View
224
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
KONFLIK SOSIAL KEAGAMAAN
DUSUN KARANG SARI, BOJONG, MUNTILAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosiologi Agama (S.Sos)
oleh :
SIGIT SEPTIADI
NIM. 13540045
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
ii
iii
iv
v
PERSEMBAHAN
Teruntuk:
Seluruh keluarga tercinta di Kalimantan.
Almamater Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Keluarga besar UKM MENWA 03 Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Almamater pondok tercinta, DARUL QUR’AN WAL IR’SYAD
vi
MOTTO
Jadi manusia itu harus pandai menempatkan diri
Menjadi seperti I’rab:
Rofa : Kapan saatnya kita diatas sebagai pemimpin yang memberi teladan
Nashob : Kapan saatnya kita di tengah-tengah masyarakat bergaul bersama
Jer : Kapan saatnya kita di bawah tunduk dan patuh kepada guru
Jazem : Kapan saatnya kita muhasabah berserah kepada Yang Maha Kuasa
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Tuhan semesta alam, Allah SWT. Dengan
rahmat dan hidayah-Nya telah memberi kesehatan dan semangat kepada penulis
untuk selalu semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini (skripsi). Shalawat
serta salam penulis tidak lupa terlontarkan kepada baginda Nabi Muhammad S A
W, yang kita tungu-tunggu syafaatnya, telah membukakan jalan bagi umatnya
untuk mengenal ajaran Islam, indahnya tali persaudaraan dan bagaimana
menyikapi perbedaan dengan adanya keberagamaan.
Penyususnan skripsi ini merupakan syarat utama bagi penulis untuk
menyandang gelar sarjana pada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Suanan Kalijaga Yogyakarta dengan judul: Konflik
Sosial Keagamaan Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan.
Selanjutnya, dalam penyelesaian skripsi ini penulis tidak selesai apabila
tanpa ada dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M. A., Ph.D.
2. Bapak Dr. Alim Roswantoro, selaku dekan Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Adib Sofia, M.Hum selaku Ketua Prodi Sosiologi Agama dan
Dosen Pembimbing Akademik (DPA).
viii
4. Bapak Dr. Moh Soehadha, S.Sos., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi (DPS) yang selalu memberikan arahan, kritik, saran, dan
bimbinganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, lebih khusus para dosen
Program Studi Sosiologi Agama beserta staf-stafnya.
6. Almamater Pondok Pesantren Darul Qur’an, terima kasih telah menjadi
tempat menuntut ilmu kegamaan selama di Yogyakarta.
7. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Resimen Mahasiswa (MENWA)
Satuan 03 Yogyakarta, telah mengajarkan berbagai hal yang tidak
pernah didapat dalam bangku perkuliahan.
8. Keluarga Yudha 38, (Dely, Wahyu, Faisal, Sabiq, Auni, Tekti, Dian,
Muna, dan Rufi)
9. Kedua orang tua dan seluruh keluarga penulis, baik yang berada di
Yogyakarta maupun di Kalimantan.
10. Semua sahabat alumni Darul Qur’an yang tidak bias saya sebutkan satu
persatu.
11. Semua sahabat seperjuangan dan terdekat selama ini, Rian Hidayat
(idoy), Tiar (mamayo), Ridwan (boy), Ari (muci), dan Romli (tompel).
ix
12. Seluruh kawan-kawan Sosiologi Agama angkatan 2013 yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Yogyaakarta, 12 Mei 2018
Penulis
Sigit Septiadi
`Nim: 13540045
x
ABSTRAK
Pada masyarakat muslim Dusun Karang Sari, keberadaan Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah merupakan keberagaman yang tidak bisa
dipungkiri. Namun, paham kegamaan yang ada dapat meruncingkan pada
potensi-potensi konflik, perbedaan-perbedaan doktrin keagamaan dapat
merusak persatuan dan kerukunan umat beragama. Konflik juga dapat
merusak sistem pemerintahan padukuan Karang Sari, terlebih terdapat
kepentingan pribadi seseorang.
Peneliti ingin menekankan bahwa, dalam penelitian ini nama Dusun
Karang Sari hanya merupakan nama samaran, nama Desa juga disamarkan
dan nama-nama informan juga disamarkan bertujuan untuk menghindaari
hal-hal yang tidak diinginkan, nama asli ada pada peneliti.
Penelitian ini bersifat kualitatif. Data diperoleh dari sumber data
primer dan sekunder. Data primer meliputi teknik wawancara, observasi
parsitipasi, dan dokumentasi serta interview secara mendalam. Data
sekunder diperoleh dari sumber-sumber lain yang mendukung dan dianggap
relevan dengan tema penetitian, seperti buku, jurnal, dan lain sebagainya.
Penelitian ini menggunakan teori konflik Lewis A. Coser, dan data yang
diperoleh dilapangan dikaji dengan menggunakan teknik deskriptif-
interpretatif.
Hasil penelitian, diperoleh data bawa konflik yang terjadi pada Dusun
Karang sari merupakan konflik paham keagamaan Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah, dimana terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi
terjadinya konflik diantaranya yaitu perbedaan penentuan hari raya
qurban, perbedaan ritual keagamaan, perbedaan kepentingan politik oknum
tertentu dan lain sebagainya. Konflik diawali dari penentuan hari raya
qurban, selanjutnya perebutan wilayah kekuasaan tempat peribadahan yaitu
Masjid Al-Falah, kemudian konflik yang terjadi pada area politik terjadi
pada pemilihan kepala dusun. Keterlibatan pihak-pihak yang berkonflik
yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, bapak Suyitno juga terlibat dalam
konflik saat berlangsungnya pemilihan kepala dusun, dan masyarakat.
Dengan adanya konflik secara tidak sadar merusak sistem masyarakat
Karang sari, dengan demikian sangat berpengaruh dengan kehidupan
masyarakat Karang Sari seperti, keretakan hubungan masyarakat antar
kelompok satu dengan kelompok lain, perubahan kepribadian seseorang
seperti rasa benci, prasangka buruk, saling menyalahkan dan lain sebaginya.
Serta pengaruh adanya persaingan dan dominasi dalam kehidupan sehari-
hari dalam aktifitas sosial keagamaan. Resolusi konflik yang dilakukan oleh
pemerintah seperti Kepala Desa Bojong bapak Asrofi dengan memanggil
pihak ketiga yaitu bapak Kyai Muh. Zuhaery dan bapak Suyitno sebagai
kepala dusun berupaya menjembatani dengan berbagai kegiatan sosial.
Kata Kunci : Konflik, Agama, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, faktor-faktor,
Proses, Keterlibatan, Pengaruh, Resolusi.
