laoran faal kel a4.docx

Preview:

Citation preview

BLOK KARDIOVASKULAR

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Kelompok: A4

Ketua: Darayani Amalia(NPM: 1102013070)

Sekertaris: Annisa Karla Arini S(NPM: 1102013035)

Anggota: Aiman Idrus Alatas (NPM: 1102013015)

Fega Arabela(NPM: 1102013111)

Fitrianinda Ravidan Wijaya(NPM: 1102013113)

Inna Nurrohmatul Karimah(NPM:1102013135)

Chairunissa Zata Yumni(NPM: 1102013149)

Larasti Puspita Seruni(NPM: 1102013153)

Maulidya Nur Amalia(NPM: 1102013156)

Lilik Nur Arum Sari(NPM: 1102013144)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

JL. LETJEND SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH

JAKARTA 10510

TELP. 62.21.4244574 FAX. 62.21.4244574

DAFTAR ISI

Daftar Isi1

Tahan Napas, Tekanan Pernapasan2

Teori Dasar2

Tujuan5

Alat-alat5

Tata Kerja5

Tata Kerja (1)Tahan Napas6

Hasil Praktikum7

Kesimpulan8

Tata Kerja (2)Tekanan Napas9

Hasil Praktikum10

Kesimpulan10

Tata Kerja (3)Pernapasan pada Orang11

Hasil Praktikum11

Kesimpulan13

Daftar Pustaka14

TAHAN NAFAS, TEKANAN PERNAFASAN

TEORI DASAR:

Breaking point merupakan keadaan dimana seseorang sudah tidak mampu lagi untuk menahan napas. Keadaan ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar CO2 sebagai hasil dari proses aerob tubuh yang seharusnya dikeluarkan. Pada keadaan normal, perlu terjadi keseimbangan antara tekanan O2 dan CO2. Ketika seseorang menahan napas, tidak ada keseimbangan antara jumlah O2 dan CO2 menyebabkan orang tersebut tidak mampu lagi menahan nafas .

Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi.

Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematology.

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.

1. Ventilasi

Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diagfragma.Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.

Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli.

Kekuatan Ventilasi tergantung pada faktor :

a) Kelancaran jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.

b) Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan

c) Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru

d) Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal interkosa, otot abdominal.

2. Perfusi Paru

Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan voleme atau tekanan darah sistemik.

3. Difusi

Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.

Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernapas karena berpindah mengikuti gradient tekanan antara alveolus dan atmosfer yang berbalik arah secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernapasan. Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi:

1) Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara diatas permukaan bumi juga semakin menipis. Pada setiap ketinggian terjadi perubahan minor tekanan atmosfer karena perubahan kondisi cuaca (yaitu, tekanan barometric naik atau turun).

2) Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intraparu, adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradient tekanannya setiap tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer; udara terus mengalir sampai kedua tekanan seimbang.

3) Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini, yang juga dikenal sebagai tekanan intrathoraks, adalah tekanan yang ditimbulkan di luar paru di dalam rongga thoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah dari tekanan atmosfer, rerata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi (yaitu, tekanan darah sistolik 120 mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau, dalam kenyataan, 880 mmHg).

TUJUAN:

Pada akhir latihan ini mahasiswa harus dapat:

1. Menetapkan tercapainya breaking point seseorang pada waktu menahan napas pada berbagai kondisi pernapasan.

2. Menerangkan perbedaan lamanya menahan napas pada kondisi pernapasan yang berbeda-beda.

3. Mengukur tekanan pernapasan dengan manometer air raksa dan manometer air.

Alat yang diperlukan:

1. Stopwatch/arloji

2. Beberapa kantung plastik:

a. Yang kosong

b. Yang berisi O2

c. Yang berisis CO2 10%

3. Sfigmomanometer dan stetoskop

4. Alat analisis gas Fyrite: untuk CO2

5. Manometer air raksa + botol perangkap

6. Manometer air

Tata Kerja

1) Tahan Napas

2) Tekanan Pernapasan

3) Pernapasan pada Orang

Tata Kerja

1) Tahan Napas

Tetapkanlah lamanya o.p dapat menahan napas (dalam detik) dengan cara menghentikan pernapasan dan menutup mulut dan hidungnya sendiri sehingga tercapai breaking point pada berbagai kondisi pernapasan seperti tercantum dalam daftar dibawah ini (berilah istirahat 5 menit antara 2 percobaan).

1. Pada akhir inspirasi biasa.

P- IV.1.1 Apa yang dimaksud dengan breaking point? Breaking point adalah kemampuan seseorang untuk menahan napas sampai ia tidak kuat lagi untuk menahannya.

