76 3.92 5.25 0.01 -99.73% -99.73%200 723.40 3.62 46.80 0.23 -93.53% -93.53%100 668.69 6.69 43.32 0.43 -93.52% -93.52%
50 146.00 2.92 7.81 0.16 -94.65% -94.65%25 0.00 0.00 - - -100.00% -100.00%
Total 14,917.97 28.56 1,177.64 1.91 -92.11% -93.32%
J enis PecahanPertumbuhan (qtq)Tw. III-2010 Tw. IV-2010
Nominal Bilyet/Keping
Sumber: BI Bandung
1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan, atau yang disebut juga dengan
kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung tercatat mengalami
peningkatan pada triwulan IV-2010 dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan tersebut
disebabkan karena banyaknya aliran uang yang masuk dari masyarakat melalui kegiatan penukaran uang
untuk kebutuhan Lebaran pada triwulan III-
2010 baru dimusnahkan pada triwulan IV-
2010. Pada triwulan IV-2010, jumlah uang
yang dimusnahkan adalah sebanyak 156,62
juta bilyet, dengan total nominal senilai
Rp3,6 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi
dibandingkan PTTB pada triwulan III-2010,
baik dari sisi jumlah bilyet maupun
nominalnya. Jenis pecahan yang paling
banyak dimusnahkan adalah uang pecahan
Rp50.000, dengan porsi sebesar 20,27%
dari seluruh pecahan uang. Selanjutnya,
jenis pecahan yang paling banyak
dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000
(20%); Rp2.000 (18%); serta pecahan Rp5.000 (14%).
0,00
40,00
80,00
120,00
160,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Juta Lembar
Rp100rb Rp50rb Rp20rb Rp10rb Rp5rb Rp2rb Rp1rb
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung
Sumber: BI Bandung
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
74
Uang dengan nominal pecahan kecil (Rp1.000 – Rp5.000) masih mendominasi pemusnahan uang pada
triwulan IV-2010 mencapai 52,91% dari keseluruhan bilyet uang yang dimusnahkan. Disisi lain, uang
pecahan kecil yang dikeluarkan ke masyarakat pada triwulan IV-2010 hanya sebesar 10,61% dari
keseluruhan bilyet uang yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan rusak dari uang
pecahan kecil lebih tinggi daripada uang pecahan besar maupun pecahan sedang. Untuk memperlama
umur uang, Bank Indonesia terus berupaya memberikan sosialisasi mengenai perlakuan uang yang baik
dan benar (3D – Didapat, disimpan, disayang).
82,5183,46
5,37 5,93 12,12 10,61
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Pecahan Besar (Rp50rb-Rp100rb) Pecahan Sedang (Rp10rb-Rp20rb)
Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb)
Bilyet Outflow (%)
32,52 29,96
14,22 17,13
53,25 52,91
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2009 2010
Pecahan Besar (Rp50rb-Rp100rb) Pecahan Sedang (Rp10rb-Rp20rb)
Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb)
Bilyet PTTB (%)
Sumber: BI Bandung Sumber: BI Bandung
1.3. UANG PALSU
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung mengalami penurunan dari sisi jumlah
bilyet dibandingkan periode sebelumnya. Selama triwulan IV-2010, tercatat sebanyak 2.254 lembar
uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp147,62 juta. Dari total uang palsu yang ditemukan
tersebut, sebanyak 55,9% merupakan uang palsu nominal Rp50.000 dan 36,4% uang palsu nominal
Rp100.000. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya
memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan
sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.
2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
Berkembangnya perekonomian domestik meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan,
kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus
melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya
Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang
Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
75
melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Peningkatan
kegiatan pembayaran non tunai terjadi dengan menggunakan RTGS yang berbasis pada kehandalan,
tepat waktu dan aman.
2.1 KLIRING LOKAL
Perkembangan sistem pembayaran di bidang kliring1 di Jawa Barat tidak mengalami perubahan
yang signifikan, apabila dilihat dari sisi nominal. Selama triwulan IV-2010, transaksi melalui kliring
yang diselesaikan (meliputi kliring debet2 dan dan kliring kredit) senilai Rp33,79 triliun, mengalami
peningkatan sebesar 6,53% dibandingkan triwulan IV-2009 atau sebesar 0,02% dibandingkan periode
sebelumnya. Peningkatan tersebut didukung oleh adanya peningkatan pada wilayah Bandung dan
Cirebon, meskipun terjadi penurunan nominal kliring pada wilayah Tasikmalaya.
