View
49
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 1
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
BAB 1
PERJANJIAN KERJA
1.1. DEFINISI
Pasal 1 UU No. 13/2003
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan pengusaha dengan pekerja / buruh berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Pasal 50 UU No. 13/2003
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja
/ buruh.
1.2. KETENTUAN UMUM
Pasal 51 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 51 UU No. 13/2003
(1) Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi
masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan.
(2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain perjanjian kerja waktu tertentu,
antarkerja antardaerah, antarkerja antarnegara, dan perjanjian kerja laut.
Pasal 53 UU No. 13/2003
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian
kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
1.3. SYARAT SAHNYA
Pasal 52 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
(3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 2
Penjelasan Pasal 52 UU No. 13/2003
(1) b. Yang dimaksud dengan kemampuan atau kecakapan adalah para pihak yang
mampu atau cakap menurut hukum untuk membuat perjanjian. Bagi tenaga kerja
anak, yang menandatangani perjanjian adalah orang tua atau walinya.
1.4. MATERI / ISI
Pasal 54 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja / buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
(3) Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya
rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja / buruh
dan pengusaha masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasal 128 UU No. 13/2003
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian
kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja
bersama.
1.5. KETENTUAN LARANGAN
Pasal 54 UU No. 13/2003
(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan Pasal 54 UU No. 13/2003
(2) Yang dimaksud dengan tidak boleh bertentangan pada ayat ini adalah apabila di
perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, maka isi
perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang
bersangkutan.
Pasal 55 UU No. 13/2003
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan
para pihak.
Pasal 127 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja / buruh tidak boleh
bertentangan dengan perjanjian kerja bersama.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 3
(2) Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian
kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian
kerja bersama.
1.6. BERAKHIRNYA
Pasal 61 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja berakhir apabila :
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya
hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja / buruh menjadi
tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan
yang tidak mengurangi hak-hak pekerja / buruh.
(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha
dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja / buruh.
(5) Dalam hal pekerja / buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja / buruh berhak
mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.
Penjelasan Pasal 61 UU No. 13/2003
(5) Yang dimaksud hak-hak yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama adalah hak-hak yang harus diberikan yang lebih baik dan
menguntungkan pekerja/buruh yang bersangkutan.
BAB 2
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
2.1. KETENTUAN UMUM
Pasal 56 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan atas :
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 4
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 57 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing,
apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
2.2. KETENTUAN LARANGAN
Pasal 58 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal 59 UU No. 13/2003
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.
Penjelasan Pasal 59 UU No. 13/2003
(2) Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah
pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan
merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan
yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak
tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan
pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan
merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan
itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut
merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat
menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu.
2.3. SYARAT SAHNYA
Pasal 59 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu
yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 5
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Penjelasan Pasal 59 UU No. 13/2003
(1) Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan.
Pasal 1 KEPMENAKERTRANS.233/2003
1. Pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus adalah pekerjaan yang menurut
jenis dan sifatnya harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau dalam
keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.233/2003
Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur resmi untuk
pekerjaan yang menurut jenis dan sifatnya harus dilaksanakan dan dijalankan secara
terus menerus.
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.233/2003
(1) Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yakni:
a. pekerjaan di bidang pelayanan jasa kesehatan;
b. pekerjaan di bidang pelayanan jasa transportasi;
c. pekerjaan di bidang jasa perbaikan alat transportasi;
d. pekerjaan di bidang usaha pariwisata;
e. pekerjaan di bidang jasa pos dan telekomunikasi;
f. pekerjaan di bidang penyediaan tenaga listrik, jaringan pelayanan air bersih (PAM),
dan penyediaan bahan bakar minyak dan gas bumi;
g. pekerjaan di usaha swalayan, pusat perbelanjaan, dan sejenisnya;
h. pekerjaan di bidang media masa;
i. pekerjaan di bidang pengamanan;
j. pekerjaan di lembaga konservasi:
k. pekerjaan-pekerjaan yang apabila dihentikan akan mengganggu proses produksi,
merusak bahan, dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.
(2) Menteri dapat mengubah jenis pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sesuai dengan perkembangan.
2.8. PKWT UNTUK PEKERJAAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUK
BARU
Pasal 8 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004
(1). PKWT dapat dilakukan dengan pekerja / buruh untuk melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih
dalam percobaan atau penjajakan.
(2). PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1
(satu) tahun.
(3). PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) tidak dapat dilakukan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 6
pembaharuan.
Pasal 9 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004
PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat diberlakukan bagi pekerja /
buruh yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa
dilakukan perusahaan.
2.11. PERUBAHAN PKWT MENJADI PKWTT
Pasal 15 Kepmenakertrans No. Kep.100/Men/VI/2004
(1). PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi
PKWTT sejak adanya hubungan kerja.
(2). Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2), atau Pasal 5 ayat (2), maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
adanya hubungan kerja.
(3). Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat 92) dan ayat 93), maka PKWT berubah
menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan.
(4). Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh)
hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak
tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.
(5). Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja / buruh
dengan hubungan kerja PKWTT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4), maka hak-hak pekerja / buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT.
BAB 12
MOGOK KERJA
12.1. DEFINISI
Pasal 1 UU.13/2003
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja / buruh yang direncanakan dan dilaksanakan
secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja / buruh untuk menghentikan atau
memperlambat pekerjaan.
Pasal 1 KEPMENAKERTRANS.232/2003
1. Mogok kerja adalah tindakan pekerja / buruh yang direncanakan dan dilaksanakan
secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja / buruh untuk menghentikan atau
memperlambat pekerjaan.
12.2. KETENTUAN UMUM
Pasal 137 UU.13/2003
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 7
Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja / buruh dan serikat pekerja / serikat buruh
dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Penjelasan Pasal 137 UU.13/2003
Yang dimaksud dengan gagalnya perundingan dalam pasal ini adalah tidak
tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat
disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan
mengalami jalan buntu.
Yang dimaksud dengan tertib dan damai adalah tidak mengganggu keamanan dan
ketertiban umum, dan atau mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik
perusahaan atau pengusaha atau orang lain atau milik masyarakat.
Pasal 138 UU.13/2003
(1) Pekerja / buruh dan/atau serikat pekerja / serikat buruh yang bermaksud mengajak
pekerja / buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan
dengan tidak melanggar hukum.
(2) Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja sebagaimana dimaksud pada ayai (1),
dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.
Pasal 139 UU.13/2003
Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja / buruh yang bekerja pada perusahaan yang
melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya
membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.
Penjelasan Pasal 139 UU.13/2003
Yang dimaksud dengan perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau
perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah
rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga pintu perlintasan kereta api,
pengontrolan pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara, dan pengontrolan arus lalu
lintas laut.
Yang dimaksud dengan pemogokan yang diatur sedemikian rupa yaitu pemogokan
yang dilakukan oleh para pekerja / buruh yang tidak sedang menjalankan tugas.
12.3. TATA CARA & PERSYARATAN
Pasal 140 UU.13/2003
(1) Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja
dilaksanakan, pekerja / buruh dan serikat pekerja / serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b. tempat mogok kerja;
c. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan
d. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris
serikat pekerja / serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 8
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja / buruh yang tidak menjadi
anggota serikat pekerja / serikat buruh, maka pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan pekerja / buruh yang ditunjuk sebagai
koordinator dan/atau penanggung jawab mogok kerja.
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
demi menyelamatkan alat produksi dan aset perusahaan, pengusaha dapat mengambil
tindakan sementara dengan cara :
a. melarang para pekerja / buruh yang mogok kerja berada di lokasi kegiatan proses
produksi; atau
b. bila dianggap perlu melarang pekerja / buruh yang mogok kerja berada di lokasi
perusahaan.
Penjelasan Pasal 140 UU.13/2003
(2) b. Tempat mogok kerja adalah tempat-tempat yang ditentukan oleh penanggung
jawab pemogokan yang tidak menghalangi pekerja / buruh lain untuk bekerja.
Pasal 141 UU.13/2003
(1) Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan
mogok kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
(2) Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung instansi yang bertanggung jawab di
Bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya
pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang
berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan
kesepakatan, maka harus dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para
pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan
kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya mogok
kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang.
(5) Dalam hal perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dengan serikat pekerja /
serikat buruh atau penanggung jawab mogok kerja, mogok kerja dapat diteruskan
atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
Pasal 142 UU.13/2003
(1) Mogok kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139 dan Pasal 140 adalah mogok kerja tidak sah.
(2) Akibat hukum dari mogok kerja yang tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) akan diatur dengan Keputusan Menteri.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 9
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.232/2003
Mogok kerja tidak sah apabila dilakukan :
a. bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau
b. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan; dan/atau
c. dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok
kerja; dan/atau
d. isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan
d Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.232/2003
Gagalnya perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a adalah tidak
tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat
disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan walaupun serikat
pekerja / serikat buruh atau pekerja / buruh telah meminta secara tertulis kepada
pengusaha 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari kerja atau
perundingan-perundingan yang dilakukan mengalami jalan buntu yang dinyatakan
oleh para pihak dalam risalah perundingan.
Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.232/2003
Mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan
yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia yang dilakukan oleh
pekerja / buruh yang sedang bertugas dikualifikasikan sebagai mogok kerja yang tidak
sah.
Pasal 6 KEPMENAKERTRANS.232/2003
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha 2 (dua) kali berturut-turut dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
(3) Pekerja / buruh yang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka dianggap mengundurkan diri.
Pasal 7 KEPMENAKERTRANS.232/2003
(1) Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dikualifikasikan sebagai mangkir.
(2) Dalam hal mogok kerja yang dilakukan secara sah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan dengan
pekerjaannya dikualifikasikan sebagai kesalahan berat.
Prosedur Mogok Kerja dan Penutupan Perusahaan (lock out) SE MENAKERTRANS
No. 368.KP.02.03.2002 Thn 2002
Bahwa dengan maraknya aksi mogok kerja dan penutupan perusahaan (lock out) yang
dilakukan tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka perlu diatur
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 10
prosedur mogok kerja dan penutupan perusahaan (lock out) sebagai berikut:
1. Dalam hal pekerja/buruh hendak melakukan mogok kerja atau pengusaha hendak
mengadakan penutupan perusahaan (lock out), maka maksud tersebut harus
diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah.
2. Dalam surat tersebut harus menerangkan dengan disertai bukti-buktI bahwa:
a. telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan
dengan pihak lainnya yang diketuai atau diperantarai oleh pegawai perantara atau;
b. pihak lainnya menolak untuk mengadakan perundingan atau;
c. pihak yang hendak melakukan tindakan telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu 2
(dua) minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai hal-
hal yang diperselisihkan;
3. Surat pemberitahuan rencana pemogokan pekerja dimaksud harus memuat:
a. nama dan alamat penanggung jawab pemogokan;
b. jumlah pekerja yang akan melakukan pemogokan;
c. hal yang diperselisihkan dan tuntutan;
d. hari, tanggal, jam dan lamanya pemogokan;
4. Pemberitahuan rencana penutupan perusahaan (lock out) yang akan dilakukan
pengusaha harus memuat:
a. nama dan alamat perusahaan;
b. nama dan alamat pengusaha;
c. sebagian atau seluruh perusahaan;
d. alasan pengusaha melakukan penutupan perusahaan;
e. hari, tanggal dan lamanya penutupan perusahaan;
5. Segera setelah menerima surat pemberitahuan, Panitia memberitahukan kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk segera melakukan
segala daya upaya menyelesaikan hal-hal yang diperselisihkan.
6. Paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima Ketua
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah harus melakukan sidang untuk
membahas dan meneliti pemberitahuan tersebut.
7. Berdasarkan keputusan sidang, Ketua Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Daerah menyampaikan surat tanda penerimaan pemberitahuan kepada pihak-pihak
yang bersengketa selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal
penerimaan surat pemberitahuan.
8. Surat tanda penerimaan pemberitahuan tersebut ditandatangani oleh Ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dengan menerangkan bahwa
pemberitahuan yang disampaikan telah memenuhi ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 11
1957 atau tidak memenuhi ketentuan dimaksud. Dalam surat tanda penerimaan
pemberitahuan harus pula ditegaskan bahwa tindakan mogok atau penutupan
perusahaan (lock out) yang akan dilakukan sah atau tidak sah menurut UU No. 22
tahun 1957.
9. Mogok kerja atau penutupan perusahaan (lock out) hanya dapat dilakukan setelah
menerima surat tanda penerimaan pemberitahuan dari Ketua Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah yang menyatakan bahwa rencana mogok atau
penutupan perusahaan (lock out) telah memenuhi ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun
1957.
10. Dalam hal surat tanda penerimaan pemberitahuan yang dikeluarkan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah menyatakan bahwa surat
pemberitahuan tersebut tidak sesuai ketentuan pasal 6 UU No 22 tahun 1957 maka
tindakan mogok kerja ataupun penutupan perusahaan (lock out) adalah tidak sah.
11. Menjelang atau selama berlangsungnya usaha-usaha penyelesaian perselisihan,
pengusaha dan pekerja / buruh dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat
atau berupa pembalasan antara lain melakukan perubahan hubungan kerja, syarat-
syarat kerja dan/atau keadaan hubungan industrial yang ada.
12. Pemogokan yang telah sesuai ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun 1957 harus
dilaksanakan secara tertib dan harus dihindarkan tindakan yang anarkis. Dalam hal
dilakukan perbuatan yang anarkis, akan ditindak sesuai ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
12.4. KETENTUAN LARANGAN
Pasal 143 UU.13/2003
(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja / buruh dan serikat pekerja /
serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib,
dan damai.
(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja /
buruh dan pengurus serikat pekerja / serikat buruh yang melakukan mogok kerja
secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Penjelasan Pasal 143 UU.13/2003
Yang dimaksud dengan menghalang-halangi dalam ayat ini antara lain dengan cara :
a. menjatuhkan hukuman;
b. mengintimidasi dalam bentuk apapun; atau
c. melakukan mutasi yang merugikan.
