View
282
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
(COMPETENCE BASE EDUCATION AND TRAINING) DAN MOTIVASI DIRI
TERHADAP KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF TUNA
GRAHITA
PROPOSAL
OLEH
KOMAR HIDAYAT,M.Pd
NIM.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadlirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan proposal disertasi berjudul
Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competence Base Education
and Training) dan Motivasi Diri Terhadap Kompetensi Guru Pendidikan Jasmani
Adaptif Tuna Grahita.
Proposal ini disusun untuk memenuhi dari syarat melakukan penulisan disertasi
untuk memperoleh gelar Doktor Pendidikan di Program Studi Pendidikan Jasmani
Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi dunia
pendidikan.
Bandung, Juni 2015
Penulis
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memasuki era otonomi daerah tahun 2003, terjadi perbagai perubahan
mendasar dalam kehidupan masyarakat. Arus perubahan yang tidak menentu menjadikan
masyarakat kehilangan pijakan, sehingga memunculkan berbagai kecenderungan
pelanggaran tatanan hidup kemasyarakatan. Mengantisipasi hal tersebut peran tugas dan
fungsi lembaga-lembaga pemerintahan khususnya penatalaksana penegakan hukum dan
ketertiban, diharapkan mampu mengantisipasi perubahan dimaksud sesuai dengan amanat
Undang-Undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999, Pasal 120 yang mengatur
tentang keberadaan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Pengarusutamaan Satpol PP ditekankan pada upaya dalam membina
ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas), memberi peringatan dini dan
penanggulangan pemeliharaan tramtibmas. penegakan peraturan daerah (perda) yang
harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan prosedural. Upaya ini diwujudkan
dalam bentuk sistem perlindungan masyarakat, dimana kepentingan masyarakat sebagai
hal yang utama. Kepentingan utama dimana pendekatan pengayoman, pencegahan,
pembinaan hingga penindakan atas pelanggaran peraturan yang berlaku dalam
masyarakat.
13
Menatalaksanakan tugas-tugas atas kewenangan tersebut, Satpol PP selalu
berpijak pada protab dalam sistem yang telah baku dimana mengikat keberadaan dari
Satpol PP untuk bertindak dalam kerangka kewenangan prosedural yang harus jelas dan
terukur. Kerangka yang menjadi pijakan bagi petugas untuk mejalankan tugas pelayanan
sehari-hari.
Keberadaan Satpol PP di DKI Jakarta, saat ini diperkirakan lebih 8.000
personel terdiri dari laki-laki dan perempuan yang tersebar di lima wilayah yaitu: Jakarta
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat2. Hanya saja yang
sudah ditetapkan secara resmi dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sampai
dengan tahun 2003 belum ada separuhnya, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Suatu jumlah yang sangat tidak memadai untuk melakukan layanan
perlindungan dan upaya penegakan peraturan daerah. Dimana perbandingan idealnya
adalah 1:900, untuk menjangkau luas wilayah DKI 661,260Km2 dengan kuantitas
penduduk diperkirakan 12.000.000 jiwa.3
Memenuhi harapan masyarakat atas upaya perlindungan dan ketertiban,
merupakan tantangan tersendiri bagi kelembagaan Satpol PP, khususnya aparat/guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifitu sendiri dalam
memenuhi tugas pokok dan fungsinya. Dimana perlu didukung oleh kualitas sumber daya
optimal, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat Satpol PP yang memadai.
Sumber daya manusia, anggaran operasional dan sarana prasarana aparat
memiliki sisi lemah terutama berkenaan dengan kemampuan skill dan
14
manajerial khususnya pemahaman, pendalaman pengetahuan indikator aspek hukum
dalam menjalankan tugas-tugas di lapangan. Faktor-faktor penyebab utamanya adalah
minimnya kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh petugas Satpol PP.
Ketersediaan sumber daya manusia yang maksimal belum dapat dipenuhi dalam sistem
perekrutan aparat. Belum adanya standar layanan minimal sampai dengan saat ini
menyulitkan ruang gerak petugas Satpol PP. Sistem tata kerja kelembagaan yang ada
masih belum sinergis dari hulu hingga hilir, dimana menempatkan guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifsebagai ujung tombak dalam
menyelesaikan suatu permasalahan pada sisi hilirnya, tanpa pelibatan proses sejak awal.
Kurangnya alokasi rutin yang dianggarkan oleh Anggaran Pembangunan
Belanja daerah (APBD), operasionalisasi kegiatan lebih bersifat projektif, akibatnya
sarana dan prasarana yang bersifat fasilitas keperluan dinas belum memadai. Guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifpada umumnya memiliki
status kepegawaian yang masih bersifat honorer dengan gaji di bawah Upah Minimum
Regional (UMR) nasional.
Tugas operasional lapangan dan penetapan sanksi masih menjadi kendala bagi
petugas Satpol PP. Hambatan pelaksanaan tugas aparat Satpol PP di luar anggaran rutin
umumnya pada pelaksanaan tugas penertiban, terutama masih banyaknya oknum tertentu
yang melindungi pelaku-pelaku pelanggar Perda yang kebanyakan pada sektor hiburan
malam dan prostitusi. Sementara itu penerapan sanksi yang bersifat pemaksaan
terkendala oleh aturan hukum akibat otoritas yang terbatas khususnya menyangkut sanksi
penangkapan, penahanan dan kurungan.
15
Berkaitan dengan kesulitan tugas di lapangan, tugas aparat satpol PP dilapangan
perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah daerah. Selain pengetahuan tentang
hukum Dinas Tramtib, petugas juga harus dibekali dengan pengetahuan yang luas tentang
masalah kemasyarakatan termasuk di dalamnya kemampuan penanggulangan penyakit
masyarakat (patologi sosial) seperti masalah alkoholisme, kenakalan remaja, miras,
gelandangan, dan pelacuran. sehingga ungkapan ketidaktahunan tentang berbagai
fenomena sosial di dalam masyarakat terutama di kota yang menjadi wilayah tugasnya
dapat dihindari dan diantisipasi dengan tepat.
Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifbukan
hanya semata merupakan kekuasaan belaka. Namun lebih sebagai pengayom, pencegah
maupun penegak perlindungan dan ketertiban. Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdituntut untuk dapat melindungi masyarakat dari kekerasan
yang berujung pada pelanggaran HAM. Tingkat kemajuan masyarakat yang tinggi
diiringi dengan kecenderungan munculnya segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan dan
distorsi. Sehingga bila harapan masyarakat tidak dapat dipenuhi, tersalurkan dan
terselesaikan secara memadai, akan dapat menyebabkan gejolak emosional, kerusuan
sosial dan gangguan ketentraman dan ketertiban masyarakat. Berbagai kecenderungan
tersebut memunculkan krisis kepercayaan dan mengakibatkan menurunnya kewibawaan
pemerintah. Sehingga respon dalam menangkal berbagai friksi sosial yang terjadi di
masyarakat menjadi sangat rendah.
Masyarakat tidak dapat begitu saja menyerahkan sepenuhnya upaya pemenuhan
keamanan, perlindungan dan ketertiban pada petugas Satpol PP. Masyarakat juga
berkewajiban untuk turut serta secara aktif dalam
16
menyelenggarakan upaya perlindungan dan ketertiban dengan cara mematuhi segala
ketentuan yang ada, memberikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan mengontrol
atas pelaksanaan kebijakan tersebut. Karena keamanan dan ketertiban pada dasarnya
adalah merupakan tanggung-jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.
Kebersamaan yang sinergis antara masyarakat dan pemerintah menjadikan guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiflebih bersemangat dan
bertanggung jawab dalam penegakan perda. Satpol PP sebagai satuan organisasi perlu
memilliki kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya
dan potensi sumber daya secara optimal. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui
pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang terfokus pada peningkatan
kompetensi yang semestinya dimiliki oleh setiap petugas untuk dapat lakukan tugas
tanggung jawab dan fungsinya sebagai pengayom masyarakat. Melalui assesment dari
hulu sampai hilir, didukung pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi akan
mengarahkan seseorang pada kemampuan standart, yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada persesuaian kompetensi terhadap kebutuhan pengembangan organisasi.
Kebutuhan akan pengembangan diri dan organisasi dapat dimotivasi dari diri
sendiri, dengan upaya memperoleh kebebasan dan otonomi untuk menumbuhkan
semangat kerja. Pimpinan yang tanggap akan dapat mengetahui motivasi dari
bawahannya, sehingga dapat membuka jalan menuju produktivitas kerja yang diharapkan
organisasi. sehingga akan mendorong motivasi, semangat kerja dan meningkatkan
prestasi dan produktivitas kerja, serta meningkatkan antusias kebersamaan dalam
menjalankan tugas-tugas perorangan dan
17
kelompok dalam organisasi menurut ukuran atau batasan-batasan yang ditetapkan.
Motivasi dapat ditempatkan sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan
manajemen. Seseorang yang termotivasi dalam melakukan pekerjaannya, maka dengan
sendirinya kinerja seseorang tersebut dengan sendirinya akan meningkat juga. Memenuhi
harapan tersebut, kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifperlu didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kualitas
sumber daya manusia dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang baik.
Salah satunya adalah melalui Competency Based Education and Training (CBET).
Melalui Competency Based Education and Training (CBET) diharapkan dapat
meningkatkan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifdan meingkatkan kinerja dalam menjalankan tugasnya sebagai aparat penegak
perlindungan dan ketertiban. Motivasi yang ada pada guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifharus senantiasa dipacu, karena tanpa motivasi kerja
yang tinggi yang dilakukan oleh organisasi belumlah optimal. Masih perlu ditingkatkan
agar memberikan kinerja yang baik dilapangan. Kinerja yang baik tentunya harus
ditunjang oleh kualitas SDM yang baik. Sehingga dipandang perlu untuk meningkatkan
kompetentisi petugas satpol PP. Sehingga dapat diketahui sejauhmana Competency Based
Education and Training (CBET) dan motivasi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Sehingga melalui penelitian ini akan menemukan relevansinya.
18
B. Identifikasi Masalah
Mengacu pada konsep otonomi daerah yang diamanatkan Undang Undang No.
22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah. Pasal 120 menekankan pada keberadaan
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), yang bertugas membina ketenteraman ketertiban
masyarakat, memberi peringatan dini, pemeliharaan, penanggulangan, dan penegakan
peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua pihak dengan kewenangan
prosedural dimana mengacu pada kepentingan terbaik untuk masyarakat.
Mengacu pada pemahaman diatas, maka penelitian dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya petugas Satpol PP?
2. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber
daya petugas Satpol PP?
3. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kualitas sumber
daya petugas Satpol PP?
4. Bagaimana meningkatkan kinerja petugas Satpol PP?
5. Bagaimana strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja
petugas Satpol PP?
6. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas kinerja
petugas Satpol PP?
7. Bagaimana mengembangkan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan tupoksinya?
8. Bagaiman strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan motivasi guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan
tupoksinya?
19
9. Pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan motivasi kerja
petugas Satpol PP?
10. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training
(CBET) terhadap peningkatan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptif?
11. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training
(CBET) terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptif?
12. Bagaimana pengaruh pendekatan Competency-based Education and Training
(CBET) terhadap peningkatan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifperempuan ?
13. Bagaimana pengaruh pendekatan competency-based education and training
(CBET) terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifperempuan ?
14. Apakah terdapat korelasi antara pendekatan Competency-based education and
training (CBET), terhadap pengembangan motivasi guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifperempuan ?
C. Pembatasan masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang pengaruh
motivasi dan pelatihan terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdidalam lingkup Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
D. Perumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini
perumusan masalah dirumuskan sebagai berikut:
20
1. Apakah terdapat perbedaan kinerja antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan Competency Based
Education and Training (CBET) dengan model pelatihan konvensional ?
2. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja
terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif?
3. Apakah kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti pelatihan model
Competency Based Education and Training
(CBET) lebih tinggi dibandingkan kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi
dan mengikuti pelatihan konvensional ?
4. Apakah kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan
konvensional lebih tinggi daripada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi rendah dan mengikuti
Competency Based Education and Training (CBET)?
E. Kegunaan hasil penelitian
Penelitian ini baik secara teoritis maupun praktis mempunyai berbagai
manfaat sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritik
Hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk menyusun konsep dan strategi baru
dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifguna mempersiapkan personil SDM yang
memadai dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi dari petugas Satpol PP.
21
2. Kegunaan Praktis
Penelitian yang dilakukan di Dinas Satpol PP provinsi DKI ini diharapkan
dapat memberikan masukkan atau rekomendasi khususnya kepada pihak
manajemen dalam peningkatan kompetensi guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang lebih baik di masa yang akan datang dengan
mengutamakan kepentingan terbaik untuk masyarakat.
22
BAB II
KERANGKA TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Acuan teori yang merupakan landasan konseptual dalam penelitian menekankan
pada kajian tentang kinerja, model pendidikan dan pelatihan, serta motivasi petugas
Satpol PP.
A. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Satpol PP merupakan perangkat aparat pelaksana layanan perlindungan
dan penegak hukum dalam konteks institusi ketenteraman dan ketertiban (tramtib)
di lingkungan dimana ditugaskan. Kinerja Satpol PP mengacu pada tugas pokok
dan fungsinya sebagai pembina ketenteraman ketertiban masyarakat (tramtibmas),
pemberi layanan perlindungan, pemberi peringatan dini dan penanggulangan
pemeliharaan tramtibmas, dan penegak peraturan daerah (perda). Secara
keseluruhan ruang geraknya dijiwai untuk kepentingan terbaik bagi masyarakat,
dan sesuai dengan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat secara umum.
Tuntutan tugas aparat Satpol PP yang bagitu luas ini tentu merupakan suatu beban
kerja tersendiri. Kuantitas beban kerja yang demikian berat tentunya merupakan
permasalahan kinerja yan spesifik bagi aparat satpol PP.
Karena tentunya suatu organisasi, dalam hal ini Satpol PP sangat
menginginkan adanya peningkatan kinerja sesuai dengan standar yang
23
telah ditentukan untuk mencapai tujuan. Mewujudkan pencapaian tujuan tersebut
harus ditopang oleh semangat dan kegairahan kerja pegawai. Oleh karena itu
organisasi atau instansi perlu mengetahui berbagai kelemahan dan menguatkan
kelebihan. Suatu hal yang lumrah mengetahui kekurangan, hal ini diperlukan guna
meningkatkan produktivitas dan pengembangan pegawai. Menjawab kebutuhan
tersebut, perlu dilakukan kegiatan penilaian kinerja secara periodik yang
berorientasi pada masa lalu atau masa yang akan datang bagi para petugas Satpol
PP.
Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun dengan
mengedepankan kapasitas sumber daya. Implementasi kinerja dilakukan oleh
sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan
kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumberdaya
manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku sumber daya tersebut dalam
menjalankan kinerja.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan, konsumen, dan memberikan
kontribusi pada ekonomi sehingga seseorang berupaya untuk melakukan pekerjaan
dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja harus dapat diejawantahkan
sebagai apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
Fremont dalam internet Journal (2000) memberikan konsep umum tentang
prestasi adalah kinerja = f (kesanggupan, usaha dan kesempatan).
