View
17
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KATEKESE TENTANG KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
DALAM HIDUP BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS
BABARSARI PAROKI BACIRO YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
i
Oleh:
Eufrasia Keke
NIM : 031124010
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
• Para Suster SSpS Provinsi Flores Timur.
• Para Suster SSpS Provinsi Jawa.
• Komunitas Biara SSpS Roh Suci Yogyakarta.
• Para Keluarga Katolik di lingkungan Bartolomeus Babarsari
BaciroYogyakarta.
• Keluarga besar kampus IPPAK Universitas Sanata Dharma.
• Teman-teman angkatan 2003.
v
MOTTO
“Harta yang paling berharga dan mutiara yang paling indah adalah
keluarga.”
(Arswendo Atmowiloto).
“Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama, janganlah kamu
memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada
perkara-perkara yang sederhana.”
(Rom 12:16).
vii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah ”KATEKESE TENTANG KOMUNIKASI
ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS BABARSARI PAROKI BACIRO YOGYAKARTA”. Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan penulis akan situasi kehidupan keluarga yang ada di Lingkungan Babarsari pada saat ini, di mana komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka dalam keluarga sudah hampir luntur. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan alat-alat komunikasi yang semakin canggih misalnya HP, internet, E-mail, sehingga betapa jarang orang melakukan komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka. Padahal komunikasi antarpribadi dalam hidup kita, merupakan sesuatu yang sangat penting, karena pada saat itulah kita dapat berhubungan dan bertukar pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain.
Menanggapi situasi tersebut di atas, penulis melihat pentingnya komunikasi antarpribadi di dalam kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, penulis mengadakan studi pustaka tentang komunikasi antarpribadi dalam keluarga Katolik. Penulis melakukan suatu penelitian wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keluarga-keluarga Katolik menciptakan komunikasi antarpribadi yang menghidupkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setiap responden mengungkapkan betapa pentingnya komunikasi antarpribadi dalam keluarga. Dengan komunikasi antarpribadi, mereka dapat mengungkapkan perasaan atau menjalin relasi yang hidup dari hati ke hati. Walaupun banyak kesibukan-kesibukan keluarga dalam bekerja, setiap responden selalu mempunyai waktu dan kesempatan untuk berkomunikasi dari hati ke hati. Maka, dapat dikatakan bahwa keluarga Katolik yang ada di lingkungan Bartolomeus Babarsari sudah memahami arti sebuah komunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga. Mereka menemukan bahwa komunikasi antarpribadi dari hati ke hati, dapat memupuk relasi yang menghidupkan antara satu dengan yang lain dan segala permasalahan akan segera teratasi di dalam kehidupan berkeluarga.
Untuk menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, penulis mengusulkan program katekese sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan kesadaran keluarga akan pentingnya komunikasi antarpribadi, dengan model pengalaman hidup dan model Biblis. Melalui program yang ditawarkan ini, diharapkan para keluarga Katolik semakin menyadari betapa pentingnya komunikasi antarpribadi dalam keluarga, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga yang bahagia dan harmonis.
viii
ABSTRACT
Thesis is entitled: “Catechism for Communication among Family members
in the Community of Bartolomeus Babarsari of Baciro Parish Yogyakarta”. The
Writing of the thesis was based on the writer’s concern with family life in the
community and communication among members of the which seems declining.
This happens because of the rapid achievements of the means of communication
like Hp’s, internet, and others. That is why face to face communication among
members of family seems rare. Where of personal or face to face communication is
important as by doing such we can exchange ideas, feelings, and others to others.
To answers the problem, the writer has done desk study and interviews to
some members of the community to guide out how far Catholik families have
developed personal communation among members. The results of the interview
showed that personal communation among members of each family is important.
By personal communication, they are able to ekspress their feelings, ideas heart to
heart. Inspire their limited time because of their jobs, their save some times to
communicate each other. This it can be said that the Catholic families in the
Bartolomeus Babarsari community know the importance of personal
communication. They have realized that personal or face to face communication
can enrich their founding, relationship which in turn can solve the problems they
have had in their family life.
As the follows up of the research, the conter proposes catecheses program
as to become an effort of making the family members realize how important face to
face communication is by means of daily life experience and Biblical models
catecheses. Hopefully each Catholic family gain its benefit from it and realizes that
face to face communication is important to build a happy family living in harmony.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus
atas segala cinta dan berkat, serta kesetiaan-Nya yang senantiasa membimbing dan
menyertai penulis, sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Meskipun dalam proses, banyak kesulitan dan hambatan yang penulis alami
dan rasakan, tetapi semuanya dapat dilalui dengan sikap yang sabar dan tenang.
Skripsi berjudul “KATEKESE TENTANG KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI
DALAM HIDUP BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS
BABARSARI PAROKI BACIRO YOGYAKARTA”. Penulis mencoba
mengetengahkan permasalahan yang masih berkaitan dengan pentingnya
komunikasi antarpribadi dalam keluarga, sehingga dapat menciptakan suatu
keluarga yang bahagia dan sejahtera karena ada relasi komunikasi yang baik dalam
keluarga.
Dalam skripsi ini, penulis bermaksud untuk memberi sumbangan pemikiran
bagi keluarga Katolik dalam meningkatkan pentingnya komunikasi antarpribadi
melalui katekese. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan
perhatian dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, dari hati yang ikhlas penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku kaprodi yang telah memberi ijin
dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
x
2. Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen pembimbing utama dan sebagai
pembimbing akademik, yang dengan sabar telah meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam membimbing penulis dari awal penyusunan sampai dengan
pertanggungjawaban skripsi ini.
3. Dr. CB. Putranto, S.J., yang dengan terbuka hati telah menyumbangkan
gagasan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
4. Drs. L. Bambang Hendarto, M.Hum., selaku dosen penguji kedua yang dengan
sabar telah menuntun dan membimbing penulis selama masa studi sampai
pertanggungjawaban skripsi ini.
5. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. , selaku dosen penguji ketiga yang telah
merelakan waktu, pikiran, dan tenaga dalam membimbing dan mengoreksi
tulisan ini.
6. Keluarga besar IPPAK yang telah membekali penulis dengan berbagai
pengetahuan dan pengalaman serta penyediaan semua fasilitas pendukung demi
memperlancar studi penulis.
7. Para suster Provinsi SSpS Flores Timur, khususnya Tim Pimpinan Propinsi dan
setiap suster yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memilih
studi dalam bidang Kateketik dan dengan caranya masing-masing telah
mendukung selama studi berlangsung, hingga penyelesaian penyulisan skripsi
ini.
8. Para suster SSpS Provinsi Maria Bunda Allah Jawa, khususnya para suster
komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta, yang dengan caranya masing-masing
telah mendukung penulis dari awal sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
xi
9. Para Keluarga Katolik di Lingkungan St. Bartolomeus Babarsari yang bersedia
menerima penulis untuk melakukan wawancara dan keterbukaan hati dalam
mengungkapkan pengalaman hidupnya yang konkrit sehingga dapat membantu
penulis dalam proses penyusunan tulisan ini.
10. Ketua lingkungan yang memberi kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan katekese bersama keluarga Katolik di lingkungan Bartolomeus
Babarsari.
11. Teman-teman angkatan 2003 yang dengan caranya masing-masing telah
mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, di mana telah
berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa, dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
segala macam kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan terbuka,
penulis menerima kritik maupun saran yang membangun demi penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pembaca, khususnya bagi para keluarga Katolik dalam menciptakan
komunikasi antarpribadi.
Yogyakarta, 12 September
2007
Penulis
Eufrasia Keke
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Permasalahan.................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan............................................................................. 5
E. Metode Penulisan .............................................................................. 6
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 6
BAB II. KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KELUARGA............ 8
A. Komunikasi Secara Umum................................................................. 8
1. Pengertian Komunikasi .................................................................. 8
xiii
2. Pengertian Komunikasi Antarpribadi............................................. 10
3. Peranan Komunikasi Antarpribadi................................................. 14
4. Segi-Segi Komunikasi.................................................................... 15
a. Keterampilan dasar Komunikasi ................................................. 15
b. Kiat-kiat mempelajari komunikasi.............................................. 16
5. Pelancar dan Penghalang Komunikasi ........................................... 17
6. Peranan Komunikasi Melalui Media.............................................. 19
B. Keluarga Kristiani .............................................................................. 21
1. Pengertian Keluarga ........................................................................ 22
2. Pengertian Keluarga Kristiani ......................................................... 23
3. Tantangan-Tantangan aktual dari lingkungan keluarga.................. 25
a. Tantangan Keluarga Besar ......................................................... 26
b. Tantangan Keluarga Inti............................................................. 26
4. Peranan Keluarga Katolik .............................................................. 31
5. Komunikasi Antarpribadi Dalam Keluarga ................................... 35
C. Fokus Penelitian .................................................................................. 40
D. Pertanyaan Penelitian .......................................................................... 40
BAB III. GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS BABARSARI PAROKI BACIRO YOGYAKARTA ............................................................................ 41
A. Persiapan Penelitian .............................................................................. 41
1. Permasalahan Penelitian ................................................................... 41
2. Tujuan Penelitian .............................................................................. 42
3. Manfaat Penelitian ............................................................................ 42
B. Metodologi Penelitian ........................................................................... 42
1. Pendekatan Penelitian ......................................................................... 43
2. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 43
3. Responden Penelitian.......................................................................... 43
4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian......................... 43
5. Teknik Analisa Data............................................................................ 44
6. Keabsahan Data................................................................................... 44
C. Laporan Hasil Penelitian ...................................................................... 45
1. Temuan Umum: Gambaran Umum Gereja Maria Asumpta Babarsari
xiv
Paroki Baciro Yogyakarta .................................................................. 45
a. Pembagian Lingkungan.................................................................... 46
b. Jumlah Umat .................................................................................... 47
c. Mata Pencaharian Umat ................................................................... 47
d. Macam-macam Kegiatan ................................................................. 47
1). Kegiatan Rutin ............................................................................. 47
2). Kegiatan Insidental ...................................................................... 49
3). Kegiatan Sosial ............................................................................ 49
2.Temuan Khusus: Hasil Wawancara ...................................................... 50
a. Pemahaman Keluarga tentang Komunikasi .................................... 51
1) Pemahaman Keluarga tentang komunikasi antarpribadi.......... 51
2) Manfaat Komunikasi Antarpribadi Dalam Keluarga ............... 51
b. Pengalaman Komunikasi Antarpribadi Dalam Keluarga ............... 52
c. Faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi ... 57
d. Komunikasi melalui media atau Sarana.......................................... 58
1) Hal-hal positip dari media....................................................... 58
2) Hal-hal negatip dari media ...................................................... 59
D. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................ 61
1. Pemahaman Keluarga tentang Komunikasi ..................................... 61
2. Pengalaman Komunikasi Antarpribadi Dalam Keluarga ................ 62
3. Faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi.... 63
4. Komunikasi melalui media atau Sarana........................................... 65
E. Kesimpulan Penelitian ........................................................................... 66
BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM KELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS BABARSARI YOGYAKARTA .............................................................................. 68
A. Pokok-pokok Katekese....................................................................... 68
1. Pengertian Katekese ...................................................................... 68
2. Isi Katekese ................................................................................... 70
3. Tujuan Katekese............................................................................ 71
4. Katekese Umat .............................................................................. 73
xv
5. Model-model Katekese ................................................................. 75
a. Model Pengalaman Hidup......................................................... 76
b. Model Biblis.............................................................................. 78
B. Program Katekese .............................................................................. 80
1. Pengertian Program....................................................................... 80
2. Pemikiran Dasar Program Katekese.............................................. 81
3. Usulan Tema Katekese.................................................................. 82
4. Penjabaran Program ...................................................................... 84
5. Contoh Persiapan Katekese I : Model Biblis................................. 89
6. Contoh Persiapan Katekese II: Model Pengalaman Hidup........... 100
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 109
A. Kesimpulan ........................................................................................ 109
B. Saran................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA…………………........................................................... 114
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil wawancara..................................................................... (1)
Lampiran 2 : Teks cerita: ” Kesaksian Hidup Keluarga mengenai situasi
Komunikasi” ......................................................................... (17)
Lampiran 3 : Teks Cerita “Kesetiaan” ........................................................ (18)
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan dari Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia ditambah
dengan Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika
Indonesia (Konferensi Wali Gereja Indonesia,1993).
B. Singkatan Dokumen Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Aspostolik Sri Paus Yohanes Paulus II
kepada para Uskup, Klerus dan segenap umat beriman tentang katekese
masa kini, 16 oktober 1979.
FC : Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus Ke II
tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November 1981.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja
di
Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965.
xvii
C. Singkatan Lain
Art : Artikel.
HP : Handphone.
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.
KAS : Keuskupan Agung Semarang.
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia.
KK : Kepala Keluarga.
LBI : Lembaga Biblika Indonesia.
MAWI : Majelis Agung Wali Gereja Indonesia.
NTT : Nusa Tenggara Timur.
NO : Nomor.
PPL : Program Pengalaman Lapangan.
PIA : Pendampingan Iman Anak
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia.
PRODI : Program Studi
PNS : Pegawai Negeri Sipil.
RT : Rukun Tetangga.
RW : Rukun Warga.
SD : Sekolah Dasar.
SMS : Short Messsage Service.
SSpS : Servarum Spiritus Sancte (Konggregasi Misi Abdi Roh Kudus).
Sr : Suster.
St : Santo.
TK : Taman Kanak-kanak.
USD : Universitas Sanata Dharma.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang Penulisan
Komunikasi antar pribadi dalam keluarga pada zaman ini sudah hampir hilang.
Banyak keluarga dalam berkomunikasi hanya menggunakan alat komunikasi,
sehingga banyak keluarga kurang terbuka antara satu dengan yang lain, seperti
komunikasi antarpribadi antara orang tua maupun komunikasi antar pribadi dengan
anak-anak, dan sering komunikasi yang dilakukan hanya sekedar saja. Padahal
komunikasi antar pribadi dalam hidup kita merupakan suatu hal yang sangat penting,
karena pada saat itulah kita dapat berhubungan dengan satu sama lain dan saling
bertukar pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain. Komunikasi yang
dimaksudkan penulis adalah komunikasi antar pribadi atau komunikasi tatap muka,
karena disana dapat terjadi suatu perjumpaan dari hati ke hati.
Di zaman ini kita melihat betapa sering manusia ingin hidup enak dan serba
instan demi kebahagiaan pribadi atau keluarga. Hal ini dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi yang semakin canggih, yang benar-benar sangat
mempengaruhi gaya hidup manusia. Salah satu perkembangan teknologi ini dapat kita
lihat pada perkembangan alat-alat komunikasi. Sebelum zaman era globalisasi,
manusia hanya memakai alat komunikasi yang sangat sederhana seperti melalui surat
menyurat saja, dibandingkan dengan alat-alat komunikasi zaman ini yang semakin
canggih.
Perkembangan teknologi komunikasi mempunyai makna positif yakni orang
semakin mudah, cepat, dan murah untuk berkomunikasi. ”Teknologi adalah alat yang
bersifat netral, tergantung pada siapa yang menggunakan dan apa tujuannya.
2
Teknologi komunikasi seperti HP atau SMS merupakan terobosan yang murah dan
cepat membuat berita dari belahan dunia lain sampai ke tangan kita dalam hitungan
detik” (Santoso, 2005: 6). Tetapi teknologi yang sama juga dapat digunakan untuk
melakukan apa saja, termasuk mengganggu hubungan pribadi antara dua orang
terdekat, termasuk pasangan yang terikat dalam perkawinan.
Perkembangan alat-alat komunikasi pada zaman ini sangat berpengaruh dalam
kehidupan keluarga. Dalam kehidupan keluarga, komunikasi langsung atau
komunikasi antar pribadi semakin jarang ditemukan, sehingga orangtua sering merasa
kurang dekat dengan anak-anak mereka, demikian juga sebaliknya. Orangtua sering
hanya memperhatikan kebutuhan jasmani saja, misalnya kebutuhan sehari-hari, uang
sekolah, dan tidak kalah pentingnya alat-alat komunikasi yang dapat memperlancar
atau mempermudah relasi dan komunikasi antar anggota keluarga yang berjauhan
karena jarak. Sekalipun demikian, ”kecanggihan berbagai hal tersebut hanyalah
sebagai sarana dan tidak dapat menggantikan bahkan sekadar merepresentasikan relasi
dan komunikasi sejati antar anggota keluarga yakni relasi langsung dan personal yang
tulus dan eksistensial”(Teluma, 2006: 8). Maka, kecenderungan relasi antar anggota
keluarga zaman ini yang tergantung pada media komunikasi, sebenarnya telah
mereduksi ciri komunikasi sejati dalam keluarga. Orang tua kadang sering mengeluh
tentang sikap anak-anak mereka yang tidak mau mendengarkan mereka lagi karena
selalu sibuk dengan Hpnya.
Demikian juga sebaliknya, orangtua selalu sibuk dengan pekerjaannya di
kantor maupun di sekolah, sehingga tidak punya waktu untuk memperhatikan anak-
anaknya secara langsung karena menganggap bahwa perhatian lewat alat-alat
komunikasi kepada anak-anak cukup membahagiakan mereka. Seringkali orangtua
kurang memperhatikan kebutuhan rohani anak, padahal kebutuhan rohani merupakan
3
suatu hal yang sangat penting demi perkembangan iman anak kearah kedewasaan.
Mereka kurang menyadari bahwa anak sangat membutuhkan perhatian dan kasih
sayang dari orangtua yang merupakan pemenuhan kebutuhan rohani anak yang dapat
memperkembangkan iman dalam pribadi anak. Jadi boleh dikatakan bahwa dalam
keluarga-keluarga pada zaman sekarang, sering kurang adanya komunikasi antar
pribadi dan komunikasi hanya sekedar basa-basi saja, karena tidak mempunyai waktu
untuk duduk tenang dan berkomunikasi secara langsung dengan anak-anak maupun
komunikasi antarpribadi antara suami-istri
Dengan melihat situasi perkembangan zaman yang ada, penulis merasa
prihatin dengan situasi keluarga pada saat ini, khususnya bagi kaum keluarga yang ada
di Babarsari, yang boleh dikatakan banyak keluarga selalu sibuk dengan pekerjaannya,
sehingga kurang ada kesempatan untuk hadir dan berada di rumah dalam keseharian.
Kesibukan kerja membuat seseorang atau anggota keluarga menjadi jarang untuk
bertatap muka atau komunikasi antarpribadi dalam keluarga, jarang adanya
perjumpaan antarpribadi dari hati ke hati.
Sebenarnya dalam keluarga perlu dan harus ada komunikasi dari hati ke hati,
agar keluarga dapat berkembang dan bertumbuh dalam iman, karena dalam
keluargalah, anak mempunyai kesempatan untuk mengekspresikan dirinya dan
merupakan tempat bagi mereka untuk berbagi atau mensharingkan pengalamannya di
dalam keseharian, dan untuk mengungkapkan isi hatinya. Selain itu juga antara suami
dan isteri, diperlukan juga sikap terbuka dan rileks untuk mensharingkan dan
membagikan pengalamannya masing-masing, baik di tempat kerja maupun situasi
yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga, sehingga dengan dan melalui komunikasi
antarpribadi dapat terciptanya suatu keharmonisan di dalam hidup berkeluarga. Perlu
disadari bahwa komunikasi yang mendalam dalam keluarga, sangat membantu
4
keluarga untuk hidup bahagia, dan mendukung pada pertumbuhan dan perkembangan
iman anak baik dari segi sosial, mental, maupun iman.
Salah satu wadah yang dapat digunakan untuk meningkatkan komunikasi antar
pribadi dalam hidup berkeluarga ialah program katekese umat. Sebab isi katekese
umat bertolak dari situasi persoalan-persoalan yang direfleksikan dalam terang Sabda
Allah. Karya katekese merupakan wadah pewartaan Gereja untuk menyampaikan
kabar gembira Kerajaan Allah yang menyelamatkan.
Menurut penulis, program katekese sangat efektif untuk memotifasi umat
umumnya, agar semakin memahami pentingnya komunikasi antar pribadi di dalam
hidup berkeluarga.
Dengan melihat kenyataan di atas, maka penulis memilih judul skripsi: “KATEKESE
TENTANG KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP
BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS BABARSARI-
YOGYAKARTA.”
Penulis berharap melalui pemaparan skripsi ini umat semakin menyadari
pentingnya komunikasi antar pribadi dalam hidup berkeluarga demi mencapai suatu
kebahagiaan dan keharmonisan dalam hidup berkeluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemahaman keluarga di lingkungan Bartolomeus Babarsari tentang
komunikasi antar pribadi?
2. Bagaimana anggota keluarga di lingkungan Bartolomeus Babarsari menciptakan
suasana kekeluargaan dengan menggunakan komunikasi antar pribadi pada zaman
ini?
5
3. Katekese model apakah yang dapat membantu para anggota keluarga di
lingkungan Babarsari untuk meningkatkan komunikasi antar pribadi demi
tercapainya suatu kebahagiaan bersama?
C. Tujuan Penulisan
1. Membantu para anggota keluarga di lingkungan Bartolomeus Babarsari untuk
memahami, menghayati, dan melaksanakan komunikasi antar pribadi di dalam
hidup berkeluarga.
2. Memberi sumbangan permenungan bagi keluarga di lingkungan Bartolomeus
Babarsari tentang pentingnya komunikasi antar pribadi dalam hidup berkeluarga
demi tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan dalam keluarga.
3. Mengetahui pengembangan katekese yang dapat membantu keluarga di
lingkungan Babarsari dalam meningkatkan komunikasi antar pribadi demi
tercapainya kesejahteraan dalam hidup berkeluarga.
4. Penulisan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan kelulusan Sarjana Strata 1 (S1)
Program Studi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi masukan kepada umat, khususnya bagi kaum keluarga di lingkungan
Babarsari untuk semakin menyadari pentingnya komunikasi antar pribadi di dalam
hidup berkeluarga.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam menciptakan
komunikasi antar pribadi dalam kehidupan berkomunitas.
6
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif, analitis
dan interpretatif. Melalui metode deskriptif, penulis mencoba memaparkan gambaran
umum tentang komunikasi antar pribadi dalam hidup berkeluarga di lingkungan
Babarsari. Realitas tersebut coba dipahami dan dimengerti penulis melalui analisis.
Pemahaman yang mendalam dari realitas umum komunikasi antar pribadi dalam hidup
berkeluarga tersebut dipahami melalui metode interpretasi.
Oleh karena mempelajari bidang katekese, selama studi di Prodi IPPAK
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, maka penulis
mencoba mencari bentuk katekese yang dapat membantu kaum keluarga di dalam
meningkatkan komunikasi antar pribadi demi terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan di dalam hidup berkeluarga.
F. Sistematika Penulisan
Judul Skripsi yang dipilih penulis adalah “Katekese tentang Komunikasi Antar pribadi
dalam Hidup Berkeluarga di Lingkungan Bartolomeus Babarsari Paroki Baciro
Yogyakarta”. Judul ini, penulis bahas dalam lima bab, yang akan diuraikan sebagai
berikut:
Bab I, Menguraikan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika
penulisan.
Bab II, Berbicara tentang komunikasi antar pribadi dalam kehidupan keluarga, yang
terdiri dari: komunikasi secara umum dan komunikasi antar pribadi, pengertian
komunikasi, peranan komunikasi, segi-segi komunikasi orangtua dan anak, halangan
dan pelancar komunikasi antar pribadi, peranan media komunikasi, Pengertian
7
Keluarga Kristiani, Tantangan-tantangan aktual dalam lingkungan keluarga, keluarga
dalam pandangan Katolik, komunikasi antar pribadi dalam keluarga, fokous
Penelitian, pertanyaan penuntun.
Bab III, Berbicara mengenai Gambaran situasi komunikasi antar pribadi dalam hidup
berkeluarga di lingkungan Bartolomeus Babarsari Paroki Baciro Yogyakarta, yang
terdiri dari dua bagian yakni: Pertama, Persiapan Penelitian yang meliputi:
Permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Kedua, mengenai
metodologi penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu
penelitian, responden, teknik dan pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan
data, hasil penelitian, pembahasan penelitian, kesimpulan penelitian..
Bab IV, Berbicara tentang sumbangan katekese dalam usaha meningkatkan
komunikasi antar pribadi dalam hidup berkeluarga yang meliputi: Latar Belakang
Katekese dan program katekese.
Bab V, Pada bab ini adalah bagian penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
8
BAB II
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM KELUARGA
Dalam Bab II ini berupa Kajian Pustaka yang akan penulis uraikan dalam dua
bagian. Pertama, tentang Komunikasi secara umum yang meliputi: Pengertian
komunikasi, pengertian komunikasi antar pribadi, peranan komunikasi, segi-segi
komunikasi, pelancar dan penghalang dalam berkomunikasi.
Kedua, tentang Keluarga Kristiani yang meliputi: Pengertian Keluarga,
pengertian keluarga Kristiani, Tantangan-tantangan aktual dalam lingkungan keluarga,
baik tantangan yang berasal dari keluarga besar maupun tantangan yang berasal dari
keluarga inti itu sendiri, peranan keluarga Katolik, Komunikasi antar pribadi dalam
keluarga.
A. Komunikasi secara umum
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Latin, yakni “Communicare”, yang berarti
“membagi sesuatu dengan seseorang, memberikan sebagian kepada seseorang, tukar-
menukar, membicarakan sesuatu dengan seseorang, memberitahukan sesuatu kepada
seseorang, bercakap-cakap, bertukar pikiran, berhubungan, berteman” (Hardjana,
2003: 10). Komunikasi berawal dari sebuah gagasan yang ada pada seseorang.
Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada
orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan, kemudian menanggapi dan
menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan.
Menurut Simons (1976: 25), komunikasi selalu berhubungan dengan adanya
satu pesan atau satu informasi yang dikirim oleh sumber tertentu atau komunikator
9
melalui media tertentu kepada penerima dalam konteks dan situasi tertentu untuk
mencapai kebersamaan makna. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia (1990),
dijelaskan bahwa Komunikasi adalah “pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami”.
Menurut Gilarso (1996: 44), Komunikasi adalah “suatu proses timbal balik
antara dua orang atau lebih, di mana yang seorang memberi informasi dan yang lain
terbuka untuk menerima informasi”. Syarat mutlak dalam berkomunikasi adalah yang
satu mau bicara, membuka hati, dan yang secara jujur berani mengungkapkan
keinginan-keinginan dan isi hatinya, sedangkan yang lain mau mendengarkan, mau
menerima dan mau mengerti.
Selain itu Devito (1997: 23), mengemukakan bahwa “komunikasi mengacu
pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirim atau menerima pesan yang
terdistorsi oleh gangguan, yang terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai
pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik”.
Lunandi (1989: 47), mengatakan bahwa “komunikasi adalah usaha manusia
dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati dan pikirannya, dan untuk
memahami isi pikiran dan isi hati orang lain”.
Dari semua pengertian komunikasi di atas mempunyai suatu kesamaan makna
yakni komunikasi merupakan suatu hal yang berhubungan dengan pesan atau
informasi yang dikirim oleh seseorang melalui media tertentu dan merupakan suatu
bentuk relasi timbal balik antara dua orang atau lebih. Relasi antar manusia dibangun
hanya melalui komunikasi. Dengan kata lain, komunikasi menjadi sarana yang paling
ampuh untuk membangun sebuah relasi antara kita dengan orang lain. Melalui
komunikasi, kita bisa mengenal orang lain dan sebaliknya kita juga dikenal oleh orang
10
lain. Dengan berkomunikasi, kita dapat mengungkapkan pikiran, isihati, ide atau
pendapat, dan keinginan kita kepada orang lain.
Adapun fungsi dari sebuah komunikasi yakni: Pertama, dalam hidup pribadi:
melalui komunikasi, kita dapat mengungkapkan perasaan dan gagasan kita,
menjelaskan perasaan, isi pikiran dan perilaku kita sendiri, dan semakin mengenal diri
sendiri. Kedua, dalam hubungan dengan orang lain: melalui komunikasi, kita dapat
mengenal orang lain, menjalin perkenalan, persahabatan dengan orang lain, kita dapat
bertukar pikiran, dan membuat rencana kegiatan bersama orang lain, dapat saling
membantu dan mengubah sikap serta perilaku hidup bersama dengan orang lain
(Hardjana, 2003: 21).
2. Pengertian Komunikasi Antar pribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu interaksi tatap muka antar dua
orang atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula
(Hardjana, 2003: 85).
Komunikasi antar pribadi dapat diartikan dengan berkomunikasi dari hati ke
hati. Komunikasi dari hati ke hati merupakan suatu komunikasi, di mana seseorang
saling berhubungan dan saling mengungkapkan perasaan masing-masing, dalam hal
ini komunikasi, tidak hanya saling berbicara tentang hal urusan perkara dan masalah,
tetapi juga mengenai keprihatinan, kekhawatiran, atau kegembiraan, harapan, dan cita-
cita. Bentuk komunikasi “dari hati ke hati” dengan mengutarakan hati dan perasaan-
perasaan disebut juga dialog. Dalam dialog, kita saling tukar perasaan dan isi hati,
bukan adu pendapat atau pikiran. Maka, atas dasar saling percaya dan saling
menerima, kita berani untuk mengungkapkan isi hati dan perasaan kita sendiri,
11
sehingga dengan demikian kita dapat saling mengerti dengan hati dan saling mengerti
isi hati kita masing-masing (Gilarso, 1996: 48).
Komunikasi antar pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
kebahagiaan hidup kita. Sadar atau tidak, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri
manusia yang hanya dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya. Salah satu segi
yang paling membahagiakan dalam berkomunikasi dengan orang lain adalah
kesempatan untuk saling berbagi perasaan atau pengalaman yang dialaminya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan mengalami dan saling berbagi perasaan, kita dapat
menciptakan dan mempertahankan suatu relasi yang baik dengan sesama.
Dalam berkomunikasi antar pribadi, diperlukan suatu sikap terbuka, karena
dengan keterbukaan hati, seseorang dapat mengerti dan memahami situasi yang
dialami oleh sesama atau yang menjadi lawan bicara kita. Bagi kebanyakan orang, hal
ini memang sulit atau tidak mudah untuk dilakukan, apalagi berhadapan dengan orang
yang belum dikenalnya. Namun, ada juga yang dengan mudah untuk berkomunikasi,
walaupun baru pertama kali mengenal seseorang. Hal ini tergantung dari kekuatan
pribadi seseorang atau keterbukaan hati seseorang dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Keterbukaan hati, bukan hanya mengenai ungkapan perasaan atau
pengalaman pribadi, tetapi juga keterbukaan hati untuk memulai menyapa atau
berkomunikasi dengan orang lain.
Lunandi (1989: 38), mengemukakan bahwa “orang yang mau senantiasa
tumbuh sesuai dengan zaman adalah orang yang mampu terbuka untuk menerima
masukan dari orang lain, merenungkannya dengan serius dan mengubah diri bila
perubahan dianggapnya sebagai pertumbuhan kearah kemajuan”. Dalam hal ini
keterbukaan hati dalam menyatakan atau dalam mengungkapkan dirinya sendiri secara
jujur dan terbuka dalam mendengarkan dan menerima orang lain sebagaimana adanya.
12
Kalau kita merasa enak berbicara dengan orang yang bersifat terbuka, orang lain pun
akan merasa enak berbicara dengan kita, kalau kita bersikap terbuka. Keterbukaan
tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan, namun
keterlibatan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan melibatkan juga
perasaan, seperti kecemasan, harapan, kebanggaan, kekecewaan.
Selain itu juga dalam berkomunikasi antar pribadi diperlukan suatu sikap
saling percaya dan saling mendukung. Ketika ada kepercayaan, seseorang akan
dengan bebas untuk mengungkapkan diri apa adanya. Menaruh kepercayaan, tidak
hanya terhadap kekuatan kata-kata seseorang, tetapi juga pada sikap menerima dengan
penuh kepercayaan terhadap sesama. Dengan kepercayaan yang ada, dapat menambah
suatu keyakinan dan mempererat persahabatan kita dengan sesama. Kepercayaan
mengikat hati untuk bersama-sama berpegang pada kebaikan yang mengecualikan
mencari kepentingan diri sendiri (Harjana, 2001: 31).
Kepercayaan merupakan kunci dari sebuah persahabatan. Seseorang mampu
membuka diri dalam berkomunikasi, kalau ada rasa saling percaya antara satu dengan
yang lain. Pada situasi sekarang ini, ditemukan betapa banyak orang sulit untuk
menaruh kepercayaan kepada orang lain, sehingga orang selalu berhati-hati untuk
berkomunikasi atau membuka diri di dalam mengungkapkan perasaan maupun
pengalaman suka duka yang dialaminya. Apalagi berhubungan dengan hal yang
bersifat sangat pribadi, karena takut rahasianya diketahui oleh banyak orang.
