View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Tugas Pokok BPK
Tugas pokok Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 5, adalah memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan-keuangan negara, berdasarkan Undang-Undang No.15 tahun 2006
pemeriksaan BPK meliputi semua Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan Anggaran Perusahaan-
Perusahaan Milik Negara / Daerah (BUMN/D), yang pada hakekatnya seluruh kekayaan
negara. Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan suatu badan yang terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan Pemerintah. Dalam buku Rencana Strategis BPK 2011-2015 Ketua BPK Hadi
Poernomo menyebutkan bahwa “BPK telah mengalami perkembangan yang signifikan
dalam dasawarsa terakhir ini. Sejak diterbitkannya paket undang-undang tentang
keuangan negara pada tahun 2003-2004 dan dengan dikeluarkannya UU No.15/2006
tentang BPK sebagai pengganti UU No. 5/1973, peran dan posisi BPK sebagai lembaga
pemeriksa keuangan negara diperkuat dari segi pemeriksaan, organisasi, pegawai, dan
anggaran”. Dan yang menjadi dasar pertimbangan :
1. Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, perlu lembaga pemeriksa yang bebas,
mandiri dan profesional.
2. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Berdasarkan SK BPK-RI NOMOR 39/K/I-VIII.3/7/2007 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pelaksana BPK, Inspektorat Utama (ITAMA) merupakan salah satu unsur
pelaksana tugas BPK yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada BPK.
Itama mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi
seluruh unsur Pelaksana BPK.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106, Itama
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan dan pengevaluasian rencana aksi Itama dengan mengidentifikasi
indikator kinerja utama berdasarkan rencana implementasi rencana strategis
BPK;
b. Perumusan rencana kegiatan Itama berdasarkan rencana aksi serta tugas dan
fungsi Itama;
c. Perumusan kebijakan pengawasan di lingkungan Pelaksana BPK;
d. Pelaksanaan pengawasan di lingkungan Pelaksana BPK;
e. Pemberian pertimbangan aspek-aspek pengendalian intern dalam rangka
penyempurnaan sistem dan prosedur kerja;
f. Pelaksanaan reviu atas konsep Laporan Keuangan BPK;
g. Pelaksanaan reviu atas sistem pengendalian mutu pemeriksaan;
h. Penyelenggaraan administrasi Majelis Kehormatan Kode Etik BPK;
i. Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh BPK;
j. Pelaporan hasil kegiatan secara berkala kepada BPK.
Nilai-nilai dasar yang digunakan di BPK :
Independensi : BPK adalah lembaga negara yang independen di bidang organisasi,
legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh lembaga negara lainnya.
Integritas : BPK menjujung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap pemeriksa dalam
melaksanakan tugasnya, menjujung tinggi kode etik pemeriksa dan standar perilaku
profesional.
Profesionalisme : BPK melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme
pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-nilai kelembagaan organisasi.
SDM yang berintegritas :
Peningkatan integritas dilakukan melalui penerapan kode etik dan menegakkan
aturan yang berlaku dengan lebih tegas. Untuk mendukung ini, BPK telah menerbitkan
Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Kode Etik BPK dan Keputusan Sekjen
BPK No. 21/K/X-XIII.2/1/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dan
Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil Pada Pelaksana Badan Pemeriksa
Keuangan.
Dalam implementasinya BPK menerapkan sistem reward dan punishment.
Pemberian hukuman diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pegawai baik
berupa teguran tertulis/lisan, penurunan gaji, penurunan pangkat, pembebasan jabatan
hingga pemberhentian. Rekapitulasi pegawai yang terkena hukuman disiplin dapat
dilihat.
Sedangkan reward yang diberikan kepada pegawai yang berprestasi dapat berupa
promosi jabatan maupun grade, kenaikan pangkat istimewa, penghargaan dari BPK dan
Presiden, yang diharapkan dapat memotivasi pegawai untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
SDM yang profesional :
Untuk memenuhi SDM yang profesional, BPK telah melakukan penataan
pengelolaan SDM berbasis kompetensi. Hal ini dimulai dengan kegiatan penyusunan
standar kompetensi yang digunakan sebagai standar penilaian kompetensi pegawai.