Persamaan ini menampilkan faktor atau variabel pokok yang menghasilkan prestasi,
mereka adalah masukan (inputs) yang jika digabung, akan
24
menentukan hasil usaha perorangan dan kelompok. Kesanggupan (ability) adalah
fungsi dari pengetahuan dan skill manusia dan kemampuan teknologi. Ia
memberikan indikasi tentang berbagai kemungkinan prestasi. Usaha (effort) adalah
fungsi dari kebutuhan. Sasaran, harapan dan imbalan. Besar kemampuan terpendam
manusia yang dapat direalisir itu bergantung pada tingkat motivasi individu
dan/atau kelompok untuk mencurahkan usaha fisik dan mentalnya. Tetapi tak akan
ada yang terjadi sebelum manajer memberikan kesempatan (opportunity) kepada
kesanggupan dan usaha individu untuk dipakai dengan cara-cara yang bermakna.
Prestasi organisasi adalah hasil dari sukses individu dan kelompok dalam mencapai
sasaran yang relevan.
Pada organisasi atau unit kerja di mana input dapat teridentifikasi secara
individu dalam bentuk kuantitas misalnya pabrik jamu, indikator kinerja
pekerjaannya dapat diukur dengan mudah, yaitu banyaknya output yang dicapai
dalam kurun waktu tertentu. Namun untuk unit kerja kelompok atau tim, kinerja
tersebut agak sulit, dalam hubungan ini Simamora4 (1995 : 132) mengemukakan
bahwa kinerja dapat dilihat dari indiktor-indikator sebagai berikut : 1) keputusan
terhadap segala aturan yang telah ditetapkan organisasi, 2) Dapat melaksanakan
pekerjaan atau tugasnya tanpa kesalahan (atau dengan tingkat kesalahan yang
paling rendah), 3) Ketepatan dalam menjalankan tugas.
25
Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam
penilaian perilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja;
(3) pengetahuan tentang pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang
disampaikan; (5) keputusan yang diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah
organisasi kerja.
Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena
sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan dengan
itu maka upaya untuk mengadakan penilain kinerja merupakan hal yang sangat
penting.
Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas,
karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai
tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Jadi untuk mendapatkan
gambaran tentang kinerja seseorang, maka perlu pengkajian khusus tentang
kemampuan dan motivasi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah
kemampuan dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak
mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak
orang mau tetapi tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa.
Senada dengan pemahaman diatas, Mangkunegara berpendapat bahwa
kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai seseorang)5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kinerja karyawan (prestasi
kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh
Irawan yang mengemukakan bahwa kinerja merupakan satu-satunya petunjuk
yang dapat kita percayai untuk menyimpulkan apakah suatu organisasi, unit
atau pegawai sukses atau gagal, berprestasi atau tidak.6
Menurut Hariandja kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan
oleh pegawai atau perilaku nyata yang dinyatakan sesuai dengan perannya
dalam organisasi atau instansi.7 Sedangkan Husein mendefinisikan kinerja
sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang tenaga kerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.8
Handoko mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan pengalaman dan kesungguhan waktu.9
Sedangkan definisi kinerja menurut Gomes adalah ungkapan seperti out
put, efisiensi serta efektivitas dan sering dihubungkan dengan
produktivitas.
Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
usaha organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus
dilakukan orgisasi atau instansi untuk meningkatkannya. Salah satu
diantaranya adalah melalui penilaian kinerja. Menurut Efendi Hariandja
Penilaian kinerja merupakan salah satu proses organisasi atau instansi dalam
menilai kinerja pegawainnya11. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara
umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai dalam upaya
memperbaiki tampilan kerja dan upaya meningkatkan produktivitas
organisasi. Secara khusus dilakukan dengan berbagai kebijaksanaan terhadap
pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.
Dikemukakan oleh Tika bahwa kinerja adalah hasil-hasil fungsi
pekerjaan (motivasi, kecakapan, persepsi peranan) seseorang dalam suatu
organisasi atau instansi yang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk
mencapai tujuan organisasi atau instansi.12 Berkaitan dengan motivasi kerja,
Victor Vroom yang dikutip dalam Efendi Hariandja tentang teori motivasi
expentansi, mengatakan bahwa salah satu unsur penting dalam motivasi
adalah adanya kemungkinan bahwa seseorang dapat mencapai kinerja yang
diharapkan, yang disebut dengan expectancy, disamping adanya hubungan
yang jelas antara kinerja dengan reward/imbalan yang
didapat (instrumentality), serta imbalan yang akan didapat sesuai dengan bentuk
yang sangat diinginkan saat ini (valens).
Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya
manusia dalam organisasi atau instansi, baik unsur pimpinan maupun pekerja.
Banyak sekali aspek maupun faktor yang dapat mempengaruhi sumberdaya
manusia dalam menjalankan kinerjanya. Adapun aspek-aspek standar pekerjaan
menurut Mangkunegara14 terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek
kualitatif meliputi: (1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan; (2) Waktu yang
dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan; (3) Jumlah kesalahan dalam
melaksanakan pekerjaan; dan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam
bekerja. Sedangkan aspek kualitatif meliputi: (1) Ketepatan kerja dan kualitas
pekerjaan; (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja; (3) Kemampuan menganalisis
data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan; dan (4)
Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).
Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan
tepat dan lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan
diukur secara cermat dan tepat. Sehingga dalam pelaksanaan pengelolaan kinerja
karyawan, hendaknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja seseorang (karyawan).
Menurut Robbins yang dikutip oleh Rivai dan Basri mengemukakan
bahwa kinerja adalah sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau
Ability (A), motivasi atau Motivation (M) dan kesempatan atau Opportunity
(O), yaitu kinerja = f(A x M x O)”.15 Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh
faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kesempatan kinerja adalah
tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya
rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Sedangkan menurut Davis
dan Newstrom yang di kutip Husein yang menyebutkan variabel-variabel yang
mampu mempengaruhi tingkat prestasi dan kinerja (performance) organisasi,
yakni : kewenangan organisasi, kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungan
organisasi.16
Sementara menurut Wibowo mengemukakan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan kinerjanya, terdapat
faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia sendiri maupun dari luar
dirinya antara lain: (1) Kemampuan berdasar pada pengetahuan dan keterampilan,
kompetensi yang sesuai dengan pekerjaannya, motivasi kerja dan kepuasan kerja,
kepribadian, sikap dan perilaku; (2) Kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam
organisasi atau instansi, yaitu: bagaimana pemimpin menjalin hubungan dengan
pegawai, bagaimana mereka memberi penghargaan kepada pegawai yang
berprestasi, dan bagaimana mereka mengembangkan serta memberdayakan
pegawainya; (3) Sumber dana, bahan, peralatan, teknologi, dan mekanisme kerja
yang berlangsung dalam organisasi; dan
(4) Lingkungan kerja atau situasi kerja yang merupakan faktor lingkungan
kerja internal organisasi atau instansi, seperti kondisi hubungan antarmanusia di
dalam organisasi, baik antara atasan dengan bawahan maupun diantara rekan
sekerja.17
Berpijak dari berbagai pandangan para pakar di atas terdapat banyak
variabel yang mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yaitu faktor
kepemimpinan, faktor motivasi, faktor disiplin dan faktor kinerja dari sumber daya
manusia dalam hal ini adalah pegawai.
Menurut Simamora dalam Mangkunegara bahwa upaya peningkatan
kinerja (performance) pegawai dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya :
1) Faktor individual, yang berupa kapasitas untuk mengerjakan sesuatu, terdiri
dari kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.
2) Faktor psikologis, berupa persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan
motivasi, yang dapat membentuk keinginan mencapai sesuatu.
3) Faktor organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Terdiri
dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan (imbalan), struktur dan job
design.18
Memahami hal tersebut, kinerja pegawai akan tercipta bila di dukung oleh
adanya kesiapan yang dimiliki karyawan itu sendiri baik secara kemampuan,
mental (psikologis) dan adanya dukungan dari organisasi berupa kesempatan.
Karena acapkali terjadi, meski seorang individu
bersedia dan mampu, tetapi bisa saja ada rintangan yang ada dapat menjadi
penghambat yang cukup berarti.
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara
lain dikemukakan Amstrong dan Baron (1998,16) yang dikutip oleh Wibowo yaitu,
sebagai berikut :
a) Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang
dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.
b) Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan
dukungan yang dilakukan pimpinan dan team leader.
c) Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan
sekerja.
d) System factors, ditunjukkan oleh system kerja dan fasilitas yang diberikan
organisasi.
e) Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat
tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.19
Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
yang bersumber dari pegawai sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari
pegawai sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu,
dari segi organisasi atau instansi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin
memberdayakan pegawainya, bagaimana mereka memberikan penghargaan pada
pegawai, dan
bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pegawai
melalui coaching, mentoring dan counselling.20
Indikator kinerja atau performance indikators kadang-kadang
dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance
measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja
berkaitan dengan hasil yang dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah
kejadian. Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya
dapat ditetapkan secara kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati.
Menurut Hersey, Blanchard, dan Jhonson yang di kutip oleh Nengah, terdapat
tujuh indikator kinerja, yang digambarkan sebagai berikut:
competenc
feedback
motive
goals
means
standard
opportunity
Gambar 1: Indikator Kinerja
Gambar ketujuh indikator kinerja diatas dapat dijelaskan, sebagai
berikut:
1) Goals (tujuan) merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai
dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan merupakan arah ke mana
kinerja harus dilakuakan. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
2) Standard (standar) merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang dinginkan
dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan dapat
tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai
standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.
3) Feedback (umpan balik) merupakan masukan yang dipergunakan untuk
mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan
umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat
dilakukan perbaikan kinerja. Masukan berupa feedback
ini dapat berasal dari dalam dan luar organisasi. Umpan balik dari dalam
organisasi merupakan evaluasi yang dilakukan secara bersama atau melalui tim
khusus yang dibentuk untuk memberikan masukan terhadap sebuah pencapaian
tujuan organisasi. Umpan balik dari luar organisasi dapat dilihat dari respon
masyarakat (pengguna) dari produk maupun jasa yang di hasilkan oleh
organisasi.
4) Means (alat atau sarana) merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan
untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana
merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan.
5) Competence (kompetensi) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan
baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan
dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6) Motive (motif) merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk
melakukan sesuatu. Pimpinan memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan
insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang,
menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan
melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan
sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang
mengakibatkan disintesif.
7) Opportunity (peluang) merupakan peluang untuk menunjukkan prestasi
kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan
kemampuan untuk memenuhi syarat.
Kinerja amat bergantung sejauh mana upaya seseorang untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Tujuan yang telah ditetapkan ini
merupakan tujuan yang terukur dan dapat diobservasi oleh seluruh anggota
organisasi sehingga tujuan merupakan sesuatu yang konkrit dan nyata bukan
merupakan hal yang abstrak dan mengawang jauh dari kenyaataan. Kemampuan
organisasi untuk meramu bentuk dari tujuan yang ingin dicapai menjadi amat
penting, karena hal itu dapat memberikan kejelasan kepada anggota organisasi
untuk mencapai target tujuan yang hendak dicapai.
Sarana dan kompetensi merupakan faktor pendukung yang penting yang
diperlukan oleh setiap anggota untuk mencapai tujuan organisasi. Sarana dan
kompetensi memungkinkan seorang anggota organisasi dapat mewujudkan tugas
yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Motif yang dimiliki seorang anggota organisasi merupakan hal yang
cukup penting dalam usaha mendorong seorang anggota organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi. Kemampuan seorang pemimpin untuk memfasilitasi motif dari
setiap anggotanya menjadi faktor kunci bagi kelancaran pergerakan organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Peluang yang diperoleh oleh seorang anggota organisasi juga memegang
peranan penting bagi anggota untuk turut andil mencapai tujuan
organisasi. Ketersedian waktu yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi memegang
peranan penting guna menunjukkan prestasi kerjanya secara optimal sesuai dengan
kebutuhan upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Prestasi kerja seorang anggota
organisasi perlu ditunjang oleh kemampuan untuk memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
organisasi untuk melakukan suatu pekerjaan.
Beberapa penjabaran di dapat dirangkumkan kedalam beberapa kata kunci untuk
menunjukkan kinerja seorang anggota satpol PP yaitu: Hasil pekerjaan, insentif dan
produktifitas. Hasil pekerjaan hasil pekerjaan yang dicapai oleh individu dan terkait pada
tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh organisasi dan tunjang oleh sistem,
kepemimpinan, sarana, dan dukungan organisasi yang diberikan oleh organisasi. Sedangkan
insentif merupakan hal-hal yang berkaitan dengan motif dan kebutuhan yang ada dalam diri
individu. Dan produktifitas berkaitan dengan kemampuan seorang anggota organisasi untuk
menghasikan jumlah pekerjaan sesuai dengan kompetensi dan peluang yang dimiliki oleh
seorang anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya.
Berdasarkan penjabaran konsep di atas maka kinerja yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai
hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup hasil, insentif dan produktifitas yang hasilkan
melalui proses yang terfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya
standar pelaksanaan dan kualitas yang diharapkan.
2. Dimensi dan Indikator Kerja
Sebagaimana definisi kinerja yang dirumuskan di atas, maka dalam mengukur
kinerja terdapat beberapa faktor atau dimensi yang harus terpenuhi yaitu kualitas kerja,
kunatitas kerja, pengetahuan, keandalan, kehadiran dan kerjasama. Masing-masing
faktor tersebut dijabarkan dalam beberapa indikator sebagaimana diuraikan dalam tabel
berikut :
Tabel 2.1 Dimensi dan Indikator Kinerja
No Dimensi Indikator
1 Kualitas Kerja - Ketelitian bekerja
- Ketepatan dalam berkerja
- Kerapian bekerja
- Keterampilan dan kecakapan kerja
- Empati dalam bereja bersama dengan masyarakat
2 Kuantitas kerja - Jumlah hasil kerja yang telah dicapai
- Kecepatan dalam menyelesaikan pekerjaan
- Menurunnya kecenderungan penyimpangan dan
pelanggaran dalam masyarakat
3 Pengetahuan - Pemahaman terhadap tugas yang dikerjakan
- Etika bekerja bersama masyarakat sipil
4 Keandalan - Mengikuti instruksi pimpinan
- Memiliki inisiatif
- Disiplin dalam kerja
- Memiliki empati dalam bekerja
5 Kehadiran - Hadir dalam rapat rutin
- Aktif dalam setiap rapat
- Aktif melaksanakan tugas piket harian dan lapangan
- Aktif melakukan patroli keliling
- Aktif melakukan penjangkauan masyarakat yang
bermasalah
6 Kerjasama - Kemampuan bekerjasama dengan teman seprofesi
- Kemampuan bekerjsama dengan atasan
- Kemampuan dalam melaksanakan fungsi referal
- Kemampuan dalam menjalin jejaring kemasyarakatan
khususnya bidang layanan perlindungan dan
penegakan ketertiban
- Kemampuan penguatan masyarakat untuk secara
39
No Dimensi Indikator
madani menyelenggarakan sistem kontrol sosial
untuk mnegakkan perlindungan dan ketertiban
bermasyarakat
- Kemampuan menjadikan dirinya guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang ramah terhadap lingkungan dimana
bekerja.