xi
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN NOTA DINAS ............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v
HALAMAN MOTTO ....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 8
E. Kerangka Teori ............................................................................. 12
F. Metode Penelitian ......................................................................... 20
G. Sistematika Pembahasan .............................................................. 26
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN KEHIDUPAN
MASYARAKAT KARANG SARI ................................................. 28
A. Letak dan Aksesibilitas Wilayah Dusun Karang Sari .................. 28
B. Luas dan Jumlah Penduduk .......................................................... 32
C. Demografi ..................................................................................... 31
D. Komposisi Elit dan Aliran Ormas ................................................ 37
E. Komposisi Jama’ah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah ........ 41
xii
BAB III AKAR MASALAH KONFLIK NAHDLATUL ULAMA DAN
MUHAMMADIYAH DUSUN KARANG SARI ........................... 46
A. Perbedaan Yang Sulit Disatukan antara Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah Dusun Karang Sari ................................................. 46
1. Nahdlatul Ulama dan Karakter Teologis .................................... 48
2. Muhammadiyah dan Karakter Teologis ...................................... 52
B. Faktor Tejadinya Konflik Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Di
Dusun Karang Sari ............................................................................ 58
1. Perbedaan Penentuan Hari Raya ................................................. 58
2. Perbedaan Ritual Keagamaan Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah .......................................................................... 61
3. Konflik Elite ................................................................................ 65
C. Proses Terjadinya Konflik .................................................................. 68
D. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Konflik ........................................ 77
BAB IV PERAN ELITE DUSUN KARANG SARI DALAM
FUNGSIONALISME KONFLIK ................................................... 79
A. Konfigurasi Elite Dusun Karang Sari ..................................................... 79
1. Kelas Atas ........................................................................................... 80
2. Kelas Menengah ................................................................................. 82
3. Kelas Bawah ....................................................................................... 83
B. Upaya-Upaya dari Elite Dusun Karang Sari ........................................... 84
1. Negosiasi ............................................................................................ 85
2. Mediasi ............................................................................................... 85
C. Konstruksi Ruang Baru Masyarakat dalam Bersinergi ........................... 90
1. Peringatan Hari 17 Agustus ................................................................ 91
2. Kegiatan Sinom (Laden) .................................................................... 93
3. Kegiatan Kerja Bakti (Gotong Royong) ............................................. 94
BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 98
xiii
Kesimpulan ................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 1
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 6
A. Dokumentasi Foto ................................................................................... 6
B. Pedoman Wawancara .............................................................................. 9
C. Daftar Informan....................................................................................... 12
D. Curiculum Vitae ...................................................................................... 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kesatuan, kaya akan budaya, ras, agama, dan
lain-lain. sementara dari letak geografis Indonesia diapit oleh dua benua dan dua
samudera. Negara ini mempunyai beragam masyarakat yang multikultural, artinya
berbagai macam aspek kehidupan seperti budaya, bahasa, pola-pola sebagai
tatanan perilaku anggota masyarakat, dan kepercayaan. Kepercayaan merupakan
hak asasi paling mendasar bagi manusia untuk memeluk agama atau kepercayaan
yang dipercayai oleh setiap manusia, karena kepercayaan setiap manusia berbeda-
beda, bersifat sakral, sakral artinya membedakan hal-hal yang baik dan hal yang
dilarang oleh agama, kemudian mempersatukan semua yang menganutnya dalam
suatu komunitas.1 Dengan demikian, semua aspek tersebut merupakan buah dari
kebudayaan masyarakat.
Indonesia termasuk negara multikultural, banyak hal yang mempengaruhi
sistem sosial masyarakat diantaranya letak geografis, mata pencaharian, dan
kepercayaan. Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah kemudian
masyarakat mengembangkan bahasa, perilaku, adat-istiadat, dan kepercayaan
yang berbeda-beda.
1 James Henslim, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, (Jakarta: Erlangga 2007),
hlm.164.
2
Keanekaragaman agama tentang paham agama dan suku bangsa di
Indonesia merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Mengenai paham
keagamaan, melihat agama sebagai perangkat doktrin yang bersifat mutlak oleh
penganutnya dari Tuhan, banyak sekali konsekuensi-konsekuensi dari
keanekaragaman, yakni perbedaan-perbedaan warna dalam kehidupan sosial yang
tidak jarang dapat memicu terjadinya ketegangan-ketegangan sosial, apabila
terdapat faktor tertentu yang mempertajam sebuah perbedaan tersebut. Perbedaan
pemahaman tentang agama dalam tingkat ekstrim, dapat memicu adanya
perpecahan dalam kelompok masyarakat, perpecahan tidak dapat menjadi fungsi
integrasi karena unsur-unsur struktur sosial integratif tidak mampu menahan
dorongan-dorongan ke arah perpecahan pada kelompok masyarakat yang dapat
merusak sistem sosial.
Indonesia mempunyai berbagai macam aliran pemahaman yang tumbuh di
masyarakat, keberagaman dapat ditemukan pada masyarakat Indonesia yang
tumbuh dalam agama Islam, Kristen, Hindu, Konghucu, dan aliran pemahaman
lokal lainya. Dalam agama Islam sendiri, terdapat banyak bendera berkibar di
dalamnya sebagai perwakilan konsep dari agama Islam dalam pemahaman yang
ada dalam proses kehidupan sehari-harinya. Keragaman pemahaman masyarakat
tentu mempunyai orientasi yang berbeda antara satu sama lain, meskipun sama-
sama berada dalam agama Islam. Dalam menghadapi persoalan tersebut,
masyarakat harus bersikap proposional, sikap saling terbuka antara kedua belah
pihak merupakan sikap yang tepat dalam membina kerukunan umat beragama.
Pada dasarnya persoalan pemahaman tidaklah seragam, cara pandang masyarakat
3
akan selalu bercabang sesuai dengan kepercayaan yang diperoleh dalam mengkaji
pemahamanya. Pemahaman tidak hanya tindakan pemikiran, namun merupakan
transposisi dan pengalaman dunia sebagai apa yang ditemui seseorang dalam
pengalaman hidupnya.2
Dalam konteks Indonesia, agama Islam mempunyai banyak aliran
didalamnya. Banyaknya bendera-bendera yang mengatasnamakan Islam, hal itu
lumrah terjadi dalam perkembangan Islam di negara Indonesia. Sebagaimana yang
kita ketahui dengan dakwah walisongo yang menyebarkan Islam dengan beragam
cara. Beragamnya cara berdakwah para wali membuat keberagaman pemahaman
tentang agama islam, salahsatunya yaitu Sunan Kalijaga yang mengenalkan
agama Islam dengan berdakwah melalui pendekatan bernuansa budaya jawa.
Kemudian, Sunan Giri mengenalkan Islam melalui pemurnian terhadap budaya-
budaya lokal di daerahnya dalam berdakwah. Kedua wali tersebut merupakan dua
dari wali songo yang menyebarkan dan mengenalkan agama Islam dengan cara
berbeda, kedua strategi tersebut juga menjadi acuan awal lahirnya dari dua
organisasi besar, yaitu organisai Nahdlatul Ulama (NU) dan dan Muahmmadiyah.
Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi
Islam terbesar yang hidup di Indonesia. Pengaruh dari kedua organisasi ini sangat
terasa di tengah masyarakat. Meskipun berbeda massanya, kedua organisasi
keagamaan ini tetap menjadi “tempat bernaung” orang-orang Islam yang ingin
terlibat dalam sosial keagamaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
2 Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mnegenai Interpretasi terj. Musnur Hery
& Damanhuri Muhammed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 130.
4
aktivitas keagamaan.3 Keberadaan dua organisasi ini dalam sejarah perkembangan
Islam di Indonesia memang menarik untuk dibahas. Sepanjang perjalanan
sejarahnya kedua organisasi ini, senantiasa diwarnai kooperasi, kompetisi
sekaligus konfrontasi.
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya
pada tanggal 31 Januari 1926. NU melestarikan budaya keagamaan kaum muslim
tradisional, disamping untuk ikut mengobarkan semangat nasionalisme. Nahdlatul
Ulama menganut ahlu al-sunnah wa al-jamaah.4 Sedangkan Muhammadiyah
merupakan gerakan dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar berakidah islam dan
bersumber pada al-Qur’an dan sunnah. Muhammadiyah merupakan sebuah
organisasi keagamaan yang didirikan untuk menjawab tantangan zaman berkaitan
dengan situasi modern islam di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh KH.
Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912.5
Memang sebagai organisasi terbesar di negeri ini, Nadhlatul Ulama dan
Muhammadiyah merupakan organisasi sosial yang masing-masing bergerak
dibidang sosio-kultur kemasyarakatan, mempunyai minat dalam pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat dalam ruang lingkup pendekatan yang berdeda.
Sayangnya perbedaan ini, justru sering menimbulkan gesekan-gesekan yang
3 Drajat Zakiya, “Muhammadiyyah dan NU: Penjaga Moderatisme Islam di Indonesia”,
Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1, No. , (Januari 2017) 4 Rudi Subiantoro, Profil Lembaga Sosial Keagamaan di Indonesia (Jakarta: Departemen
Agama RI Biro Hukum dan Humas, 2002), hlm. 6-7. 5 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1985),
hlm. 84.
5
mengakibatkan kedua ormas Islam tersebut memiliki sekat yang mencolok,
sehingga kedua organisasi itu semakin jelas berbeda antar keduanya.
Sejak kelahiran kedua ormas Islam ini, hal yang sering menjadi perdebatan
adalah masalah khilafiyah, yaitu perbedaan faham keagamaan yang berkaitan
dengan masalah bid’ah. Sebenarnya sumber pemicu timbulnya konflik sangatlah
kompleks dan saling terkait antara satu dengan lainya, sehingga justru hal tersebut
memperkuat timbulnya sebuah konflik. Potensi konflik dapat berkembang
menjadi konflik, apabila terjadi kompetisi-kompetisi yang berifat emosional, oleh
karena itu konflik dapat menjadi runcing ketika perbedaan menjadi kuat dan
dipertegas oleh beberapa faktor yang mendorong terjadinya konflik, yaitu
fanatisme kelompok dalam persebaran nilai-nilai keagamaanya, adanya prasangka
antara kelompok, perbedaan warna politik, strata sosial, ekonomi, budaya, dan
lain-lain.
