View
221
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
1
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Kegagalan Amerika Serikat
di Afghanistan
“Hari ini ISAF menggulung benderanya dalam atmosfer kegagalan dan
kekecewaan tanpa meraih hasil yang substansial atau cukup terlihat….
Kami menganggap langkah ini sebagai indikasi yang nyata atas
kekalahan dan kekecewaan mereka.”
(Zabihullah Mujahid, juru bicara Taliban Afghanistan, 29 Desember 2014)
Setelah invasi Sekutu pada tahun 2001, Afghanistan berubah menjadi
sebuah negara yang benar-benar tak tertata karena kedatangan
pasukan tentara asing. Kabul menjadi ibukota yang tidak nyaman dan
muram. Hanya ada sedikit kontrol dari pemerintah. Lembaga-lembaga
swadaya masyarakat pun tak bisa berbuat banyak. Sejak era Presiden
Hamid Karzai, kondisi pemerintahan endemik dengan korupsi.
DAFTAR ISI
Kegagalan Amerika Serikat di
Afghanistan 1
Pasang-Surut Politik Islam 12
____________________________
ABOUT US Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari
Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja
dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman.
Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh
pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit
sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari
sekian banyak media yang mengajak segenap
elemen umat untuk bekerja mencegah
kezaliman.
Media ini berusaha untuk menjadi corong
kebenaran yang ditujukan kepada segenap
lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya
mengemukakan gagasan ilmiah dan menitik-
beratkan pada metode analisis dengan uraian
yang lugas dan tujuan yang legal.
Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh
masing-masing penulis. Untuk komentar atau
pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan
e-mail ke: lk.syamina@gmail.com.
Seluruh laporan kami bisa diunduh di website:
www.syamina.org
2
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Keamanan pun menjadi harga yang sangat mahal,
terutama jika berhubungan dengan tentara AS.
Sejak kedatangan pasukan AS dan NATO untuk
periode kedua kalinya pada 2007, lebih dari 3.400
polisi Afghan tewas karena berbagai sebab.
Namun, pasukan tentara AS dan NATO dihadapkan
pada perlawanan Taliban yang tak mengendur.
Tahun 2009, Afghanistan sejenak bergeser dari
"perang yang terlupakan", menjadi tanda-tanda
awal perang kelelahan AS dan NATO. Direktur
Intelijen Nasional Dennis Blair memberikan
gambaran besar tentang pencapaian AS dan NATO
selama di Afghanistan. Dari laporan tersebut,
diperoleh sebuah kesaksian yang dramatis.
Pada 16 Maret 2011, Direktur Badan Intelijen
Pertahanan AS Letnan Jenderal Ronald Burgess
pernah mengatakan kepada para anggota dewan
bahwa meski Taliban mendapatkan lebih banyak
tekanan dibandingkan sebelumnya di Afghanistan,
kelompok tersebut ulet dan mampu bertahan.
Burgess juga menyatakan bahwa pengaruh Taliban
masih tetap menyebar luas di seluruh penjuru
negara, demikian dilaporkan Christian Science
Monitor.
"Meski Taliban mengalami kekalahan taktis,
mereka tetap mampu menjaga pengaruh di
sebagian besar kawasan, khususnya di luar
kawasan perkotaan," kata Burgess kepada Komite
Pengawas Persenjataan Senat. "Pasukan AS meraih
sejumlah kemenangan di timur dan mampu
menyingkirkan sejumlah tokoh pemimpin kunci
dari medan perang. Hal ini agaknya tidak
memengaruhi kapasitas operasional mereka
(Taliban), yang di antaranya t --ermasuk serangan
tingkat tinggi terhadap sejumlah pangkalan (NATO)
di tahun 2010," tambahnya.
Pandangan Burgess disampaikan setelah
komandan AS di Afghanistan, Jenderal David H.
Petraeus, menyoroti "perkembangan tak
seimbang" di Afghanistan yang masih rentan dan
dapat dibalikkan. Dalam rapat dengar pendapat
yang berlangsung tiga jam di Senat kala itu,
Petraeus tidak secara langsung menanggapi
perkiraan intelijen AS bahwa keberhasilan yang
diraih di medan tempur baru-baru ini gagal
mengurangi kekuatan Taliban.
Petraeus justru mengklaim mendapat
"pencapaian" dan mengakui bahwa masih ada
banyak hal yang perlu dikerjakan. Tidak ada
senator yang menentang dasar pemikirannya
bahwa dibutuhkan banyak prajurit Amerika di
Afghanistan untuk beberapa tahun ke depan.
"Dalam delapan bulan terakhir, dicapai
perkembangan yang penting namun dicapai
dengan perjuangan yang sulit di Afghanistan," kata
Petraeus di hadapan para anggota dewan saat ia
memberikan keterangan bersama Michele
Flournoy, wakil menteri pertahanan di bidang
kebijakan.
Setahun setelah Presiden Obama menyetujui
penambahan 30.000 prajurit Amerika dan
menjadikan jumlah total pasukan koalisi menjadi
140.000, Flournouy mengatakan, "Strategi kita
berjalan baik."
Setelah hearing tersebut, Obama sempat
memerintahkan penarikan sebagian pasukan pada
bulan Juli 2011, namun Petraeus mengatakan
bahwa dirinya belum memutuskan tingkat
penarikan pasukan macam apa yang
direkomendasikannya. Jumlahnya diperkirakan
kecil.
"Momentum yang diraih oleh Taliban di
Afghanistan sejak tahun 2005 telah dihentikan di
sebagian besar negara dan dibalikkan di sejumlah
kawasan penting," klaim Petraeus.
"Akan tetapi, meski perkembangan keamanan yang
dicapai dalam satu tahun terakhir signifikan,
(perkembangan) itu juga rapuh dan rentan
dibalikkan. Lebih lanjut lagi, sudah jelas bahwa
masih banyak kesulitan yang menanti saat rekan-
rekan kami di Afghanistan harus memperkuat dan
memperluas keunggulan kami menghadapi
3
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
serangan Taliban, yang diperkirakan dilangsungkan
musim semi (2011) mendatang," tambahnya.
Kemunculan Petraeus di hadapan Kongres AS
adalah kemunculan perdananya sejak
menggantikan Jenderal Angkatan Darat AS Stanley
A. McChrystal pada bulan Juni 2010, atau tepat
setahun setelah menjabat. Itu dilakukan pada saat
hasil jajak pendapat yang digelar Washington Post
dan ABC News menunjukkan bahwa nyaris dua per
tiga warga Amerika mengatakan bahwa perang di
Afghanistan tidak lagi perlu dilakukan.
Sementara itu, dalam sebuah pernyataan di
National Review, David Petraeus juga mengakui
bahwa Taliban adalah pasukan yang paling
kompeten dan taktis yang pernah dihadapi oleh
NATO. Dalam kondisi sekarang, di mana rakyat
Afghanistan berharap banyak pada Taliban, dan di
mana Taliban mendapat dukungan cukup besar
dari rakyat Afghanistan, tak heran gerilya Taliban
menjadi sesuatu sangat diperhitungkan. Unit-unit
kecil pasukan Taliban, seperti jebakan ranjau darat,
pengintaian, dan pertahanan mereka sangat baik.
Mereka jauh lebih terlatih dan berpengalaman
daripada polisi Afghanistan sendiri.
Ketika rakyat Afghan terus memberikan dukungan
kepada Taliban, dan percaya pada kekuatan
perjuangan Islam dan pembelaan terhadap tanah
air yang diusung, maka adalah logis jika pasukan AS
tidak bisa berbuat banyak di bumi para pejuang
bersorban tersebut. Pasukan AS mungkin bisa
menghancurkan setiap sasaran yang mereka
inginkan, tetapi belum tampak tanda-tanda mereka
akan memenangkan perang di Afghanistan. David
McKierna, komandan senior AS di Afghanistan,
pernah mengatakan, "Dalam banyak hal, kami tak
akan pernah menang perang."1
1 Robert M. Gates: “Unwinable stupid war.” (Antiwar.com)
Washington Times, 27/11/2014.
Gagalnya Program Rekonstruksi AS
Seorang pengawas AS telah memperingatkan
bahwa dana sebanyak $ 104 M yang diberikan ke
Afghanistan untuk proyek rekonstruksi bisa
menguap sia-sia lantaran pemerintahan
Afghanistan yang kacau. Korupsi dan lemahnya
kontrol menjadikan dana tersebut raib tak
berbekas.
Dalam laporan yang dikeluarkan pada tanggal 30
Oktober oleh SIGAR (Special Inspector General for
Afghanistan Reconstruction) atau Inspektorat
Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan,
memperingatkan bahwa pasukan keamanan
nasional Afghanistan tidak berkelanjutan secara
fiskal dan tidak dapat mempertahankan investasi.2
Laporan ini memperingatkan bahwa tanpa
kontribusi donor, pemerintah Afghanistan tidak
akan dapat memenuhi sebagian besar pengeluaran
operasi atau perkembangannya. Ia juga
mengatakan Amerika Serikat tidak memiliki
strategi antikorupsi yang komprehensif dan bahwa
operasi kontra narkotika tidak lagi menjadi
prioritas utama bagi Amerika Serikat.
PBB juga menyebutkan produksi opium di
Afghanistan mencapai tertinggi di antara waktu
lainnya selama November. Afghanistan menempati
urutan keempat dalam daftar negara terkorup di
dunia versi lembaga non-pemerin-
tah, Transparency International. Sepertinya AS
sudah kepalang tanggung, tak diberi uang
pemerintah tidak bisa jalan, diberi uang dikorupsi.
2 High-Risk List: Report on program areas and elements of
reconstruction effort that are especially vulnerable to waste, fraud, and abuse. http://www.sigar.mil/pdf/spotlight/High-Risk_List.pdf
4
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Inkompetensi Militer AS di Afghanistan Terus
Berlanjut
Selagi pasukan AS menarik diri dari wilayah
Afghanistan, Taliban meraih sejumlah kemajuan di
negara tersebut. Polisi Afghanistan dan tentara
nasional secara perlahan menunjukkan
keputusasaan, meskipun AS telah menghabiskan
13 tahun dan puluhan miliar dolar untuk melatih
pasukan tersebut. Ketika AS menyelesaikan
penarikan diri dari medan tempur pada akhir tahun
ini, tren yang tidak menguntungkan bagi pihak
asing ini dapat mengalami percepatan. Itu pun
dengan harapan bahwa pasukan keamanan
Afghanistan tidak runtuh sama sekali seperti
halnya pasukan Irak yang dilatih AS.