Hasil penilaian kompetensi tersebut selanjutnya digunakan untuk menyusun program
pengembangan kompetensi SDM. Penerapan standar kompetensi ini sudah mulai
diterapkan saat melakukan rekrutmen. Pegawai yang masuk ke BPK sudah diuji
berdasarkan kompetensi teknis, manajerial maupun perilaku.
BPK juga mengembangkan pusat pendidikan dan pelatihan dengan tugas utama
untuk menyusun dan menyelenggarakan berbagai program pelatihan sesuai dengan
kebutuhan BPK. Seluruh pegawai BPK wajib mengikuti pendidikan profesional
berkelanjutan, berupa pelatihan 40 jam dalam setahun. Pada tahun 2008, realisasi rata-
rata jam pelatihan per pemeriksa adalah 52 jam per tahun.
BPK juga telah melakukan kerja sama pengembangan dan peningkatan kualitas
SDM di bidang pemeriksaan maupun non pemeriksaan dengan berbagai pihak, baik
nasional maupun internasional, antara lain :
1. Bidang metodologi pemeriksaan kinerja dan keuangan dengan BPK Australia
2. Bidang pemeriksaan investigatif dengan instansi penegak hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, KPK) dan Pusat Pelaporan Akuntansi dan Transaksi Keuangan
(PPATK)
3. Bidang pemeriksaan lingkungan dan bencana alam, serta penggunaan teknologi
Geographic Information System dan Remote Sensing dengan BRR, LAPAN,
ITB, beberapa BPK negara lain, dan INTOSAI.
Selain pengembangan kompetensi untuk mewujudkan profesionalisme, BPK
berupaya meningkatkan kesejahteraan pegawai melalui perbaikan remunerasi.
Remunerasi tersebut disusun melalui proses evaluasi jabatan (Job Evaluation) dengan
mempertimbangkan faktor pendidikan dan keahlian, tingkat kesulitan dan dampak suatu
pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain. Hasil evaluasi jabatan adalah
berupa peringkat pegawai di BPK sebanyak 27 grade. Kemudian pegawai BPK
menerima remunerasi sesuai dengan grade tersebut.
II.1.1.1. Jenis Audit Sektor Publik
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah
mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas
dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor
publik, yaitu :
1. Audit keuangan (financial audit)
Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan
diotorisasi serta dicatat secara benar.
2. Audit kepatuhan (complience audit)
Audit yang memverifikasi / memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk
pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang
peraturan.
3. Audit kinerja (performance audit)
Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan
prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan
dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi
yang diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan
penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam
pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan
dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah
dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
II.1.1.2. Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan ITAMA yaitu melaksanakan pengawasan, memantau
tindak lanjut pengawasan, mereviu bahan penyiapan penyusunan laporan keuangan BPK, serta
menindaklanjuti laporan pengaduan penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, dan
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai di lingkungan BPK. Selain itu ITAMA
melakukan pemeriksaan pengendalian mutu (quality insurance) terhadap :
1. Audit Keuangan yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat /
daerah (termasuk BUMN/D) untuk memberikan pernyataan opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut.
2. Audit Kinerja yaitu pemeriksaan atas kegiatan pengelolaan keuangan negara
untuk menilai apakah telah dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
3. Audit dengan tujuan tertentu yaitu pemeriksaaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus seperti audit investigasi, pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan
lain-lain.
II.1.1.3. Auditing
Boyton, W.C., Johnson, R.N., & Kell, W.G. (2002) “Auditing adalah suatu
proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti yang berhubungan secara
objektif mengenai asersi-asersi dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan”.
Agoes S. (2008) mendefinisikan, “Auditing adalah jasa yang diberikan oleh
auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan
perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau
menemukan kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan
ditemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan laporan keuangan dimaksudkan
untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia”.