Kondisi demikian, sebagaimana yang terjadi pada msayarakat Dusun
Karang Sari, adapun sekarang yang senantiasa dipersoalkan adalah perbedaan cara
beribadah, penetuan Hari Raya, dan kepentingan Politik. Masing-masing pengikut
ormas merasa ajaranyalah yang benar. Kefanatikan seperti itu, dapat menjadi
bumerang, seseorang yang berlaku fanatik dengan ormasnya terkadang menjadi
tidak realistik dalam menerima ajaran. Pengikut yang senantiasa berfanatik akan
selalu menganggap orang lain yang tidak sealiran adalah musuh dan memandang
aliranya sebagai aliran yang benar sehingga dapat merusak sistem dalam
masyarakat.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa hal yang menjadi
permasalahan dan perlu diangkat sehingga rumusan masalah yang akan dibahas
yaitu:
1. Bagaimana dinamika konflik Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di
Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
permasalahan luntur atau hilangnya persatuan masyarakat yang berbeda
paham keagamaan dalam kehidupan berorganisasi meliputi:
a. Untuk mengetahui dan memahami sejarah masuknya Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah pada masyarakat Dusun Karang Sari, Bojong,
Muntilan.
b. Untuk mengetahui dinamika konflik yang terjadi pada masyarakat
Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan.
c. Untuk mengetahui pengaruh sosial dari konflik tersebut terhadap
kehidupan masyarakat Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan.
7
2. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini
dapat berguna bagi peneliti sendiri, berguna untuk orang lain yang
membaca, dan mayarakat di berbagai kalangan khususnya di dalam
khasanah keilmuan agama.
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan
pemikiran bagi dunia keilmuan.
Sebagai rujukan untuk penelitan selanjutnya terkait dengan tema
yang sama. Memberikan kontribusi keilmuan sosiologi agama khusunya
kajian tentang dinamika konflik antara Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah di Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan serta pengaruh
terhadap kehidupan sosialnya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini memberi gambaran tentang berbagai
masalah keagamaan, berbagai perbedaan tentang pemahaman aliran
agama Islam yang dapat memicu terjadinya konflik dan memberi
wawasan kepada masyarakat umum. Selain itu memberikan gambaran
pada penelitian selanjutnya terkait tema yang sama. Sebagai bahan
8
referensi dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah paparan singkat tentang hasil-hasil penelitian
sebelumnya mengenai masalah yang terkait, sehingga diketahui dengan jelas
posisi dan kontribusi peneliti dalam wacana yang diteliti. Tinjuan pustaka pada
intinya dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik
penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan
oleh para peneliti sebelumnya, sehingga tidak terjadi pengulangan.6
Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan banyak penelitian yang
berkaitan dengan tema yang peneliti kaji baik itu berupa buku, skripsi, jurnal, dan
karya-karya ilmiah lainya. Diantaranya Buku yang di tulis oleh Achmad Fedyani
Saifuddin yang berjudul Konflik dan Integrasi Perbedaan Faham dalam Agama
Islam 1986, pokok pembahasan buku ini adalah tentang perbedaan faham dalam
agama islam antara Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah sehingga
menimbulkan adanya konflik di daerah Alabio, Kalimantan Selatan. Konflik yang
terjadi yang disebabkan oleh adanya perbedaan penafsiran tentang perangkat-
perangkat tertentu dari ajaran-ajaran agama Islam yang digunakan oleh para
6 Abuddin Nata, Metodologi Study Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.
183.
9
pelakunya untuk memahami dan menghadapi lingkungan sosialnya, pendekatan
teori yang digunakan adalan pendekatan konflik.7
Skripsi yang ditulis oleh Shodiq Raharjo yang berjudul “Konflik antara NU
dan Muhammadiyah (1960-2002) Studi Kasus di Wonokrowo Pleret Bantul
Yogyakarta”. Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Adab, pokok pembahasan
skripsi yaitu konflik yang terjadi di Wonokromo antara NU dan Muhammadiyah,
penyebab konflik tersebut merupakan kesalahpahaman antar keduanya terhadap
perbedaan ajaran agama sehingga perbedaan-perbedaan ini menimbulkan konflik
antar kedua ormas tersebut. Kemudian tidak adanya aturan atau norma yang jelas
untuk mengatur kehidupan keagamaan agar tercipta kerukunan dalam masyarakat.
Dalam skripsi ini menjelaskan dua jenis konflik yaitu konflik bedhug dan konflik
pemilihan kepala desa. Kerukunana akhirnya terwujud tanpa menghilangkan
norma-norma yang sudah terinternalisasi di dalam kehidupan masyarakat
Wonokromo, perbedaan pandangan dan keyakinan tidak menjadi satu penghalang
bagi terwujudnya kerukunan yang ada. 8
Buku yang ditulis oleh Nawari Ismail yang berjudul “Konflik Umat
Beragama dan Budaya Lokal”, dalam buku ini terdapat penelitian yang berjudul
“Budaya Lokal dan Konflik Umat Beragama”. pokok pembahasan yaitu sebuah
budaya lokal dapat difungsikan sebagai instrumen pengendalian dan penyelesaian
konflik, namun tingkatan statusnya berbeda antara potensian, inpotensial, dan
7 Achmad Fedyani Saifuddin, Konflik dan Integrasi Perbedaan Faham dalam Agama
Islam 1986, Yogyakarta.
8 Shodiq Raharjo, Konflik antara NU dan Muhammadiyah (1960-2002) Studi Kasus di
Wonokrowo Pleret Bantul Yogyakarta, (Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga, 2013), hlm.70.
10
aktual. Sebagian besar komponen budaya yang teridentifikasi dapat difungsikan
sebagai instrumen, hanya sedikit dalam sebuah komponen budaya yang
inpotensial karena beberapa alasan. Selain itu ada komponen budaya aktual atau
sudah diperankan oleh masyarakat dalam pengendalian dan penyelesaian KAUB
seperti gotong royong (Solo dan Kulonprogo), kyai dan pamong serta baaritan di
Kulonprogo, ajengan di Tasikmalaya, dan tuan guru di Mataram. Sumber
kebudayaan budaya lokal berasal dari kebudayaan mayoritas dalam suku dan
agama. Mekanisme penerapan budaya lokal bersifat integratif di Kulonprogo dan
Solo, integrasi dan mandiri di Pasuruan, Tasikmalaya, dan Mataram.9
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Abdurrahman yang berjudul “Tahlilan
Di Desa Bumirejo Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang (Studi Konflik
Sosial Dalam Pemahaman Keagamaan)”. Penulis merupakan mahasiswa
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, pokok pembahasan perbedaan
pemahaman tahlilan dikalangan masyarakat Muslim di Dususn Dukuh didasarkan
atas doktrin-doktrin organisasi yang dianut, organisasi yang dianut antara lain
Muhammadiyah dan Nahdlatu Ulama (NU). Adapun implikasi dari perbedaan
pemahaman tersebut mengakibatkan interaksi sosial di masyarakat tidak harmonis
dalam berbagai hubungan-hubungan sosial dalam berbagai bidang dimasyarakat.