Adapun jumlah warkat kliring yang sah sebagai alat transaksi oleh masyarakat sebanyak 1.328.202
lembar, mengalami penurunan sebesar 4,85% dibandingkan triwulan IV-2009 atau sebesar 10,01%
dibandingkan periode sebelumnya. Meskipun terdapat penurunan jumlah warkat, terdapat peningkatan
transaksi per warkat dari Rp22,92 juta pada triwulan III-2010 menjadi Rp25,39 juta pada triwulan IV-
2010.
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat
Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoyJawa Barat Nominal (Rp Triliun) 30,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8 0,02 6,53
Volume (Lembar) 1.393.539 1.395.897 1.428.796 1.468.878 1.475.903 1.328.202 -10,01 -4,85
Bandung Nominal (Rp Triliun) 25,73 26,53 26,03 26,74 28,00 28,07 0,24 5,82Volume (Lembar) 1.170.331 1.156.827 1.188.038 1.220.141 1.216.903 1.123.397 -7,68 -2,89
Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 1,57 1,65 1,59 1,65 1,88 1,65 -12,31 -0,24Volume (Lembar) 59.573 75.465 75.617 78.693 85.859 77.190 -10,10 2,29
Cirebon Nominal (Rp Triliun) 3,45 3,55 3,49 3,69 3,91 4,08 4,36 14,97Volume (Lembar) 163.635 163.605 165.141 170.044 173.141 127.615 -26,29 -22,00
2009Wilayah Keterangan
2010 Pertumbuhan
Sumber: Bank Indonesia
2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS)
Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat, karena
keunggulan RTGS dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko penyelesaian
transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS (dari dan ke Jawa Barat),
selama triwulan IV-2010, secara nominal maupun volume masih mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu mencapai sebesar Rp202,65 triliun dan 308.140 transaksi RTGS, atau
1 liring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitun ya diselesaikan pada aktu tertentu.
K gannw2 Kliring debet merupakan transaksi kliring debet penyerahan dikurangi kliring debet pengembalian.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
76
meningkat sebesar 7,40% dari nominal transaksi triwulan sebelumnya dan sebesar 37,69% dari nominal
transaksi triwulan IV-2009. Secara rata-rata bulanan, transaksi RTGS di masyarakat mencapai sebesar
Rp67,55 triliun dan 102.713 transaksi. Dengan demikian terjadi peningkatan rata-rata transaksi bulanan
RTGS senilai Rp4,65 triliun.
Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
-
50
100
150
200
250
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV
2007 2008 2009 2010
transaksi (Volume)Rp Triliun (Nilai)
Volume Nilai
Sumber: Bank Indonesia
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
78
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Dalam periode tiga tahun terakhir setiap pertumbuhan PDRB Jawa Barat sebesar 1 %
meningkatkan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 197.734 orang dengan kemampuan
penyerapan tertinggi terjadi pada sektor industri pengolahan. Relatif kuatnya daya serap
pertumbuhan terhadap tenaga kerja seiring dengan kinerja ekonomi Jawa Barat selama tahun 2009
hingga 2010 yang membaik yang menyebabkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat juga terus
menunjukan perbaikan. Hal ini tercermin dari kenaikan jumlah penduduk di Jawa Barat yang bekerja serta
menurunnya tingkat pengangguran di Jawa Barat. Peningkatan jumlah tenaga kerja antara lain berada
pada sektor industri dan sektor konstruksi.
Tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Membaiknya
kesejahteraan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan sebagaimana yang tercermin dari indeks
penghasilan dan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat.
1. KETENAGAKERJAAN
Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat
Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Barat
menunjukkan kondisi yang semakin baik. Hal ini
diindikasikan dengan tingkat pengangguran di Jawa
Barat yang menurun, searah dengan perekonomian
Jawa Barat yang mengalami peningkatan.
Berdasarkan rilis BPS Jawa Barat terbaru, jumlah
penduduk Jawa Barat yang bekerja relatif tetap yaitu
sebanyak 16,9 juta orang baik pada Agustus 2009
maupun Agustus 2010. Sementara itu jumlah
penduduk yang menganggur mengalami penurunan
yaitu dari 2,1 juta orang menjadi 2 juta orang.