Pasal 144 UU.13/2003
Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140 pengusaha dilarang :
a. mengganti pekerja / buruh yang mogok kerja dengan pekerja / buruh dalam bentuk
lain dari luar perusahaan; atau
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 12
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/
buruh dan pengurus serikat pekerja / serikat buruh selama dan sesudah melakukan
mogok kerja.
12.5. HAK PEKERJA / BURUH
Pasal 145 UU.13/2003
Dalam hal pekerja / buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan
tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja /
buruh berhak mendapatkan upah.
Penjelasan Pasal 145 UU.13/2003
- Yang dimaksud dengan sungguh-sungguh melanggar hak normatif adalah pengusaha
secara nyata tidak bersedia memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dan/atau
ditetapkan dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, meskipun sudah ditetapkan
dan diperintahkan oleh pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
- Pembayaran upah pekerja / buruh yang mogok dalam pasal ini tidak menghilangkan
ketentuan pengenaan sanksi terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran
ketentuan normatif.
BAB 13
PENUTUPAN PERUSAHAAN (LOCK-OUT)
13.1. KETENTUAN UMUM
Pasal 146 UU.13/2003
(1) Penutupan perusahaan (lock-out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak
pekerja / buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat
gagalnya perundingan.
13.2. KETENTUAN LARANGAN
Pasal 146 UU.13/2003
(2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai
tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja / buruh dan/atau
serikat pekerja / serikat buruh.
(3) Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan hukum
yang berlaku.
Penjelasan Pasal 146 UU.13/2003
(3) Dalam hal penutupan perusahaan (lock out) dilakukan secara tidak sah atau sebagai
tindakan balasan terhadap mogok yang sah atas tuntutan normatif, maka pengusaha
wajib membayar upah pekerja / buruh.
Pasal 147 UU.13/2003
Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan
yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan
keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 13
pengendali telekomunikasi, pusat penyedia tenaga listnik, pengolahan minyak dan gas
bumi, serta kereta api.
13.3. KEWAJIBAN PARA PIHAK
Pasal 148 UU.13/2003
(1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja / buruh dan/atau
serikat pekerja / serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum
penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock-
out) ; dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock-out).
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149 UU.13/2003
(1) Pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh dan instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan
penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus
memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal, dan jam
penerimaan.
(2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock-out) berlangsung, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan
masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock out) dengan
mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan
kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para
pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan
kesepakatan, maka pegawai dan instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya
penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
(5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja / serikat
buruh, penutupan perusahaan (lock out) dapat diteruskan atau dihentikan untuk
sementara atau dihentikan sama sekali.
(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan
apabila :
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 14
a. pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh melanggar prosedur mogok
kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140;
b. pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh melanggar ketentuan normatif
yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prosedur Mogok Kerja dan Penutupan Perusahaan (lock out) SE MENAKERTRANS
No. 368.KP.02.03.2002 Thn 2002
Bahwa dengan maraknya aksi mogok kerja dan penutupan perusahaan (lock out) yang
dilakukan tidak sesuai peraturan perundangan yang berlaku maka perlu diatur
prosedur mogok kerja dan penutupan perusahaan (lock out) sebagai berikut:
1. Dalam hal pekerja/buruh hendak melakukan mogok kerja atau pengusaha hendak
mengadakan penutupan perusahaan (lock out), maka maksud tersebut harus
diberitahukan dengan surat kepada pihak lainnya dan kepada Ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah.
2. Dalam surat tersebut harus menerangkan dengan disertai bukti-buktI bahwa:
a. telah diadakan perundingan yang mendalam mengenai pokok-pokok perselisihan
dengan pihak lainnya yang diketuai atau diperantarai oleh pegawai perantara atau;
b. pihak lainnya menolak untuk mengadakan perundingan atau;
c. pihak yang hendak melakukan tindakan telah 2 (dua) kali dalam jangka waktu 2
(dua) minggu tidak berhasil mengajak pihak lainnya untuk berunding mengenai hal-
hal yang diperselisihkan;
3. Surat pemberitahuan rencana pemogokan pekerja dimaksud harus memuat:
a. nama dan alamat penanggung jawab pemogokan;
b. jumlah pekerja yang akan melakukan pemogokan;
c. hal yang diperselisihkan dan tuntutan;
d. hari, tanggal, jam dan lamanya pemogokan;
4. Pemberitahuan rencana penutupan perusahaan (lock out) yang akan dilakukan
pengusaha harus memuat:
a. nama dan alamat perusahaan;
b. nama dan alamat pengusaha;
c. sebagian atau seluruh perusahaan;
d. alasan pengusaha melakukan penutupan perusahaan;
e. hari, tanggal dan lamanya penutupan perusahaan;
5. Segera setelah menerima surat pemberitahuan, Panitia memberitahukan kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk segera melakukan
segala daya upaya menyelesaikan hal-hal yang diperselisihkan.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 15
6. Paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima Ketua
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah harus melakukan sidang untuk
membahas dan meneliti pemberitahuan tersebut.
7. Berdasarkan keputusan sidang, Ketua Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Daerah menyampaikan surat tanda penerimaan pemberitahuan kepada pihak-pihak
yang bersengketa selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal
penerimaan surat pemberitahuan.
8. Surat tanda penerimaan pemberitahuan tersebut ditandatangani oleh Ketua Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah dengan menerangkan bahwa
pemberitahuan yang disampaikan telah memenuhi ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun
1957 atau tidak memenuhi ketentuan dimaksud. Dalam surat tanda penerimaan
pemberitahuan harus pula ditegaskan bahwa tindakan mogok atau penutupan
perusahaan (lock out) yang akan dilakukan sah atau tidak sah menurut UU No. 22
tahun 1957.
9. Mogok kerja atau penutupan perusahaan (lock out) hanya dapat dilakukan setelah
menerima surat tanda penerimaan pemberitahuan dari Ketua Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Daerah yang menyatakan bahwa rencana mogok atau
penutupan perusahaan (lock out) telah memenuhi ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun
1957.
10. Dalam hal surat tanda penerimaan pemberitahuan yang dikeluarkan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah menyatakan bahwa surat
pemberitahuan tersebut tidak sesuai ketentuan pasal 6 UU No 22 tahun 1957 maka
tindakan mogok kerja ataupun penutupan perusahaan (lock out) adalah tidak sah.
11. Menjelang atau selama berlangsungnya usaha-usaha penyelesaian perselisihan,
pengusaha dan pekerja/buruh dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat
atau berupa pembalasan antara lain melakukan perubahan hubungan kerja, syarat-
syarat kerja dan/atau keadaan hubungan industrial yang ada.
12. Pemogokan yang telah sesuai ketentuan pasal 6 UU No. 22 tahun 1957 harus
dilaksanakan secara tertib dan harus dihindarkan tindakan yang anarkis. Dalam hal
dilakukan perbuatan yang anarkis, akan ditindak sesuai ketentuan peraturan
Perundangan yang berlaku.
BAB 14
SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH
14.1. DEFINISI
Pasal 1 UU.13/2003
17. Serikat pekerja / serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja / buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan. yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja / buruh serta meningkatkan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 16
kesejahteraan pekerja / buruh dan keluarganya.
Pasal 1 UU.21/2000
1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh
yang didirikan oleh para pekerja/ buruh di satu perusahaan atau di beberapa
perusahaan.
3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat
buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan.
4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
Pasal 1 UU.2/2004
8. Serikat pekerja / serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja / buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat
bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja / buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja / buruh dan keluarganya.
14.2. KETENTUAN UMUM
Pasal 104 UU.13/2003
(1). Setiap pekerja / buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja /
serikat buruh.
(2). Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 [pen :
hubungan industrial], serikat pekerja / buruh berhak menghimpun dan mengelola
keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana
mogok.
(3). Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja /
serikat buruh yang bersangkutan.
Penjelasan Pasal 104 UU.13/2003
(1). Kebebasan untuk membentuk, masuk atau tidak masuk menjadi anggota serikat
pekerja / serikat buruh merupakan salah satu hak dasar pekerja / buruh.
Pasal 5 UU.21/2000
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 17
14.3. PEMBENTUKAN
Pasal 5 UU.21/2000
(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh)
orang pekerja / buruh.
Pasal 6 UU.21/2000
(1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)
serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 7 UU.21/2000
(1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3
(tiga) federasi serikat pekerja/ serikat buruh.
14.4. ANGGARAN DASAR / ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 11 UU.21/2000
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus
memuat :
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Penjelasan Pasal 11 UU.21/2000
Serikat pekerja/serikat buruh yang menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat
buruh dapat menggunakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga federasi
serikat pekerja/serikat buruh, demikian juga federasi yang menjadi anggota
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat menggunakan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 21 UU.21/2000
Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran
dasar dan/ atau anggaran rumah tangga tersebut.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 18
14.5. KEANGGOTAAN
Pasal 121 UU.13/2003
Keanggotaan serikat pekerja / serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
dan Pasal 120 dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Pasal 12 UU.21/2000
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku
bangsa, dan jenis kelamin.
Pasal 13 UU.21/2000
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya
Pasal 14 UU.21/2000
(1) Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh di satu perusahaan.
(2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada
lebih dari satu serikat pekerja/ serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan
secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.
Penjelasan Pasal 14 UU.21/2000
(2) Dalam pernyataan tertulis yang dibuatnya, pekerja/buruh dapat menyatakan
bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak memilih di antara serikat pekerja/serikat
buruh yang ada.
Pasal 16 UU.21/2000
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu
konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh.
Pasal 17 UU.21/2000
(1) Pekerja/buruh dapat berhenti sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan
pernyataan tertulis.
(2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/ serikat buruh sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
(3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat
pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhinya
terhadap serikat pekerja/serikat buruh.
Penjelasan Pasal 17 UU.21/2000
(3) Tanggung jawab dalam ayat ini meliputi seluruh kewajiban yang belum diselesaikan
oleh pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 19
termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga.
Pasal 44 UU.21/2000
(1) Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat.
(2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
14.6. PEMBERITAHUAN & PENCATATAN
Pasal 18 UU.21/2000
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk
dicatat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri:
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.
Pasal 19 UU.21/2000
Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan
lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.
Pasal 20 UU.21/2000
(1) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), wajib
mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal
7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19, selambat-lambatnya 21 (dua puluh
satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.
(2) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh belum
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6
ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19.
(3) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya
diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.
Pasal 22 UU.21/2000
(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus
mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 20
Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2),
dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik.
(2) Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap
saat dan terbuka untuk umum.
Pasal 23 UU.21/2000
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus
memberitahukan secara tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan
tingkatannya.
Pasal 24 UU.21/2000
Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan
menteri.
Pasal 45 UU.21/2000
(1) Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor
bukti pencatatan harus memberitahukan untuk diberi nomor bukti pencatatan yang
baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun
terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai
berlaku, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap
tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.
Pasal 46 UU.21/2000
Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut
belum selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut
ketentuan undang-undang ini.
Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Federasi dan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat
Buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota berdasarkan domisili,
untuk dicatat.
(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilampiri
syarat-syarat sebagai berikut :
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.
(3) Dalam anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, sekurang-
kurangnya harus memuat :
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 21
a. nama dan lambang serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja / serikat buruh;
b. dasar negara, asas dan tujuan yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. persyaratan menjadi anggota dan persyaratan pemberhentiannya;
f. hak dan kewajiban anggota;
g. persyaratan menjadi pengurus dan persyaratan pemberhentiannya;
h. hak dan kewajiban pengurus;
i. sumber, tata cara penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan;
j. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
(4) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan formulir
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mencatat dan memberikan nomor bukti
pencatatan atau menangguhkan pencatatan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam buku
pencatatan.
(3) Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya
memuat :
a. nama dan alamat serikat pekerja / serikat buruh;
b. nama anggota pembentuk;
c. susunan dan nama pengurus;
d. tanggal pembuatan dan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah
tangga;
e. nomor bukti pencatatan;
f. tanggal pencatatan.
(4) Tanggal pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dilakukan selambat-
lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya
pemberitahuan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II Keputusan Menteri ini.
Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Dalam hal serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja /
serikat buruh belum memenuhi persyaratan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (2)
Keputusan Menteri ini instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat menangguhkan pencatatan dan
pemberian nomor bukti pencatatan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan dengan memberitahukan kelengkapan
yang harus dipenuhi, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III Keputusan Menteri ini.
(2) Apabila setelah lewat 14 (empat belas) hari kerja setelah pemberitahuan, serikat
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 22
pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja / serikat buruh belum
melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan
Menteri ini, maka berkas pemberitahuan dikembalikan dengan menggunakan formulir
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan Menteri ini.
Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.16/2001
Pengurus serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja /
serikat buruh setelah menerima nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara
tertulis kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatan organisasinya.
Pasal 6 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Dalam hal terjadi perpindahan domisili, Pengurus serikat pekerja / serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja / serikat buruh harus memberitahukan kepada
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota dimana
serikat pekerja / serikat buruh tercatat dan kepada instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota di domisili baru dengan menggunakan
formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Keputusan Menteri ini.
(2) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota
dimana serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja /
serikat buruh tercatat sebelumnya, setelah menerima pemberitahuan pemindahan
domisili harus menghapus nomor bukti pencatatan serikat pekerja / serikat buruh
tersebut.
(3) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / Kota
domisili serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja /
serikat buruh yang baru, setelah menerima pemberitahuan pemindahan domisili harus
mencatat permohonan pencatatan serikat pekerja / serikat buruh tersebut dan
memberikan nomor bukti pencatatan.
Pasal 7 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar / anggaran rumah tangga serikat
pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja / serikat buruh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, pengurus harus
memberitahukan secara tertulis mengenai pasal-pasal perubahan anggaran dasar /
anggaran rumah tangga kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan Kabupaten / Kota dengan dilampiri anggaran dasar / anggaran
rumah tangga yang baru, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum
dalam Lampiran V Keputusan Menteri ini.
(2) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten / kota
setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
mencatat perubahan anggaran dasar/anggaran rumah tangga serikat pekerja / serikat
buruh dalam bukti pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)
Keputusan Menteri ini.