9 Nawari Ismail, Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal, (Bandung: Lubuk Agung,
2011), hlm. 201
11
Hubungan-hubungan sosial itu dapat dilihat pada masyarakat dalam bidang
politik, bidang pendidikan, dan sarana peribadatan.10
Skripsi yang ditulis oleh Masodi yang berjudul “Negosiasi Identitas Antara
NU dan Muhammadiyah (Studi Kasus di Desa Gladak Anyar Kecamatan Kota
Pamekasan Kabupaten Pamekasan)”. Penulis merupakan mahasiswa Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, pokok pembahasan dalam skripsinya yaitu
komunikasi masyarakat NU dan Muhammadiyah di Gladak Anyar benjalan secara
baik, namun ada kalanya satu sama lain saling menutup diri untuk melindungi
wilayah independensi agar tidak dimasuki oleh orang atau kelompok lain. Proses
negosiasi NU dan Muhammadiyah berjalan secara baik jika berada dalam
kegiatan-kegiatan sosial, namun proses negosiasi sering terganggu ketika berada
dalam masalah yang menyinggung persoalan khilafiyyah di antara mereka.11
Dari beberapa peneliti sebelumnya, sejauh ini belum ada penelitian yang
secara khusus meneliti tentang konflik Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
yang dulunya hidup bersama dan melaksanakan kegiatan peribadahan di tempat
yang sama, kemudian mengalami goncangan ideologi keagamaan. Selanjutnya,
konflik merambat pada wilayah politik tempat peribadahan yaitu masjid dan pada
wilayah pesta demokrasi pun mereka mengalami goncangan dalam pelaksanaan
pemilihan kepala dusun, peneliti juga meneliti tentang pengaruh adanya konflik
10
Muhammad Abdurrahman yang berjudul, Tahlilan Di Desa Bumirejo Kecamatan
Mungkid Kabupaten Magelang (Studi Konflik Sosial Dalam Pemahaman
Keagamaan),Yogyakarta: UIN SUKA, 2015. hlm. ix. 11
Masodi yang berjudul, Negosiasi Identitas Antara NU dan Muhammadiyah (Studi Kasus
di Desa Gladak Anyar Kecamatan Kota Pamekasan Kabupaten Pamekasan), Yogyakarta: UIN
SUKA, 2017. hlm. 96.
12
terhadap kehidupan sosial keagamaan mereka. Belum ada peneliti yang meneliti
konflik Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dengan objek yang sama dengan
peneliti lakukan. Perbedaan inilah yang peneliti anggap sangat perlu untuk
peneliti jelaskan dalam penelitian yang dilakukan di Dusun Karang Sari, Bojong,
Muntilan.
E. Kerangka Teori
Masyarakat dilihat dari sistem sosial mempunyai elemen masing-masing
yang saling terintegrasi dan saling berkaitan. Memiliki fungsi yang berbeda-beda
dalam menciptakan kesetaraan sosial untuk beradaptasi baik dari perubahan
internal ataupun eksternal dari kehidupan masyarakat. Untuk menjaga
kelangsungan hidup masyarakat perlu melaksanakan sistem sosial yang harus
dimiliki.12
Masyarakat merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang bersifat
dinamis saling berhubungan dan memiliki ketergantungan. Apabila sistem hilang
disebabkan oleh perbedaan maka muncul gejala disintegrasi dalam masyarakat,
hilangnya fungsi dari masyarakat itu, namun tidak berarti langsung hilang fungsi
dari fungsi utama sebuah sistem, karena perbedaan-perbedaan itu hanya bersifat
partikular dari keseluruhan pola sistem yang utuh.13
Disintegrasi merupakan suatu proses terpecahnya suatu kelompok sosial
menjadi beberapa unit atau bagian bagian kecil yang terpisah-pisah satu sama
lain, hal ini terjadi akibat hilangnya ikatan bersama yang mempersatukan anggota
12
I.B Wirawan, Teori-Teori Sosiologi Dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Kencana Group
2013), hlm. 45. 13
Peter Hamilton, Talcott Parsons dan pemikiranya: Sebuah pengantar, terj. Hartono
Hadikusumo (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm 189.
13
kelompok sosial. Disintegrasi sosial terjadi ketika unsur-unsur sosial yang berbeda
dalam masyarakat, dari berbagai perbedaan masyarakat tidak mampu memelihara
hubungan sehingga tidak dapat menyesuaikan diri satu sama lain, ketika unsur
sosial satu memaksakan diri, makan hal tersebut dapat memicu adanya konflik
ketika kedua kelompok tersebut saling bertentangan, unsur sosial yang lain tidak
dapat berfungsi dan tidak dapat mejalankan peranya.14
Teori yang menjadi acuan penelitian ini adalah teori konflik karya dari
Lewis A. Ceser, dalam hal ini sudah terlihat bahwa konflik paham keagamaan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terjadi pada masyarakat Dusun Karang Sari
sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dengan
menggunakan pemikiran Lewis A. Coser dapat melihat proses terjadinya konflik
dari sebab-sebab terjadinya konflik, bentuk-bentuk konfliknya serta akibat-akibat
dari konflik itu sendiri. Definisi konflik menurut para ahli:
1. Gillin dan Gillin melihat konflik sebagai bagian dari proses interaksi
sosial manusia yang saling berlawanan. Artinya, konflik adalah bagian
dari proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaanperbedaan baik
fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku. Atau dengan kata lain konflik
adalah salah satu proses interaksi sosial yang bersifat disosiatif.
2. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa konflik merupakan suatu proses
sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi
tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan atau kekerasan.
14
Susi Ernawati, Pengertian Disintegrasi , http://www.berpendidikan. com/2015/09/
pengertian- disintegrasi-sosial-dan-bentuk-bentuknya.html. Di akses pada 15 Oktober 2016. Jam
21.45 Wib.
14
3. Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi
terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya
dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat
mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
4. Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn
(1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup
organisasi) konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang
saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan atau dengan timbulnya perasaan permusuhan
satu dengan yang lainnya.15
Sedangkan definisi konflik sosial menurut Lewis A. Coser adalah
perselisihan mengenai nilai-nilai atau berbagai tuntunan yang berkaitan dengan
status, kekerasan, dan sumber-sumber kekayaan dan persediaan yang tidak
mencukupi, pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya berusaha
mewujudkan keinginan, tetapi juga menonjolkan, merugikan, atau
menghancurkan mereka.16
Dalam menjelaskan berbagai situasi konflik, Coser
membedakan konflik yang realitas dan tidak realitas. Koflik realitas berasal dari
kekecewaan terhadap tuntunan-tuntunan khusus yang terjadi dalam hubungan dan
dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan juga ditunjuk pada objek
yang dianggap mengecewakan. Sedangkan non-realitas, yaitu konflik yang bukan
15
http://miftahularie.blogspot.com/2011/12/definisi-konflik.html. Diakses pada 20
Mei 2018, Jam 21.00
16 K. J. Veegar, Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu
Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosioloogi (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 211.
15
berasal dari tujuan-tujuan saingan dari antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk
meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak.17
Dalam bukunya yang berjudul “The Functions of Social Conflict”, Coser
melancarkan suatu kritik yang merupakan polemik terhadap fungsionalisme.
Proporsi-proporsi yang diajukan oleh Coser sedikit banyak merupakan
perkembangan ruang lingkup dari analisis Simmel. Kerangka proposisi-proposisi
yang diajukan oleh Coser bersifat komprehensif dan mencangkup gejala-gejala
yang sangat luas yaitu:
1. Sebab-sebab terjadinya konflik, yaitu kondisi-kondisi yang menyebabkan
permasalahan muncul seperti ketidakserasian integrasi pada bagian-bagian
sistem sosial yang menyebabkan terjadinya konflik antara bagian-bagian
sosial. Namun, kondisi-kondisi yang mempengaruhi konflik dengan
kelompok luar akan membantu menetapkan dan menegakkan identitas
serta batas-batas kelompok sosial masyarakat.
2. Intensitas konflik, yaitu tingkatan konflik dalam suatu sistem dapat
ditelaah dengan cara memusatkan perhatian pada hubungan timbal balik
antara variabel-variabel yaitu, keterlibatan emosional, para partisipan,
keketatan struktur sosial, taraf realisme dari konflik dan jangkauan konflik
terhadap nilai-nilai dalam sistem. Konflik yang lebih radikal dapat terjadi
pada hubungan yang erat. Terbentuknya perkumpulan organisasi oposisi
dalam hubungan tersebut dapat mempertajam konflik secara khas, semakin
17
Dewi Wulansari, Sosiologi Konsep dan Teori , (Bandung: Refika Aditama 2009), hlm.
184-185.
16
besar keikutsertaan dalam kelompok dan keterlibataan pribadi anggota-
anggotanya maka semakin besar juga kemungkinan terjadinya konflik.
Reaksi terhadap ketidaksetiaan pada kelompok juga semakin besar, dalam
hal ini intensitas konflik dan derajat kesetiaan pada kelompok adalah dua
aspek dalam hubungan yang sama.