B. Pendidikan dan Pelatihan
1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training) atau biasa
disingkat Diklat adalah bagian yang tak terpisahkan dan terpenting dalam
peningkatan kinerja. Mengacu dalam bahasa inggris, education
(pendidikan) berasal dari kata educate (mendidik) artinya memberi
peningkatan.23 Dalam pengertian sempit, McLeod mendefinisikan pendidikan
sebagai perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.24
Tardif yang dikutip Syah mendefisikan pendidikan sebagai seluruh tahapan
pengembangan kemampuan dan perilaku manusia dan proses penggunaan
pengalaman kehidupan.25 Nedle dalam Tilaar mengartikan pendidikan adalah
proses belajar mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada
masa yang akan datang.26
M. Chabib Thoha menyatakan bahwa untuk memahami pengertia
npendidikan dengan benar, pendidikan perlu dibedakan menjadi dua
pengertian yaitu pengertian yang bersifat teoritis dan pengertian pendidikan
dalam arti praktis.Menururtnya, pendidikan dalam arti pertama adalah
pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk
memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada
pemikiran normative spekulatif rasional empirik, rasional filosofik maupun
historic filoisofik.
Pendidikan dalam arti praktis para ahli pendidikan merumuskan
secara bervariasi.
a. Menurut Goerge F. Kneller.
“Education is the Process of self realization. In which the self
realizesand develops all its parentialitles.”29 Artinya : “Pendidikan dalam
realisasi diri dimana (pribadi Individu) merealisasikan dan
mengembangkan semua potensi-potensinya”.
b. Menururt Frederick J. McDonald
“Education is a process aran activity which is directed at
producing desirable changes in the behavior of human being.” Artinya:
pendidikan adalah suatu prosews atau aktivitas yang secara langsung
diharapkan dapat menghasilkan bisa menghasilkan perubahan tingkah
laku.
“Etimologycall the world education means just a proccess of
leading or bringing of. When we have the out come of the process in
mind we speakz of education as shaping, forming, molding activity that
is, a shaping into the standart from of social activity.”31 Artinya, secara
etimologi, kata pendidikan hanya berarti suatu proses memimpin atau
mengasuh, jika kita telah menghsilkan proses kejiwaan, kita katakan
bahwa pendidikan adalah proses pembentukan pembinaan, dan
percetakan aktivitas, yakni pembentukan ke dalam bentuk standar dari
aktivitas sosial.
Menurut Chabib Thoha, Pendidikan dalam arti praktek atau
“suatu proses pemindahan pengetahuan ataupun pengembangan potensi-
potensi yang dimiliki subjek didik untuk mencapai perkembangan secara
optimal serta membudayakan manusia melalui proses tranformasi nilai-
nilai yang utama.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi dalam
semua aspek-aspeknya. Atau dapat juga diartikan sebagai suatu proses
pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya untuk
merealisasikan manusia yang berbudi luhur.
Pelatihan adalah suatau kegiatan untuk memperbaiki kemampuan
kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas tertentu. Dessler
mengartikan pelatihan sebagai proses pembelajaran. Donaldson dan Scannel
memaknai pelatihan sebagai upaya perubahan perilaku. menurutnya
pendikan dan pelatihan harus diorganisir agar dapat mengantarkan perubahan
perilaku peserta pelatihan.
Jucius dalam Bernardin menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan
digunakan untuk menunjukkan setiap proses, dimana bakat, kecakapan dan
kemampuan para pegawai dikembangkan agar mereka dapat menyelsaikan
pekerjaan tertentu. Kemudian Bernardin menyebutkan secara ideal bahwa
pelatihan harus disesuaikan dengan keinginan mewujudkan dan mencapai
tujuan organisasi.36
Pelatihan bagi Bosker adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
terprogram dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan
peserta.37 Makna kemampuan dan keterampilan di sini tidak hanya sekadar
ranah psikomotorik, namum juga meliputi aspek kemampuan dan
keterampilan yang utuh. Termasuk dalam makna kemampuan di sini adalah
kecerdasan majemuk (multiple intelegencies) dan aspek-aspek psikologis lain,
seperti motivasi kerja, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan
sebagainya yang dapat dikembangkan melalui pelatihan.
Menurut Brown, pelatihan merupakan salah satu kegiatan pokok
dalam pengembangan sumberdaya manusia. Hal ini karena kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berubah, serta perkembangan ilmu dan
teknologi, menyebabkan organisasi atau lembaga harus selalu menyesuaikan
diri. Untuk itu sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi harus selalu
ditingkatkan kemampuannya. Sebagian besar kegiatan pengembangan
sumberdaya manusia dilakukan melalui program
pelatihan.
Pelatihan menurut Wexley dan Yukl adalah suatu proses di mana
pegawai mempelajari keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang
diperlukan guna melaksanakan pekerjaannya secara efektif. Sementara
menurut Amstrong, pelatihan adalah kegiatan untuk mengisi kesenjangan
antara apa yang dapat dikerjakan seseorang dan siapa yang seharusnya
mampu mengerjakannya, agar secepat mungkin pegawai dapat mencapai
suatu tingkat kemampuan kerja dalam jabatan mereka, dan menambah
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memperbaiki prestasi
dalam jabatan yang sekarang atau mengembangkan potensinya untuk
masa yang akan datang.
Berpijak pada beberapa pengertian di atas, maka pengertian
pendidikan dan pelatihan dalam penelitian ini adalah kegiatan yang
dilakukakan untuk membina kepribadian, meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan karyawan dalam
bekerja.
Pelaksanaan diklat sangat beragam jenis program dan model yang
digunakan. Berikut adalah dua model diklat yang biasa dilakukakan dalam
berbagai kegiatan.
2. Competence Based Education and Training (CBET)
Competence Based Education Training (Pendidikan dan Pelatihan
Berbasis Kompetensi) merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan yang
dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara khusus,
untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance target)
yang telah ditetapkan. Target kinerja yang dimaksud adalah kompetensi.
Artinya, pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi sumberdaya bukan
sekedar membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan
dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu secara
langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas sehari-hari dari
sumber daya tersebut.
Makna kompetensi secara umum menurut Anderson adalah sebagai
sebagai karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan
(knowledge) serta atribut lainnya yang mampu membedakan seseorang yang
perform dan tidak perform. Berdasarkan pengertian tersebut diatas,
kompetensi dipandang sebagai alat penentu untuk memprediksi keberhasilan
kerja seseorang.
Senada dengan pengertian tersebut, Mulyasa menjelaskan bahwa
kompetensi merupakan indikator yang menunjuk pada perbuatan yang bisa
diamati dan sebagai konsep yang mencakup aspek–aspek pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap serta tahap–tahap pelaksanaannya secara utuh.
Bagi Spencer dan Spencer kompetensi adalah karakteristik yang
mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannnya.42 Kompentensi seorang individu merupakan sesuatu yang
melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat
kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat,
pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompentensi individu yang
berupa kemampuan dan pengetahuan bisa dikembangkan melalui pendidikan
dan pelatihan.
Selanjutnya menurut Spencer dan Spencer kompetensi dapat dibagi
atas 2 (dua) kategori yaitu threshold competencies dan differentiating
compentencies. Threshold competencies adalah karakteristik utama yang
harus dimiliki oleh seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi
tidak untuk membedakan seorang yang berkinerja tinggi dan rata-rata.
Sedangkan differentiating competiencie adalah factor-faktor yang
membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.43 Misalnya seorang
dosen harus mempunyai kemampuan utama mengajar, itu berarti
pada tataran threshold competencies, selanjutnya apabila dosen dapat mengajar
dengan baik, cara mengajarnya mudah dipahami dan analisanya tajam sehingga
dapat dibedakan tingkat kinerjanya maka hal itu sudah masuk kategori
differentiating competencies.
Mengacu pada berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kompetensi yang dimaksud adalah kompetesi yang mencakup tugas, ketrampilan,
sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat melaksanakan
tugas-tugas sesuai tugas pokok dan fungsi sumber daya tersebut.
Kompetensi seseorang dapat berkembang atau meningkat melalui
beberapa cara, seperti melalui pengalaman, belajar sendiri, pendidikan formal
maupun melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) tertentu. Masing-masing pola
perkembangan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, namun sebaiknya
diperoleh melalui perpaduan dari semua cara tersebut.
Merujuk pada aspek teoritis dan praktis perkembangan kompetensi yang
diperoleh melalui Diklat dapat dikatakan lebih lengkap dan mendalam dari pada
melewati pengalaman. Hal ini karena pada pelaksanaan diklat dirancang
berdasarkan sistem belajar yang terstruktrur yang dibimbing oleh banyak fasilitator
dan penyelenggara. Lain halnya dengan perkembangan kompetensi yang diperoleh
melalui pengalaman, dimana lebih banyak didasarkan pada kegiatan praktek
langsung sebagai respon dari kebutuhan hidup dimana selama ini sumber daya
tersebut tinggal dan bermukim.
Competency Based Education and Training (CBET) merupakan salah satu
pendekatan dalam pengembangan kompetensi sumber daya
manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome). Competency Based
Education and Training (CBET) sangat fleksibel dalam proses kesempatan
untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara. Hasil Competency
Based Education and Training (CBET) menuntut persyaratan dan
karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara
nasional. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada
umumnya dilakukan (tradisional) yang berfokus pada masukan (input),
proses, dan keluaran (output) yang sangat bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai
dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.
Tujuan Competency Based Education and Training (CBET) adalah
agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan utama
Competency Based Education and Training (CBET) adalah menghasilkan
kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk
pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai
pekerjaan dan jabatan.
Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dan
sertifiikasi. Hasil Competency Based Education and Training (CBET)
hendaknya dihubungkan dengan standar kompetensi yang akan diberikan.
Program pendidikan dan pelatihan didasarkan atas uraian kerja Kebutuhan
multi – skilling Alur karir (career path). Menurut Rylatt 44, terdapat 9 prinsip
yang harus diperhatikan dalam Competency Based Education and Training
(CBET):
a) Bermakna.
Praktek terbaik Kompetensi harus merefleksikan kebutuhan utama bisnis, yang
didasarkan atas standar industri / kejuruan yang terbaik.
b) Hasil pembelajaran
Competency Based Education and Training (CBET) lebih difokuskan pada
hasil pembelajaran, bukan pada penyampaian pendidikan dan pelatihan.
c) Fleksibel
Competency Based Education and Training (CBET) dapat dilakukan dengan
berbagai cara dan metode, baik yang bersifat formal maupun informal.
d) Mengakui pengalaman belajar sebelumnya.
Competency Based Education and Training (CBET) mengakui pengalaman
belajar yang dimiliki oleh peserta, sehingga mereka tidak dituntut harus
mengikuti pendidikan dan pelatihan sampai akhir. Bila kemudian peserta
mengikuti ujian dan lulus ujian kompetensi maka mereka berhak memperoleh
kelulusan dan kualifikasi.
e) Tidak didasarkan atas waktu.
Competency Based Education and Training (CBET) tidak dibatasi oleh waktu.
Perbedaan kemampuan setiap peserta akan menentukan lamanya proses
pendidikan dan pelatihan
f) Penilaian yang diperlukan.
Competency Based Education and Training (CBET) sangat memperhatikan
kemampuan memperagakan kompetensi sehingga setiap orang perlu untuk
dnilai tingkat kompetensinya.
g) Monitoring dan evaluasi.
Proses ini mutlak diperlukan mulai dari masukan, proses sampai pada keluaran.
h) Konsistensi secara nasional.
Competency Based Education and Training (CBET) berlandaskan pada
penampilan kompetensi yang secara nasional konsisten dengan kebutuhan
industri sehingga hasilnya seseorang karyawan dapat dterima di tempat lain
dan dapat dipekerjakan secara nasional.
i) Akredetasi pembelajaran
Kurikulum yang digunakan dalam Competency Based Education and Training
(CBET)harus memperoleh pengakuan dari badan / instansi
yang berkompeten.
Sistem Competency Based Education and Training (CBET) dapat
dilakukan dengan berbagai model, salah satu diantaranya adalah Model Sistem
Strategik Competency Based Education and Training (CBET) pada perusahaan
yang dilakukan melalui 5 tahap. Menurut Dubois45, tahap-tahap tersebut adalah
Analisis kebutuhan penilaian dan perencanaan, Pengembangan Model Kompetensi,
Perencanaan Kurikulum, Perancangan dan Pengembangan Intervensi Pembelajaran,
dan Evaluasi.
3. Pelatihan Konvensional
Pelatihan konvensional adalah kegiatan pelatihan yang lebih banyak
menekankan pada input (masukan berupa misalnya materi, kriteria peserta
dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi dalam upaya
meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak
variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur.
Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan
selalu ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi
objek pelatihan yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin
dicapainya sendiri sebagaimana dalam Competency Based Education and
Training (CBET).
Pemahaman yang dimaksud model pelatihan konvensional dalam
peneltian ini adalah segala kegiatan pendidikan dan pelatihan yang lebih
menekakan kepada variasi input, proses dan produk (lulusan) dalam
mencapai peningkatan kinerja. Atau dengan kata lain, model pelatihan
konvensional adalah model pendidikan dan pelatihan yang tidak berbasis
kompetensi.
B. Motivasi Kerja Kerja
1. Pengertian Motivasi Kerja
Tindakan seseorang dalam kontek apapun termasuk dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya diawali oleh adanya tenaga
dorongan dari dalam dirinya serta rangsangan yang berasal dari
lingkungannya. Dorongan dari dalam dirinya berkaitan erat dengan
kebutuhannya, sedangkan rangsangan dari luar berkaitan erat dengan cita-cita
dan harapannya seperti status sosial, uang, jabatan dan lain-lain.
Menurut Danim, motivasi (motivation) diartikan sebagai kekuatan,
dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan atau mekanisme psikologi yang
mendorong seseorang atau kelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu
sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Terkait arti kognitif, motivasi
diasumsikan sebagai aktivitas individu untuk menentukan kerangka dasar
tujuan dan penentuan perilaku untuk mencapai tujuan. Menekankan pada arti
afeksi, motivasi bermakna sikap dan nilai dasar yang dianut oleh seseorang
atau sekelompok orang untuk bertindak atau tidak bertindak.
Menurut Hasibuan, motivasi adalah daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama,
bekerja efektif dan terintegerasi dengan segala upaya-upayanya untuk
mencapai kepuasan. Selanjutnya menurut Hasibuan ada hal-hal yang
dapat memotivasi bawahan, yaitu:
1) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang
yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan
dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya penagkuan atas
semuanya itu.
2) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang
bersifat embel-embel pada pekerjaan, tunjangan, sebutan jabatan, hak,
gaji, dan lain-lain.
3) Karyawan kecewa jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan
sensitif pada lingkungannya serta mencari-cari kesalahan.