Pasal 8 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Dalam hal pengurus serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja / serikat buruh menerima bantuan keuangan dari luar negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-undang No. 21 Tahun 2000 untuk
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 23
kegiatan organisasi, maka pengurus harus memberitahukan secara tertulis kepada
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota sesuai
dengan domisili organisasinya sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari setelah
bantuan tersebut diterima, dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VII Keputusan Menteri ini.
(2) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota setelah
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus membuat tanda
bukti pemberitahuan penerimaan bantuan keuangan dari luar negeri dengan
menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan
Menteri ini.
Pasal 9 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Dalam hal pengurus serikat pekerja /serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja / serikat buruh bubar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dan b
Undang-undang No. 21 Tahun 2000, Pengurus memberitahukan secara tertulis kepada
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan formulir sebagaimana tercantuk dalam Lampiran IX Keputusan
Menteri ini.
(2) Dalam hal serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja /
serikat buruh dinyatakan bubar dengan keputusan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf c Undang-undang No. 21 Tahun 2000, maka setelah putusan
pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap, instansi pemerintah selaku penggugat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) Undang-undang No. 21 Tahun 2000
memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran IX Keputusan Menteri ini.
(3) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota setelah
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas segera
mencabut nomor bukti pencatatan dengan menggunakan formulir sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X Keputusan Menteri ini.
Pasal 10 KEPMENAKERTRANS.16/2001
Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota harus
melaporkan kepada Menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan
kegiatan pencatatan yang diatur dalam Keputusan Menteri ini secara berkala dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sekali, dengan menggunakan formulir sebagaimana
tercantum dalam Lampiran XI Keputusan Menteri ini.
Pasal 11 KEPMENAKERTRANS.16/2001
(1) Serikat pekerja / serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja / serikat
buruh yang telah memberitahukan atau telah terdaftar berdasarkan Permenaker No.
Per-05/Men/1998 atau Kepmenaker No. Kep-201/Men/1999, memberitahu-kan kepada
instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota dan
diberi nomor bukti pencatatan baru selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2000 dengan melengkapi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri ini.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 24
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-undang No. 21
Tahun 2000 mulai berlaku, serikat pekerja /serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja / serikat buruh yang telah memberitahukan dan telah terdaftar
berdasarkan Permenaker No. Per-05/Men/1998 atau Kepmenaker No. Kep-
201/Men/1999 tidak memberitahukan kepada instansi yang bertanggung jawab
dibidang ketenagakerjaan Kabupaten/kota sesuai dengan Keputusan Menteri ini,
dianggap tidak mempunyai nomor bukti pencatatan.
14.7. HAK & KEWAJIBAN
Pasal 119 UU.13/2003
(1) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja / serikat buruh,
maka serikat pekerja / serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja / buruh dalam
perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki
jumlah anggota lebih dari 50% (limapuluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja /
buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja / serikat buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari
50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja / buruh di perusahaan maka
serikat pekerja / serikat buruh dapat mewakili pekerja / buruh dalam perundingan
dengan pengusaha apabila serikat pekerja / serikat buruh yang bersangkutan telah
mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja /
buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.
(3) Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai maka
serikat pekerja / serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali
permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah
melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan
suara dengan mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 120 UU.13/2003
(1) Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja / serikat
buruh maka yang berhak mewakili pekerja / buruh melakukan perundingan dengan
pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari
seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan tersebut.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, maka
serikat pekerja / serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih
dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja / buruh di perusahaan
tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tidak
terpenuhi, maka para serikat pekerja / serikat buruh membentuk tim perunding yang
keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-
masing serikat pekerja / serikat buruh.
Pasal 122 UU.13/2003
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) diselenggarakan
oleh panitia yang terdiri dan wakil-wakil pekerja / buruh dan pengurus serikat pekerja
/ serikat buruh yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab di bidang
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 25
ketenagakerjaan dan pengusaha.
Pasal 25 UU.21/2000
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26 UU.21/2000
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh
internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27 UU.21/2000
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban:
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Pasal 29 UU.21/2000
(1) Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat
pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam
perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diatur mengenai:
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 26
Penjelasan Pasal 29 UU.21/2000
Yang dimaksud dengan pemberian kesempatan dalam pasal ini, adalah membebaskan
pengurus dan anggota serikat pekerja/serikat buruh dalam beberapa waktu tertentu
dari tugas pokoknya sebagai pekerja/buruh, sehingga dapat melaksanakan kegiatan
serikat pekerja/serikat buruh.
14.8. KEUANGAN & HARTA KEKAYAAN
Pasal 30 UU.21/2000
Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh bersumber dari:
a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga;
b. hasil usaha yang sah; dan
c. bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.
Pasal 31 UU.21/2000
(1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c,
berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan anggota.
Pasal 32 UU.21/2000
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan
pribadi pengurus dan anggotanya.
Pasal 33 UU.21/2000
Pemindahan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta
investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran dasar
dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Pasal 34 UU.21/2000
(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan
harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta
melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
14.9. PEMBUBARAN
Pasal 37 UU.21/2000
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 27
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bubar dalam hal:
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang
mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan
setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja / buruh diselesaikan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.
Penjelasan Pasal 37 Huruf c UU.21/2000
Walaupun pihak-pihak lain di luar pekerja/buruh tidak dapat membubarkan serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh hal ini
tidak dapat berlaku secara mutlak karena kepentingan negara harus tetap dilindungi.
Oleh sebab itu, undang-undang ini memberi kewenangan kepada pengadilan untuk
membubarkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dengan syarat-syarat tertentu.
Pasal 38 UU.21/2000
(1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dalam hal:
a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh terbukti melakukan kejahatan terhadap
keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumannya tidak sama, maka sebagai dasar
gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.
(3) Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diajukan oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan
berkedudukan.
Penjelasan Pasal 38 UU.21/2000
(1) b. Yang dimaksud dengan kejahatan terhadap keamanan negara adalah kejahatan
sebagaimana dimaksud pada Buku II Bab I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.
(2) Yang dimaksud dengan lama hukuman yang tidak sama dalam ayat ini misalnya
terdapat 5 pelaku tindak pidana yang masing-masing dijatuhi penjara 2 tahun, 3 tahun,
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 28
4 tahun, 5 tahun, dan 6 tahun, maka yang memenuhi syarat adalah putusan yang 5 dan
6 tahun.
Pasal 39 UU.21/2000
(1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan
kewajibannya, baik terhadap anggota maupun terhadap pihak lain.
(2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan
yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
lain selama 3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan Pasal 39 UU.21/2000
(1) Yang dimaksud dengan tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawabnya
misalnya membayar dan menagih hutang piutang dan tanggung jawab administratif
misalnya menyelesaikan pembukuan atau dokumen organisasi.
BAB 15
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
15.1. KETENTUAN UMUM
Pasal 2 UU.2/2004
Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi :
a. perselisihan hak;
b. perselisihan kepentingan;
c. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
d. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Pasal 1 UU.2/2004
1. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
2. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
3. Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja
karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan
syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 29
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4. Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang
dilakukan oleh salah satu pihak.
5. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu
perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan,
pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
15.2. PENYELESAIAN MELALUI BIPARTIT
Pasal 1 UU.2/2004
10. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial.
Pasal 3 UU.2/2004
(1) Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih
dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya
perundingan.
(3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi
tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Pasal 6 UU.2/2004
(1) Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dibuat risalah yang
ditandatangani oleh para pihak.
(2) Risalah perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. nama lengkap dan alamat para pihak;
b. tanggal dan tempat perundingan;
c. pokok masalah atau alasan perselisihan;
d. pendapat para pihak;
e. kesimpulan atau hasil perundingan; dan
f. tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Pasal 7 UU.2/2004
(1) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat mencapai
kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh
para pihak.
(2) Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikat dan menjadi
hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 30
(3) Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh
para pihak yang melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
(4) Perjanjian Bersama yang telah didaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
(5) Apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan
eksekusi.
(6) Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar Pengadilan Negeri tempat
pendaftaran Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pemohon
eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk
diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
Pasal 4 UU.2/2004
(1) Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan
melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit
telah dilakukan.
(2) Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilampirkan, maka
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mcngembalikan berkas
untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya pengembalian berkas.
(3) Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada
para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui
arbitrase.
(4) Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau
arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di
bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.
Penjelasan Pasal 4 UU.2/2004
(3) Ketentuan dalam pasal ini memberikan kebebasan bagi pihak yang berselisih untuk
secara bebas memilih cara penyelesaian perselisihan yang mereka kehendaki.
15.3. PENYELESAIAN MELALUI MEDIASI
Pasal 1 UU.2/2004
11. Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 31
perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja,
dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
12. Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang
memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk
bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Pasal 8 UU.2/2004
Penyelesaian perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di
setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten /
Kota.
Pasal 9 UU.2/2004
Mediator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia;
c. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
d. menguasai peraturan perundang-undangan ketenaga-kerjaan;
e. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f. berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (SI); dan
g. syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal 9 UU.2/2004
Oleh karena mediator adalah seorang pegawai negeri sipil, maka selain syarat-syarat
yang ada dalam pasal ini harus dipertimbangkan pula ketentuan yang mengatur
tentang pegawai negeri sipil pada umumnya.
Pasal 10 UU.2/2004
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan
penyelesaian perselisihan mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi.
Pasal 11 UU.2/2004
(1) Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi
guna diminta dan didengar keterangannya.
(2) Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya
perjalanan dan akomodasi yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Penjelasan Pasal 11 UU.2/2004
(1) Saksi ahli yang dimaksudkan dalam pasal ini adalah seseorang yang mempunyai
keahlian khusus di bidangnya termasuk Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 32
Pasal 12 UU.2/2004
(1) Barang siapa yang diminta keterangannya oleh mediator guna penyelesaian
perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini, wajib memberikan
keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang
diperlukan.
(2) Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh mediator terkait dengan seseorang yang
karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Mediator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 12 UU.2/2004
(1) Yang dimaksudkan dengan membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat
dalam pasal ini adalah antara lain buku tentang upah atau surat perintah lembur dan
lain-lain yang dilakukan oleh orang yang ditunjuk mediator.
(2) Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan harus menjaga kerahasiaannya, maka permintaan keterangan kepada
pejabat dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti prosedur yang ditentukan.
Contoh : Dalam hal seseorang meminta keterangan tentang rekening milik pihak lain
akan dilayani oleh pejabat bank apabila telah ada ijin dari Bank Indonesia atau dari
pemilik rekening yang bersangkutan (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan). Demikian pula ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan dan lain-lain.
Pasal 13 UU.2/2004
(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak
dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui mediasi, maka:
a. mediator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah
disampaikan kepada para pihak;
c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang
isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
dianggap menolak anjuran tertulis;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 33
e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf
a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis
disetujui, mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian
Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama
untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(3) Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan
sebagai berikut :
a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;
b. apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf
e tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat
mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan
eksekusi.
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
Penjelasan Pasal 13 UU.2/2004
(2) a. Yang dimaksudkan dengan anjuran tertulis adalah pendapat atau saran tertulis
yang diusulkan oleh mediator kepada para pihak dalam upaya menyelesaikan
perselisihan mereka.
Pasal 14 UU.2/2004
(1) Dalam hal anjuran tertulis sebagJimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a
ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak
dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat.
(2) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak di Pengadilan Hubungan Industrial
pada Pengadilan Negeri setempat.
Penjelasan Pasal 14 UU.2/2004
(2) Ketentuan mengenai pengajuan gugatan yang diatur dalam ayat ini sesuai dengan
tatacara penyelesaian perkara perdata pada peradilan umum.
Pasal 15 UU.2/2004
Mediator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 34
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
Pasal 16 UU.2/2004
Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian mediator serta tata
kerja mediasi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 5 UU.2/2004
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan,
maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial.
Pasal 116 UU.2/2004
(1) Mediator yang tidak dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja tanpa alasan yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dapat dikenakan sanksi administratif berupa
hukuman disiplin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
Pegawai Negeri Sipil.
15.4. PENYELESAIAN MELALUI KONSILIASI
Pasal 1 UU.2/2004
13. Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliasi adalah
penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui
musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
14. Konsiliator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut konsiliator adalah
seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh
Menteri, yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis
kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan.
Pasal 17 UU.2/2004
Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar
pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten /
Kota.
Pasal 18 UU.2/2004
(1) Penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja
atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang wilayah kerjanya meliputi tempat
pekerja/buruh bekerja.
(2) Penyelesaian oleh konsiliator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
setelah para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada
konsiliator yang ditunjuk dan disepakati oleh para pihak.
(3) Para pihak dapat mengetahui nama konsiliator yang akan dipilih dan disepakati
dari daftar nama konsiliator yang dipasang dan diumumkan pada kantor instansi
Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 35
Pasal 19 UU.2/2004
(1) Konsiliator sebagaimana dimaksud daJam Pasal 17, harus memenuhi syarat :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga negara Indonesia;
c. berumur sekurang-kurangnya 45 tahun;
d. pendidikan minimallulusan Strata Satu (S.l );
e. berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun;
h. menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan; dan
i. syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Konsiliator yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
legitimasi oleh Menteri atau Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan.
Penjelasan Pasal 19 UU.2/2004
(1) i. Yang dimaksud dengan syarat lain dalam huruf i ini adalah antara lain :
pengaturan tentang standar kompetensi konsiliator, pelatihan calon atau konsiliator,
seleksi bagi calon konsiliator, dan masalah teknis lainnya.
Pasal 20 UU.2/2004
Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan
penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan selambat-lambatnya pada hari kerja
kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama.
Pasal 21 UU.2/2004
(1) Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang
konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya.
(2) Saksi atau saksi ahli yang memenuhi panggilan berhak menerima penggantian biaya
perjalanan dan akomodasi yang besamya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22 UU.2/2004
(1) Barang siapa yang diminta keterangannya oleh konsiliator guna penyelesaian
perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini, wajib memberikan
keterangan termasuk membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat yang
diperlukan.