Powell (1985: 15 ), membedakan komunikasi itu dalam lima taraf mulai dari
taraf tertinggi sampai taraf terendah yaitu:
Taraf Kelima, adalah basa basi yaitu taraf komunikasi yang paling dangkal, biasanya terjadi antara dua orang yang bertamu secara kebetulan. Taraf Keempat yakni membicarakan orang lain artinya di sini orang sudah mulai saling menanggapi, namun tetap masih dalam taraf dangkal, khususnya belum mau bicara tentang diri masing-masing. Taraf Ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat artinya orang sudah mau saling membuka diri, saling
13
mengungkapkan diri tapi pengungkapan diri tersebut masih sebatas pada taraf pikiran. Taraf Kedua adalah taraf hati atau perasaan artinya orang mulai berani saling mengungkapkan perasaan dalam komunikasi maka hubungan kita itu terasa unik, berkesan, dan memberikan manfaat bagi perkembangan pribadi kita masing-masing. Taraf Pertama yakni hubungan puncak artinya komunikasi pada taraf ini ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya yang mutlak di antara kedua belah pihak. Dalam hal ini tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut maupun rasa kuatir.
Dedy Mulyana (2005: 70), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi
adalah “Komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan
setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal
maupun non verbal”. Secara verbal dalam hal ini dengan menggunakan kata-kata, baik
lisan maupun tertulis. Melalui kata-kata kita dapat mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan atau maksud, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta
menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran. Sedangkan secara non
verbal yakni dengan isyarat lain yakni melalui bahasa tubuh, gerakan, ekspresi mata.
Dalam kehidupan sehari-hari antara verbal dan non verbal, selalu berjalan bersama-
sama dan sulit untuk dipisahkan. Ketika seseorang membisikkan kata-kata cinta,
biasanya disertai dengan suara yang lembut, mata berbinar, wajah berseri, belaian
tangan yang halus, dan lain sebagainya. Selain itu juga bentuk khusus dari komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi “diadik”, yang melibatkan hanya dua orang seperti
suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat (Dedy Mulyana, 2005: 73).
Lunandi (1987: 34), mengemukakan bahwa ada faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi antara lain:
a. Citra diri: bagaimana manusia melihat dirinya sendiri dalam hubungan dengan
manusia lain dalam situasi tertentu.
b. Citra pihak lain: bagaimana manusia melihat pihak yang diajaknya
berkomunikasi.
c. Lingkungan fisik: tempat manusia berada ketika berkomunikasi dengan pihak lain.
14
d. Lingkungan sosial: keberadaan manusia-manusia lain sebagai penerima
komunikasi maupun hanya hadir di sana. Lingkungan sosial yang saling
mempengaruhi.
e. Kondisi: fisik, mental, emosi, kecerdasan.
f. Bahasa badan: gerakan-gerakan tubuh yang “berbicara tanpa kata-kata”.
Pengetahuan tentang komunikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
yang telah dipaparkan di atas, sebetulnya merupakan suatu penegasan dari apa yang
kita lihat, kita rasakan, dan kita lakukan dalam kehidupan nyata setiap hari.
3. Peranan Komunikasi Antar pribadi
Komunikasi antarpribadi mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia, karena dengan berkomunikasi yang baik, kita dapat mengetahui maksud dan
tujuan dari lawan bicara yang kita hadapi. Jonhson, dalam Supratiknya (1981: 9),
mengemukakan beberapa peranan komunikasi antarpribadi dalam menciptakan
kebahagiaan bersama yakni:
a. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial manusia.
Perkembangan seseorang sejak masa bayi sampai pada masa dewasa mengikuti
pola semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Hal ini diawali
dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi,
lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu semakin luas dengan bertambahnya
usia.
b. Identitas atau jati diri manusia terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan
orang lain. Di dalam berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak
sadar kita mengamati, memperhatikan, dan mencatat dalam hati semua tanggapan
yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Dengan pertolongan
15
berkomunikasi dengan orang lain, kita dapat menemukan diri sendiri dengan
segala keunikannya.
c. Perbandingan sosial dapat dilakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Dalam
rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran dan
pengertian yang kita miliki tentang dunia yang ada di sekitar kita, kita perlu
membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas
yang ada.
d. Kesehatan mental kita juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan
kita dengan orang lain.
Melalui komunikasi antarpribadi, kita dapat berbicara dengan diri sendiri,
mengevaluasi diri sendiri, meyakinkan diri sendiri, mempertimbangkan keputusan-
keputusan yang akan diambil. Dengan komunikasi antarpribadi, kita dapat mengenal,
membina, memelihara, dan memperbaiki hubungan pribadi dengan orang lain (Devito,
1997: 23).
4. Segi-Segi Komunikasi
a. Ketrampilan Dasar Komunikasi
Menurut Supratiknya (1981: 11), agar mampu memulai, mengembangkan, dan
memelihara komunikasi yang akrab, hangat, dan produktif dengan orang lain kita
perlu memiliki sejumlah ketrampilan yang menjadi dasar bagi kita dalam
berkomunikasi dengan orang lain, yakni:
1) Kita harus mampu saling memahami. Agar dapat saling memahami satu sama lain,
perlu ada sikap saling percaya. Sesudah saling percaya, kita harus saling membuka
diri yakni dengan mengungkapkan tanggapan kita terhadap situasi yang sedang
16
kita hadapi, termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan
oleh lawan bicara kita.
2) Kita harus mampu mengkomunikasikan perasaan kita secara tepat dan jelas.
Dengan saling mengungkapkan pikiran-perasaan dan saling mendengarkan dengan
penuh perhatian, kita memulai mengembangkan dan memelihara komunikasi yang
baik dengan orang lain.
3) Kita harus mampu saling menerima dan saling memberi dukungan atau saling
menolong. Dalam hal ini, kita harus mampu menanggapi keluhan orang lain
dengan cara-cara yang bersifat menolong yakni dengan menunjukkan sikap
memahami dan bersedia menolong sesama dengan memberi dukungan agar orang
tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.
4) Kita harus mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antarpribadi
yang mungkin muncul dalam komunikasi kita dengan orang lain secara
konstruktif, artinya dengan cara-cara yang semakin mendekatkan kita dengan
lawan bicara kita dan menjadikan komunikasi kita semakin bertumbuh dan
berkembang.
b. Kiat-kiat Mempelajari Ketrampilan Komunikasi
Trampil dalam berkomunikasi bukan merupakan kemampuan yang dibawa
sejak lahir dan juga tidak akan muncul secara tiba-tiba saat kita memerlukannya.
Ketrampilan berkomunikasi ini dapat kita pelajari dengan mengikuti kiat-kiat menurut
Supratiknya (1981:12) yakni:
1) Kita harus menyadari mengapa ketrampilan berkomunikasi ini penting untuk kita
kuasai dan apa manfaatnya.
17
2) Kita memahami arti ketrampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku
komponennya untuk mewujudkan ketrampilan itu.
3) Kita harus rajin mencari atau menemukan situasi-situasi untuk dapat
mempraktekkannya.
4) Kita Tidak boleh segan atau malu meminta bantuan dari orang lain untuk
memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah
kita capai maupun kekurangan yang masih kita miliki.
5) Kita tidak boleh bosan belajar atau berlatih. Dalam hal ini ketrampilan di dalam
berkomunikasi harus kita praktikkan terus-menerus.
6) Ketrampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen, harus terus-menerus kita
latih dan praktikkan, sampai pada akhirnya menjadi bagian dari diri kita sendiri.
Dengan mempelajari kiat-kiat ketrampilan dalam berkomunikasi tersebut
mengajak kita sebagai pribadi untuk terus-menerus berlatih dan mempraktekkannya
dalam kehidupan kita sehari-hari untuk dapat membangun sikap saling percaya,
mengungkapkan pikiran secara jelas, mendengarkan, serta mampu memahami sesama
yang menjadi lawan bicara kita. Memang, untuk mempelajari kiat-kiat keterampilan
dalam berkomunikasi tidak selamanya dengan mudah untuk dilakukan, namun
membutuhkan waktu dan kesadaran dari setiap orang untuk terus-menerus berlatih dan
mempraktekkannya dalam hidup. Hal ini tentu terlebih dahulu harus dimulai dari
dalam diri sendiri.
5. Pelancar dan Penghalang Komunikasi
Supratiknya (1995: 17 ), mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang
menjadi pelancar dan penghalang di dalam berkomunikasi antara lain:
18
a. Pelancar Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik akan membantu kita untuk lebih memahami dan
mengerti sesama yang menjadi lawan bicara kita. Segala komunikasi dalam bentuk
apapun akan menjadi baik dan lancar apabila:
1) Mendengarkan pasif/diam; dengan diam, sipemilik masalah diajak untuk
mengungkapkan masalahnya, diberi kesempatan untuk mengalami proses katarsis
dan meluapkan/mengungkapkan perasaan/emosinya, didorong untuk menggali
perasaan-perasaannya lebih dalam ditunjukkan bahwa dia diterima.
2) Tanggapan pengakuan-penerimaan; isyarat-isyarat verbal dan non verbal yang
menunjukkan bahwa sungguh-sungguh mendengarkan dengan penuh perhatian.
3) Ajakan untuk melanjutkan: membuka pintu atau mengundang/mengajak untuk
berbicara lebih banyak.
4) Mendengarkan aktif. Manfaat mendengarkan aktif mendorong terjadinya katarsis;
menolong orang untuk tidak takut terhadap perasaan-perasaan negatif,
mengembangkan hubungan yang hangat/intim, memudahkan pemecahan masalah,
mempengaruhi orang untuk mau mendengarkan pendapat orang lain.
b. Penghalang Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan kita,
namun di dalam kehidupan sehari-hari sering adanya sikap yang menjadi penghalang
untuk berkomunikasi atau berelasi dengan sesama antara lain:
1) Memerintah atau mengarahkan, mengatakan kepada penerima / lawan bicara untuk
mengerjakan sesuatu, memberikan perintah.
2) Mengancam, memperingatkan, mengatakan akibat-akibat yang akan terjadi bila
penerima melakukan sesuatu.
19
3) Mendesak, memberi kotbah, mengatakan harus atau boleh dilakukan.
4) Menasehati, memberi penyelesaian, atau saran-saran, mengatakan bagaimana
menyelesaikan suatu masalah, memberi nasehat atau saran-saran, menyediakan
jawaban atau penyelesaian-penyelesaian bagi masalah penerima.
5) Memberi kuliah, mengajari, memberi alasan-alasan logis, berusaha mempengaruhi
penerima dengan fakta-fakta kontra argumen, logika, informasi atau pendapat-
pendapat pribadi.
6) Menilai, mengeritik, tidak setuju, menyalahkan, membuat penilaian negatif atau
memberi pendapat negatif.
7) Menghindar, mengalihkan perhatian, menertawakan, membelokkan, berusaha
menjauhkan penerima dari masalahnya, menarik diri dari persoalan, mengalihkan
perhatian, mengolok-olokkan, mengesampingkan masalah.
Sebagai manusia yang normal, perlu berkomunikasi dengan orang lain.
Komunikasi antar pribadi menjadi suatu hal yang penting, kalau kita terbuka untuk
mengungkapkan diri kita kepada sesama, sehingga sesama dapat mengetahui situasi
dan keadaan yang sedang kita hadapi. Dalam menjalin komunikasi, tentu tidak
selamanya lancar-lancar saja sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masing-masing
pribadi, tetapi ada juga hal-hal yang menghambat ketika kita berkomunikasi dengan
orang lain misalnya: kurang mendengarkan sesama, cenderung untuk menasehati atau
mengarahkan, ketika sesama mensharingkan pengalaman hidupnya.
6. Peranan komunikasi melalui media
Konsili Vatikan II, mengingatkan kita: “untuk menggunakan media dengan
tepat, sungguh perlulah bahwa siapa saja yang memakainya mengetahui norma moral,
dan di bidang itu mempraktekannya dengan setia”(Inter Mirifica, art. 4). Norma moral
20
yang dasar adalah : “pribadi manusia dan komunitas umat manusia adalah tujuan dan
ukuran dari penggunaan dari media komunikasi sosial yakni komunikasi harus
pribadi-pribadi, ditujukan kepada pribadi-pribadi, dan demi pribadi-pribadi itu
seutuhnya”.
Media komunikasi mempunyai nilai positif bagi setiap pribadi yakni orang
semakin mudah, cepat, dan murah untuk berkomunikasi. Dengan telpon atau email,
seseorang bisa berkomunikasi dengan mudah, cepat, dan murah dengan orang lain
yang berada di belahan dunia yang lain. Namun, dibalik hal-hal yang positip terdapat
juga hal-hal yang negatip dari penggunaan media yang ada yakni: seseorang menjadi
terisolasi dengan hal-hal yang ada disekilingnya karena terlalu sibuk dengan Hpnya.
Ditengah kerumunan orang banyak, seseorang bisa menyibukan diri dengan SMS.
Yohanes Paulus II dalam pesannya pada hari komunikasi sedunia ke-39,
mengatakan demikian: ”Teknologi modern memberikan kepada kita kemungkinan dan
peluang yang tiada tara untuk perbuatan-perbuatan baik, untuk menyebarkan
kebenaran keselamatan Yesus Kristus serta untuk memelihara harmoni dan
rekonsiliasi. Namun demikian penyalahgunaan bisa membawa kerugian yang tak
terperikan, dengan menimbulkan salah pengertian, prasangka-prasangka buruk,
bahkan konflik.” Pesan Paus ini, mengajak kita untuk mampu menggunakan media
yang ada sesuai dengan tujuan dan fungsinya, yang mengarahkan kita kepada
perbuatna-perbuatan yang baik bukan sebaliknya.
Seran (1981: 25), mengemukakan bahwa ada dua hal negatif dari penggunaan
media komunikasi yang ada yakni:
a) Putusnya hidup manusia dari dunianya
Kemajuan yang luar biasa di bidang informasi di satu sisi sangat
bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Akan tetapi ditengah-tengah kemajuan
21
yang positif, memudahkan manusia, ada bahaya yakni hilangnya tekstur atau karakter
manusiawi tertentu dalam hidup kita. Kita akan semakin sedikit terlibat dalam
kemanusiaan kita karena adanya lembaga, prosedur atau sistem/jaringan. Kita akan
menghabiskan waktu untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan, darpada terlibat
dalam dialog. Dengan demikian kontak dalam proses komunikasi antara individu di
gantikan dengan sistem/peralatan/birokrasi. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan,
kreativitas manusia semakin sedikit karena orang cukup menekan tombol.
b) Manusia terisolir dengan sesamanya
Komunikasi dengan menggunakan media, pesan atau informasi yang datang
diterima dan pergi (diterima dan dikirim), mengalir kesana kemari tanpa perjumpaan
fisik antara individu-individu yang berkomunikasi. Komunikasi bukan lagi sebuah
kontak antara individu-individu secara langsung. Model komunikasi seperti ini yang
terpenting di dalamnya bukan person atau subyek yang berkomunikasi, melainkan
pertama-tama adalah pesan atau informasi yang diterima dan dikirim.
Berikut ini, akan dibicarakan mengenai keluarga Kristiani, yang di dalamnya
akan mendeskripsikan tentang pengertian keluarga pada umumnya dan pengertian
keluarga kristiani, tantangan-tantangan aktual dalam membangun keluarga kristiani
yang harmonis serta komunikasi antarpribadi dalam keluarga.
B. Keluarga Kristiani
Dalam Perkawinan dan dalam keluarga terjadilah serangkaian hubungan
antarpribadi, hidup sebagai suami-isteri, hidup sebagai ayah dan sebagai ibu, hidup
sebagai anak, dan hidup sebagai saudara. Melalui hubungan-hubungan itu setiap
pribadi manusia dibawa masuk kedalam “Keluarga Manusia”, dalam keluarga Allah
yaitu Gereja (FC, art.15).
22
1. Pengertian Keluarga
Di dalam masyarakat umum telah banyak dikenal berbagai macam istilah
tentang keluarga. Menurut kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan: “Keluarga
diartikan sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah.” Dengan kata lain keluarga
adalah siapa saja yang tinggal di dalam lingkungan rumah tangga.
Purwa Hadiwardoyo (2006: 3), membagi pengertian tentang keluarga menjadi
dua bagian yaitu: “Keluarga inti dan keluarga besar”. Keluarga inti merupakan
kelompok orang-orang yang mempunyai hubungannya yang erat sekali dan jumlahnya
sedikit yang meliputi ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Sedangkan dalam keluarga
besar merupakan kelompok orang-orang yang mempunyai hubungan yang akrab satu
sama lain karena adanya hubungan darah atau ikatan perkawinan yang meliputi semua
sanak saudara: kakek, nenek, suami-istri, anak-anak, cucu, cicit, keponakan, bibi,
paman, dan sebagainya. Jadi, yang termasuk keluarga besar meliputi semua orang
yang bergantung pada kelompok sanak saudara di dalam satu keturunan.
Dalam Perjanjian Baru, istilah keluarga terdiri dari dua kata yakni: “Patria dan
Oikos”. Patria berarti keluarga dari sudut pandang relasi historis seperti garis
keturunan (Luk 2: 4) “Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan Daud”. Sedangkan
Oikos dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Perjanjian Baru juga
mengakui peran penting keluarga dalam memelihara iman. Gereja yang hidup itu
tumbuh dalam keluarga yakni dalam pengajaran Injil di rumah-rumah (Kis 5 : 42),
dalam baptisan ( Kis 2 : 15 ), dan dalam pemecahan roti (Kis 2: 46).
2. Pengertian Keluarga Kristiani
Kopong (2006: 23), mengatakan bahwa hidup berkeluarga yang ditandai
dengan penerimaan sakramen perkawinan pernikahan pada intinya mengarah pada
23
kehidupan bersama dan pengadaan keturunan. Maka hidup berkeluarga pada
hakekatnya merupakan sebuah panggilan. Dikatakan sebagai panggilan karena
sepasang manusia, laki-laki maupun perempuan yang telah lama saling mengenal dan
mengambil keputusan untuk menikah pada saat itu mengambil sebuah sikap dengan
meninggalkan keluarga mereka untuk membentuk kehidupan baru bersama diantara
keduanya (Mat 19: 5). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan
lingkungan sosial dalam konteks yang sempit di mana dalam keluarga itu terdiri dari
beberapa anggota yang berinteraksi satu sama lain
Suatu keluarga pada umumnya terbentuk karena adanya rasa cinta kasih yang
mendalam hingga mampu mempribadi dalam keduanya. Dalam kehidupan keluarga,
dasar kesatuan hidup perlu dimiliki dan dikembangkan baik dalam masyarakat umum
maupun masyarakat Gerejani. Jika dilihat dalam lingkup gereja dikenal keluarga
Kristiani atau keluarga Katolik. Oleh sebab itu keluarga Kristiani dinyatakan dan
dibentuk oleh ikatan kasih seorang laki-laki dan perempuan yang dikasihi Tuhan dan
terikat dalam sakramen Perkawinan. Keluarga, yang didasarkan pada cinta kasih serta
dihidupkan olehnya merupakan suatu persekutuan dari pribadi-pribadi yakni suami
dan isteri, orangtua dan anak-anak, sanak-saudara. Tugasnya yakni: dengan setia
menghayati persekutuan, disertai usaha terus menerus untuk mengembangkan rukun
hidup yang otentik antara pribadi-pribadi.
Oleh karena menurut rencana Allah, keluarga dibangun sebagai persekutuan
mesra di dalam hidup dan kasih, maka keluarga mempunyai tugas perutusan sesuai
dengan hakekatnya yakni persekutuan dan kasih, dalam suatu usaha mencapai
pemenuhannya dalam Kerajaan Allah, sebagaimana segala sesuatu diciptakan dan
ditebus. Bila memandang keluarga sedemikian sampai keakar-akarnya, kita harus
mengatakan bahwa hakekat dan peranan keluarga akhirnya mempunyai kekhasan
24
dalam cinta kasih. Maka keluarga memiliki perutusan untuk menjaga, menyatakan dan
menyampaikan cinta kasih, dan ini merupakan pencerminan hidup dan partisipasi
nyata dalam kasih Allah kepada bangsa manusia dan kasih Kristus kepada gereja
mempelaiNya (FC, art. 46-47).
Dalam keluarga Kristiani perlu diusahakan suatu komunikasi timbal balik, di
mana anggota keluarga memberikan atau membagikan pengalaman iman dalam
sharing serta bersama-sama membangun doa bersama, sehingga lama kelamaan akan
tercipta kehidupan yang diharapkan oleh gereja. Selain itu identitas keluarga kristiani
adalah sebagai “Persekutuan hidup dan cinta”(GS, art. 48). Ia dipersatukan karena
cinta; cinta kepada Allah dan kepada sesama anggota keluarga. Lebih dari itu karena
Allah yang selalu mencintai umat-Nya termasuk keluarga-keluarga kristiani. Oleh
karena cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga, maka keluarga harus
memperkembangkan cinta tersebut, agar dapat bertumbuh menjadi komunitas
antarpribadi yang saling mencintai (FC, art.18).
Dengan demikian, dikatakan bahwa keluarga kristiani dibangun di atas dasar
cinta kasih antara suami istri. Maka diharapkan cinta kasih yang sudah dibangun sejak
awal dapat diwujudkan dan terus dipelihara dalam bahtera hidup berumah tangga. Kita
percaya bahwa cinta kasih yang dialami oleh suami dan istri berasal dari Allah, Sang
Sumber Cinta. Cinta kasih itu merupakan landasan dalam membangun keluarga dan
juga dalam membina anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada orang tua. Cinta
kasih perlu diwujudkan dalam kehidupan konkrit yakni cinta kasih sang suami
terwujud dalam sikap tanggung jawab menghidupi anggota keluarga. Cinta kasih sang
istri terwujud dalam sikap mau membantu suami dalam membangun keluarga dan
mendidik anak-anak. Anak-anak dapat mewujudkan cinta kasih kepada orangtua
25
dengan menghormati, taat dan bertanggungjawab atas kebebasan yang diberikan oleh
orangtua untuk mengembangkan diri.
Hidup secara Kristiani, memang tidak mudah, karena kesempurnaan Kristiani
harus dilengkapi dengan tuntutan radikal dari Injil yakni menerjemahkan ajaran
cintakasih kepada Tuhan dan sesama ke dalam perbuatan-perbuatan konkrit sehari-
hari, baik di rumah, di kantor, di sekolah atau di tempat kerja lainnya, bahkan di jalan
dan di tempat rekreasi. Di dalam dan melalui berbagai medan keterlibatan-keterlibatan
duniawi itulah, spiritualitas manusia dapat berkembang (Konseng, 1994: 97).
Segala perbuatan-perbuatan belas kasih yang dapat kita lakukan mempunyai
nilai yang tinggi dalam hidup Kristiani kita. Sesungguhnya Kristus pada kedatangan-
Nya yang kedua (pengadilan terakhir) akan mengadili dunia menurut ukuran
perbuatan kasih itu (Mat 25:31-46). Pesan Tuhan, melalui Injil Matius ini, meminta
kita untuk mempertanggungjawabkan karunia-karunia dan karisma-karisma yang telah
dianugerahkan-Nya kepada kita masing-masing sebagai pribadi. Semangat saling
mencintai satu sama lain dan membiasakan hidup dalam cinta kasih dalam keluarga
merupakan suatu langkah yang tepat bagi kita, guna membangun keluarga yang
bahagia dan sejahtera.
3. Tantangan-tantangan aktual dari Lingkungan Keluarga
Dalam kehidupan berkeluarga, tidak selamanya berjalan dengan mulus atau
dikatakan selalu baik adanya, tetapi terdapat juga tantangan-tantangan, baik tantangan
dari keluarga besar maupun tantangan dari keluarga inti, yang sangat mempengaruhi
kehidupan berumahtangga.
26
a. Tantangan dari keluarga Besar
Dalam Nota Pastoral KAS (2007: 14), dikatakan bahwa keluarga besar
sebenarnya merupakan suatu sumber dukungan dan kesejahteraan bagi keluarga inti.
Seluruh keluarga besar dapat memberikan dukungan kepada salah satu anggotanya
yang sedang berada dalam keadaan yang lemah secara psikis, hal ini dirasakan untuk
memberikan penguatan dan peneguhan kepada keluarga. Seluruh keluarga besar juga
bisa memberikan bantuan berupa finansial kepada salah satu anggotanya yang sedang
dalam kesulitan, dengan memberikan pinjaman atau melalui pemberian yang tulus.
Saling memberi dan menerima merupakan suatu hal yang paling baik di dalam
kehidupan manusia khususnya di dalam hidup berkeluarga.
Namun segalanya akan menjadi suatu tantangan, karena anggota keluarga
besar terlalu mencampuri urusan rumah tangga keluarga inti atau keluarga besar
campur tangan terlalu jauh pada urusan keluarga inti, sehingga keluarga inti merasa
tidak bebas untuk mengembangkan diri atau tidak bisa mengatur rumah tangganya
sendiri, karena selalu dikontrol oleh keluarga besar dan juga membuat keluarga inti
menggantungkan diri pada keluarga besar.
b. Tantangan dalam Keluarga Inti
Berdasarkan angket Keuskupan Agung Semarang tahun 2006, terdapat beberapa
tantangan dalam keluarga inti yakni:
1) Tantangan dalam relasi antara suami dan istri:
Kurangnya transparansi antara suami dan istri.
Kurangnya komunikasi antara suami dan istri.
Kurangnya kesetiaan suami/istri bagi pasangannya.
Adanya kecemburuan dari suami/istri terhadap pasangannya.
27
Adanya dominasi suami/istri atas pasangannya.
Adanya tindak kekerasan suami/istri terhadap pasangannya.
2) Tantangan dalam hal penghayatan iman
Kurang kuatnya iman semua / sebagian anggota keluarga.
Kurangnya kemampuan orang tua dalam mengembangkan iman anak-anak
mereka.
Kurangnya kemampuan keluarga menghadapi arus global yang sekularistik.
3) Tantangan dalam hal relasi antara orang tua dan anak-anaknya.
Kurangnya keakraban antara orangtua dan anak-anak mereka.
Ketidakpuasan anak-anak terhadap sikap atau kondisi orangtua mereka.
Ketidakpuasan orangtua terhadap sikap atau kondisi anak-anak mereka.
Dengan melihat tantangan-tantangan dalam keluarga tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa relasi antara suami dan istri merupakan unsur terpenting dalam hidup
berkeluarga. Mutu relasi itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap mutu
seluruh hidup dan kesejahteraan keluarga. Marcel dalam Hariyadi (1994: 74)
mengatakan bahwa: “Cinta itu datang bagaikan sebuah himbauan. Ia datang seperti
sebuah panggilan dari aku ke aku yang lain. Justru karena saya bertemu pribadi orang
itu, maka ketertarikan saya untuk mencintainya muncul bukan karena orang itu
memiliki banyak hal yang menarik saya, melainkan saya mencintainya justru karena ia
adalah ia”. Jadi, ketertarikan pada seseorang dan kemudian mencintainya itu muncul
dengan sendirinya dalam diri seseorang, karena kita telah bertemu dengan orang lain
secara pribadi. Pertemuan kita dengan orang lain telah membuahkan suatu kehadiran
bersama. Kehadiran bersama itu menumbuhkan persekutuan yang menjalin
28
hubunganku dengan orang tersebut sebagai hubungan pribadi. Dan hubungan inilah
yang akhirnya membisikkan suatu panggilan dalam diri sendiri untuk semakin
mencintai orang lain.
Setiap tantangan dan pergulatan hidup dalam membangun sebuah keluarga
yang harmonis selalu menarik bagi setiap insan. Dikatakan menarik, karena dengan
melalui tantangan-tantangan yang ada mengajak setiap pribadi khususnya bagi setiap
anggota keluarga untuk semakin membenah diri, menata kembali setiap kekurangan-
kekurangan dalam hidup berkeluarga kearah yang lebih baik demi membangun sebuah
keluarga yang bahagia dan sejahtera.
Sebagai keluarga Kristiani, kita harus mendasarkan cinta kita pada cinta
Kristus sendiri sebagai sang cinta sejati. Kristuslah yang menjadi pusat hidup kita dan
menjadi sumber relasi suami-isteri yang diteguhkan dalam sakramen perkawinan.
Perkawinan kristiani dipahami sebagai sesuatu yang kudus, mulia dan dibangun atas
dasar kasih yang murni dan ikhlas. Oleh karena itu, dalam kehidupan berkeluarga,
perlu memupuk sikap saling menerima satu sama lain, sikap percaya, saling setia
dalam setiap peristiwa hidup, saling mengasihi, saling melayani, saling terbuka, dan
saling meneguhkan dalam situasi krisis, saling mendukung dalam perkembangan fisik,
intelektual, serta emosional.
Dalam perjalanan hidup membangun suatu keluarga yang harmonis, suami-
istri sering ditimpa pengalaman yang pahit atau konflik dalam hidup berkeluarga
entah karena kesepian, kurang mengalami kasih sayang suami atau istri, kurang
pengertian antara suami maupun istri, kurang adanya keterbukaan hati dalam
kehidupan berkeluarga, ataupun keributan karena kekurangan kebutuhan ekonomi,
pendidikan anak-anak. Pengalaman-pengalaman demikian tak jarang dapat
29
memperumit relasi atau bahkan mengakhiri keharmonisan keluarga yang berpuncak
pada perceraian.
Veerbeek (1973: 25), dalam buku yang berjudul “Dalam Kuasa Cinta;
Ringkasan Ajaran Yohanes dari Salib Tentang Cara Mencari Persatuan
DenganTuhan”, mengatakan demikian:
Masuklah ke dalam lubuk hati pasanganmu, lakukan sesuatu di hadapannya yang selalu hadir dan senantiasa mencintaimu dengan cinta yang tulus ikhlas. Dalam dirinya engkau menemukan suatu harta, sukacita, kepuasan, serta suatu kerajaan yang tak pernah akan engkau dapatkan di dunia ini. Dia adalah sosok yang sangat engkau cintai, yang selalu dicari dan diinginkan oleh jiwamu. Bergembiralah dan bersukacitalah bersamanya dalam hatimu.
Dari kutipan tersebut di atas, mau menggambarkan suatu bentuk relasi suami-
isteri yang dilandasi oleh cinta. Cinta Allah yang tak terbatas senantiasa merangkum
suami-isteri dalam setiap peristiwa hidup baik dalam suka maupun dalam duka. Inilah
suatu kebenaran yang tak dapat disangkal bahwa sejak semula Allah telah mencintai
kita. Karena itu, bersama pasangannya harus berusaha untuk masuk kekedalaman hati,
untuk berjumpa dengan Tuhan dan merubah cinta yang dimiliki dengan cinta yang tak
terbatas, seperti Cinta Allah sendiri. Dengan demikian, keharmonisan yang dibangun
merupakan perwujudan suatu ekspresi penuh makna dari sebuah cinta sejati.
Maka, untuk dapat menciptakan keluarga yang harmonis dan bahagia, perlu
adanya komunikasi antar pribadi-pribadi dalam keluarga, baik antara suami dan istri,
maupun antara orang tua dan anak-anak. Relasi komunikasi yang baik membuat
keluarga menjadi sangat bahagia dan menjadikan sebuah keluarga yang harmonis.
Oleh karena itu, Purwa Hadiwardoyo (2006: 9), merumuskan beberapa segi
yang berhubungan dengan relasi komunikasi antara orang tua dan anak-anak yakni:
Segi Pertama adalah relasi pada tingkat perasaan. Dalam hal ini tidaklah cukup bahwa anak-anak diberi makanan, minuman, dan pakaian yang memadai. Mereka ingin merasa dekat dengan orangtua. Mereka ingin dilindungi, disayangi oleh orangtua. Sebaliknya, orang tua ingin dihargai dan dipercayai oleh anak-anak mereka. Segi kedua adalah relasi pada tingkat pikiran. Dalam
30
hal ini penting bagi anak-anak yang sudah mulai mampu berpikir. Mereka sering diajak untuk bertukar pikiran dengan orangtua. Janganlah mereka diperlakukan seolah-olah mereka tidak mampu berpikir. Segi ketiga adalah relasi pada tingkat kehendak atau kemauan. Tidak jarang terjadi bahwa orangtua memaksakan kehendak kepada anak-anak mereka, karena merasa lebih tua dan lebih berpengalaman. Hal ini terjadi karena orangtua kurang memahami kebutuhan dan keinginan anak-anak mereka. Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak mempunyai kehendak dan kemauan sendiri, dan anak akan merasa tidak bahagia, bila orang lain memaksakan kehendak atas dirinya.