II.1.1.4. Jenis Auditor
Jenis-jenis auditor dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan
negara pada instansi-instansi pemerintah untuk memeriksa tanggung jawab
tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh
karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas audit yang
dilakukannya terutama ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan
tempat dimana ia bekerja.
3. Auditor Independen
Tanggung jawab utama auditor independen atau lebih umum disebut akuntan
publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang
diterbitkan perusahaan.
II.1.1.5. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para pemeriksa dalam melakukan
tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika
masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan
hasil pemeriksaan yang bernilai tambah menuntut BPK menyempurnakan standar audit
pemerintah (SAP) 1995.
SAP 1995 dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih
lagi sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi
amanat Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus
menyusun standar pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Maka dari itu pada
awal tahun 2007 BPK telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan
yang diberi nama “Standar Pemeriksaan Keuangan Negara” atau disingkat dengan
“SPKN”.
SPKN ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01 Tahun 2007 sebagaimana
amanat UU yang ada. Dengan demikian, sejak ditetapkannya Peraturan BPK ini dan
dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat BPK maupun pihak lain
yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
II.1.1.6. Kode Etik Pemeriksa BPK
1. Untuk menjamin independensi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
pemeriksa wajib:
a. Bersikap netral dan tidak memihak
b. Menghindari terjadinya benturan kepentingan dalam melaksanakan
kewajiban profesionalnya.
c. Mempertimbangkan informasi, pandangan dan tanggapan dari pihak yang
diperiksa dalam menyusun opini atau laporan pemeriksaan.
2. Untuk menjamin independensi dalam menjalakan tugas dan wewenangnya,
pemeriksa dilarang:
a. Merangkap jabatan dalam lingkungan lembaga negara yang lain, badan-
badan lain yang mengelola keuangan negara, dan perusahaan swasta nasional
atau asing.
b. Membocorkan informasi yang diperolehnya dari auditee.
c. Dipengaruhi oleh prasangka, interpretasi atau kepentingan tertentu, baik
kepentingan pribadi pemeriksa sendiri maupun pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan dengan hasil pemeriksaan.
3. Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
pemeriksa wajib:
a. Menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian dan kecermatan.
b. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan, rahasia pihak yang diperiksa
dan hanya mengemukakannya kepada pejabat yang berwenang.
c. Menghindari pemanfaatan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan
atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
4. Untuk menjunjung profesionalisme dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
pemeriksa dilarang :
a. Mengungkapkan informasi yang terdapat dalam proses pemeriksaan kepada
pihak lain, baik lisan maupun tertulis, kecuali untuk kepentingan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan kepada media massa kecuali atas
ijin atau perintah Ketua atau Wakil Ketua atau Anggota BPK.
c. Mendiskusikan pekerjaannya dengan auditee diluar kantor BPK atau kantor
auditee.
II.2. Kualitas Audit
Menurut Boynton dan Kell dalam (2002), kualitas jasa sangat penting untuk
meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab kepada klien, masyarakat umum, dan
aturan-aturan. De Angelo (dalam Alim dkk, 2007) mendefinisikan kualitas audit sebagai
probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem
akuntansi auditee. Sedangkan dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), yang
dikeluarkan oleh IAI tahun 1994 dinyatakan bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup
mutu profesional auditor. Kriteria mutu profesional auditor seperti yang diatur oleh
standar umum auditing meliputi independensi, integritas dan objektivitas. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa audit bertujuan meyakinkan
bahwa profesi bertanggung jawab kepada klien dan masyarakat umum yang juga
mencakup mengenai mutu profesional auditor.
Dalam Simposium Nasional Akuntansi 5 (2002:562) disebutkan bahwa ada lima
macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah yang bisa
menjelaskan mengapa kualitas diartikan secara berbeda-beda. Kelima perspektif itu
adalah :
1. Trancedental approach, pendekatan ini memandang bahwa kualitas sebagai innate
excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan
dan dioperasionalkan.