(2) Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh konsiliator terkait dengan seseorang
yang karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Konsiliator wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ).
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 36
Penjelasan Pasal 22 UU.2/2004
(1) Yang dimaksudkan dengan membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat
dalam pasal ini adalah antara lain buku tentang upah atau surat perintah lembur dan
lain-Iain yang dilakukan oleh orang yang ditunjuk mediator.
(2) Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan harus menjaga kerahasiaannya, maka permintaan keterangan kepada
pejabat dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti prosedur yang ditentukan.
Contoh : Dalam hal seseorang meminta keterangan tentang rekening milik pihak lain
akan dilayani oleh pejabat bank apabila telah ada ijin dari Bank Indonesia atau dari
pemilik rekening yang bersangkutan (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan). Demikian pula ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan dan lain-Iain.
Pasal 23 UU.2/2004
(1) Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui konsiliasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para
pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial
pada PengadiJan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian
Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui konsiliasi, maka :
a. konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis;
b. anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-
lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus sudah
disampaikan kepada para pihak;
c. para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang
isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10
(sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;
d. pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
dianggap menolak anjuran tertulis;
e. dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf
a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis
disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian
Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri di wilayah pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk
mendapatkan akta bukti pendaftaran.
(3) Pendaftaran Perjanjian Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan
sebagai berikut :
a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Perjanjian Bersama;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 37
b. apabila Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
permohonan eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di
wilayah Perjanjian Bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi;
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
Pasal 24 UU.2/2004
(1) Dalam hal anjuran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a
ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka salah satu pihak atau para pihak
dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada
pengadilan negeri setempat
(2) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan pengajuan gugatan oleh salah satu pihak.
Pasal 25 UU.2/2004
Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.
Pasal 26 UU.2/2004
(1) Konsiliator berhak mendapat honorarium/imbalan jasa berdasarkan penyelesaian
perselisihan yang dibebankan kepada negara.
(2) Besarnya honorarium/imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 27 UU.2/2004
Kinerja konsiliator dalam satu periode tertentu dipantau dan dinilai oleh Menteri atau
Pejabat yang berwenang di bidang ketenagakerjaan
Pasal 28 UU.2/2004
Tata cara pendaftaran calon, pengangkatan, dan pencabutan legitimasi konsiliator
serta tata kerja konsiliasi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 4 UU.2/2004
(5) Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh.
Pasal 5 UU.2/2004
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan,
maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 38
Pasal 117 UU.2/2004
(1) Konsiliator yang tidak menyampaikan anjuran tertulis dalam waktu selambat-
lambatnya 14 (empat be1as) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
butir b atau tidak membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2)
huruf e dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) Konsiliator yang telah mendapatkan teguran tertu1is sebanyak 3 (tiga) ka1i
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif berupa
pencabutan sementara sebagai konsiliator .
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baru dapat dijatuhkan setelah yang
bersangkutan menyelesaikan perselisihan yang sedang ditanganinya.
(4) Sanksi administratif pencabutan sementara sebagai konsiliator diberikan untuk
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 118 UU.2/2004
Konsiliator dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan tetap sebagai
konsiliator dalam hal :
a. konsiliator telah dijatuhi sanksi administratif berupa pencabutan sementara sebagai
konsiliator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) sebanyak 3 (tiga) kali;
b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
c. menyalahgunakan jabatan; dan atau
d. membocorkan keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(3 ).
15.5. PENYELESAIAN MELALUI ARBITRASE
Pasal 1 UU.2/2004
15. Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah
penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan
Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk
menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat
para pihak dan bersifat final.
16. Arbiter Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbiter adalah seorang atau
lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan
oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang
diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak
dan bersifat final.
Pasal 29 UU.2/2004
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu
perusahaan.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 39
Pasal 30 UU.2/2004
(1) Arbiter yang berwenang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial harus
arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Wilayah kerja arbiter meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Penjelasan Pasal 30 UU.2/2004
(1) Penetapan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
masyarakat, oleh karena itu tidak setiap orang dapat bertindak sebagai arbiter .
Pasal 31 UU.2/2004
(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) harus memenuhi syarat :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. cakap melakukan tindakan hukum;
c. warga negara Indonesia;
d. pendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
e. berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
f. berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter;
g. menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan yang
dibuktikan dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase; dan
h. memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun.
(2) Ketentuan mengenai pengujian dan tata cara pendaftaran arbiter diatur dengan
Keputusan Menteri.
Penjelasan Pasal 31 UU.2/2004
(1) f. Mengingat keputusan arbiter ini mengikat para pihak dan bersifat akhir dan
tetap, arbiter haruslah mereka yang kompeten di bidangnya, sehingga kepercayaan
para pihak tidak sia-sia.
Pasal 32 UU.2/2004
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak yang berselisih.
(2) Kesepakatan para pihak yang berselisih sebagai-mana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga)
dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
(3) Surat perjanjian arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-
kurangnya memuat :
a. nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
b. pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada
arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan;
c. jumlah arbiter yang disepakati;
d. pemyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 40
arbitrase; dan
e. tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih.
Pasal 33 UU.2/2004
(1) Dalam hal para pihak telah menandatangani surat perjanjian arbitrase
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) para pihak berhak memilih arbiter dari
daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Para pihak yang berselisih dapat menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter
(majelis) dalam jumlah gasal sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang.
(3) Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal, maka para pihak
harus sudah mencapai kesepakatan dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja tentang nama arbiter dimaksud.
(4) Dalam hal para pihak sepakat untuk menunjuk beberapa arbiter (majelis) dalam
jumlah gasal, masing-masing pihak berhak memilih seorang arbiter dalam waktu
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, sedangkan arbiter ketiga ditentukan oleh para
arbiter yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja untuk
diangkat sebagai Ketua Majelis Arbitrase.
(5) Penunjukan arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan
secara tertulis.
(6) Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk menunjuk arbiter baik tunggal maupun
beberapa arbiter (majelis) dalam jumlah gasal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
maka atas permohonan salah satu pihak Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter
dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri.
(7) Seorang arbiter yang diminta oleh para pihak wajib memberitahukan kepada para
pihak tentang hal yang mungkin akan mempengaruhi kebebasannya atau
menimbulkan keberpihakan putusan yang akan diberikan.
(8) Seseorang yang menerima penunjukan sebagai arbiter sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) harus memberitahukan kepada para pihak mengenai penerimaan
penunjukannya secara tertulis.
Pasal 34 UU.2/2004
(1) Arbiter yang bersedia untuk ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat
(8) membuat perjanjian penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih.
(2) Perjanjian penunjukan arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
a. nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih dan
arbiter;
b. pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada
arbiter untuk diselesaikan dan diambil keputusan;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 41
c. biaya arbitrase dan honorarium arbiter;
d. pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan
arbitrase;
e. tempat, tanggal pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang
berselisih dan arbiter;
f. pernyataan arbiter atau para arbiter untuk tidak melampaui kewenangannya dalam
penyele-saian perkara yang ditanganinya; dan
g. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan salah satu pihak yang berselisih.
(3) Perjanjian arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya dibuat
rangkap 3 (tiga), masing-masing pihak dan arbiter mendapatkan 1 (satu) yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama.
(4) Dalam hal arbitrase dilakukan oleh beberapa arbiter, maka asli dari perjanjian
tersebut diberikan kepada Ketua Majelis Arbiter .
Pasal 35 UU.2/2004
(1) Dalam hal arbiter telah menerima penunjukan dan menandatangani surat
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), maka yang bersangkutan
tidak dapat menarik diri, kecuali atas persetujuan para pihak.
(2) Arbiter yang akan menarik diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada para pihak.
(3) Dalam hal para pihak dapat menyetujui permohonan penarikan diri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka yang bersangkutan dapat dibebaskan dari tugas sebagai
arbiter dalam penyelesaian kasus tersebut.
(4) Dalam hal permohonan penarikan diri tidak mendapat persetujuan para pihak,
arbiter harus mengajukan permohonan pada Pengadilan Hubungan Industrial untuk
dibebaskan dari tugas sebagai arbiter dengan mengajukan alasan yang dapat diterima.
Pasal 36 UU.2/2004
(1) Dalam hal arbiter tunggal mengundurkan diri atau meninggal dunia, maka para
pihak harus menunjuk arbiter pengganti yang disepakati oleh kedua belah pihak.
(2) Dalam hal arbiter yang dipilih oleh para pihak mengundurkan diri, atau meninggal
dunia, maka penunjukan arbiter pengganti diserahkan kepada pihak yang memilih
arbiter.
(3) Dalam hal arbiter ketiga yang dipilih oleh para arbiter mengundurkan diri atau
meninggal dunia, maka para arbiter harus menunjuk arbiter pengganti berdasarkan
kesepakatan para arbiter .
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 42
(4) Para pihak atau para arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) harus sudah mencapai kesepakatan menunjuk arbiter pengganti dalarrl waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja.
(5) Apabila para pihak atau para arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
mencapai kesepakatan, maka para pihak atau salah satu pihak atau salah satu arbiter
atau para arbiter dapat meminta kepada Pengadilan Hubungan Industrial untuk
menetapkan arbiter pengganti dan Pengadilan harus menetapkan arbiter pengganti
dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya
permintaan penggantian arbiter.
Penjelasan Pasal 36 UU.2/2004
(5) Arbiter yang ditetapkan Pengadilan tidak boleh arbiter yang telah pernah ditolak
oleh para pihak atau para arbiter tetapi harus arbiter lain.
Pasal 37 UU.2/2004
Arbiter pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 harus membuat pernyataan
kesediaan menerima hasil-hasil yang telah dicapai dan melanjutkan penyelesaian
perkara.
Penjelasan Pasal 37 UU.2/2004
Yang dimaksud dengan menerima hasil-hasil yang telah dicapai bahwa arbiter
pengganti terikat pada hasil arbiter yang digantikan yang tercermin dalam risalah
kegiatan penyelesaian perselisihan.
Pasal 38 UU.2/2004
(1) Arbiter yang telah ditunjuk oleh para pihak berdasarkan perjanjian arbitrase dapat
diajukan tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri apabila cukup alasan dan cukup
bukti otentik yang menimbulkan keraguan bahwa arbiter akan melakukan tugasnya
tidak secara bebas dan akan berpihak dalam mengambil putusan.
(2) Tuntutan ingkar terhadap seorang arbiter dapat pula diajukan apabila terbukti
adanya hubungan kekeluargaan atau pekerjaan dengan salah satu pihak atau
kuasanya.
(3) Putusan Pengadilan Negeri mengenai tuntutan ingkar tidak dapat diajukan
perlawanan.
Pasal 39 UU.2/2004
(1) Hak ingkar terhadap arbiter yang diangkat oleh Ketua Pengadilan ditujukan
kepada Ketua Pengadilan yang bersangkutan.
(2) Hak ingkar terhadap arbiter tunggal yang disepakati diajukan kepada arbiter yang
bersangkutan.
(3) Hak ingkar terhadap anggota majelis arbiter yang disepakati diajukan kepada
majelis arbiter yang bersangkutan.
Pasal 40 UU.2/2004
(1) Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam waktu
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 43
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian
penunjukan arbiter .
(2) Pemeriksaan atas perselisihan harus dimulai dalam waktu selambat-lambatnya 3
(tiga) hari kerja setelah penandatanganan surat perjanjian penunjukan arbiter.
(3) Atas kesepakatan para pihak, arbiter berwenang untuk memperpanjang jangka
waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
Penjelasan Pasal 40 UU.2/2004
(1) Dalam hal terjadi penggantian arbiter maka jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
dihitung sejak arbiter pengganti menandatangani perjanjian arbitrase.
Pasal 41 UU.2/2004
Pemeriksaan perselisihan hubungan industrial oleh arbiter atau majelis arbiter
dilakukan secara tertutup kecuali para pihak yang berselisih menghendaki lain.
Pasal 42 UU.2/2004
Dalam sidang arbitrase, para pihak yang berselisih dapat diwakili oleh kuasanya
dengan surat kuasa khusus.
Penjelasan Pasal 42 UU.2/2004
Yang dimaksud surat kuasa khusus dalam pasal ini adalah kuasa yang diberikan oleh
pihak yang berselisih sebagai pemberi kuasa kepada seseorang atau lebih selaku
kuasanya untuk mewakili pemberi kuasa untuk melakukan perbuatan hukum dan
tindakan lainnya yang berkaitan dengan perkaranya yang dicantumkan secara khusus
dalam surat kuasa.
Pasal 43 UU.2/2004
(1) Apabila pada hari sidang para pihak yang berselisih atau kuasanya tanpa suatu
alasan yang sah tidak hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, maka arbiter atau
majelis arbiter dapat membatalkan perjanjian penunjukan arbiter dan tugas arbiter
atau majelis arbiter dianggap selesai.
(2) Apabila pada hari sidang pertama dan sidang-sidang selanjutnya salah satu pihak
atau kuasanya tanpa suatu alasan yang sah tidak hadir walaupun untuk itu telah
dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbiter dapat memeriksa perkara dan
menjatuhkan putusannya tanpa kehadiran salah satu pihak atau kuasanya.
(3) Dalam hal terdapat biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan perjanjian
penunjukan arbiter sebelum perjanjian tersebut dibatalkan oleh arbiter atau majelis
arbiter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), biaya tersebut tidak dapat diminta
kembali oleh para pihak.
Penjelasan Pasal 43 UU.2/2004
(1) Yang dimaksud dengan “dipanggil secara patut” dalam ayat ini yaitu para pihak
telah dipanggil berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali, setiap panggilan masing-masing
dalam waktu 3 (tiga) hari.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 44
Pasal 44 UU.2/2004
(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan
upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.
(2) Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercapai, maka arbiter
atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oieh para
pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.
(3) Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter mengadakan
perdamaian.
(4) Pendaftaran Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sebagai berikut :
a. Akta Perdamaian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akta Perdamaian;
b. apabila Akta Perdamaian tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak
yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Akta Perdamaian didaftar untuk
mendapat penetapan eksekusi;
c. dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Akta Perdamaian,
maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi
untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang
berkompeten melaksanakan eksekusi.