Jadi, Perang Afghanistan telah tercatat sebagai
perang terpanjang dalam sejarah Amerika.
Hasilnya, militer AS telah gagal untuk meundukkan
Afghanistan, seperti halnya kegagalan tiga kali
upaya kekuatan adidaya, yaitu Imperium Britania
pada abad ke-19, ke-20 dan Uni Soviet pada 1980-
an. Bahkan, kekuatan luar belum pernah
menaklukkan Afghanistan sejak Cyrus Agung
melakukannya pada zaman Persia kuno.
Mengapa AS memiliki keangkuhan untuk berpikir
bahwa mereka bisa berhasil menjinakkan
Afghanistan, ketika semua usaha keras lainnya
telah gagal? Karena banyak elite kebijakan luar
negeri di AS, media, dan rakyat percaya pada
"pengecualian Amerika." Seperti dikemukakan oleh
politisi dari kedua kubu—misalnya, Hillary Clinton
dan Madeleine Albright dari Partai Demokrat dan
orang-orang seperti John McCain dan sidekick
(pendamping setia)-nya Lindsay Graham dari Partai
Republik—Amerika adalah "bangsa yang sangat
diperlukan" untuk dunia yang tidak bisa
memecahkan masalah-masalahnya yang paling
utama dengan menggunakan kekuatan militernya.
Meskipun ada upaya untuk menjilat publik secara
lebih personal terhadap kalangan militer dan
veteran perang, sebagian kalangan menilai militer
AS tidak cukup kompeten di sebagian besar
keterlibatan konflik besar sejak Perang Dunia II,
yang memerlukan pasukan darat secara signifikan.
Hanya Operasi Desert Storm pada tahun 1991 yang
dianggap sukses tanpa banyak pertanyaan dalam
beberapa tahun terakhir. Angkatan Bersenjata AS
mungkin lebih kuat daripada militer lainnya dalam
sejarah dunia, baik secar mutlak maupun relatif
atas negara-negara lain. Namun, kinerja lapangan
mereka belum terlalu bagus, terutama terhadap
pasukan gerilya yang bersifat ireguler di negara
berkembang.
Pada era pasca-Perang Dunia II, militer AS
mencoba untuk menekan bangsa miskin (ketika itu)
Cina, yang kemudian menyeret AS ke dalam Perang
Korea (1950-1953) tanpa kemenangan. Kemudian
AS mengalami kekalahan dalam Perang Vietnam
(1965-1973) dari gerilyawan Viet Cong dan pasukan
Vietnam Utara (NVA); dan mengulangi kesalahan
yang sama di Vietnam ketika di Irak dan
Afghanistan. Awalnya menggunakan senjata yang
berlebihan dan mengasingkan penduduk, padahal
kesetiaan (dukungan) warga merupakan kunci
untuk memerangi gerilyawan.
Bahkan, dalam operasi darat dengan level yang
lebih rendah terhadap musuh yang “kecil dan
lemah”, militer AS belum melakukan semua itu
dengan baik. Meskipun sukses, invasi Grenada dan
Panama menyajikan pertunjukan yang memalukan,
seperti korban salah sasaran dari pihak sekubu,
yang disebabkan oleh ketidakmampuan petugas AS
untuk berkomunikasi dan berkoordinasi secara
memadai. Di samping itu, penghancuran semena-
mena daerah sipil dan jatuh korban dalam jumlah
besar dari operasi yang secara terhormat disebut
sebagai operasi pemulihan (surgical operation).
Misi penyelamatan sandera yang dilakukan di Iran
pada tahun 1980 pun harus dibatalkan. Akhirnya,
intervensi AS di Lebanon dan Somalia di bawah
pemerintahan Reagan dan Clinton, dipaksa
berhenti dan melarikan diri dengan cara yang
memalukan dari negara-negara tersebut, setelah
kesuksesan serangan musuh, yang kemudian
5
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
menginspirasi Usamah bin Ladin untuk percaya
bahwa dia bisa memaksa AS menarik diri dari
intervensi luar negeri dengan meluncurkan
serangan terhadap pasukan militer AS (USS Cole)
dan fasilitas di luar negeri, bahkan hingga wilayah
AS (Serangan 11 September).
Setiap kali militer AS mengalami kemunduran,
biasanya petunjuk dicari di sekitar kepemimpinan
sipil negara untuk lebih banyak disalahkan.
Meskipun pemimpin sipil dipandang patut untuk
disalahkan dalam sebagian besar kasus tersebut,
tetapi militer juga tidak dibenarkan melarikan diri
pengawasan publik untuk bencana yang sebagian
besar disebabkan oleh mereka. Masalahnya adalah
bahwa publik Amerika merasa bersalah karena
dugaan penyalahgunaan kembali, seperti ketika era
Perang Vietnam, di mana mereka dihadapkan
kepada fakta bahwa rata-rata warga yang terlibat
wajib militer telah dikorbankan secara berlebihan
untuk petualangan militer AS di luar negeri.
Tentu saja, jika masyarakat benar-benar ingin
melakukan sesuatu untuk mendukung petugas sipil
dan militer AS, mereka harus menghentikan orang-
orang tadi dari berjuang dan mati di negara
berkembang, di tempat yang jauh, untuk
memerangi dugaan yang berlebihan berupa
ancaman terhadap AS. Sayangnya, kemarahan
publik yang memadai, yang diperlukan untuk
mengakhiri konflik itu dirasakan belum cukup jelas
dan signifikan, baik untuk perang di Afghanistan
maupun Irak.
Tapi, apa sebenarnya yang salah di Afghanistan?
Tidak seperti di Vietnam dan Irak, militer AS tidak
memerangi tentara konvensional, seperti halnya
pasukan Irak selama Operasi Desert Storm, yang
sejauh ini dipandang sebagai pencapaian terbaik.
Sebaliknya, dari tiga negara tadi, AS menghadapi
peningkatan jumlah pekerjaan sosial militer.
Angkatan Bersenjata AS harus berhadapan dengan
gerilyawan yang memiliki hubungan yang cair
dengan penduduk sipil pribumi sebagai pendukung
penting. Di Vietnam, pasukan AS menggunakan
senjata yang berlebihan, sehingga warga sipil
merasa terancam; sementara di Afghanistan dan
Irak, militer AS melupakan pelajaran dari Vietnam,
dan melakukan hal yang sama.
Mungkin warga Amerika bertanya-tanya,
"Bukankah pasukan kita lebih hati daripada Taliban
yang brutal? Mengapa Taliban masih mendapatkan
begitu banyak dukungan di Afghanistan?"
Jawabannya: Karena mereka adalah orang
Afghanistan. Ivan Leland menguraikan hal ini di
dalam bukunya yang berjudul The Failure of
Counterinsurgency: Why Hearts and Minds Are
Seldom Won.3 Ketika memerangi pemberontak
pribumi, penjajah asing tidak pernah mendapatkan
manfaat dari keraguan. Poin penting ini
menyulitkan kekuatan besar untuk memenangkan
perang melawan pemberontak, tidak peduli
seberapa baik mereka mencoba untuk
memperlakukan warga sipil. Sering kali militer AS
tidak cukup terbiasa dengan bahasa dan budaya
negeri-negeri jauh yang diintervensi, sehingga sulit
untuk mendapatkan informasi yang baik tentang
siapa yang tergolong gerilyawan dan siapa yang
bukan.
Sering kali satu-satunya cara yang digunakan untuk
memenangkan kontrainsurgensi adalah dengan
memusnahkan seluruh negeri dengan kekerasan
tanpa pandang bulu dan menyasar siapa saja yang
berpotensi sebagai ancaman. Contohnya adalah
Uni Soviet, yang menggunakan kebijakan bumi
hangus seperti di Afghanistan dan terbukti tidak
menang. Selain itu, militer AS akan mengalami
kesulitan menjual kebijakan dengan kebangkrutan
moral, yang membawa pesan bahwa AS sedang
"menghancurkan negeri dalam rangka
menyelamatkannya". Namun, sekali lagi: “Amerika
adalah perkecualian.”
Berada jauh dari pusat konflik dunia, AS berusaha
mewujudkan keamanan intrinsik terbaik
3 http://smile.amazon.com/Failure-Counterinsurgency-Praeger-Security-International/dp/1440830096/antiwarbookstore
6
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
dibandingkan setiap kekuatan besar dalam sejarah
dunia. Logikanya sederhana. Seperti dalam
birokrasi publik lainnya, ketika orang-orang
menghabiskan uang orang lain maka banyak hal
berjalan serba salah. Dengan demikian, menurut
Ivan Leland, mengirim militer untuk perang hanya
boleh dilakukan dalam kasus-kasus yang paling
mengerikan (mengancam langsung keamanan
nasional). Mnurutnya pula, menahan diri dari
penggunaam militer merupakan visi para pendiri
negara AS. Sayangnya, kini warga AS telah
melayang jauh dari konsep tersebut dan menjadi
masyarakat militeristik dalam perang konstan.4
Kegagalan Strategi Kontrainsurgensi (COIN) AS
Pemerintah yang dibentuk atas dasar pembagian
kekuasaan antarfaksi saat ini di Afghanistan
kemungkinan tidak akan sukses; serupa dengan di
Irak selama periode Nuri Al-Maliki. Demokrasi yang
layak hanya mungkin jika pemilihan yang adil
menghasilkan pemenang yang diakui dan oposisi
yang loyal juga tetap eksis—setidaknya ada satu
yang cukup loyal sehingga tidak sampai secara fatal
menumbangkan kelompok yang berkuasa.
Masalahnya, budaya politik Afghanistan tidak
memenuhi satu pun prasyarat tersebut.
Pemilihan Afghanistan terakhir dikritik korup dan
karena itu dipertanyakan keabsahannya. Dengan
demikian, tidak ada jaminan satu kelompok pun
akan tetap loyal. Karena hasil yang gagal tersebut,
AS kemudian mengatur agar dua kandidat yang
bersaing dalam pemilihan—Ashraf Ghani—yang
mewakili Pashtun—dan Abdullah Abdullah—yang
mewakili kelompok etnis lainnya—akan berbagi
kekuasaan, dengan Ashraf Ghani menjadi presiden
dan Abdullah menjadi kepala eksekutif (perdana
menteri).