P- IV.1.2 Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya breaking point? Menurunnya tekanan oksigen ( O2) dan meningkatnya tekanan karbondioksida (CO2).

2. Pada akhir ekspirasi biasa.

3. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat.

4. Pada akhir ekspirasi tunggal yang kuat.

5. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat setelah o.p bernapas dalam dan cepat selama 1 menit.

6. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat dari kantong plastik berisi O2.

7. Pada akhir inspirasi tunggal setelah bernapas dalam dan cepat selama 3 menit dengan 3 kali pernapasan yang terakhir dari kantong plastik berisi O2.

8. Pada akhir inspirasi yang kuat dari kantong plastik berisi CO2 10%.

9. Pada akhir inspirasi tunggal yang kuat segera sesudah berlari ditempat selama 2 menit.

10. Setelah breaking point pada percobaan nomor 9 tercapai, biarkanlah o.p bernapas lagi selama 40 detik, kemudian tentukanlah berkali-kali lama menahan napas sesudah inspirasi tunggal yang kuat dengan diselingi bernapas selama 40 detik sampai o.p bernapas lagi dengan tenang seperti sebelum berlari.

P- IV.1.3 Bagaimana perubahan pO2 dan pCO2 dalam udara alveoli dan darah pada waktu kerja otot dan dalam keadaan hiperventilasi? Pada keadaan normal pO2 dalam keadaan tinggi dan pCO2 dalam keadaan rendah. Saat terjadi kerja otot dan menyebabkan pO2 tetap teatpi pCO2 meningkat karena terjadi pembentukan CO2 lebih banyak pada proses pembentukan ATP oleh sel. Sebagai kompensasi dari kurangnya O2 dalam tubuh, maka tubuh mengalami hiperventilasi untuk meningkatkan PO2 menyeimbangkan PCO2.

HASIL PRAKTIKUM TAHAN NAPAS

Data Percobaan

Nama o.p: Aiman Idrus Alatas

Jenis kelamin: laki - laki

Usia: 19 tahun

No

Kegiatan

Waktu (s)

Keterangan

1

Akhir inspirasi biasa

34 sekon

2

Akhir ekspirasi biasa

39 sekon

3

Akhir inspirasi tunggal yang kuat

49 sekon

4

Akhir ekspirasi tunggal yang kuat

49 sekon

5

Akhir inspirasi tunggal yang kuat setelah o.p bernapas dalam dan cepat selama 1 menit.

1 menit 34 sekon

6

Akhir inspirasi tunggal kuat dari kantong berisi O2.

1 menit 5 sekon

7

Akhir inspirasi tunggal setelah bernapas dalam dan cepat selama 3 menit dengan 3 kali pernapasan yang terakhir dari kantong plastic berisi O2.

2 menit 8 sekon

8

Akhir inspirasi kuat dari kantong plastic berisi CO2 10%.

37 sekon

9

Akhir inspirasi tunggal yang kuat segera sesudah berlari ditempat selama 2 menit.

20 sekon

10

Lama menahan napas berkali-kali sesudah inspirasi tunggal kuat dengan diselingi bernapas selama 40 detik sampai o.p bernapas dengan tenang kembali.

33 sekon

54 sekon

1 menit 6 sekon

40 pertama

40 kedua

40 ketiga

Kesimpulan:

Pada keadaan menahan napas di akhir inspirasi biasa, waktu breaking point lebih lama dibandingkan pada akhir ekspirasi biasa karena pada akhir inspirasi biasa tekanan O2 lebih tinggi dibanding tekanan CO2 yang memungkinkan untuk menahan napas lebih lama.

Pada akhir inspirasi tunggal kuat dan ekspirasi tunggal kuat, waktu yang dibutuhkan untuk breaking point lebih lama pada akhir inspirasi tunggal yang kuat karena jumlah O2 yang masuk ke dalam paru-paru lebih banyak dibandingkan saat inspirasi biasa. Sedangkan saat ekspirasi tunggal yang kuat akan dikeluarkan O2 lebih banyak dibanding saat ekspirasi biasa oleh karena itu beraking point ekspirasi tunggal kuat akan lebih cepat.

Saat o.p bernapas dengan kantong plastik berisi O2 breaking point yang terjadi akan lebih lama dibanding saat bernapas dengan menggunakan kantong berisi CO2 karena dengan kantong O2 menambah cadangan O2 didalam paru-paru.