(5) Apabila upaya perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gagal, arbiter atau
majclis arbiter meneruskan sidang arbitrase.
Pasal 45 UU.2/2004
(1) Dalam persidangan arbitrase para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan
secara tertulis maupun lisan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang
dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan
oleh arbiter atau majelis arbiter.
(2) Arbiter atau majelis arbiter berhak meminta kepada para pihak untuk mengajukan
penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu
dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter .
Pasal 46 UU.2/2004
(1) Arbiter atau majelis arbiter dapat memanggil seorang saksi atau lebih atau seorang
saksi ahli atau lebih untuk didengar keterangannya.
(2) Sebelum memberikan keterangan para saksi atau saksi ahli wajib mengucapkan
sumpah atau janji sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 45
(3) Biaya pemanggilan dan perjalanan rohaniawan untuk melaksanakan pengambilan
sumpah atau janji terhadap saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak yang
meminta.
(4) Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli dibebankan kepada pihak
yang meminta.
(5) Biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau saksi ahli yang diminta oleh arbiter
dibebankan kepada para pihak.
Pasal 47 UU.2/2004
(1) Barang siapa yang diminta keterangannya oleh arbiter atau majelis arbiter guna
penyelidikan untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan
undang-undang ini wajib memberikannya, termasuk membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat yang diperlukan.
(2) Dalam hal keterangan yang diperlukan oleh arbiter terkait dengan seseorang yang
karena jabatannya harus menjaga kerahasiaan, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Arbiter wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Penjelasan Pasal 47 UU.2/2004
(1) Yang dimaksud dengan membukakan buku dan memperlihatkan surat-surat dalam
pasal ini adalah, misalnya buku tentang upah atau surat perintah lembur dan
dilakukan oleh orang yang ahli soal pembukuan yang ditunjuk oleh arbiter.
(2) Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan harus menjaga kerahasiaannya, maka permintaan keterangan kepada
pejabat dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti prosedur yang ditentukan.
Contoh : Dalam hal seseorang meminta keterangan tentang rekening milik pihak lain
akan dilayani oleh pejabat bank apabila telah ada ijin, dari Bank Indonesia atau dari
pemilik rekening yang bersangkutan (Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan). Demikian pula ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan dan lain-lain.
Pasal 48 UU.2/2004
Terhadap kegiatan dalam pemeriksaan dan sidang arbitrase dibuat berita acara
pemeriksaan oleh arbiter atau majelis arbiter.
Pasal 49 UU.2/2004
Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum.
Pasal 50 UU.2/2004
(1) Putusan arbitrase memuat :
a. kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 46
b. nama lengkap dan alamat arbiter atau majelis arbiter;
c. nama lengkap dan alamat para pihak;
d. hal-hal yang termuat dalam surat perjanjian yang diajukan oleh para pihak yang
berselisih;
e. ikhtisar dari tuntutan, jawaban, dan penjelasan lebih lanjut para pihak yang
berselisih;
f. pertimbangan yang menjadi dasar putusan;
g. pokok putusan;
h. tempat dan tanggal putusan;
i. mulai berlakunya putusan; dan
j. tanda tangan arbiter atau majelis arbiter.
(2) Tidak ditandatanganinya putusan arbiter oleh salah seorang arbiter dengan alasan
sakit atau meninggal dunia tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan.
(3) Alasan tentang tidak adanya tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dicantumkan dalam putusan.
(4) Dalam putusan, ditetapkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus
sudah dilaksanakan.
Pasal 51 UU.2/2004
(1) Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang
berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.
(2) Putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah arbiter menetapkan putusan.
(3) Dalam hal putusan arbitrase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan
pennohonan fiat eksekusi di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan pihak terhadap siapa putusan itu
harus dijalankan, agar putusan diperintahkan untuk dijalankan.
(4) Perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan dalam waktu
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah permohonan didaftarkan pada
Panitera Pengadilan Negeri setempat dengan tidak memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase.
Pasal 52 UU.2/2004
(1) Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan kepada Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak ditetapkannya putusan arbiter, apabila putusan diduga
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan,
diakui atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang
disembunyikan oleh pihak lawan;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 47
c. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan perselisihan;
d. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial; atau
e. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal pennohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dikabulkan,
Mahkamah Agung menetapkan akibat dari pembatalan baik seluruhnya atau sebagian
putusan arbitrase.
(3) Mahkamah Agung memutuskan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak menerima permohonan pembatalan.
Penjelasan Pasal 52 UU.2/2004
(1) Upaya hukum melalui permohonan pembatalan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan kepada pihak berselisih yang dirugikan.
Pasal 53 UU.2/2004
Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase
tidak
dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Penjelasan Pasal 53 UU.2/2004
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum.
Pasal 54 UU.2/2004
Arbiter atau majelis arbiter tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum apapun
atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk
menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau majelis arbiter, kecuali dapat dibuktikan
adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut.
Pasal 4 UU.2/2004
(6) Penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan
kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 119 UU.2/2004
(1) Arbiter yang tidak dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja dan dalam jangka waktu
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (3) atau tidak
membuat berita acara kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48,
dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
(2) Arbiter yang telah mendapat teguran tertulis 3 (tiga) kali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan sementara
sebagai arbiter .
(3) Sanksi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) baru dapat dijatuhkan setelah
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 48
yang bersangkutan menyelesaikan perselisihan yang sedang ditanganinya.
(4) Sanksi administratif pencabutan sementara sebagai arbiter diberikan untuk jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 120 UU.2/2004
(1) Arbiter dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan tetap sebagai
arbiter dalam hal :
a. arbiter paling sedikit telah 3 (tiga) kali mengambil keputusan arbitrase perselisihan
hubungan industrial melampaui kekuasaannya, bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf d dan e
dan Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan peninjauan kembali atas
putusan-putusan arbiter tersebut;
b. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
c. menyalahgunakan jabatan;
d. arbiter telah dijatuhi sanksi administratif berupa pencabutan sementara sebagai
arbiter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) sebanyak 3 (tiga) kali.
(2) Sanksi administratif berupa pencabutan tetap sebagai arbiter sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tanggal arbiter menyelesaikan perselisihan
yang sedang ditanganinya.
15.6. PENYELESAIAN MELALUI PENGADILAN HUBU-NGAN INDUSTRIAL
Pasal 1 UU.2/2004
17. Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di
lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.
Pasal 81 UU.2/2004
Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
pekerja/buruh bekerja.
Pasal 82 UU.2/2004
Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak
diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Pasal 83 UU.2/2004
(1) Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan
gugatan kepada pengugat.
(2) Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim
meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 49
Penjelasan Pasal 83 UU.2/2004
(2) Dalam penyempurnaan gugatan, Panitera atau Panitera Penganti dapat membantu
penyusunan/menyempurnakan gugatan. Untuk itu Panitera atau Panitera Pengganti
mencatat dalam daftar khusus yang memuat : nama lengkap dan alamat atau tempat
kedudukan para pihak; pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan atau objek
gugatan; dokumen-dokumen, surat-surat dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh
penggugat.
Pasal 84 UU.2/2004
Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif
dengan memberikan kuasa khusus.
Pasal 85 UU.2/2004
(1) Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat
memberikan jawaban.
(2) Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan
oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial hanya apabila
disetujui tergugat.
Pasal 86 UU.2/2004
Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan
perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib
memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan.
Pasal 87 UU.2/2004
Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa
hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili
anggotanya.
Penjelasan Pasal 87 UU.2/2004
Yang dimaksud dengan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal ini meliputi pengurus pada tingkat perusahaan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi dan pusat baik serikat pekerja/serikat buruh, anggota federasi,
maupun konfederasi.
Pasal 88 UU.2/2004
(1) Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah menerima gugatan harus sudah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1
(satu) orang Hakim sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-Hoc sebagai
Anggota Majelis yang memeriksa dan memutus perselisihan.
(2) Hakim Ad-Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang Hakim
Ad-Hoc yang pengangkatannya diusulkan oleh serikat pekerja/serikat buruh dan
seorang Hakim Ad-Hoc yang pengangkatannya diusulkan oleh organisasi pengusaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2).
(3) Untuk membantu tugas Majelis Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditunjuk seorang Panitera Pengganti.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 50
Pasal 89 UU.2/2004
(1) Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan Majelis
Hakim, maka Ketua Majelis Hakim harus sudah melakukan sidang pertama.
(2) Pemanggilan untuk datang ke sidang dilakukan secara sah apabila disampaikan
dengan surat panggilan kepada para pihak di alamat tempat tinggalnya atau apabila
tempat tinggalnya tidak diketahui disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(3) Apabila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat tinggalnya atau tempat tinggal
kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui Kepala Kelurahan atau
Kepala Desa yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal pihak yang dipanggil atau
tempat kediaman yang terakhir.
(4) Penerimaan surat penggilan oleh pihak yang dipanggil sendiri atau melalui orang
lain dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, maka
surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung Pengadilan
Hubungan Industrial yang memeriksanya.
Pasal 90 UU.2/2004
(1) Majelis Hakim dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir di persidangan
guna diminta dan didengar keterangannya.
(2) Setiap orang yang dipanggil untuk menjadi saksi atau saksi ahli berkewajiban
untuk memenuhi panggilan dan memberikan kesaksiannya di bawah sumpah.
Pasal 91 UU.2/2004
(1) Barang siapa yang diminta keterangannya oleh Majelis Hakim guna penyelidikan
untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial berdasarkan undang-undang ini
wajib memberikannya tanpa syarat, termasuk membukakan buku dan
memperlihatkan surat-surat yang diperlukan.
(2) Dalam hal keterangan yang diminta Majelis Hakim terkait dengan seseorang yang
karena jabatannya harus menjaga kerahasian, maka harus ditempuh prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Hakim wajib merahasiakan semua keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ).
Penjelasan Pasal 91 UU.2/2004
(2) Oleh karena pada jabatan-jabatan tertentu berdasar-kan peraturan perundang-
undangan harus menjaga kerahasiannya, maka permintaan keterangan kepada pejabat
dimaksud sebagai saksi ahli harus mengikuti prosedur yang ditentukan.
Pasal 92 UU.2/2004
Sidang sah apabila dilakukan oleh Majelis Hakim sebagai-mana dimaksud dalam Pasal
88 ayat (1).
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 51
Penjelasan Pasal 92 UU.2/2004
Ketentuan sahnya persidangan dalam pasal ini dimaksudkan setiap sidang harus
dihadiri oleh Hakim dan seluruh Hakim Ad-Hoc yang telah ditunjuk untuk
menyelesaikan perselisihan tersebut.
Pasal 93 UU.2/2004
(1) Dalam hal salah satu pihak atau para pihak tidak dapat menghadiri sidang tanpa
alasan yang dapat dipertanggungiawabkan, Ketua Majelis Hakim menetapkan hari
sidang berikutnya.
(2) Hari sidang berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penundaan.
(3) Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau para pihak diberikan
sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali penundaan.
Pasal 94 UU.2/2004
(1) Dalam hal penggugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada
sidang penundaan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3), maka
gugatannya dianggap gugur, akan tetapi penggugat berhak mengajukan gugatannya
sekali lagi.
(2) Dalam hal tergugat atau kuasa hukumnya yang sah setelah dipanggil secara patut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 tidak datang menghadap Pengadilan pada
sidang penundaan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3), maka
Majelis Hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri tergugat.
Pasal 95 UU.2/2004
(1) Sidang Majelis Hakim terbuka untuk umum, kecuali Majelis Hakim menetapkan
lain.
(2) Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menghormati tata tertib
persidangan.
(3) Setiap orang yang tidak mentaati tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), setelah mendapat peringatan dari atau atas perintah Ketua Majelis
Hakim, dapat dikeluarkan dari ruang sidang.
Pasal 96 UU.2/2004
(1) Apabila dalam persidangan pertama, secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti
tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang
harus segera menjatuhkan Putusan Sela berupa perintah kepada pengusaha untuk
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(2) Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan pada hari
persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 52
(3) Dalam hal selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan Putusan Sela
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim
Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan
Hubungan Industrial.
(4) Putusan Sela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penetapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat
digunakan upaya hukum.
Penjelasan Pasal 96 UU.2/2004
(1) Permintaan putusan sela disampaikan bersama-sama dengan materi gugatan.
Pasal 97 UU.2/2004
Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial ditetapkan kewajiban yang harus
dilakukan dan/atau hak yang harus diterima oleh para pihak atau salah satu pihak atas
setiap penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 98 UU.2/2004
(1) Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup
mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang
berkepentingan, para pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada
Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (l), Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan
penetapan tentang dikabulkan atau tidak dikabulkannya permohonan tersebut.
(3) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak digunakan upaya
hukum.
Pasal 99 UU.2/2004
(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dikabulkan,
Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
dikeluarkannya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2),
menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur
pemeriksaan.
(2) Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-
masing ditentukan tidak melebihi 14 (empat belas) hari kerja.
Pasal 100 UU.2/2004
Dalam mengambil putusan, Majelis Hakim memper-timbangkan hukum, perjanjian
yang ada, kebiasaan, dan keadilan.
Pasal 101 UU.2/2004
(1) Putusan Majelis Hakim dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Dalam hal salah satu pihak tidak hadir dalam sidang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Ketua Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera Pengganti untuk
menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir tersebut.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 53
(3) Putusan Majelis Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai putusan
Pengadilan Hubungan Industrial.
(4) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) berakibat
putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 102 UU.2/2004
(1) Putusan Pengadilan harus memuat:
a. kepala putusan berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA”;
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para
pihak yang berselisih;
c. ringkasan pemohon/penggugat dan jawaban termohon/tergugat yang jelas;
d. pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa;
g. hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Ad-Hoc yang memutus, nama Panitera,
serta keterangan tentang hadir atau tidak hadimya para pihak.
(2) Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menyebabkan batalnya putusan Pengadilan Hubungan Industrial.
Pasal 103 UU.2/2004
Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dalam waktu selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak
sidang pertama.