Yang pasti, pemerintahan baru Afghanistan
mewarisi PR lama, yaitu perlawanan Taliban yang
4 http://original.antiwar.com/eland/2014/12/01/in-
afghanistan-a-continuing-trend-of-us-military-incompetence/
justru semakin meningkat intensitasnya.
Gelombang operasi syahid dari Taliban telah
mengguncang kepercayaan diri pihak Kabul,
sementara serangan Taliban yang terus-menerus di
daerah pedalaman telah berlangsung sejak lama
dan telah merugikan tentara nasional dan polisi
Afghanistan. Karena aktivitas perlawanan yang tak
kunjung reda ini, AS akan terus memberikan
dukungan dari kekuatan udara bagi pasukan
keamanan Afghanistan, bahkan setelah misi
tempur daratnya berakhir pada akhir Desember ini.
Yang jelas, AS telah menghabiskan puluhan miliar
dolar untuk bertempur dengan Taliban dan melatih
pasukan keamanan Afghanistan. Dengan demikian,
belanja anggaran dalam jumlah yang sangat besar
tersebut terancam menjadi upaya pengembangan
yang sia-sia ketika kekalahan Taliban—sebagai
target yang jelas—tak kunjung terwujud.
Dalam bukunya, The Failure of Counterinsurgency:
Why Hearts and Minds are Seldom Won, Ivan
Leland mengkritik kebijakan kontrainsurgensi AS
seperti “terus menuangkan uang ke lubang tikus
dengan sia-sia”. Ia juga mengeksplorasi, mengapa
perang kontra tersebut sangat sulit untuk
dimenangkan oleh kekuatan besar.
Melihat pilihan strategi AS, seolah-olah seperti
tidak ada track record sebelumnya di Afghanistan
untuk memperingatkan pemerintah AS dari bahaya
pekerjaan sosial bersenjata yang mereka tempuh.
Padahal, sekali lagi, tidak ada kekuatan asing yang
berhasil menundukkan Afghanistan sejak sebelum
Masehi, termasuk dua kali kegagalan Inggris pada
abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 hingga
keterpurukan Uni Soviet setelah invasi pada 1980-
an.
Secara historis, demokrasi berkelanjutan harus
menggelembung naik dari bawah, dengan budaya
kompromi politik yang sesuai, yang harus terwujud
sebelum insitusi kekuasaan dapat memerintah
secara demokratis, bukan sebaliknya. Selain itu,
demokrasi memiliki lebih sedikit kesempatan abadi
7
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
jika kekuatan asing memaksakannya dengan paksa,
terutama di negara-negara yang belum pernah
memiliki tradisi demokrasi yang memadai. Di
samping itu, kesenjangan antara kekuasaan
mayoritas dapat mengakibatkan tirani sebagian
kelompok masyarakat (Syi’i terhadap Sunni),
seperti yang terjadi di Irak.
Apalagi dalam praktik demokrasi liberal, di mana
hak-hak minoritas yang penting dan aturan hukum
terjamin. Lebih lanjut, menurut demokrasi liberal
asli, untuk mempertahankan diri dan berkembang
dalam jangka panjang, sering kali tingkat
pendapatan masyarakat tertentu harus dicapai. Ini
akan meningkatkan munculnya kelas menengah
politik kuat yang menantang elite bercokol. Baik di
Irak maupun Afghanistan, level ini gagal untuk
dicapai. Di Irak, kemakmuran telah dilemahkan
oleh tahun-tahun perang yang panjang dan sanksi
ekonomi internasional, sedangkan Afghanistan
tetap menjadi negara yang sangat miskin.
Dengan demikian, mempertahankan sekitar
10.000–12.500 pasukan darat AS di Afghanistan,
ditambah penggunaan kekuatan udara AS,
membuka peluang yang lebih mungkin bahwa AS
akan terseret kembali ke dalam konflik untuk
mempertahankan rezim pemerintah kompromis
yang tidak layak untuk menghadapi perlawanan
Taliban yang semakin meningkat. Sekali lagi, AS
terperangkap seperti di Irak, bahkan tanpa
meninggalkan jumlah pasukan yang cukup besar di
sana setelah tanggal penarikan. Konflik di “negara-
negara buatan” yang dilingkupi perpecahan sosial
yang mendalam kemungkinan akan terus menjerat
AS.
Jika Taliban diminta untuk belajar bahwa mereka
akan dijatuhkan dari kekuasaannya karena sikap
enggan mereka dengan menampung “teroris” anti-
Amerika—dan seterusnya demikian di masa depan,
di wilayah mana saja yang mereka perintah—maka
AS pun dipandang perlu untuk membatasi
keterlibatannya dalam pemboman atas alasan
“menghancurkan kamp pelatihan teroris dan
infrastruktur mereka” dari udara. Karena, faktanya
begitu banyak jatuh korban sipil yang justru
menguatkan permusuhan rakyat Afghanistan
terhadap AS. Oleh karena itu, AS layak
mempertimbangkan penarikan semua pasukan
darat yang tersisa dan mengakhiri dukungan udara
tempur bagi pasukan keamanan Afghanistan,
dalam rangka menghindari tersedot kembali ke
rawa kesia-siaan yang tak kunjung habisnya.5
NATO secara Resmi Menarik Diri dari Afghanistan
Tanpa Kemenangan
Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)
yang tergabung dalam ISAF, Ahad (28/12), secara
resmi mengakhiri operasi militer di Afghanistan
yang telah berlangsung selama 13 tahun. Mereka
menggelar upacara resmi untuk mengakhiri misi
militer di Afghanistan bertempat di Pangkalan
Militer AS, Kabul. Operasi tersebut merupakan
perang terpanjang yang dialami AS dan NATO,
tanpa menuai kemenangan, karena selama itu pula
NATO belum mampu melumpuhkan apalagi
menghentikan perlawanan Taliban.
“Kita bersama telah mengangkat rakyat
Afghanistan dari kegelapan dan memberikan
mereka harapan akan masa depan,” kata
Komandan ISAF, Jenderal John Campbell, kepada
pasukan NATO dalam acara seremonial tersebut.
Campbell menghibur pasukannya dengan
mengatakan bahwa kalian telah berperan besar
dalam perubahan rakyat Afghanistan.
Saat ini, Jenderal tersebut mengklaim Afghan
merasa lebih aman. “Anda membuat rakyat
Afghanistan lebih kuat dan negaranya lebih aman.”
Pada akhir pembicaraannya, Campbell
mengucapkan terima kasih atas pengorbanan anak
buahnya. Ia mengungkapkan bahwa pertempuran
di Afghanistan merupakan pertempuran
5 http://original.antiwar.com/eland/2014/12/08/the-failure-
of-counterinsurgency-afghanistan/
8
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
terpanjang yang belum pernah dialami AS
sebelumnya.
Upacara penutupan misi militer itu sendiri digelar
dengan sederhana dan tertutup. Hal itu menyusul
potensi ancaman Taliban yang beberapa bulan
terakhir gencar dilakukan di ibukota Afghanistan.
“Seremoni digelar secara rahasia dan dalam waktu
singkat. Hal itu untuk menghindari ancaman
serangan Taliban,” lansir sejumlah media
internasional, seperti dikutip dari Arabi21.com.
Dalam pidatonya, komandan NATO Jenderal John
Chambell mengatakan kepada pasukannya bahwa
kalian telah memberikan rasa aman bagi warga
Afghanistan. Kalian telah berkorban selama 13
tahun untuk menghadapi “teroris”.
Di sisi lain, Taliban mengatakan bahwa upacara
tersebut menunjukkan kegagalan telak yang
dialami AS di Afghanistan. Mereka pulang dengan
kekalahan. Cibiran itu dikeluarkan sehari setelah
NATO menggelar upacara penutupan di pangkalan
militer mereka di ibukota Kabul.
“Upacara hari ini menunjukkan kegagalan mutlak
dari misi AS dan NATO,” kata juru bicara Taliban,
Zabihullah Mujahid. “Mereka melarikan diri dari
Afghanistan. Mereka tidak mencapai tujuan
mereka mengalahkan mujahidin Afghanistan,
tetapi mereka tetap mempertahankan beberapa
pasukan mereka untuk mencapai tujuan kejinya,”
tambah Mujahid. “Tiga belas tahun misi militer AS
dan NATO (di Afghanistan) sepenuhnya gagal,
upacara penutupan hari ini menunjukkan
kegagalannya,” tegas Mujahid, sebagaimana
dikutip oleh Foreign Policy. 6
Gerakan yang juga dikenal dengan nama resmi
Emirat Islam Afghanistan itu kembali menegaskan
bahwa AS dan sekutunya serta organisasi
internasional yang mendukung mereka benar-
benar telah mengalami kekalahan melawan
6 http://foreignpolicy.com/2014/12/29/taliban-u-s-leaving-afghanistan-in-defeat/?utm_content=bufferba120&utm_medium=social&utm_source=twitter.com&utm_campaign=buffer
kekuatan yang lebih lemah. “Kami menganggap
tahap ini secara jelas menunjukkan kekalahan dan
keputusasaan mereka,” kata Taliban dalam
pernyataannya, Senin (29/12).7 Taliban juga
mengungkapkan bahwa NATO telah membawa
Afghanistan menjadi negara yang penuh dengan
pertumpahan darah.
Surat kabar Inggris, The Independent menyebutkan
bahwa kekuatan Taliban masih tangguh di
Afghanistan. Di sisi lain, kekuatan pemerintah
masih diragukan dapat menghadapi kekuatan
Taliban. Bahkan, upacara penutupan misi militer ini
sengaja digelar sembunyi-sembunyi dan
sederhana. Hal itu untuk menghindari ancaman
serangan Taliban yang beberapa waktu terakhir
berhasil menembus tempat-tempat dengan
pengamanan super ketat di ibukota Kabul.