Sedangkan Akitson dan Hilgard yang dikutip Hariandja motivasi
diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku
atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan
dalam usaha yang keras atau lemah.48
Bila apa yang merupakan kebutuhan pegawai itu sudah dapat
diketahui dan dirumuskan dengan pasti, maka selanjutnya perlu direncanakan
cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan perkataan lain harus
ditemukan pula metode-metode, alat dan sarana-sarana yang cocok untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Maslow seperti dikutip oleh Husein berhasil mengembangkan suatu
teori tentang adanya tingkat kebutuhan manusia :
1) Kebutuhan fisik (the physiological needs)
2) Kebutuhan akan rasa aman (the safety needs)
3) Kebutuhan untuk dicintai (the love needs)
4) Kebutuhan untuk dihargai (the esteem needs)
5) Kebutuhan untuk aktualitas diri (the needs for self-actualization)
Teori Maslow mengenai motivasi didasarkan kepada adanya tingkat-
tingkat kebutuhan dan perubahan daya dorongnya. Perubahan daya dorong dalam
istilah Maslow disebut prepotency berarti bahwa apabila semua tingkat kebutuhan
manusia tidak dapat dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan dasar yang bersifat fisik
seperti sandang, pangan, papan akan merupakan kebutuhan yang dominan. Apabila
kebutuhan tingkat awal sudah dapat terpenuhi akan mendorong manusia untuk
mencapai tingkat berikutnya dan seterusnya.
Implikasi manajerial teori Maslow disini adalah bagaimana memotivasi
pegawai atau mengaktifkan, menggerakan perilaku kerja pegawai kearah
peningkatan efektivitas organisasi. Sesuai dengan teori ini, seorang pegawai tidak
akan termotivasi untuk bekerja dengan baik bilamana pelaksanaan pekerjaan tidak
dapat memenuhi kebutuhannya. Gaji, upah atau uang merupakan sarana yang
sangat pentinguntuk memenuhi kebutuhan fisik. Oleh karena itu, memberikan gaji
yang layak kepada karyawan menjadi factor motivasional yang penting untuk
memenuhi kebutuhan tingkat pertama, meskipun gaji dapat juga menjadi sarana
untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Sesuai dengan teori diatas
juga, bilamana kebutuhan fisik terpenuhi, kebutuhan rasa aman akan meningkat
intensitasnya. Program seperti tunjangan kesehatan, pension, asuransi dan
keselamatan kerja merupakan faktor motivasional yang sangat penting. Penyediaan
sarana ibadat, olahraga, dan berbagai kegiatan yang bersifat social yang
memungkinkan terjadinya interaksi intensif diantara karyawan juga merupakan
faktor motivasional untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga. Kesempatan
mengembangkan diri melalui program pendidikan merupakan faktor motivasional
untuk memenuhi kebutuhan tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak semua
pegawai memiliki intensitas kebutuhan untuk ini.
Kemudian Randall S. Schuler dalam Husein menerangkan kaitan antara
motivasi dengan perilaku pegawai atau individu dalam suatu organisasi memotivasi
pegawai berarti upaya mendapatkan pegawai dengan cara terus menerus berusaha
menghilangkan prilaku yang tidak dikehendaki oleh organisasi.50 Perilaku yang
tidak dikehendaki oleh organisasi adalah rendahnya kinerja pegawai, tingginya
tingkat ketidakhadiran pegawai, tingkat keluar masuknya pegawai dan perilaku
pegawai yang menghindari tugas dan tanggung jawab. Sedangkan perilaku yang
diinginkan oleh organisasi adalah, kinerja, kehadiran, keterikatan pegawai pada
organisasi dan budaya kerja.
Teori tentang motivasi selanjutnya dijelaskan oleh Sudarwan Danim
melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) tentang motivasi dibangun atas
pendekatan kognitif. Ada tiga konsep esensial yang
mendasari motivasi manusia, yaitu pengharapan, nilai dan penghargaan.
Melalui teori Pengharapan (Expectancy theory) menerangkan bahwa manusia
dalam pekerjaannya biasanya mempunyai beberapa alternatif-alternatif untuk
dipilih. Dan dia harus memilih satu diantara alternatif-alternatif tersebut
berdasarkan pengharapannya. Dengan perkataan lain, alternatif yang dipilih
haruslah alternatif yang memberi imbalan yang sesuai dengan prestasi kerja yang
dicapai pegawai bersangkutan. Nilai sendiri adalah tingkatan kesenangan atau
kesukaan yang ada di dalam diri individu untuk mendapatkan sejumlah keuntungan.
Nilai yang dimaksud di sini seperti insentif atau uang, prestasi yang dicapai, kondisi
kerja yang baik, kesempatan untuk meningkatkan karier, dan lain-lain. Karena itu
nilai juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mereka harapkan dari
pekerjaan yang dilakukannya. Sedangkan penghargaan adalah kepercayaan bahwa
perilaku yang ditampilkan oleh individu adalah esensial dalam kerangka
pemerolehan keuntungan atau kepuasan atas nilai itu.
Menurut Porter dan Miles yang dikutip Sudarwan Danim yang merupakan
pengembangan teori pengharapan, mengemukakan bahwa ada tiga variabel yang
mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, yaitu:
1) Sifat-sifat individual pekerja, antara lain meliputi kepentingan setiap individu,
sikap, kebutuhan, atau harapan yang berbeda dari setiap individu.
2) Sifat-sifat pekerjaan, antara lain mencakup tugas-tugas yang harus
dilaksanakan, tanggung jawab yang diemban dan kepuasan yang muncul.
3) Lingkungan kerja dan situasi kerja karyawan. Pola interaksi antar
karyawan sangat mempengaruhi aktivitasnya dalam bekerja. Dia dapat
dimotivator oleh rekan kerja. Penghargaan atasan dan manfaat
organisasi menentukan motivasi bekerja seseorang.
Jelas terlihat bahwa maka motivasi memiliki peran penting bagi
organisasi untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan segala daya
dan potensi tenaga kerja yang ada kearah pemanfaatan yang optimal sesuai
dengan batas-batas kemampuan manusia dengan didukung sarana dan
prasarana. Jelas terlihat bahwa motivasi berperan sebagai pendorong kemauan
dan keinginan untuk melaksanakan tugas menurut ukuran dan batasan yang
telah ditentukan. Adanya motivasi yang tinggi dari para sumber daya akan
terdorong untuk bekerja keras dengan memanfaatkan kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang
dibebankannya.
Pengertian motivasi kerja menurut Liang Gie yang dikutip
Samsudin, motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh manjer dalam
memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal
ini karyawannya untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.53
Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau
karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil yang dikehendaki
orang-orang tersebut. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
atasan, kolega, sarana fisik, kebijaksanaan, peraturan, imbalan jasa uang dan non
uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kepentingan
pribadi dan kebutuhannya masing-masing.
Menurut teori Modern tentang motivasi kerja antara lain dikembangkan
Douglas McGregor yang dikutip Sudarwan Danim yang disebut Teori Y.
Menekankan pada asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika dia diberi
tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan. Teori ini
menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia organisasional, faktor
lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau tidak sedikit. Menurut teori ini
juga, manusia modern bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam,
diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa hal alasan manusia bekerja,
yaitu:
1) Adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak
2) Tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja dan menjadikan ukuran
keberhasilannya.
3) Dorongan untuk berprestasi
4) Rasa ingin mencapai tujuan secara cepat atau kesadaran akan tujuannya, didasari
oleh: pertama, memiliki kesediaan dan kesadaran yang tinggi untuk menerima
ide dan memecahkan masalah-masalah
bersama secara inovatif. Kedua, berani mengemukakan pendapat dan
mempertanggungjawabkan demi kemajuan organisasi. Ketiga, menghargai dunia
organisasi dan kepemimpinan orang lain. Keempat, rasa hrga diri yang tinggi,
dan tidak terjebak dalam fanatisme sempit.
Kelima, menghargai data statistik sebagai hasil dari pengamatan langsung,
menghargai prestasi diri sendiri dan orang lain secara wajar.
Keenam, memeiliki antisipasi atau berpikir ke depan dengan memperhatikan
masa sekarang dan kearifan masa lalu. Dan ketujuh, memperhatikan kepentingan
umum di samping kebutuhan individu.
5) Suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat
6) Terpenuhinya kebutuhan pribadi, seperti rasa ingin tumbuh dan berkembang
dalam hal rasa ingin berprestasi, keinginan menerima tanggungjawab, harga diri,
kebutuhan biologis, dan penghargaan hasil yang dicapai.
Mengacu pada berbagai pandangan diatas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi kerja merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk
bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai tujuan perusahaan maupun
tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan kinerja pegawai dalam suatu
organisasi. Dengan termotivasinya pegawai didalam melakukan pekerjaannya maka
dengan sendirinya kinerja pegawai akan meningkat juga.
2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja
Berpijak dari berbagai konsep teori motivasi yang dideskripsikan
diatas, indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah
didasari oleh teori pengharapan menurut Porter dan Miles yang dikutip Danim
yang merupakan pengembangan teori tersebut, mengemukakan bahwa ada tiga
variabel yang mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja, antara lain
sifat-sifat individual pekerja, sifat-sifat pekerjaan, dan lingkungan kerja serta
situasi kerja karyawan.
Selain itu, juga terkait teori modern tentang motivasi kerja yang
dikembangkan Douglas McGregor sebagaimana dikutip Danim yang disebut
dengan Teori Y dengan asumsi bahwa motivasi manusia akan terdorong jika
dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan”.56
Teori ini menggariskan bahwa didalam kerjasama antar-manusia
organisasional, faktor lingkungan memberi pengaruh yang signifikan atau
tidak sedikit. Menurut teori ini juga, manusia modern bekerja semata-mata
bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan atau sebatas imbalan saja. Ada
beberapa alasan manusia bekerja, antara lain: adanya kebutuhan dan tuntutan
untuk hidup layak, tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan
untuk berprestasi, rasa ingin mencapai tujuan secara cepat dengan kesadaran
akan tujuan, suasana atau iklim lingkungan kerja yang sehat, dan terpenuhinya
kebutuhan pribadi.
Berdasarkan penjabaran di atas maka dimensi dalam motivasi kerja
terdiri atas motif, harapan dan komitmen. Masing-masing dimensi dijabarkan
dalam beberapa indikator sebagaimana disebutkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Dimensi dan Indikator Motivasi Kerja
Dimensi Indikator
Segenap kemampuan dan tenaga
Kepuasan dari pekerjaan
Hasrat yang kuat dalam bekerja
Motif Mencari tantangan baru
Kemampuan bekerja
Pekerjaan menantang.
Membuat jadwal
Menerapkan program
Memiliki jalur karir yang baik
Harapan Menunjukkan loyalitas
Adanya penerapan sanksi yang adil
Termotivasi dalam segala hal
Adanya kesempatan untuk maju
Komitmen Kebebasan menjalankan ibadah
Tanggung jawab
D. Hasil penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Seger menganalisa tentang hubungan
antara motivasi, diklat dalam kaitannya dengan disiplin kerja pegawai di
lingkungan Badan Diklat Keuangan Departemen Keuangan. Penelitian ini
membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara variabel diklat dan
motivasi terhadap disiplin pegawai. Artinya dengan
disiplin yang dimiliki oleh pegawai maka akan memudahkan para pimpinan
membina bawahannya. Disiplin terkait dengan pemberian motivasi,
pemberian pendidikan dan pelatihan, dan kepuasan kerja pegawai dan
dengan disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sahlan menganalisa tentang
pengaruh disiplin dan insentif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT.
Rapico Busana Permata Indah membuktikan bahwa keduanya (disiplin dan
insentif) mempunyai hubungan yang signifikan secara bersama-sama.
Artinya pula apabila antara keduanya maka disiplin mempunyai pengaruh
terhadap prestasi karyawan sedangkan insentif juga mempunyai pengaruh
terhadap prestasi karyawan.
Penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan analisis
yang sama pada satuan Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifdengan mengembangkan hasil-hasil yang diperoleh pada
penelitian sebelumnya melalui desain yang berbeda dengan variabel bebas
yaitu model pelatihan, motivasi, dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai.
E. Kerangka Berfikir
Setiap guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifdituntut untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan
dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yaitu membina
ketenteraman ketertiban masyarakat
(tramtibmas), memberi peringatan dini dan penanggulangan pemeliharaan
tramtibmas dan penegakan peraturan daerah (perda) yang harus ditaati oleh semua
pihak dengan kewenangan prosedural. Tugas dan fungsi yang luas ini menuntut
kinerja yang baik dari setiap personil satpol PP, untuk itu pendidikan dan pelatihan
melalui pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) perlu
dilakukan.
Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya mampu meningkatkan berbagai
pengetahuan dan ketrampilan serta usaha untuk memberikan kemungkinan
perubahan sikap yang dilandasi oleh motivasi untuk berpartisipasi, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung pendidikan dan pelatihan
menggunakan pendekatan Competency Based Education and Training (CBET) dan
motivasi adalah faktor penunjang peningkatan kinerja petugas Satpol PP.
Motivasi kerja merupakan suatu hal yang terkait erat dengan kinerja
petugas satpol PP, kualitas sumber daya manusia yang baik sangatlah dipengaruhi
oleh motivasi yang positif sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiftersebut.
Termotivasinya guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifdidalam melakukan pekerjaannya maka dengan sendirinya kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifakan meningkat juga.
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan
pengalaman dan kesungguhan. Kinerja yang baik dapat diketahui dari produktivitas
dan kepuasan dalam bekerja. Dan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
63
kemampuan, ketrampilan fisik tingkat pengetahuan lingkungan dimana guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifbertugas serta sarana
penunjang lainnya termasuk latihan, bimbingan atau pengaruh dari pimpinan.
Tanpa pendekatan pendidikan dan pelatihan yang baik, sulit bagi organisasi dinas
tramtib dan linmas DKI Jakarta mencapai hasil yang optimal. Pendekatan Strategis
Competency-Based Education and Training (CBET) ini berfokus pada peningkatan
kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian
standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan
jabatan petugas Satpol PP. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan
terwujudnya tujuan organisasi, pimpinan dan guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifitu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka berpikir dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) dengan kinerja petugas
yang mengikuti model pelatihan konvensional.
Kerangka ini berdasarkan uraian di atas bahwa pelatihan berbasis
kompetensi lebih baik dibandingkan model pelatihan lain. Hal ini dikarenakan
dalam Competency Based Education and Training (CBET), seorang sumber daya
dituntut untuk dapat menentukan kompetesi yang diinginkan sesuai dengan tujuan
yang dirumuskan dalam suatu organisasi.
Competency Based Education and Training (CBET) lebih fleksibel dalam
penentuan kompetensi tersebut. Dalam Competency Based Education and
64
Training (CBET), diberlakukan penilaian autentik dimana peserta sendiri yang
menilai dirinya apakah ia sudah mampu mengusai kompetensi yang
dimaksudkan atau tidak.
Berbeda dengan model pelatihan biasa yang cenderung menuntut
kompetensi tertentu baik dalam hal input peserta, proses yang harus dilakukan
dan lain sebagainya sehingga kadang-kadang pelatihan yang diadakan tidak
sesuai dengan kebutuhan peserta. Akhirnya tujuan pelatihan untuk
meningkatkan kinerja karyawan justru tidak tercapai secara maksimal. Oleh
karena itu, dapat diduga bahwa kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model Competency Based Education
and Training (CBET) pada lebih tinggi dibandingkan kinerja guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model
pelatihan konvensinal.
2. Terdapat Pengaruh Interkasi antara model Pelatihan dengan motivasi
kerja terhadap kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptif
Salah satu faktor utama dalam kinerja adalah motivasi seseorang.
Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan di atas, motivasi kerja seseorang
sangat mempengaruhi kinerjanya. Orang yang memiliki motivasi kerja tinggi
cenderung melakukan berbagai aktifitas tertentu yang dapat mendukung dalam
meningkatkan kinerjanya. Salah satu aktifitas yang dapat ia lakukan adalah
mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan.
Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang mampu mengarahkan
peserta latihan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan
Pelatihan harus mampu melihat karakteristik peserta latih sebagai acuan dalam
proses dan pendekatan yang digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Salah
satu karakterstik peserta yang harus diperhatikan dan menjadi landasan adalah
motivasi kerja para peserta. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa terdapat
pengaruh interaksi model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja
sseorang.
Pendidikan dan pelatihan yang mendasarkan diri pada penilaian
autentik sangat sesuai dengan tipe peserta yang memiliki motibasi kerja yang
tinggi. Sebaliknya model pelatihan yang konvensional bersesuaian dengan
peserta yang memiliki motivasi rendah. Oleh karena itu, dalam pengaruh
interaksi ini, terdapat dua dugaan yaitu, pertama, bahwa kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki
motivasi tinggi dan mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dibandingkan
kinerja peserta yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan
konvensioal. Dugaan kedua adalah kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi rendah dan
mengikuti pelatihan konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki
motivasi rendah dan mengikuti Competency Based Education and Training
(CBET).
F. Hipotesis penelitian
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan
hipotesis sebagai berikut:
1) Terdapat perbedaan kinerja antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan
konvesional. Kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi
dibandingkan dengan petugas yang mengikuti model pelatihan
konvensional.
2) Terdapat pengaruh interaksi kinerja antara model pelatihan dengan motivasi
kerja petugas Satpol PP.
3) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja tinggi dan mengikuti
Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi daripada
kinerja satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti pelatihan
konvensional.
4) Kinerja satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti pelatihan
konvensional lebih tinggi daripada kinerja satpol PP yang memiliki motivasi
rendah dan mengikuti pelatihan Competency Based Education and Training
(CBET).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan penelitian
Secara operasional penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kinerja
antara guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang
mengikuti model pendidikan dan pelatihan dengan mempertimbangkan motivasi kerja.
Secara rinci, tujuan penelitian operasional penelitian ini adalah untuk mengetahui:
3. Perbedaan kinerja antara petugas Satpol PP yang mengikut model
Competency Based Education and Training (CBET) dan pelatihan konvensional.
4. Pengaruh interaksi model pendidikan dan pelatihan dengan motivasi kerja terhadap
kinerja petugas Satpol PP.
5. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari dibandingkan
kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi tinggi dan mengikuti model pelatihan
konvensional.
6. Kinerja Satpol PP yang memiliki motivasi kerja rendah dan mengikuti model pelatihan
konvensional lebih tinggi dibandingkan kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah dan
mengikuti pelatihan konvensional.
B. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib) DKI
Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa Dinas Tramtib Provinsi
DKI Jakarta merupakan institusi yang membawahi guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi tingkat provinsi. Dinas tramtib Provinsi DKI
Jakarta adalah pusat komado bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifdi provinsi DKI jakarta.
Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung bulan
November 2008 sampai dengan April 2009.
C. Metode dan desain penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimen karena penelitian ini
menguraikan hubungan antara suatu perlakuan varaibel dengan variabel lain dimana
perlakukan tersebut adalah peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Artinya perlakuan
tersebut terjadi bukan disebabkan oleh peneliti.
Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel perlakuan (bebas), (2) variabel
atribut dan (3) variabel terikat. Variabel perlakuan adalah model pelatihan, variabel
atribut adalah motivasi kerja, dan variabel terikat atau varibel kriteria adalah kinerja
petugas Satpol PP. Varibel model pelatihan terdiri dari model Competence Based
Education and Training, dan model pelatihan konvensional, variabel motivasi kerja
terdiri dari tinggi dan rendah.
Disain yang digunakan adalah factorial group design dengan rancangan A x B .
Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat dalam disain penelitian seperti pada
69
Tabel 3.1. Rancangan Faktorial A x B
Motivasi
Model Pelatihan
Kerja
(A)
(B)
Competency Based
Konvensional ( A2 )
Education and
Training (CBET) (A1)
Tinggi (B1) A1B1 A2B1
Rendah
A1B2 A2B2
( B2 )
Keterangan:
A1 = Model Competence based Education and Training
A2 = Model Pelatihan Konvensional
B1 = Motivasi kerja tinggi
B2 = Motivasi kerja rendah
A1B1 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) dan
memiliki motivasi kerja tinggi
A1B2 = Kinerja Petugas Satpol PP yang mengikuti model
Competency Based Education and Training (CBET) dan
memiliki motivasi kerja rendah
A2B1
= Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan
konvensional dan memiliki motivasi tinggi
A2B2
= Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan
konvensional dan memiliki motivasi rendah
70
D. Populasi, sample dan teknik sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta
sebagai populasi target. Dipilihnya guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdari Dinas Tramtib DKI Jakarta karena petugas dari
Dinas Trambib Provinsi DKI Jakarta merupakan guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifdengan jangkaun tugas paling luas, khusus di
Provinsi DKI Jakarta mencakup seluruh Kotamadya di seluruh wilayah DKI
Jakarta. Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifberjumlah 8000 personel.
2. Sampel Penelitian
Dari jumlah populasi terjangkau di atas, maka dilakukan penarikan sampel
dengan teknik random klaster berstrata (stratified cluster random sampling).
Pengambilan sampel dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan instansi dinas tramtib yang akan menjadi kerangka sampel. Dalam
penelitian ini, ditentukan Dinas Tramtib Provinsi DKI Jakarta menjadi
kerangka sampel.
b. Menghitung jumlah seluruh petugas tramtib dari Dinas Tramtib Provinsi DKI
Jakarta. Dari seluruh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang telah
mengikuti pelatihan konvensional dan CBET maka, kemudian ditentukan
jumlah sampel guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang akan telah mengikuti pelatihan konvensional maupun pelatihan
CBET pada tahun anggaran 2008 sebanyak 80 guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifsebagai responden dan 20 guru
71
menguji validitas dan reliabilitas angket yang dipergunakan sebagai
alat ukur motivasi dan kinerja petugas satpol PP.
c. Untuk masing-masing kelompok baik untuk kelompok pelatihan konvensional
dan metode CBET ditentukan sampel sejumlah 40 orang, sehingga total
sampel adalah 80 orang.
d. Dari masing-masing kelompok pelatihan dibagi lagi menjadi dua yaitu 20
orang untuk motivasi tinggi dan 20 orang untuk motivasi rendah. Dengan
demikian, komposisi masing-masing subjek sebagai sampel penelitian adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2. Sampel Penelitian
Model Pelatihan
Motivasi JumlahCompetency
Base Education Konvensional
And Training
(CBET)
Tinggi 20 20 20
Rendah
20 20 20
Jumlah 40 40 80
E. Instrumen penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data
motivasi dan data kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifDinas Provinsi DKI Jakarta. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik
dokumentasi, sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen
dan uji coba
72
terhadap data tersebut. Data motivasi dan kinerja petugas satpol PP
diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.
73
1. Instrumen Motivasi Kerja
a. Definisi Konseptual
Motivasi pada dasarnya merupakan motif atau dorongan dari dalam atau luar
diri seseorang untuk bekerja dengan tekun dan fokus agar dapat mencapai
tujuan perusahaan maupun tujuan pribadinya sehingga akan meningkatkan
kinerja pegawai dalam suatu organisasi. Motivasi manusia akan terdorong
jika dia diberi tanggung jawab dan dihadapkan kepada tantangan-tantangan.
manusia bekerja semata-mata bukan karena rasa takut, terancam, diarahkan
atau sebatas imbalan saja. Ada beberapa alasan manusia bekerja, antara lain:
adanya kebutuhan dan tuntutan untuk hidup layak, adanya komitmen dalam
bentuk tugas pokok dan fungsinya menuntut dia bekerja, dorongan untuk
berprestasi, dan adanya harapan serta rasa ingin mencapai tujuan secara cepat
dengan kesadaran akan tujuan.
b. Definisi Operasional
Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional motivasi dapat
didefinisikan sebagai penilaian terhadap motif, harapan, dan komitmen.
Dalam upaya untuk mengukur tingkat motivasi guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifmaka peneliti menggunakan angket yang
terdiri atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1
(sangat tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
74
2. Instrumen Kinerja
a. Definisi Konseptual
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam melaksanakan tugas dan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Adapun peningkatan kinerja dapat
diidentifikasi melalui hasil kerja yang sebesar-besarnya dari pekerjaan
tersebut. Peningkatan kinerja suatu guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdapat ditingkatkan salah satunya dengan
pemberian insentif dan penghargaan terhadap produktivitas kerjanya.
b. Definisi Operasional
Bedasarkan definisi konseptual tersebut, secara operasional kinerja dapat
didefinisikan sebagai penilaian terhadap hasil, insentif, dan produktifitas.
untuk mengukur tingkat kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifmaka peneliti menggunakan angket yang terdiri
atas 15 item pernyataan dengan nilai skor jawaban terdiri dari skala 1 (sangat
tidak setuju) hingga nilai tertinggi yaitu 5 (sangat setuju).
75
3. Kisi-kisi Instrumen
a. Kisi-kisi instrumen
Dalam rangka pengukuran keseluruhan variabel penelitian terdiri atas 15 item
digunakan skala ordinal dengan rentang skala 1 (satu) hingga 5 (lima).
Adapun kisi-kisi keempat variabel pertanyaan dalam penelitian adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Variabel Dimensi Indikator
Nomor
Jumlah Jawaban
Butir
Segenap kemampuan dan Sangat
tenaga
Setuju
Setuju
Kepuasan dari pekerjaan 1,2,3,4,5, Cukup
Motif Hasrat yang kuat dalam
6 6
Tidak
Setuju
bekerja
Sangat
Tidak
Mencari tantangan baru
Setuju.
Mampu bekerja
Pekerjaan menantang.
Membuat jadwal
Motivasi
Menerapkan program
Memiliki jalur karir yang
Harapan baik
7,8,9,10, 5
11Menunjukkan loyalitas
Adanya penerapan sanksi
yang adil
Termotivasi dalam segala 12,13,14, 4
hal
15
Komitmen Adanya kesempatan untuk
maju
76
Variabel Dimensi Indikator
Nomor
Jumlah Jawaban
Butir
Kebebasan menjalankan
ibadah
Tanggung jawab
Kinerja Puas dengan pekerjaan Sangat
Setuju
(Y)
Pekerjaan tepat waktu
Setuju
Hasil Menyelesaikan pekerjaan 5 Cukup
1,2,3,4,5
Tidak
Keyakinan bekerja
Setuju
Inovasi baru dalam Sangat
pekerjaan
Tidak
Setuju.
Pemberian bomus
Insentif 6,7 2
Menyelesaikan pekerjaan
tenang
Mebutuhkan kemampuan
Bangga terhadap
pekerjaan 8,9,10,11
Produktif
,12,13,14 8
Tenang dan nyaman
,15
Hasl pekerjaan
Mendalami pengetahuan
tugas
Menjaga kesehatan
Mengabdikan diri dan
pikiran
b. Pembobotan
Perhitungan pembobotan menggunakan skala Likert untuk
pertanyaan yang diberikan pilihan yang ditentukan berdasarkan skala
Likert, seperti terlihat pada Tabel 2.
77
Tabel 3.4. Skala Likert dalam Lembar Kuesioner/Angket
Jawaban Skor Nilai
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Cukup 3
Tidak Setuju 2
SangatTidakSetuju 1
Sumber: Sugiyono, (2002 ; 74)
Jawaban yang telah diberi diisi oleh responden, kemudian dijumlahkan untuk
dijadikan skor penelitian terhadap variabel-variabel yang diteliti. Data dari
kuesioner disebut dengan data primer.
F. Uji coba instrumen
1) Pengujian Validitas Instrumen
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara
butir satu dengan yang lain dari variable A atau B, apakah ada keselarasan
antara butir. Selanjutnya, butir tersebut valid atau tidak dapat diketahui dengan
cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Bila harga korelasi di
bawah 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa butir instrument tersebut tidak
valid sehingga perlu diperbaiki atau dibuang karena tidak selaras dengan butir
yang lain. Dan sebaliknya jika harga korelasi di atas 0,361 maka butir
instrument tersebut valid.59
Dari hasil uji coba perhitungan validitas dilakukan terhadap jawaban 30
reponden dan kemudian mereduksi item-item yang tidak
59 Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. (Alfabete:IKAPI. Bandung, 2002), hlm. 287.
78
valid. Nilai α (tingkat kepercayaan) yang digunakan untuk uji validitas
dan uji reabilitas adalah 0,05 dengan derajat bebas N-2 sehingga sampel
30 responden didapatkan nilai r-tabel 0,361. Dan hasil perhitungan
dengan menggunakan program SPSS.v.17, dihasilkan validitas data
sebagai berikut :
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Instrumen Motivasi Kerja
Item-Total Statistics
Perny Corrected Cronbach's
ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
X_1 35.10 91.059 .532 .904
X_2 36.17 81.385 .814 .893
X_3 34.90 90.369 .415 .910
X_4 36.23 85.220 .727 .897
Perny Corrected Cronbach's
ataan Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
X_6 35.87 93.568 .470 .906
X_8 35.83 85.868 .646 .900
X_9 35.43 90.944 .567 .903
X_10 36.40 83.145 .861 .892
X_11 35.23 90.323 .594 .902
X_12 36.30 85.666 .897.728
X_15 35.67 93.057 .906.474
X_16 35.40 91.145 .468 .906
X_18 35.70 91.666 .565 .903
X_19 36.20 85.338 .648 .900
X_20 35.30 91.872 .474 .906
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan
pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi
kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam
79
kuesioner motivasi tersebut dapat digunakan untuk menganalisis
penelitian tersebut.
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja
Item-Total Statistics
Perny Scale Mean Scale Corrected Cronbach's
ataan if Item Variance if Item-Total Alpha if Item
Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Y_1 32.67 87.678 .448 .884
Y_2 32.50 81.845 .606 .878
Y_3 32.73 85.444 .481 .883
Perny Scale Mean Scale Corrected Cronbach's
ataan if Item Variance if Item-Total Alpha if Item
Deleted Item Deleted Correlation Deleted
Y_4 33.67 83.954 .603 .878
Y_5 32.77 85.702 .529 .881
Y_6 32.47 84.257 .430 .887
Y_7 33.53 83.430 .552 .880
Y_8 33.60 87.007 .512 .882
Y_10 33.60 84.041 .646 .877
Y_11 33.43 79.702 .770 .871
Y_12 33.53 79.913 .722 .873
Y_13 33.47 81.913 .775 .872
Y_16 33.27 84.616 .397 .889
Y_17 33.23 82.392 .508 .883
Y_18 32.07 85.995 .438 .885
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertanyaan 1 sampai dengan
pertanyaan 15 dinyatakan valid karena nilai korelasinya lebih 0,361. Jadi
kesimpulannya bahwa secara keseluruhan pertanyaan yang ada dalam kuesioner
kinerja tersebut dapat digunakan untuk menganalisis penelitian tersebut.