Dari uraian di atas, mau menegaskan bahwa betapa pentingnya komunikasi
antarpribadi dalam keluarga. Segala tantangan dan kesulitan dalam keluarga pasti bisa
diatasi kalau ada relasi komunikasi yang baik dalam keluarga, baik antara suami dan
istri, maupun orangtua dan anak-anak. Komunikasi dalam hal ini bukan terjadi hanya
satu arah saja, tetapi lebih ditekankan pada komunikasi dua arah atau lebih atau
komunikasi timbal balik yang melibatkan semua anggota keluarga. Selain itu juga
dalam kehidupan berkeluarga, diperlukan suatu sikap keterbukaan dari orangtua untuk
mendengarkan pendapat atau pemikiran dari anak-anak, sehingga dengan demikian
anak-anak merasa bahwa mereka dihargai dan dilibatkan dalam setiap pergulatan
hidup berkeluarga.
Namun dalam kenyataan hidup dunia sekarang ini, kebanyakan orangtua
kurang melibatkan anak-anak dalam pembicaraan keluarga, orangtua kebanyakan
menyelesaikan sendiri setiap permasalahan dalam keluarga tanpa ada komunikasi
dengan anak-anak, sehingga anak-anak tidak mengetahui situasi yang sedang terjadi
dalam keluarga, selain itu juga anak-anak tidak mengatahui bagaimana cara
menghadapi setiap kesulitan atau suka dan duka dalam kehidupan berkeluarga.
Dengan melihat situasi yang demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan
anak-anak merasa tidak betah untuk tinggal dan berada di rumah bersama dengan
orangtua. Maka, untuk mengatasi situasi demikian orang tua perlu bersikap terbuka
dengan anak-anak di dalam menyelesaikan persoalan dalam keluarga.
31
4. Peranan Keluarga Kristiani.
Keluarga merupakan persekutuan hidup dan kasih yang mesra antara suami-
istri, yang diadakan oleh sang pencipta dan dikukuhkan dengan hukum-hukumnya,
dibangun oleh janji pernikahan atau persekutuan pribadi yang tak dapat ditarik
kembali. Bertolak dari cinta kasih yang ada, maka Sinode terakhir menekankan
bahwa, ada empat tugas umum bagi keluarga yakni:
a. Membentuk persekutuan pribadi-pribadi
Keluarga yang didasarkan pada cintakasih serta dihidupkan olehnya
merupakan persekutuan pribadi-pribadi: suami dan isteri, orangtua dan anak-anak,
sanak-saudara. Tugas utamanya adalah: dengan setia menghayati kenyataan
persekutuan, disertai usaha terus-menerus untuk mengembangkan hidup rukun yang
otentik antara pribadi-pribadi (FC, art. 18). Di dalam kehidupan berkeluarga, kalau
tanpa ada rasa cintakasih, keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi dan tanpa
cintakasih pula, keluarga tidak dapat hidup, berkembang atau menyempurnakan diri
sebagai persekutuan pribadi-pribadi.
b. Mengabdi kepada kehidupan
Dengan menciptakan pria dan wanita menurut citra-Nya sendiri, Allah
memahkotai serta menyempurnakan karya tangan-Nya. Ia memanggil mereka untuk
berperan serta dalam cintakasih dan kekuasaan-Nya sebagai Pencipta dan Bapa,
melalui kerja sama mereka secara bebas dan bertanggung jawab dalam menyalurkan
kurnia kehidupan manusiawi: “Allah memberkati mereka, dan Allah bersabda kepada
mereka: Jadilah subur dan berkembang-biaklah, dan penuhi serta kuasailah bumi”(Kej
1: 28). Dengan demikian, tugas asasi keluarga adalah mengabdi kepada kehidupan,
32
mewujudkan secara konkrit dalam sejarah berkat Sang Pencipta pada awal mula,
yakni: melalui prokreasi (pengadaan keturunan) menyalurkan gambar ilahi dari
pribadi ke pribadi (Kej 5: 1-3).
c. Ikut serta dalam pengembangan masyarakat
Oleh karena Pencipta alam semesta telah menetapkan persekutuan suami-isteri
menjadi asal mula dan dasar masyarakat manusia, maka keluarga merupakan “sel
pertama dan sangat penting bagi masyarakat”(FC, art. 42). Pada dasarnya, keluarga
mempunyai ikatan vital dan organis dengan masyarakat dan berusaha untuk terus-
menerus mengembangkannya melalui peranan pengabdian kepada kehidupan konkrit
sehari-hari.
d. Berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja.
Keluarga dipanggil untuk secara aktif dan bertanggung jawab untuk ikut serta
dalam menjalankan perutusan Gereja dengan cara yang asli dan istimewa, yakni
dengan membawakan diri dalam kenyataan maupun kegiatannya sebagai “persekutuan
mesra kehidupan dan cintakasih”, dalam pengabdian kepada Gereja dan masyarakat
(FC, art. 50). Keluarga Kristen itu harus rukun hidup, tempat hubungan-hubungan
diperbaharui oleh Kristus melalui iman dan Sakramen-sakramen. Maka, peran serta
keluarga dalam misi Gereja harus mengikuti pola persekutuan. Jadi, hendaklah suami-
istri serentak sebagai pasangan, orangtua beserta anak-anak selaku keluarga,
menghayati pengabdian mereka kepada Gereja dan dunia melalui kesaksian hidup
nyata sehari-hari.
Selain tugas-tugas keluarga tersebut di atas, masih ada yang mendukung usaha
perkembangan kehidupan keluarga yaitu kewajiban orangtua melaksanakan
33
pendidikan bagi anak-anak mereka. Kewajiban untuk memberikan pendidikan kepada
anak selalu berakar pada panggilan utama orangtua yang karena perkawinan,
mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah.
Dalam Nota Pastoral KAS 2007, dikatakan bahwa Gereja mempunyai harapan-
harapan terhadap keluarga-keluarga Katolik antara lain:
1) Keluarga Menjadi Gereja Kecil
Dalam hal ini Gereja berharap agar semua anggota keluarga Katolik berusaha
sekuat tenaga untuk menjadikan keluarga mereka sebuah Gereja kecil, sebuah
paguyuban umat beriman. Harapan Gereja tersebut antara lain diungkapkan secara
jelas oleh Paus Yohanes Paulus II, dalam seruan Apostolik Familiaris Consortio art.
49- 64 yakni:
a) Keluarga yang guyub; suatu keluarga hidup rukun dan selalu hidup bersatu.
Keluarga Katolik dikatakan layak disebut Gereja kecil, apabila keluarga itu
diwarnai oleh suasana hidup rukun, sehingga dapat mewujudkan sebuah
comumunio yakni komunitas yang rukun dan akrab berdasarkan sikap hormat dan
kasih, bukan dalam suasana emosional yang tak terkendali.
b) Keluarga yang dijiwai oleh iman; sebuah keluarga Katolik dapat dikatakan Gereja
kecil, apabila kehidupan semua anggota keluarganya dijiwai dengan iman yang
mendalam, yang terutama ditandai oleh sikap hormat dan kasih kepada Kristus dan
GerejaNya. Iman hendaknya diyakini, dipahami, diungkapkan, dirayakan,
diwartakan, dan diamalkan secara terus-menerus di dalam kehidupan nyata sehari-
hari (FC, art. 49-64).
34
2) Keluarga Menjadi Komunitas Hidup dan Kasih
Gereja mengharapkan bahwa keluarga menjadi komunitas kehidupan dan
Kasih, yang ditandai oleh sikap hormat dan syukur terhadap anugerah kehidupan serta
kasih timbal balik dari semua anggota keluarganya. Harapan Gereja ini terungkap
dalam Gaudium et Spes dan seruan Apostolik Familiaris Consortio yakni:
a) Keluarga dijadikan Komunitas Kehidupan; dalam hal ini diharapkan bahwa umat
beriman hendaklah memandang dan menghayati kehidupan sebagai anugerah
Allah, yang pantas dihormati dan disyukuri di dalam kehidupan sehari-hari (GS,
art. 48).
b) Keluarga dijadikan Komunitas Kasih; dalam hal ini setiap orang beriman,
dipanggil dan diutus untuk mengasihi segala sesuatu dan mengasihi sesama seperti
dirinya sendiri. Selain itu juga semua anggota keluarga dipanggil untuk saling
mengasihi dengan kemesraan, dan diutus untuk mengasihi semua orang terutama
mereka yang kecil, lemah, miskin, dan tersingkir/terlantar (FC, art. 17-41).
3) Keluarga menjadi “komunitas mistik”
Setiap keluarga Katolik, sebaiknya dijadikan sebuah “komunitas mistik”,
artinya selalu akrab dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena iman
yang mendalam akan Allah, semua anggota keluarga Katolik dipanggil dan diutus
untuk mengusahakan, memelihara, dan meningkatkan persahabatan mereka atau
relasi yang menghidupkan dengan Bapa, dengan perantaraan Kristus, dan dengan
bantuan Roh Kudus. Relasi yang menghidupkan dengan Bapa dalam kehidupan nyata
sehari-hari, menjadi cermin bagi relasi komunikasi antarpribadi dalam kehidupan
berkeluarga.
35
Segala harapan-harapan Gereja akan terwujud, kalau masing-masing keluarga
mampu untuk bersikap terbuka terhadap satu sama lain, terutama di dalam anggota
keluarga sendiri. Selain itu juga perlu adanya komunikasi antara pribadi-pribadi dalam
keluarga, sehingga dapat saling mengerti dan saling memahami satu sama lain di
dalam kehidupan berkeluarga.
5. Komunikasi Antar pribadi Dalam Keluarga
Komunikasi antarpribadi dalam keluarga merupakan suatu hal yang penting,
yang perlu dilakukan dan dihidupkan oleh kaum keluarga. Komunikasi yang
dimaksudkan di sini adalah komunikasi tatap muka, karena dengan komunikasi tatap
muka, kita dapat mengetahui sikap dan tingkah laku seseorang, merasakan dan
menangkap pesan yang diungkapkan oleh seseorang.
Pada abad modern seperti sekarang ini, kita mengalami begitu pesatnya
kemajuan yang dicapai dengan alat-alat komunikasi. Kita begitu mudah dan cepat bisa
berkomunikasi dengan orang lain kapan saja, betapapun jauhnya jarak yang
memisahkan kita satu sama lain. Alat komunikasi yang serba canggih tersedia bagi
kita misalnya: telpon, fax, handphone, internet, dan lain sebagainya. Namun,
kemajuan teknologi komunikasi dewasa ini tidak selalu diikutsertakan dengan
kelancaran komunikasi antarmanusia sebagai pribadi-pribadi dalam keluarga.
Kecanggihan alat komunikasi terkadang justru mengasingkan kita dari keakraban
berkomunikasi, merenggangkan hubungan antarpribadi, menggeser pentingnya
komunikasi tatap muka yang sangat efektif. Di dalam kehidupan berkeluarga, masih
sering terjadi kesalahpahaman, percekcokan, pertengkaran, yang terkadang
berkembang menjadi konflik berat yang tak teratasi, yaitu datangnya bencana
36
kehancuran keluarga yang berupa perceraian. Semuanya ini terjadi antara lain akibat
dari kurang terjalinnya komunikasi antarpribadi dalam hidup berkeluarga.
Ada begitu banyak pola komunikasi yang membatasi kemungkinan terjalinnya
keterbukaan dan keintiman di dalam kehidupan berkeluarga, yang mana antara suami-
istri tidak benar-benar membicarakan banyak hal. Semuanya ini terjadi karena salah
satu dari keduanya tidak pernah belajar bagaimana cara berbicara, atau mungkin ia
tidak pernah belajar memberi kesempatan kepada pasangannya untuk berbicara dan
cenderung untuk menguasai pembicaraan. Sikap yang demikian dapat menjadi suatu
penghalang di dalam berkomunikasi dengan sesama (Norman Wright, 2004: 25).
Ia juga mengatakan bahwa di dalam kehidupan berkeluarga terdapat beberapa
hal yang menjadi penghalang komunikasi antarpribadi antara lain:
a. Menghindari topik pembicaraan; sikap ini sering dipakai di dalam kehidupan
manusia, di mana secara terus terang dan terbuka, kita menolak untuk
membicrakan topik pembicaraan yang disodorkan dan dengan cepat kita beralih
ketika melihat tanda-tanda yang akan mengarah ke topik itu, atau kita hanya
menanggapi topik dengan sikap dingin sampai pembicaraan terhenti.
b. Menanggapi seadanya; di mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hanya
dijawab dengan singkat.
c. Memutarbalikkan pembicaraan, yakni mengemukakan atau memperdebatkan hal-
hal yang sebenarnya tidak relevan.
d. Mematikan topik pembicaraan, hal ini terjadi jika seseorang membicarakannya
secara berlebihan.
e. Menanggapi secara berlebihan; hal ini terjadi jika seseorang terlalu menanggapi
suatu topik, padahal lawan bicaranya tidak memerlukannya.
37
f. Mengalihkan pembicaraan; yakni mengubah arah pembicaraan sebelum masalah
yang tak ingin dibicarakan itu dikemukakan.
Orang yang mengalihkan pembicaraan merupakan orang yang sedang berusaha
untuk menghindari tanggung jawabnya. Ia ingin menghindari suatu pertentangan di
dalam kehidupan bersama, khususnya di dalam kehidupan berkeluarga. Mengalihkan
topik pembicaraan, bukanlah sikap yang sehat, namun dapat menghancurkan proses
komunikasi yang sehat di dalam kehidupan berumahtangga. Berikut ini ada 3 (tiga)
cara untuk mengatasi kesulitan ini:
1) Tetaplah pada topik yang dibicarakan dan tunjukkan sikap bahwa Anda bersedia
membicarakan topik tersebut pada kesempatan lain. “Baiklah, akan kita bahas
masalah itu nanti, sekarang mari kita teruskan pembicaraan yang tadi” (Norman
Wright, 2004: 127).
2) Jangan menanggapi usahanya untuk mengalihkan pembicaraan, mintalah ia
mencari jalan keluar yang membangun untuk situasi yang sedang Anda
diskusikan.
3) Tanggapilah topik pembicaraan yang dimunculkan, tetapi setelah itu kembalilah
ke topik semula. Hal ini menunjukkan Anda memperhatikan dan mengerti
perasaannya, tetapi Anda juga tidak mengabaikan hal yang memang perlu
dibicarakan.
Gilarso, (1996: 44) mengatakan bahwa agar komunikasi dapat berlangsung
dengan baik dalam hidup berkeluarga, maka diperlukan suatu suasana yang
mendukung antara lain:
a) Relasi dengan suami dan istri dinomorsatukan di atas segala-galanya. Hal ini
terutama soal sikap mau mendengarkan, memperhatikan, menerima,
mendengarkan, menyediakan waktu untuk pasangannya.
38
b) Masalah-masalah yang menyangkut kepentingan keluarga mesti dirundingkan
bersama, sampai tercapai mufakat atau paling tidak saling pengertian. Misalnya
tentang ekonomi keluarga, hubungan dengan orang tua atau famili, pekerjaan,
pendidikan anak, kegiatan dalam masyarakat.
c) Kunci dan syarat mutlak komunikasi adalah kerelaan dan kemampuan untuk
mendengarkan. Mendengarkan berarti tidak hanya membuka telinga untuk apa
yang dikatakan, tetapi lebih dari itu yakni membuka hati untuk siapa yang bicara.
Komunikasi antarpribadi antara suami-istri, harus dilakukan demi relasi,
bukan untuk memenangkan. Dalam komunikasi suami-istri, yang bisa dibuat dan bisa
dilaksanakan dengan baik, hanya melalui membuka diri, sehingga pasangan dapat
mengenal siapa aku, harapan-harapan, keinginan-keinginan, kecemasan-kecemasan,
dan kebutuhan-kebutuhanku (Subianto, 2003: 83).
Menurut Norman Wright ( 2004: 146), agar dapat terciptanya suatu relasi
komunikasi antarpribadi yang baik dalam keluarga, diperlukan beberapa pedoman
dalam berkomunikasi antara lain:
(1) Sapalah pasangan Anda setelah berpisah (meski beberapa jam) dengan senyuman,
kata-kata yang menyenangkan, kata-kata pujian, humor, menceritakan pengalaman
yang menarik atau keberhasilan yang dicapai dalam sehari itu.
(2) Sisihkan waktu untuk transisi, setelah lelah bekerja atau setelah mengadakan
kegiatan yang menimbulkan stres.
(3) Jangan sekali-kali mendiskusikan masalah penting atau serius yang bisa
menimbulkan ketidaksetujuan saat Anda atau pasangan Anda dalam keadaan
sangat lelah, emosi, tertekan, terluka, atau sakit.
39
(4) Sisihkan waktu khusus yang disepakati bersama setiap hari untuk mengetengahkan
hal-hal yang berkenaan dengan pengambilan keputusan, urusan keluarga,
perbedaan pendapat, dan beberapa masalah.
(5) Dalam pengambilan keputusan, berusahalah untuk mencapai pemecahan yang
spesifik.
(6) Sisikan waktu sedapat mungkin setiap hari untuk mengadakan percakapan ringan,
misalnya membagikan pengalaman masing-masing dalam keseharian, baik antara
suami-istri maupun terhadap anak-anak.
(7) Jangan menyalahkan pasangan Anda atau anggota keluarga Anda.
(8) Hindari pembicaraan tentang sesuatu hal yang terjadi masa lalu.
(9) Jangan berdebat hanya karena hal-hal yang sepele.
Segala pedoman komunikasi di atas, hanya sebagai patokan untuk
menciptakan suatu komunikasi atau relasi yang baik dalam kehidupan berkeluarga.
Kehidupan Keluarga akan menjadi baik dan harmonis, kalau ada sikap saling terbuka
di antara anggota keluarga. Dengan adanya sikap ini, diharapkan setiap anggota
keluarga bersedia saling mendengarkan dan menghargai.
Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, betapa banyak dijumpai masalah
yang timbul dalam keluarga, mulai kekerasan dalam rumah tangga sampai dengan
perceraian. Setiap permasalahan bisa diatasi dengan baik, kalau ada komunikasi yang
baik dan sikap saling terbuka antar keluarga. Suami terbuka terhadap istri dan istripun
demikian. Anak-anak juga berusaha terbuka dan jujur terhadap orang tua kalau
mendapat masalah. Dengan demikian, setiap anggota keluarga berjalan bersama dalam
mengarungi samudera kehidupan.
40
C. Fokus Penelitian
Komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka merupakan suatu hal
yang sangat penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam kehidupan
berkeluarga. Dengan komunikasi antarpribadi, seseorang dapat mengungkapkan
pengalamannya atau mengungkapkan perasaannya dari hati ke hati dan disana terjadi
suatu perjumpaan dari hati ke hati. Pada zaman sekarang, ada begitu banyak alat
komunikasi seperti HP, internet, e-mail, untuk mempermudah seseorang berhubungan
dengan orang lain baik jarak dekat maupun dalam jarak yang jauh. Dalam penelitian
ini, penulis memfokuskan pada pentingnya komunikasi antarpribadi atau komunikasi
secara langsung dalam kehidupan berkeluarga bagi para keluarga di lingkungan
Bartolomeus Babarsari Yogyakarta.
D. Pertanyaan Penuntun
a. Menurut pemahaman anda, apa itu komunikasi antarpribadi?
b. Apa manfaat dari sebuah komunikasi dalam kehidupan berkeluarga?
c. Menurut pengalaman anda, bagaimana cara mengatasi konflik atau permasalahan
di dalam kehidupan berkeluarga?
d. Menurut pengalaman anda, adakah faktor-faktor pendukung pelaksanaan
komunikasi antarpribadi dalam keluarga?
e. Menurut pengalaman anda, adakah faktor-faktor penghalang pelaksanaan
komunikasi antarpribadi dalam keluarga?
f. Menurut pengalaman anda, manakah hal-hal positif dari media komunikasi?
g. Menurut pengalaman anda, manakah hal-hal negatif dari media (telpon/SMS)
komunikasi?
41
BAB III
GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM
KEHIDUPAN BERKELUARGA DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS
BABARSARI PAROKI BACIRO YOGYAKARTA
Komunikasi antar pribadi dalam keluarga merupakan suatu hal yang sangat
penting demi terwujudnya keluarga yang bahagia dan harmonis. Dengan komunikasi
antar pribadi dalam keluarga, baik antara suami-isteri, maupun antara orang tua dan
anak-anak, dapat menjadikan sebuah keluarga yang sejahtera.
Melihat bahwa komunikasi antar pribadi dalam keluarga sangat penting, maka
dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang situasi keluarga dalam
menciptakan komunikasi antar pribadi, dalam hal ini komunikasi tatap-muka dalam
keluarga. Uraian ini dibagi dalam tiga bagian. Pertama akan mengenai persiapan
penelitian, yang meliputi permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian. Kedua, mengenai metodologi penelitian yang meliputi pendekatan
penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik pengumpulan
data dan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan keabsahan data. Ketiga,
mengenai hasil penelitian, pembahasan penelitian, dan kesimpulan penelitian.
A. Persiapan Penelitian
1. Permasalahan Penelitian
a. Sejauhmana pemahaman keluarga tentang arti komunikasi antar pribadi dan
manfaat dari komunikasi antarpribadi?
b. Bagaimana pengalaman komunikasi antar pribadi dalam kehidupan
berkeluarga?
42
c. Adakah faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam menjalin komunikasi
antarpribadi dalam keluarga?
d. Adakah hal-hal positif dan hal-hal negatif dari komunikasi melalui media?
2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pemahaman keluarga tentang komunikasi antar pribadi dan
manfaat komunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga?
b. Untuk mengetahui situasi komunikasi antar pribadi dalam kehidupan
berkeluarga.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam menjalin
komunikasi dalam keluarga.
d. Untuk mengetahui hal-hal positif dan negatif dari komunikasi melalui media.
3. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu keluarga untuk
meningkatkan komunikasi antar pribadi. Ditengah perkembangan jaman dengan alat
komunikasi yang semakin canggih, diharapkan keluarga mampu memaknainya dalam
hidup. Komunikasi yang dimaksud penulis adalah antarpribadi atau komunikasi tatap
muka, sehingga ada perjumpaan dari hati ke hati dalam kehidupan berkeluarga.
B. Metodologi Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai metode penelitian yang
meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian,
43
teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, teknik analisa data, dan keabsahan
data .
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Moleong, 1988:3).
2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei-Juni 2007. Penelitian diadakan di
Gereja Maria Asumpta, lingkungan Bartolomeus Babarsari-Yogyakarta.
3. Responden Penelitian
Responden penelitian adalah keluarga muda yang masih produktif di
lingkungan Bartolomeus Babarsari Yogyakarta yang berjumlah 10 keluarga.
4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti, yang dibantu
dengan pendekatan wawancara, observasi, dan dokumen. Teknik pengumpulan data
yang digunakan penulis adalah wawancara. Wawancara dapat dipandang sebagai
bentuk percakapan dan dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam
lingkungan kebudayaan tertentu (Nasution, 1988:74). Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan penulis disiapkan terlebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-informasi
untuk topik yang digarap. Kelebihan teknik wawancara sebagai berikut:
44
”Sifatnya yang luwes. ”Rapport” atau hubungan baik dengan orang yang diwawancarai dapat memberikan suasana kerjasama, sehingga memungkinkan diperolehnya info yang benar. Pewawancara dapat menguraikan pertanyaan atau menjelaskan maksud pertanyaan itu sekiranya pertanyaan itu kurang jelas bagi subyek” (Arief Furchan, 1982: 248). Wawancara berstruktur menurut Arief Furchan, bersifat informal dan luwes,
sehingga yang diwawancarai mendapat kebebasan untuk mendeskripsikan jawabannya
dan mengungkapkan pandangannya sesuka hati. Keraf (1979: 161), juga menguraikan
keuntungan dari wawancara antara lain:
”Hasil wawancara secara kualitatif dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai nilai yang tinggi. Semua kesalahpahaman dapat dihindari, pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan dapat dijawab oleh informan dengan penjelasan-penjelasan tambahan dan setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam wawancara. Kelemahan wawancara adalah data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas dan bila dilakukan dalam suatu wilayah yang luas dan akan memakan biaya dan waktu yang banyak”.
5. Teknik Analisa Data
Selama pengumpulan data dilakukan reduksi data atau pengelompokan data
yaitu menemukan arti dari data dengan menarik hubungan-hubungan sesuai dengan
permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Selanjutnya ditarik kesimpulan
dan verifikasi (Nasution, 1988: 129). Analisis data merupakan upaya mencari dan
menata secara sistematis catatan hasil wawancara, untuk meningkatkan pemahaman
peneliti tentang kasus yang diteliti.
6. Keabsahan Data
Keabsahan data diusahakan dengan validitas (cross chek), atau obyektifitas
yaitu mengusahakan agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
Adapun reliabilitas data yang dilakukan dengan menggunakan member check,
memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah penulis lakukan. Tujuan
45
member check adalah informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan sesuai
dengan apa yang dimaksud oleh informan.
C. Laporan Hasil Penelitian
1. Temuan Umum: Gambaran Gereja Maria Asumpta Babarsari Paroki Baciro-
Yogyakarta
Berdasarkan data yang diperoleh dari sekretariat Gereja Maria Asumpta
Babarsari dan berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, dikatakan bahwa
Gereja Maria Asumpta Babarsari berada di bawah Paroki Kristus Raja Baciro
Yogyakarta, Keuskupan Agung Semarang. Gereja Maria Asumpta Babarsari terletak
di pinggir kota Yogyakarta, di daerah selokan Mataram dan jauh dari tempat
keramaian. Latar belakang kehidupan umat sangat beraneka ragam. Sebagian besar
umat yang ada di Babarsari adalah pendatang yang sudah agak lama menetap di
Babarsari, yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Semarang, Kalimantan,
Sumatera, NTT, Ambon, Irian Jaya, dan hanya sedikit sekali penduduk asli
Yogyakarta. Umat yang ada di Wilayah Maria Asumpta Babarsari ini, kebanyakan
para pegawai, guru, dosen di berbagai universitas dan juga orang-orang yang sudah
pensiun yang sudah lama bekerja dan berkarya di Yogyakarta. Demikian juga terdapat
banyak mahasiswa yang datang dari berbagai daerah, dan tinggal di sekitar delapan
(8) lingkungan, di wilayah Gereja Maria Asumpta Babarsari. Oleh karena banyaknya
mahasiswa yang ada di dalam wilayah Babarsari, maka Gereja Maria Asumpta
Babarsari boleh dikatakan sebagai Gereja kaum muda karena dalam Perayaan Ekaristi
tiap Minggu selalu dipenuhi oleh kaum muda.
Pada umumnya Gereja Maria Asumpta Babarsari merupakan umat yang
mempunyai mobilitas dan solidaritas yang tinggi. Dan hal ini bisa dilihat dari suasana
46
kekeluargaan dan keterlibatan umat dalam kegiatan hidup menggereja baik dilingkup
Gereja maupun keterlibatan di dalam kehidupan bermasyarakat/lingkungan. Walaupun
ditinjau dari letak geografis berada di pinggir kota Yogyakarta, umat yang ada di
Gereja Maria Asumpta Babarsari cukup berkembang dan maju dengan situasi
lingkungan sosialnya, seperti banyak pertokoan, rental, internet, foto copy, restoran,
rumah makan, kantor pos, hotel, pom bensin dan ada sekolah TKK, SD, SMP, SMA
sampai dengan Perguruan Tinggi yakni: Atma Jaya, UPN, API, STTNAS.
a. Pembagian Lingkungan
Dilihat dari organisasinya, Gereja Maria Asumpta Babarsari terdiri dari 8
lingkungan yaitu lingkungan Santo Bartolomeus Babarsari, Lingkungan Santa Maria
Bantulan, Lingkungan Sang Timur Janti, Lingkungan Santo Yusuf Tambakbayan,
Lingkungan Menara Gading Mundusaren, Lingkungan Maria Imaculata Kledokan,
Lingkungan Santo Stefanus Polodadi, Lingkungan Santa Elisabeth Seturan. Dari
kedelapan lingkungan ini, tidak semuanya berdekatan antara lingkungan yang satu
dengan lingkungan yang lain. Ada beberapa lingkungan yang jaraknya sangat dekat
antara lingkungan yang satu dengan yang lain yakni: lingkungan Santo Bartolomeus
Babarsari, Lingkungan Menara Gading Mundusaren, Lingkungan Maria Imaculata
Kledokan, Lingkungan Santa Elisabeth Seturan, sehingga bisa ditempuh dengan jalan
kaki, dan ada empat lingkungan yang sedikit jauh dari lingkungan yang satu dengan
lingkungan yang lain, seperti Lingkungan santo Stefanus Polodadi, Lingkungan Sang
Timur Janti, Lingkungan Santo Yusuf Tambak Bayan dan Lingkungan santa Maria
Bantulan.
47
b. Jumlah umat
Sesuai dengan data yang diperoleh dari stasi bahwa umat Gereja Maria
Asumpta Babarsari berjumlah 350 KK dengan pembagiannya sebagai berikut:
Lingkungan Maria Imaculata Kledokan 48 KK, lingkungan Santo Stefanus Polodadi
45 KK, lingkungan Santa Maria Bantulan 47 KK, lingkungan Elisabeth Seturan 45
KK, lingkungan Bartolomeus Babarsari 28 KK, lingkungan Menara Gading 46 KK,
lingkungan Sang Timur Janti 45 KK, lingkungan Santo Yusuf TambakBayan 46 KK.
c. Mata Pencaharian Umat.
Latar belakang kehidupan umat dan mata pencaharian umat di Gereja Maria
Asumpta Babarsari sangat bervariasi. Ada yang mata pencahariannya sebagai
wiraswasta, pegawai negeri, wirausaha, pensiunan, sehingga untuk biaya kehidupan
dalam keluarga sangat terjamin dan serba kecukupan. Mereka yang berpenghasilan
rendah selalu ada pekerjaan tambahan seperti dagang kecil-kecilan, membuat rumah
kos-kosan, rumah makan, rental dan mengolah tanah.
d. Macam-macam kegiatan.
Kehidupan umat di Gereja Maria Asumpta Babarsari sama sekali tidak terlepas
dari kegiatan rohani, jasmani dan kegiatan sosial yang mendukung hidup imannya
baik secara pribadi maupun bersama. Di sini penulis akan membagi kegiatan-kegiatan
tersebut dalam tiga bagian seperti kegiatan rutin, kegiatan insidental dan kegiatan
sosial sebagai berikut:
1) Kegiatan Rutin:
a) Sarasehan Prapaskah, Adven, dan Bulan Kitab suci; kegiatan ini biasanya
dipandu oleh tim liturgi atau seksi pewartaan wilayah.
48
b) Doa Rosario pada bulan Mei dan Oktober; petugas yang memimpin doa
Rosario ini biasanya bergiliran baik orang tua maupun kaum muda.
c) Doa lingkungan; diadakan setiap hari Kamis dalam Minggu. Doa lingkungan
ini tempatnya selalu bervariasi dan biasanya bergiliran dari rumah kerumah
sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan oleh ketua lingkungan.
d) Pertemuan ibu-ibu ( Arisan Ibu-Ibu ); pertemuan ibu-ibu biasanya diadakan
setiap tanggal 9 dalam bulan. Pertemuan ini selalu diawali dengan doa,
renungan, dan sharing bersama mengenai pengalaman hidup yang dialami oleh
masing-masing pribadi.
e) Arisan Bapak-Bapak; arisan bapak-bapak ini diadakan sebulan sekali.
Mengenai waktunya ditentukan oleh ketua sesuai undangan.
f) Pertemuan lansia; pertemuan bagi para lansia diadakan setiap bulan sekali.
Dalam pertemuan ini diadakan doa bersama, dan sharing bersama membagikan
pengalaman hidup yang dialaminya oleh masing-masing pribadi.
g) PIA atau sekolah Minggu ( Setiap Minggu yakni: Minggu pagi untuk anak-
anak TK sampai SD kelas II, dan Minggu Sore untuk anak-anak SD kelas III-
kelas V ). Pendamping sekolah Minggu ini adalah seorang ibu dan beberapa
kaum muda yang mempunyai hati dan niat untuk menjadi sahabat bagi anak-
anak.
h) Pelatihan remaja (misdinar); pelatihan bagi para misdinar diadakan seminggu
sekali yakni pada hari Kamis sore. Pelatihan ini dilakukan oleh yang senior
dan didampingi oleh Pembina yakni seorang bapak keluarga.
i) Novena Roh kudus; novena ini diadakan 9 hari berturut-turut menjelang hari
Pentekosta.