Resolute Support dan Operasi Freedom’s Sentinel:
Misi Baru AS di Afghanistan
Sebenarnya, pasukan asing tidak sepenuhnya
ditarik dari Afghanistan. Setelah melihat serangan
Taliban semakin gencar, AS memutuskan untuk
tetap menempatkan sebanyak 12.500 pasukan.
Menurut AS, misi ribuan tentara itu untuk melatih
militer pasukan Afghanistan yang belum kuat. AS
khawatir jika menarik diri sepenuhnya dari
Afghanistan, Taliban akan kembali merebut
ibukota. Secara resmi, upacara berakhirnya Operasi
Enduring Freedom juga menjadi ajang perkenalan
sebuah misi baru—Resolute Support (Dukungan
Tegas)—di negara tersebut. 8
Tapi ada misi lain yang terkait juga sedang berjalan
saat ini: Operasi Freedom’s Sentinel. Menteri
Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan dalam
sebuah pernyataan pada hari itu juga bahwa 7 http://shahamat-english.com/index.php/paighamoona/51809-statement-of-the-islamic-emirate-regarding-the-approaching-withdrawal-date-of-the-foreign-invading-forces 8 http://www.washingtonpost.com/world/nato-flag-lowered-in-afghanistan-as-combat-mission-ends/2014/12/28/5a3ad640-8e44-11e4-ace9-47de1af4c3eb_story.html
9
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
operasi ini akan mencakup dua komponen inti:
1. Bekerja dengan sekutu dan mitra di Resolute
Support.
2. Melanjutkan operasi kontraterorisme terhadap
sisa-sisa Al-Qaeda. “Untuk memastikan bahwa
Afghanistan tidak pernah lagi digunakan untuk
melancarkan serangan terhadap tanah air kami,"
katanya.
Setelah 13 tahun, momen ini menandai perubahan
yang signifikan secara militer. "OEF"—singkatan
yang umumnya dikenal di kalangan perwira
pasukan dan satuan tempur—tidak hanya
mencakup operasi di Afghanistan, tetapi juga
meliputi upaya untuk menargetkan militan dan
melatih militer negara sahabat, misalnya OEF-
Filipina yang menargetkan Abu Sayyaf dan OEF-
Trans Sahara yang menyasar AQIM. Seperti halnya
Operasi Iraqi Freedom, singkatan OEF menjadi
bagian dari leksikon pasukan dan disematkan
dalam berbagai hal, dari penghargaan hingga stiker
yang ditempel di bumper.
Untuk misi di Filipina sudah agak mereda. Para
pejabat AS pernah menyampaikan pada bulan Juni
lalu bahwa AS telah membubarkan sebuah gugus
tugas Operasi Khusus yang ada di sana untuk
melatih polisi dan pasukan militer Filipina.9
Laksamana Samuel Locklear, yang menjabat
sebagai Panglima Komando Pasifik AS, juga
mengatakan pada akhir April lalu bahwa misi tidak
akan berakhir sepenuhnya, tapi bergeser sebagian
untuk fokus pada pelatihan jajaran kepolisian
Filipina untuk melindungi pulau-pulau selatan,
daerah di mana gerilyawan aktif.10
Sementara itu, misi di Trans-Sahara akhirnya
mengambil nama Juniper Shield, sebagai misi yang
diperluas untuk mencakup lebih banyak negara di
Afrika Utara. Demikian menurut laporan tahun
2012 untuk Congressional Research Service. Situs
9 http://bigstory.ap.org/article/us-disband-anti-terror-force-philippines 10 http://foreignpolicy.com/2014/04/29/u-s-commando-mission-in-philippines-getting-overhaul/
GlobalSecurity.org mencatat bahwa kedua
operasi—OEF-TS dan Juniper Shield—masih
berjalan hingga awal tahun 2014 ini.11
Pengumuman Operasi Freedom’s Sentinel ini pun
mendapat reaksi beragam. Sejumlah kalangan
mulai bertanya-tanya apakah operasi ini cukup
"keren". Adapun yang lain mempertanyakan,
apakah itu tidak terdengar agak berlebihan; seperti
‘sesuatu’ yang keluar dari sebuah buku komik. Yang
jelas, operasi ini dimunculkan seiring dengan
meningkatnya serangan terhadap para pejabat
tinggi pemerintah Afghanistan dan jatuhnya
korban dalam jumlah tinggi dari kepolisian dan unit
tentara.
Hagel mengatakan bahwa dengan "menjamin kerja
sama keamanan", AS akan terus membantu
pemerintah Afghanistan untuk membangun
kapasitas dan kemandirian. “Kami akan terus
bekerja dengan mitra-mitra Afgan kami untuk
mengamankan kemajuan yang telah kita raih sejak
2001, untuk mencapai peluang yang menentukan
ini bagi masa depan Afghanistan,” ia
menambahkan. 12
Faktor Internal: Daya Tahan Taliban
1. Kemampuan dalam memainkan diplomasi
internasional. Mereka mampu melobi Pemerintah
Qatar agar diperbolehkan membuka kantor
perwakilan di Doha.
2. Mampu mempertahankan posisi tawar di dalam
negeri. Ini dibuktikan lewat tawaran pemerintah
Kabul untuk terus melakukan lobi dialog dengan
pihak Taliban.
3. Dukungan langsung dari kelompok-kelompok di
luar Afghanistan, seperti TTP dan kelompok jihadi
Asia Tengah (Uzbekistan dan Xinjiang)
11 http://www.globalsecurity.org/military/ops/oef-ts.htm 12 http://www.washingtonpost.com/news/checkpoint/wp/ 2014/12/29/meet-operation-freedoms-sentinel-the-pentagons-new-mission-in-afghanistan/
10
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
4. Kontrol terhadap perdagangan opium.
5. Kemampuan terkini di dalam menggunakan
teknologi IT. Ini bisa dilihat dari situs resmi mereka
(Shaamat-English.com) dan majalah rutin terbitan
Emirat Islam Afghanistan, yaitu InFight dan Azan
Magazine.13
6. Kemampuan menyelenggarakan pelayanan
publik terbatas. Misalnya, ketika Taliban
mempersilakan lembaga Internasional untuk
melakukan pelayanan kesehatan, di antaranya
vaksinasi.
Dalam reportase yang dilakukan Aljazeera Channel,
yang berjudul The State of Taliban, kelompok ini
juga terbukti mampu menyelenggarakan proses
arbitrase dalam penyelesaian sengketa
masyarakat.
Faktor Eksternal: Mengapa Amerika Serikat tidak
Kunjung Menang Melawan Taliban?
1. Rakyat Amerika sendiri sudah pesimis akan
perang Afghanistan. Alih-alih memberi semangat.
Bagi banyak rakyat Amerika, tidak pernah
tergambar yang namanya “negara” Afghanistan.
Yang ada hanyalah kumpulan dari suku, golongan,
dan klan yang belum lengkap. Jika pun ada yang
namanya "Afghanistan", pemerintahnya sangat
korup dan tidak mampu mengendalikan negaranya
sendiri. Jadi, apa untungnya AS berperang di sana?
2. Dulu, ketika Hamid Karzai menjadi presiden
Afghanistan, sekutu dan wakil resmi AS ini
sebenarnya lebih suka bahwa AS meninggalkan
Afghanistan. Setidaknya itulah yang dia katakan
untuk konsumsi internal dan itu pula yang
diharapkan oleh Loya Jirga. Ia tidak punya tujuan
praktis yang lebih besar daripada Walikota Kabul.
Fox News sempat melaporkan Rabu (24/9/2014),
bahwa Karzai mengungkapkan kekesalannya pada
13 Lihat: Laporan Khusus Lembaga Kajian SYAMINA edisi VI/Oktober 2013 yang berjudul “Peran Penting Media dalam Menyuarakan Jihad” di www.syamina.org
Amerika tersebut dalam pidato penyerahan
kekuasaan kepada presiden baru Ashraf Ghani
Ahmadzai. ‘’Kami tidak mendapatkan perdamaian
karena Amerika tidak menginginkan perdamaian,’’
kata Karzai dalam pidatonya di Istana Kepresidenan
di Kabul.
Dalam pidatonya itu, Hamid Karzai menuding
Amerika tidak bisa membawa kedamaian di
Afghanistan. Karzai menyebutkan bahwa yang
menikmati peperangan di Afghanistan adalah pihak
asing. ‘’Sehingga warga Afghanistan menjadi
domba korban dan korban peperangan ini,’’
katanya.
Sebenarnya, hanya Karzai-lah satu-satunya
presiden Afghanistan sejak Amerika menggulingkan
Taliban di Afghanistan. Ada kemungkinan Karzai
merasa “dibuang” oleh Amerika, atau mencari
simpati karena berani “menentang” Amerika.
Dalam kesempatan itu, Hamid Karzai mengucapkan
terima kasih kepada India, Jepang, Tiongkok, Arab
Saudi, Korsel dan Jerman yang telah membantu
Afghanistan. Tapi, bekas presiden Afghanistan
selama 13 tahun itu tidak berterima kasih pada AS.
Pada akhir pemerintahannya, Hamid Karzai
menolak menanda tangani perjanjian keamanan
dengan AS. Isinya, memberi kesempatan bagi 10
ribu penasihat militer dan pelatih AS untuk tetap di
Afghanistan selama setahun.
Sejak 2001, Washington telah menghabiskan dana
sebesar $100 miliar untuk memberi bantuan
peralatan perang, membangun sarana jalan dan
rumah sakit serta sekolah. Sekitar 2.200 tentara AS
tewas di Afghanistan sejak operasi militer 2001,
dan 20 ribu serdadu luka parah. Data PBB
menyebut sedikitnya 8 ribu warga Afghanistan
terbunuh dalam lima tahun terakhir.
Bagaimana dengan Ashraf Ghani Ahmadzai yang
baru? Presiden baru Afghanistan itu bersedia
menanda tangani perjanjian dengan AS.
3. Satu-satunya hal yang menyatukan rakyat
Afghanistan adalah kebenciannya kepada orang
11
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
asing. Pasukan asing—di mana saja, apa pun niat
mereka—akan selalu dilihat sebagai penjajah dan
musuh.
4. Jenghis Khan, Inggris, dan Rusia semua berusaha
untuk "menang" di Afghanistan, dan mereka
semua gagal. Bukan kebetulan jika Afghanistan
gagal ditaklukkan tiga imperium besar.