80
2) Pengujian Reliabilitas Instrumen
Pengujian reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur derajat ketepatan
alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap ini pengujian
dilakukan dengan menggunakan teknik alpha Cronbach. Untuk keperluan
tersebut maka butir-butir instrument penelitian yang telah valid dibelah menjadi
dua kelompok yaitu bagian genap dan bagian ganjil. Pengujian variabel dengan
menggunakan program SPSS versi 12. for windows. Hasil perhitungan
reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai reliabilitas
di bawah ini.
Tabel Interpretasi Nilai Reliabilitas60
NILAI ALPA KRITERIA
Alpha < 0.7 kurang meyakinkan (inadequate)
Alpha > 0.7 baik (good)
Alpha > 0.8 istimewa (excellent)
Tabel 3.7. Hasil Analisis Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's N of
Alpha Items
.908 15
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17
Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang motivasi
dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,908 (nilai alpha).
Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,908 maka relaibilitas
60 Nunnally, Jum C., psychometrics 2nd edition,, (New york: Mc Graw Hill, 2002) h, 245
81
instrumen motivasi kerja satpol PP memiliki kriteria reliabilitas yang sangat
tinggi.
Tabel 3.8. Hasil Analisis Reabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.887 15
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS v.17
Berdasarkan pengujian tersebut, 15 pernyataan tentang kinerja
dinyatakan realibel karena memililiki r hitung (α) sebesar = 0,887 (nilai alpha).
Dengan nilai r hitung (α) sebesar = 0,887 maka relaibilitas instrumen Kinerja
Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmemiliki
kriteria reliabilitas yang sangat tinggi.
G. Analisis data
Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial.
Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk histogram,
grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku, dan rentang teoritik
masing-masing variabel.
Selanjutnya dilakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis melalui
analisis varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek A dan B, (2) interaction
effect yakni efek interaksi A-B dan (3) simple effect.
82
Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka perlu diuji persyaratan analisis
data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dilaksanakan untuk
mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi
normal, sedangkan uji homogenitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah data
penelitian yang telah dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk
menguji normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji
homogenitas data digunakan rumus uji Barlett.
H. hipotesis statistik
1. Main effect :
H0 : μA1 = μA2
H1 : μA1 > μA2
2. Interaction effect
H0 : μA-B = μA-B
H1 : μA-B > μA-B
3. Simple Effect :
1) H0 : μA1B1 = μA2B1
83
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Sebaran Skor Model Competence based Education and Training guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A1)
Hasil analisis data 40 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang menggunakan Model Competence based
Education and Training menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai
dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 134.
Harga rerata (mean) sebesar 105,08; simpangan baku (standar deviation)
sebesar
17,433 median sebesar 102,5 dan modus sebesar 122.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Model
Competence based Education and Training petugas satpol PP.
Tabel 4.1:
Distribusi frekuensi skor Model Competence based Education and
Training guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptif(A1)
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 78,5 - 87,5 7 17,5 17,5
2 87,5 - 96,5 10 25 42,5
3 96,5 - 105,5 4 10 52,5
4 105,5 - 114,5 3 7,5 60
5 114,5 - 123,5 10 25 85
6 123,5 – 134 6 15 100
Jumlah 40 100
Gambar 4.1:
Skor Model Competence based Education and Training guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptif(A1)
84
12
10
8
6
4
2
0
78,5 - 87,5
87,5 - 96,5 96,5 -
105,5 105,5 -
114,5 - 123,5 -
134
114,5 123,5
2. Sebaran Skor Model Pelatihan Konvensional Guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A2)
Hasil analisis data 40 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang menggunakan model pelatihan konvensional
menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,
sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 112. Harga rerata (mean)
sebesar 75,5; simpangan baku (standar deviation) sebesar 14,245 median
sebesar 71 dan modus sebesar 67.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor model
pelatihan konvensional petugas satpol PP.
85
Tabel 4.2:
Distribusi frekuensi skor Model Pelatihan Konvensional guru
pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptif(A2)
No Nilai
f.
f. Relatif
f. Kumulatif
Absolut (%)
1 61,5 - 70 20 50 50
2 70 - 78,5 10 25 75
3 78,5 - 87 4 10 85
4 87 - 95,5 1 2,5 87,5
5 95,5 - 104 1 2,5 90
6 104 - 112,5 4 10 100
Jumlah 40 100
Gambar 4.2:
Skor Model Konvensional Guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptif(A2)
25
20
15
10
5
0
61,5 - 70 70 - 78,5 78,5 - 87 87 - 95,5 95,5 - 104
104 -
112,5
3. Sebaran Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1).
Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi
menunjukkan bahwa rentangan
86
teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari
74 sampai 134. Harga rerata (mean) sebesar 103,3; simpangan baku (standar
deviation) sebesar 20,817 median sebesar 109,5 dan modus sebesar 76.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi
kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang
memiliki motivasi kerja tinggi.
Tabel 4.3:
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (B1)
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 74,5 - 84,5 13 32,5 32,5
2 84,5 - 94,5 1 2,5 35
3 94,5 - 104,5 3 7,5 42,5
4 104,5 - 114,5 7 17,5 60
5 114,5 - 124,5 10 25 85
6 124,5 - 134,5 6 15 100
Jumlah 40 100
87
Gambar 4.3:
Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP
yang memiliki Motivasi Tinggi (B1)
14
12
10
8
6 Series
1
4
2
0
74,5 - 84,5 84,5 - 94,5 94,5 - 104,5 - 114,5 - 124,5 -
104,5 114,5 124,5 134,5
4. Sebaran Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang memiliki Motivasi Kerja rendah (B2).
Hasil analisis data motivasi kerja 40 orang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja
rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,
sedangkan rentangan empiriknya dari 61 sampai 103. Harga rerata (mean)
sebesar 77,25; simpangan baku (standar deviation) sebesar 13,167 median
sebesar 73 dan modus sebesar 67.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor motivasi
kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang
memiliki motivasi kerja rendah.
88
Tabel 4.4:
Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Kerja Guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki Motivasi Kerja Rendah (B2)
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 61,5 - 68,5 20 50 50
2 68,5 - 75,5 0 0 50
3 75,5 - 82,5 3 7,5 57,5
4 82,5 - 88,5 6 15 72,5
5 88,5 - 95,5 8 20 92,5
6 95,5 - 103 3 7,5 100
Jumlah 40 100
Gambar 4.4:
Skor Motivasi Kerja Petugas Satpol PP
yang memiliki Motivasi Rendah (B2)
25
20
15
10
5
0
61,5 - 68,568,5 - 75,5 75,5 - 82,582,5 - 88,588,5 - 95,5
95,5 -
103
5. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based
Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A1B1).
Hasil analisis data 20 orang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence
based Education and Training yang
89
memiliki motivasi kerja tinggi menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor
mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan empiriknya dari 102 sampai
134. Harga rerata (mean) sebesar 120,85; simpangan baku (standar deviation)
sebesar 7,435 median sebesar 122 dan modus sebesar 122.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi
kerja tinggi.
Tabel 4.5:
Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence
based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi
(A1B1).
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 102,5 - 107,5 1 5 5
2 107,5 - 112,5 2 10 15
3 112,5 - 117,5 2 10 25
4 117,5 - 122,5 7 35 60
5 122,5 - 127,5 4 20 80
6 127,5 - 134,5 4 20 100
Jumlah 20 100
90
Gambar 4.5:
Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence
based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja
Tinggi (A1B1).
8
7
6
5
4
3
2
1
0
102,5 - 107,5 - 112,5 - 117,5 - 122,5 - 127,5 -
107,5 112,5 117,5 122,5 127,5 134,5
6. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based
Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah (A1B2).
Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model
Competence based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja
Rendah menunjukkan bahwa rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150,
sedangkan rentangan empiriknya dari 78 sampai 103. Harga rerata (mean)
sebesar 89,3; simpangan baku (standar deviation) sebesar 6,681 median
sebesar 90 dan modus sebesar 90.
91
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan Model Competence based Education and Training yang memiliki
Motivasi Kerja Rendah.
Tabel 4.6:
Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence
based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja Rendah
(A1B2).
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 78,5 - 82,5 3 15 15
2 82,5 - 86,5 3 15 30
3 86,5 - 90,5 7 35 65
4 90,5 - 94,5 3 15 80
5 94,5 - 98,5 2 10 90
6 98,5 - 103,5 2 10 100
Jumlah 20 100
Gambar 4.6:
Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence
based Education and Training yang memiliki Motivasi Kerja
Rendah (A1B2).
8
7
6
5
4
3
2
1
0
78,5 - 82,5 82,5 - 86,5 86,5 - 90,5 90,5 - 94,594,5 - 98,5
98,5 -
103,5
7. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki
Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).
92
Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi menunjukkan bahwa
rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan
empiriknya dari 74 sampai 112. Harga rerata (mean) sebesar 85,8; simpangan
baku (standar deviation) sebesar 1,369 median sebesar 77,5 dan modus
sebesar 76.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor Guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi.
Tabel 4.7:
Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 74,5 - 80,5 11 55 55
2 80,5 - 86,5 3 15 70
3 86,5 - 92,5 0 0 70
4 92,5 - 98,5 2 10 80
5 98,5 - 104,5 0 0 80
6 104,5 - 112,5 4 20 100
Jumlah 20 100
93
Gambar 4.7:
Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang
memiliki Motivasi Kerja Tinggi (A2B1).
12
10
8
6
4
2
0
74,5 - 80,5 80,5 - 86,586,5 - 92,5
92,5 -
98,5
98,5 - 104,5 104,5 -
112,5
8. Sebaran Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang memiliki
Motivasi Kerja Rendah (A2B2).
Hasil analisis data motivasi kerja 20 orang guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah menunjukkan bahwa
rentangan teoritik skor mulai dari 0 sampai 150, sedangkan rentangan
empiriknya dari 61 sampai 68. Harga rerata (mean) sebesar 65,2; simpangan
baku (standar deviation) sebesar 2,353 median sebesar 66 dan modus sebesar
67.
Berikut ini distribusi frekuensi dan histogram skor. Skor guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja Rendah.
94
Tabel 4.8:
Distribusi Frekuensi Skor Guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Konvensional yang memiliki Motivasi Kerja
Rendah (A2B2).
No Nilai f. Absolut f. Relatif
f. Kumulatif
(%)
1 61,5 - 62,5 3 15 15
2 62,5 - 63,5 1 5 20
3 63,5 - 64,5 4 20 40
4 64,5 - 65,5 1 5 45
5 65,5 - 66,5 3 15 60
6 66,5 - 68,5 8 40 100
Jumlah 20 100
Gambar 4.8:
Skor Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang mengikuti pelatihan Konvensional yang
memiliki Motivasi Kerja Rendah (A2B2).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
61,5 - 62,5 62,5 - 63,5 63,5 - 64,5 64,5 - 65,5 65,5 - 66,5
66,5 -
68,5
Apabila hasil-hasil keseluruhan deskripsi data tersebut di atas dinyatakan
dalam bentuk tabel, maka diperoleh data-data sebagai berikut:
95
Tabel 4.9:
Rekapitulasi deskripsi data rata-rata model pelatihan dan Motivasi
kerja terhadap kinerja petugas satuan polisi pamong praja
Skor Hasil
NO Kelompok N Belajar Mean SD Me Mo
Max Min
Sebaran Skor Model
Competence based
1 Education and Training 40 134 78
105,0 17,43 102,
122
8 3 5
guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani
adaptif(A1)
Sebaran Skor Model
14,24
2 Pelatihan Konvensional 40 112 61 75,5 71 67
5Guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani
adaptif(A2)
Sebaran Skor Motivasi
Kerja Petugas Satpol PP
3 yang memiliki Motivasi 40 134 74 103,3
20,81 109,
76
7 5
Kerja Tinggi (B1).
Sebaran Skor Motivasi
Kerja Petugas Satpol PP
4 yang memiliki Motivasi 40 103 61 77,25
13,16
73 67
7
Kerja rendah (B2).
Sebaran Skor Petugas
Satpol PP yang mengikuti
pelatihan Model Com-
120,8
5 petence based Education 20 134 102 7,435 122 122
5
and Training yang
memiliki Motivasi Kerja
Tinggi (A1B1).
96
Skor Hasil
NO Kelompok N Belajar Mean SD Me Mo
Max Min
Sebaran Skor Petugas
Satpol PP yang mengikuti
pelatihan Model Com-
6 petence based Education 20 103 78 89,3 6,681 90 90
and Training yang
memiliki Motivasi Kerja
Rendah (A1B2).
Sebaran Skor Petugas
Satpol PP yang mengikuti
7 pelatihan Konvensional 20 112 74 85,8 1,369 77,5 76
ya- ng memiliki Motivasi
Kerja Tinggi (A2B1)
Sebaran Skor Petugas
Satpol PP yang mengikuti
8 pelatihan Konvensional 20 68 61 65,2 2,353 66 67
ya- ng memiliki Motivasi
Kerja Rendah (A2B2).
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data
Pengujian atau uji hipotesis dengan analisis varian dua jalan (Two-way
ANOVA) memerlukan persyaratan analisis data: (1) sampel diambil secara acak; (2)
ukuran sampel minimum dipenuhi; (3) data sampel masing-masing variabel
berdistribusi normal dan homogen.
Persyaratan pertama dan kedua telah dipenuhi sebab sampel penelitian diambil
secara acak dengan ukuran sampel 80 orang (>30 kasus).61 Pengujian persyaratan ketiga
yaitu bahwa sebaran data penelitian berdistribusi normal. Masing-masing untuk
variabel Y, X1 dan X2 melalui piranti lunak SPSS diuji normalitas dan
homogenitasnya.62
61Masri Singarimbun, dkk. 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, p. 171.
62Singgih Santoso, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivarian, Jakarta:
Elexmedia Komputindo.
97
1. Uji Normalitas
Uji normalitas terhadap sebaran data di atas, yaitu data kinerja guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifberdasarkan pemberian model
pelatihan dan Motivasi kerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptif(data kelompok A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2 sebagai mana dibahas
pada deskripsi data di awal Bab 4 ini). Secara manual uji normalitas dapat dilakukan
dengan uji Lilliefors atau dapat juga dengan Chi-square,63 dari hasil perhitungan
menggunakan uji Lilliefors skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based Education and
Training dan metode konvensional yang dikelompokkan berdasarkan motivasi kerja
yang dimiliki. Adapun kriteria pengujiannya adalah jika Lhitung > Ltabel maka data
berdistribusi normal dan jika Lhitung < Ltabel maka data tidak berdistribusi normal.
Hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model Competence based
Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1) diperoleh Lhitung sebesar
0,1438. Untuk Ltabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika
dibandingkan Lhitung
(0,1438) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan Model
Competence based Education and Training yang memiliki motivasi tinggi (A1B1)
adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah
(A1B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1102. Untuk Ltabel dengan α sebesar 0,05 pada tabel
Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan
63 H.R. Santosa Nurwani, 1999, Statistika Terapan (Teknik Analisa Data), Jakarta:
Program Pasca Sarjana UHAMKA, p. 18-20.
98
Lhitung (0,1102) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan
Model Competence based Education and Training yang memiliki motivasi rendah
(A1B2) adalah berdistribusi normal.