3. Lamanya Konflik, dalam ranah ini terdapat tiga struktur kelompok yang
harus diperhatikan yaitu ukuran relatif kelompok, tingkat keterlibatan
anggota-anggotanya, dan situasi sosial. Situasi sosial dimaksudkan
pertentangan yang berlangsung tersebut, bersifat terus menerus atau hanya
sebentar.
4. Fungsionalitas konflik, Coser menyatakan bahwa pentingnya menentukan
apakah suatu konflik fungsional atau tidak ialah tipe isu yang merupakan
subjek konflik itu. Konflik fungsional positif jika tidak mempertanyakan
dasar-dasar hubungan dan fungsional negatif jika menyerang suatu nilai
inti.18
Menurut paradigmna fakta sosial kehidupan masyarakat dilihat sebagai yang
berdiri sendiri. Lepas dari persoalan apakah individu-individu anggota masyarakat
itu suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, jika masyarakat dilihat dari
struktur sosialnya tentu memiliki seperangkat aturan yang secara analitis
merupakan fakta yang terpisah dari individu warga masyarakat, akan tetapi dapat
mempengaruhi perilaku keseharianya. Kehidupan sosial manusia merupakan fakta
18
Soerjono Soekamto dan Ratih Lestari, Fungsionalisme dan Teori Konflik Dalam
Perkembangan Sosiologi, (Jakarta: Sinar Grafika, 1988), hlm. 92-93.
17
tersendiri yang tidak mungkin dapat dimengerti berdasarkan ciri-ciri personal
individu semata.19
Lewis A. Coser menggambarkan konflik sebagai perselisihan mengenai
nilai-nilai atau tuntunan-tuntunan berkenaan dengan status, dan sumber-sumber
kekayaan yang dari persediaanya tidak mencukupi. Coser menyatakan, konflik
atau perselisihan dapat berlangsung antara individu, kelompok, atau individu dan
kumpulan. Namun bagaimanapun konflik antar kelompok maupun intra kelompok
senantiasa ada di tempat yang sama. Konflik berfungsi menegakkan,
mempertahankan identitas, batas-batas kelompok sosial dan masyarakat. Konflik
antar satu kelompok dengan kelompok lainya memungkinkan ditegaskan kembali
identitas satu sama lain dan mempertahankan batasan-batasan terhadap
lingkungan sosial terhadap lingkungan sosial di masyarakat.
Coser memandang konflik tidak selalu bersifat disfungsional dalam kontek
hubungan di mana konflik itu terjadi, sebaliknya konflik diperlukan untuk
mempertahankan hubungan tersebut tanpa cara-cara menyalurkan kebencian satu
sama lain, anggota-anggota kelompok cinderung sepenuhnya untuk menarik diri.
Konflik dalam masyarakat tidak semata-mata menunjukan fungsi negatif namun,
dapat menguntungkan bagi sistem yang bersangkutan. Konflik juga merupakan
bentuk interaksi dan tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Seperti halnya George
Simmel, berkomentar bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi yang
dasar dan proses konflik dapat berhubungan dengan bentuk-bentuk alternatif
19
I.B Wirawan, Teori-Teori Sosiologi Dalam Tiga Paradigma, (Jakarta: Kencana Group
2013), hlm. 2-3.
18
seperti, kerjasama dalam berbagai cara yang tidak terhitung jumlah yang bersifat
kompleks. Konflik bisa saja menyumbangbanyak kepada kelestarian anggota
kelompok dengan cara mempererat hubungan antar anggota, mengintegrasikan
orang, menghasilkan solidaritas, dan keterlibatan seseorang sebagai anggota
kelompok untuk menghadapi musuh bersama, sehingga dengan tidak sadar
mereka melupakan perselisihan in-group mereka sendiri.
Fungsi positif dari konflik menurut Lewis A. Coser merupakan cara atau
alat untuk mempertahankan, mempersatukan, dan bahkan untuk mempertegas
sistem sosial yang ada. Proporsi yang dikemukakan oleh Coser yaitu:
1. Kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok dalam (in group) akan
bertambah tinggi apabila tingkat permusuhan atau suatu konflik dengan
kelompok luar bertambah besar.
2. Integritas yang semakin tinggi dari keterlibatan kelompok dalam konflik
dapat membantu memperkuat batas antara kelompok saatu dan kelompok
yang lainnya dalam lingkungan itu, khusus kelompok yang secara potensial
dapat menimbulkan permusuhan.
3. Di dalam kelompok itu ada kemungkinan berkurangnya toleransi akan
perpecahan pada bagian in-group.
4. Para penyimpang dalam kelompok sendiri tidak lagi ditoleransi, jika mereka
tidak dapat dibujuk masuk kejalan yang benar, mereka kemungkinan akan
dikucilkan, dicemooh, diusir, atau bahkan dimasukan dalam pengawasan
yang ketat.
19
5. Dan sebaliknya, apabila sebuah kelompok tidak terancam konflik dengan
kelompok luar, tekanan yang kuat pada kekompakan, konformitas, dan
komitmen terhadap kelompok itu kemungkinan sangat berkurang. Tidak
adanya kesepakatan internal mungkin dapat muncul kepermukaan dan
kemudian dibicarakan, para penyimpang mungkin lebih ditoleransi,
umumnya individu akan memperoleh ruang gerak yang lebih besar untuk
mengejar kepentingan pribadinya.
Pemikiran Lewis A. Coser tentang suatu hubungan antara kelompok luar
dan hal ini mirip dengan pemikiran George Simmel seperti proporsi Simmel yang
menggambarkan tentang fungsi positif konflik eksternal bagi kelompok internal di
dalam sebagai berikut:
“Conflict with pther group constributes to establishment and reaffirmation
of the identy of the group and maintains its boundaries against the
surrounding social world”20
Seperti ungakapn Coser di atas, bahwa fungsi konflik eksternal untuk
memperkuat kekompakan anggota kelompok dan meningkatkan moral kelompok
sedemikian pentingnya, sehingga yang terjadi dalam kelompok akan memancing
antagonisme dengan kelompok luar atau menciptakan musuh dengan anggota
kelompok lain agar mempertahankan dan meningkatkan solidaritas internal.21
Sebagaimana teori yang dijelaskan Lewis A. Coser, dapat melihat pokok
permasalahan yang ada dalam masyarakat Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan,
20
Lewis A. Coser, The Functions of Social Conflict. (New York, NY: Free Press, 1964),
hlm. 38. 21
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 1994),
hlm. 108.
20
dengan masalah tersebut dapat diketahui terdapat masyarakat berbeda dalam
memahami agama Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang
memicu adanya perpecahan. Dengan demikian, teori konflik Lewis sangat
membantu peneliti untuk melihat pokok-pokok permasalahan yang ada pada
masyarakat Karang Sari tersebut.
F. Metode Penelitian
Metode pada dasarnya berarti instrumen yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Karena
dalam pelaksanaan kegiatan ilmiah untuk lebih terfokuskan, rasional, dan sesuai
dengan kenyataan yang riil di masyarakat, maka diperlukan suatu metode
penelitian yang sesuai dengan objek yang diteliti.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
menggabungkan antara penelitian lapangan dan pustaka sebagai
pendukungnya. Penelitian kualitatif adalah penelitian untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalkan perilaku
dan tindakan secara holistik (Moleong, 2011: 6), artinya metode ini tidak
mengadakan perhitungan atau tidak berwujud angka tetapi dengan kata-kata.22
Unit analisa dalam penelitian ini adalah deskriptif, artinya mendeskripsikan
perilaku masyarakat berdasarkan data di lapangan. Jenis penelitian deskriptif
22
Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002), hlm. 6.
21
ini digunakan sebagai alat pemecah masalah dengan menggunakan keadaan
subjek atau objek penelitian seperti individu, lembaga, dan masyarakat
berdasarkan fakta-fakta yang muncul di lapangan. Ciri-ciri penelitian deskriptif
yaitu memfokuskan perhatian pada berbagai masalah yang ada pada saat
penelitian dilapangan dan bersifat aktual. Selanjutnya, penelitian deskriptif ini
menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana
adanya diiringi dengan intrepetasi rasional.23
Dengan demikian, penelitian
kualitatif adalah penelitian yang memahami berbagai fenomena dilapangan
oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain
sebagainya. Kemudian, mendeskriptifkan fakta-fakta dilapangan sehingga
dapat menganalisa suatu masalah yang ada.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan.