2. Product based approach, pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. User based approach, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling
memuaskan preferensi seorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
4. Manufacturing based approach, pendekatan ini bersifat supply based dan terutama
memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta
mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan.
5. Value based approach, pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga.
Hasil penelitian Behn et al dalam (Simposium Nasional Akuntansi 5 2002:563)
ada 6 atribut kualitas audit (dari 12 atribut) yang berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan klien, yaitu : pengalaman melakukan audit, memahami industri klien, responsif
atas kebutuhan klien, taat pada standar umum, keterlibatan pimpinan KAP, dan
keterlibatan komite audit.
Berikut ini adalah 12 atribut kualitas audit yaitu :
1. Pengalaman melakukan audit (client experience)
Pengalaman merupakan atribut yang penting yang harus dimiliki oleh auditor.
Hal ini terbukti dengan tingkat kesalahan yang dibuat oleh auditor yang tidak
berpengalaman lebih banyak daripada auditor berpengalaman.
2. Memahami industri klien (industry expertise)
Auditor juga harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi industri
tempat operasi suatu usaha, seperti kondisi ekonomi, peraturan pemerintah serta
perubahan teknologi yang berpengaruh terhadap auditnya.
3. Responsive atas kebutuhan klien (Responsiveness)
Atribut yang membuat klien memutuskan pilihannya terhadap suatu KAP adalah
kesungguhan KAP tersebut memperhatikan kebutuhan kliennya.
4. Taat pada standar umum (Technical competence)
Kredibilitas auditor tergantung kepada: kemungkinan auditor mendeteksi
kesalahan yang material dan kesalahan penyajian serta kemungkinan auditor
akan melaporkan apa yang ditemukannya. Kedua hal tersebut mencerminkan
terlaksananya standar umum.
5. Independensi (Independence)
Independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk
tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Bersikap independen
artinya tidak mudah dipengaruhi.
6. Sikap hati-hati (Due Care)
Auditor yang bekerja dengan sikap kehati-hatian akan bekerja dengan cermat dan
teliti sehingga menghasilkan audit yang baik, dapat mendeteksi dan melaporkan
kekeliruan serta ketidakberesan.
7. Komitmen yang kuat terhadap kualitas audit (Quality Commitment)
IAI sebagai induk organisasi akuntan publik di Indonesia mewajibkan para
anggotanya untuk mengikuti program pendidikan profesi berkelanjutan dan
untuk menjadi anggota baru harus mengikuti program profesi akuntan (PPA)
agar kerja auditnya berkualitas hal ini menunjukkan komitmen yang kuat dari
IAI dan para anggotanya.
8. Keterlibatan pimpinan KAP
Pemimpin yang baik perlu menjadi vocal point yang mampu memberikan
perspektif dan visi luas atas kegiatan perbaikan serta mampu memotivasi,
mengakui dan menghargai upaya dan prestasi perorangan maupun kelompok.
9. Melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat (field work conduct)
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat
pekerjaan yang harus dilaksanakan dan membuat suatu program audit secara
tertulis, dengan tepat dan matang akan membuat keputusan klien.
10. Keterlibatan komite audit
Komite audit diperlukan dalam suatu organisasi bisnis untuk mengawasi proses
audit dan memungkinkan terwujudnya kejujuran pelaporan keuangan.
11. Standar etika yang tinggi (Ethical Standard)
Dalam usaha untuk meningkatkan akuntabilitasnya, seorang auditor harus
menegakkan etika profesional yang tinggi agar timbul kepercayaan dari
masyarakat.
12. Tidak mudah percaya
Auditor tidak boleh menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur,
tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa manajer adalah orang yang tidak
diragukan lagi kejujurannya, adanya sikap tersebut akan memberikan hasil audit
yang bermutu dan akan memberikan kepuasan bagi klien.