Untuk hasil perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional
yang memiliki motivasi tinggi (A2B1) diperoleh Lhitung sebesar 0,1706. Untuk Ltabel
dengan α sebesar 0,05 pada tabel
Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung (0,1706) > Ltabel (0,1900),
maka dapat disimpulkan bahwa data Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional yang
memiliki motivasi rendah (A2B1) adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil
perhitungan uji Lilliefors Skor guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi
rendah (A2B2) diperoleh Lhitung sebesar 0,1517. Untuk Ltabel dengan α
sebesar 0,05 pada tabel Lilliefors sebesar 0,1900. Jika dibandingkan Lhitung
(0,1517) > Ltabel (0,1900), maka dapat disimpulkan bahwa data Skor petugas
Satpol PP yang mengikuti pelatihan model konvensional yang memiliki motivasi
rendah (A2B2) adala berdistribusi normal.
Dari perhitungan uji normalitas dengan menggunakan Uji Liliefors keempat
kelompok data di atas, maka dapat dirangkumkan dalam tabel di bawah ini:
99
Tabel Tabel 4.10:
Tabel Pengujian Normalitas
Sumber
Lhitung Ltabel Kesimpulan
Data
A1B1 0,1438 0,1900 Data Berdistribusi Normal
A1B2 0,1102 0,1900 Data Berdistribusi Normal
A2B1 0,1706 0,1900 Data Berdistribusi Normal
A2B2 0,1517 0,1900 Data Berdistribusi Normal
2. Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi dimaksudkan untuk menguji homogenitas varian antar
kelompok-kelompok skor Y yang dikelompokkan berdasarkan kesamaan nilai X.
Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan Uji F. Yakni menghitung rasio
antara varians terbesar dengan varians terkecil dari kelompok yang diuji. Hasilnya adalah
sebagai berikut:
a. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B1
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi motivasi bekerja
kelompok data A1B1 atas kelompok data A2B1 diperoleh output SPSS sebagai
berikut:
Tabel 4.12:
Test of Homogeneity of Variances
A1B1
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.32
8a 11 63 .230
100
Test of Homogeneity of Variances
A1B1
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.32
8a 11 63 .230
Tabel 4.13:
ANOVA
A1B1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 548.750 13 42.212 .505 .858
Within Groups 501.800 6 83.633
Total 1050.550 19
Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai
berikut:
a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas
signifikasi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun
tabel ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.
b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel
Test of Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di
atas lebih kecil dari 0, 05.64
Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of
Variances sebesar 0, 230 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,858, maka dinyatakan
bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B1 terpenuhi.
64 Santoso.2002., Loc.Cit.
101
b. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A1B2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa
Indonesia kelompok data A1B1 atas kelompok data A1B2 diperoleh output SPSS
sebagai berikut:
102
Tabel 4.14:
Test of Homogeneity of Variances
A1B1
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.29
9a 10 63 .251
Tabel 4.15:
ANOVA
A1B1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 761.800 14 54.414 .942 .578
Within Groups 288.750 5 57.750
Total 1050.550 19
Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:
a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas
signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel
ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.
b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik tabel Test of
Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0, 05.65
Dengan memperhatikan nilai Sig. pada tabel Test of Homogenity of Variances
sebesar 0, 251 dan pada tabel ANOVA sebesar 0,578; maka dinyatakan bahwa
homogenitas variansi A1B1 atas A1B2 terpenuhi.
65 Ibid.
103
c. Pengujian Homogenitas Variansi A1B1 atas A2B2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas variansi hasil belajar Bahasa
Indonesia kelompok A1B1 atas kelompok data A2B2 diperoleh output SPSS
sebagai berikut:
Tabel 4.16:
Test of Homogeneity of Variances
A1B1
Levene
Statistic df1
df
2 Sig.
.761 4 13 .569
Tabel 4.17:
ANOVA
A1B1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 457.417 6 76.236 1.671 .206
Within Groups 593.133 13 45.626
Total 1050.550 19
Adapun kriteria pengujian homogenitas variansi ini adalah sebagai berikut:
a) Distribusi data dinyatakan homogen bila nilai Sig. (dibaca: probabilitas
signifikansi) baik pada tabel Test of Homogenity of Variances maupun tabel
ANOVA di atas lebih besar dari 0, 05.
b) Distribusi data dinyatakan tidak homogen bila nilai Sig. baik pada tabel Test of
Homogenity of Variances maupun tabel ANOVA di atas lebih kecil dari 0, 05.66
66 Ibid.
104
Dengan memperhatikan nilai Sig. (dibaca: probabilitas signifikansi) pada
tabel Test of Homogenity of Variances sebesar 0,569 dan pada tabel ANOVA sebesar
0,206; maka dinyatakan bahwa homogenitas variansi A1B1 atas A2B2 terpenuhi.
Dengan terpenuhinya normalitas dan homogenitas data, maka penelitian
korelasional ini dapat dilakukan dengan menggunakan data mentah (raw score) dari
keempat kelompok data kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptiftersebut.
C. Pengujian Hipotesa
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik Analisis Variansi (ANAVA) dua
jalan. Tujuan ANAVA dua jalan adalah menyelidiki dua pengaruh utama dan satu
pengaruh interaksi. Pengaruh utama dibedakan atas model Pelatihan dan motivasi kerja
petugas satpol PP. Hasil perhitungan ANAVA dua jalan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.18
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kinerja_Petugas
Type III Sum
of
Source Squares Df
Mean
Square F
Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159
Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728
motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568
Model_pelatihan *
599.512 1 599.512 8.181
motivasi_kerja
Total 689407.000 80
Corrected Total 37260.388 79
105
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:kinerja_Petugas
Type III Sum
of
Source Squares Df
Mean
Square F
Corrected Model 31691.238a 3 10563.746 144.159
Model_pelatihan 17493.613 1 17493.613 238.728
motivasi_kerja 13598.113 1 13598.113 185.568
Model_pelatihan *
599.512 1 599.512 8.181
motivasi_kerja
Total 689407.000 80
a. R Squared = ,851 (Adjusted R
Squared = ,845)
1. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang diberi Model Pelatihan CBET lebih besar dari pada Kinerja Guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi
Model Pelatihan Konvensional.
Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris
kedua tertulis model pelatihan dan kolom terkanan atau kolom F (dibaca: Fhitung) pada
baris yang sama tertulis 238.728 lebih besar dari F tabel = 4,88 untuk taraf signifikansi
0,01 (Fhitung = 238,728 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
Dengan demikian hal ini menunjukkan
bahwa bentuk Pelatihan CBET mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Ini berarti
perbedaan bentuk Pelatihan dalam CBET menentukan variasi atau keberagaman
kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata
kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi
pelatihan CBET lebih tinggi daripada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi pelatihan konvensional”, diterima dan teruji
kebenarannya.
106
2. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi
adalah lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan konvensional dan
memiliki motivasi kerja tinggi.
Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris ketiga
tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang sama tertulis
158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 158,568 >
Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian bahwa
motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian, hipotesis
yang menyatakan, ”Rata-rata Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan CBET dan memiliki motivasi
kerja tinggi lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan konvensional dan memiliki
motivasi kerja tinggi”, diterima. Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan
memberikan kinerja yang berbeda pada petugas Satpol PP.
3. Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang diberi Model Pelatihan CBET dan memiliki Motivasi Kerja Rendah
adalah lebih tinggi dari pada Kinerja Guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi Model Pelatihan Konvensional dan
memiliki Motivasi Kerja Rendah.
Berdasarkan Tabel 4.18 di atas bagian atau kolom source baris ketiga
tertulis motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang sama tertulis
158,568 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung = 158,568 >
Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Hal
107
ini menunjukkan bahwa motivasi kerja mempengaruhi kinerja petugas Satpol PP.
Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan, ”Rata-rata kinerja guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan CBET
dan memiliki motivasi kerja rendah adalah lebih tinggi dari pada kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model
pelatihan konvensional dan memiliki motivasi kerja rendah.”, diterima.
Kesimpulannya kedua jenis model pelatihan memberikan memberikan kinerja yang
berbeda pada petugas Satpol PP.
4. Terdapat pengaruh interaksi antara Model Pelatihan dengan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Petugas Satpol PP.
Berdasarkan Tabel 4.18 di atas pada bagian atau kolom source baris keempat
tertulis Model Pelatihan*Motivasi kerja dan kolom F (dibaca: Fhitung) pada baris yang
sama tertulis 8,181 lebih besar dari Ftabel = 4,88 untuk taraf signifikansi 0,01 (Fhitung =
8,181 > Ftabel = 4,88). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima. menunjukkan bahwa
Ho : μA-B = μA-B ditolak. Ini berarti interaksi antara model pelatihan dan motivasi kerja
menentukan variasi atau keberagaman kinerja petugas Satpol PP. Dengan demikian,
hipotesis yang menyatakan,
”Terdapat pengaruh interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap
kinerja petugas satpol PP”, diterima dan teruji kebenarannya.
Secara umum analisa ini lazimnya dilanjutkan lagi untuk mengetahui atau
mengindikasikan rata-rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptiftersebut di atas yang berbeda satu dari lainnya, atau mencari mana
diantara A1B1, A2B1 dan A1B2 dan A2B2 yang paling tinggi.
108
Analisis biasanya dilanjutkan dengan uji Turkey67 karena dalam hal ini jumlah
data setiap kelompok sama banyaknya yaitu n = 40. Perhitungan uji Turkey melalui
piranti lunak SPSS hanya dapat dilakukan bila setiap variabel bebas yang diteliti
dibedakan atas 3 level atau lebih. Variabel Model pelatihan dan motivasi kerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdalam penelitian ini
hanya dibedakan atas 2 level bentuk model pelatihan (CBET dan konvensional), dan 2
level tipe motivasi kerja (Tinggi dan Rendah).
Dengan kata lain, untuk mengetahui interaksi mana yang paling berpengaruh
mengakibatkan kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifmencapai skor yang maksimal dapat dilakukan cukup dengan hanya melihat
skor rata-rata dari 4 kelompok data (A1B1, A2B1, A1B2 dan A2B2) tersebut.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
109
Tabel 4.19
Perbandingan Skor Rata-rata
Kinerja Petugas Satpol PP
Kelompok Data Peringkat Rata-rata Ki-
Rata-rata Kinerja
Petugas Satpol nerja Petugas Satpol
No. Petugas Satpol PP
PP PP
1 A1B1 120,85 1
2 A1B2 89,3 2
3 A2B1 85,8 3
4 A2B2 65,2 4
Berdasarkan Tabel 4.20 di atas dapat dinyatakan dua hal sebagai berikut:
a. Interaksi antara Model Pelatihan dan motivasi kerja mengakibatkan kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdapat mencapai
skor yang maksimal. Sebaliknya, skor terburuk atau paling rendah dari kinerja
guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdiakibatkan
oleh interaksi model Pelatihan konvensional dengan petugas yang memiliki
motivasi kerja rendah
b. Interaksi A1B1 dan A1B2 yang kontradiktif, artinya dengan bentuk model
pelatihan yang sama (model CBET) namun petugasnya berada dalam dua
kelompok motivasi yang berbeda mengakibatkan kinerja mereka juga berbeda
justru menunjukkan adanya interaksi yang signifikan antara model pelatihan dan
motivasi yang dimiliki petugas Satpol PP.
110
D. Interpretasi Hasil Penelitian
Hipotesis penelitian pertama yang menyatakan, “tidak terdapat perbedaan rata-
rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang
mengikuti model pelatihan CBET dan yang mengikuti model pelatihan konvensional”
tidak dapat diterima. Sehingga hipotesis yang diterima adalah hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa ”Rata-rata kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti model pelatihan CBET lebih tinggi
daripada petugas yang diberi model pelatihan konvensional”, diterima dan teruji
kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa kinerja guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi
dan diberi model pelatihan CBET lebih tinggi daripada petugas yang memiliki
motivasi kerja rendah dan diberi model pelatihan konvensional.
Hipotesis penelitian keempat yang menyatakan, ”Terdapat pengaruh interaksi
antara model pelatihan dengan motivasi kerja terhadap kinerja petugas Satpol PP”,
diterima dan teruji kebenarannya. Hal itu selanjutnya membuktikan bahwa petugas
yang mengikuti model pelatihan yang tidak sama dan motivasi kerjanya juga berbeda,
kinerja satu dengan lainnya berbeda pula.
E. Pembahasan
Penelitian ini mengungkapkan bahwa Model Pelatihan dan motivasi kerja
secara signifikan mempengaruhi variasi kinerja petugas Satpol PP. Kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi Pelatihan
CBET lebih tinggi dari pada kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberi pelatihan konvensional. Seperti terlihat
111
pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa kinerja guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan CBET memiliki variasi sebaran skor pada 87,5 – 96,5 dan 114,5 – 123,5
(lihat tabel 4.1). Sebaran skor pada rentang ini merupakan sebaran skor yang tinggi
jika dibandingkan dengan sebaran skor kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti pelatihan konvensional yang
sebagian besar berada pada rentangan skor 61,5 – 70 dan 70 78,5 (lihat tabel 4.2). dari
perbedaan rentang skor ini dapat dikatakan bahwa model pelatihan yang diberikan
kepada guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifmemberikan dampak pada peningkatan skor kinerja petugas Satpol PP. Kinerja
guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi
pelatihan CBET lebih tinggi karena dengan menggunakan pelatihan CBET seorang
guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptiflatih untuk mampu
mengerjakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pelatihan ini dilaksanakan melalui proses pelatihan yang bermakna dimana
kompetensi di refleksikan kepada kebutuhan utama dalam menjalankan tugas Satpol
PP, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hasil pelatihan CBET berupa kinerja
merupakan fokus dari hasil pelatihan CBET. Model pelatihan CBET mengakui
pengalaman belajar guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifsebelumnya, sehingga guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifdalam pelatihan tidak dituntut untuk mengikuti proses pelatihan sampai
akhir akan tetapi jika guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptiflulus mengikuti ujian kompetensi maka mereka memperoleh kelulusan.
CBET merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan kompetensi
sumber daya manusia yang berfokus pada hasil akhir (outcome).
CBET sangat fleksibel dalam proses kesempatan untuk memperoleh kompetensi
dengan berbagai cara. Hasil CBET menuntut persyaratan dan
112
karakteristik tersendiri, khususnya bila diterapkan untuk diakui secara nasional. Hal ini
berbeda dengan pendidikan dan pelatihan yang pada umumnya dilakukan (tradisional)
yang berfokus pada masukan (input), proses, dan keluaran (output) yang sangat
bervariasi dan bisa jadi tidak sesuai dengan standar kebutuhan pekerjaan / tugas.