49
2) Kegiatan Insidental :
a) Latihan koor; latihan koor ini diadakan, kalau ada tanggungan koor di Gereja.
Walaupun dalam latihan koor, tidak banyak orangtua yang hadir namun selalu
disemangati oleh kaum muda. Orang muda menjadi penggerak dalam kegiatan
latihan koor ini sehingga suasananya menjadi hidup.
b) Pelantikan pengurus mudika; oleh karena di wilayah Babarsari banyak kaum
muda yang Mahasiswa, maka setiap tahun diadakan pelantikan pengurus
mudika yang baru. Mengenai waktunya disesuaikan dengan kesepakatan
bersama.
c) Ziarah; kegiatan ziarah ini diadakan setahun sekali yakni pada bulan Mei atau
bulan Oktober, sesuai dengan keputusan bersama dalam wilayah.
d) Kunjungan Panti Asuhan; kegiatan kunjungan ini diadakan sebulan sekali
yakni pada minggu pertama dalam bulan.
e) Doa khusus; kegiatan doa khusus ini diadakan kalau ada umat yang meninggal
atau doa arwah 7 hari, 40 hari, 100 hari sesuai permintaan keluarga yang
bersangkutan dan ujud khusus misalnya syukuran ulang tahun kelahiran, Hari
ulang tahun perkawinan, mantenan, dan lain sebagainya sesuai permintaan
keluarga.
f) Pengumpulan dana
g) Peduli umat; kegiatan ini dalam rangka mengunjungi warga yang sakit, baik di
rumah keluarga maupun di rumah sakit. Dalam kunjungan ini selalu disertai
dengan doa bersama mohon kesembuhan bagi orang yang sakit.
3). Kegiatan Sosial :
a) Pertemuan RT/RW sebulan sekali, pertemuan ini dengan maksud untuk
menjalin persaudaraan dan kerukunan beragama, dan kerja bakti serta
50
merayakan hari-hari besar secara bersama seperti Natal dan Idulfitri maupun
kegiatan lain seperti ada acara mantenan atau syukuran setiap anggota
diharapkan untuk terlibat sebagai penerima tamu dan menjadi panitia untuk
memeriahkan pesta bersama.
b) Setiap hari Jumat jam 05.00 pagi umat stasi Florentinus Gereja Maria sumpta
Babarsari khususnya bagi bapak-ibu selalu ada kegiatan senam dan jalan santai
bersama, bukan hanya seiman tetapi bagi semua saudara yang bukan seiman.
c) Setiap Minggu kedua umat stasi Florentinus Babarsari selalu ada kunjungan
orang sakit, baik yang ada di lingkungan maupun yang ada di rumah sakit, hal
ini bukan hanya kunjungan yang seiman saja tetapi bagi semua orang yang
bukan seiman yang sama-sama tinggal dalam satu RT/RW. Kegiatan ini
dilaksanakan untuk mempererat hubungan kekeluargaan di dalam lingkungan
atau wilayah.
d) Adanya koperasi Sapulidi (koperasi simpan pinjam uang) bagi umat stasi
Florentinus Babarsari. Koperasi ini khusus untuk membantu umat yang
mengalami kesulitan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Umat boleh
meminjam uang yang ada di koperasi, tetapi ada jangka waktu tertentu uang
tersebut dikembalikan, sesuai dengan kesepakatan bersama dalam kelompok.
2. Temuan Khusus: Hasil Wawancara
Pada bagian ini, penulis akan memaparkan mengenai temuan khusus hasil
wawancara empat (4) responden, dari sepuluh (10) responden yang telah
diwawancarai, yang sekiranya dapat memberikan gambaran tentang situasi
komunikasi antar pribadi dalam kehidupan berkeluarga. Hasil wawancara ini di susun
sesuai dengan permasalahan penelitian yakni: Pemahaman keluarga tentang
komunikasi antar pribadi, manfaat komunikasi antar pribadi dalam keluarga,
51
pengalaman berkomunikasi antar pribadi dalam hidup berkeluarga, faktor-faktor
pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi, komunikasi melalui media atau
sarana. Mengenai hasil wawancara selengkapnya dari setiap responden terdapat dalam
Lampiran 1, hal.( 1)-(16).
a. Pemahaman Keluarga tentang komunikasi.
Menurut pemahaman anda, apa itu komunikasi antar pribadi?
RI: “... komunikasi antar pribadi adalah suatu bentuk relasi dari hati ke hati
diantara sesama baik terhadap suami / isteri maupun terhadap anak-anak”.
R2: ”...komunikasi antar pribadi merupakan suatu hubungan timbal balik diantara
suatu kelompok, dimana disana terdapat kerjasama yang baik diantara sesama
dan ada rasa saling mendengarkan satu sama lain”.
R3: ”...komunikasi antar pribadi merupakan suatu usaha dari setiap pribadi untuk
saling terbuka, saling mengengarkan, saling memahami satu sama lain,
sehingga dapat menciptakan suatu keluarga yang sejahtera.”
R4: “...komunikasi antar pribadi merupakan suatu relasi yang hidup di dalam
kehidupan berkeluarga, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga yang
harmonis dan sejahtera.
Apa yang diungkapkan 4 responden di atas, didukung oleh 6 responden lain
yang mengungkapkan bahwa komunikasi antapribadi merupakan suatu relasi yang
baik atau relasi yang hidup antara dua orang atau lebih, dimana setiap pribadi dapat
dengan bebas untuk mengungkapkan atau mengekspresikan diri apa adanya, terbuka
untuk mendengarkan, dan saling memahami satu sama lain.
52
b. Manfaat Komunikasi antarpribadi dalam keluarga
Apakah manfaat dari komunikasi antar pribadi dalam kehidupan berkeluarga?
R1: “Dengan komunikasi antar pribadi, kita dapat memahami situasi yang
sedang di alami sesama anggota keluarga. Selain itu juga kita dapat merasakan
apa yang sedang dialami oleh pasangan kita atau apa yang sedang dialami oleh
anak-anak.”
R2: “Menurut kami komunikasi antar pribadi atau komunikasi tatap muka
merupakan suatu hal yang penting karena apabila mengalami
persoalan/kesulitan dalam kehidupan berumahtangga, kalau dengan adanya
komunikasi langsung atau tatap muka, kami merasakan bahwa semuanya
menjadi beres.”
R5: “Dengan komunikasi antar pribadi, kami merasa bebas untuk
mengekspresikan diri kami, entah kami marah, jengkel, kecewa. Dan setelah
mengekspresikan diri, kami mulai menumbuhkan sikap saling mengerti dan
saling memahami satu sama lain di antara kami dengan segala kesibukan kami
di tempat kerja.”
R6: “Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi kami didalam memupuk relasi
yang menghidupkan dalam keluarga. Tanpa ada komunikasi membuat
keluarga menjadi keluarga yang tidak bahagia dan harmonis.”
Responden 3 dan 7, mendukung apa yang telah diungkapkan oleh oleh
responden 1 dan 2. Mereka menegaskan bahwa maanfaat dari komunikasi antar
pribadi yakni segala persoalan atau kesalahpahaman dalam keluarga akan menjadi
beres dan cepat teratasi karena adanya keterbukaan dalam berkomunikasi dari hati ke
hati. Sedangkan 2 responden lainnya mendukung apa yang telah diungkapkan oleh
responden Mereka mengungkapkan bahwa dengan komunikasi antar pribadi, terdapat
53
suatu kepuasan tersendiri, segala permasalahan segera diatasi, dapat memahami setiap
situasi, dan pada akhirnya saling memaafkan, kalau terjadi kesalahpahaman dalam
kehidupan bersama.
c. Pengalaman berkomunikasi antar pribadi dalam Berkeluarga.
Menurut pengalaman anda, apakah dalam keseharian selalu ada kesempatan untuk
berkomunikasi atau berbagi pengalaman hidup?
R1: “...Pengalaman kami dalam kehidupan berumahtangga, setiap hari kami mengalami bahwa selalu ada kesempatan bagi kami untuk saling berbagi pengalaman hidup bersama, baik antara suami-isteri maupun dengan anak-anak. Kami merasa bersyukur bahwa tempat kerja kami dalam 1 (satu) kantor yang sama, sehingga kami selalu ada komunikasi di antara kami. Dan kami juga selalu membuat kesepakatan untuk pulang bersamaan dari kantor, untuk makan bersama dengan anak-anak. Disinilah kesempatan yang paling baik untuk kami sekeluarga saling berbagi pengalaman dalam keseharian. Selain itu juga kami sekeluarga selalu mengajak anak-anak untuk beryukur kepada Tuhan dalam doa malam bersama.”
R2: “Dari pengalaman yang kami alami dalam kehidupan berumahtangga, kami
menyadari bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka jarang sekali kami lakukan. Hal ini disebabkan karena tempat kerja kami berlainan dan juga berhubungan waktu yang tidak bersamaan. Dalam keseharian kami, seringkali kalau sudah capek pulang dari kantor, kami langsung istirahat. Masing-masing masuk kamar tidur, dan langsung tidur. Begitu juga anak-anak hanya di dampingi pembantunya belajar dikamar dan kalau sudah jam tidur, anak-anak langsung tidur. Memang kami merasa ada kekosongan dalam diri kami, kami ingin berbagai cerita bersama dalam keluarga tetapi kesempatan bagi kami tidak ada. Untuk menjalin relasi komunikasi di antara kami, kami sering telpon atau SMS. Yah…kesempatan yang paling baik untuk kami dalam keluarga hanya hari Minggu atau hari libur saja. Waktu inilah yang menurut kami merupakan waktu yang paling berharga bagi kami untuk berada bersama dalam keluarga.”
R3: ” Dari pengalaman kami,walaupun banyak kesibukan-kesibukan kerja di
kantor, kami selalu ada waktu untuk ada bersama keluarga. Paling tidak kalau pagi dan siang tidak ada kesempatan untuk makan bersama karena cepat-cepat mau berangkat ke sekolah atau ke tempat kerja, maka pada malam hari, kami selalu selalu menyempatkan diri untuk makan bersama keluarga. Kesempatan inilah kami gunakan untuk saling berbagi pengalaman di antara kami. Misalnya orangtua menanyakan kepada anak-anak mengenai pelajaran di sekolah, kesulitan-kesulitan yang dihadapai anak-anak, sehingga dari percakapan itu kami dapat mengetahui situasi dan perkembangan anak kami
54
disekolah. Selain juga kami mengajak anggota keluarga untuk berdoa bersama-sama, untuk beryukur kepada Tuhan Sang pemberi hidup.”
R4: ” Pengalaman kami selama ini, kami merasakan bahwa untuk komunikasi
tatap muka dalam keluarga sangat kami rindukan sebagai anggota keluarga. Namun oleh karena kesibukan kami masing-masing, komunikasi antapribadi kami lakukan pada malam hari. Yah…pada saat makan bersama atau pada nonton TV bersama. Dan itupun kalau kalau tidak ada kesibukan lain dikantor misalnya ada kerja lembur dikantor, atau anak-anak ada kerja kelompok bersama teman-temannya. Jadi, masing-masing kami hanya bisa kontak melalui telpon atau SMS.”
Jawaban responden di atas didukung oleh responden lain, yang juga
mengungkapkan bahwa walaupun berhadapan dengan kesibukan kerja yang sangat
menyita waktu dan tenaga, mereka masih mempunyai kerinduan untuk berbagi
pengalaman, walaupun cuma pada malam hari dan dilanjutkan dengan doa malam
bersama dalam keluarga. Sedangkan responden lain mengungkapkan bahwa karena
sibuk dengan kerja dalam keseharian, mereka selalu kontak melalui SMS atau telpon.
Menurut pengalaman anda, komunikasi manakah yang paling efektif dalam dalam
menciptakan komunikasi antar pribadi dalam keluarga?
R1: ”Menurut kami bahwa komunikasi yang paling efektif yang sering kami gunakan
setiap hari yakni komunikasi tatap muka / komunikasi antar pribadi. Hal ini bagi
kami merupakan suatu bentuk relasi yang paling baik untuk kami sekeluarga,
dimana kami dapat berhadapan langsung dengan orang yang bersangkutan, dan
dapat mengetahui situasi yang sedang terjadi.”
R2: ”Oleh karena kesibukan kami masing-masing, yang membuat kami jarang
bertemu secara pribadi dalam keluarga, maka komunikasi yang paling efektif yang
sering kami gunakan adalah komunikasi melalui telpon atau SMS. Syukurlah ada
sarana HP, sehingga kami bisa saling kontak diantara kami.”
55
Responden 3, 4, 6, 8, 10 mendukung apa yang diungkapkan oleh responden 1.
Mereka menegaskan bahwa dengan komunikasi tatap muka atau komunikasi secara
langsung, mereka dapat saling terbuka untuk mengungkapkan pengalamannya dari
hati ke hati, semakin mengerti dan memahami satu sama lain, dan adanya suatu
kepuasan tersendiri. Sedangkan responden 5, 7, 9 mendukung apa yang telah
diungkapkan oleh responden 2. Mereka mengungkapkan bahwa oleh karena kesibukan
kerja, sepanjang hari mereka tidak pernah berkomunikasi secara langsung, tetapi
mereka selalu kontak melalui telpon atau SMS untuk mengontrol satu sama lain
sebagai anggota keluarga.
Ketika ada konflik dalam keluarga, bagaimana usaha anda untuk mengatasinya?
R1: ”Dalam pengalaman kami, ketika ada konflik dalam keluarga maka masing-
masing pribadi berusaha untuk terbuka saling menyapa dan mengungkapkan
perasaan kami dari hati ke hati. Sehingga kami dapat saling mengerti dan
memahami satu sama lain.”
R2: ”Pengalaman kami dalam kehidupan berumahtangga, ketika ada konflik, kami
selalu mencari waktu untuk duduk bersama dalam keluarga. Disinilah
kesempatan bagi untuk mengungkapkan unek-unek yang ada dalam hati kami,
berhadapan dengan sikap suami/isteri, maupun sikap dan tindakan kami
orangtua terhadap anak-anak.”
R4: ”Dari pengalaman kami, ketika ada konflik atau kesalahpahaman yang terjadi
dalam keluarga, kami selalu menyelesaikan bersama/memecahkan persoalan
secara bersama-sama. Misalnya berhubungan dengan kebutuhan ekonomi
keluarga, pendidikan anak-anak, kami mencari solusi mencari jalan keluar
56
bersama. Walaupun kadang-kadang ada pertahanan diri yang begitu kuat dari
antara kami, ada juga mempertahankan pendapat pribadi.”
R5: ”Pengalaman kami ketika ada konflik dalam keluarga, kami berusaha untuk
menerimanya dan tidak lari dari kenyataan yang ada. Kami berusaha untuk
mendengarkan satu sama lain baik suami-isteri maupun terhadap anak-anak
dan tidak mempersalahkan satu sama lain.”
Ungkapan 4 responden di atas, di dukung oleh 6 responden lainnya yang
mengungkapkan bahwa ketika ada konflik dalam keluarga, mereka selalu berusaha
untuk mencari waktu untuk duduk bersama dalam keluarga dan berusaha untuk
menerima kenyataan hidup keluarga.
Bagaimana usaha anda untuk meningkatkan komunikasi antar pribadi dalam
keluarga?
R1: ”Dari pengalaman kami sehari-hari, kami merasa bahwa komunikasi antar pribadi itu merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kami, maka setiap hari kami berusaha menyapa setiap pribadi, baik kami sebagai orangtua maupun terhadap anak-anak. Misalnya setiap hari, kami mengajak satu sama lain dalam keluarga untuk makan bersama, doa bersama dalam keluarga. Mengajak anak-anak untuk menyiapkan buku-buku pelajarannya, mengajak anak-anak untuk belajar. Dan hal ini merupakan suatu kesempatan baik bagi kami, untuk mengambil bagian dalam kehidupan berkeluarga dan menjalin komunikasi di antara kami.”
R2: ”Dari pengalaman kami selama ini, memang kami jarang melakukan
komunikasi antar pribadi diantara kami, semuanya hanya melalui telpon atau SMSan. Komunikasi melalui media/sarana itu baik, tetapi kami merasa ada sesuatu kepincangan dalam keluarga kami. Kami ingin untuk berkomunikasi secara langsung dengan anggota keluarga, supaya bisa bicara dari hati ke hati. Kadang kami membuat kesepakatan dan saling telpon untuk membuat perjanjian supaya bisa pulang cepat dari kantor/tempat kerja, sehingga pada saat makan malam, kami semua ada di rumah dan menikmati makan malam bersama anggota keluarga. Yah....kesempatan inilah yang dapat mengajak kami untuk bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga.”
R3: ”Selama ini, usaha kami untuk menjalin komunikasi antar pribadi dalam
keluarga yakni kami selama selalu mengajak anggota keluarga untuk makan bersama setiap malam dan mengajak anggota keluarga untuk bersyukur kepada
57
Tuhan dengan doa malam bersama. Walaupun sepanjang hari kami sibuk dengan kerja dan kegiatan di sekolah, tetapi kami dalam keluarga sudah komitmen untuk makan malam bersama setiap hari.”
R6: ”Dari pengalaman kami selama ini, karena kami sebagi seorang guru dan
mengajar di sekolah yang sama, dan anak-anak pun sekolah di sekolah yang sama membuat hubungan kami sekeluarga semakin akrab. Ketika kami kami pulang dari sekolah, kami mensharingkan pengalaman kami ketika mengajar dan berada disekolah. Begitu juga anak-anak, mereka terbuka untuk mengungkapkan pengalamannya di sekolah berhadapan dengan mata pelajaran maupun berhadapan dengan teman-temannya. Hal ini dilakukan saat kami makan bersama, nonton TV bersama, ataupun ketika kami mendampingi anak-anak saat mereka belajar. Yah...Maklumlah di rumah kami tidak ada pembantu, sehingga semuanya kami harus mengurusi sendiri.”
Responden 4, 5, 7-10 mendukung apa yang telah diungkapkan oleh 4 responden
tersebut diatas. Mereka mengungkapkan bahwa oleh karena kesibukan kerja, mereka
membuat suatu perjanjian bersama untuk ada/hadir bersama, pada saat makan malam
bersama, sehingga pada saat itulah, mereka dapat membagikan pengalamannya di
dalam keseharian.
d. Faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi
Menurut pengalaman anda, adakah faktor-faktor pendukung pelaksanaan
komunikasi antar pribadi dalam keluarga?
R1: ”Pengalaman kami selama ini bahwa faktor yang mendukung kami dalam
berkomunikasi adalah adanya sikap kami dalam mendengarkan pasangan
kami ketika dia berbicara.”
R2: ”Faktor yang mendukung kami di dalam membangun komunikasi antar prbadi
dalam keluarga yakni adanya sikap terbuka di antara kami untuk
mengungkapkan segala perasaan yang kami alami dalam keseharian kami.”
R3: ”Suatu hal yang mendukung kami adalah kami bersyukur karena tempat
mengajar kami sama dalam satu sekolah, sehingga kalau ada sesuatu yang
kurang beres, kami langsung mengkomunikasikan dan saling terbuka untuk
58
mensharingkan segala sesuatu yang kami alami, sehingga tidak menunda-
nunda.”
R4: ”Sejauh kami mengalami bahwa hal yang mendukung kami dalam
berkomunikasi yakni adanya sikap saling mengerti dan saling memahami di
antara kami sekeluarga dengan segala kesibukan kami masing-masing.”
Jawaban yang diungkapkan responden 1-4, didukung oleh 6 responden
lainnya. Mereka mengungkapkan bahwa faktor yang pendukung dalam
berkomunikasi yakni adanya keterbukaan untuk mengungkapkan perasaan dan
mensharingkan pengalaman yang dialaminya, saling mengerti dan saling
memahami, saling mendengarkan satu sama lain di dalam berkomunikasi.
Menurut pengalaman anda, adakah faktor-faktor yang menjadi penghalang dalam
pelaksanaan komunikasi antar pribadi dalam keluarga?
R1: ”Dalam pengalaman kami, kadang terjadi kalau ada kesalahpahaman di antara
kami dalam keluarga, kadang kami saling diam-diaman (tidak ada mau
berkomunikasi dengan pasangan), padahal kami merasa bahwa dengan sikap
tersebut tidak akan menyelesaikan suatu permasalahan yang ada.”
R2: ”Dalam pengalaman kami sehari-hari terkadang kami memotong pembicaraannya ketika dia/pasangan sedang berbicara. Hal ini lebih banyak kami lakukan terhadap anak-anak, disaat dia bercerita pengalamannya, kami orangtua selalu memotong pembicaraannya, dan kami menganggap itu tidak penting untuk di dengarkan, sehingga anak kadang tidak mau berbicara lagi dengan kami orangtua. Kami merasa bahwa hal inilah yang menjadi penghalang bagi kami di dalam berkomunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga.”
R3: ”Dari pengalaman kami, kadang oleh karena kesibukan kami atau apabila
sedang kelelahan, kadang kami kurang mendengarkan satu sama lain ketika
dia sedang berbicara.”
59
R5: ”Pengalaman kami bahwa yang menjadi penghalang untuk menciptakan
komunikasi antarpribadi yakni kadang kami mempertahankan pendapat kami
masing-masing dan tidak mau mengalah. Dan kalau sudah terjadi demikian,
sudah pasti kami mulai mogok untuk berbicara satu sama lain.
Selain yang telah diungkapkan oleh 4 responden di atas, ada 6 responden lain
yang menemukan faktor penghalang yang lain yakni: kurang mendengarkan dengan
baik ketika sesama berbicara atau membagikan pengalamannya, memotong
pembicaraan ketika sesama berbicara, tidak mau mengalah, adanya sikap kurang
terbuka antara satu dengan yang lain di dalam kehidupan berkeluarga.
e. Komunikasi melalui media atau sarana ( telpon atau SMS ).
Menurut pengalaman anda, manakah hal-hal positif dari media komunikasi?
R1: “Kami mengalami bahwa komunikasi melalui media lebih menghemat waktu,
sehingga tidak ada waktu yang terbuang.”
R2: “Kami merasa bahwa komunikasi melalui media, informasinya cepat
ditangkap oleh setiap pribadi.”
R3: “Komunikasi melalui media, kami merasakan lebih menghemat biaya dan
mudah dijangkau oleh setiap orang.”
R4: “Pengalaman kami selama ini bahwa komunikasi melalui media memang
sangat penting bagi kami sekeluarga. Oleh karena kesibukan kami masing-
masing, kami merasa bahwa dengan media yang ada, kami dapat saling
mengontrol antara satu sama lain.”
Responden 5-10 mendukung apa yang telah diungkapkan oleh responden 1-4.
Mereka menegaskan bahwa komunikasi melalui media lebih menghemat waktu dan
tenaga, mudah dijangkau oleh setiap orang, dan dalam waktu yang singkat segala
60
informasi cepat ditangkap oleh setiap orang, dapat saling mengontrol satu sama lain
dalam kehidupan berkeluarga.
Menurut pengalaman anda, manakah hal-hal negatif dari media (telpon/SMS)
komunikasi?
R1: ”Komunikasi melalui telpon atau SMS memang sangat bagus, namun yang
menjadi kelemahannya di mana kami tidak bisa bicara lebih lama.”
R2: “Relasi sosialnya tidak terlalu bagus, karena orang banyak sibuk dengan
dirinya sendiri, sibuk dengan saling SMS atau telpon, dan kurang
memperhatikan orang yang ada di sekitarnya.”
R3: “Komunikasi melalui telpon atau SMS mengajak orang untuk bermental
santai, sebab segala sesuatu bisa diperintahkan melalui SMS tanpa harus
berjalan atau bertemu dengan pribadi yang bersangkutan. Walaupun berada
dalam satu rumah, tetapi sering telpon atau SMS kalau ada perlu penting,
karena malas atau capek untuk mencari.”
R4: “Komunikasi melalui telpon atau SMS, bisa juga terjadi suatu pemborosan,
jikalau hanya di gunakan untuk pembicaraan yang tidak perlu atau cerita-cerita
yang tidak bermanfaat.”
Selain yang diungkapkan oleh 4 responden di atas, ada juga dari responden 6
lain yang mengungkapkan bahwa dengan media atau sarana komunikasi yang ada
membuat orang cenderung untuk berselingkuh dengan pasangan lain, timbulnya
kecurigaan diantara pasangan, membuat orang bermental santai, dan dalam kehidupan
berkeluarga orang tua kurang memberikan perhatian secara langsung kepada anak-
anak.
61
D. Pembahasan Penelitian
Pada bagian ini disampaikan pembahasan penelitian, berdasarkan hasil
penelitian mengenai situasi komunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga di
lingkungan Bartolomeus Babarsari-Yogyakarta. Dalam pembahasan ini penulis
memaparkan dalam 4 (empat) bagian. Pertama, mengenai pemahaman keluarga
tentang komunikasi antar pribadi. Kedua, pengalaman berkomunikasi antar pribadi
dalam kehidupan berkeluarga. Ketiga, mengenai faktor-faktor pendukung dan
penghalang dalam berkomunikasi antar pribadi. Keempat, komunikasi melalui media.
1. Pemahaman Keluarga Tentang Komunikasi Antar pribadi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa keluarga Katolik yang ada di
lingkungan Babarsari, telah memahami arti komunikasi antar pribadi. Menurut
mereka, komunikasi antarpribadi merupakan suatu relasi dari hati ke hati, relasi yang
hidup antara dua orang atau lebih atau relasi timbal balik. Telah penulis jelaskan
dalam kajian teori bahwa komunikasi adalah proses timbal balik antara dua orang atau
lebih, dimana yang seorang memberi informasi dan yang lain terbuka untuk menerima
informasi. Syarat mutlak dalam berkomunikasi adalah yang satu mau bicara,
membuka hati, dan yang secara jujur berani mengungkapkan keinginan-keinginan dan
isi hatinya, sedangkan yang lain mau mendengarkan, mau menerima, dan mau
mengerti (Gilarso, 1996: 44).
Dari ungkapan dan ekspresi keluarga, saat ditanya pemahaman mereka tentang
komunikasi antar pribadi, penulis menangkap bahwa betapa pentingnya komunikasi
antar pribadi dalam kehidupan setiap orang. Suatu permasalahan di dalam hidup, tidak
akan selesai kalau tanpa ada komunikasi yang baik, selain itu juga dengan komunikasi
62
yang baik, dapat memupuk relasi yang baik antar pribadi di dalam kehidupan bersama,
khususnya di dalam kehidupan berkeluarga.
Setelah mereka menemukan arti komunikasi antar pribadi, mereka dapat
merasakan dan menemukan manfaatnya yakni: adanya kebebasan batin dalam
mengekspresikan diri apa adanya dihadapan sesama tanpa ada rasa takut, segala
permasalahan atau segala persoalan dalam kehidupan berumahtangga dapat
diselesaikan dengan cepat tanpa menunda-nunda, semakin memahami segala situasi
yang dihadapi oleh sesamanya, adanya keterbukaan untuk saling memaafkan satu
sama lain, ketika terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan di dalam kehidupan
berkeluarga.
2. Pengalaman berkomunikasi antar pribadi dalam Kehidupan Berkeluarga
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa komunikasi antar pribadi yang
baik, sangat mempengaruhi kehidupan berkeluarga dalam kehidupan sehari-hari.
Kesibukan kerja tidak menjadi suatu penghalang bagi mereka untuk berkomunikasi
dari hati ke hati. Walaupun banyak kesibukan, tetapi mereka selalu meluangkan waktu
untuk keluarga, berusaha untuk ada dan hadir sepenuhnya dalam keluarga. Suatu hal
yang menarik dalam keluarga bahwa mereka selalu mengajak anggota keluarga untuk
bersyukur kepada Tuhan dalam doa malam bersama.
Dari ungkapan setiap responden, ketika ditanya mengenai pengalaman
keluarga dalam menciptakan komunikasi, penulis dapat menangkap bahwa bagi
mereka, keluarga merupakan tempat untuk bersharing dan membagikan pengalaman
hidup mereka dari hati ke hati.
Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei 2007,
ditemukan bahwa, komunikasi yang paling efektif dalam kehidupan berkeluarga yakni
63
komunikasi antar pribadi atau komunikasi tatap muka Komunikasi antar pribadi atau
komunikasi tatap muka jauh lebih penting menurut mereka, karena mereka dapat
dengan bebas mengekspresikan diri apa adanya, dan dapat berbicara dengan santai di
hadapan sesamanya. Dengan komunikasi antarpribadi secara tatap muka, terdapat
suatu kepuasan tersendiri, di mana mereka bisa mengungkapkan perasaan
emosionalnya entah marah, jengkel, kecewa atau berupa pujian-pujian langsung
kepada sesama yang ada dihadapannya.
Dalam kajian teori, telah dijelaskan bahwa komunikasi antar pribadi adalah
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun secara non
verbal. Secara verbal dalam hal ini dengan menggunakan kata-kata, baik lisan maupun
tertulis. Melalui kata-kata kita dapat mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan atau maksud, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya,
saling bertukar perasaan dan pemikiran. Sedangkan secara non verbal yakni dengan
isyarat lain yakni melalui bahasa tubuh, gerakan, ekspresi mata (Dedy Mulyana, 2005:
73).
3. Faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi antar
pribadi
Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang mendukung keluarga dalam
berkomunikasi yakni adanya sikap keterbukaan dari mereka masing-masing untuk
mengungkapkan perasaan atau mensharingkan pengalaman keberadaannya di dalam
kehidupan berkeluarga. Dalam berkomunikasi antar pribadi, diperlukan suatu sikap
saling mendengarkan satu sama lain, dan saling memahami setiap anggota keluarga
dengan segala kesibukannya. Agar dapat menciptakan suatu keluarga bahagia dan
64
harmonis diperlukan suatu sikap untuk selalu berpikir positip tentang sesama, dan ada
rasa saling percaya dalam kehidupan bersama.
Kehidupan berkeluarga akan sangat bahagia dan harmonis, kalau mereka
saling mendukung satu sama lain ketika dia berbicara, bukan saling mempersalahkan.
Hal ini didukung dalam kajian teori (Gilarso, 1996: 44), agar komunikasi dapat
berlangsung dengan baik dalam hidup berkeluarga, maka diperlukan suatu suasana
yang mendukung yakni:
a. Relasi dengan suami dan istri dinomorsatukan di atas segala-galanya. Hal ini
terutama soal sikap mau mendengarkan, memperhatikan, menerima,
mendengarkan, menyediakan waktu untuk pasangannya.
b. Masalah-masalah yang menyangkut kepentingan keluarga mesti dirundingkan
bersama, sampai tercapai mufakat atau paling tidak saling pengertian. Misalnya
tentang ekonomi keluarga, hubungan dengan orang tua atau famili, pekerjaan,
pendidikan anak, kegiatan dalam masyarakat.
c. Kunci dan syarat mutlak komunikasi adalah kerelaan dan kemampuan untuk
mendengarkan. Mendengarkan berarti tidak hanya membuka telinga untuk apa
yang dikatakan, tetapi lebih dari itu yakni membuka hati untuk siapa yang bicara.
Selain faktor-faktor yang mendukung dalam berkomunikasi, berdasarkan hasil
penelitian, ditemukan faktor-faktor yang menjadi penghalang dalam berkomunikasi
yakni ketika ada konflik atau kesalahpahaman di dalam kehidupan berkeluarga,
mereka sering diam-diaman dan tidak mau berkomunikasi dengan pasangannya entah
suami atau isteri. Permasalahan ini muncul karena mereka kadang kurang terbuka
untuk mengatakan sesuatu atau apa yang sedang dialaminya kepada pasangannya atau
kurang terbuka untuk mengungkapkan perasaannya kepada pasangannya.
65
Dari ungkapan setiap responden ketika diwawancarai, penulis dapat
menangkap bahwa kehidupan keluarga tidak akan menjadi bahagia dan sejahtera kalau
masing-masing pribadi mempertahankan pendapatnya sendiri dan tidak mau
mengalah. Di dalam kehidupan berkeluarga, tidak dapat dipungkiri bahwa sering
terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan, yang kadang membuat kehidupan keluarga
menjadi tegang. Namun, hal ini tidak akan meyelesaikan masalah kalau masing-
masing pribadi tidak mau membuka diri dan selalu diam-diaman dan tidak mau
berkomunikasi dengan anggota keluarga. Situasi seperti ini, membuat keluarga
menjadi kurang harmonis atau tidak mengalami suatu kebahagiaan, dan akhirnya
timbulah kecurigaan terhadap pasangannya.