5. AS tidak dapat menang perang ketika terus
membunuh warga sipil. Namun, di Afghanistan di
mana batas antara kombatan dan warga sipil
adalah tipis, AS harus membunuh warga sipil
banyak sekali setiap waktu. Itulah yang
menyebabkan warga Afghanistan lebih memilih
untuk mendukung Taliban.
6. Mungkin AS harus kembali bertanya apakah
mereka berperang melawan terorisme ataukah
melawan Islam? Pertanyaan semisal ada di benak
masyarakat Afghanistan.
7. AS tidak akan bisa membuat warga Afghanistan
merasa bebas sementara AS sendiri mengokang
senapan, dan itulah yang dilakukan oleh tentara AS
di Afghanistan.
8. Tidak ada cara yang lebih baik untuk melahirkan
teroris baru daripada membuat perang terhadap
umat Islam atas nama perang melawan terorisme.
9. AS tidak bisa menyelamatkan dunia, dan
risikonya kehilangan apa yang terbaik di homeland
Amerika ketika nekat untuk melakukan hal itu.
Lewat alokasi anggaran yang tidak pada
tempatnya.
10. Kekuatan militer dan senjata yang luar biasa
yang diterapkan dari luar lebih cenderung merusak
daripada mempertahankan perkembangan
demokrasi di negara berkembang. Padahal,
demokrasi inilah alasan utama yang digembar-
gemborkan.
11. Al Qaeda bukanlah Afghanistan dan bukan pula
Taliban. Jika AS beralasan memerangi Al Qaeda,
kenyataannya yang jadi korban adalah rakyat
Afghanistan, dan kini Al Qaeda bukan hanya ada di
Afghanistan.
12. AS tidak bisa membiayai perang luar negeri
yang kerap dipertanyakan dan malah tidak mampu
memulihkan ekonomi di rumah sendiri, dan jika
mencoba melakukannya malah cenderung
menyebabkan perang tanpa arah dan merusak
keadilan bagi rakyatnya sendiri.
Tampaknya bahwa AS mengalami kepayahan,
apalagi militernya berperang tanpa target yang
jelas. Cukup masuk akal jika ‘pulang’ adalah pilihan
yang pada akhirnya kembali diambil. (F. Irawan)
12
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Pasang-Surut Politik Islam
Sultan Salim III (1761–1808) dari Daulah Utsmaniyah
sedang menerima penghormatan dalam sebuah
pertemuan di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapi,
Istanbul. (Wikipedia.org)
Tulisan ini mencoba mendeskripsikan perspektif
Islam mengenai keruntuhan suatu sistem politik
sebagai suatu sunnatullah yang terkait dengan
hukum sebab-akibat. Tulisan ini juga akan
mendudukkan kemunduran praktik politik Islam
dengan kebenaran Islam. Selain itu, juga akan
mengungkap penyebab kemunduran tersebut dan
peluang kembalinya.
Jatuh bangun suatu sistem politik merupakan
sebuah fakta yang terjadi dalam perjalanan sejarah
manusia dan tidak dimungkiri oleh sejarawan
bahkan oleh awam sekalipun. Namun kemerosotan
sistem politik tertentu -bahkan berada di bawah
pengaruh sistem politik lainnya- sering kali
menimbulkan suatu pertanyaan jika kaitkan
dengan etika keagamaan tertentu.
Jika etika diartikan sebagai suatu perspektif
mengenai yang benar dan yang salah, atau yang
baik dan yang buruk, maka pertanyaan yang
muncul adalah mengapa politik Islam hampir
selama seabad terakhir ini mengalami kemunduran
dan kemerosotan? Bukankah Islam merupakan
agama yang benar, sehingga politik yang
diajarkannya pun benar.
Perspektif Islam Mengenai Keruntuhan Suatu
Sistem Politik
Politik berasal dari bahasa Yunani ‘polis’ yang
berarti negara kota. Politik secara umum dapat
didefinisikan dalam beberapa definisi yang hampir
kesemuanya memiliki persamaan dalam konsep-
konsep pokoknya yaitu: negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijaksanaan, dan
pembagian atau alokasi. Dalam tradisi Islam yang
menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa
keilmuannya, politik ditransliterasi menjadi
siyasah. Kata siyasah sendiri merupakan derivasi
dari ‘saasa’ yang berarti melaksanakan sesuatu
sebagaimana semestinya.
Dalam tradisi Islam yang sumber dasar pemikiran
dan sistem hukumnya berupa wahyu yang
terwujud dalam Al-Quran dan Hadits Muhammad
saw, tidak terdapat kata siyasah dengan arti
sebagaimana yang dipahami sekarang ini. Dalam
Al-Quran tidak terdapat satu pun kata siyasah
bahkan derivasinya. Meski tidak terdapat kata
siyasah atau derivasinya di dalamnya, namun Al-
Quran menyebutkan beberapa kali kata ‘al-mulk’ 14
yang berarti kerajaan atau negara, yang
merupakan salah satu konsep politik yang
terpenting. Selain menggunakan kata al-mulk, Al-
Quran juga menggunakan kata-kata lain yang
dalam beberapa tempat artinya sama dengan al-
mulk, yaitu ‘al-balad’15 dan ‘al-qaryah’.
Al-Quran juga menggunakan beberapa terma yang
merujuk pada makna kekuasaan. Terma-terma
14 Al-Quran menyebutkan 57 kali kata al-mulk, 31 diantaranya
tanpa menggunakan artikel alim lam (ال). 15 Al-Balad disebut pada 14 tempat dalam Al-Quran.
Sementara al-qaryah disebut Al-Quran dalam 33 tempat dan
dengan bentuk pluralnya ‘al-qura’ pada 18 tempat.
13
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
tersebut di antaranya: ‘at-tamkin’,16 ‘al-istikhlaf’17,
dan ‘al-hukm’18.
Adapun dalam Hadits, terdapat sebuah riwayat
yang menyebutkan derivasi dari kata siyasah.
Hadits tersebut berbunyi:
“(Sungguh urusan) Bani Israil diatur oleh para Nabi.
Setiap seorang Nabi wafat maka ada Nabi lain
yang menggantikannya. Sungguh, tidak akan ada
nabi lagi setelahku, dan suatu saat nanti akan
banyak terdapat khalifah.”
Para sahabat bertanya, “Apa yang Anda
perintahkan kepada kami (jika itu terjadi)?”
Beliau menjawab, “Penuhilah baiat (khalifah) yang
paling terdahulu dan penuhilah hak-hak mereka.
Sungguh, Allah akan meminta pertanggung-
jawaban atas kepemimpinan mereka.”19
Sebagai suatu nilai, ulama Islam agak sedikit
berbeda dalam mendefinisikan siyasah secara
terminologi. Menurut Ibnu Najim, siyasah adalah
tindakan penguasa yang demi terwujudnya sesuatu
yang dianggapnya maslahat, meski perbuatan
tersebut tidak memiliki argumentasi definitif (dari
syariat; Al-Quran dan As-Sunnah).20
Tidak jauh berbeda dengan Ibnu Nujaim, Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa siyasah adalah
pengarahan dari penguasa yang sesuai dengan
perspektif syariat kepada rakyatnya agar mereka
memperoleh kemaslahatan dunia dan akhirat.21
Sementara sebagai suatu sistem kenegaraan,
siyasah adalah suatu perangkat pemerintahan
beserta unsur-unsurnya yang bertujuan untuk
membantu rakyat agar mendapatkan
kemaslahatan akhirat dan dunia mereka. Dari dua
16 Lihat misalnya QS. Yusuf: 56, QS. Al-Qashash: 5, dan QS.
Al-Hajj: 41. 17 Lihat contohnya QS. An-Nuur: 55, dan QS. Al-A’raf: 129. 18 Baca QS. An-Nisaa’: 58, QS. Al-Maidah: 45, 47,49, dan 50. 19 HR. Al-Bukhari, no. 3268 dan Muslim no 1842, dari Abu
Hurairah (Abdurrahman bin Sakhr) ra. 20 Ibnu Nujaim, Bahrur Raiq, 5/11. 21 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 97.
definisi tersebut dapat dipahami bahwa siyasah
adalah bagian yang tidak dipisahkan dari Islam.
Oleh sebab itu, Islam tidak membedakan antara
persoalan keyakinan (akidah), ibadah, dan politik.
Al-Quran yang merupakan sumber hukum Islam
yang pertama menjelaskan bahwa setiap umat
atau bangsa memiliki batas kejayaan dan
kecemerlangan mereka.
“Setiap umat mempunyai batas waktu, maka
apabila telah datang waktunya, mereka tidak
dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan
tidak dapat (pula) memajukannya.”22
Ath-Thabari menulis bahwa yang dimaksud dengan
‘ajal’ (batas waktu) adalah waktu tibanya
kehancuran atau hukuman pada mereka.23 Ibnu
Katsir menginterpretasikan ‘ajal’ dengan waktu
yang telah ditetapkan bagi mereka.24 Sementara
Asy-Syaukani menerangkan bahwa yang dimaksud
dengan ‘ajal’ bisa berupa waktu datangnya azab
atau bisa juga berarti kematian, bahkan
menurutnya makna kata (ajal) tersebut bisa lebih
umum dari kedua (yaitu datangnya azab dan
kematian) arti sebelumnya.25
Sayyid Quthb memaknai ‘ajal’ dengan dua
pengertian, yaitu kematian pada setiap diri
manusia dan rentang waktu yang telah ditentukan
bagi kajayaan dan kekuasaan suatu umat atau
bangsa.26
Dari para mufasir di atas, dijelaskan bahwa Islam
memandang jatuh bangunnya suatu sistem politik
sebagai suatu sunnatullah (ketetapan Allah)
berlaku di dunia ini. Ketetapan ini berlaku untuk
setiap suatu sistem atau entitas politik, apa pun
suku, bangsa, dan warna kulitnya. Terlebih Al-
Qur`an menyebutkan ayat tersebut dengan
menggunakan kata ‘kullun’, yang berarti
22 QS. Al-A’raf: 34. 23 Ath-Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta`wil Ayyil Qur`an, 12/405. 24 Ibnu Katsir, Tafsirul Qur`anil ‘Azhim, 3/409. 25 Asy-Syaukani, Fathul Qadir, 3/33. 26 Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur`an, 3/218.