Dengan kondisi tersebut, tingkat pengangguran
terbuka turun dari 10,96% pada Agustus 2009
menjadi 10,33% pada Agustus 2010.
Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat
16.5
16.9
16.9
2.3 2.1 2.0
8
12
16
0
5
10
15
20
Ags-08 Aug-09 Aug-10
%Juta orang
Penduduk Bekerja (sumbu kiri)
Penganggur (sumbu kiri)
Tingkat Pengangguran Terbuka (sumbu kanan)
Sumber : BPS Jawa Barat
Berdasarkan lapangan pekerjaan utamanya, terdapat kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor industri,
konstruksi, jasa kemasyarakatan, keuangan dan jasa perusahaan, serta pertambangan. Kenaikan tenaga
kerja terbesar terdapat pada sektor industri, meningkat dari 18,2% pada Agustus 2009 menjadi 20%
pada Agustus 2010. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sektor industri di Jawa Barat.
79
80
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Tabel 6.1 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Sektor Agust-08 Agust-09 Agust-10
Jumlah (juta) 4,21 4,26 3,96
Proporsi 25,6% 25,2% 23,4%
Jumlah 0,09 0,09 0,11
Proporsi 0,6% 0,6% 0,7%
Industri Jumlah 2,94 3,07 3,39
Proporsi 17,8% 18,2% 20,0%
Jumlah 0,04 0,04 0,06
Proporsi 0,2% 0,3% 0,4%
Jumlah 1,02 0,97 1,01
Proporsi 6,2% 5,7% 5,9%
Jumlah 4,18 4,30 4,21
Proporsi 25,4% 25,5% 24,8%
Jumlah 1,39 1,44 1,21
Proporsi 8,5% 8,5% 7,1%
Jumlah 0,27 0,26 0,34
Proporsi 1,6% 1,6% 2,0%
Jumlah 2,33 2,46 2,66
Proporsi 14,1% 14,5% 15,7%
Total Jumlah 16,48 16,90 16,94
Transportasi
Keuangan dan Jasa Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan
Pertanian
Pertambangan
Listrik, Gas, dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Sumber : BPS Jawa Barat
Pertumbuhan perekonomian Propinsi Jawa
Barat yang semakin membaik
meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan data tiga tahun terakhir,
diindikasikan bahwa rata-rata kenaikan 1%
pertumbuhan PDRB Jawa Barat akan
meningkatkannya penyerapan tenaga kerja
sebesar 197.734 orang. Secara sektoral,
peningkatan penyerapan tenaga kerja
paling tinggi adalah sektor industri
pengolahan yaitu sebesar 101.990 orang.
Hal ini sejalan dengan hasil liaison KBI
Bandung, dimana industri di Jawa Barat
sebagian besar merupakan industri padat
karya, sehingga kinerja sektor tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah tenaga kerja.
Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan
Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1%
Pengolahan101,990
Jasa‐jasa 19,760
Pertanian 40,745
Transportasi, 10,451
Perdagangan11,860
Keuangan4,878
Konstruksi5,675
LGA2,090 Pertambangan
285
Sumber: Hasil Pengolahan Sementara, KBI Bandung
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Terus membaiknya kondisi ketenagakerjaan juga
terindikasikan dari hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) di Jawa Barat. Penggunaan
tenaga kerja mengalami pertumbuhan walaupun
melambat sepanjang triwulan-III sampai dengan
triwulan-IV 2010 setelah sempat naik pada
triwulan-II 2010 sebagaimana tercermin pada
SBT yang bernilai positif. Dilihat dari sisi sektoral,
peningkatan terbesar sepanjang tahun 2010
terjadi pada sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran dan sektor pertanian. Pada periode
laporan, kenaikan tenaga kerja terjadi terutama
pada sektor pertanian. Sektor PHR mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang positif, namun melambat
dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan sektor industri pengolahan masih mengalami
pertumbuhan tenaga kerja yang negatif, namun tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya.
Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja
-7.79
-10.39
1.6
-1.43
4.754.2
1.76
-6.47
2.3
-1.61
4.76
2.682.18
4.34
1.13 1.74
-12
-6
0
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
2007 2008 2009 2010
SBT
Total Sektor Pertanian PHR Pengolahan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung
Sedangkan berdasarkan hasil liaison yang dilakukan KBI Bandung tahun 2010 terhadap pelaku usaha,
diindikasikan bahwa sepanjang triwulan-I sampai dengan triwulan-III tahun 2010 pelaku usaha melakukan
penambahan jumlah tenaga kerja dengan tren yang menurun sesuai dengan peningkatan kondisi usaha
karena peningkatan permintaan ekspor maupun impor. Hal tersebut tercermin dari hasil likert scale
penggunaan tenaga kerja yang positif. Namun pada triwulan IV-2010 diindikasikan terjadi pengurangan
tenaga kerja dalam rangka efisiensi biaya yang tercermin dari hasil hasil likert scale penggunaan tenaga
kerja yang negatif yaitu sebesar -0.13
2. KESEJAHTERAAN Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi
Jawa Barat, tingkat kesejahteraan masyarakat
turut mengalami peningkatan. Membaiknya
tingkat kesejahteraan tercermin dari meningkatnya
indikator pendapatan. Pendapatan masyarakat Jabar
meningkat sebagaimana yang diindikasikan oleh
hasil Survei Konsumen di Kota Bandung yang
menunjukkan angka indeks yang rata-rata berada
diatas 100, dimana lebih banyak masyarakat yang
memandang adanya kenaikan penghasilan
dibandingkan yang merasa ada penurunan
penghasilan selama 2010 (Grafik 6.3). Dengan demikian, meningkatnya pendapatan akan menyebabkan
naiknya daya beli masyarakat Jawa Barat yang pada akhirnya memperbaiki tingkat kesejahteraan.
Grafik 6.4. Indeks Penghasilan
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Penghasilan saat ini Garis 100
Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung
81
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
82
Membaiknya pendapatan juga terindikasikan dari meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari
99,8 pada periode sebelumnya menjadi 101,4 pada triwulan IV-2010. Nilai NTP diatas 100 mencerminkan
pendapatan petani secara riil telah membaik. Peningkatan NTP khususnya berlaku untuk petani pada sub
sektor tanaman pangan dan perikanan. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan para petani
tanaman pangan dan petani perikanan pada triwulan IV-2010.
Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat (2007 = 100)
No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.IV-09 Tw.I-10 Tw.II-10 Tw.III-10 Tw.IV-101 Tanaman pangan 91,1 91,3 89,2 91,7 94,9
2 Hortikultura 105,8 107,8 109,9 114,3 112,2
3 Tanaman Perkebunan Rakyat 110,9 111,6 113,3 112,3 111,7
4 Perternakan 101,4 100,0 99,5 99,4 98,6
5 Perikanan 109,1 108,7 108,8 109,9 114,8
6 Gabungan/Provinsi 98,0 98,3 97,6 99,8 101,4
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
83
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
84
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Memasuki tahun 2011, perekonomian Jawa Barat pada triwulan pertama diperkirakan
berpotensi meningkat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-2010,
pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 diperkirakan berada pada kisaran 5,8 – 6,4% (yoy).
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan oleh KBI Bandung, ekspektasi para
pelaku usaha dalam memandang kegiatan dunia usaha pada triwulan I-2011 mengalami peningkatan
tercermin pada Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang masih positif mencapai 19,18%. Kegiatan usaha
yang diperkirakan mengalami perkembangan positif tertinggi adalah sektor pertanian, perdagangan
hotel restoran (PHR) dan industri pengolahan.
Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah
tangga dan kenaikan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh
faktor membaiknya daya beli akibat rendahnya inflasi dan optimisme masyarakat terhadap ekonomi.
Optimisme terhadap kuatnya ekonomi tercermin dari masih tingginya keyakinan konsumsi terutama
yang bersumber dari optimisme terhadap ekspektasi ekonomi ke depan. Selain itu, meningkatnya
pendapatan masyarakat juga terjadi karena kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) riil serta naiknya
produksi komoditas pertanian, khususnya padi berkenaan dengan adanya panen raya di triwulan I-
2011. Sementara itu, investasi juga diperkirakan terus membaik seiring dengan meningkatnya
permintaan yang mengakibatkan sektor usaha melakukan realisasi investasi untuk meningkatkan
produksi. Indikasi peningkatan investasi tercermin dari naiknya impor barang yang sampai periode
terakhir mencapai pertumbuhan sebesar 150%. Kinerja ekspor diperkirakan masih mencatat
pertumbuhan yang tinggi, meskipun dengan laju yang melambat. Masih kuatnya kinerja ekspor sejalan
dengan perkiraan masih berlanjutnya proses pemulihan ekonomi dunia.
Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1
2008 2009 2010 2011
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 7.2. Impor Barang Modal
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
900%
0
25
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada
triwulan I-2011 dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri sejalan
dengan kuatnya aktivitas ekonomi, khususnya di dalam negeri, baik di wilayah Jawa Barat, maupun
secara nasional. Sektor PHR juga mengalami peningkatan, seiring kuatnya konsumsi sebagaimana yang
tercermin dari masih tingginya indeks penjualan eceran. Di sisi lain, produksi padi diperkirakan
85
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
mengalami peningkatan selama triwulan I-2011, akibat adanya masa panen raya yang dimulai pada
bulan Februari 2011.
Dengan perkiraan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama tahun 2011 diproyeksikan
masih berada dalam fase ekspansi. Perkiraan masih kuatnya ekonomi tersebut berasal dari perkiraan
laju pertumbuhan ekonomi pada sektor industri, sektor PHR, dan sektor pertanian yang dalam fase
ekspansi.
2. PRAKIRAAN INFLASI
Laju inflasi Jawa Barat diperkirakan akan dalam kisaran 6,0%-6,8% (yoy) dengan
kecenderungan kearah batas bawah. Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya
ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan
permintaan domestik (lihat Boks Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di awal
Tahun 2011), nilai tukar rupiah yang relatif stabil, serta harga volatile foods yang relatif terjaga.
Faktor fundamental inflasi diperkirakan akan cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2010.
Kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi sebesar 6,75%
disambut baik oleh pasar sehingga diduga dapat menjaga ekspektasi inflasi masyarakat serta persepsi
investor di pasar modal (Grafik 7.4). Aliran modal asing dijaga tetap terkendali sehingga tekanan dari
eksternal tetap minimal. Selain itu, sisi sektoral Jawa Barat diperkirakan dapat merespon peningkatan
konsumsi domestik sebagaimana yang ditunjukkan dengan kapasitas terpakai yang masih berada
dibawah level 80% (Grafik 7.5).
Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung
100110120130140150160170180190200
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I
2008 2009 2010 2011
SB% (inflasi)
Inflasi (qtq) SK* SK**
Sumber: SK-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SK*=Ekspektasi terhadap harga pada 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi terhadap harga pada 6 bulan sebelumnya
Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat
50
55
60
65
70
75
80
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.I V
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.II
I
Tw.I V
2008 2009 2010
%
Sumber: SKDU-BI Bandung
Dari sisi non fundamental, beberapa kebijakan pemerintah seperti kenaikan cukai rokok pada awal
tahun 2011 diperkirakan akan berdampak minimal terhadap laju inflasi Jawa Barat. Selain itu, pajak
ekspor CPO (Crude Palm Oil) yang naik dan berlaku sejak bulan Februari 2011 diperkirakan akan
86
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
menjaga harga bahan baku minyak goreng, sehingga dampak tidak langsung kenaikan harga minyak
dunia akan minimal terhadap perkembangan harga komoditas pangans strategis.
Di lain pihak, harga bahan pangan diperkirakan akan cenderung menurun. Puncak panen padi akan
dimulai pada minggu ke-2 bulan Februari 2011 sehingga dapat meredam aksi ambil untung yang
dilakukan pedagang. Dampak anomali cuaca diperkirakan akan mulai berkurang sehingga pasokan
beberapa komoditas perishable akan mulai kembali normal. Selain itu, Forum Koordinasi Pengendalian
Inflasi (FKPI) Jawa Barat akan tetap mengawal perkembangan harga komoditas pangan strategis dalam
level yang terkendali, melalui sinergi kebijakan stabilisasi harga pangan.