Wooten (2003) telah mengembangkan model kualitas audit dari membangun teori
dan penelitian empiris yang ada. Model yang dibuat oleh Wooten meliputi:
1. Deteksi salah saji
2. Kesesuaian dengan standar
3. Kepatuhan terhadap SOP (Standar Operasional dan Prosedur)
4. Resiko audit
5. Prinsip kehati-hatian, dan
6. Proses pengendalian pekerjaan oleh supervisor.
Menurut Standar Audit sektor Publik (SAP, 1995), dalam standar Pekerjaan
Lapangan Audit Keuangan menyebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk
sedemikian rupa mewaspadai karakteristik dan jenis ketidakberesan material yang
potensial, yang berkaitan dengan bidang yang diaudit sehingga auditor dapat
merencanakan auditnya untuk memberikan kepastian yang memadai dalam mendeteksi
ketidakberesan material tersebut.
II.2.1. Kualitas Audit Menurut BPK
Menurut Panduan Manajemen Pemeriksaan (BPK, 2008) standar kualitas audit
terdiri dari kualitas strategis, kualitas teknis dan kualitas proses. Kualitas strategis berarti
bahwa hasil pemeriksaan harus memberikan informasi kepada pengguna laporan secara
tepat waktu. Kualitas teknis berarti berkaitan dengan penyajian temuan, simpulan dan
opini atau saran pemeriksaan yaitu bahwa penyajiannya harus jelas, konsisten, aksesibel
dan obyektif. Sedangkan kualitas proses mengacu pada proses kegiatan pemeriksaan,
sejak pemeriksaan, pelaksanaan, pelaporan sampai dengan tindak lanjut pemeriksaan.
II.3. Kompetensi
Lee dan Stone (1995) mendefinisikan kompetensi sebagai keahlian yang cukup
secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Sedangkan
Troter (1986) dalam Saifuddin (2004) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten
adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah,
cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan.
Webster Ninth New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastanti (2005:88)
mendefinisikan kompetensi adalah ketrampilan dari seorang ahli. Dimana ahli
didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu yang
diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.
Adapun Bedard (1986) dalam Sri Lastanti (2005:88) mengartikan keahlian atau
kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan prosedural
yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit
II.3.1. Kompetensi Menurut BPK
Kompetensi atau keterampilan hidup dinyatakan dalam kecakapan, kebiasaan,
keterampilan, kegiatan, perbuatan, atau performansi yang dapat diamati dan dapat
diukur. Kompetensi yang berkenaan dengan kompetensi tahap tinggi memiliki aspek
yaitu : pengetahuan, keterampilan, proses berfikir, penyesuaian diri, sikap dan nilai-nilai.
Jenis-jenis kompetensi :
a. Kompetensi dasar adalah kecakapan, kebiasaan atau keterampilan-keterampilan
awal dan essensial yang harus dikuasai siswa untuk menguasai kompetensi yang
lebih tinggi. Kompetensi dasar juga mencakup penguasaan dan keterampilan
untuk menjaga, memelihara mempertahankan dan mengembangkan diri baik
secara fisik, sosial, intelektual maupun moral.
b. Kompetensi umum, merupakan penguasaan kecakapan dan keterampilan yang
diperlukan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, di sekolah, di
masyarakat ataupun lingkungan kerja.
c. Kompetensi akademik, merupakan kemampuan, kecakapan keterampilan
mengaplikasikan atau menerapkan teori, konsep, kaidah, prinsip, model di dalam
kehidupan. Kompetensi akademik juga berkenaan dengan penerapan dan
pengembangan kecakapan masalah dan kreativitas.
d. Kompetensi vakasional, berkenaan dengan pengembangan kecakapan dan
keterampilan praktis dalam satu bidang pekerjaan.
e. Kompetensi profesional, merupakan penguasaan kecakapan, kebiasaan,
keterampilan akademik dan vakasional tingkat tinggi.