14
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
seluruhnya. Dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh, kata
‘kullun’ merupakan salah satu tanda makna al-
‘aam, yaitu makna mencakup seluruh person atau
bagiannya (afraad) tanpa terkecuali.
Kemenangan dalam Perspektif Islam
Dalam beberapa ayat Al-Quran27 ditegaskan bahwa
Allah swt berjanji akan menolong dan memberikan
kemenangan kepada para Rasul dan orang-orang
beriman hingga hari kiamat nanti. Kemenangan
tersebut tidak hanya dijanjikan di akherat kelak,
namun juga terjadi dalam kehidupan dunia ini.
Melalui Al-Quran, As-Sunnah, dan sejarah Islam
didapatkan dokumentasi bahwa bahkan sekelas
nabi, mengalami perlakuan yang tidak layak dari
umat mereka, terutama musuh-musuh mereka. Di
antara mereka ada yang dibunuh seperti Nabi
Yahya as dan Nabi Syu’ya as. Ada juga di antara
mereka yang hendak dibunuh oleh umat mereka
akan tetapi diselamatkan oleh Allah swt, seperti
Nabi Ibrahim as yang hijrah ke Syam meninggalkan
tanah air dan kaumnya, dan juga Nabi Isa as yang
diangkat ke langit ketika kaumnya ingin
membunuhnya.
Tidak jauh berbeda dengan para nabi tersebut,
orang-orang beriman dari kalangan para
pengikutnya pun mengalami hal yang serupa. Di
antara mereka ada yang dilemparkan ke dalam
parit yang dinyalakan api di dalamnya, ada yang
gugur sebagai syuhada, ada yang hidup di bawah
ancaman, penderitaan, teror dan intimidasi.
Dari realitas di atas, sering kali muncul suatu
pertanyaan: Di mana janji Allah untuk menolong
dan memenangkan mereka di dunia sementara
pada kenyataannya mereka diusir, disiksa, bahkan
ada yang dibunuh? Untuk itu, menjelaskan arti
27 Lihat seperti QS. Ghafir: 51, QS. Ar-Rum: 47, QS.
Muhammad: 7, QS. Al-Hajj: 40, dan QS. Ash-Shafaat: 171-
173.
kemenangan (an-nashr) menurut perspektif Islam
merupakan suatu yang urgen.
An-Nashr atau kemenangan dalam kaca mata Islam
memiliki beberapa pengertian dan gambaran yang
lebih universal dari apa yang dipahami oleh
manusia atau yang terdetik dalam benak pemikiran
mereka. Diantara pengertian kemenangan tersebut
yaitu:
1. Takluknya musuh kepada para Nabi dan Rasul
serta pengikut mereka yang beriman. Makna
seperti ini adalah pemahaman dan gambaran
yang pertama kali muncul dalam pemikiran
manusia jika mendengar kata kemenangan.
Kemenangan seperti ini di antaranya Allah swt
berikan kepada Nabi Dawud as28, Nabi
Sulaiman as29, Nabi Musa as30 serta juga
kepada Nabi Muhammad saw bersama
sahabatnya.31
Kemenangan dengan arti seperti ini terlintas
pertama kali dalam benak manusia
disebabkan, di antaranya: (1) kemenangan
zahir dapat dilihat dan dirasakan oleh manusia,
(2) kemenangan ini memadukan antara
kemenangan spiritual keagamaan (ad-din) dan
kemenangan pemeluknya, dan (3)
kemenangan semisal ini sangat disukai
manusia karena merupakan kemenangan yang
dekat.
2. Kemenangan dengan dibinasakannya kaum
yang tidak beriman dan selamatnya nabi serta
pengikut mereka yang beriman. Ini
sebagaimana yang dialami oleh Nabi Nuh as.
Allah swt telah menyelamatkannya beserta
pengikutnya yang beriman dari kaumnya yang
ingkar dengan menenggelamkan mereka
dalam peristiwa banjir besar.32 Sebagaimana
28 Baca QS. Al-Baqarah: 251. 29 Baca QS. Shad: 35. 30 Simak QS. Al-A’raf: 137 31 Simak QS. Al-Fath: 1, dan QS. An-Nashr: 1-3. 32 QS. Al-Qamar: 10-14
15
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
juga dialami oleh Nabi Hud as33, Nabi Shalih
as34, Nabi Luth as35, dan Nabi Syu’aib as36.
Hukuman berupa azab yang ditimpakan
kepada orang-orang yang ingkar merupakan
kemenangan yang besar bagi orang-orang
yang beriman, sekaligus sebagai kekalahan dan
penghinaan bagi orang-orang yang tidak
beriman dan menghalangi orang-orang dari
keimanan dengan berbagai cara.
3. Kemenangan melalui pembalasan Allah
kepada musuh dan orang-orang yang
mengingkari para nabi sesudah kematian
mereka. Sebagaimana yang terjadi terhadap
orang-orang yang membunuh Nabi Yahya as
dan Nabi Syi’ya as, juga terhadap orang-orang
yang ingin membunuh Nabi Isa as. Dalam Al-
Quran disebutkan:
“Sungguh, Kami akan menolong rasul-rasul
Kami dan orang-orang yang beriman dalam
kehidupan dunia.”37
Menginterpretasikan ayat di atas, Ath-Thabari
berkata, “Yaitu ... atau dengan memenangkan
mereka atas orang-orang yang mendustakan
Kami, atau dengan pembalasan Kami terhadap
mereka di dunia ini setelah wafatnya para nabi
dan rasul. Sebagaimana yang telah Kami
lakukan terhadap orang-orang yang
membunuh Nabi Syi’ya dan Nabi Yahya, dan
sebagaimana Kami memenangkan Nabi Isa
atas orang-orang yang ingin membunuhnya.
Pada akhirnya Kami binasakan mereka melalui
orang-orang Romawi.”38
4. Kemenangan dalam perspektif Islam justru
terkadang adalah merupakan kekalahan
menurut pandangan manusia, seperti dibunuh,
dipenjara, diusir, dan disiksa. Padahal hal
demikian itu jika merupakan konsekuensi dari
33 QS. Al-A’raf: 72. 34 QS. Al-A’raf: 78. 35 QS. Al-A’raf: 84. 36 QS. Asy-Syu’ara: 189. 37 QS. Ghafir: 51. 38 Ath-Thabari, Jami’ul Fi Ta`wil Ayyil Qur`an, 21/400-401.
keimanan mereka maka merupakan
kemenangan yang hakiki. Dalam Al-Quran
ditegaskan:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang
yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan
mendapat rezeki.”39
Ada beberapa alasan mengapa orang-orang
beriman yang gugur dalam rangka
mempertahankan, memperjuangkan, dan
membela agama Islam merupakan suatu
kemenangan bagi mereka, di antaranya:
a. Memperoleh syahadah yang merupakan
anugerah yang agung dari Allah. Al-
Quran menceritakan bahwa orang-orang
yang gugur dalam membela agama
mereka akan merasa gembira terhadap
balasan yang Allah berikan kepada
mereka di akhirat.40
b. Kemenangan dan keunggulan manhaj
serta ideologi (akidah) yang dia pegang.
Hal ini seperti yang terjadi dalam kisah
seorang pemuda yang dibunuh oleh
rajanya, lalu kaumnya terpesona dengan
keteguhan pemuda tadi lantas mereka
serempak mengatakan di hadapan raja
lalim bahwa mereka beriman kepada
Rabb pemuda itu.41
Ketika seorang mukmin yang teguh
memegang keyakinan mereka
diasingkan, dipenjara, disiksa dan
akhirnya dibunuh, maka orang yang
menyiksa dan membunuh biasanya
mengalami depresi mental yang terjadi
setelah mereka melakukan tindakan
tersebut. Akibatnya, jiwanya merasa
tertekan dan tidak memiliki rasa tenang
dan tenteram sedikit pun.
39 QS. Ali Imran: 169. 40 Baca QS. Ali Imran: 169-170. 41 Lihat HR Muslim, 8/229, no. 7703.
16
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
c. Menjadi buah bibir yang manis setelah
kematiannya. Orang-orang yang gugur di
jalan Allah akan menjadi buah
pembicaraan yang baik di kalangan
orang-orang beriman. Al-Quran
merekam sebuah doa yang dipanjatkan
oleh Nabi Ibrahim as, “... dan jadikanlah
aku buah tutur yang baik bagi orang-
orang (yang datang) kemudian.”42
5. Kemenangan karena teguh dalam memegang
akidah dan manhaj. Ini dikarenakan dia telah
mampu melampaui ujian syahwat dan
syubhat, melintasi berbagai rintangan
dangan penuh keberanian dan keteguhan.
Bahkan, kemenangan lahir tidak dapat
terwujud kecuali setelah melalui bentuk
kemenangan ini. Untuk itu, keteguhan dalam
memegang akidah dan manhaj meski
dilemparkan ke dalam tumpukan api,
menjadikan Nabi Ibrahim as berada dalam
puncak kemenangan. Lantaran ini juga maka
Ashhabul Ukhdud yang dilemparkan ke
dalam api yang menyala-nyala disebabkan
keteguhan mereka terhadap agama mereka
dan juga keengganan mereka untuk untuk
kufur setelah beriman dan lebih memilih
mati, telah mengangkat mereka ke dalam
posisi pemenang.
6. Kemenangan dengan kuatnya argumentasi
dan nilai kebenaran yang dikandungnya. Al-
Quran menjelaskan berkaitan dengan
perdebatan antara Nabi Ibrahim dan
kaumnya:
“Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan
kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.
Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki
beberapa derajat.43”
Pun demikian, dengan perdebatan Nabi
Ibrahim dengan salah seorang yang kafir
tentang Rabb dan membuatnya tidak
42 QS. Asy-Syu’ara: 84. 43 QS. Al-An’am: 83.
berkutik; tidak mampu menjawab
argumentasi Nabi Ibrahim as.44 Karena itu,
kemenangan orang beriman dengan
argumentasinya yang kuat merupakan
kemenangan yang hakiki, bahkan merupakan
salah satu sarana penting untuk mencapai
kemenangan Din.