Dalam pertemuan tingkat tinggi FKPI Jawa Barat pada tanggal 5 Januari 2011 telah menyepakati
beberapa poin pengendalian inflasi yang terangkum dalam 10 Langkah Strategis Pengendalian Inflasi,
yakni :
1. Peningkatan produktivitas padi di Jawa Barat
2. Gerakan budidaya cabe di pekarangan (dalam pot) rumah melalui kerjasama dengan PKK
3. Percepatan penyaluran raskin tahun 2011 (alokasi pagu raskin sebesar 511 ribu ton)
4. Operasi Pasar beras terus dilakukan oleh Perum Bulog Divre III Jawa Barat sesuai dengan
kebutuhan daerah
5. Peningkatan produksi perikanan di Jawa Barat yang terintegrasi dengan program nasional
6. Pengendalian distribusi DOC dalam rangka memenuhi kebutuhan para peternakan rakyat
7. Persiapan sistem distribusi pangan melalui pembentukan food centre dan terminal agrobisnis (pada
akhir tahun 2010, studi kelayakan telah selesai dilakukan oleh akademisi)
8. Konsolidasi dengan pemerintah kabupaten/kota, khususnya Kota Bekasi, Depok, dan Bogor yang
memiliki angka inflasi tinggi dan TPID/FKPI yang baru terbentuk
9. Melaksanakan Operasi Pasar Murah untuk komoditas beras, gula pasir, dan minyak goreng dengan
alokasi dana APBD sebesar Rp40 miliar
10. Meningkatkan awareness masyarakat dalam rangka mencapai harga barang/jasa secara umum
yang stabil
Dari sepuluh langkah strategis tersebut, telah diimplementasikan upaya percepatan penyaluran Raskin
oleh Bulog dengan telah ditandatanganinya SK tentang pagu Raskin Jawa Barat 2011 dua hari setelah
pertemuan FKPI. SK tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bulog Divre Jabar dengan penyaluran Raskin
pada minggu kedua Januari 2011.
Meskipun terdapat beberapa faktor yang dapat menahan kenaikan inflasi Jawa Barat, terdapat faktor
yang dapat menyebabkan tekanan inflasi. Kondisi perekonomian Eropa yang sedang dalam masa
pemulihan serta krisis politik di Mesir berpotensi memberikan tantangan ketidakpastian perekonomian
global yang diindikasikan oleh semakin meningkatnya harga minyak dunia.
87
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
88
BOKS *
KONDISI BAHAN PANGAN DAPAT MEMENUHI DEMAND JAWA BARAT DI AWAL TAHUN 2011
Upaya menjaga level inflasi di level yang rendah dan stabil tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Bank
Indonesia melalui kebijakan moneternya mengingat terdapat faktor yang mempengaruhi inflasi yang berada diluar
kontrol Bank Indonesia, yaitu inflasi yang disebabkan oleh pergerakan harga komoditas bahan pangan (volatile
foods) dan komoditas yang harganya dikontrol oleh pemerintah (administered price). Dari beberapa faktor
penyumbang tersebut, inflasi bahan pangan pada tahun 2010 memiliki kontribusi yang terbesar di hampir seluruh
daerah, yang disebabkan oleh hambatan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, serta dampak tidak
langsung dari meningkatnya harga pangan di luar negeri. Hambatan-hambatan tersebut pada tahun 2011
diprediksi masih akan berlanjut, termasuk di Jawa Barat yang merupakan salah satu produsen bahan pangan
utama bagi Indonesia. Di sisi lain, membaiknya ekonomi telah membawa pada perbaikan pendapatan sehingga
daya beli masyarakat untuk berkonsumsi pada 2011 akan menguat. Terkait dengan problem di sisi supply dan
demand tersebut maka diperlukan suatu kajian terkait dengan aspek produksi, stok, dan konsumsi bahan pangan
di Jawa Barat, sehingga tekanan inflasi di Jawa Barat pada 2011 dapat diperkirakan dan dilakukan antisipasi untuk
meredamnya.
Perkembangan Pertumbuhan Komoditas Bahan Pangan Secara Triwulanan (qtq)
Triwulan IV-2010 Triwulan I-2011
Produksi Turun
Kentang, Wortel, Ikan Mas, Bayam, Bawang Merah, Daging Sapi, Jeruk, Mie Kering Instant, Bawang Putih, dan Cabe Merah
Naik
Kangkung, Tomat, Jeruk, Ikan Kembung, Bayam, Bawang Putih, Kentang, Bawang Merah, Cabe Merah dan Daging Sapi
Stok Naik tipis
Tempe, Ikan mas, Bawang Putih, Minyak Goreng, dan Jeruk
Naik
Tempe, Bawang putih, Tahu mentah, Mie kering instant dan Kentang
Konsumsi Turun
Daging sapi, Cabe merah dan Bawang putih
Naik
Minyak goreng, Bawang putih, dan Cabe merah
Kondisi bahan pangan pada triwulan IV-2010
Kondisi produksi dan stok bahan pangan di Jawa Barat1 dalam dua periode yang berbeda menunjukkan bahwa
respons sisi supply untuk bahan pangan relatif memadai untuk memenuhi konsumsi. Meskipun produksi selama
triwulan IV-2010 menurun, namun stok pada beberapa komoditas relatif memadai. Tekanan inflasi yang terjadi di
Jabar pada triwulan IV-2010 dapat diredam salah satunya akibat menurunnya konsumsi bahan pangan.