Kurikulum diklat berbasis kompetensi (2009)
II.4 Independensi
II.4.1. Pengertian Independensi
Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan
memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada
manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independen
tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance) (IAI 2001). Akuntan tidak independen apabila selama periode audit dan
selama periode penugasan profesionalnya, akuntan, Kantor Akuntan Publik maupun
orang dalam Kantor Akuntan Publik:
1. Mempunyai kepentingan keuangan baik langsung maupun tidak langsung yang
material pada klien
2. Mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien
3. Mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material
dengan klien, karyawan kunci klien atau pemegang saham klien
4. Memberikan jasa-jasa non audit tertentu kepada klien, atau
5. Memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar fee kontinjen atau
komisi. (Bapepam, 2003)
Independensi in fact memiliki pengertian sebagai suatu sikap mental tidak mudah
dipengaruhi, tidak memihak dan secara intelektual jujur (IAI 2001). Independensi in fact
menunjuk pada mutu pribadi auditor. Mutu pribadi auditor yang baik akan menentukan
dalam menghadapi situasi konflik dengan klien. Aspek personalitas yang berinteraksi
dengan kesadaran etis akan berpengaruh terhadap respon auditor dalam menghadapi
situasi konflik audit antara auditor dan klien dalam satu atau beberapa aspek fungsi
atestasi. Selain itu mutu pribadi auditor yang baik juga akan menentukan kinerjanya di
organisasi. Standar yang bisa ditetapkan oleh Kantor Akuntan Publik dalam
hubungannya dengan independensi in fact adalah menetapkan standar mutu pribadi
personel auditor yang memiliki karakter tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak dan
secara intelektual jujur.
Independensi In Appearance merupakan hasil intepretasi pihak yang
mendasarkan keputusan pada pendapat auditor terhadap independensi auditor. Kondisi
yang menyebabkan pihak lain meragukan independensi auditor antara lain: auditor
secara langsung atau tidak memiliki saham klien, auditor memiliki hubungan hutang
piutang dengan klien, auditor merangkap sebagai manajemen klien, auditor memiliki
masalah hukum dengan klien, auditor memberikan jasa pembukuan atau lainnya kepada
klien, auditor merangkap sebagai internal auditor klien (Arens 2008).
II.4.2. Standar yang Ditetapkan untuk Menjamin Independensi
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka standar yang bisa ditetapkan untuk
menjamin adanya independensi in appearance adalah dengan:
Mewajibkan semua personel, pada setiap tingkat organisasi mematuhi ketentuan
independensi sebagaimana diatur oleh IAI antara lain:
1. Larangan memiliki saham klien baik secara langsung atau tidak.
2. Larangan memiliki hubungan hutang piutang dengan klien.
3. Larangan merangkap sebagai manajemen klien.
4. Menjamin bahwa personel auditor maupun Kantor Akuntan Publik tidak
memiliki masalah hukum dengan klien.
5. Larangan merangkap sebagai internal auditor klien.
a. Menyiapkan dan memperbaharui daftar klien yang diinformasikan pada
personel sebagai dasar untuk menentukan independensi mereka.
b. Dilakukan pemisahan antara personel audit dari personel yang melakukan
consulting service.
Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap
yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan
pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinisp integritas dan
objektivitas. Berkaitan dengan hal itu, terdapat 4 hal yang mengganggu independensi
akuntan publik, yaitu :
1) Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien
2) Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri
3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien
4) Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien.
Akuntan Publik akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis,
keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya.
Definisi independensi sebagaimana yang diuraikan oleh Frankel et. al (2002)
yang dikutip oleh Salehi and Mansoury (2009):
“The Securities and Exchange Commission (SEC) defines independence as a mental
state of objectivity and lack of bias”.
Jadi independensi auditor adalah sikap mental auditor yang objektif, tidak bias
dan bebas dari pengaruh pihak lain.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada
profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua aspek, yaitu :
1. Independensi sikap mental
2. Independensi penampilan.
Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam
mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya. Independensi penampilan berarti
adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga akuntan
publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat
meragukan kebebasannya.