Pasal 104 UU.2/2004
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
ditandatangani oleh Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Panitera Pengganti.
Pasal 105 UU.2/2004
Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus sudah
menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2).
Pasal 106 UU.2/2004
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani,
Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan putusan.
Penjelasan Pasal 106 UU.2/2004
Dengan ketentuan ini berarti jangka waktu membuat putusan asli dan salinan putusan
dibatasi selama 14 (empat belas) hari kerja agar tidak merugikan hak para pihak. "
Pasal 107 UU.2/2004
Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 54
setelah salinan putusan diterbitkan harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada
para pihak.
Pasal l08 UU.2/2004
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial dapat mengeluarkan putusan
yang dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun putusannya diajukan perlawanan
atau kasasi.
Pasal 109 UU.2/2004
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam
satu perusahaan merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.
Pasal 110 UU.2/2004
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri mengenai
perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan
hukum tetap apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja :
a. bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan di bacakan dalam sidang majelis
hakim;
b. bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan
putusan.
Pasal 111 UU.2/2004
Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus
menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan
Industrial
pada Pengadilan Negeri setempat.
Penjelasan Pasal 111 UU.2/2004
Yang dimaksud dengan Pengadilan Negeri setempat dalam pasal ini adalah Pengadilan
Negeri yang memutus perkara tersebut.
Pasal 112 UU.2/2004
Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada
Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 113 UU.2/2004
Majelis Hakim Kasasi terdiri atas satu orang Hakim Agung dan dua orang Hakim Ad-
Hoc yang ditugasi memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial
pada Mahkamah Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 114 UU.2/2004
Tata cara permohonan kasasi serta penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja oleh Hakim Kasasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 55
Pasal 115 UU.2/2004
Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada
Mahkamah Agung selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal penerimaan permohonan kasasi.
Pasal 55 UU.2/2004
Pengadilan Hubungan Industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum.
Pasal 56 UU.2/2004
Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus :
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak;
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan;
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja;
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
Pasal 57 UU.2/2004
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum
Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang diatur secara khusus dalam undang-undang ini.
Pasal 58 UU.2/2004
Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang
berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di
bawah Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 59 UU.2/2004
(1) Untuk pertama kali dengan undang-undang ini dibentuk Pengadilan Hubungan
Industrial pada setiap Pengadilan Negeri Kabupaten/Kota yang berada di setiap
Ibukota Provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan.
(2) Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan Keputusan Presiden
harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri
setempat.
Penjelasan Pasal 59 UU.2/2004
(1) Berhubung Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan Ibu Kota Provinsi
sekaligus Ibu Kota Negara Republik Indonesia memiliki lebih dari satu Pengadilan
Negeri, maka Pengadilan Hubungan Industrial yang dibentuk untuk pertama kali
dengan undang-undang ini adalah Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal di ibukota provinsi terdapat Pengadilan Negeri Kota
dan Pengadilan Negeri Kabupaten, maka Pengadilan Hubungan Industrial menjadi
bagian Pengadilan Negeri Kota.
(2) Yang dimaksud dengan kata “segera” dalam ayat ini adalah bahwa dalam waktu 6
(enam) bulan sesudah undang-undang ini berlaku.
Pasal 60 UU.2/2004
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 56
(1) Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri dari :
a. Hakim;
b. Hakim Ad-Hoc;
c. Panitera Muda; dan
d. Panitera Pengganti.
(2) Susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung terdiri dari :
a. Hakim Agung;
b. Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung; dan
c. Panitera.
Pasal 61 UU.2/2004
Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diangkat dan
diberhentikan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 62 UU.2/2004
Pengangkatan Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 63 UU.2/2004
(1) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dengan Keputusan
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(2) Calon Hakim Ad-Hoc sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Ketua
Mahkamah Agung dari nama yang disetujui oleh Menteri atas usul serikat
pekerja/serikat buruh atau organisasi pengusaha.
(3) Ketua Mahkamah Agung mengusulkan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Hubungan
Industrial kepada Presiden.
Pasal 64 UU.2/2004
Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial
dan Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
d. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;
e. berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter;
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
g. berpendidikan serendah-rendahnya strata satu (S1) kecuali bagi Hakim Ad-Hoc
pada Mahkamah Agung syarat pendidikan sarjana hukum; dan
h. berpengalaman di bidang hubungan industrial minimal 5 tahun.
Pasal 65 UU.2/2004
(1) Sebelum memangku jabatannya, Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial
wajib meng-ucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya, bunyi
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 57
sumpah atau janji itu adalah sebagai berikut :
“ Saya bersumpah / berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk memperoleh
jabatan saya ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara
apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun
juga.
Saya bersumpah / berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah / berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan
serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan
ideologi nasional, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi negara Republik
Indonesia.
Saya bersumpah / berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini
dengan jujur, seksama dan dengan tidak membedakan orang dan akan melaksanakan
kewajiban saya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku".
(2) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri diambil
sumpah atau janjinya oleh Ketua Pengadilan Negeri atau pejabat yang ditunjuk.
Penjelasan Pasal 65 UU.2/2004
(1) Pada waktu pengambilan sumpah/janji diucapkan kata-kata tertentu sesuai dengan
agama masing-masing, misalnya untuk penganut agama Islam "Demi Allah" sebelum
lafal sumpah dan untuk penganut agama Kristen/Katholik kata-kata "Kiranya Tuhan
akan menolong saya" sesudah lafal sumpah.
Pasal 66 UU.2/2004
(1) Hakim Ad-Hoc tidak boleh merangkap jabatan sebagai :
a. anggota Lembaga Tinggi Negara;
b. kepala daerah/kepala wilayah;
c. lembaga legislatif tingkat daerah;
d. pegawai negeri sipil;
e. anggota TNI/Polri;
f. pengurus partai politik;
g. pengacara;
h. mediator;
i. konsiliator;
j. arbiter; atau
k. pengurus serikat pekerja/serikat buruh atau pengurus organisasi pengusaha.
(2) Dalam hal seorang Hakim Ad-Hoc yang merangkap jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), jabatannya sebagai Hakim Ad-Hoc dapat dibatalkan.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 58
Pasal 67 UU.2/2004
(1) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial dan Hakim Ad-Hoc Hubungan
Industrial pada Mahkamah Agung diberhentikan dengan honnat dari jabatannya
karena :
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani terus menerus selama 12 (dua belas) bulan;
d. telah berumur 62 (enam puluh dua) tahun bagi Hakim Ad-Hoc pada Pengadilan
Hubungan Industrial dan telah berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun bagi Hakim Ad-
Hoc pada Mahkamah Agung;
e. tidak cakap dalam menjalankan tugas;
f. atas permintaan organisasi pengusaha atau organisasi pekerja/organisasi buruh yang
mengusulkan; atau
g. telah selesai masa tugasnya.
(2) Masa tugas Hakim Ad-Hoc untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Penjelasan Pasal 67 UU.2/2004
(1) c. Yang dimaksud dengan sakit jasmani atau rohani terus menerus adalah sakit
yang menyebabkan penderita tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik.
e. Yang dimaksud dengan tidak cakap menjalankan tugas misalnya sering melakukan
kesalahan dalam menjalankan tugas karena kurang mampu.
Pasal 68 UU.2/2004
(1) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;
b. selama 3 (tiga) kali berturut-turut dalam kurun waktu 1 (satu) bulan melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaanya tanpa alasan yang sah; atau
c. melanggar sumpah atau janji jabatan.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan
pembelaan kepada Mahkamah Agung.
Pasal 69 UU.2/2004
(1) Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1), dapat diberhentikan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 59
sementara dari jabatannya.
(2) Hakim Ad-Hoc yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2).
Pasal 70 UU.2/2004
(1) Pengangkatan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubu-ngan Industrial dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia.
(2) Untuk pertama kalinya pengangkatan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri paling sedikit 5 (lima) orang dari unsur serikat
pekerja/serikat buruh dan 5 (lima) orang dari unsur organisasi pengusaha.
Pasal 71 UU.2/2004
(1) Ketua Pengadilan Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Hakim,
Hakim Ad-Hoc, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketua Mahkamah Agung melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas Hakim
Kasasi, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial pada
Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua
Pengadilan Negeri dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada Hakim dan Hakim
Ad-Hoc.
(4) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ketua
Mahkamah Agung dapat memberikan petunjuk dan teguran kepada Hakim Kasasi.
(5) Petunjuk dan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak boleh
mengurangi kebebasan Hakim, Hakim Ad-Hoc dan Hakim Kasasi Pengadilan
Hubungan Industrial dalam memeriksa dan memutus perselisihan.
Pasal 72 UU.2/2004
Tata cara pengangkatan, pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak
hormat, dan pemberhentian sementara Hakim Ad-Hoc sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 73 UU.2/2004
Tunjangan dan hak-hak lainnya bagi Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial
diatur
dengan Keputusan Presiden.
Penjelasan Pasal 73 UU.2/2004
Yang dimaksud tunjangan dan hak-hak lainnya adalah tunjangan jabatan dan hak-hak
yang menyangkut kesejahteraan.
Pasal 74 UU.2/2004
(1) Pada setiap Pengadilan Negeri yang telah ada Pengadilan Hubungan Industrial
dibentuk Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial yang dipimpin oleh
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 60
seorang Panitera Muda.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Muda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibantu oleh beberapa orang Panitera Pengganti.
Pasal 75 UU.2/2004
(1) Sub Kepaniteraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (1) mempunyai
tugas :
a. menyelenggarakan administrasi Pengadilan Hubungan Industrial; dan
b. membuat daftar semua perselisihan yang diterima dalam buku perkara.
(2) Buku perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya
memuat nomor urut, nama dan alamat para pihak, dan jenis perselisihan.
Pasal 76 UU.2/2004
Sub Kepaniteraan bertanggung jawab atas penyampaian surat panggilan sidang,
penyampaian pemberitahuan putusan dan penyampaian salinan putusan.
Pasal 77 UU.2/2004
(1) Untuk pertama kali Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan
Industrial diangkat dari Pegawai Negeri Sipil dari instansi Pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara pengangkatan, dan pemberhentian
Panitera Muda dan Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial diatur lebih
lanjut menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 78 UU.2/2004
Susunan organisasi, tugas, dan tata kerja Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan
Industrial diatur dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 79 UU.2/2004
(1) Panitera Pengganti bertugas mencatat jalannya persidangan dalam Berita Acara.
(2) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Hakim,
Hakim Ad-Hoc, dan Panitera Pengganti.
Pasal 80 UU.2/2004
(1) Panitera Muda bertanggung jawab atas buku perkara dan surat-surat lainnya yang
disimpan di Sub Kepaniteraan.
(2) Semua buku perkara dan surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik asli
maupun foto copy tidak boleh dibawa keluar ruang kerja Sub Kepaniteraan kecuali
atas izin Panitera Muda.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 61
BAB 16
LEMBAGA PELATIHAN KERJA
16.1. DEFINISI
Pasal l KEPMENAKERTRANS.229/2003
1. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap
dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang
dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
2. Program pelatihan kerja adalah keseluruhan isi pelatihan yang tersusun secara
sistematis dan memuat tentang kompetensi kerja yal1g ingin dicapai, materi, pelatihan
teori dan praktek, jangka waktu pelatihan, metode dan sarana pelatihan, persyaratan
peserta dan tenaga kepelatihan serta evaluasi dan penetapan kelulusan peserta
pelatihan.
4. Lembaga pelatihan kerja adalah instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan
yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan pelatihan kerja.
16.2. KETENTUAN UMUM
Pasal 13 UU.13/2003
(1) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau
lembaga pelatihan kerja swasta.
(2) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
(3) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.
Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah atau
lembaga pelatihan kerja swasta atau perusahaan.
16.3. TATA CARA & PERSYARATAN
Pasal 14 UU.13/2003
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau
perorangan.
(2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten / kota.
(3) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah
mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten / Kota.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penizinan dan pendaftaran lembaga pelatihan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 62
Pasal 15 UU.13/2003
Penyelenggaraan pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan :
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Pasal 16 UU.13/2003
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dan lembaga pelatihan
kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga
akreditasi.
(2) Lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen
terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Organisasi dan tata kerja lembaga akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Lembaga pelatihan kerja swasta wajib memiliki izin.
(2) Lembaga pelatihan kerja perusahaan yang menyelenggarakan pelatihan tanpa
memungut biaya tidak wajib memiliki izin.
Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterbitkan oleh instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
(2) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dalam menerbitkan izin wajib mempertimbangkan tingkat
resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan peserta pelatihan serta lingkungan
tempat dilaksanakannya pelatihan kerja.
Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, wajib
mendaftarkan kegiatan program pelatihannya pada instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
(2) Lembaga pelatihan kerja perusahaan yang melakukan pelatihan kerja bagi
pekerjanya / buruhnya dan/atau melatih masyarakat umum tanpa memungut biaya,
wajib mendaftarkan kegiatan program pelatihannya pada instansi yang bertanggung
jawah di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Pasal 6 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Izin dan tanda daftar lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) hanya berlaku di wi1ayah kerja instansi penerbit izin dan
tanda daftar.
16.4. TATA CARA PERIZINAN
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 63
Pasal 7 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Badan hukum atau perseorangan yang akan mendapatkan izin sebagai lembaga
pelatihan kerja, mengajukan permohonan dilampiri dengan :
a. copy surat pengesahan sebagai badan hukum atau kartu tanda penduduk bagi
permohonan perorangan;
b. copy surat izin gangguan dari instansi yang berwenang ;
c. daftar nama yang dilengkapi dengan riwayat hidup penanggung jawab lembaga dan
program, tenaga kepelatihan ;
d. keterangan domisili lembaga dari kelurahan atau desa setempat;
e. copy surat tanda bukti kepemilikan atau penguasaan prasarana dan fasilitas
pelatihan kerja untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun sesuai dengan program
pelatihan yang akan diselenggarakan;
f. program pelatihan kerja (kurikulum dan silabus);
g. struktur organisasi yang sekurang-kurangnya terdiri dari :
g.l. penanggung jawab lembaga pelatihan kerja;
g.2. penanggung jawab program pelatihan kerja;
g.3. tenaga kepelatihan;
h. copy deposito atas nama penanggung jawab lembaga pelatihan kerja yang besarnya
sesuai dengan biaya program pelatihan kerja yang diajukan;
i. surat penunjukan sebagai cabang dari lembaga pelatihan kerja di luar negeri bagi
lembaga pelatihan kerja yang merupakan cabang dari lembaga pelatihan kerja di luar
negeri.