4. Komunikasi Melalui Media ( telpon/SMS )
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa sarana atau media yang ada
(Telpon atau SMS ), merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi kaum keluarga,
apalagi berhadapan dengan keluarga yang serba sibuk dengan pekerjaannya di kantor
atau di sekolah yang sungguh-sungguh menyita waktu dan tenaga. Dari sarana yang
ada, mereka menemukan hal-hal positip dari media telpon atau SMS yakni lebih
menghemat waktu dan tenaga, mudah dijangkau oleh setiap orang dan dan dalam
waktu yang singkat segala informasi cepat ditangkap oleh setiap orang.
Sarana atau media (telpon atau SMS), sangat membawa makna positip, namun
ada banyak hal negatip yang mereka temukan dalam keseharian, baik dalam
kehidupan berkeluarga maupun dalam kehidupan mereka di tempat kerja. Dalam
kehidupan sehari-hari, mereka menemukan bahwa ada hal negatip dari penggunaan
media yang ada yakni membuat seseorang menjadi egoistis, kurang memperhatikan
66
atau tidak peduli dengan orang lain yang ada di sekitarnya karena terlalu sibuk dengan
baca dan balas SMS atau telpon.
Dari ungkapan responden, ketika ditanya makna positip dan negatif, penulis
dapat menangkap bahwa, sarana atau media, memudahkan seseorang untuk
berkomunikasi atau bersahabat dengan orang lain, namun sering terjadi orang salah
menggunakan sarana yang ada. Hal ini bagi mereka merupakan suatu hal yang sangat
memprihatinkan, dimana hubungan atau relasi antarpribadi dengan sesama, khususnya
dalam hidup keluarga menjadi renggang, dan kesetiaan dalam hidup berkeluarga
semakin pudar, oleh karena ketidakjujuran dalam keluarga.
E. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menyimpulkan bahwa betapa
pentingnya komunikasi dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga Katolik yang ada di
Babarsari, telah memahami arti sebuah komunikasi antarpribadi, di mana seseorang
dapat berbicara dari hati ke hati. Mereka mampu menemukan manfaat dari
komunikasi antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari yakni dapat memupuk relasi
yang menghidupkan serta membangun suasana yang akrab di dalam kehidupan
berkeluarga, ketika ada konflik atau ada permasalahan di dalam keluarga segera
teratasi karena ada komunikasi dari hati ke hati.
Kehidupan berkeluarga akan sangat bahagia dan harmonis, kalau masing-
masing pribadi saling mendukung satu sama lain ketika seseorang sedang berbicara
atau mengungkapkan perasaannya, bukan saling mempersalahkan. Faktor-faktor
pendukung dalam berkomunikasi yang dialami oleh keluarga di Babarsari yakni:
adanya sikap untuk saling mendengarkan satu sama lain, ketika salah satu anggota
keluarga sedang berbicara atau sedang membagikan pengalamannya, baik suka
67
maupun duka yang sedang dihadapi di kantor maupun di sekolah, berhadapan dengan
rekan kerja atau teman-teman di sekolah, adanya saling pengertian dan saling
memahami satu sama lain. Situasi yang demikian, membuat suasana kekeluargaan
semakin akrab, membuat anggota keluarga semakin betah dan bertahan untuk hadir
dan berada di rumah sepenuhnya. Namun, ada juga faktor-faktor yang ditemukan oleh
keluarga yakni ketika ada kesalahpahaman dalam hidup bersama, mereka sering diam-
diaman dan tidak mau berkomunikasi dengan pasangannya, kadang memotong
pembicaraan ketika salah satu anggota keluarga berbicara.
Di dalam dunia sekarang, telah mengalami perkembangan yang begitu pesat,
terutama perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang telah berhasil
membentuk dunia global. Keluarga di Babarsari menemukan bahwa sarana atau media
komunikasi dapat mempermudah relasi dan komunikasi antar anggota keluarga, baik
keluarga yang dekat maupun yang jauh. Komunikasi melalui media, memang bagus
dan menghemat waktu dan tenaga, segala informasi mudah ditangkap atau dijangkau
oleh setiap pribadi. Sekalipun demikian, kecanggihan berbagai hal tersebut hanyalah
sebagai sarana dan tidak dapat menggantikan bahkan sekadar merepresentasikan relasi
dan komunikasi relasi dan komunikasi sejati antar anggota keluarga. Maka
kecenderungan relasi antar anggota keluarga zaman ini tergantung pada media
komunikasi, padahal media hanyalah media saja dan tidak dapat tergantikan dengan
pribadi-pribadi. Dengan sarana atau media komunikasi yang ada, membuat seseorang
menjadi egoistis dan tidak peduli dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Dengan melihat situasi yang ada, maka pada bab IV ini, penulis akan mencoba
memberikan sumbangan katekese, untuk meningkatkan kesadaran orang tua atau
keluarga Kristiani akan pentingnya komunikasi antarpribadi demi terciptanya suatu
keluarga yang bahagia dan harmonis.
68
BAB IV
SUMBANGAN KATEKESE DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKELUARGA
DI LINGKUNGAN BARTOLOMEUS BABARSARI YOGYAKARTA
Karya katekese merupakan wadah pewartaan Gereja untuk menyampaikan kabar
gembira Kerajaan Allah yang menyelamatkan kepada umat manusia. Katekese umat
merupakan suatu bentuk komunikasi iman atau tukar-menukar pengalaman iman antar
anggota jemaat atau kelompok. Katekese umat sebagai komunikasi iman merupakan
proses kesaksian hidup yang berpangkal pada apa yang sungguh dialami. Proses ini
yang bertitik tolak dari pengalaman hidup konkrit peserta jemaat dan dari pengalaman
konkrit tersebut direfleksikan, diolah oleh jemaat, sehingga menjadi suatu pengalaman
yang hidup yang didasari iman yang mendalam akan Yesus Kristus sebagai pusat
hidup kita.
Pada bab IV ini, penulis akan berbicara mengenai katekese yang di dalamnya
mencakup 2 (dua) bagian pokok yaitu, Pertama Pokok-Pokok katekese, yang meliputi
Pengertian Katekese, Isi Katekese, Tujuan pokok Katekese, Katekese umat, Model
Katekese. Pada bagian yang kedua akan membahas mengenai Program Katekese, yang
meliputi Pengertian program, Pemikiran Dasar Program, Usulan Tema, Penjabaran
Program, Contoh Persiapan Katekese.
A. Pokok-Pokok Katekese
1. Pengertian Katekese
Kata katekese berasal dari bahasa latin ”Catechesis” yang berarti
“Pengajaran” (Nyiolah, 2004:5). Ada bermacam-macam pengertian tentang kata
69
katekese, dapat ditemukan dalam KS seperti diajarkan (Luk 1:4) mengajar (1 Kor
14:19) diajar (Rom 2:18) Pengajaran (Gal 6:6).
Dengan demikian katekese dapat dimengerti sebagai usaha Gereja untuk
membantu umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya
dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan. Di dalam
pemahaman seperti ini terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan,
pendalaman, pembinaan, serta pendewasaan (Telaumbanua, 1990 : 4-5)
Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae, memberikan pengertian
katekese sebagai berikut:
Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistimatis, dengan maksud menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18).
Ajakan Paus tentang Berkatekese dalam dokumen di atas mendorong Gereja di
Indonesia memikirkan lebih lanjut usaha katekese yang dijalankan di Indonesia. Maka
dalam naskah kerja MAWI 1976, para uskup Indonesia merumuskan pengertian
Katekese sebagai usaha saling membantu secara terus menerus di antara umat beriman
untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi ataupun hidup bersama menurut pola
Kristus menuju kepada hidup Kristiani dewasa ini (Bataona, 1979 : 20).
Dari rumusan pengertian tentang katekese di atas, menjadi jelas bahwa betapa
pentingnya karya katekese dalam usaha pengembangan, pendalaman, dan penghayatan
hidup beriman Kristiani. Katekese merupakan suatu karya Gereja yang dapat
membantu umat beriman untuk semakin tumbuh dalam iman yang dewasa dan dapat
mencapai suatu kepenuhan hidup dalam Kristus.
70
2. Isi Katekese
Isi pokok katekese adalah seluruh hidup Yesus Kristus, mulai dari peristiwa
inkarnasi, karya, Sabda, dan peristiwa paskahNya (CT. art. 6). Kristus diimani sebagai
kepenuhan wahyu Allah kepada manusia. Misteri hidup Yesus menjadi sumber dan
pusat katekese, maka katekese dipahami sebagai usaha bersama untuk saling
mengenal, memahami, dan percaya pada-Nya, yang merupakan jalan kebenaran dan
kehidupan (Yoh 14:6). Kristus diyakini sebagai guru sejati/pewarta utama. Sifat
katekese dalam hal ini membantu setiap orang, supaya semakin berpartisipasi dan
bersatu dalam hidup-Nya yakni hidup Kristus sendiri.
Titik tolak Katekese zaman sekarang ialah pada manusia yang hatinya terbuka
untuk menerima Khabar Gembira. Karena itu tema utama katekese adalah sejarah
keselamatan umat manusia (Bataona, 1979 : 22 ). Sejak awal penciptaan, Allah
menghendaki keselamatan manusia. Namun dosa telah menghambat karya
keselamatan Allah dalam diri manusia. Melalui orang-orang yang terpanggil, Allah
mewartakan karya keselamatan ini bagi manusia yang mencapai puncak dalam diri
Yesus Kristus. Di dalam Dia semua manusia dilahirkan kembali sebagai ciptaan baru.
Sejarah manusia adalah juga sejarah keselamatan Allah.
Maka, ciri khas pesan yang diteruskan oleh katekese terutama adalah
“Keberpusatannnya pada Kristus” (Petunjuk umum katekese, 2000: 268). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa katekese yang disampaikan dan dilaksanakan kepada
semua orang baik yang tua, muda, maupun yang kecil harus bersumber pada Yesus
Kristus karena Dialah pusat sejarah keselamatan umat manusia.
71
3. Tujuan Pokok Katekese
Secara umum dapat dikatakan tujuan katekese adalah membantu peserta untuk
semakin dekat dengan Yesus, sehingga dalam pengalaman konkret sehari-hari
imannya semakin bertumbuh dan berkembang menjadi seorang yang lebih beriman
dewasa. Beriman dewasa selalu bersifat kreatif artinya seorang yang beriman tidak
takut dan cemas terhadap situasi-situasi baru, malahan hal-hal baru itu selalu
dijadikannya sebagai sumber motivasi baru (Telaumbanua,1999: 62).
Dalam sidang PKKI II di Klender-Jakarta (1980), dinyatakan bahwa tujuan
katekese adalah membantu jemaat mendewasakan iman mereka secara personal dan
mendorong jemaat supaya ikut berpartisipasi aktif atau mengambil bagian dalam
kehidupan menggereja dan berdasarkan imannya memberikan kesaksian yang nyata di
tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Tujuan katekese tersebut sesuai dengan
gambaran Gereja Indonesia yang dicita-citakan yaitu bersifat Kristosentris dan terarah
kepada dunia. Bersifat Kristosentris dalam hal ini yakni katekese yang berpusat pada
Yesus Kristus, maka Gereja berusaha untuk semakin setia melaksanakan kehendak
Allah dan berjuang demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah baik di dalam
kehidupan berkeluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat atau lingkungan
sekitarnya.
Menanggapi cinta Allah dalam kehidupan manusia yang berkembang menjadi
manusia utuh seperti yang dikehendaki Allah sendiri, maka karya katekese bertujuan
“membantu umat beriman untuk menanggapi sapaan cinta Allah dalam hidupnya dan
melibatkan diri di dalam kelanjutannya” (Setyakarjana, 1976 : 25 ). Katekese
diharapkan dapat membantu mempertemukan pengalaman hidup mereka dalam harta
kekayaan iman Gereja.
72
Dalam Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang katekese jaman kini
mengatakan bahwa:
Tujuan katekese adalah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya masa orang Kristen sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya mengerti misteri-Nya, kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi siapapun yang mengikuti-Nya ( CT, art. 20).
Ajakan Sri Paus di atas, mau menegaskan bahwa Tuhan telah memeteraikan
gambar DiriNya dalam diri manusia, maka jawaban kita atas anugerah cinta Allah ini
adalah menampakkan gambar Allah secara sempurna dalam hidup kita setiap hari,
baik di tengah keluarga maupun di tengah-tengah lingkungan masyarakat sekitar kita.
Di sini pentingnya karya katekese yakni membantu umat beriman agar semakin
menampakkan wajah Allah dalam dirinya secara sempurna dengan mengembangkan
dan memberdayakan segala potensi diri yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita
umat manusia.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, katekese bertujuan mendewasakan
iman seseorang dapat bertumbuh dan berkembang. Agar iman dapat bertumbuh dan
berkembang dengan baik, maka iman perlu dikomunikasikan, dipelihara, dirawat,
diteguhkan, dihayati, diperbaharui secara terus menerus dalam hidup setiap hari, baik
secara pribadi maupun bersama, baik di dalam kehidupan berkeluarga maupun di
tengah lingkungan masyarakat sekitarnya dan mampu memaknai setiap pristiwa dan
pengalaman hidup dalam terang Injil.
73
4. Katekese Umat
Dalam sidang PKKI di Sidanglaya tahun 1977, dihasilkan gagasan
tentang arah katekese di Indonesia yang disetujui oleh para Uskup dalam sidang pleno
MAWI 1977, arah katekese yang dikembangkan di Indonesia yakni sebagai katekese
umat yakni: katekese dari umat, oleh umat, dan untuk umat, katekese yang menjemaat
yang berdasarkan pada situasi konkrit umat setempat menurut pola Yesus Kristus.
Dalam PKKI II (26 Juni-5 Juli 1980), gagasan katekese umat lebih didalami,
dipahami, dan dipertegas lagi yang menghasilkan rumusan pengertian sebagai
Komunikasi iman atau tukar-menukar pengalaman iman antar anggota jemaat atau
kelompok. Katekese umat sebagai komunikasi iman merupakan proses kesaksian yang
berpangkal pada apa yang sungguh dialami. Proses ini yang bertitik tolak dari
pengalaman hidup konkrit peserta jemaat dan dari pengalaman konkrit tersebut
direfleksikan, diolah oleh jemaat, sehingga menjadi suatu pengalaman yang hidup
yang didasari iman yang mendalam akan Yesus Kristus sebagai pusat hidup kita.
Adapun tujuan komunikasi iman, berdasarkan hasil PKKI II adalah:
Supaya dalam terang Injil, kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari, dan kita bertobat kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari, dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan, dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita, pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta, sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Huber, 1981: 11).
Pengalaman hidup setiap hari menjadi suatu pengalaman iman, bila umat
menemukan maksud atau kehendak Allah dalam pengalaman hidupnya, sebab dalam
pengalaman hidup itulah, Allah menyatakan kehendak-Nya. Umat akan menemukan
kehendak Allah dalam pengalaman hidupnya, bila sabda Allah menjadi petunjuk
terhadap setiap perjuangan hidupnya sehari-hari. Dengan demikian katekese umat
74
juga merupakan usaha untuk mendalami sabda Allah, sehingga dengan dan melalui
setiap usaha itulah, umat semakin dimampukan untuk mendalami kehendak Allah
dalam setiap pengalaman hidup yang dialaminya sehari-hari, baik di dalam kehidupan
berkeluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam katekese umat kita bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus
pengantara Allah yang bersabda kepada kita dan pengantara kita dalam menanggapi
sabda Allah. Yesus tampil sebagai pola hidup kita dalam Kitab Suci yang mendasari
penghayatan iman Gereja disepanjang Tradisinya (Huber, 1981 : 15).
Catechesi Tradendae (1992: art. 5), menjelaskan bahwa katekese umat adalah
“usaha membina dan mendidik umat beriman, supaya mereka semakin mampu
mengimani Yesus Kristus Putra Allah”. Pembinaan dan pendidikan iman tersebut
dimaksudkan, agar iman umat Kristen semakin dewasa, sehingga mereka mampu
menjadi saksi Kristus, baik di tengah-tengah keluarga mupun di tengah-tengah
lingkungan masyarakat sekitarnya. Katekese sebagai pembinaan untuk mendewasakan
iman umat, pada hakekatnya merupakan komunikasi iman atau kesaksian akan karya
penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Isi komunikasi iman
tersebut berupa penafsiran Kitab Suci atau Tradisi Gereja maupun pengalaman atau
kesaksian hidup umat Kristen. Kitab Suci perlu ditafsirkan, supaya mendasari sikap
dan tindakan hidup umat dalam perjuangan hidup maupun dalam merefleksikan arti
dari setiap pengalaman hidup yang dialaminya setiap hari.
Dengan demikian, umat dibantu untuk memahami dan menyadari bhwa dalam
situasi hidupnya, Allah berkarya menyelamatkan umat manusia. Pengalaman akan
karya penyelamatan Allah yang ditemukan dalam pergulatan hidupnya setiap hari
perlu dikomunikasikan, agar dapat membantu sesamanya dalam proses pendalaman
dan pendewasaan iman.
75
5. Model Katekese
Ada begitu banyak model katekese yang dapat dipakai dan sering kita gunakan
dalam pengembangan proses katekese umat, seperti: model SCP, model pengalaman
hidup, model Biblis dan model campuran (Sumarno, 2006: 11). Model-model ini
merupakan alternatif dalam penyampaian proses katekese dan digunakan sesuai
dengan situasi peserta katekese dan sesuai dengan perkembangan jaman.
a. Model SCP: Model ini lebih menekankan pada proses berkatekese yang bersifat
dialogal dan partisipasi, dengan maksud mendorong peserta, berdasarkan
konfrontasi antara “tradisi”dan “visi”hidup mereka dengan “Tradisi”dan
“Visi”kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan
penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah
di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model ini juga bermula
dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan
dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap
dan kesadaran baru yang memberi motivasi dan keterlibatan baru ( Sumarno,
2006: 15).
b. Model pengalaman hidup; Model ini lebih bertolak pada pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.
c. Model biblis; Model yang lebih lebih bertolak pada pengalaman kitab suci atau
Tradisi.
d. Model campuran pengalaman hidup dan model Biblis; suatu model yang lebih
bertolak pada hubungan antara kitab suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup
konkrit sehari-hari.
Dalam program katekese yang ditawarkan dalam bab ini, penulis akan
menggunakan model pengalaman hidup dan model Biblis. Dalam model Pengalaman
76
hidup dan model Biblis ini, menurut hemat penulis hal ini sangat cocok dengan
pembahasan tentang pentingnya katekese komunikasi antarpribadi dalam keluarga,
yang ditinjau dari pengalaman hidup konkrit sehari-hari berdasarkan terang Injil.
Sumarno (2006: 11) memberi ringkasan tentang langkah-langkah proses Katekese
Umat yakni:
1) Katekese Model pengalaman hidup:
a) Introduksi
Berisikan lagu dan doa pembukaan yang sesuai dengan tema yang
diambil dalam katekese yang dijalankan. Katekis mencoba mengingatkan dan
menghubungkan dengan tema yang sudah dibahas atau yang sudah
dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya.
b) Penyajian suatu pengalaman hidup
Dapat diambil suatu peristiwa konkrit yang sesuai dengan tema dan
situasi peserta. Pengalaman ini bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang
relevan sesuai dengan situasi peserta.
c) Pendalaman pengalaman hidup
Mengajak peserta untuk mengaktualisasikan pengalaman yang ada
dalam surat kabar atau cerita, dalam situasi hidup nyata atau konkrit. Hal ini
biasanya terjadi dalam kelompok kecil dengan pertanyaan-pertanyaan
pendalaman yang merangsang peserta untuk mengambil perhatian dalam
situasi normal konkrit sesuai dengan tema untuk hidup sehari-hari.
d) Rangkuman pendalaman pengalaman hidup
Menyarikan gambaran umum dari sikap-sikap yang dapat diambil oleh
peserta yang berhubungan dengan tema dalam penyajian pengalaman hidup
77
dan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang hendak dipakai dalam langkah
berikutnya.
e) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja
Pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi diikuti saat hening di mana
peserta diberi kesempatan untuk merefleksikan teks tersebut dengan dibantu
beberapa pertanyaan pendalaman, misalnya: kata atau kalimat mana yang
penting (kunci) menurut peserta? Apakah pesan inti dari teks tersebut? Apa
arti pesan teks tersebut bagi hidup konkrit peserta?
f) Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Diawali dengan sharing atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
penuntun yang telah direnungkan secara pribadi maupun bersama. Kemudian
pendamping membaca sekali lagi teks Kitab Suci atau Tradisi. Pada
kesempatan ini katekis membantu peserta untuk mencari dan mengungkapkan
pesan inti menurut mereka sendiri sehubungan dengan tema. Peranan katekis
di sini menciptakan suasana terbuka sehingga peserta tidak takut untuk
mengungkapkan tafsiran mereka sehubungan dengan tema yang dapat dipetik
dan digali dari pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi.
g) Rangkuman pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi
Pendamping merangkum jawaban peserta, terutama pesan inti teks
yang berhubungan dengan tema. Kemudian pendamping merangkum jawaban
peserta dengan hasil persiapan pribadi yang telah diperoleh berdasarkan
renungan atau pembacaan lebih mendalam dari sumber-sumber lain, terutama
yang berhubungan dengan tema sehingga peserta semakin diperkaya juga
dengan informasi atau masukan pengetahuan iman.
78
h) Penerapan dalam hidup konkrit
Mengajak peserta untuk mengambil beberapa kesimpulan praktis yang
berhubungan dengan tema untuk diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-
hari, baik dalam kehidupan bermasyarakat, kehidupan menggereja, maupun di
dalam kehidupan berkeluarga. Kemudian pendamping mengajak peserta untuk
hening sejenak, untuk merenungkan serta mengumpulkan buah-buah pribadi
dari katekese umat untuk hidup sehari-hari, yang berupa niat atau tindakan apa
yang akan diambil untuk selanjutnya.
i) Penutup
Dapat dimulai dengan mengungkapkan doa-doa spontan yang
merupakan hasil buah-buah katekese dan bisa pula doa-doa umat lainnya
secara bebas. Lalu katekis dapat mengakhiri katekese dengan doa penutup
yang merangkum keseluruhan tema dan tujuan katekese. Kemudian dapat
diakhiri dengan suatu doa bersama atau nyanyian bersama yang sesuai dengan
tema.
2) Katekese model Biblis.
Yang dimaksudkan dengan katekese model biblis adalah katekese yang
prosesnya berangkat atau bertitik tolak dari Kitab suci atau Tradisi Gereja. Kitab suci
atau tradisi tersebut menjadi penerang bagi setiap peserta dan membantu peserta
dalam melihat pengalaman hidup sehari-hari sebagai pengalaman iman. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Doa dan lagu pembukaan.
79
Dibuat dipilih sesuai tema Kitab Suci atau Tradisi yang digunakan dalam
pertemuan katekese yang dijalankan. Katekis mencoba menghubungkan tema
katekese dalam pertemuan tersebut dengan pertemaun-pertemuan sebelumnya.
b) Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi
Pembacaan teks KS atau Tradisi diikuti saat hening, di mana peserta diberi
kesempatan untuk merefleksikan teks tersebut dengan dibantu pertanyaan-
pertanyaan pendalaman, misalnya; kata atau kalimat mana yang menjadi kunci
menurut peserta? Apa pesan inti dari teks tersebut? Apakah arti pesan tersebut
bagi hidup konkrit peserta?
c) Pendalaman Kitab Suci atau Tradisi
Dapat diawali dengan sharing dalam kelompok kecil dari pertanyaan-
pertanyaan penuntun yang telah direnungkan. Kemudian pendamping merangkum
jawaban peserta, terutama pesan inti teks yang berhubungan dengan tema.
Akhirnya pendamping merangkum jawaban peserta dengan hasil persiapan pribadi
yang diolah berdasarkan renungan maupun pembacaan lebih mendalam dari
sumber-sumber lain, terutama yang berhubungan dengan tema, sehingga peserta
semakin diperkaya juga dengan informasi atau masukan pengetahuan iman.
Peranan katekis di sini lebih menjadi salah satu nara sumber yang mampu
menampilkan isi dan pesan inti KS yang relevan dan mudah ditangkap oleh
peserta, tetapi yang selalu berhubungan dengan tema dan tujuan pertemuan
tersebut.
d) Pendalaman pengalaman hidup
Pendamping mengajak peserta untuk mengungkapkan inti pesan dari kitab
suci dengan pengalaman hidup yang masih berkaitan dengan tema, baik
80
pengalaman masa lalu ataupun pengalaman masa sekarang dalam peristiwa yang
ada dalam hidup bermasyarakat, menggereja, berkeluarga, dan di tempat kerja.
e) Penerapan dalam hidup peserta
Pendamping mengajak dan merangsang peserta untuk merefleksikan dan
memikirkan apa yang sebaiknya bisa dilaksanakan dalam kehidupan konkrit
sehari-hari. Semangat, jiwa, dan kekuatan mana yang bisa diambil dari pesan inti
teks tersebut untuk dapat diwujudkan dalam praktek hidup sehari-hari, dalam
menghadapi permasalahan atau keprihatinan, baik berupa peristiwa atau kejadian
maupun situasi pribadi, keluarga, masyarakat, kehidupan menggereja.
f) Doa Penutup dan lagu penutup
Terdiri dari refleksi pribadi terpimpin dalam keheningan (misalnya katekis
dapat mengajak merenungkan dalam hati tentang kesulitan-kesulitan yang ada,
apabila hendak mewujudkan pesan inti dan sebagainya). Kemudian diberi
kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan doa spontan. Lalu katekis dapat
menutup doa dengan merangkum keseluruhan proses dengan tema dan tujuan serta
doa bersama atau nyanyian bersama yang sesuai dengan tema KS atau Tradisi
yang diambil.
B. Program Katekese
1. Pengertian Program
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, program dimengerti sebagai
rancangan mengenai asas-asas (hukum dasar) serta usaha-usaha (dalam
perekonomian, ketatanegaraan, dan sebagainya) yang akan dijalankan (Moeliono,
1988:702). Dengan demikian program dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dirumuskan untuk mencapai suatu tujuan yang jelas dan terarah.
81
Program juga dapat membantu dan memudahkan seluruh proses pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan dengan lancar, karena semua telah dipersiapkan dengan baik.
Penyusunan program selalu meliputi, tema, tujuan, sub tema, tujuan sub tema, uraian
materi, metode, sarana, sumber bahan.
2. Pemikiran Dasar Program Katekese
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa betapa banyak keluarga, sudah
berusaha menjalin komunikasi antarpribadi dalam keluarga. Mereka telah memahami
arti sebuah komunikasi antapribadi yakni komunikasi dari hati ke hati. Namun, ketika
berhadapan dengan realitas hidup sehari-hari di mana karena kesibukan-kesibukan
kerja yang sangat menyita waktu dan tenaga, sehingga jarang untuk hadir sepenuhnya
dalam rumah. Bahkan sepanjang hari tidak pernah bertemu satu sama lain, baik antara
suami-istri maupun terhadap anak-anak. Komunikasi antarpribadi dari hati ke hati
hampir tidak mempunyai waktu dan kesempatan. Padahal kita mengetahui bahwa
keluarga merupakan tempat untuk membagi kasih, tempat untuk mensharekan
pengalaman hidup di dalam keseharian.
Dalam Komunikasi yang terus-menerus, antara suami-istri maupun terhadap
anak-anak, mereka saling mengekspresikan realita yang ada dalam dirinya masing-
masing, sehingga mereka bisa saling mengetahui, mengerti, memahami, dan saling
mencintai satu sama lain sebagai anggota keluarga. Komunikasi antarpribadi
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi keluarga, maka setiap anggota
keluarga, baik suami-istri maupun anak-anak perlu membagi waktu untuk hadir dan
berada di rumah, walaupun banyak kesibukan-kesibukan yang tidak dapat dihindari.
Di abad modern sekarang ini, kita mengalami begitu pesatnya kemajuan yang
dicapai dengan alat-alat komunikasi. Kita begitu mudah dan cepat bisa berkomunikasi
82
dengan orang lain, kapan saja, betapapun jauhnya jarak yang memisahkan kita satu
sama lain. Alat komunikasi yang serba canggih banyak tersedia bagi kita yakni alat
telepon, fax, handphone, internet.. Perkembangan alat-alat komunikasi ini telah
merasuki di dalam kehidupan berkeluarga. Semua anggota keluarga diberi fasilitas
sarana komunikasi, sehingga kalau tidak bertemu atau tatap muka secara langsung
dalam keseharian, masing-masing pribadi saling telpon atau SMS, untuk menanyakan
situasi dan keberadaan anggota keluarga. Namun sayang, kecanggihan alat
komunikasi terkadang justru mengasingkan kita dari keakraban dalam berkomunikasi,
merenggangkan hubungan antarpribadi, menggeser pentingnya komunikasi tatap
muka yang sangat efektif dalam kehidupan manusia, khususnya di dalam kehidupan
berkeluarga.
Oleh karena itu perlu suatu pembinaan dan pendampingan yang tiada hentinya.
Keluarga Kristiani diharapkan dapat memelihara keutuhan, yang setiap anggotanya
mampu berkomunikasi, baik dalam keluarga sendiri maupun di luar keluarganya.
Katekese tentang komunikasi dalam hidup berkeluarga diharapkan dapat
menanggulangi kesulitan bagi keluarga dalam meningkatkan komunikasi antarpribadi
dalam keluarga.
Program katekese umat ini, bertujuan untuk membantu peserta agar dengan
tenang, santai, dan dalam suasana kekeluargaan dapat merefleksikan, menemukan
sebuah kesadaran baru untuk hidup mereka sebagai anggota keluarga dalam
meningkatkan komunikasi antarpribadi di antara mereka, sehingga dapat terciptanya
suatu keluarga bahagia dan sejahtera. Program kegiatan katekese umat ini disusun
bagi keluarga Katolik lingkungan St. Bartolomeus Babarsari Paroki Baciro.
83
3. Usulan Tema Katekese
Usulan tema yang penulis sajikan dalam program katekese umat ini adalah:
Komunikasi Antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga, dengan tujuan: membantu
peserta untuk semakin menyadari pentingnya komunikasi antarpribadi dalam
kehidupan berkeluarga, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga yang bahagia dan
sejahtera. Tema ini akan dijabarkan dalam tiga sub tema yaitu: Pertama,
meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari. Sub tema
pertama ini, dijabarkan dalam 2 (dua) pertemuan. Kedua, membangun kesetiaan
dalam kehidupan berkeluarga. Sub tema kedua ini, dijabarkan dalam 2 (dua)
pertemuan. Ketiga, peranan keluarga Kristiani di zaman modern. Sub tema ketiga ini,
dijabarkan dalam 1 (satu) pertemuan.
Adapun penjabaran selengkapnya, bisa dilihat dalam penjabaran prorgam
katekese berikut ini:
4. P
enja
bara
n Pr
ogra
m K
atek
ese
Tem
a
: Kom
unik
asi A
ntar
prib
adi D
alam
Keh
idup
an B
erke
luar
ga
Tuju
an
: Mem
bant
u pe
serta
unt
uk s
emak
in m
enya
dari
pent
ingn
ya k
omun
ikas
i ant
arpr
ibad
i dal
am k
ehid
upan
ber
kelu
arga
, seh
ingg
a da
pat
terc
ipta
nya
suat
u ke
luar
ga y
ang
baha
gia
dan
seja
hter
a.
No
Sub
Tem
a T
ujua
n su
b te
ma
Judu
l Pe
rtem
uan
Tuj
uan
Pert
emua
n U
raia
n m
ater
i M
etod
e Sa
rana
Su
mbe
r B
ahan
1
2 3
4 5
6 7
8 9
I
Men
ingk
at
kan
Kom
unik
asi
anta
rprib
adi
dala
m
kehi
dupa
n se
hari-
hari
Mem
bant
u pe
serta
aga
r se
mak
in
men
yada
ri ak
an
pent
ingn
ya
kom
unik
asi
antrp
ribad
i dal
am
kehi
dupa
n be
rkel
uarg
a.
a. K
omun
ikas
i an
tara
ora
ng
tua
dan
anak
-an
ak.
Mem
bant
u pe
serta
unt
uk
sem
akin
m
emah
ami
kom
unik
asi y
ang
baik
ant
ara
oran
g tu
a de
ngan
ana
k-an
ak d
alam
ke
hidu
pan
seha
ri-ha
ri de
mi
terc
ipta
nya
suat
u ke
luar
ga y
ang
baha
gia
dan
seja
hter
a.
• C
ara
berk
omun
i-ka
si y
ang
baik
an
tara
ora
ng tu
a da
n an
ak
• M
elih
at k
emba
li Si
tuas
i ko
mun
ikas
i an
tarp
ribad
i da
lam
Kel
uarg
a sa
at in
i. •
Perlu
nya
kom
unik
asi
anta
rprib
adi y
g M
endu
kung
pe
rkem
bang
an
anak
-ana
k.