II.4.3. Independensi Menurut BPK
Dalam buku rencana strategis BPK 2011-2015 menyebutkan bahwa BPK
berupaya untuk dapat memberikan penilaian dan pendapat atas pelaksaan kebijakan
pemerintah. BPK melaksanakan fungsi-fungsi tersebut dengan berlandaskan pada
peningkatan kualitas pemeriksaan BPK secara berkelanjutan dan nilai-nilai dasar BPK
yang terdiri dari independensi, integritas, dan profesionalisme.
Independensi disini menyatakan bahwa BPK menjunjung tinggi independensi,
baik secara kelembagaan, organisasi, maupun individu. Dalam semua hal yang berkaitan
dengan pekerjaan pemeriksaan, kami bebas dalam sikap mental dan penampilan dari
gangguan pribadi, ekstern, dan/atau organisasi yang dapat mempengaruhi independensi.
II.5 Profesionalisme
Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi
seorang auditor internal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor
akan semakin terjamin. Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab
yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang
kompleksitas organisasi modern. Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor
menurut Hall (1968) dalam Utami (2009) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian
pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi,
dan hubungan dengan rekan seprofesi.
Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara
pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada atau
dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal dari kata profesi yang
berarti berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau
kualitas dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).
Ciri-ciri profesionalisme:
Seseorang yang memiliki jiwa profesionalisme senantiasa mendorong dirinya untuk
mewujudkan kerja-kerja yang profesionalisme. Kualitas profesionalisme didukung oleh
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal.
Seseorang yang memiliki profesionalisme tinggi akan selalu berusaha
mewujudkan dirinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Ia akan
mengidentifikasi dirinya kepada seseorang yang dipandang memiliki standar
tersebut. Yang dimaksud “standar ideal” ialah suatu perangkat perilaku yang
dipandang sempurna dan dijadikan referensi.
2. Meningkatkan dan memelihara citra profesi
Profesionalisme yang tinggi ditampilkan oleh besarnya keinginan untuk selalu
meningkatkan dan memelihara citra profesi melalui perwujudan perilaku
profesional.
3. Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional
yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan
keterampilannya.
4. Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi.
Profesionalisme ditandai dengan kualitas derajat rasa bangga akan profesi yang
dipegangnya. (Wikipedia, 2012)
Keyakinan terhadap profesi didefinisikan sebagai suatu keyakinan bahwa yang
paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan
orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan.
Sedangkan hubungan dengan rekan seprofesi diartikan dengan menggunakan ikatan
profesi sebagai acuan termasuk di dalamnya organisasi formal dan kelompok kolega
informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Dengan banyaknya tambahan masukan
akan menambah pengetahuan auditor sehingga dapat lebih bijaksana dalam membuat
perencanaan dan pertimbangan dalam proses pengauditan.
II.5.1. Profesionalisme Menurut BPK
Menurut peraturan BPK-RI No.1 tahun 2007 menyatakan bahwa “Kemahiran
profesional yaitu sikap yang mencakup pemikiran yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan”.
Berdasarkan rencana strategis BPK-RI 2011-2015 menyebutkan bahwa profesionalisme
yaitu “Suatu prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan kecermatan, serta berpedoman kepada
standar yang berlaku.
II.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kausal yaitu penelitian
untuk mengetahui pengaruh satu atau lebih variabel (Independent variable) terhadap
variabel tertentu (dependent variable).
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan metode :
1. Metode Field Research (Metode Riset Lapangan), yaitu :
Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer yang akan diteliti.
Metode ini dilakukan dengan cara :
a) Observasi
Diperoleh dengan mengamati secara langsung obyek riset sehingga dapat
diperoleh gambaran yang lebih nyata dan jelas dari keadaan dan kondisi kualitas
audit yang dilaksanakan oleh unit kerja Inspektorat Utama Badan Pemeriksaan
Keuangan.
b) Daftar Pertanyaan (kuesioner)
Yaitu suatu cara memperoleh data dengan dengan mengajukan daftar pertanyaan
kepada para Auditor.