(2) Untuk menentukan jumlah deposito yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h, pemohon harus menyusun biaya program pelatihan kerja
berdasarkan struktur anggaran yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
Pasal 8 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Dalam hal persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
telah dilengkapi, maka instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di
Kabupaten/Kota melakukan verifikasi untuk membuktikan kebenaran persyaratan.
Pasal 9 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh Tim yang ditunjuk
oleh pejabat yang berwenang, dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) hari
kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya terdiri dari unsur
organisasi lembaga pelatihan, unit kerja yang menangani pelatihan kerja dan unit
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 64
kerja pengawasan ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
(3) Dalam hal verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pejabat yang berwenang menerbitkan
izin lembaga pelatihan kerja dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja terhitung
sejak tanggal selesainya verifikasi.
(4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pejabat yang berwenang menerbitkan
izin, membuat surat penolakan pemberian izin kepada pemohon disertai dengan
alasannya dalam waktu paling lama 6 (enam) hari kerja terhitung sejak tanggal
selesainya verifikasi.
Pasal 10 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Izin lembaga pelatihan kerja dapat diberikan sekurang-kurangnya untuk jangka
waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang untuk waktu yang sama.
(2) Instansi penerbit izin dapat memperpanjang izin lembaga pelatihan kerja apabila
lembaga pelatihan kerja tersebut mempunyai kinerja yang baik.
(3) Kriteria penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
Pasal 11 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Bagi lembaga pelatihan kerja yang akan menambah jenis program pelatihan kerja
harus mendapat izin penambahan program pelatihan kerja dari instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam PasaI 4.
(2) Permohonan izin penambahan program pelatihan kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilampiri dengan :
a. kurikulum dan silabus program pelatihan kerja yang baru;
b. daftar nama dan riwayat hidup instruktur pelatihan kerja bagi program yang
diusulkan;
c. tanda bukti kepemilikan atau penguasaan prasarana pelatihan kerja (tempat dan
gedung) untuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
d. tanda bukti memiliki fasilitas pelatihan (peralatan) mesin dan fasililas pendukung
lainnya) sesuai dengan program pelatihan yang diusulkan;
e. copy saldo akhir rekening giro Iembaga pelatihan kerja yang besarnya ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
16.5. TATA CARA PENDAFTARAN
Pasal 12 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Pendaftaran lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
Kabupaten / Kota dengan melampirkan :
a. surat keterangan keberadaan lembaga/unit pelatihan kerja dari instansi yang
membawahi lembaga/unit pelatihan kerja;
b. struktur organisasi induk dan/atau unit yang menangani pelatihan;
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 65
c. nama penanggung jawab;
d. program pelatihan yang diselenggarakan;
e. daftar instruktur dan tenaga kepelatihan lainnya;
f. daftar inventaris sarana dan prasarana pelatihan kerja.
Pasal 13 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
harus menerbitkan tanda daftar paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
seluruh syarat administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipenuhi.
(2) Apabila setelah 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanda
daftar tidak atau belum diterbitkan, maka lembaga pelatihan kerja dapat
melaksanakan kegiatan pelatihan kerja.
16.6. TATA CARA PELAPORAN
Pasal 14 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Lembaga pelatihan kerja wajib melaporkan kegiatannya kepada instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Kabupaten / Kota setempat secara
periodik 6 (enam) bulan sekali yang tembusannya disampaikan kepada instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan pada Provinsi dan Direktur Jenderal
Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
tentang jenis kejuruan, tingkat program pelatihan kerja yang dilaksanakan, jumlah
peserta dan jumlah lulusan.
16.7. KETENTUAN SANKSI
Pasal 17 UU.13/2003
(1) Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten / kota
dapat menghentikan sementara pelaksanaan penye-lenggaraan pelatihan kerja, apabila
di dalam pelaksanaannya ternyata :
a. tidak sesuai dengan arah pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
dan/atau
b. tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyeleng-garaan pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disertai alasan dan saran perbaikan dan berlaku paling lama 6
(enam) bulan.
(3) Penghentian sementara pelaksanaan penyelenggara pelatihan kerja hanya
dikenakan terhadap program pelatihan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 15.
(4) Bagi penyelenggaraan pelatihan kerja dalam waktu 6 (enam) bulan tidak memenuhi
dan melengkapi saran perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan
sanksi penghentian program pelatihan.
(5) Penyelenggaraan pelatihan kerja yang tidak menaati dan tetap melaksanakan
program pelatihan kerja yang telah dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 66
dikenakan sanksi pencabutan izin dan pembatalan pendaftaran penyelenggaraan
pelatihan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara penghentian sementara, penghentian, pencabutan
izin, dan pembatalan diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
dapat meng-hentikan sementara pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja, apabila
di dalam pelaksanaannya temyata :
a. tenaga kepelatihan tidak sesuai dengan program; atau
b. tidak sesuai dengan kurikulum ; atau
c. sarana dan prasarana pelatihan kerja tidak sesuai dengan program; atau
d. berkurangnya jumlah deposito atau giro yang dipersyaratkan.
(2) Penghentian sementara pelaksanaan penyeleng-garaan pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berlaku paling lama 6 ( enam) bulan.
(3) Selama dalam masa penghentian sementara penyelenggara pelatihan kerja dilarang
menerima peserta pelatihan kerja baru untuk program pelatihan kerja yang dihentikan
sementara.
Pasal 16 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Dalam hal penyelenggara pelatihan kerja setelah 6 (enam) bulan masa penghentian
sementara masih belum memenuhi kewajiban yang diperintahkan, maka instansi yang
bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dapat menghentikan program pelatihan
kerja tersebut.
(2) Penyelenggara pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengembalikan sisa biaya pelatihan kerja kepada peserta.
(3) Penyelenggara pelatihan kerja dapat mengajukan kembali program yang telah
dihentikan dengan mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pasal 17 KEPMENAKERTRANS.229/2003
(1) Apabila lembaga pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tetap
melaksanakan program pelatihan kerja yang telah diperintahkan untuk dihentikan,
maka instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten / Kota
mencabut izin lembaga pelatihan kerja yang bersangkutan.
(2) Penyelenggara program pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ),
wajib mengembalikan sisa biaya pelatihan kerja kepada seluruh peserta pelatihan.
Pasal 18 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Dalam hal lembaga pelatihan kerja tidak melaksanakan program pelatihan kerja
selama kurun waktu 1 (satu) tahun terus menerus, instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dapat mencabut izin lembaga pelatihan
kerja yang bersangkutan.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 67
Pasal 19 KEPMENAKERTRANS.229/2003
Instansi yang bertanggung jawab bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota dapat
membatalkan tanda daftar lembaga pelatihan kerja milik perusahaan yang
melaksanakan program pelatihan kerja bagi masyarakat umum dengan memungut
biaya dan lembaga pclatihan kerja tersebut dianggap menyelenggarakan pelatihan
kerja tanpa izin.
16.8. KOMPETENSI KERJA
Pasal 18 UU.13/2003
(1) Tenaga Kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti
pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
(2) Pengakuan kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui sertifikasi kompetensi kerja.
(3) Sertifikasi kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat pula diikuti
oleh tenaga kerja yang telah berpengalaman.
(4) Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional
sertifikasi profesi yang independen.
(5) Pembentukan badan nasional sertifikasi profesi yang independen sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 18 UU.13/2003
(2) Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang
dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompentensi yang mengacu
kepada standar kompetensi nasional dan/atau internasional.
Pasal 19 UU.13/2003
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat dilaksanakan dengan
memperhatikan jenis, derajat kecacatan, dan kemampuan tenaga kerja penyandang
cacat yang bersangkutan.
Pasal 20 UU.13/2003
(1) Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka pembangunan
ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja nasional yang merupakan
acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua bidang dan/atau sektor.
(2) Ketentuan mengenai bentuk, mekanisme, dan kelembagaan sistem pelatihan kerja
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 20 UU.13/2003
(1) Sistem pelatihan kerja nasional adalah keterkaitan dan keterpaduan berbagai unsur
pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta, biaya, sarana, dan prasarana, tenaga
kepelatihan, program dan metode, serta lulusan. Dengan adanya sistem pelatihan kerja
nasional, semua unsur dan sumber daya pelatihan kerja nasional yang tersebar di
instansi pemerintah, swasta, dan perusahaan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 68
Pasal 21 UU.13/2003
Pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.
Pasal l KEPMENAKERTRANS.229/2003
3. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
BAB 17
TENAGA KERJA ASING
17.1. DEFINISI
PASAL 1 UU.13/2003
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud
bekerja di wilayah Indonesia.
PASAL 1 KEPMENAKERTRANS.228/2003
1. Tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut TKA adalah warga negara asing
pemegang visa dengan maksud bekelja di wilayah Indonesia.
2. Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut TKI pendamping
adalah tenaga kerja warga negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai
pendamping dan/atau calon pengganti TKA.
3. Pemberi kerja tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut pemberi kerja TKA
adalah pengusaha, badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerja-kan
TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
6. Usaha jasa impresariat adalah usaha mendatangkan dan mengembalikan artis,
musisi, olahragawan serta pelaku seni hiburan lainnya yang berwarga negaraan asing.
7. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA adalah
rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA
untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
PASAL 1 KEPMENAKERTRANS.20/2004
2. Tenaga Kerja Indonesia Pendamping yang selanjutnya disebut TKI Pendamping
adalah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping
dan atau calon pengganti TKA.
5. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA adalah
izin tertulis yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemberi
kerja TKA.
6. Kompensasi adalah dana yang harus dibayar oleh pemberi kerja TKA kepada
negara atas penggunaan Tenaga Kerja Asing.
7. Alih status adalah perubahan dari pemberi kerja lama ke pemberi kerja baru,
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 69
perubahan jabatan TKA dan perubahan lokasi kerja.
8. Direktur adalah Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
9. Direktur Jenderal yang selanjutnya disebut Dirjen adalah Dirjen Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
17.2. KETENTUAN UMUM
Pasal 42 UU.13/2003
(4) Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja
untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
(5) Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(6) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) yang masa kerjanya
habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Pasal 44 UU.13/2003
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan
standar kompetensi yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Penjelasan Pasal 44 UU.13/2003
(1) Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki
oleh tenaga kerja warga negara asing antara lain pengetahuan, keahlian, keterampilan
di bidang tertentu, dan pemahaman budaya Indonesia.
17.3. KEWAJIBAN PEMBERI KERJA
Pasal 45 UU.13/2003
(1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib :
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga
kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja
asing; dan
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang
diduduki oleh tenaga kerja asing.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja
asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Penjelasan Pasal 45 UU.13/2003
(1) a. Tenaga kerja pendamping tenaga kerja asing tidak secara otomatis menggantikan
atau menduduki jabatan tenaga kerja asing yang didampinginya. Pendampingan
tersebut lebih dititikberatkan pada alih teknologi dan alih keahlian agar tenaga kerja
pendamping tersebut dapat memiliki kemampuan sehingga pada waktunya diharapkan
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 70
dapat mengganti tenaga kerja asing yang didampinginya.
b. Pendidikan dan pelatihan kerja oleh pemberi kerja tersebut dapat dilaksanakan baik
di dalam negeri maupun dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia untuk berlatih di
luar negeri.
Pasal 47 UU.13/2003
(1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang
dipekerjakannya.
(2) Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional,
lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga
pendidikan.
(3) Ketentuan mengenai jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
(4) Ketentuan mengenai besarnya kompensasi dan penggunaannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 47 UU.13/2003
(1) Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Pasal 48 UU.13/2003
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga
kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
Pasal 49 UU.13/2003
Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing serta pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan tenaga kerja pendamping diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.228/2003
Pemberi Kerja TKA dalam Keputusan Menteri ini meliputi :
a. kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing atau kantor
perwakilan berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia;
b. perusahan swasta asing yang berusaha di Indonesia;
c. badan usaha pelaksana proyek pemerintah termasuk proyek bantuan luar negeri;
d. badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia;
e. lembaga-lembaga sosial, pendidikan, kebudayaan atau keagamaan ;
f. usaha jasa impresariat.
Pasal 18 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja TKA instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah, atau Badan
Internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi
Pemerintah/Lembaga Pemerintah atau badan Internasional lainnya harus mengajukan
permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 71
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Direktur
Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP.
(3) KITAS/KITAP sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan sebagai dasar
perubahan IMTA atau penerbitan IMTA baru.
Pasal 19 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, Direktur menerbitkan rekomendasi
kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP.
(2) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan permohonan
dengan melampirkan :
a. copy RPTKA, yang masih berlaku;
b. copy KITAS/KITAP yang masih berlaku;
c. copy IMTA yang masih berlaku;
d. copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang
berwenang.
(3) Sebelum rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan pemberi
kerja terlebih dahulu mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur.
(4) KITAS/KITAP yang baru digunakan sebagai dasar perubahan IMTA.
Pasal 20 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib
mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur dengan
melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.
Pasal 21 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di
perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur dan Gubernur
dengan tembusan kepada Dirjen.
(2) Direktur dan Gubernur wajib melaporkan semua IMTA yang diterbitkan secara
periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.
17.4. PERSYARATAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 2 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki;
b. bersedia membuat pernyataan mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja Warga
Negara Indonesia Khususnya TKI pendamping;
c. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal jabatan yang akan diduduki TKA telah mempunyai standar kompetensi
kerja maka TKA yang akan dipekerjakan harus memenuhi standar tersebut.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 72
(3) TKI pendamping sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus memiliki
latar belakang bidang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan diduduki
TKA.