• Sh
arin
g •
Tany
a ja
wab
•
Info
rmas
i •
Ref
leks
i
• Te
ks
KS
• M
adah
B
akti
• Te
ks C
erita
• Lu
k 2
: 41
– 52
•
Stef
an L
eks.
(200
3).
Tafs
ir In
jil
Luka
s. Y
ogya
karta
: K
anis
ius.
•
Peng
alam
an
Pese
rta
• Pa
ndua
n R
ekol
eksi
ke
luar
ga
(Wig
nyas
umar
ta
2000
, 78
-86)
•
Mem
bang
un
Kel
uarg
a K
atol
ik
Seja
ti (T
im
Publ
ikas
i
84
Past
oral
R
edem
toris
t. 20
01: 2
6-40
). •
LBI.
(200
2).
Tafs
ir
Alki
tab
Perj
anjia
n Ba
ru.
Yog
yaka
rta:
Kan
isiu
s. •
Pand
uan
Rek
olek
si
kelu
arga
(W
igny
asum
arta
, 20
00,
78-8
6)
• St
efan
Lek
s. (2
003)
. Ta
fsir
Injil
M
atiu
s. Y
ogya
karta
: K
anis
ius.
•
Flp
2:1-
2
b.
Kom
unik
a-si
ant
ara
suam
i-ist
ri
• A
gar s
uam
i-is
tri le
bih
mem
aham
i ca
ra
berk
omun
ikas
i ya
ng b
aik
• A
gar s
uam
i-
• Pe
ntin
gnya
K
omun
ikas
i an
tarp
ribad
i bag
i su
ami d
an is
tri
• Fa
ktor
-fak
tor
kom
unik
asi
anta
rprib
adi
• Sh
arin
g •
Tany
a ja
wab
•
Info
rmas
i •
Dis
kusi
•
Perm
aina
n
• Te
ks K
S
• Pu
ji Sy
ukur
•
Spid
ol
• K
erta
s
Fleb
•
Kar
tu
• Pa
ndua
n R
ekol
eksi
ke
luar
ga
(Wig
nyas
umar
ta
2000
, 98
-103
). •
Pand
uan
85
istri
dap
at
men
geta
hui
cara
m
enin
gkat
kan
kese
rasi
an
rela
si
kom
unik
asi
anta
rprib
adi d
i da
lam
ke
hidu
pan
seha
ri-ha
ri.
• M
emah
ami c
ara
berk
omun
i-kas
i K
elua
rga
Kud
us
di N
azar
et
prak
tis
kom
unik
asi
Suam
i-Ist
ri (S
ubia
nto
Paul
us,
2003
). Ja
karta
: PT
G
ram
edia
Pu
stak
a U
tam
a.
• Fl
p 2:
1-8
2
Mem
bang
un
kese
tiaan
da
lam
ke
hidu
pan
berk
elua
rga.
Mem
bant
u pe
serta
unt
uk
sem
akin
m
enya
dari
arti
kese
tiaan
di
dala
m k
ehid
upan
be
rkel
uarg
a,
sehi
ngga
mam
pu
men
elad
ani
kese
tiaan
Yes
us
kepa
da B
apa-
Nya
sa
mpa
i waf
at d
i ka
yu S
alib
.
a. K
eset
iaan
K
elua
rga
dala
m
perk
ara-
perk
ara
keci
l
Mem
bant
u pe
serta
, aga
r se
mak
in se
tia
kepa
da k
elua
rga
teru
tam
a da
lam
pe
rkar
a-pe
rkar
a ke
cil,
sehi
ngga
da
pat t
erci
ptan
ya
suat
u ke
luar
ga
yang
bah
agia
dan
ha
rmon
is.
• Pe
ngga
lian
peng
alam
an
pese
rta te
ntan
g ar
ti ke
setia
an.
• C
ara
men
gata
si
konf
lik d
alam
ke
hidu
pan
berk
elua
rga
• S
harin
g pe
ngal
aman
•
Ref
leks
i pr
ibad
i •
Info
rmas
i •
Tany
a ja
wab
• K
SPB
•
Mad
ah B
akti
• T
ape
reco
rder
dan
ka
set
inst
rum
en
• Fo
to c
opy
teks
cer
ita
Kes
etia
an.
• M
at 1
9:1-
12
• LB
I (19
81).
Tafs
ir In
jil
Mat
ius.
Yog
yaka
rta:
Kan
isiu
s •
Stef
an L
eks
(199
0).
Yesu
s K
rist
us
Men
urut
K
eem
pat
Injil
. Y
ogya
karta
: K
anis
ius
• W
harto
n,
Paul
. J.
(199
0). 1
11
Cer
ita d
an
peru
mpa
maa
n
86
b. M
enel
adan
i Y
esus
dal
am
hal k
eset
iaan
Mem
bant
u pe
serta
unt
uk
sem
akin
mam
pu
men
elad
ani
kese
tiaan
Yes
us
dala
m k
ehid
upan
se
hari-
hari,
bai
k da
lam
suka
m
aupu
n da
lam
du
ka.
• To
talit
as
peng
abdi
an
Yes
us d
alam
hi
dup-
Nya
•
Men
elad
ani
kese
tiaan
Yes
us
mel
alui
ke
saks
ian
hidu
p se
hari-
hari
dala
m
hidu
p be
rkel
uarg
a.
• R
efle
ksi
prib
adi
• In
form
asi
• Ta
nya
jaw
ab
• K
SPB
•
Mad
ah B
akti
• Ta
pe re
cord
er
dan
kase
t in
stru
men
bagi
par
a Pe
ngkh
otba
h da
n G
uru.
Y
ogya
karta
: K
anis
ius.
• B
uku
Pand
uan
KB
P (2
006:
85
). Pa
roki
St
. Mar
inus
Y
ohan
es
Ken
jera
n-su
raba
ya.
• Lu
k 17
:26-
37
• LB
I (19
81).
Tafs
ir In
jil
Luka
s. Y
ogya
karta
: K
anis
ius
• St
efan
Lek
s (1
990)
. Ye
sus
Men
urut
K
eem
pat
Injil
. Y
ogya
karta
: K
anis
ius
87
3 Pe
rana
n ke
luar
ga
Kris
tiani
di
za
man
m
oder
n
Men
anam
kan
jiwa
mis
sion
er
dala
m h
idup
ke
luar
ga K
atol
ik
untu
k hi
dup
men
gger
eja
dan
berm
asya
raka
t di
zam
an m
oder
n
Kel
uarg
a se
baga
i G
erej
a m
ini
yang
diu
tus
Mem
bant
u pe
serta
unt
uk
sem
akin
m
enya
dari
bahw
a ke
luar
ga
mer
upak
an
Ger
eja
keci
l, ya
ng d
ijiw
ai o
leh
iman
yan
g m
enda
lam
aka
n K
ristu
s.
• M
enya
dari
keha
dira
n A
llah
dala
m k
ehid
upn
seha
ri-ha
ri •
Usa
ha k
elua
rga
dala
m
men
ghid
up-k
an
doa
bers
ama.
•
Ket
erlib
atan
ke
luar
ga d
alam
ke
hidu
pan
men
gger
eja.
•
Kel
uarg
a K
ristia
ni se
baga
i je
maa
t dal
am
peng
abdi
an
kepa
da se
sam
a .
• D
isku
si
• Ta
nya
jaw
ab
• Sh
arin
g •
Din
amik
a •
Ref
leks
i
• K
S •
Mad
ah
Bak
ti •
cerg
am
• sp
idol
•
Ker
tas
Fleb
• B
uku
Pand
uan
KB
P (2
006:
60
). Pa
roki
St
. Mar
inus
Y
ohan
es
Ken
jera
n-Su
raba
ya.
• FC
, art.
59
•
Not
a Pa
stor
al
DK
P K
AS
(200
7).
• I K
or 1
2:4-
30
• LB
I.
(200
2).
Tafs
ir
Perj
anjia
n Ba
ru.
Yog
yaka
rta: K
anis
ius.
88
89
5. Contoh Persiapan Katekese I: Model Biblis
a. Identitas Katekese
1) Judul Pertemuan : Komunikasi antara orang tua dan anak-anak.
2) Tujuan : Membantu peserta untuk semakin memahami komunikasi
yang baik antara orang tua dengan anak-anak dalam dalam
kehidupan sehari-hari demi terciptanya suatu keluarga
yang bahagia dan sejahtera.
3) Peserta : Keluarga Katolik Lingkungan St. Bartolomeus Babarsari.
4) Tempat : Rumah Umat
5) Hari/Tgl : Kamis, 19 Juli 2007
6) Waktu : Jam 19.00-21.30
7) Metode : - Sharing kelompok kecil
- Refleksi pribadi
- Informasi
- Tanya jawab
8) Sarana : - Madah Bakti
- Kitab Suci Perjanjian Baru
- Cerita “Kesaksian Hidup Sebuah Keluarga”
- Tape recorder dan kaset intsrumen
9) Sumber bahan : Luk 2 : 41-52
- Panduan Rekoleksi keluarga (Wignyasumarta, 2000: 78)
- FC, art. 36
- Stefan Leks. (2003). Tafsir Injil Lukas. Yogyakarta:
Kanisius.
90
- LBI. (2002). Tafsir Kitab Suci Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius.
b. Pemikiran Dasar
Dalam realitas kehidupan manusia, selalu membutuhkan orang lain. Kehadiran
orang lain selalui disertai dengan sebuah relasi yang menghidupkan. Setiap relasi yang
baik, selalu disertai dengan komunikasi yang baik pula antar pribadi-pribadi, baik
dalam kehidupan berkeluarga antara suami-istri dan anak-anak, maupun di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam era modern ini, banyak keluarga yang cenderung memperkuat
bahteranya dengan memanfaatkan segala hasil teknologi yang ada. Kebersamaan dan
kesatuan dalam keluarga, seakan dapat diwakili bahkan digantikan oleh keberadaan
berbagai media komunikasi yang serba cepat dan praktis. Semakin jarang terjadi
perjumpaan yang secara langsung dan personal untuk saling menyapa dan
menyampaikan gagasan, perasaan, dan cinta. Alasan kepraktisan dan mental
pragmatisme menjadi juga mental para penghuni keluarga. Apalagi kedua hal tersebut
dirasionalisalikan demi kepentingan kesejahteraan keluarga, profesi dan karir. Dengan
demikian, hasil tekonologi bukan sekedar sarana, melainkan kebudayaan, di mana
manusia itu hidup, bergerak, dan ada. Media komunikasi yang paling hakiki adalah
perjumpaan antarpribadi seluruhnya, bukan hanya suara, atau wajahnya saja, tetapi
juga menyangkut seluruh badan, perasaan, pikiran, maksud, dan hatinya. Perjumpaan
seperti ini tidak tergantikan oleh surat, SMS, atau telephone.
Komunikasi di dalam kehidupan berkeluarga merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Dengan komunikasi antarpribadi atau tatap muka,
segala urusan atau permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga dapat
91
diselesaikan dengan baik. Tanpa ada komunikasi, kita dan orang lain tidak dapat
berhubungan dan bertukar pikiran, perasaan, dan kehendak. Akibatnya, kita dan orang
lain tidak dapat menjadi rekan, teman, atau sahabat, bahkan kadang kita merasa
menjadi asing di dalam rumah sendiri, berhadapan dengan kaum keluarga.
Komunikasi yang hidup, diperlukan suatu sikap saling menyapa, saling mendengarkan
satu sama lain, saling terbuka, saling memahami, dan saling mengerti sama lain.
Kenyataan bahwa dalam kehidupan bersama, seringkali komunikasi
antarpribadi kurang terwujud, karena orang lebih suka sibuk urusannya sendiri tanpa
memperhatikan sesama yang ada di sekitarnya. Orang tua lebih suka sibuk dengan
urusannya di kantor atau di tempat kerja daripada kesibukan di rumah, dalam
mengurusi rumah tangga, mengurusi suami/istri atau anak-anak, dan beranggapan
bahwa semuanya akan berjalan dengan sendirinya. Situasi semacam ini membuat
keluarga menjadi tidak harmonis. Jadi, agar dapat terciptanya suatu keluarga yang
baik dan harmonis, diperlukan suatu komunikasi yang baik, diperlukan juga suatu
relasi antarpribadi yang menghidupkan dengan sesama, teristimewa komunikasi
antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga.
Komunikasi yang menghidupkan antarpribadi, diwartakan secara tegas dan
jelas dalam Kitab Suci, Luk 2 : 41 – 52 kepada kita sebagai anggota keluarga. Kisah
Keluarga Nazaret yang dilukiskan dalam Injil Lukas, dapat kita petik pelajaran yang
sangat berharga bagi kehidupan berkeluarga. Dalam kehidupan mereka, kita
menemukan model hidup berkeluarga yang tiada taranya, di mana hubungan antar
anggota keluarga, begitu indah dan penuh kasih terjalin di Nazaret. Maka, sebagai
anggota keluarga, kita perlu belajar dari cara berkomunikasi dalam Keluarga Kudus
untuk kita jadikan model komunikasi bagi keluarga kita.
92
c. Pelaksanaan Pertemuan Katekese
1) Kata pengantar
Bapak, ibu, saudara/i yang terkasih dalam Kristus, selamat datang dalam
pertemuan ini. Saat ini kita berkumpul bersama di tempat ini, kita ingin masuk ke
dalam pengalaman akan kasih Tuhan secara istimewa. Saat ini kita diundang untuk
masuk lebih mendalam ke dalam lubuk hati kita, dan untuk membangkitkan kembali
kesadaran kita sebagai orang tua di dalam menghayati komunikasi antarpribadi dalam
kehidupan berkeluarga, baik relasi komunikasi antara suami-istri maupun relasi
komunikasi terhadap anak-anak. Kita diajak untuk kembali menghayati peranan kita
sebagai orang tua, kita diajak untuk melihat peran kita sebagai suami-istri, sebagai
anak-anak di dalam membangun bahtera kehidupan berkeluarga yang bahagia dan
harmonis.
Pada pertemuan ini, kita akan masuk dalam suasana kehidupan Keluarga
Kudus di Nazaret. Kita akan melihat dan belajar bagaimana Yesus, Maria, dan Yosef
menghayati hidup berkeluarga sebagai anak, ibu, dan bapak. Teladan hidup
berkeluarga, khususnya dalam hal berkomunikasi antarpribadi, ingin kita angkat
menjadi contoh atau model bagi hidup keluarga kita.
Untuk itu, marilah kita menyiapkan diri mengikuti pertemuan ini dengan
melepaskan segala kepenatan, melepaskan segala kesibukan-kesibukan kita, beban-
beban hidup yang mengganggu proses pertemuan ini. Kita membiarkan Tuhan hadir di
sini berjalan bersama kita. Kita menyadari bahwa, kita hadir di sini bersama dengan
sesama yang saling meneguhkan dan saling menguatkan kita, dalam menempuh
peziarahan hidup kita.
93
2) Lagu pembukaan:
“Satukan Hati Kami”
Satukanlah hati kami
‘Tuk memuji dan menyembah
O Yesus Tuhan dan Rajaku
Eratkanlah tali kasih di antara kami semua
O Yesus Tuhan dan Rajaku
Bergandengan tangan dalam satu kasih
Bergandengan tangan dalam satu iman
Saling mengasihi di antara kami
Keluarga Kerajaan Allah.
3) Doa pembukaan
Allah Bapa Yang Maha Kasih, kami menghadap-Mu secara bersama-sama
dalam satu hati membangun sebuah keluarga. Ajarilah hati kami untuk selalu terbuka
dan menyediakan waktu untuk keluarga kami, sehingga dalam relasi dengan anggota
keluarga, kami makin akrab dan dekat satu sama lain, baik antara suami-istri maupun
terhadap anak-anak. Semoga Roh-Mu sendiri yang menggerakkan hidup kami dalam
membina dan mengembangkan sikap saling mengasihi antar-anggota keluarga, seturut
hati-Mu yang begitu luas bagi semua orang yang dijumpai dalam hidup kami, demi
Kristus Tuhan dan pengantara kami Amin.
4) Pembacaan teks Kitab Suci, Luk 2 : 41-52.
Setelah teks dibacakan, diberikan kesempatan kepada peserta untuk hening
sejenak (5 menit), agar peserta meresapkan bacaan tersebut. Lalu peserta dibagi dalam
kelompok kecil untuk mensharingkan pemahaman teks tersebut, dengan bantuan
pertanyaan penuntun:
94
a) Apa yang dilakukan oleh Maria dan Yosef, ketika Yesus tetap tinggal di
Yerusalem dan tidak pulang bersama-sama dengan mereka, setelah perayaan hari
Raya itu?
b) Apa yang dilakukan oleh Maria dan Yosef, ketika menemukan kembali Kanak-
Kanak Yesus?
c) Apa reaksi Maria dan Yosef, ketika Yesus menjawab pertanyaan Maria dengan
menyampaikan alasannya, mengapa tertinggal di Bait Allah?
d) Komunikasi yang dilakukan Maria dan Yosef dengan Yesus dapat dikatakan
komunikasi mengena. Mengapa?
e) Apa makna teks tersebut bagi kita sebagai orang tua?
(Foto copy pertanyaan dibagikan kepada masing-masing peserta).
Setelah sharing dalam kelompok kecil, hasilnya diplenokan dalam kelompok besar,
yang dibawakan oleh salah satu wakil kelompok.
5) Rangkuman pendalaman Kitab Suci
Kisah hidup Keluarga Kudus di Nazaret yang dilukiskan oleh penginjil Lukas,
membawa pelajaran yang sangat berharga bagi keluarga. Ketika Kanak-kanak Yesus
berusia 12 tahun, pergilah Ia bersama dengan Maria dan Yosef ke Bait Allah di
Yerusalem. Ketika perayaan selesai, semuanya pada pulang, tetapi Yesus tanpa
diketahui oleh orang tuanya tertinggal di Yerusalem.
Sesampainya di rumah, ternyata Yesus tidak ada bersama teman
seperjalanannya. Maria dan Yosef menjadi bingung dan cemas, lalu mencari Yesus
kembali ke Yerusalem. Selama 3 hari, mereka baru menemukan-Nya di Bait Allah
sedang duduk di tengah-tengah para alim ulama. Kemudian terjadilah suatu dialog
antara Maria dan Yesus,”Nak, mengapa Engkau berbuat demikian terhadap kami.
95
Bapa-Mu dan aku cemas mencari Engkau.” Jawab Yesus,”Mengapa kamu mencari
Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku? Mereka
tidak mengerti dan tidak menangkap apa yang dikatakan Yesus, Bunda Maria
menyimpan semua perkara itu dalam hatinya.
Percakapan antara Maria dan Yesus, terjadi suatu dialog yang sungguh-
sungguh hidup, di mana terjadi komunikasi antar pribadi yang membawa makna dan
memiliki arti yang mendalam. Tidak seperti banyak orang tua, kalau mendapati
anaknya pulang sampai kemalaman, apalagi kalau tidak pulang selama 3 hari,
biasanya bersikap emosional, tanpa tanya dahulu apa sebabnya, anak langsung
didamprat, disiksa, atau marah-marah kepada anaknya. Namun Maria dan Yosef tidak
berbuat demikian. Maria terlebih dahulu menanyakan alasannya, “Nak, mengapa
Engkau berbuat demikian, kami begitu cemas mencari-Mu?” Jawab Yesus pun tidak
seperti kebanyakan anak-anak lain, kalau ditanyai oleh orang tuanya, mereka sering
lalu marah, merasa dicurigai, dan menjawab dengan kasar. Tetapi Yesus dengan sopan
menjawab dan menyampaikan alasannya bahwa Ia harus berada di rumah Bapa.
Ketika Maria dan Yosef tidak paham akan maksud Yesus, mereka pun tidak
memarahi-Nya. Maria mendengarkan dengan baik dan menyimpan semua perkara itu
di dalam hatinya.
Kenyataan bahwa banyak orang tua tidak mengerti maksud dan kemauan
anaknya, perkembangan pribadinya, masalah-masalah dan kesulitan anaknya. Mereka
kurang sabar untuk memahami masalah anaknya dan seringkali langsung
memarahinya. Untuk mempraktekkan cara berkomunikasi antarpribadi yang baik,
kiranya cara hidup Keluarga Kudus, patut kita jadikan sebagai model atau contoh
teladan hidup bagi keluarga-keluarga Kristen di dalam membangun bahtera kehidupan
berkeluarga.
96
6) Pendalaman pengalaman hidup
Pendamping mengajak peserta untuk bersama-sama mendalami kisah cerita
mengenai “Kesaksian dari sebuah keluarga” (teks cerita terlampir). Setelah membaca
dan merenungkan secara pribadi cerita tersebut, peserta diajak untuk mendalami
secara bersama-sama dengan bantuan beberapa pertanyaan penuntun:
a) Apa tanggapan bapak-ibu, saudara/i, tentang kisah cerita tadi?
b) Menurut Anda, apakah Pak Benny dan Bu Sari sebagai orang tua, sudah
melakukan komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka? Mengapa?
c) Untuk bisa berkomunikasi yang baik dengan anak-anak, apa saja yang seharusnya
dilakukan orang tua?
d) Apa saran Anda untuk Pak Benny dan Bu Sari, untuk memperbaiki komunikasi
dalam keluarganya?
7) Peneguhan pendamping
Komunikasi yang dilukiskan dalam kisah cerita tersebut, menggambarkan
tentang komunikasi yang hanya satu arah saja, komunikasi yang hanya dilakukan
sepihak saja. Orang tua, oleh karena kesibukannya di kantor atau di tempat kerja
(restoran), kurang memperhatikan kehidupan berkeluarga, kurang memperhatikan
kehidupan anak-anak. Memang, secara material kebutuhan anak-anak selalu dipenuhi,
namun dalam hal perjumpaan dan komunikasi antarpribadi jarang dilakukan karena
masing-masing selalu sibuk dengan urusannya sendiri. Kehidupan anak-anak,
dilengkapi dengan berbagai peraturan-peraturan yang membuat anak-anak tidak ada
kebebasan untuk mengekspresikan diri dan tidak ada kebebasan untuk memilih arah
dan masa depannya, karena semuanya diatur oleh orang tua khususnya Pak Benny. Di
sini, peranan orang tua hanya sebagai pemenuhan kebutuhan, tanpa memperhatikan
97
perkembangan pendidikan dan situasi anak-anak yang sedang bertumbuh dan
berkembang.
Menurut FC, art. 36, peran orang tua dalam pendidikan itu “tidak tergantikan
dan dan tidak dapat diambil alih”, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya
kepada orang lain. Orang tua tidak dapat lepas tangan dari tanggung jawab ini,
betapapun sibuknya bekerja dan betapapun beraneka macam kegiatan di masyarakat
maupun di Gereja. Dalam Amsal 22: 6, dilukiskan bahwa “Didiklah orang muda
menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan
menyimpang dari jalan itu”. Namun, dalam prakteknya, ternyata ada begitu banyak
cara atau model dalam mendidik anak yakni di mana orang tua yang terlalu
menekankan kedisiplinan, dengan membuat berbagai macam peraturan dalam rumah,
dan tidak ada dialog atau komunikasi dengan anggota keluarga, sehingga membuat
anak-anak menjadi tidak bebas untuk memperkembangkan diri. Sikap seperti inilah
yang mematikan kreativitas anak, menimbulkan kesenjangan antara orang tua anak-
anak, dan membuat kehidupan keluarga menjadi tidak harmonis dan tidak mengalami
suatu kebahagiaan.
Dalam Keluarga Kudus Nazaret, kita dapat menimba semangat cinta dan
kesetiaan yang menjadi warna dasar kehidupan Yesus, Maria, dan Yosef. Cinta dalam
Keluarga Kudus, juga menjadi inspirasi keluarga Kristiani dewasa ini, menandakan
pertumbuhan nilai-nilai kesatuan hati dan kesiapsediaan serta kesetiaan untuk mencari
kehendak Allah. Kesetiaan Keluarga Kudus bentuk kasih sejati yang memberikan
semangat dan dukungan bagi keluarga Kristiani dewasa ini, dalam menghadapi aneka
permasalahan. Sebagaimana Keluarga Kudus menjadi alat kepenuhan kasih Allah
karena kesetiaan mereka satu sama lain, maka keluarga-keluarga kristianipun diajak
98
untuk menjadi alat kepenuhan kasih-Nya dalam semangat kesetiaan satu sama lain
dalam kehidupan berkeluarga.
Suasana kehidupan Keluarga Kudus di Nazaret yang begitu akrab dalam
kehidupan sehari-hari, mengajak kita untuk semakin akrab satu sama lain dalam
kehidupan berkeluarga. Kita perlu belajar bagaimana Yesus, Maria, dan Yosef
menghayati hidup berkeluarga sebagai anak, ibu, dan bapak. Teladan hidup
berkeluarga, khususnya dalam hal berkomunikasi antarpribadi, ingin kita angkat
menjadi contoh atau model bagi hidup keluarga kita.
8) Penerapan dalam hidup konkrit
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan bersama, khususnya dalam kehidupan berkeluarga baik komunikasi
antarpribadi antarara suami-istri maupun komunikasi antarpribadi dengan anak-anak.
Dengan berkomunikasi dari hati kehati, kita dapat memahami satu sama lain dalam
kehidupan bersama.
Kisah hidup Keluarga Kudus di Nazaret, yang dikisahkan oleh Injil Lukas
menjadi sebuah pengalaman berharga bagi kehidupan kita. Dalam kehidupan mereka,
kita menemukan model hidup berkeluarga yang tiada taranya, dimana hubungan antar
anggota keluarga begitu indah dan dengan penuh kasih terjalin di Nazaret. Maka,
sebagai anggota keluarga kita perlu belajar dari cara berkomunikasi dalam Keluarga
Kudus, untuk kita jadikan model komunikasi bagi keluarga kita dalam kehidupan
sehari-hari. Komunikasi yang hidup antar pribadi-pribadi, dapat menumbuhkan
kebahagiaan dan keharmonisan dalam hidup berkeluarga. Sebagai anggota keluarga
Kristiani, sejauh manakah kita menjalin komunikasi antarpribadi yang hidup dalam
kehidupan kita sehari-hari?
99
9) Doa penutup
Sebagai doa penutup, pendamping mengajak peserta untuk berdoa bersama-
sama dari teks yang sudah disiapkan yakni:
“Doa Untuk Keluarga”
Bapa di Surga,
Engkau telah menciptakan dan menyatukan pria dan wanita,
agar keduanya menjadi pasangan tak terpisahkan,
dan bersama-sama membentuk satu keluarga.
Bapa, sumber hidup dan kasih sejati, melalui Putra-Mu Yesus Kristus,
yang lahir dan bertumbuh dalam Keluarga Kudus Nazaret,
berikanlah bantuan-Mu kepada setiap keluarga di bumi ini,
agar ia dapat menjadi kenisah hidup dan kasih sejati,
bagi generasi saat ini dan generasi yang akan datang.
Semoga rahmat-Mu membimbing semua pasangan para suami-istri,
agar mereka saling menyayangi dengan kasih yang penuh dan setia,
mampu mengatasi segala godaan dan cobaan,
dan dengan demikian mampu membangun keluarga yang sejahtera.
Bantulah pula semua orang muda,
supaya mereka menemukan dalam keluarga mereka,
dukungan yang kuat bagi pertumbuhan mereka sebagai manusia,
sehingga mereka berkembang dalam keutamaan manusiawi dan kristiani. Amin.
10). Lagu penutup: “Bahasa Cinta”
Andaikan aku lakukan yang luhur mulia
Jika tanpa kasih cinta hampa tak berguna
Reff: Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat pada-Mu ya Tuhanku
Ajarilah kami bahasa cinta-Mu
Agar kami dekat pada-Mu
Andaikan aku pahami bahasa semua
Hanyalah bahasa cinta, kunci tiap hati... Reff
100
6. Contoh Persiapan Katekese II: Model Pengalaman Hidup
a. Identitas Katekese
1) Judul Pertemuan :Membangun kesetiaan dalam kehidupan berkeluarga
2) Tujuan : Membantu peserta untuk semakin menyadari arti
kesetiaan di dalam kehidupan berkeluarga,
sehingga mampu meneladani kesetiaan Yesus
kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu Salib.
3) Peserta : Keluarga Katolik
4) Tempat : Lingkungan St. Bartolomeus Babarsari
5) Hari/Tgl : Disesuaikan dengan jadual doa lingkungan
6) Waktu : Jam 19.00-21.30
7) Metode : - Sharing Pengalaman
- Refleksi
- Informasi
- Tanya jawab
8) Sarana : - Madah Bakti
- Kitab Suci Perjanjian Baru
- Cerita “Kesetiaan”
9) Sumber bahan : - Luk 17:26-37
- LBI (1981). Tafsir Injil Lukas. Kanisius:
Yogyakarta.
- Stefan Leks (1990). Yesus Menurut Keempat Injil.
Yogyakarta: Kanisius.
101
- Wharton, Paul. J. (1990). 111 Cerita dan
perumpamaan bagi para Pengkhotbah dan Guru.
Yogyakarta: Kanisius.
b. Pemikiran Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar atau bahan kita sering
mengucapkan kata-kata ini “apapun terjadi, saya akan tetap setia pada suami atau istri
sampai mati”. Kata-kata ini merupakan ungkapan kegembiraan dan tekad untuk tetap
setia, sehidup semati antara suami-istri dan anak-anak dalam hidup berkeluarga.
Kenyataan dalam kehidupan manusia, di mana semakin maraknya arus
globalisasi, salah satu nilai atau keutamaan keluarga semakin pudar yang bahkan
menjadi tragedi dalam keluarga adalah masalah kesetiaan suami istri maupun
kesetiaan kepada anak-anak. Ketika kesetiaan luntur bahkan hilang dalam kehidupan
berkeluarga, maka pada saat yang bersamaan keharmonisan keluarga secara perlahan-
lahan juga mulai retak dan hancur. Kenyataan perceraian dan broken home nenjadi
gambaran yang jelas, pudarnya kesetiaan yang menjadi salah satu keutamaan dalam
membangun bahtera keluarga, sebagaimana yang telah diikrarkan dalam sakramen
perkawinan. Maka, ketika kesetiaan mulai hilang dalam kehidupan berkeluarga, kita
dapat bertanya pada diri kita masing-masing, “Dimanakah setiaku, setiamu, dan setia
kita?” Mengapa aku tidak mampu untuk setia? Selain itu juga, kesetiaan dalam
kehidupan berkeluarga akan menjadi luntur, karena orang dihadapkan dengan banyak
peristiwa yang menantang dan juga berbagai macam tawaran dunia yang menggiurkan
hati, sehingga membuat orang rela meninggalkan suami-istri maupun meninggalkan
anak-anak dan keluarga lainnya, demi sesuatu hal yang sangat menyenangkan hati.
102
Dalam Injil Lukas 17 : 26 – 37, Yesus dengan tegas mengatakan bahwa
“Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya”.
Kehilangan nyawa merupakan suatu pengorbanan yang tulus dan menuntut suatu
kesetiaan dari setiap pribadi dalam mengikuti Yesus Kristus. Mengikuti Dia, bukan
hanya dalam saat-saat suka saja, tetapi justru dituntut juga dalam saat-saat kita
mengalami duka. Sabda Yesus ini mengingatkan kita pada kesetiaan-Nya di kayu
Salib. Ia mengundang kita untuk mewujudkan semangat kesetiaan yang ada dalam diri
kita masing-masing. Kesetiaan perlu dibangun dari hari ke hari dalam terang Kristus
sendiri yang telah dicurahkan kepada kita yakni setia sampai selama-lamanya.
Oleh karena itu, dalam pertemuan ini, kita diajak untuk menggali dan
mengambil sikap dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan hidup,
dalam terang Kristus sendiri dengan membangun kesetiaan kita dalam kehidupan
sehari-hari. Jika kita setia dalam hidup sehari-hari, maka kitapun semakin setia kepada
Yesus Kristus sendiri. Kesetiaan dalam kehidupan berkeluarga merupakan suatu
ungkapan dan perwujudan kesetiaan kita kepada Yesus Kristus. Jadi, jika kita selalu
setia di dalam hidup, maka kita akan memperoleh suatu kebahagiaan dan kedamaian
dalam kehidupan berkeluarga.
c. Pelaksanaan Pertemuan
1. Pembukaan
a. Kata Pengantar
Bapak, ibu, dan saudara/i yang terkasih dalam Yesus Kristus, hidup dalam
suatu tantangan, sudah melanda hampir setiap orang dan kitapun tidak dapat lari dari
padanya. Yesus bahkan menggambarkan situasi hidup manusia dalam kehidupan
berkeluarga. Yesus juga mengatakan bahwa “Barangsiapa berusaha memelihara
103
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya,ia
akan menyelamatkannya. Kata-kata Yesus ini, menuntut suatu pengorbanan dari kita
dalam membangun kesetiaan di dalam kehidupan berkeluarga.