Lokasi ini dipilih karena terdapat berbagai masalah tentang perbedaan dalam
memahami dan mengimplementasikan ajaran agama Islam, perbedaan tersebut
akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sehari-harinya, seperti salah
satunya terdapat perpecahan kelompok masyarakat yang tidak dapat bersatu
dalam kehidupan beragama. Dari hal tersebut, dapat memicu timbulnya
konflik antara kelompok.
23
H Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1983), hlm. 63.
22
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder sebagai sumber
data. Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung dari sumber
utama penelitian ini atau dokumen primer tentang masalah-masalah terdapat di
lapangan.24
Data primer meliputi dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Sedangkan untuk data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari literatur langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan pokok
pembahasan. Data sekunder ini dimaksudkan untuk memperkuat dan
memperjelas data primer, yang meliputi berbagai publikasi ilmiah, gambar,
laporan-laporan tentang pokok pembahasan. Dengan demikian, perlu adanya
data primer dan sekunder guna untuk melengkapi sumber-sumber data
penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses mengajukan pertanyaan kepada
informan dari peneliti, peneliti melakukan observasi, dan kemudian peneliti
mencatat jawaban dari informan untuk mendapatkan data yang diperlukan.25
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk
mendukung dan saling melengkapi data yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan
data tersebut meliputi:
24
Ronny Kounter, Metode Penulisan: Penyusun Skripsi dan Tesis. (Jakarta: Penerbit PPM,
2007), hlm. 182-183 25
M. Walizer, Metode dan Analisis Penulisan, (Jakarta: Erlangga, 1978), hlm. 260.
23
a. Interview (Wawancara)
Interview merupakan salah satu teknik pokok dalam penelitian kualitatif,
teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab yang dikerjakan
secara sistematis dan berdasarkan pada tujuan utama penelitian.26
Pewawancara mengajukan pertanyaan kepada informan dan informan
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut, dalam wawancara harus
didasarkan pada tujuan yang jelas sehingga memiliki ruang lingkup masalah
yang jelas dan tidak membingungkan.27
Dengan demikian, Interview atau
wawancara suatu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara
lisan antara dua orang atau lebih secara langsung, peneliti harus menyiapkan
catatan pokok dalam pertanyaan agar tidak menyimpang dari garis yang telah
disiapkan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara kepada informan.
Dalam Interview ini informan berjumlah 11 (sebelas) orang, informan
yang di ambil meliputi tokoh dari Nahdaltul Ulama dan Muhammadiyah,
takmir masjid, Kepala Dusun, dan warga masyarakat Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
orang yang dianggap mampu memberikan informasi, penjelasan dan
memberikan data yang akurat terhadap subyek penelitian. Proses wawancara
dilakukan dengan mendatangi secara langsung ke rumah informan, media yang
digunakan peneliti dalam melaksanakan wawancara yaitu alat perekam berupa
Handphone.
26
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offiset, 1987), hlm. 193. 27
M. Soehadha, Pengantar Metodologi Penulisan Sosial Kualitatif, (Yogyakarta: Suka
Press, 2003), hlm. 45.
24
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data di lapangan secara
langsung dari informan yang memberikan informasi tentang persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti dinamika konflik
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, apa saja pengaruh sosial, dan
bagaimana resolusi konflik masyarakay Dusun Karang sari.
b. Observasi
Dalam teknik pengumpulan data peneliti juga melakukan pengamatan
langsung, pengamatan dimaksudkan adanya observasi yang dilakukan secara
sistematis. Dalam observasi ini peneliti melihat, mengamati sendiri dan
mencatat data itu apa adanya dan tidak ada upaya untuk memanipulasi data-
data yang diperoleh dari lapangan.28
Teknik penetian ini bertujuan untuk
mengecek kesesuaian data dari proses interview atau wawancara dengan
keadaan sebenarnya tentang bagaimana permasalahan yang memicu adanya
konflik pada masyarakat Karang Sari, pengaruh perbedaan paham keagamaan
yang ada, sehingga mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah
yang akan diteliti.29
28
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakaryaa,
2002), hlm. 125. 29
Nasution, Metode Research: Penulisan Ilmiah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 106
25
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik mencari data mengenai hal-hal atau variabel-
variabel berupa catatan, buku panduan, serta buku-buku yang berkaitan.30
Dokumen bermanfaat untuk menguji dan menafsirkan, dokumen juga
bermanfaat sebagai bukti untuk suatu pengujian. Jadi, teknik pengumpulan data
ini peneliti memanfaatkan berbagai data dan teori yang diperoleh dari buku,
internet, surat kabar, foto, dan sumber informasi manusia lainya sebagai
penunjang penelitian. Sehingga dengan metode ini peneliti dapat dengan
mudah mengolah data atas hasil penelitian yang dilakukan di lapangan.
5. Teknik Analisis Data
Menurut Bodgan dan Biklen, analisis data merupakan upaya yang
dilakukan dalam bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilihnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari, dan menemukan
pola, menemukan yang penting apa yang harus dipelajari, dan memutuskan apa
yang akan diceritakan kepada orang lain.31
Proses analisis data mulai dengan
menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai nara sumber, yaitu dari hasil
pengamatan, wawancara, dan dokumen.
30
Suharismi Arikunto, Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan, Jakarta: Rineka Cipta, hlm.
131. 31
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakaryaa,
2002), hlm. 248.
26
G. Sistematika Pembahasan
Untuk Lebih memperjelas isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka
diperlukan suatu cara penulisan dan pembahasan yang sangat baik. Hal ini sangat
diperlukan untuk menjaga keotentikanya agar penulisan dari hasil penelitian dapat
sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Sistematika pembahsan dalam
penulisan ini terdiri dalam lima bab yang tersusun secara sistematis.
Bab pertama, berisi tentang pendahuluan sebagai pengantar secara
keseluruhan, sehingga dalam bab ini akan diperoleh gambaran umum mengenai
pembahasan skripsi, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab dua, menjelaskan dan memaparkan mengenai sejarah Dusun Karang
Sari, Bojong, Muntilan termasuk dari berbagai aspek kehidupan sosial. Adapun
cangkupan pada bab ini meliputi letak dan aksesibilitas wilayah Dusun, luas dan
jumlah penduduk, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, keberagamaan, dan
pemilahan sosial Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pada Dusun Karang sari.
Uraian ini dimaksudkan untuk melihat latar belakang masyarakat padukuhan
Karang Sari.
Bab tiga, menguraikan sejarah lahirnya NU dan Muhammadiyah di Dusun
Karang Sari dan bagaimana dinamika konflik yang terjadi di Dusun Karang Sari,
Bojong, Muntilan, meliputi dari faktor-faktor konflik, proses terjadinya konflik,
27
pihak-pihak yang berkonflik. Perbedaan paham keagamaan dalam pembahasan ini
dimaksudkan untuk memahami dan mengetahui bagaimana kondisi serta situasi
yang dialami oleh masyarakat secara umum, utuh, dan riil serta akan memberikan
gambaran awal mengenai apa yang akan dikaji pada pembahasan selanjutnya.
Bab keempat, memuat analisis hasil penelitian dengan mengklarifikasi dan
mengkonfirmasi teori yang ada, mengenai implementasi atau penerapan teori
konflik yaitu bagaimana pengaruh dan resolusi konflik paham keagamaan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pada masyarakat Dusun Karang Sari,
Bojong, Muntilan. Dengan menganalisis fenomena yang terjadi dilapangan agar
dapat mewujudkan hidup bermasyarakat yang saling berintergarasi dan hidup
seimbang dalam keseharinya.
Bab lima, adalah membahas secara singkat mengenai kesimpulan
berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan dan menjadi
penutup dari pembahasan penelitian ini.
98
BAB V
KESIMPULAN
Paham keagamaan yang tumbuh pada masyarakat Karang Sari yaitu paham
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, sering kali diwarnai dengan berbagai
peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan konflik tak bisa dihindarkan antar
keduanya. Faktor-faktor terjadinya konflik pada masyarakat Karang Sari
diantaranya,
1. perbedaan dalam penetapan 1 Zulhijah dan hari raya Idhul Adha ini memicu
peristiwa konflik pada masyarakat Karang Sari.