7. Kemenangan orang beriman tidak dibatasi
oleh dimensi ruang dan waktu, karena ruang
kemenangan bagi mereka adalah bumi Allah
yang luas ini dan waktunya adalah kehidupan
di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu,
terkadang orang yang beriman mendapat
tekanan di suatu tempat, sementara di
tempat lain dia memperoleh kemenangan,
sebagaimana yang dialami oleh Nabi
Muhammad saw. Ketika berada di Makkah
beliau mendapat tekanan, namun ketika
sudah di Madinah beliau memperoleh
kemenangan bahkan dapat membebaskan
kota Makkah.
Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Musa
as. Di negeri Fir’aun, Nabi Musa as mendapat
teror dan intimidasi, akan tetapi di wilayah
lain beliau mendapat kemenangan. Dan
bahkan terkadang terjadi, orang beriman
mendapat tekanan pada suatu kesempatan
di suatu tempat, tetapi pada kesempatan
lainnya di tempat yang sama dia memperoleh
kemenangan.
8. Kemenangan dalam bentuk perlindungan,
yaitu dilindunginya orang yang beriman dari
cengkeraman musuh-musuhnya. Dalam Al-
Quran disebutkan:
“Maka sampaikanlah secara terang-terangan
apa yang diperintahkan (kepadamu) dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari
44 Simak QS. Al-Baqarah: 258.
17
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
(kejahatan) orang yang memperolok-olokkan
(mu).45”
Ath-Thabari dalam menginterpretasikan ayat
tersebut menyebutkan bahwa ketika
menyampaikan perintah Allah secara terang-
terangan maka janganlah takut kepada
sesuatu pun kecuali hanya kepada Allah
karena Dia akan menjagamu dari musuh-
musuhmu dari dari orang-orang yang
menyakitimu sebagaimana Allah
melindungimu dari orang-orang yang
memperolok-olokmu.46
Jika diperhatikan berbagai bentuk kemenangan di
atas seraya memperhatikan perjalanan hidup para
rasul, maka akan ditemukan bahwa salah satu atau
lebih dari kemenangan itu telah terwujud dalam
kehidupan mereka. Sebagaimana yang tampak
dalam sejarah Nabi Muhammad saw. Beliau telah
memperoleh kemenangan dengan keunggulan dan
kesempurnaan Islam. Juga memperoleh
kemenangan dengan hancurnya orang-orang yang
mengingkarinya dalam berbagai peperangan
dengan beliau. Beliau meraih kemenangan saat
terusir dari Makkah, menang karena memiliki
argumentasi yang kuat dan mendapatkan
perlindungan atas orang-orang yang memusuhinya,
serta menang di tempat yang bukan tanah airnya,
selain juga menang karena keteguhannya di atas
Din dan dalam menyampaikan kebenaran.
Berdasarkan penjelasan mengenai makna-makna
kemenangan di atas maka tampaklah
keuniversalan pengertian ‘an-nashr’ (kemenangan)
dalam Islam. Untuk itu, pembatasan arti
kemenangan hanya dengan lahir saja bukanlah
merupakan pandangan Islam. Pun demikian halnya
dengan kebenaran. Mundurnya politik Islam saat
ini bukanlah bukti bahwa politik yang berdasarkan
Islam itu salah dan Islam mengajarkan politik yang
45 QS. Al-Hijr: 94-95. 46 Ath-Thabari, Jami’ul Bayan fi Ta`wili Ayyil Qur`an,
17/153.
salah. Keunggulan politik Islam bisa teruji dari
teori-teorinya yang universal. Sementara
kemunduran politik Islam itu sendiri terkadang
disebabkan oleh politikus Islam yang belum
merealisasikan politik Islam tersebut dengan baik
dan benar.
Penyebab Mundur dan Jatuhnya Politik Islam
Pada hakikatnya sejak kemunculan sejarah dan
peradaban manusia hingga saat ini, bahkan hingga
berakhirnya dunia nanti, ketetapan universal Allah
swt (sunnatullah) terhadap jatuh bangun suatu
umat dan peradaban secara umum pasti akan
terjadi. Di antara ketetapan sunnatullah tersebut
adalah adanya suatu kaidah atau aturan sosial dan
kemanusiaan secara umum yang berhubungan
langsung dengan penentuan arah perjalanan
kehidupan manusia dan juga perjalanan suatu
umat dan bangsa. Jika suatu umat atau peradaban
konsisten terhadap aturan-aturan tersebut maka
selamanya mereka akan berada dalam kebaikan
dan kejayaan.
Sebaliknya, jika suatu bangsa tidak tunduk dan
patuh pada aturan-aturan itu maka mereka dengan
sendirinya akan tercampak dalam lembah
kemunduran dan kejatuhan. Pun demikian dengan
umat dan politik Islam tidak terkecuali dalam
sunnatullah tersebut. Sejak turunnya risalah
kenabian Rasulullah saw maka Daulah Islam atau
politik Islam mulai mengusahakan dan memenuhi
aspek-aspek kemajuan dan kejayaan sehingga
tegaklah daulah tersebut. Namun, tatkala
perjalanan daulah Islam mulai menjauhi aspek-
aspek tersebut maka terjadilah kelemahan pada
daulah Islam yang berakhir dengan
kehancurannya.47
Politik Islam yang terealisasikan dalam bentuk
kekhalifahan berakhir dengan jatuhnya Daulah
47 Raghib As-Sirjani, Qishshatul Andalus, 716.
18
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Utsmaniyah di Turki. Sejak saat itu hingga
sekarang, umat Islam mengalami suatu masa
dimana lenyapnya kekhilafahan sehingga tidak ada
satu pun sistem politik yang mampu menyatukan
mereka seluruhnya di seluruh penjuru dunia ini,
selain juga lenyapnya syariat dan penerapan
syariat Islam di negeri-negeri mayoritas Muslim.
Sebagaimana bangun dan jayanya suatu umat dan
bangsa jika mereka memenuhi syarat dan aspek
kejayaan tersebut, demikian juga dengan
kemunduran dan kehancuran mereka. Jika mereka
tanpa sadar sedikit demi sedikit menuju pada
syarat dan aspek tersebut maka mereka pada
akhirnya akan mengalami kejatuhan sebagaimana
yang terjadi pada umat dan bangsa sebelumnya.
Ibnu Khaldun yang merupakan seorang sosiolog
dan sejarawan Muslim terkenal menyebutkan
beberapa tanda fundamental dari keruntuhan
suatu bangsa48.
Pertama, penguasa yang memonopoli kekuasaan
dan memarjinalkan pendukung aslinya.
Otoritas suatu bangsa, pada dasarnya, biasanya
mengklaim semua kemuliaan untuk dirinya sendiri.
Selama kemuliaan adalah milik umum (bersama)
suatu kelompok, dan semua anggota kelompok
membuat upaya yang identik (untuk mendapatkan
kemuliaan), aspirasi mereka untuk bisa unggul atas
yang lainnya dan untuk mempertahankan milik
mereka sendiri merupakan teladan dalam
keluhuran ambisi mereka dan kentalnya akan
ketinggian harga diri mereka. Mereka semua
bertujuan untuk memperoleh suatu kemuliaan.
Oleh karena itu, mereka menganggap kematian
yang dihadapi dalam mengejar kemuliaan adalah
suatu yang terpuji, dan mereka lebih memilih
kematian dari pada hilangnya (kemuliaan) mereka.
48 Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, 1/210-213.
Sekarang, bagaimanapun, ketika salah satu dari
mereka mengklaim semua kemuliaan untuk dirinya
sendiri, ia menggoyahkan rasa kebangsaan
(kebersamaan) mereka dan mengendalikan para
pejabat, dan lebih memprioritaskan memberikan
harta kepada mereka. Oleh sebab itu, mereka
menjadi terlalu malas untuk melanjutkan
pertempuran, kekuatan mereka sudah mulai
hilang, dan (jiwa) mereka berubah lebih mencintai
kehinaan dan penghambaan.
Generasi berikutnya akan tumbuh dalam (kondisi)
seperti di atas. Mereka menganggap tunjangan
yang mereka dapatkan merupakan gaji (imbalan)
dari pemerintah kepada mereka atas peran
mereka dalam melindungi dan mempertahankan
negara dan bantuan mereka yang lain. Tidak ada
yang mereka pikirkan selain dari itu. Sehingga
sangat sedikit dari mereka yang sukarela untuk
mengorbankan hidupnya. Situasi ini akan
melemahkan suatu bangsa dan melemahkan
kekuatannya. Dengan itu, suatu bangsa akan
mengalami fase kelemahan dan kehancurannya
akibat rasa kebangsaan yang rusak bersamaan
dengan hilangnya keberanian dalam diri rakyatnya.
Kedua, penguasa yang hidup dalam gelimang
kemewahan.
Jumlah keluarga mereka semakin banyak, dan
biaya untuk menafkahi mereka melebihi tunjangan
yang mereka dapatkan, serta pemasukan mereka
dari pajak juga tidak mencukupi. Mereka yang
miskin akan binasa, sementara para pegawai
pemerintahan menghambur-hamburkan pengha-
silan mereka pada kemewahan.
Kondisi ini menjadi semakin buruk pada generasi
berikutnya. Akhirnya, semua pendapatan negara
tidak cukup membiayai kehidupan mewah dan hal-
hal lain yang telah menjadi kebiasaan mereka yang
serba mewah. Kebutuhan mereka akan semakin
mendesak, sementara penguasa menuntut untuk
19
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
membatasi tunjangan mereka pada masa perang,
sehingga mereka tidak ada lagi sandaran mereka
untuk memenuhinya. Oleh karena itu, (para
penguasa) menjatuhkan hukuman pada (rakyatnya)
dan merampas banyak harta mereka, baik dengan
mengambil alih untuk diri mereka sendiri atau
dengan menyerahkannya kepada anak-anak
mereka sendiri dan pendukungnya di
pemerintahan. Dengan cara itu, mereka membuat
orang-orang terlalu lemah (secara finansial) untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri, dan
melemahkan para pegawai pemerintahan lantaran
lemahnya rakyatnya.