Tujuan CBET adalah agar peserta didik dan latih mampu mengerjakan tugas
dan pekerjaan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Secara khusus, tujuan
utama CBET adalah menghasilkan kompetensi dalam menggunakan ketrampilan yang
ditentukan untuk pencapaian standar pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam
berbagai pekerjaan dan jabatan. Aplikasi metode pelatihan CBET memerlukan
perancangan yang matang dan sesuai dengan kondisi dari peserta didik. Guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmenjalankan tugas yang
begitu variatif dan memiliki resiko perkerjaan yang tinggi, dimana guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifharus berhadapan dengan
masyarakat, khususnya ketika berhadapan dengan masyarakat yang melanggar
ketetapan Pemerintah Daerah Prov. DKI Jakarta. Di sisi lain guru pendidikan jasmani
mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifmerupakan pelayan masyarakat untuk
menjaga ketertiban, maka seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan
jasmani adaptifdituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat. Beban pekerjaan seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang cukup tinggi ini tentunya harus diimbangi dengan
kemampuan kompetensi yang tinggi yang harus dimiliki oleh seorang petugas Satpol
PP. Kesadaran akan kebutuhan kompetensi yang tinggi ini telah nampak pada guru
pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan CBET, hal ini dapat dilihat dari skor petugas Satpol PP
113
yang mengikuti model pelatihan model CBET yang memiliki motivasi kerja tinggi
(lihat gambar 4.5).
Pelatihan konvensional berbeda dengan pelatihan CBET, dimana kegiatan
pelatihan yang lebih banyak menekankan pada input (masukan berupa misalnya
materi, kriteria peserta dan lain lain) dan proses serta produk yang banyak variasi
dalam upaya meningkatkan kinerja peserta. Model pelatihan ini karena terlalu banyak
variasi kadang-kadang output yang ingin dicapai menjadi tidak terukur. Banyaknya
variasi dari hasil (produk) yang dicapai dalam pelatihan konvensional ini
menyebabkan peserta pelatihan kurang termotivasi untuk mengikuti pelatihan. Karena
perbadaan pencapaian hasil pelatihan pada setiap peserta pelatihan merupakan hal
yang wajar, sehingga peserta kurang termotivasi untuk meraih suatu kondisi tertentu
sebagai capaian hasil pelatihan. Hal inilah yang kemudian dapat berakibat pada
motivasi peserta pelatihan. Seperti terlihat pada tabel 4.7, bahwa sebagian besar (55%)
guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang mengikuti
pelatihan konvensional yang memiliki motivasi kerja tinggi berada pada rentangan
skor terendah dalam rentangan skor motivasi tinggi.
Memperhatikan pelatihan model konvensional, kriteria keberhasilan selalu
ditentukan oleh pihak penyelenggara. Peserta latih hanya menjadi objek pelatihan
yang tidak dapat menentukan kehendak yang ingin dicapainya sendiri sebagaimana
dalam CBET.
Secara kualitatif dengan memperhatikan hasil analisis variasi dua arah (Two-
way ANOVA) pada Tabel 4.18 di atas khususnya nilai F hitung kekuatan pengaruh
model pelatihan lebih besar daripada motivasi kerja petugas satpol
114
PP serta interaksi antar keduanya terhadap kinerja petugas satpol PP. Hal ini dapat
dipahami, mengingat motivasi dapat timbul dari dalam (intrinsik) dan luar diri
individu (ekstrinsik). Model pelatihan yang diberikan kepada anggota Satpol PP
merupakan suatu kondisi lingkungan yang dapat merangsang motivasi ekstrinsik
seorang petugas satpol PP. Pelatihan CBET merupakan pelatihan yang lebih
menekankan seseorang untuk menguasai bidang kompentesi dalam tugas
pekerjaannya. Sehingga, ketika seorang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifmengikuti pelatihan ini, ia akan termotivasi untuk dapat
mengusai kompetensi yang menjadi tuntutan dalam pekerjaannya. Hal ini yang
memungkinkan metode pelatihan CBET ini dapat merangsang petugas Satpol
PP untuk meningkatkan kinerjanya.
F. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini membuktikan bahwa model pelatihan dan motivasi kerja memberi
pengaruh yang signifikan terhadap variasi kinerja petugas Satpol PP. Ditemukan pula
bahwa adanya interaksi antara model pelatihan dengan motivasi kerja guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan
CBET dan memiliki motivasi kerja tinggi memiliki potensi kinerja yang lebih
berkualitas daripada lainnya. Namun demikian, bagaimanapun terdapat beberapa
keterbatasan penelitian sebagai berikut:
1. Dipahami bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain disamping
model pelatihan dan motivasi kerja, yang mempengaruhi variasi kinerja petugas
satpol PP. Misalnya, pada kondisi (iklim kerja) yang berbeda, juga terdapat faktor
lain yang lebih dominan berpengaruh
115
terhadap variasi kualitas kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifdibandingkan dengan model pelatihan dan motivasi
kerja. Hal ini luput dari penelitian ini dan menjadikannya sebagai suatu
keterbatasan.
2. Ditinjau dari sisi jumlah cakupan sampel, sangat mungkin dengan cakupan
sampel lebih luas, namun penelitian ini tentu akan berbeda pula. Artinya, dengan
jumlah responden yang lebih besar ada kemungkinan hasil penelitiannya berbeda.
Hal inilah yang menjadikan hasil penelitian ini menjadi terbatas referensinya.
116
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh beberapa temuan
penelitian sebagai berikut:
Pertama, Secara keseluruhan kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan
Competence Based Education and Training
(CBET) lebih tinggi daripada kelompok guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Konvensional. Dengan
demikian untuk meningkatkan kinerja petugas satpol PP, diperlukan pemberian
model pelatihan Competence Based Education and Training (CBET).
Kedua, Bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki motivasi kerja tinggi, kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Competence
Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan
konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP
yang memiliki motivasi kerja tinggi perlu diberikan model pelatihan Competence
Based Education and Training
(CBET).
Ketiga, Bagi guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani
adaptifyang memiliki motivasi kerja rendah, kinerja guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberikan model pelatihan Competence
Based Education and Training (CBET) lebih tinggi dari pada guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang diberi model pelatihan
konvensional. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja petugas Sapol PP
yang memiliki motivasi kerja rendah
117
juga perlu diberikan model pelatihan Competence Based Education and
Training (CBET).
Dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kinerja guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifdapat
dilakukan melalui kegiatan penerapan model pelatihan Competence Based Education
and Training
(CBET) dengan mempertimbangkan motivasi kerja Petugas satpol PP.
B. Implikasi
Dari hasil analisis data yang dihasilkan dalam penenlitian ini telah terbukti
bahwa model pelatihan Competence Based Education Training
(CBET) dapat meningkatkan kinerja dan motivasi Guru pendidikan jasmani mata
pelajaran pendidikan jasmani adaptifdi Provinsi DKI Jakarta sehingga secara statistik
dapat dikatakan hubungan yang signifikan dan bersifat positif. Implikasi dari pelatihan
Competence Based Education Training (CBET) adalah dengan memberikan sertifikasi
kepada guru pendidikan jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang telah
memiliki kemampuan dan sikap yang sesuai dengan standar dalam menerapkan tugas
pokok dan fungsinya kedalam kegiatan area tugas di lapangan. Sertifikasi ini
merupakan alat yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seorang guru pendidikan
jasmani mata pelajaran pendidikan jasmani adaptifyang telah mengikuti proses
sertifikasi dapat menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan yang baik dan sesuai
dengan standar yang telah ditentukan. Proses sertifikasi ini hendaknya dilaksanakan
melalui program pelatihan yang selanjutnya diadakan penilaian (assessment). Hasil
penilaian dari proses sertifikasi ini adalah diketahuinya level kompetensi dari setiap
118
C. Saran
1. Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di lingkungan satpol PP
Provinsi DKI Jakarta sebaiknya menggunakan metode Pelatihan Comptence
Based Education Learning (CBET) karena sudah terbukti dapat meningkatkan
kinerja dan motivasi karyawan secara signifikan.
2. Model Pelatihan Competence Based Education Learning (CBET) dilakakukan
dalam berbagai level untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam
mengembangkan sumber daya manusia di satpol PP Provinsi DKI Jakarta.
3. Melakukan pelatihan untuk Instruktur Model Pelatihan Competence Based
Education Learning (CBET) kepada pegawai terseleksi sehingga dapat
melakukan pelatihan secara internal. Hal ini penting mengingat bahwa jumlah
pegawai di satpol PP Provinsi DKI Jakarta berjumlah ribuan orang, sehingga
diperlukan percepatan dalam mengembangkan potensi sumber daya manusia
di satpol PP.
4. Melakukan program sertifikasi bagi petugas satpol PP. Sehingga melalui
program ini dapat merangsang guru pendidikan jasmani mata pelajaran
pendidikan jasmani adaptifuntuk meningkatkan kualitas dirinya sendiri.
Sertifikasi ini mengacu kepada pelaksanaan tugas dan fungsi pokok dari
petugas satpol PP.
119
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Michael. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terj. Sofyan Cikman dan
Hariyanto. Jakarta: Elex Media Kompotindo, 199P0.
Berita Jakarta.Com, Media On Line DKI Jakarta, Jakarta 26.09.2007, diunduh 15 Maret
2009.
Bernardin. Human Resources Management. Jakarta: Mc. Graw-Hill Inc., 1993.
Bosker, J. Training effectiveness. New York: Pergamon, 1997.
Brown, M. J. The Effectiveness of Organization. California: Fearon, Belmont California,
1999.
Danim, Sudarwan. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Deseler, Gary. Personal Management, ter. Agung Dharma. Jakarta: Erlangga, 1997.
Donaldson dan Scannel. Human Resources Development. terj.Ya’kub. Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1993.
Handoko T. Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: BPFE, 2002.
Hariandja, Marihot Tua Efendi. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan,
Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai.
Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Hasibuan, Malayu H. Organisasi dan Motivasi Peningkatan Produktivitas.
Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Husein, Umar. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2002.
Irawan, Prasetya et.al. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIA-LAN, 2002
John M. Echols dan Hassan Shadily Kamus Inggris Indoensia. Jakarta: Gramedia, 2005
Mangkunegara, Anwar P. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika
Aditama, 2005.
Moh. Pabundu Tika. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
120
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakaya,
2008.
Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2007), hal. 26
Ranupanjoyo dan Husnan. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE, 1995.
Sadili, Samsudin. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV. Pustaka,
2006.
Sahlan, Pengaruh Disiplin dan Insentif Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT.
Rapico Busana Permata Indah. Jakarta: Tesis Program Pascasarjana Magister
Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis Indonesia, 2007.
Sidney Siegel, Statistik Nonparamatrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta:
Gramedia, 1992.
Seger, Analisis Hubungan Motivasi, Pendidikan dan Pelatihan dan Kepuasan Kerja
Terhadap Disipli Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan Departemen Keuangan. Yakarta: Tesis Program
Pascasarjana Magister Manajemen. Universitas Bhayangkara, 2005.
Sugiyono, Statistik Nonparametrik, Bandung: CV. ALFABETA, 2004.
Spencer, M. Lyle and M. Signe Spencer. Competence at Work: Models for Superrior
Performance. New York: John Wily & Son, 1993.
Tilaar, H.A.R. Manajemen Pendidikan Nasional Bandung: Rosadakarya, 2001.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
Veithzel Rivai dan Ahmad F.M. Basri. Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005.
Wexley, Kenneth dan Gary A Yukl. Organizational Behavior and Personal Psychology.
Ontorio: Richard D. Irwan. Inc, 1997.
Wibowo. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
William T McLoad, (edt.). The New Collins Dictionary and Thesaurus. Glasgow:
William Collins Sons and Co.Ltd., 1989.
121
BIOGRAFI PENULIS
AGUS SUTIYONO, lahir di Solo, tanggal 10 februari 1968, bergama
islam. Alamat rumah pesona anggrek harapan C3.no. 15 Bekasi 17124 Jl.
Kaliabang Raya Bekasi Utara.
Pendidikan formal SD Negeri 06 Cilandak lulus 1983, SMP
Negeri 41 Ragunan, lulus tahun 1986, SMA Negeri 60 mampang, lulus
1989 IKIP Jakarta, Lulus 1994, Program Magister Manajemen IPMI
Jakarta spesialisasi program Manajemen Sumber Daya
Manusia 1996, Indonesia-Australia Specialist Project II, Human Rights Program -
University Of Sydney (UTS) – Australia 2003.
Pendidikan Non Formal : Sumber Daya Manusia, Prasetya Mulya 1993,
Successful Selling Skill, LPM Jakarta 1994, Management People, Prasetya Mulya 1994,
Custumer Service , LPM 1993, Mercuri International (Internal Development) NLP At
Work (Metamind) 2005, Hypnotherapi-THII-2008,Workload Analisis Program-HRD
Forum 2010, Turbo Hypnosis-Tranzwork-2010, Pernah bekerja sebagai Program
Manager & Penyiar Radio Ros Jakarta, Consultan Trainer La Rose Foundations, Jl. Tebet
Barat Raya 19 Jakarta Selatan (1990-1994), Penyiar Berita TVRI Jl. Gerbang Pemuda
Senayan No.1 Jakarta Selatan (1993-2001); Coorporate Public Relations PT. Rainbow
Cipta Utama Advertising, jl. Tomang raya 49 fgh Jakarta Barat (1994 – 1996); Consultant
& Trainer Mercuri International (1996 – 1999); PT.Elnusa Petrofin Jl. TB Simatupang
Kav.1b Jakarta 12560 (1999 – 2002), dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Negeri Jakarta, Kepala Pusat Afiliasi Pengembangan Wilayah Dan Alumni
(Desember 2001 – 2006), Sekretrais Jurusan Pendidikan Luar Sekolah-Fakultas Ilmu
Pendidikan-Universitas Negeri Jakarta – sampai sekarang.
Aktifitas Pekerjaan Consultant/Trainer PT Interbat (2000-sekarang);
Consultant/Trainer PT Indofarma (2003-2004); Consultant/Trainer PT.Mandira Era
Wisata (2002-sekarang); Consultant/Trainer PT.Patrakom (2003); Consultant/Trainer PT.
Indosat (2000-2003); Consultant/Tariner PT.Pertamina (2000-2003); Consultant/Trainer
Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi DKI Jakarta (2002-sekarang);
Consultant/Tenaga Ahli Dinas Trantib DKI Jakarta (2002-sekarang); Tenaga Ahli Dirjen
Ham Departemen Kehakiman Dan Ham (2003-sekarang); Trainer & Motivator
Pengembangan Sat-Pol PP DKI Jakarta 2004-sekarang, Ketua Tim pengkajian dan
pengumpulan data Bidang Mutu Pendidikan Mendiknas 2008, Consultant/Trainer-
Pengembangan Sumber
Daya Manusia Dirjen Cipta Karya-Departemen pekerjaan Umum 2006-sekarang,
Hypnotherapist Register International 2010
Aktif dalam organisasi yaitu, Purna Prakarya Muda Indonesia, Alumni Pertukaran
Pemuda Antar Propinsi (Tahun 1987 – sekarang); Ikatan Abang None Jakarta, Alumni
atau Purna Program Abang None Jakarta (Tahun 1990 – sekarang); MPPI (Majelis
Pembimbing Purna Paskibraka Indonesia) Purna Program Paskibraka (Tahun 1994 –
1996); Ketua Kerjasama Antar Lembaga Senat Mahasiswa IKIP Jakarta (Tahun 1993 –
1994); Ikatan Ulumni Orientasi Kewaspaas Nasional, Bakortanasda; Pembantu Andalan
Nasional Gerakan Pramuka Kwartir Nasional Bidang Kehumasan (Tahun 1998 – 2003);
Ketua
Recommended