2. Perbedaan cara ritual keagamaan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
dimana perbedaan doktrin di antara ke dua kelompok itu menyebabkan
pertentangan doktrin organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, ketiga
3. Konflik Elite dimana setiap kelompok memliki tingkat kepentingan yang
berbeda-beda, adanya perbedaan kepentingan kekuasaan tersebut elite
kelompok melakukan segala cara untuk mencapai tujuan kolektif, sehingga
memicu terjadinya konflik antar dua ormas Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
Proses berjalanya konflik diawali dengan Perbedaan penentuan hari raya
Idhul Adha yang terjadi pada masyarakat Dusun Karang Sari menjadi awal
kedua ormas keagamaan mengalami perpecahan. Selanjutnya dalam
pelaksanaan peribadahan Masjid al-Falah yang dipergunakan sebagai sarana
99
peribadahan kedua ormas Islam tersebut, dalam perjalanannya tidak menutup
kemungkinan terjadi perselisihan. Penuntutan status kekuasaan tempat
peribadahan yang terjadi pada Masjid Al-Falah merupakan peristiwa konflik
kedua yang dialami kedua ormas kegamaan masyarakat Karang Sari.
Selanjutnya pada area politik pesta demokrasi pemilihan Kepala Dukuh
diwarnai dengan gesekan-gesekan atau persaingan antar kedua ormas Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah, mereka memiliki calon sendiri-sendiri. Bahkan
perselisihan yang terjadi saling mengintegrasikan anggota kelompoknya
masing-masing untuk tujuan kolektif kelompok yaitu memilih calon yang
mereka usungnya, dalam hal ini konflik elite yang terjadi merupakan gambaran
pada peristiwa saat itu.
Konflik-konflik yang dialami Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pada
masyarakat karang sari, dimula dari penentuan hari raya Idul Adha, perebutan
status kekuasaan Masjid Al-Falah, dan konflik elite dusun merupakan konflik
dimana para anggota atau jamaah kedua ormas tersebut masing-masing merasa
bahwa mereka semata-mata sebagai wakil dari kelompok Nahdlatul Ulama
maupun Muhammadiyah yang berjuang bukan untuk diri sendiri tetapi hanya
untuk cita-cita atau tujuan kolektif yang diwakili oleh angota-anggota
kelompok. Seperti halnya dalam kasus perebutan status kekuasaan Masjid Al-
Falah, mereka berintegrasi dalam in-group agar mencapai tujuan kolektif yaitu
kepemilikan tempat peribadahan tersebut. Kemudian, dalam konflik elite dusun
mereka mengintegrasikan anggota ormasnya masing-masing (in-group) untuk
memilih calonya masing-masing sebagai usaha melawan kelompok lain agar
100
dapat memenangkan kursi kekuasaan dukuh sebagai tujuan bersama. Dalam hal
ini, sangat mungkin konflik terjadi lebih radikal serta tidak mengenal ampun
ketimbang mereka yang berkonflik atas dasar alasan atau tujuan pribadi.
Penghapusan unsur-unsur pribadi cenderung mempertajam konflik karena
terdapat unsur-unsur pengubah, dimana faktor-faktor pribadi biasanya akan
dimasukan. Integrasi (in-group) mereka semakin tinggi dengan adanya konflik
dengan kelompok lain (out-group) untuk pencapaian-pencapain tujuan kolektif
masing-masing organsasi yang ada di Dusun Karang sari.
Dalam upaya untuk menjaga kerukunan antar masyarakat, banyak upaya
yang harus dilakukan untuk mengikis sedikit demi sedikit gesekan-gesekan yang
terjadi antar masyarakat demi menjaga stabilitas kehidupan masyarakat. Strategi
yang dilakukan yaitu dengan negosiasi dan mediasi. Negosiasi dilakukan oleh
aparat pemerintah desa yaitu Kepala Desa sendiri Bapak Asrofi yang kemudian
memanggil pihak ketiga yaitu Bapak Kyai Muh. Zuhaery untuk menengahi
konflik agar tidak berkepanjangan karena beliau dari pihak luar atau netral.
Selanjutnya, Bapak Suyitno selaku Kepala Dukuh juga berusaha menjembatani
perselisihan warganya dengan mempertemukan melalui kegiatan-kegiatan sosial
dan lain sebaginya.
Coser juga melihat konflik merupakan kualitas produktif daya hidup
masyarakat yang akan menghasilkan perubahan-perubahan. Artinya, konflik
dapat menghasilkan perubahan baru yang bermuara pada perbaikan, agar
konflik tidak merusak di luar kendali oleh bapak Asrofi selaku elite dusun, maka
kelompok-kelompok organisasi harus dikendalikan melalui berbagai negosiasi
101
ataupun mediasi yang dilakukan oleh bapak Asrofi untuk mengendalikan
konflik. Namun cara-cara pengendalian tersebut, tidak akan berjalan jika dari
masing-masing kelompok tidak memiliki itikad baik, artinya mereka harus
memiliki niat dan harus didasasi oleh itikad baik untuk mau berkompromi.
konflik yang selama ini terjadi antar kedua ormas itu secara tidak langsung akan
berubah menjadi kerja sama melalui berbagai kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh elite dusun, karena mereka menganggap atau meyakini
bahwa diatas hal-hal yang membuat mereka saling berkonflik itu, ada hal yang
jauh lebih penting untuk dihadapi bersama.
1
DAFTAR PUSTAKA
James Henslim, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi. Jakarta: Erlangga. 2007.
Palmer, Richard E. Hermeneutika: Teori Baru Mnegenai Interpretasi terj. Musnur
Hery & Damanhuri Muhammed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.
Subiantoro, Rudi. Profil Lembaga Sosial Keagamaan di Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI Biro Hukum dan Humas. 2002.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES.
1985.
Nata, Abuddin . Metodologi Study Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
2006
Saifuddin, A. Fedyani. Konflik dan Integrasi Perbedaan Faham dalam Agama
Islam. Yogyakarta. 1986.
Wirawan, I.B. Teori-Teori Sosiologi Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana
Group. 2013.
Ismail, Nawari. Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal. Bandung: Lubuk
Agung. 2011.
Hamilton, Peter. Talcott Parsons dan pemikiranya: Sebuah pengantar, terj.
Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1990.
Veegar, K. J. Realitas Sosial Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu
Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosioloogi. Jakarta: Gramedia.
1985.
Wulansari, Dewi. Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Refika Aditama 2009.
2
Soekamto, Soerjono dan Lestari, Ratih. Fungsionalisme dan Teori Konflik Dalam
Perkembangan Sosiologi. Jakarta: Sinar Grafika. 1988.
Poloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
1994.
Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2002.
Nawawi, H. Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 1983.
Kounter, Ronny. Metode Penulisan: Penyusun Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit
PPM. 2007
Walizer, M. Metode dan Analisis Penulisan. Jakarta: Erlangga. 1978,
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offiset. 1987.
Soehadha, M. Pengantar Metodologi Penulisan Sosial Kualitatif. Yogyakarta:
Suka Press. 2003.
Nasution, Metode Research: Penulisan Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. 2001.
Arikunto, Suharismi. Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Jinan, Muttoharun. Arus Balik Aktivitas NU dan Muhammadiyah, dalam
“Muhammadiyah-NU Mendayung Ukhuwah di Tengah Peradaban”.
Malang: UMM Press. 2004.
Hasyim, Masykur. Merakit Negeri Berserakan. Surabaya: Yayasan 95. 2002.
Ida, Laode. Nu Muda. Jakarta: Erlangga. 2004.
3
Ridwan. Paradigma Politik NU (Relasi Sunni-NU Dalam Pemikiran Politik).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004.
Amin, Masyhur. NU dan Ijtihad Politik Kewarganegaraan. Yogyakarta: Al-amin
Press. 1996.
Sutarno. Muhammadiyah Gerakan Sosial Keagamaan Modernis. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah. 2005.
Darban, A. Adaby dan Pasha, M. Kemal. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam
(dalam prespektif Historis dan Ideologis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2000.
Lubis, Arbiah. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi
Perbandingan. Jakarta: Bulan Bintang. 1993..
Sampoerno, Daoed. Membina Sumber Daya Manusia Muhammadiyah Yang
Berkualitas, Dalam Edy Suandi Hamid (ED), Rekonstruksi Gerakan
Muhammadiyah Pada Era Multi Peradaban. Yogyakarta: Pimpinan Pusat
Muhammadiyah. 2001.