2. Metode Riset Kepustakaan. (Library Research)
Metode yang menunjang data primer, yang diperoleh dari riset lapangan. Untuk
itu penulis membaca buku-buku tentang Badan Pemeriksa Keuangan, catatan
kuliah, literatur-literatur, contoh-contoh skripsi di perpustakan, buku-buku
bacaan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian
ini.
II.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang relevan dengan pengaruh kompetensi, independensi
dan profesionalisme auditor terhadap kualitas audit telah banyak dilakukan. Berikut ini
akan dikemukakan hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan.
Peneliti dan Tahun
penelitian Judul
Variabel yang
diteliti
Hasil penelitian
(kesimpulan)
Nurul Aini (2010) Pengaruh
kompetensi,
independensi, dan
perilaku
disfungsional
auditor terhadap
kualitas audit
Variabel
kompetensi,
independensi, dan
perilaku
disfungsional
sebagai variabel
bebas. Dan kualitas
audit sebagai
variabel terikat.
Kualitas audit yang
ada berpengaruh
pada kompetensi,
independensi, dan
perilaku
disfungsional.
Muh. Taufiq
Efendy (2010)
Pengaruh
kompetensi,
independensi, dan
motivasi terhadap
kualitas audit
aparat inspektorat
dalam pengawasan
keuangan daerah
Kompetensi,
independensi, dan
motivasi sebagai
variabel bebas.
Dan Kualiatas
audit sebagai
variabel terikat
Kompetensi,
independensi, dan
motivasi secara
simultan
berpengaruh
terhadap kualitas
audit
Rosalia Utami
(2008)
Pengaruh
profesionalisme
auditor terhadap
pertimbangan awal
tingkat materialitas
dalam proses
pengauditan
laporan keuangan
Profesionalisme
sebagai variabel
bebas dan
pertimbangan awal
tingkat materialitas
dalam proses
pengauditan
laporan keuangan
sebagai variabel
terikat.
Dari pengujian
yang dilakukan
diperoleh hasil
bahwa
profesionalisme
auditor
berpengaruh
signifikan terhadap
pertimbangan awal
tingkat materialitas
dalam proses
pengauditan
laporan keuangan.
M Nizarul Alim Pengaruh Variabel Kompetensi
(2007)
Kompetensi dan
independensi
terhadap kualitas
dengan etika
auditor sebagai
variabel moderasi
kompetensi dan
independensi
sebagai variabel
bebas dan kualitas
audit sebagai
variabel terikat
dengan etika
auditor sebagai
variabel moderasi
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit,
Interaksi
kompetensi dan
etika auditor
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit,
Independensi
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit dan
Interaksi
independen dan
etika auditor
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas audit.
II.8 Kerangka Pemikiran Penelitian
II.9 Hipotesis
Penelitian dengan tema yang serupa dilakukan oleh beberapa peneliti
menyatakan hasil yang senada seperti Aini (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa kualitas audit yang ada berpengaruh pada kompetensi, independensi, dan perilaku
disfungsional. Efendy (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetensi,
independensi, dan motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas Audit. Utami
(2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh
signifikan terhadap pertimbangan awal tingkat materialitas dalam proses pengauditan
laporan keuangan. Alim (2007) juga dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, interaksi kompetensi dan
etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, independensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit dan Interaksi independen dan etika auditor
berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Mengacu pada hasil beberapa penelitian
di atas maka penulis menarik suatu hipotesis untuk penelitian ini sebagai berikut :
PROFESIONALISME
(X3)
KUALITAS AUDIT
(Y) INDEPENDENSI
(X2)
KOMPETENSI
(X1)
(H1) : Kompetensi, independensi, dan profesionalisme auditor berpengaruh
terhadap kualitas audit.
(H2) : Semakin tinggi tingkat kompetensi auditor, semakin tinggi kualitas audit
(H3) : Semakin tinggi tingkat Independensi auditor, semakin tinggi kualitas audit
(H4) : Semakin tinggi tingkat profesionalisme auditor, semakin tinggi kualitas audit.
Recommended