17.5. RENCANA PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Pasal 42 UU.13/2003
(1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin
tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
(3) Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak berlaku bagi
perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai
diplomatik dan konsuler.
Penjelasan Pasal 42 UU.13/2003
(1) Perlunya pemberian izin penggunaan tenaga kerja warga negara asing
dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja warga negara asing dilaksanakan secara
selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.
Pasal 43 UU.13/2003
(1) Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
(2) Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat keterangan:
a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi
perusahaan yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja
asing yang dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi instansi
pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing
diatur dengan Keputusan Menteri.
Penjelasan Pasal 43 UU.13/2003
(1) Rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing merupakan persyaratan
untuk mendapatkan izin kerja (IKTA).
(3) Yang dimaksud dengan badan internasional dalam ayat ini adalah badan-badan
internasional yang tidak mencari keuntungan seperti lembaga yang bernaung di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) antara lain ILO, WHO, atau UNICEF.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 73
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA.
(2) RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk
mendapatkan ijin mempekerjakan TKA.
Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) pemberi kerja harus mengajukan permohonan dilengkapi dengan alas an
penggunaan TKA secara tertulis serta melampirkan :
a. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi ;
b. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang ;
c. akte pengesahan sebagai badan hukum hagi perusahaan yang berbadan hukum ;
d. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat ;
e. bagan struktur organisasi perusahaan ;
f. copy surat penunjukan TKI sehagai pendamping ;
g. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan yang masih berlaku.
(2) Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :
a. identitas pemberi kerja TKA ;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan
yang bersangkutan ;
c. besarnya upah TKA yang akan dibayarkan ;
d. jumlah TKA ;
e. uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA ;
f. lokasi kerja ;
g. jangka waktu penggunaan TKA ;
h. penunjukkan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang
dipekerjakan ;
i. rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
(3) Bentuk formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana
tercantum dalam lampiran I Keputusan ini.
Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dan ayat (2) huruf
b, e, h dan huruf i tidak berlaku bagi usaha jasa impresariat.
(2) Bentuk formulir RPTKA untuk usaha jasa impresariat sebagaimana tercantum
dalam lampiran II Keputusan ini.
Pasal 6 KEPMENAKERTRANS.228/2003
Permohonan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (1) dan Pasal 5
disampaikan kepada Dirjen melalui Direktur.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 74
Pasal 7 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Dirjen atau Direktur harus melakukan penelitian kelengkapan dokumen
permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
apabila dokumen permohonan belum lengkap Dirjen atau Direktur harus
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan diterima.
(2) Dalam hal dokumen permohonan telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Dirjcn atau Direktur melakukan penilaian kelayakan
permohonan penggunaan TKA dengan berpedoman pada daftar jabatan yang
ditetapkan oleh Menteri dan memperhatikan kebutuhan pasar kerja nasional.
(3) Dalam melakukan penilaian kelayakan penggunaan TKA Dirjen atau Direktur
dapat memanggil pemberi kerja serta berkoordinasi dengan instansi terkait.
Pasal 8 KEPMENAKERTRANS.228/2003
Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai dengan daftar
jabatan sebagaimana dirraksud dalam Pasal 7 ayat (2), Dirjen atau Direktur untuk
menerbitkan Surat Keputusan pengesahan RPTKA.
Pasal 9 KEPMENAKERTRANS.228/2003
Penerbitan surat keputusan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dilakukan oleh :
a. Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA 50 (lima puluh) orang atau lebih ;
b. Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh)
orang.
Pasal 10 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Surat keputusan pengesahan RPTKA, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
memuat :
a. alasan penggunaan TKA ;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA ;
c. besarnya upah ;
d. jumlah TKA ;
e. lokasi kerja TKA ;
f. jangka waktu penggunaan TKA ;
g. jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang ditunjuk sebagai pendamping.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 9 tidak berlaku untuk usaha
jasa impresariat.
Pasal 11 KEPMENAKERTRANS.228/2003
RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan untuk jangka waktu
paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama
dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.
Pasal 12 KEPMENAKERTRANS.228/2003
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 75
(1) Perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 6.
(2) Permohonan perpanjangan RPTKA harus dileng-kapi:
a. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan ;
b. surat keputusan RPTKA yang akan diperpanjang.
(3) Bentuk laporan pelaksanaan pendidikan pelatihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan Menteri ini.
Pasal 13 KEPMENAKERTRANS.228/2003
(1) Pemberi kerja dapat mengajukan permohonan perubahan sebelum berakhirnya
jangka waktu RPTKA.
(2) Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA ; dan/atau
b. perubahan jabatan ; dan/atau
c. perubahan lokasi kerja.
17.6. TATA CARA PERIZINAN
Pasal 3 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) IMTA diberikan oleh Direktur.
(2) IMTA perpanjangan diberikan oleh Direktur atau Gubernur.
Pasal 4 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja TKA yang akan mengurus IMTA, terlebih dahulu harus mengajukan
permohonan kepada Direktur untuk mendapatkan rekomendasi guna memperoleh visa
untuk bekerja dengan melampirkan :
a. copy surat keputusan pengesahan RPTKA;
b. copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;
c. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
d. copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;
e. pas photo berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Direktur
Jenderal Imigrasi guna memperoleh visa untuk bekerja dan KITAS.
Pasal 5 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Untuk memperoleh IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Pemberi Kerja TKA
harus menyampaikan permohonan dengan melampirkan :
a. copy Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) untuk bekerja atas nama TKA yang
bersangkutan;
b. copy perjanjian kerja;
c. bukti pembayaran dana kompensasi,penggunaan TKA.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 76
Pasal 8 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Direktur harus menerbitkan IMTA selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja selak
dilengkapinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
Pasal 9 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Jangka waktu berlakunya IMTA diberikan sama dengan masa berlaku ijin tinggal.
(2) Selama mengurus IMTA Direktur dapat menerbitkan IMTA sementara untuk
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 10 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu berlakunya RPTKA.
(2) Perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan oleh :
a. Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah Provinsi.
b. Gubernur untuk TKA yang lokasi kerjanya wilayah Kabupaten/Kota dalam 1 (satu)
Provinsi.
(3) Dalam penerbitan perpanjangan IMTA sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b,
Gubernur dan dapat menunjuk pejabat yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan di Provinsi.
Pasal 11 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja mengajukan permohonan perpanjangan IMTA kepada Direktur atau
Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA
berakhir dengan melampirkan :
a. formulir perpanjangan IMTA yang telah diisi;
b. IMTA yang masih berlaku;
c. bukti pembayaran dana kompensasi;
d. laporan realisasi pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan kepada TKI
pendamping;
e. copy surat keputusan RPTKA yang masih berlaku;
f. pas photo berwarna sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4 x 6 cm.
(2) IMTA dapat diperpanjang sesuai jangka waktu RPTKA dengan ketentuan setiap
kali perpanjangan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) IMTA perpanjangan tidak dapat diterbitkan apabila masa berlaku IMTA berakhir.
Pasal 12 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Apabila permohonan perpanjangan IMTA telah memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(2) menerbitkan IMTA perpanjangan.
(2) IMTA perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan sebagai
rekomendasi untuk mendapatkan KITAS dan atau visa untuk bekerja.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 77
Pasal 13 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi Kerja yang akan mempekerjakan TKA untuk pekerjaan yang bersifat
darurat atau mendesak wajib mengajukan permohonan IMTA kepada Direktur.
(2) Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung dapat
mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak
lebih 60 (enam puluh) hari.
(3) Pekerjaan yang bersifat darurat atau mendesak ditetapkan oleh instansi pemerintah
yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan.
Pasal 14 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disampaikan kepada Direktur
dengan melampirkan :
a. rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (3);
b. copy paspor TKA yang bersangkutan;
c. pas photo TKA ukuran 4 x 6 6m sebanyak 3 (tiga) lembar;
d. bukti pembayaran dana kompensasi;
e. bukti ijin keimigrasian untuk kunjungan usaha.
Pasal 15 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Direktur harus menerbitkan IMTA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam
waktu selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.
Pasal 16 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib
mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan :
a. copy RPTKA yang masih berlaku;
b. copy ijin tinggal tetap yang masih berlaku;
c. daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;
d. copy ijasah atau pengalaman kerja;
e. bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA;
f. pas photo berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar,
(2) Apabila permohonan IMTA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disetujui,
Direktur menerbitkan IMTA.
Pasal 17 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Jangka waktu IMTA untuk pemegang Kartu Ijin Tinggal Tetap (KITAP) paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak diterbitkan IMTA dan dapat diperpanjang sesuai jangka
waktu berlakunya RPTKA.
Pasal 22 KEPMENAKERTRANS.20/2004
Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur
atau Gubernur berwenang mencabut IMTA.
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 78
17.7 KETENTUAN LARANGAN
Pasal 46 UU.13/2003
(1) Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia
dan/atau jabatan-jabatan tertentu.
(2) Jabatan-jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri
Pasal 7 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA pada lebih dari 1 (satu) jabatan.
(2) Pemberi kerja dilarang mempekerjakan TKA yang telah dipekerjakan oleh pemberi
kerja yang lain.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikecualikan bagi TKA yang
diangkat untuk menduduki jabatan Direktur atau Komisaris di Perusahaan lain
berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
17.8 KOMPENSASI
Pasal 6 KEPMENAKERTRANS.20/2004
(1) Dana kompensasi penggunaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (1) huruf
f ditetapkan sebesar US $ 100 (seratus dollar Amerika) per bulan untuk setiap TKA
dan dibayarkan di muka.
(2) Pemberi kerja yang mempekerjakan TKA kurang dari 1 (satu) bulan wajib
membayar dana kompensasi sebesar 1 (satu) bulan penuh.
(3) Pembayaran dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
dilakukan oleh pemberi kerja, dan disetorkan pada rekening Dana Pengembangan
Keahlian dan Keterampilan (DPKK) pada Bank Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri.
BAB 18
KETENTUAN SANKSI KETENAGAKERJAAN
18.1. SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 190 UU.13/2003
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 [pen :
diskriminasi kesempatan untuk memperoleh pekerjaan], Pasal 6 [pen : diskriminasi
perlakukan dari pengusaha], Pasal 15 [pen : persyaratan penyelenggara pelatihan
kerja], Pasal 25 [pen : izin pemagangan diluar wilayah Indonesia], Pasal 38 ayat (2)
[pen : pemungutan biaya penempatan tenaga kerja], Pasal 45 ayat (1) [pen : kewajiban
pemberi kerja tenaga kerja asing], Pasal 47 ayat (1) [pen : kewajiban pembayaran
kompensasi], Pasal 48 [pen : kewajiban memulangkan tenaga kerja asing ke negara
asal], Pasal 87 [pen : kewajiban penerapan sistem manajemen K3], Pasal 106 [pen :
pembentukan lembaga kerja sama bipartit], Pasal 126 ayat (3) [pen : kewajiban
membagikan naskah perjanjian kerja bersama], dan Pasal 160 ayat (1) dan ayat (2)
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 79
[pen : pemberian bantuan kepada keluarga pekerja/ buruh] undang-undang ini serta
peraturan pelaksanaannya.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
18.2. SANKSI PIDANA
Pasal 183 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 [pen :
mempekerjakan anak pada pekerjaan terburuk], dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Pasal 184 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5)
[pen : pelanggaran pemberian uang pesangon], dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Pasal 185 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
[pen : izin penggunaan tenaga kerja asing] dan ayat (2), Pasal 68 [pen : larangan
mempekerjakan anak], Pasal 69 ayat (2) [pen : persyaratan mempekerjakan anak],
Pasal 80 [pen : pemberian kesempatan beribadah], Pasal 82 [pen : pemberian istirahat
bagi pekerja/buruh perempuan], Pasal 90 ayat (1) [pen : pembayaran upah dibawah
UMP], Pasal 143 [pen : menghalangi hak mogok kerja], dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat
(7) [pen : kewajiban mempekerjakan kembali], dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
Kisi-kisi UU Ketenaga Kerjaan Edisi Oct 2010 Page 80
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Pasal 186 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
dan ayat (3) [pen : kewajiban memberi perlindungan tenaga kerja], Pasal 93 ayat (2)
[pen : kewajiban membayar upah], Pasal 137 [pen : hak mogok kerja], dan Pasal 138
ayat (1) [pen : pelaksanaan mogok kerja sesuai ketentuan] Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 012/PUU-I/2003*), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1
(satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
*) Pendapat Mahkamah Konstitusi :
Pasal 186 sepanjang mengenai anak kalimat “…… Pasal 158 dan Pasal 138 ayat (1), ….
“ dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 187 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
[pen : izin bagi lembaga penempatan tenaga kerja swasta], Pasal 44 ayat (1) [pen :
kewajiban pemberi kerja tenaga kerja asing], Pasal 45 ayat (1) [pen : kewajiban
pemberi kerja tenaga kerja asing], Pasal 67 ayat (1) [pen : perlindungan tenaga kerja
penyandang cacat], Pasal 71 ayat (2) [pen : persyaratan mempekerjakan anak], Pasal
76 [pen : waktu kerja bagi pekerja perempuan], Pasal 78 ayat (2) [pen : kewajiban
membayar upah kerja lembur], Pasal 79 ayat (1) [pen : kewajiban memberi waktu
istirahat dan cuti], dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3) [pen : kewajiban membayar upah
kerja lembur], dan Pasal 144 [pen : melanggar/menghalangi hak mogok kerja],
dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Pasal 188 UU.13/2003
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)
[pen : izin bagi lembaga latihan kerja], Pasal 38 ayat (2) [pen : pemungutan biaya
penempatan kerja], Pasal 63 ayat (1) [pen : kewajiban membuat surat pengangkatan],
Pasal 78 ayat (1) [pen : persyaratan penyimpangan waktu kerja], Pasal 108 ayat (1)
[pen : kewajiban membuat peraturan perusahaan], Pasal 111 ayat (3) [pen : masa
berlaku peraturan perusahaan], Pasal 114 [pen : sosialisasi peraturan perusahaan], dan
Pasal 148 [pen : pemberitahuan penutupan perusahaan], dikenakan sanksi pidana
denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
pelanggaran.
Recommended