1 Bank Indonesia (KBI) Bandung telah melakukan Survei Indikator Stok Bahan Pangan Jawa Barat yang bertujuan memperoleh indikator dini produksi, konsumsi, serta stok pangan. Survei dilakukan kepada 375 responden jenis produsen, industri pengolahan dan konsumen di Provinsi Jawa Barat.
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Turunnya produksi akibat faktor musim sehingga meningkatkan serangan hama dan hasil panen menjadi mudah
busuk. Dari sisi konsumsi, jumlah konsumsi rumah tangga untuk sebagian besar komoditas tersebut cenderung
tetap sementara hanya konsumsi daging sapi, cabe merah dan bawang putih yang turun. Penurunan konsumsi
beberapa komoditas pangan strategis tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya dampak penyelenggaraan hari
besar keagamaan nasional dibandingkan dengan periode triwulan lalu (Idul Fitri dan Idul Adha), serta ketersediaan
barang yang barang.
Penyebab Penurunan Jumlah Produksi pada Triwulan IV-2010
Penyebab Penurunan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan IV-2010
Perkiraan kondisi bahan pangan pada triwulan I-2011
Prediksi pada triwulan I-2011 menunjukkan bahwa produksi bahan pangan di Jabar akan meningkat sehingga stok
relatif memadai untuk hampir semua komoditas bahan pangan, yaitu kangkung, tomat, jeruk, ikan kembung,
bayam, bawang putih, kentang, bawang merah, cabe merah dan daging sapi yang akan mulai memasuki masa
panen. Diharapkan ketersediaan pasokan yang tentunya harus didukung dengan kelancaran distribusi serta tidak
terjadinya struktur pasar yang bersifat oligopolistik dapat mengantisipasi menguatnya konsumsi bahan pangan
akibat membaiknya daya beli. Beberapa komoditas yang diperkirakan meningkat konsumsinya diantaranya minyak
goreng, bawang putih, dan cabe merah.
Penyebab Peningkatan Jumlah Produksi pada Triwulan I-2011
Penyebab Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan I-2011
89
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
90
LAMPIRAN
LAMPIRAN
99
LAMPIRAN
100
LAMPIRAN
1. Ekonomi Makro
Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Ekonomi (Triliun Rupiah)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV
Pertanian 12.1 9.1 10.2 9.5 11.70 9.76 11.60 9.31
Pertambangan dan Penggalian 1.7 1.8 1.9 2.0 1.8 1.9 0.54 0.54
Industri Pengolahan 30.9 32.9 33.4 34.4 31.9 33.4 34.24 34.20
Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.6 1.7 1.8 2.0 1.9 1.9 1.51 1.48
Bangunan/Konstruksi 2.3 2.5 2.7 2.8 2.7 2.9 2.98 3.23
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.2 15.0 16.7 16.8 16.8 17.3 17.82 18.16
Pengangkutan dan Komunikasi 3.0 3.3 3.5 3.4 3.4 3.9 4.00 4.26
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.1 2.4 2.6 2.6 2.5 2.6 2.73 2.80
Jasa-jasa 4.8 4.9 5.0 5.0 5.0 5.2 5.50 6.00
PDRB 73.3 73.4 77.7 78.6 77.4 80.2 82.63 81.63
2009 2010Lapangan Usaha
Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Jenis Penggunaan (Triliun Rupiah)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IVKonsumsi Rumah Tangga 48.9 48.6 50.6 49.7 50.1 51.1 52.2 52.4 Konsumsi Pemerintah 4.5 4.4 5.0 6.3 4.0 3.8 5.0 6.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 12.7 12.0 13.2 13.6 13.3 14.2 14.1 14.2 Ekspor 30.0 32.1 32.5 33.0 31.4 32.3 38.4 39.4 Impor 22.5 23.3 23.1 23.4 23.1 25.3 25.7 29.4
PDRB 73.0 73.4 77.7 78.6 77.6 78.7 82.6 81.6
Komponen Penggunaan2009 2010
2. Inflasi
Tabel.3.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat
Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Oktober 2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan -0,71 -0,53 4,93 2,53 -0,35 -3,38 -2,78 -0,28
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
-0,02 0,39 9,15 1,95 6,44 3,57 2,53 0,36
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0,01 0,08 0,95 6,18 9,70 14,28 18,06 0,10
4 Sandang 0,72 0,70 -8,98 -11,73 3,05 -5,84 -10,29 0,775 Kesehatan -0,02 0,26 -9,62 -2,33 13,26 -5,71 -8,30 0,166 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,01 -0,01 2,75 11,87 35,27 -4,19 4,28 0,367 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,26 -0,44 -7,21 -6,13 -5,44 -8,88 -8,49 -0,40
-0,09 -0,09 0,02 2,32 5,22 1,42 2,06 0,02
No. KelompokKota
Gab.
Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya
101
LAMPIRAN
102
Tabel.3.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut
Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan November 2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 1,64 1,45 3,78 1,62 2,67 0,56 1,39 2,08
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0,24 0,15 0,95 0,28 0,56 0,24 1,46 0,41
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0,01 0,11 0,05 0,64 0,04 0,09 -0,02 0,11
4 Sandang 0,69 1,59 0,23 0,24 0,33 0,52 1,29 0,795 Kesehatan 0,01 0,24 0,02 0,07 0,07 0,12 -0,25 0,086 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,44 0,00 -0,04 0,22 0,00 -0,12 -0,09 0,147 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,33 0,10 -0,44 0,01 0,07 -0,36 0,03 -0,01
0,54 0,53 1,08 0,72 0,79 0,21 0,73 0,68
No. KelompokKota
Gab.
Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya Tabel.3.C. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut
Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Desember 2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 1,76 2,84 2,45 0,95 2,07 1,36 2,60 2,17
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0,02 1,01 0,74 0,13 -0,05 0,09 0,01 0,47
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0,10 0,11 0,42 0,04 0,02 0,20 0,09 0,18
4 Sandang 0,19 0,39 0,69 0,26 0,26 0,50 1,87 0,435 Kesehatan 0,02 0,03 0,01 0,28 0,00 -0,07 0,93 0,066 Pendidikan, rekreasi dan olahraga -0,01 0,00 -0,16 0,00 0,03 0,02 -1,57 -0,067 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,32 0,08 0,03 -0,02 0,05 0,06 0,90 0,13
0,48 1,02 0,90 0,33 0,50 0,48 0,77 0,73Umum
No. KelompokKota
Gab.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya Tabel 3.D. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Triwulanan (qtq) di Jawa Barat
Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 2,69 3,77 11,57 5,18 4,43 -1,51 1,14 4,01
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0,23 1,57 11,00 2,37 6,98 3,90 4,03 1,25
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0,11 0,30 1,43 6,91 9,76 14,61 18,15 0,38
4 Sandang 1,61 2,70 -8,14 -11,28 0,37 -4,87 -7,44 2,005 Kesehatan 0,01 0,53 -9,60 -1,99 13,34 -5,66 -7,68 0,306 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,44 -0,01 2,54 12,11 35,31 -4,29 2,56 0,447 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,40 -0,26 -7,59 -6,14 -5,33 -9,15 -7,64 -0,28
0,93 1,47 2,01 3,40 6,58 2,12 3,59 1,45
No. KelompokKota
Gab.
Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
LAMPIRAN
Tabel 3.E. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut
Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 12,61 16,55 21,96 17,10 15,00 12,85 16,73 16,70
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
2,57 10,08 7,69 2,49 6,05 2,82 3,53 5,94
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
2,20 3,57 3,85 3,94 2,41 2,94 3,30 3,17
4 Sandang 3,44 12,16 5,01 1,70 6,49 7,98 5,66 6,225 Kesehatan 0,97 3,97 0,40 1,95 3,44 -0,03 2,48 1,806 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,13 0,79 1,29 2,65 9,77 3,26 -2,84 1,727 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 2,40 1,34 0,79 0,42 2,01 0,69 0,94 0,14
4,53 7,88 7,97 6,57 6,70 5,43 5,56 6,62
No. KelompokKota
Gab.
Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.
103
DAFTAR ISTILAH
104
DAFTAR ISTILAH
Administered price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
LAMPIRAN
105
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Recommended