Dalam kenyataan hidup sekarang ini, kita boleh bertanya diri: apakah kita
berani kehilangan nyawa, demi kesetiaan kita terhadap keluarga, atau oleh karena
harga diri, keluarga menjadi sasaran pelampiasan? Lalu, bagaimana kita akan
membangun kesetiaan, yang membuat kita semakin tenang dan percaya bahwa kalau
kita setia, Yesus akan lebih setia kepada kita. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
kita diajak untuk menggali dan mengambil sikap dalam menghadapi tantangan dan
kesulitan hidup dalam terang Kristus sendiri, dengan tetap membangun kesetiaan kita
dalam hidup berkeluarga.
b. Lagu Pembukaan: Hidup Sejahtera ( Madah Bakti No. 527 ).
c. Doa Pembukaan:
Ya Bapa Yang Maha Baik, kami bersyukur dan berterima kasih kepada-Mu,
atas Rahmat yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus,
kami mengucapkan terima kasih karena pada kesempatan ini, kami boleh berkumpul
dalam satu ikatan kekeluargaan dalam Yesus Putra-Mu. Saat ini, kami ingin menggali,
menghayati, dan merefleksikan sejauh mana kami menanggapi undangan dan
meneladan sikap Yesus yang setia sampai wafat-Nya di kayu Salib. Bimbinglah dan
terangilah hati kami dengan Roh Kudus-Mu, agar kami mampu untuk tetap setia di
dalam hidup berkeluarga, bik dalam suka maupun dalam duka. Kami serahkan seluruh
kegiatan pertemuan kami di hadirat-Mu, hadirlah di tengah-tengah kami, agar kami
mampu mendengarkan Engkau melalui sharing-sharing sesama kami dan terbuka
untuk mendalami Sabda-Mu, sebab Engkaulah Tuhan dan pengantara kami, kini dan
sepanjang masa. Amin.
104
2. Penyajian Pengalaman Hidup
Marilah bapak-ibu, saudara/i, pada kesempatan ini, kita mencoba membaca
dan merenungkan percikan pengalaman melalui kisah cerita tentang “Kesetiaan”.
Pendamping membagikan teks cerita tersebut dan memberikan kesempatan kepada
peserta untuk membaca dan mempelajari secara pribadi. Kemudian pendamping
meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan kembali dengan singkat
tentang isi pokok dari cerita tersebut.
3. Pendalaman Pengalaman Hidup
Setelah membaca dan merenungkan kisah cerita tersebut, pendamping
mengajak peserta untuk bersama-sama mendalami kisah cerita tersebut dengan
beberapa pertanyaan penuntun:
a. Apa tanggapan bapak-ibu, saudara/i, tentang kisah cerita tadi?
b. Mengapa gadis tersebut tetap setia kepada sang raja?
c. Pernahkan bapak-ibu, saudara/i, mengalami kesulitan-kesulitan dalam
mewujudkan kesetiaan di dalam hidup berkeluarga?
d. Cara manakah yang dilakukan bapak-ibu, saudara/i, dalam menghadapi kesulitan-
kesulitan untuk membangun kesetiaan di dalam hidup berkeluarga?
4. Rangkuman dari pengalaman hidup
Dalam cerita tadi, gadis tersebut tetap setia kepada sang raja, walaupun telah
bertahun-tahun raja meninggalkan dia sendirian, karena dia percaya bahwa raja itu
suatu saat akan kembali kepadanya. Dia ingat akan janji raja yang tertera dalam
suratnya. Kesetiaan itu itu diuji selama bertahun-tahun, dan kalau ada rasa saling
percaya, maka ia akan menemukan kebahagiaan dan kedamaian.
105
Dalam cerita tadi menjadi jelas bahwa betapa pentingnya kesetiaan dalam
hidup yang menjadi pilihannya. Gadis itu sangat setia kepada sang raja selama
beberapa tahun. Namun dalam menanti kedatangan sang raja, ia dihadapkan dengan
berbagai tantangan, di mana ia diejek oleh teman-temannya. Kisah ini juga sering kita
almi dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita ingin setia pada keputusan yang sudah
dipilih, tetapi ketika kita dihadapkan pada tantangan atau peristiwa yang sulit, maka
kesetiaan kita akan menjadi luntur dan pada akhirnya kita memilih untuk tidak setia.
Betapa sering, kita terlau cepat percaya pada pembicaraan orang, yang kadang
mengacaukan pikiran kita, sehingga bisa jadi kita mulai merubah pikiran kita dan
mengambil keputusan untuk tidak setia kepada pasangan kita.
Kesetiaan dapat terwujud, kalau kita mampu untuk saling percaya pada
pasangan kita, keterbukaan untuk saling berkomunikasi dan tidak cepat percaya pada
pembicaraan orang yang menjelek-jelekkan keluarga kita, serta selalu berpikir positip
terhadap pasangan kita. Hendaklah kitapun belajar pada Yesus, yang tetap setia
kepada Bapa-Nya, walaupun mengalami banyak cobaan-cobaan dan penderitaan
sampai wafat-Nya di kayu Salib.
5. Pembacaan teks Kitab Suci, Luk 17:26-37
Peserta diminta untuk membacakan teks KS secara bergantian antara putra dan
putri, kemudian diberi kesempatan untuk membaca teks tersebut secara pribadi.
6. Pendalaman teks Kitab Suci, Luk 17:26-37
Setelah teks Kitab Suci dibacakan, peserta diajak untuk hening beberapa
menit (5 menit), untuk merenungkan dan meresapkan bacaan tersebut. Kemudian
106
peserta diajak untuk merefleksikan bacaan tersebut dengan bantuan beberapa
pertanyaan penuntun:
a. Ayat manakah yang menunjukkan ciri-ciri kesetiaan dalam teks tersebut?
Mengapa?
b. Sikap apa yang mau dikehendaki oleh Yesus dalam membangun kesetiaan di
dalam hidup berkeluarga?
7. Rangkuman teks Kitab Suci
Dalam ayat 26-31, Yesus mau mengatakan kepada para pengikut-Nya bahwa
kedatangan Kerajaan Allah adalah tanpa tanda-tanda lahiriah. Oleh karena itu,
manusia dituntut untuk senantiasa waspada dan tidak hanya memikirkan keinginan
duniawinya. Namun pada dasarnya manusia hidup menurut gerakan pikirannya
sendiri, ia dituntun untuk bertindak seturut apa yang dikehendakinya, namun
terkadang tanpa sadar ia hidup menurut apa yang kebanyakan orang lakukan di
lingkungan sekitarnya: mengejar kekayaan, sering berpesta pora, berlomba dalam
mencari posisi dan kehormatan, takut kehilangan nama, mencari hidup enak dan
nyaman. Hari-hari Anak Manusia, dipenuhi suatu masa penuh kegelapan, suatu masa
keputusan untuk tetap setia beriman kepada Tuhan yang tak kelihatan. Masa itu
memang sulit bagi semua orang, juga bagi para pengikut Kristus.
Ayat 32, Yesus memperingatkan kepada murid-Nya bahwa “Ingatlah akan istri
Lot”! Di mana dia berubah menjadi tiang garam (Kej 19:26), sebab dia menoleh ke
belakang. Dia tidak setia dengan keputusan yang telah dibuatnya. Maka, Yesus
mengingatkan lagi bahwa untuk menjadi pengikut-Nya, jangan seperti istri Lot. Justru,
karena “Hari” itu tidak akan didahului dengan tanda-tanda, maka dibutuhkan suatu
107
iman yang murni, kesetiaan terhadap ajaran-Nya, dan yang mendua hatinya akan
mengalami suatu kerugian dan akan mengalami suatu kebinasaan.
Sebagai pengikut Kristus, kita dituntut untuk mengambil sikap, tinggal, dan
tetap setia berpegang pada ajaran Yesus Kristus atau meninggalkan berbagai tawaran-
tawaran lain. Sebagai manusia, kita tidak luput dari rasa tertarik untuk masuk dalam
arena perlombaan itu. Namun, dari tawaran-tawaran yang menggiurkan hati, di sana
kita semakin dituntut untuk semakin setia pada komitmen kita bersama dalam hidup
berkeluarga. Maka, kitapun perlu meneladan sikap Yesus yang selalu setia kepada
Bapa-Nya, walaupun melewati cobaan-cobaan , penganiayaan, penderitaan, dan
bahkan setia sampai wafat-Nya di kayu Salib.
8. Penerapan dalam hidup secara konkrit
Kesetiaan merupakan sesuatu yang didambakan oleh setiap orang, khususnya
bagi kaum keluarga. Seseorang dikatakan setia, kalau ia berani menghadapi dan
menerima setiap tantangan dalam hidupnya. Kesetiaan itu selalu diuji dalam setiap
peristiwa hidup kita. Kesetiaan dapat terwujud, kalau kita mampu saling percaya
kepada pasangan kita, keterbukaan untuk saling berkomunikasi dari hati ke hati, dan
tidak mudah percaya pada apa yang dikatakan orang lain mengenai keluarga kita, serta
berpikir positip terhadap pasangan kita.
Yesus tidak pernah merasa jenuh untuk mengingatkan kita dan mengundang
kita, agar hidup lebih baik dan mewujudkan kesetiaan dan kasih kita kepada Tuhan
dan sesama di dalam hidup berkeluarga. Hendaknya sebagai orang Kristen sejati, kita
perlu belajar dan berguru pada Yesus, yang tetap setia kepada Bapa-Nya, walaupun
mengalami dan dihadapkan dengan banyak cobaan-cobaan dan mengalami
penderitaan sampai wafat-Nya di kayu Salib. Sebagai anggota keluarga, sikap-sikap
108
manakah yang perlu diperjuangkan, agar dapat semakin menghayati kesetiaan kita
dalam hidup berkeluarga? Apa yang hendak kita lakukan untuk mewujudkan sikap
kesetiaan kita dalam hidup berkeluarga? (Peserta diberi kesempatan untuk hening
beberapa menit untuk merefleksikan harapan dan niat-niatnya )
9. Penutup:
a. Doa spontan
Bapak-ibu, saudara/i, marilah kita mempersembahkan doa-doa kita, segala niat
dan ujud-ujud hati kita kepada Tuhan yang telah menunjukkan teladan kesetiaan
kepada kita dengan doa spontan.
b. Doa Bapa Kami.....
c. Doa Penutup
Ya Bapa Yang Maha setia, kami mengucapkan syukur dan terima kasih
kepada-Mu, atas anugerah dan kasih-Mu yang berlimpah kepada kami. Engkau telah
mengajarkan kepada kami, agar bersedia dan dengan rendah hati belajar dari Yesus
yang setia sampai wafat-Nya di kayu Salib. Sinarilah dan kuatkanlah kami, agar
mampu meneladani sikap Yesus di dalam hidup harian kami, terutama kesetiaan
dalam hidup berkeluarga, mulai hari ini, esok dan sepanjang hidup kami. Sebab
Engkaulah tumpuan dan harapan hidup kami, kini dan sepanjang masa. Amin
d. Lagu penutup: Madah Bakti No. 533 “ Tingkatkan karsa serta karsa”.
109
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab V yang merupakan bagian terakhir skripsi ini, penulis akan
mengemukakan pokok-pokok gagasan yang perlu ditegaskan kembali berkaitan
dengan Katekese tentang komunikasi antarpribadi dalam hidup berkeluarga, sehingga
dengan relasi komunikasi dari hati ke hati antar anggota keluarga, dapat terciptanya
suatu keluarga yang bahagia dan harmonis. Pokok-pokok tersebut merupakan
kesimpulan yang dirumuskan oleh penulis dan menjadi inti dari keseluruhan skripsi
ini. Dalam bab ini penulis juga mengemukakan beberapa saran yang ditujukan kepada
umat beriman Kristiani, khususnya para keluarga yang menjadi subyek penulisan
skripsi ini. Saran-saran tersebut diharapkan dapat menjadi masukan bagi keluarga
Katolik dalam usaha meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam keluarga.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dikatakan bahwa betapa
pentingnya komunikasi antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam
kehidupan berkeluarga, baik komunikasi antara suami-istri maupun komunikasi
antarpribadi dengan anak-anak. Komunikasi yang dimaksudkan di sini adalah
komunikasi tatap muka, karena dengan komunikasi antarpribadi segala permasalahan
yang dialami atau dirasakan dalam kehidupan berkeluarga, akan lebih mudah dan
cepat diselesaikan dengan baik.
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
kebahagiaan hidup kita. Sadar atau tidak, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri
manusia yang hanya dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya, baik dalam
kehidupan berkeluarga, di sekolah maupun di tempat di mana seseorang bekerja.
110
Salah satu segi yang paling membahagiakan dalam berkomunikasi antarpribadi
dengan orang lain adalah kesempatan untuk saling berbagi perasaan atau pengalaman
yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengalami dan saling berbagi
perasaan, kita dapat menciptakan dan mempertahankan suatu relasi yang baik atau
relasi yang menghidupkan dengan sesama, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga
yang bahagia dan harmonis.
Untuk dapat menjalin relasi yang baik dan sungguh-sungguh hidup, diperlukan
suatu kesadaran setiap orang bahwa, betapa pentingnya komunikasi antarpribadi atau
komunikasi tatap muka. Di dalam komunikasi antarpribadi membantu seseorang untuk
mengungkapkan perasaannya dari hati ke hati, dengan demikian membuat seseorang
semakin bebas untuk mengekspresikan diri serta mengungkapkan perasaannya, tanpa
ada rasa takut atau malu terhadap sesamanya, baik antara suami-istri maupun terhadap
anak-anak. Selain itu juga, supaya relasi dengan sesama anggota keluarga tetap baik
adanya, diperlukan suatu sikap keterbukaan hati untuk mendengarkan sesama, ada
rasa saling mengerti dan memahami satu sama lain.
Dalam hal ini, umat di lingkungan Bartolomeus Babarsari, khususnya para
keluarga sudah menjalin relasi yang menghidupkan dengan menjalin komunikasi
antarpribadi dalam keluarga. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa ada hal-hal positip
dalam diri para keluarga yang sudah menyadari bahwa, betapa pentingnya komunikasi
antarpribadi dalam keluarga. Keluarga merupakan tempat untuk berbagi kasih dan
mensharingkan pengalaman hidup di dalam keseharian.
Meskipun masih ada kelemahan-kelemahan bagi keluarga dalam menciptakan
komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka, mereka masih berusaha untuk
mencari waktu dan kesempatan untuk menjalin relasi di antara mereka dengan saling
telpon atau SMS. Hal ini disebabkan karena kesibukan-kesibukan mereka di tempat
111
kerja yang sangat menyita waktu dan tenaga, sehingga kurang ada waktu untuk hadir
dan ada dalam keluarga. Namun dari hasil penelitian ditemukan bahwa, setiap
keluarga selalu mempunyai kerinduan untuk hadir sepenuhnya dan memiliki
kerinduan untuk berada di rumah, sehingga mereka bisa berbagi dan mensharingkan
pengalamannya di dalam keseharian. Kerinduan tersebut dinyatakan lewat komitmen
mereka untuk mencari waktu dan kesempatan untuk hadir sepenuhnya dalam
keluarga.
Dalam membangun bahtera kehidupan keluarga, tidak selamanya mudah dan
selalu baik adanya. Walaupun memiliki komitmen bersama, namun oleh karena
kelemahan manusiawinya, segala niat atau komitmen tidak terlaksana. Bagi
kebanyakan orang, sering mendewakan kerja dan beranggapan bahwa kerja berada di
atas segala-galanya, sehingga hampir tidak ada waktu berada di rumah dan menjadi
lupa bahwa mereka merupakan bagian dari keluarga.
Katekese merupakan salah satu karya Gereja yang dapat digunakan untuk
membantu dan mendidik umat menuju kepenuhan hidup Kristiani. Melihat kenyataan
yang terjadi dalam keluarga Katolik di lingkungan Bartolomeus Babarsari, maka
penulis mencoba untuk memberi usulan program katekese dengan model pengalaman
hidup dan model biblis sebagai salah satu bentuk pendampingan untuk membantu para
keluarga Katolik, dalam meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam kehidupan
berkeluarga. Kedua model ini bertitik tolak dari setiap pengalaman yang dialami oleh
keluarga dalam kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini sangat cocok bagi keluarga dalam
meningkatkan komunikasi antarpribadi, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga
yang bahagia dan harmonis.
112
B. Saran
Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam setiap
bab, akhirnya penulis mencoba mengungkapkan saran-saran, yang dapat digunakan
untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga, demi
terciptanya suatu keluarga yang bahagia dan harmonis. Agar dapat terciptanya suatu
keluarga harmonis diperlukan suatu usaha:
1. Menjalin komunikasi antarpribadi yang hangat dalam kehidupan berkeluarga,
karena dengan berkomunikasi antarpribadi, setiap permasalahan yang sedang
dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
2. Mengolah emosi, karena dengan mengolah emosi seseorang akan berpikir jernih,
lebih tenang dalam menghadapi setiap persoalan dalam hidup.
3. Saling memberikan perhatian, rasa cinta kasih yang mendalam dalam keluarga,
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan suami/istri dan anak-anak, agar tercapainya
kebahagiaan bersama dalam keluarga.
4. Saling percaya antara suami/istri maupun terhadap anak-anak, sehingga membuat
anggota keluarga lebih tenang dalam menjalankan aktivitasnya masing-masing,
dan pada akhirnya dapat terciptanya suatu hubungan yang nyaman dan mesra di
dalam kehidupan berkeluarga.
Program katekese yang ada, dapat dipakai dalam usaha untuk meningkatkan
komunikasi antarpribadi dalam keluarga, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga
yang bahagia dan harmonis. Agar program tersebut lebih efektif prosesnya,
membutuhkan kreatifitas dan pengetahuan mendalam pendamping tentang realitas
kehidupan keluarga pada jaman sekarang dan pemahaman tentang pentingnya
komunikasi antarpribadi. Program tersebut, selain dijalankan dalam bentuk pertemuan
katekese umat, dapat juga dikemas dalam bentuk rekoleksi.
113
Penulis berharap, agar melalui katekese yang telah diselenggarakan bersama
umat khususnya para keluarga di lingkungan St. Bartolomeus Babarsari dapat
membantu meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam keluarga, sehingga dapat
terciptanya suatu keluarga yang rukun, damai, bahagia, dan sejahtera.
114
DAFTAR PUSTAKA
Arief Furchan. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Bambang Hendarto, L. (Editor). (2006). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma.
Budi, Santoso E. (2005). Media Komunikasi. Dalam Mansuete, edisi 28 Juni 2005. Yogyakarta: Wisma CMM.
Devito, Joseph A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books. Gilarso, T. (1996). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius. Huber, Th. (1981). Katekese Umat. Komkat KWI. Yogyakarta: Kanisius. ________. (1995). Katekese Umat dan Evangelisasi Baru. Komisi Kateketik KWI.
Yogyakarta: Kanisius. Hariyadi, Mathias. (1994). Membina Hubungan Antarpribadi Berdasarkan Prinsip
Partisipasi, Persekutuan, dan Cinta Menurut Gabriel Marcel. Yogyakarta: Kanisius.
Harjana, Agus M. (2003). Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kateketik KWI. (1993). Arah Katekese Gereja Indonesia. Malang : Dioma. Konsili Vatikan II. (1991). Gaudium Et Spes. (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja,
diterjemahkan oleh J. Riberu). Jakarta: Obor). Kopong, MSF. (2006). Kesetiaan: Sebuah Pilihan Habitus Baru Dalam Keluarga.
Dalam KOMKEL., edisi 35 Tahun XVI Oktober-Desember 2006. Yogyakarta: Wisma Nazaret.
Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI. Lunandi, A.G. (1989). Komunikasi Mengena Meningkatkan Efektivitas Komunikasi
Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius. Martasujita, E., Pr. (2001). Komunikasi Transformatif. Yoygakarta: Kanisius. Moleong, Lexy J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito. Norman, Wright H. (2004). Komunikasi Kunci Pernikahan Harmonis. Yogyakarta: PT
Gloria Usaha Mulia. Nota Pastoral Keuskupan Agung Semarang. (2007). Menjadikan Keluarga Basis
Hidup Beriman. Paus Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, SJ,
penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. ________. (2004). Familiaris Consortio. (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta:
Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1981). Papo, Yakob. (1998). Memahami Katekese. Ende: Nusa Indah. Purwa, Hadiwardoyo. (2006). Habitus Baru Dalam Keluarga. Dalam KOMKEL, edisi
35 Tahun XVI Oktober-Desember 2006. Yogyakarta: Wisma Nazaret. Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II. (1981). Rumus Katekese Umat
yang Dihasilkan PKKI II. Dalam Th. Huber (Ed.). Katekese Umat: Hasil Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia II (hh.15-23). Yogyakarta: Kanisius.
115
Powel, John. (1978). Rahasia Cinta Ilahi. Jakarta: Cipta Loka Cakara. Seran, Alfons. (2005). Telpon Seluler dan Internet. Dalam Mansuete, edisi 28 Juni
2005. Yogyakarta: Wisma CMM. Setyakarjana, J. (1997). Arah Katekese di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Kateketik. Stefan Leks. (2003). Tafsir Inijl Lukas. Tafsir Inijl Lukas. Yogyakarta: Kanisius. Subianto, Paulus. (2003). Panduan Praktis Komunikasi Suami-Istri. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Sumarno DS., M. (2006). Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan
Pendidikan Agama Katolik Paroki untuk Semester VI, Program Studi IPPAK, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Supratiknya, A. (1995). Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius. Tangyong, Agus F. (1999). Komunikasi Yang Efektif Dalam Berorganisasi. Jakarta:
Majelis Pusat Pendidikan Kristen. Telaumbanua, Marinus. (1999). Ilmu Kateketik. Hakekat, Metode dan Peserta
Katekese Gerejawi. Jakarta: Obor. Teluma, Aurelius. (2006). Keluarga Kristiani Sebagai Komunitas Hidup dan Cinta
Dalam Tantangan Zaman. Dalam KOMKEL., edisi 35 Tahun XVI Oktober-Desember 2006. Yogyakarta: Wisma Nazaret.
Tim Publikasi Pastoral Redemptorist. (2001). Menjadi Keluarga Katolik Sejati. Yogyakarta: Kanisius.
Verbeek, Cyprianus. (1973). Dalam Kuasa Cinta; Ringkasan Ajaran Yohanes A Cruce Tentang Cara Mencari Persatuan Dengan Tuhan. Ende: Nusa Indah.
LAMPIRAN
(1)
Lampiran I : Hasil Wawancara Dari Setiap Responden
1. Pemahaman Keluarga tentang komunikasi a. Arti komunikasi antarpribadi.
Responden I: Menurut kami, komunikasi antarpribadi adalah suatu bentuk relasi dari hati ke hati diantara sesama baik terhadap suami / isteri maupun terhadap anak-anak. Responden II: Kalau menurut kami ya…. komunikasi antarpribadi merupakan suatu hubungan timbal balik diantara suatu kelompok, dimana disana terdapat kerjasama yang baik diantara sesama dan ada rasa saling mendengarkan satu sama lain. Responden III: Menurut kami, komunikasi antarpribadi merupakan usaha dari setiap pribadi untuk saling terbuka, saling mendengarkan, saling memahami satu sama lain, sehingga dapat menciptakan suatu keluarga yang sejahtera. Responden IV: Menurut kami komunikasi antarpribadi merupakan suatu relasi yang hidup didalam kehidupan berkeluarga, sehingga dapat terciptanya suatu keluarga yang harmonis dan sejahtera. Respopnden V: Menurut kami komunikasi antarpribadi dalam keluarga merupakan suatu bentuk relasi dari hati ke hati, baik relasi antara suami-isteri maupun terhadap anak-anak. Responden VI: Kalau menurut kami ya…. komunikasi antarpribadi merupakan suatu hubungan timbal balik di antara suatu kelompok khususnya dalam kehidupan berkeluarga, sehingga dapat tercipta suatu keluarga yang damai dalam hidup. Responden VII: Menurut kami komunikasi antarpribadi dalam keluarga merupakan suatu bentuk relasi dari hati ke hati, di mana setiap orang boleh dengan terbuka untuk mengungkapkan atau mensaharingkan pengalamannya dengan hati yang bebas. Responden VIII: Kalau menurut kami ya….komunikasi antarpribadi itu merupakan suatu relasi timbal balik, di mana seseorang boleh dengan mengungkapkan diri apa adanya di hadapan sesamanya. Responden IX: Komunikasi antarpribadi merupakan suatu bentuk komunikasi dari hati ke hati, di mana seseorang dengan bebas mengekspresikan dirinya di hadapan sesama, sehingga dapat menciptakan suasana yang menghidupkan dan membahagiakan.
(2)
Responden X: Pemahaman kami mengenai komunikasi antarpribadi adalah suatu bentuk relasi antara dua orang atau lebih, di sana mereka boleh dengan bebas mengungkapkan diri apa adanya terhadap sesama.
b. Manfaat komunikasi antarpribadi dalam keluarga
Responden I: Dengan komunikasi antarpribadi, kita dapat memahami situasi yang sedang di alami sesama anggota keluarga. Selain itu juga kita dapat merasakan apa yang sedang dialami oleh pasangan kita atau apa yang sedang dialami oleh anak-anak. Responden II: Menurut kami komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka merupakan suatu hal yang penting karena apabila mengalami persoalan/kesulitan dalam kehidupan berumahtangga, kalau dengan adanya komunikasi langsung atau tatap muka, kami merasakan bahwa semuanya menjadi beres. Responden III: Dengan komunikasi antarpribadi, kami merasakan semua permasalahan yang sedang dihadapi, pasti akan diselesaikan dengan baik karena berkat keterbukaan hati di antara kami dalam mengungkapkan atau mensheringkan apa yang kami alami dalam keluarga maupun di tempat kerja kami masing-masing. Responden IV: Selama ini, kami merasakan bahwa dengan komuniksi antarpribadi, kami merasakan ada suatu kepuasan tersendiri, karena kami boleh dengan bebas mengungkapkan pengalaman hidup kami. Responden V: Dengan komunikasi antarpribadi, kami merasa bebas untuk mengekspresikan diri kami, entah kami marah, jengkel, kecewa. Dan setelah mengekspresikan diri, kami mulai menumbuhkan sikap saling mengerti dan saling memahami satu sama lain di antara kami dengan segala kesibukan kami di tempat kerja. Responden VI: Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kami didalam memupuk relasi yang menghidupkan dalam keluarga. Tanpa ada komunikasi membuat keluarga menjadi keluarga yang tidak bahagia dan harmonis. Responden VII: Selama ini kami dalam keluarga segala atau persoalan dalam keluarga pasti akan sukses, kalau ada komunikasi diantara kami. Dengan keterbukaan dari setiap suami-isteri maupun anak-anak membuat keluarga kami menjadi sebuah keluarga yang bahagia karena berkat relasi yang baik di antara kami.
(3)
Responden VIII: Kami merasakan dan mengalami bahwa dengn adanya komunikasi, membuat suasana kekeluargaan semakin akrab, baik antara suami-isteri maupun terhadap anak-anak. Responden IX: Selama ini kami merasakan bahwa komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan kami, khususnya dalam hidup berkeluarga. Ketika kami mengalami permasalahan dikantor/tempat kerja atau kesalahpahaman dengan pasangan kami, kami mulai untuk membuka diri dengan menjalin relasi komunikasi antarpribadi, walaupun disertai perasaan emosional, marah, jengkel, kecewa. Tetapi kami merasa puas, dengan itu kami bisa saling mengerti dan saling memahami dan pada akhirnya ada rasa saling memaafkan di antara kami. Responden X: Komunikasi antarpribadi menurut kami, ya... amat sangat penting karena dengan relasi yang baik antarpribadi membuat suasana kekeluargaan semakin damai.
2. Pengalaman dalam kehidupan berkeluarga a. Situasi komunikasi dalam keluarga
Responden I: Pengalaman kami dalam kehidupan berumahtangga, setiap hari kami mengalami bahwa selalu ada kesempatan bagi kami untuk saling berbagi pengalaman hidup bersama, baik antara suami-isteri maupun dengan anak-anak. Kami merasa bersyukur bahwa tempat kerja kami dalam 1 (satu) kantor yang sama, sehingga kami selalu ada komunikasi di antara kami. Dan kami juga selalu membuat kesepakatan untuk pulang bersamaan dari kantor, untuk makan bersama dengan anak-anak. Disinilah kesempatan yang paling baik untuk kami sekeluarga saling berbagi pengalaman dalam keseharian. Selain itu juga kami sekeluarga selalu mengajak anak-anak untuk beryukur kepada Tuhan dalam doa malam bersama. Responden II: Dari pengalaman yang kami alami dalam kehidupan berumahtangga, kami menyadari bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi tatap muka jarang sekali kami lakukan. Hal ini disebabkan karena tempat kerja kami berlainan dan juga berhubungan waktu yang tidak bersamaan. Dalam keseharian kami, seringkali kalau sudah capek pulang dari kantor, kami langsung istirahat. Masing-masing masuk kamar tidur, dan langsung tidur. Begitu juga anak-anak hanya di dampingi pembantunya belajar dikamar dan kalau sudah jam tidur, anak-anak langsung tidur. Memang kami merasa ada kekosongan dalam diri kami, kami ingin berbagai cerita bersama dalam keluarga tetapi kesempatan bagi kami tidak ada. Untuk menjalin relasi komunikasi di antara kami, kami sering telpon atau SMS. Yah…kesempatan yang paling baik untuk kami dalam keluarga hanya hari Minggu atau hari libur saja. Waktu inilah yang menurut
(4)
kami merupakan waktu yang paling berharga bagi kami untuk berada bersama dalam keluarga. Responden III: Dari pengalaman kami,walaupun banyak kesibukan-kesibukan kerja di kantor, kami selalu ada waktu untuk ada bersama keluarga. Paling tidak kalau pagi dan siang tidak ada kesempatan untuk makan bersama karena cepat-cepat mau berangkat ke sekolah atau ke tempat kerja, maka pada malam hari, kami selalu selalu menyempatkan diri untuk makan bersama keluarga. Kesempatan inilah kami gunakan untuk saling berbagi pengalaman di antara kami. Misalnya orangtua menanyakan kepada anak-anak mengenai pelajaran di sekolah, kesulitan-kesulitan yang dihadapai anak-anak, sehingga dari percakapan itu kami dapat mengetahui situasi dan perkembangan anak kami disekolah. Selain juga kami mengajak anggota keluarga untuk berdoa bersama-sama, untuk beryukur kepada Tuhan Sang pemberi hidup. Responden IV: Pengalaman kami selama ini, kami merasakan bahwa untuk komunikasi tatap muka dalam keluarga sangat kami rindukan sebagai anggota keluarga. Namun oleh karena kesibukan kami masing-masing, komunikasi antapribadi kami lakukan pada malam hari. Yah…pada saat makan bersama atau pada nonton TV bersama. Dan itupun kalau kalau tidak ada kesibukan lain dikantor misalnya ada kerja lembur dikantor, atau anak-anak ada kerja kelompok bersama teman-temannya. Jadi, masing-masing kami hanya bisa kontak melalui telpon atau SMS. Responden V: Dari pengalaman kami hidup berumahtangga selama ini, walaupun banyak kesibukan, kami sebagai orangtua selalu menyempatkan diri untuk hadir dan ada bersama keluarga. Oleh karena kami tidak mempunyai pembantu dalam rumah, maka saya sebagai seorang ibu rumah tangga mulai bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk keluarga, menyiapkan anak-anak untuk pergi ke sekolah. Dan saya sebagai bapak keluarga menghantar anak-anak ke sekolah serta ibu ke kantor. Disinilah kami merasakan adanya suatu komunikasi yang baik di antara kami. Dan suatu hal yang menyenangkan keluarga kami, dimana setiap malam, kami selalu mengadakan doa malam bersama. Responden VI: Pengalaman kami selama ini, kami merasakan diantara kami sekeluarga selalu ada komunikasi yang baik di antara kami. Kami merasa bersyukur Tuhan bahwa kami diberi kepercayaan untuk mengajar di sekolah yang sama, dan anak-anakpun disekolahkan pada sekolah yang sama. Kesempatan inilah merupakan kesempatan yang paling berharga bagi kami untuk saling kontrol di antara kami. Responden VII: Dari pengalaman kami dalam kehidupan berkeluarga, kami merasakan bahwa selalu ada kesempatan untuk kami saling berbagi pengalaman dalam keseharian kami. Kalau ada konflik di kantor atau di tempat kerja, kami selalu sharing
(5)
bersama dalam keluarga, kalau ada permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan anak, kami selalu selalu mencari jalan keluar bersama, tanpa membebankan satu orang entah suami saja atau istri saja, karena kami merasa bahwa hal inilah yang merupakan tanggung jawab kami bersama sebagai orangtua. Responden VIII: Pengalaman dalam keluarga selama ini, oleh kesibukan kerja, kami jarang untuk berkomunikasi secara langsung, namun kami hanya kontak melalui SMS atau telpon saja.