Juga, ketika kemewahan semakin marak di sebuah
bangsa dan penghasilan masyarakat menjadi tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka
sementara pengeluaran mereka membengkak,
penguasa, yaitu pemerintah, harus meningkatkan
tunjangan mereka untuk menutup kurangnya
pengeluaran mereka dan memperbaiki kondisi
ekonomi mereka yang tidak sehat. Jumlah
penerimaan pajak, bagaimanapun, adalah salah
satu yang tetap. Ini tidak bertambah atau
berkurang. Ketika itu bea cukai baru akan naik,
jumlah yang akan dikumpulkan sebagai hasil dari
peningkatan pemasukan tetap memiliki batas (dan
tidak dapat ditingkatkan lagi).
Ketika penerimaan pajak dialokasikan untuk
tunjangan-tunjangan, maka akan terjadi
penambahan tunjangan bagi setiap orang dari
pegawai pemerintahan akibat kemewahan dan
pengeluaran mereka yang besar. Pada masa ini,
jumlah pegawai kemiliteran harus dikurangi dari
sebelum adanya penambahan tunjangan.
Kemudian, jika gaya hidup mewah semakin
bertambah yang menyebabkan tunjangan pun
semakin banyak, maka terpaksa harus mengurangi
lagi pegawai kemiliteran. Jika ini terus berlanjut
maka tidak menutup kemungkinan militer menjadi
kesatuan yang paling sedikit jumlahnya yang
menyebabkan daya tahan negara pun menjadi
lemah dan kekuatannya menjadi hilang. Dan jika
suatu negara sudah lemah maka negara-negara
sekitarnya atau suku dan kabilah yang sebelumnya
berada di bawah kekuasaannya akan berusaha
untuk merebut kekuasaan mereka.
Tiga, penguasa mulai bergaya hidup penuh
kesenangan dan bersantai-santai.
Jika gaya hidup penuh kesenangan dan bersantai-
santai telah menjamur di kalangan elit
pemerintahan maka generasi baru tumbuh dalam
nuansa kenyamanan dan kemudahan, kehidupan
mewah dan ketenangan. Sifat dari kebuasan (yang
dimiliki oleh generasi terdahulu telah) mengalami
transformasi. Mereka melupakan kebiasaan hidup
gurun yang memungkinkan mereka untuk
mencapai otoritas kekuasaan, seperti energi yang
besar, kebiasaan hidup yang penuh perjuangan,
dan kemampuan untuk melakukan perjalanan di
padang gurun dan menemukan jalan seseorang diri
dalam wilayah asing sekalipun. Tidak ada
perbedaan antara mereka dan penduduk biasa
yang menetap di kota, kecuali keterampilan dan
pengalaman tempur mereka. Pertahanan militer
mereka melemah, energi mereka hilang, dan
kekuatan mereka dirusak. Efek buruk dari situasi ini
pada dinasti menunjukkan ke arah kepikunan
(kehancuran).
Jika penguasa terus mengadopsi bentuk gaya hidup
baru yang serba mewah, budaya menetap,
ketenangan, kemudahan dalam segala kondisi, dan
kelembutan yang lebih mengakar ke dalam diri
mereka, maka mereka menjadi terasing dari
kehidupan padang pasir dan gurun ketangguhan.
Secara bertahap, mereka kehilangan lebih banyak
dan lebih banyak (kebijaksanaan). Mereka
melupakan kualitas keberanian yang yang dulunya
merupakan perlindungan dan pertahanan mereka.
Akhirnya, mereka datang untuk bergantung pada
20
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
beberapa bangsa lain, itu pun jika mereka
memilikinya.
Dalam sebuah dinasti yang terkena kepikunan
sebagai hasil dari kehidupan yang mewah dan gaya
hidup yang santai penguasanya, kadang-kadang
terjadi bahwa penguasa memilih pembantu dan
partisan dari kelompok yang tidak terkait dengan
(dinasti yang berkuasa tetapi) digunakan untuk
mempertahankan eksistensi mereka. Mereka
menggunakan orang-orang tersebut sebagai
tentara yang akan lebih mampu untuk menderita
kesulitan perang, kelaparan, dan kekurangan. Ini
bisa dijadikan obat untuk mempertahankan dinasti
ketika datang.
Masa Depan Politik Islam
Kemenangan politik Islam pada zaman dahulu
merupakan suatu yang menggelorakan rasa
kemuliaan dan kebanggaan tersendiri. Namun
harus dipahami adalah adanya perbedaan antara
proses kemenangan zaman dahulu dan sekarang
yang demikian berbeda.
Pada zaman dahulu penentu kemenangan politik
Islam adalah dari hasil kemenangan pedang,
tombak, dan kuda yang berhadapan dengan
pedang, tombak, dan kuda musuh. Atau juga
melalui kemenangan dari pasukan Islam dan
bertemu dengan pasukan musuh. Namun sekarang
ini, bentuk pertempuran antara Islam dan musuh
jauh tersembunyi, dan mayoritasnya tidak
berbentuk fisik, bahkan sangat jauh berbeda.
Sekarang ini perang tidak lagi perang pada masa
dahulu, parameter kekuatan tidak sama dengan
parameter kekuatan zaman tempo lalu.
Pertanyaannya adalah mampukah umat Islam
kembali mewujudkan kemenangan mereka pada
kondisi dan situasi, juga sesuatu yang serba baru
seperti sekarang ini? Sementara umat Islam sedang
mengalami kemunduran dan kelemahan.
Menurut Dr. Raghib As-Sirjani, umat Islam tetap
mampu mewujudkan kemenangan politiknya49.
Pertanyaan di atas muncul disebabkan kurangnya
pemahaman dan kesadaran akan dua faktor
kemenangan yang senantiasa melekat pada umat
Islam. Kedua faktor tersebut adalah:
Satu, umat Islam adalah umat yang tidak akan
pernah punah. Selaras dengan janji Allah dan
sunnahnya bahwa umat Islam akan selamanya ada
di muka bumi hingga kiamat kelak. Memang,
bangkit setelah sebelumnya jatuh atau jatuh
setelah sebelumnya bangkit adalah suatu yang
lumrah di dunia ini. Ketentuan tersebut tanpa
memperhatikan sejauh mana kuat dan besar
orang-orang kafir dan lemahnya umat Islam. Allah
swt berfirman:
“Janganlah kamu terpedaya oleh kebebasan orang-
orang kafir bergerak di negeri-negeri. Itu hanyalah
kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal
mereka adalah Jahannam, dan Jahannam itu
adalah tempat yang seburuk-buruknya.50”
Dua, pertempuran antara Islam dan musuhnya
adalah antara pertempuran antara kebenaran dan
kebatilan. Dalam pandangan Islam, pertempuran
antara umatnya dan musuhnya tidak terwujud atau
diwakili oleh suatu negara atau person-person
tertentu saja, namun ia merupakan pertempuran
keyakinan; pertempuran antara kebenaran dan
kebatilan. Bukankah hasil pertempuran seperti itu
bisa ditebak siapa yang akhirnya mendapatkan
kemenangan? Meski mereka memiliki kekuatan
dan persiapan yang lebih dibanding dengan
kekuatan dan persiapan umat Islam.
Sejarah dan realita Islam dahulu adalah bukti dan
contoh terbaik atas pernyataan tersebut.
Berdasarkan tabiat parameter zaman dahulu pun
sangat sulit dipercaya bahwa umat Islam mampu
mengalahkan musuh-musuhnya. Pada perang
49 Raghib As-Sirjani, Qishshatul Andalus, 716-721. 50 QS. Ali Imran: 196-197.
21
Laporan Bulanan SYAMINA Edisi XVI/November-Desember 2014
20142020142014
Qadisiyah contohnya, umat Islam yang hanya
berjumlah 32 ribu personil mampu mengalahkan
pasukan Persia yang berjumlah 200 personil. Pun
demikian dengan perang Yarmuk antara pasukan
Islam yang berjumlah 30 ribu personil yang bisa
mempecundangi pasukan Romawi yang juga
berjumlah 200 ribu personil. Fakta di atas adalah
suatu yang sulit dipercayai bisa terjadi, bahkan
mungkin suatu yang mustahil terjadi meski dengan
menggunakan parameter terdahulu.
Sebelumnya, Sayyid Quthub juga telah
menegaskan keyakinan beliau akan cerahnya masa
depan Islam dalam tulisannya, Al-Mustaqbal li
Hadzad Din. Menurut Quthub, ini karena Islam
merupakan jalan kehidupan (manhaj hayah) yang
paling komprehensif. Islam tidak hanya mengatur
dalam masalah keyakinan dan peribadatan, namun
juga mengatur aspek-aspek lain di kehidupan ini.
Bahkan menurut Quthub, seluruh agama Islam
telah memberikan rambu-rambu perjalanan bagi
umat manusia.
Menurut Quthb, peradaban selain Islam hanya
mewujudkan tujuan-tujuan jangka pendeknya yang
terbatas dan tidak mempunyai sesuatu yang
mampu diberikan untuk pada kemanusiaan seperti:
deskripsi-deskripsi, pemahaman, pokok-pokok, dan
nilai-nilai kehidupan, yang dengan itu ia mampu
untuk memimpin manusia dan mengantarkan
mereka untuk berkembang dan maju dengan
sebenarnya. Yaitu berkembang dan maju aspek
kemanusiaan mereka; berkembang dan maju aspek
nilai-nilai kemanusiaan mereka, dan juga aspek
kehidupan kemanusiaan mereka.51
Penutup
Hal penting yang seyogianya diperhatikan oleh
umat Islam adalah peran mereka dalam proses
kebangkitan Islam. Jika ditakdirkan bahwa politik
51 Sayyid Quthb, Al-Mustaqbal li Hadzad Din, h. 50.
Islam kembali tegak dengan -salah satunya- melalui
perantaraan salah satu kelompok umat Islam,
maka mereka akan mendapatkan pahala untuk
usaha mereka, bahkan meski mereka tadi belum
merasakan buah kemenangan tersebut. sebaliknya,
umat Islam yang tidak turut serta dalam
mengusahakan kebangkitan tersebut maka mereka
tidak mendapatkan pahala apa pun dari
kebangkitan tersebut, meski mereka merasakan
kemenangan Islam. Hal yang wajib ada di benak
setiap Muslim adalah bekerja untuk mengambil
bagian dan peran dalam proses mengembalikan
bangunan umat setelah keruntuhannya. (Ali
Sadikin)
Recommended