Nashir, Haedar. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: BIGRAF
Publishing. 2000.
Damami, Muhammad. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Fajar
Pustaka. 2004
Ali, Mohamad dan Ali, Marpuji. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah : Tinjauan
Historis dan Praktis.
Sjamsudduha. Konflik dan Rekonsiliasi NU Muhammadiyah. Surabaya: PT. Bina
Ilmu. 1999.
4
Izzudin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam
Menentukan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2007.
Al Atsary, A. Yusuf. Pilih Hisab Atau Ru’yah Sebuah Telaah Ilmiyah Dalam
Menjawab Polemik Seputar Penentuan Puasa dan Hari Raya. Solo: Pustaka
Darul Muslimin. 2010.
Geertz, Clifford. The Religion of Java. Aswa Mahasin (terj.) , Abangan, Santri,
Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. 1983.
Utama, Prawowo W. Kamus Lengkap Jawa-Indonesia, Indonesia-Jawa.
Yogyakarta: Bintang cemerlang. 2011.
Sujana, Asep. Retail Negotiator Guidance. Jakarta: PT. SUN. Printing. 2004.
Strake, J.G. Pengantar Hukum Internasional I Edisi Kesepuluh, Terj. Bambang
Iriana Djajaatmadja SH. Jakarta: Sinar Grafika.
SUMBER E-JURNAL
Zakiya, Drajat. “Muhammadiyah dan NU: Penjaga Moderatisme Islam di
Indonesia”, Indonesian Journal of Multidiciplinary Islamic Studies, Vol. 1,
No. , (Januari 2017)
SUMBER SKRIPSI
Abdurrahman, Muhammad. Tahlilan Di Desa Bumirejo Kecamatan Mungkid
Kabupaten Magelang (Studi Konflik Sosial Dalam Pemahaman
Keagamaan). Yogyakarta: UIN SUKA. 2015.
5
Masodi. Negosiasi Identitas Antara NU dan Muhammadiyah (Studi Kasus di Desa
Gladak Anyar Kecamatan Kota Pamekasan Kabupaten Pamekasan).
Yogyakarta: UIN SUKA. 2017.
Raharjo, Shodiq. Konflik antara NU dan Muhammadiyah (1960-2002) Studi
Kasus di Wonokrowo Pleret Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga. 2013.
SUMBER INTERNET
Ernawati, Susi. Pengertian Disintegrasi, http://www.berpendidikan. com/2015/09/
pengertian- disintegrasi-sosial-dan-bentuk-bentuknya.html. Di akses pada
15 Oktober 2016. Jam 21.45 Wib.
6
LAMPIRAN FOTO
Ranting Muhammadiyah Desa Bojong
7
Masjid Al-Falah Dusun Karang Sari
Masjid Al-Sajadah Dusun Karang Sari
8
Wilayah Dusun Karang Sari, Bojong, Muntilan
9
PEDOMAN WAWANCARA
A. Wawancara kepada Organisasi Nahdlatul Ulama (NU)
1. Apa yang anda ketahui tentang agama dan Nahdlatul Ulama?
2. Bagaimana sejarah dan persebaran Nahdlatul Ulama di Dusun Karang Sari?
3. Selain Nahdlatul Ulama, apakah ada organisasi laindilingkungan anda?
Dan bagaimana sikap anda terhadap kelompok tersebut?
4. Dalam pemahaman keagamaan hal apa saja yang dianggap berbeda oleh
kelompok anda?
5. Bagaimana anda menyikapi perbedaan tersebut?
6. Kasus-kasus apa yang pernah terjadi antar kelompok Nahdlatul Ulama dan
kelompok lain?
7. Bagaimana pengaruh dari kasus-kasus tersebut terhadap masyarakat?
8. Dalam hal apa saja titik temu antar organisasi anda dengan organisasi lain?
9. Bagaiaman upaya untuk memperbaiki dan mempersatukan kedua kelompok
organisasi tersebut?
B. Wawancara kepada Muhammadiyah
1. Apa yang anda ketahui tentang agama dan Muhammadiyah?
2. Bagaimana sejarah dan persebaran Muhammadiyah di Dusun Karang Sari?
3. Selain Muhammadiyah, apakah ada organisasi lain dilingkungan anda? Dan
bagaimana sikap anda terhadap kelompok tersebut?
10
4. Dalam pemahaman keagamaan hal apa saja yang dianggap berbeda oleh
kelompok anda?
5. Bagaimana anda menyikapi perbedaan tersebut?
6. Kasus-kasus apa yang pernah terjadi antar kelompok Muhammadiyah dan
kelompok lain?
7. Bagaimana pengaruh dari kasus-kasus tersebut terhadap masyarakat?
8. Dalam hal apa saja titik temu antar organisasi anda dengan organisasi lain?
9. Bagaiaman upaya untuk memperbaiki dan mempersatukan kedua kelompok
organisasi tersebut?
C. Wawancara kepada kepala desa, kepala dusun, tokoh agama, dan tokoh
masyarakat
1. Bagaimana realitas kehidupan masyarakat Dusun Karang Sari?
2. Bagaimana pandangan dan hubungan terhadap keberadaan Organisasi
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah?
3. Dimana titik temu antar kedua organisasi tersebut?
4. Bagaimana upaya mempersatukan kedua ormas tersebut?
5. Siapa saja yang terlibat dengan kasus-kasus yang terjadi?
D. Pedoman Observasi
1. Mengamati situasi kondisi masyarakat Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
2. Mengamati tingkah laku, perbedaan ritual keagamaan antar keduanya.
11
3. Mengamati langsung tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pihak
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
E. Pedoman Dokumentasi
1. Untuk pemerintah
a. Mencari tentang dokumen data Desa Bojong dan Dusun Karang Sari.
b. Mencari dokumen data tentang letak dan geografis Dusun karang Sari.
c. Mencari dokumen data tentang luas wilayah Dusun Karang Sari.
d. Mencari dokumen data tentang mata pencaharian Dusun Karang Sari.
e. Mencari dokumen data tentang tingkat pendidikan Dusun Karang Sari.
f. Mencari dokumen tentang jumlah penduduk antar Rukun Tetangga
(RT) pada masyarakat Dusun Karang Sari.
2. Untuk kedua organisasi
a. Memotret dan mendokumentasi dengan cara merekam percakapan saat
melaksanakan wawancara.
b. Memotret sarana peribadahan Dusun Karang Sari.
12
DAFTAR INFORMAN
No Nama Paham Keagamaan Jabatan
1 Asrofi Muhammadiyah Kepala Desa
2 Suyitno Nahdlatul Ulama Kepala Dusun
3 Suyatno Nahdlatul Ulama Takmir Masjid N.U.
4 Mubasir Nahdlatul Ulama Ustadz Nahdlatul Ulama
5 Suyadi Nahdlatul Ulama Tokoh Nahdlatul Ulama
6 H. Dawam Muhammadiyah Perintis Muhammadiyah
7 Subagio Muhammadiyah Ketua Umum Muhammadiyah
8 Latifah Muahmmadiyah Ketua R.A. Muhmmadiyah
9 Marsudi Muahmmadiyah Tokoh Muhammadiyah
10 Mulyono Muhammadiyah Masyarakat
11 Siti K. Nahdlatul Ulama Masyarakat
12 Kholil Netral Masyarakat
13 Surono Netral Masyarakat
13
CuriculumVitae (CV)
1. Data Diri
Nama : Sigit Septiadi
Tempat, Tanggal Lahir : Karang Tunggal,
13 September 1995
Alamat : Karang Tunggal, Parenggean,
Sampit, Kalimantan tengah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bapak : Kardiman
Ibu : Riyanti
Telephone : 085702246044
E-mail : Sgtseptiadi@gmail.com
2. Riwayat Pendidikan
a. Lulus SDN II Karang Tunggal Tahun 2007
b. Lulus SMPN 3 Parenggean Tahun 2010
c. Lulus SMK Darul Qur’an Wonosari Tahun 2013
d. UIN Sunan Kalijaga Jurusan Sosiologi Agama
Yogyakarta, 12 Mei 2018
Sigit Septiadi
Nim : 13540045
Recommended