Responden IX: Kami mengalami bahwa situasi komunikasi yang kami alami setiap hari, semuanya baik-baik saja. Karena selama ini kalau ada sesuatu ketidakberesan dalam keluarga, kami selalu terbuka dan menyelesaikannya secara bersama-sama. Walaupun terkadang ada perasaan jengkel, marah, kecewa, tetapi kami tetap merasa puas karena ada keterbukaan di antara kami untuk mengungkapkan diri kami apa adanya, entah suami-isteri maupun anak-anak. Responden X: Kesibukan kerja bagi kami, tidak menjadi penghalang bagi untuk saling berkomunikasi. Memang kami jarang untuk bertemu antarpribadi karena beda tempat kerja atau sekolah, dan waktu yang tidak bersamaan pada saat jam masuk kerja/sekolah dan jam kantor selesai, tetapi kami selalu sering kontak lewat telpon atau SMS.
b. Komunikasi yang paling efektif dalam keluarga Responden I: Menurut kami bahwa komunikasi yang paling efektif yang sering kami gunakan setiap hari yakni komunikasi tatap muka / komunikasi antarpribadi. Hal ini bagi kami merupakan suatu bentuk relasi yang paling baik untuk kami sekeluarga, dimana kami dapat berhadapan langsung dengan orang yang bersangkutan, dan dapat mengetahui situasi yang sedang terjadi. Responden II: Oleh karena kesibukan kami masing-masing, yang membuat kami jarang bertemu secara pribadi dalam keluarga, maka komunikasi yang paling efektif yang sering kami gunakan adalah komunikasi melalui telpon atau SMS. Syukurlah ada sarana HP, sehingga kami bisa saling kontak diantara kami. Responden III: Dari pengalaman kami, komunikasi yang paling baik untuk kami adalah komunikasi langsung atau tatap muka, karena dengan itu kami dapat saling terbuka mengungkapkan pengalaman kami dari hati ke hati. Responden IV: Kami mengalami bahwa selama ini, komunikasi yang paling efektif yang jalani dalam keluarga adalah komunikasi secara langsung. Karena ketika kami mengalami kesalahpahaman atau konflik dalam keluarga, kalau kami saling
(6)
komunikasi secara langsung, rasanya ada kepuasan tersendiri. Walaupun disertai perasaan emosional yang muncul yakni marah, jengkel, kecewa. Sehingga dari situasi tersebut membuat kami semakin mengerti dan semakin memahami di antara kami dengan segala kesibukan-kesibukan yang kami hadapi dalam hidup harian kami. Responden V: Selama ini, kami mengalami bahwa komunikasi tatap muka begitu jarang untuk kami lakukan, maka komunikasi yang paling efektif untuk kami lakukan adalah komunikasi melalui telpon atau SMS. Hal ini dilakukan untuk mengecek satu sama lain sebagai anggota keluarga. Yah, kadang kami ingin untuk komunikasi secara langsung, tetapi tidak ada kesempatan karena masing-masing pribadi selalu sibuk dengan urusannya. Palingkan hanya hari Minggu yang bisa kami gunakan untuk saling berbagi pengalaman atau sharing dalam keluarga. Itupun tidak tentu semua ada di rumah. Responden VI: Menurut pengalaman kami selama ini, komunikasi yang paling baik kami gunakan adalah komunikasi langsung atau tatap muka. Kami merasa bahwa komunikasi ini suatu hal yang penting dan baik untuk kami lakukan, tidak sekedar telpon atau SMSan. Didalam komunikasi langsung, kami dengan terbuka untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan pengalaman atau perasaan kami, jika kami merasa marah, jengkel, atau kecewa. Dengan komunikasi secara langsung, kami dapat mengungkapkan dengan bebas segala perasaan emosional, apa yang sedang kami alami, misalnya terjadi kesalahpahaman atau konflik di antara kami dalam keluarga. Dan pada akhirnya kami saling memahami dan saling mengerti. Responden VII: Selama ini dari pengalaman yang kami alami bahwa komunikasi yang sering kami gunakan yakni komunikasi melalui telpon atau SMSan. Kami merasa bahwa komunikasi melalui media ini lebih irit waktu, apalagi melihat kesibukan-kesibukan harian kami dikantor. Dan juga dengan melihat tempat kerja yang berbeda yang membuat kami jarang untuk bertemu dan bershering bersama dalam keluarga. Kesempatan bagi kami sekeluarga untuk bertemu dan bercanda ria bersama, ya..cuma hari Minggu saja. Responden VIII: Kalau dari pengalaman kami, komunikasi yang paling efektif yang kami gunakan adalah komunikasi langsung atau tatap muka. Kami merasa hal ini penting, apalagi berhubungan dengan pendidikan anak dalam rumahtangga. Ketika kami pulang dari tempat kerja atau dari kantor, kalau ada sapaan-sapaan dari kami sebagai orangtua maupun sapaan dari anak-anak menyambut kedatangan kami, kami merasa ada kepuasan tersendiri, segala kesibukan dan kejenuhan di kantor hilang seketika, karena perhatian kami terfokus pada keluarga. Hal inilah yang membuat keluarga kami menjadi keluarga yang bahagia sampai saat ini.
(7)
Responden IX: Dari pengalaman yang kami alami sehari-hari, komunikasi yang sering kami gunakan adalah komunikasi melalui telpon/SMSan, baik terhadap suami-isteri maupun terhadap anak-anak. Oleh karena perjumpaan kami dalam keluarga hanya bisa pada malam hari, maka sepanjang hari ya...kami hanya kontak melalui telpon saja untuk menanyakan situasi dan keberadaan anggota keluarga. Responden X: Selama pengalaman kami dalam keluarga, komunikasi yang paling efektif kami jalani adalah komunikasi secara langsung, walaupun sepanjang hari di kantor kami sering kontak melalui telpon atau SMS, tetapi pada malam harinya kami selalu ada kesempatan untuk berkomunikasi dari hati kehati mengenai segala sesuatu yang lalui sepanjang hari. Pengalaman saya sebagai seorang ibu rumahtangga bahwa dalam keseharian saya merasa belum cukup kalau belum komunikasi langsung dengan anak-anak. Misalnya menanyakan pelajaran hari ini, bagaimana keadaannya hari ini, makanan kesukaannya apa, kalau saya (ibu) hendak memasak di dapur. Dari komunikasi langsung semacam ini membuat suasana kekeluargaan semakin akrab dan harmonis.
c. Usaha-usaha keluarga untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi Responden I: Dari pengalaman kami sehari-hari, kami merasa bahwa komunikasi antarpribadi itu merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kami, maka setiap hari kami berusaha menyapa setiap pribadi, baik kami sebagai orangtua maupun terhadap anak-anak. Misalnya setiap hari, kami mengajak satu sama lain dalam keluarga untuk makan bersama, doa bersama dalam keluarga. Mengajak anak-anak untuk menyiapkan buku-buku pelajarannya, mengajak anak-anak untuk belajar. Dan hal ini merupakan suatu kesempatan baik bagi kami, untuk mengambil bagian dalam kehidupan berkeluarga dan menjalin komunikasi di antara kami. Responden II: Dari pengalaman kami selama ini, memang kami jarang melakukan komunikasi antarpribadi diantara kami, semuanya hanya melalui telpon atau SMSan. Komunikasi melalui media/sarana itu baik, tetapi kami merasa ada sesuatu kepincangan dalam keluarga kami. Kami ingin untuk berkomunikasi secara langsung dengan anggota keluarga, supaya bisa bicara dari hati ke hati. Kadang kami membuat kesepakatan dan saling telpon untuk membuat perjanjian supaya bisa pulang cepat dari kantor/tempat kerja, sehingga pada saat makan malam, kami semua ada di rumah dan menikmati makan malam bersama anggota keluarga. Yah....kesempatan inilah yang dapat mengajak kami untuk bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga. Responden III: Selama ini, usaha kami untuk menjalin komunikasi antarpribadi dalam keluarga yakni kami selama selalu mengajak anggota keluarga untuk makan bersama setiap malam dan mengajak anggota keluarga untuk bersyukur kepada Tuhan
(8)
dengan doa malam bersama. Walaupun sepanjang hari kami sibuk dengan kerja dan kegiatan di sekolah, tetapi kami dalam keluarga sudah komitmen untuk makan malam bersama setiap hari. Responden IV: Kalau menurut kami sekeluarga, yah…walaupun sibuk dengan pekerjaan kami, kami berusaha untuk hadir dirumah saat makan malam bersama, karena kalau pagi dan siang tidak ada kesempatan bagi kami untuk berbicara atau ngobrol lama-lama dengan anggota keluarga karena selalu dikejar oleh waktu. Kadang kami merasa tidak enak kalau anak-anak lebih mengenal pembantunya dari pada kami orangtuanya sendiri. Kesadaran inilah yang membuat kami untuk berusaha lebih dekat dengan anak-anak. Misalnya kami mengajak anggota keluarga untuk jalan-jalan ketempat wisata bersama. Hal ini dilakukan untuk mempererat hubungan kami dalam keluarga. Responden V: Pengalaman kami selama ini dalam keluarga, usaha kami untuk menjalin komunikasi antarpribadi yakni terbuka saling menyapa satu sama lain, saling mengingatkan kalau sudah jam mau berangkat ke sekolah atau jam ke kantor. Terhadap anak-anak, kami berusaha membangunkan mereka kalau mereka terlambat bangun pagi. Mengajak anggota keluarga untuk makan pagi bersama-sama sebelum ke sekolah atau ke tempat kerja. Dengan ajakan-ajakan atau sapaan-sapaan itu membuat suasana kekeluargaan diantara kami semakin akrab. Responden VI: Dari pengalaman kami selama ini, karena kami sebagi seorang guru dan mengajar di sekolah yang sama, dan anak-anak pun sekolah di sekolah yang sama membuat hubungan kami sekeluarga semakin akrab. Ketika kami kami pulang dari sekolah, kami mensharingkan pengalaman kami ketika mengajar dan berada disekolah. Begitu juga anak-anak, mereka terbuka untuk mengungkapkan pengalamannya di sekolah berhadapan dengan mata pelajaran maupun berhadapan dengan teman-temannya. Hal ini dilakukan saat kmi makan bersama, nonton TV bersama, ataupun ketika kami mendampingi anak-anak saat mereka belajar. Maklumlah di rumah kami tidak ada pembantu, sehingga semuanya kami harus mengurusi sendiri. Responden VII: Oleh karena kesibukan-kesibukan kami masing-masing pribadi, maka usaha kami untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi, ya.....dengan saling telpon atau SMSan satu sama lain. Hal ini dilakukan untuk mengetahui situasi dan keadaan dari masing-masing kami. Responden VIII: Dari pengalaman kami selama ini dalam kehidupan berkeluarga, usaha kami untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi dalam keluarga yakni dengan saling menyapa satu sama lain, adanya rekreasi bersama anggota keluarga,..yah..... paling tidak dua minggu sekali kami mengajak anggota keluarga untuk jalan-jalan, piknik bersama ke tempat-tempat wisata.
(9)
Responden IX: Dengan kesibukan-kesibukan kami sehari-hari, maka usaha kami untuk menghidupkan komunikasi di antara kami sekeluarga, kami sering telpon satu sama lain. Dan walaupun sibuk sepanjang hari, kami berusaha supaya pada jam makan malam, kami ada di rumah, supaya bisa makan malam bersama. Dan kalau ada doa bersama di lingkungan, kami selalu mengajak anggota keluarga untuk hadir bersama di lingkungan. Hal ini merupakan suatu kesempatan bagi kami untuk bersyukur bersama kepada Tuhan dengan hadir doa bersama tersebut. Yah…walaupun sibuk kami berusaha untuk membagi waktu untuk dirumah dan di lingkungan. Responden X: Usaha kami untuk menjalin komunikasi antarpribadi dalam keluarga yakni kami berusaha untuk saling terbuka di dalam mensharingkan pengalaman kami dalam keseharian di tempat kerja masing-masing maupun di sekolah. Kami masing-masing berusaha untuk menanyakan segala pengalaman yang terjadi sepanjang hari. Dengan itu mengajak kami untuk terbuka mengungkapkan pengalaman yang kami alami. Misalnya ketika malam, anak-anak tidak belajar, kami sebagai orangtua mengajak anak-anak untuk belajar.
d. Cara mengatasi konflik dalam kehidupan berkeluarga Responden I: Dalam pengalaman kami, ketika ada konflik dalam keluarga maka masing-masing pribadi berusaha untuk terbuka saling menyapa dan mengungkapkan perasaan kami dari hati ke hati. Sehingga kami dapat saling mengerti dan memahami satu sama lain.
Responden II: Pengalaman kami dalam kehidupan berumahtangga, ketika ada konflik, kami selalu mencari waktu untuk duduk bersama dalam keluarga. Disinilah kesempatan bagi untuk mengungkapkan unek-unek yang ada dalam hati kami, berhadapan dengan sikap suami/isteri, maupun sikap dan tindakan kami orangtua terhadap anak-anak. Responden III: Selama ini, kalau terjadi konflik dalam keluarga sering kali terjadi kami mogok makan untuk makan bersama. Ketika saat makan, suami pergi mencari makan di luar kemudian isteri dan anak-anak makan sendiri di rumah. Situasi seperti paling bertahan 2-3 hari, setelah itu kami balik lagi dan makan bersama di rumah. Pada saat makan inilah, kami mulai terbuka untuk mengungkapkan perasaan kami, mengapa kami lari menghindar ketika hendak mau makan bersama. Tentu dimulai dengan pertanyaan umpan balik, misalnya pak/ibu….mengapa setiap kali jam makan, selalu mencari makan diluar atau selalu ada acara mendadak diluar, atau mungkin masakanku kurang enak ya. Dengan sentilan pertanyaan seperti itu mengajak kami untuk saling terbuka mengungkapkan perasaan kami dalam keluarga, sehingga kami semakin memahami dan mengerti situasi yang terjadi.
(10)
Responden IV: Dari pengalaman kami, ketika ada konflik atau kesalahpahaman yang terjadi dalam keluarga, kami selalu menyelesaikan bersama/memecahkan persoalan secara bersama-sama. Misalnya berhubungan dengan kebutuhan ekonomi keluarga, pendidikan anak-anak, kami sebagai orangtua selalu duduk bersama mencari solusi mencari jalan keluar bersama. Walaupun kadang-kadang ada pertahanan diri yang begitu kuat dari antara kami, ada juga mempertahankan pendapat pribadi. Responden V: Pengalaman kami ketika ada konflik dalam keluarga, kami berusaha untuk menerimanya dan tidak lari dari kenyataan yang ada. Kami berusaha untuk mendengarkan satu sama lain baik suami-isteri maupun terhadap anak-anak dan tidak mempersalahkan satu sama lain. Responden VI: Kami menyadari bahwa dalam membangun kehidupan berumahtangga selalu ada resikonya atau harus menanggung konsekuensinya. Maka ketika ada kesalahpahaman dalam keluarga, kami merasa bahwa itu merupakan suatu hal yang biasa. Supaya konflik tidak berkepanjangan, maka kami dalam keluarga berusaha untuk menyelesaikannya secara bersama-sama. Responden VII: Pengalaman kami selama ini, kalau ada konflik atau ketidakberesan di tempat kerja atau di rumah, seringkali kami marah-marah dan melempiaskan pada anak-anak yang sebenarnya tidak ada kesalahan apa-apa. Setelah kami marah-marah dan saling diam-diaman selama beberapa hari, kami mersa tidak aman, maka kami berusaha untuk kembali menyapa satu sama lain, dan berusaha untuk saling memaafkan satu sama lain. Responden VIII: Ketika ada konflik dalam keluarga, kami berusaha untuk mencari waktu, untuk memecahkan persoalan secara bersama-bersama dan menyelesaikan bersama-sama. Responden IX: Dalam membangun suatu kehidupan berumahtangga, pasti tidak terlepas dari konflik atau kesalahpahaman yang ada. Maka cara kami untuk mengatasi konflik yang sedang terjadi yakni dengan berusaha mendengarkan satu sama lain ketika dia mengungkapkan apa yang terjadi dengan dirinya dengan tidak mempersalahkan dia. Dengan sikap ini mengajak kami untuk bisa menyelesaikan persoalan atau permasalahan ini dengan baik. Responden X: Ketika ada konflik dalam keluarga, membuat pikiran kami tidak aman dalam bekerja. Maka supaya pikiran kami tenang, kami berusaha untuk memecahkan persoalan yang kami hadapi secara bersama-sama.
(11)
3. Faktor-faktor pendukung dan penghalang dalam berkomunikasi a. Faktor-faktor Pendukung dalam berkomunikasi:
Responden I: Pengalaman kami selama ini bahwa faktor yang mendukung kami dalam berkomunikasi adalah adanya sikap kami dalam mendengarkan pasangan kami ketika dia berbicara. Responden II: Faktor yang mendukung kami di dalam membangun komunikasi antarprbadi dalam keluarga yakni adanya sikap terbuka di antara kami untuk mengungkapkan segala perasaan yang kami alami dalam keseharian kami. Responden III: Suatu hal yang mendukung kami adalah kami bersyukur karena tempat mengajar kami sama dalam satu sekolah, sehingga kalau ada sesuatu yang kurang beres, kami langsung mengkomunikasikan dan saling terbuka untuk mensharingkan segala sesuatu yang kami alami, sehingga tidak menunda-nunda. Responden IV: Sejauh kami mengalami bahwa hal yang mendukung kami dalam berkomunikasi yakni adanya sikap saling mengerti dan saling memahami di antara kami sekeluarga dengan segala kesibukan kami masing-masing. Responden V: Pengalaman kami selama ini, ada hal yang sangat mendukung kami dalam kehidupan berkeluarga yakni karena adanya saling percaya di antara kami. Misalnya kalau salah satu di antara kami pulang terlambat dari tempat kerja, kami percaya bahwa dia sedang lembur atau ada pertemuan di kantor. Sikap inilah yang membuat kami merasa aman dalam kehidupan berkeluarga karena diantara selalu berpikir positip tentang pasangan kami. Responden V: Pengalaman kami selama ini, yah…oleh karena kesibukan kami di kantor dan di tempat kerja, yang kesempatan untuk komunikasi dari hati ke hati jarang sekali kami lakukan, maka suatu hal yang mendukung untuk mempererat hubungan kami, kami selalu saling telpon / SMS. Inilah salah satu sarana yang mendukung kami sekeluarga. Responden VI: Dari pengalaman yang kami alami dalam hidup harian kami, suatu hal yang mendukung kami dalam berkomunikasi antarpribadi yakni adanya sikap saling terbuka diantara kami di dalam mensharingkan pengalaman hidup kami dari hati ke hati, mengenai situasi yang kami alami dalam hidup kami.
(12)
Responden VII: Suatu hal yang mendukung kami selama ini yakni kalau ada kesalahpahaman di antara kami, maka kami selalu berusaha untuk selesaikan bersama dalam keluarga. Dengan itu kami bisa saling memahami dan mengerti pasangan kami. Responden VIII: Salah faktor yang mendukung kami sekeluarga agar bisa berkomunikasi dari hati ke hati yakni kami bersyukur adanya sarana HP, sehingga kalau sepanjang hari kami tidak bertemu, kami bisa saling telpon atau SMS. Hal ini menurut kami sangat bagus karena untuk mengetahui dan mengecek anggota keluarga kami. Responden IX: Faktor yang mendukung kami sekeluarga untuk meningkatkan komunikasi antarpribadi diantara kami yakni keterbukaan kami dalam keluarga untuk mendengarkan satu sama lain ketika dia berbicara, dengan tidak mempersalahkan dia. Misalnya ketika salah satu anggota keluarga mengalami sesuatu yang tidak beres dengan dirinya, baik disekolah maupun di tempat kerja. Saat pulang dia mensharingkan pengalamannya, kami dengan sepenuh hati mendengarkan dia dan membiarkan dia berbicara. Walaupun kadang ada guyonan-guyonan dari kami ketika dia berbicara. Responden X: Faktor yang mendukung kami dalam berkomunikasi yakni adanya sikap saling terbuka di dalam mengungkapkan apa yang kami alami dalam keseharian kami.
b. Faktor-Faktor Penghalang dalam berkomunikasi Responden I: Dalam pengalaman kami, kadang terjadi kalau ada kesalahpahaman di antara kami dalam keluarga, kadang kami saling diam-diaman (tidak ada mau berkomunikasi dengan pasangan), padahal kami merasa bahwa dengan sikap tersebut tidak akan menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Responden II: Dalam pengalaman kami sehari-hari terkadang kami memotong pembicaraannya ketika dia/pasangan sedang berbicara. Hal ini lebih banyak kami lakukan terhadap anak-anak, disaat dia bercerita pengalamannya, kami orangtua selalu memotong pembicaraannya, dan kami menganggap itu tidak penting untuk di dengarkan, sehingga anak kadang tidak mau berbicara lagi dengan kami orangtua. Kami merasa bahwa hal inilah yang menjadi penghalang bagi kami di dalam berkomunikasi antarpribadi dalam kehidupan berkeluarga. Responden III: Dari pengalaman kami, kadang oleh karena kesibukan kami atau apabila sedang kelelahan, kadang kami kurang mendengarkan satu sama lain ketika dia sedang berbicara.
(13)
Responden IV: Dalam pengalaman kami sehari-hari, yang menjadi penghalang bagi kami dalam berkomunikasi antarpribadi yakni kalau ada kekeliruan atau kesalahpahaman kadang kami saling diam-diaman, mencari kesibukan lain diluar rumah, untuk menghindari perjumpaan diantara kami. Memang hal ini tidak berlangsung lama, tetapi kami sering buat. Padahal kami merasakan bahwa dengan berbuat demikian, tidak akan menyelesaikan suatu permasalahan. Responden V: Pengalaman kami bahwa yang menjadi penghalang untuk menciptakan komunikasi antarpribadi yakni kadang kami mempertahankan pendapat kami masing-masing dan tidak mau mengalah. Dan kalau sudah terjadi demikian, sudah pasti kami mulai mogok untuk berbicara satu sama lain. Responden VI: Yang menjadi penghalang bagi kami untuk menciptakan komunikasi antarpribadi, dari pengalaman kami sekeluarga seringkali di dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau konflik, kami kadang cepat emosi dan mau menang sendiri. Kadang melempiaskan kepada anak-anak yang tidak bersalah dengan marah-marah pada mereka. Responden VII: Pengalaman kami selama ini dalam kehidupan berkeluarga, yang membuat penghalang bagi kami dalam membangun komunikasi antarpribadi dalam keluarga yakni adanya rasa saling curiga di antara kami. Misalnya kalau salah satu pulang terlambat dari tempat kerja. Kami selalu memikirkan yang bukan-bukan, sehingga timbulah kesalahpahaman atau konflik dan pada akhirnya saling diam-diaman. Responden VIII: Yang menjadi penghalang bagi kami dalam keluarga yakni: adanya sikap ketertutupan hati diantara kami (kurang terbuka). Misalnya ada permasalahan di kantor atau di tempat kerja, kami kurang terbuka untuk membagikan atau mensharingkan apa yang kami alami, hanya menunjukkan sikap marah-marah tanpa sebab. Responden IX: Dari pengalaman yang kami alami dalam kehidupan berkeluarga selama ini, yang menjadi penghalang bagi kami yakni apabila terjadi kesalahpahaman di antara kami dalam keluarga, kami jarang untuk berbicara dari hati ke hati untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Kadang juga kami hanya saling SMS untuk menyampaikan permohonan maaf. Setelah itu kami baik kembali. Responden X : Pengalaman kami dalam keluarga, yang membuat komunikasi diantara kami menjadi renggang disebabkan karena dengan kesibukan kami sehari-hari, kadang kami kurang mendengarkan satu sama lain ketika dia berbicara atau mengungkapkan pengalamannya. Hal ini kami lakukan lebih banyak pada anak-
(14)
anak, sehingga membuat anak-anak menjadi takut dengan kami sebagai orangtua, karena kami sering marah-marah dengan mereka.
4. Komunikasi melalui Media a. Hal-hal positif dari media komunikasi ( Telpon / SMS )
Responden I : Kami mengalami bahwa komunikasi melalui media lebih menghemat waktu, sehingga tidak ada waktu yang terbuang. Responden II : Kami merasa bahwa komunikasi melalui media, informasinya cepat ditangkap oleh setiap pribadi. Responden III: Komunikasi melalui media, kami merasakan lebih menghemat biaya dan mudah dijangkau oleh setiap orang. Responden IV : Pengalaman kami selama ini bahwa komunikasi melalui media memang sangat penting bagi kami sekeluarga. Oleh karena kesibukan kami masing-masing, kami merasa bahwa dengan media yang ada, kami dapat saling mengontrol antara satu sama lain. Responden V: Kami mengalami bahwa komunikasi melalui media lebih menghemat waktu, apalagi melihat kesibukan kami sehari-hari. Responden VI: Kami mengalami bahwa komunikasi melalui media lebih memudahkan kami untuk menghubungi satu sama lain, baik keluarga maupun teman-teman walaupun tempatnya jauh. Responden VII: Kami merasa bahwa komunikasi melalui telpon atau SMS, sangatlah penting bagi kami sekeluarga. Misalnya kalau kami pulang terlambat dari kantor atau dari tempat kerja, kami saling menginformasikannya melalui telpon atau SMS. Hal ini lebih irit waktu bagi kami. Responden VIII: Kami mengalami bahwa komunikasi melalui telpon atau SMS, lebih menghemat waktu dan tenaga. Respongen IX: Dengan komunikasi melalui media, kami merasakan bahwa lebih mudah di jangkau oleh siapa saja dan lebih menghemat waktu dan tenaga, dimana kalau kami membutuhkan jawaban yang cepat, tinggal kami telpon saja atau SMS.
(15)
Responden X : Kami merasa bahwa komunikasi melalui telpon atau SMS, lebih mudah untuk kami lakukan karena informasinya cepat ditangkap oleh setiap pribadi.
b. Hal-hal negatif dari media komunikasi ( Telpon / SMS ) Responden I: Komunikasi melalui telpon atau SMS memang sangat bagus, namun yang menjadi kelemahannya di mana kami tidak bisa bicara lebih lama. Responden II: Relasi sosialnya tidak terlalu bagus, karena orang banyak sibuk dengan dirinya sendiri, sibuk dengan saling SMS atau telpon, dan kurang memperhatikan orang yang ada di sekitarnya. Respnden III: Komunikasi melalui telpon atau SMS mengajak orang untuk bermental santai, sebab segala sesuatu bisa diperintahkan melalui SMS tanpa harus berjalan atau bertemu dengan pribadi yang bersangkutan. Walaupun berada dalam satu rumah, tetapi sering telpon atau SMS kalau ada perlu penting, karena malas atau capek untuk mencari. Responden IV: Komunikasi melalui telpon atau SMS, bisa juga terjadi suatu pemborosan, jikalau hanya di gunakan untuk pembicaraan yang tidak perlu atau cerita-cerita yang tidak bermanfaat. Responden V: Telpon atau SMS dalam dunia sekarang ini sering menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya ada kecenderungan untuk berselingkuh bagi suami-isteri, apalagi situasi dalam kehidupan berkeluarga tidak aman. Responden VI: Komunikasi melalui media/sarana memang bagus, namun kadang setiap orang tidak akan mempedulikan pribadi yang ada bersamanya, sebab dia terlalu sibuk dengan baca dan balas SMS atau telpon, sehingga boleh di katakan orang terlalu egois dengan dirinya sendiri. Responden VII: Komunikasi melalui sarana yang ada, sering menimbulkan kecurigaan antara suami-isteri maupun anak-anak. Responden VIII: Dengan komunikasi melalui media kita dapat mengontrol setiap anggota keluarga baik antara suami atau isteri maupun anak-anak, namun semakin banyak anak dalam keluarga kurang merasakan sentuhan atau belaian kasih sayang dari orang tua, karena hanya SMS atau telpon saja.
(16)
Responden IX: Kalau semuanya hanya menggunakan SMS atau telpon saja, kepribadian anak tidak terbina karena orang tua kurang mengetahui perkembangan anak secara langsung. Kurang adanya relasi pribadi atau kedekatan antara orangtua dan anak. Responden X: Pengaruh media / sarana yang ada, mendorong seseorang sering menipu / tidak jujur pada pasangannya. Misalnya ia menipu bahwa ada lembur di kantor sehingga terlambat pulang kerumah, padahal sudah ada janjian dengan orang lain untuk bertemu atau bersenang-senang.
(17)
Lampiran 2 : Cerita “Kesaksian Sebuah Keluarga Mengenai Situasi
Komunikasi”.
Bapak Benny dan Bu Sari adalah pasangan suami-istri Katolik yang dianugerahi dua orang anak putra dan seorang anak putri. Pak Benny adalah direktur utama sebuah perusahaan swasta di kota Surabaya. Sedangkan Bu Sari mengelola sebuah restoran. Kesibukan Pak Benny dan Bu Sari telah menyita waktu dan tenaga sepanjang hari. Karena itu, putra-putrinya yang sudah mulai remaja dituntut untuk bersikap mandiri: mengatur waktu untuk belajar, sekolah, bekerja di rumah, dsbnya. Kebutuhan hidup dan kebutuhan sekolah mereka selalu dipenuhi. Selain itu, Pak Benny menuntut agar anak-anaknya disiplin menjalankan tugas-tugasnya dan dengan penuh kuasa akan menghukum anaknya yng melanggar tata tertib peraturan yang ia ciptakan. Bila sudah bicara dan membuat keputusan, Pak Benny tak boleh dibantah atau dijawab “tidak”. Kedua anaknya yang putra merasa terkungkung di penjara rumahnya. Pada suatu hari, mereka nonton film dan pulangnya sudah tengah malam, mereka dihukum kurung di kamar dan seharian tak diberi makan. Anaknya yang sulung adalah seorang gadis, diharuskan kuliah di fakultas kedokteran, meskipun tidak punya minat dan tidak berbakat untuk menjadi dokter. Ibu Sari tidak berdaya melawan kemauan suaminya. Tetapi, oleh karena kesibukannya dalam mengurusi restoran, ia pun tak cukup banyak waktu untuk memperhatikan putra-putrinya. Akibatnya, anak-anak yang tampak saat itu, ternyata sudah berakrab-akrab dengan obat bius, pil koplo, morfin, dan sejenisnya. Sekarang Pak Benny dan Bu Sari menjadi bingung mau memperbaiki kehidupan keluarga dan anak-anaknya.
(18)
Lampiran 3: Cerita “Kesetiaan”.
Seorang raja yang hendak menikah, harus membuat suatu perjalanan yang lama dan panjang. Hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun berlalu tanpa suatu beritapun dari sang raja. Tunangannya menanti dengan sedih hati tetapi tanpa kehilangan harapan bahwa sang raja akan kembali. Beberapa sahabat dari gadis itu berkata dengan rasa belaskasihan yang berpura-pura dan kegembiraan palsu,”Teman yang malang, nampaknya kekasihmu sudah melupakan engkau dan tidak pernah akan kembali, sebaiknya lupakan saja dia, sebab masih begitu banyak orang yang sangat mencintaimu”. Mendengar perkataan itu, gadis tersebut sangat sedih dan sakit hati dan mengurung dirinya serta menangis sejadinya, ketika dia tertinggal sendirian. Kemudian gadis itu mengambil surat terakhir dari sang raja, di mana raja bersumpah bahwa dia tetap setia dan sungguh dalam cintanya. Ketika membaca surat itu, hatinya merasakan adanya kedamaian, semangatnya mulai pulih kembali dan terus menanti dengan sabar sampai sang raja pulang. Sesudah bertahun-tahun, sang raja itu akhirnya pulang. Dengan keheranan, dia bertanya kepada calon istrinya,”Bagaimana mungkin engkau tetap tinggal setia kepadaku dalam waktu sekian lama?” Gadis itu menjawab,”Rajaku, saya masih tetap menyimpan suratmu dan saya sangat percaya kepadamu”.
Recommended