Pada keadaan setelah lari (kerja otot), breaking point relative lebih sebentar karena terjadi peningkatan kadar CO2 sehingga tekanan CO2 meningkat yang menyebabkan terjadinya kompensasi tubuh untuk meningkatkan tekanan O2 yaitu terjadinya hiperventilasi. Pada keadaan hiperventilasi, CO2 yang dihasilkan oleh tubuh harus segera dikeluarkan sehingga o.p tidak mampu menahan napas terlalu lama.

2. Tekanan Pernapasan

A. Pengukuran tekanan pernapasan normal.

1. Suruh o.p bernapas biasa selama 1-2 menit.

2. Dengan tetap bernapas melalui hidung, hubungkanlah pipa kaca manometer air dengan mulut o.p sehingga permukaan air dalam manometer naik turun mengikuti ekspirasi dan inspirasi.

Catatlah besar tekanan inspirasi dan ekspirasi normal o.p.

Data Percobaan

Nama o.p: Chairunissa Zata Yumni

Jenis kelamin: Perempuan

Usia: 19 tahun

Naik

Turun

Inspirasi

40

20

Ekspirasi

20

20

Analisis Data

Inspirasi

Tekanan pernafasan = (Tekanan awal + Tekanan akhir) : 2

= (40 + 20) : 2

= 60: 2

= 30

Ekspirasi

Tekanan pernafasan = (Tekanan awal + Tekanan akhir) : 2

= (20+20) : 2

= 40: 2

= 20

B. Tekanan pernapasan maksimal.

1. Hubungkanlah pipa kaca manometer air raksa dengan mulut o.p melalui botol perangkap.

2. Suruhlah o.p melakukan inspirasi dan ekspirasi sekuat-kuatnya beberapa kali sambil menutup hidung. Permukaan air raksa dalam manometer akan naik turun mengikuti inspirasi dan ekspirasi. Catatlah besar tekanan inspirasi dan ekspirasi maksimal o.p

P- IV.1.4 Apakah fungsi botol perangkap pada percobaan ini? Untuk menangkap udara yang dikeluarkan oleh mulut dan untuk menentukan tekanan inspirasi dan ekspirasinya.

Data Percobaan

Nama o.p: Chairunissa Zata Yumni

Jenis kelamin: Perempuan

Usia: 19 tahun

Naik

Turun

Inspirasi

10

10

Ekspirasi

10

10

Kesimpulan:

Pada kondisi normal tekanan pernafasan pada saat inspirasi sama dengan tekanan pernafasan pada saat ekspirasi.

3. Pernafasan pada Orang

TEORI DASAR:

Pada orang dewasa sehat, rata-rata, jumlah maksimum udara yang dapat dikandung oleh kedua paru adalah 5,7 liter pada pria (4,2 liter pada wanita). Bentuk anatomis, usia, distensibilitas paru dan ada atau tidak adanya penyakit pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total ini. Secara normal, selama proses bernapas biasa, paru tidak pernah mengalami pengembangan maksimum atau penciutan yang mendekati volume minimumnya. Dengan demikian, secara normal paru mengalami pengembangan tingkat sedang selama siklus pernapasan. Pada akhir ekspirasi biasa, paru masih mengandung sekitar 2.200 ml udara. Selama satu kali bernapas biasa dalam keadaan istirahat, sekitar 500 ml udara dihirup dan udara dalam jumlah yang sama dihembuskan, sehingga selama bernapas tenang volume paru bervariasi antara 2.200 ml pada akhir ekspirasi dan 2.700 ml pada akhir inspirasi. Perubahan-perubahan volume yang terjadi selama bernapas dapat diukur dengan menggunakan spirometer.

TUJUAN:

Dalam latihan ini akan dipelajari:

1. Kapasitas vital fungsional.

2. Kapasitas vital.

3. Kapasitas residu fungsional.

4. Kurva flow volume

Alat yang Diperlukan:

Autospirometer AS 500 lengkap dengan peralatannya yang terdiri dari Autospirometer AS 500, mouth piece, tranducer.

Tata Kerja:

Mula-mula dicatat data mengenai o.p yaitu jenis kelamin, umur, tinggi badan yang kemudian dimasukkan kedalam alat. Setelah alat-alat siap, dihubungkan dengan listrik.

1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Fungsional

Tekan FCV, setelah itu tekan start/stop, lalu dilihat pesan yang tertulis di LCD dan dikerjakan:

a. Ekspirasi pelan-pelan.

b. Inspirasi maksimal.

c. Ekspirasi paksa.

d. Bernapas biasa.

2. Pemeriksaan Kapasitas Vital

Tekan VC/MVV, kemudian tekan start/stop lalu baca pesan yang tertulis di LCD. Kemudian dilihat hasilnya di LCD.

3. Pemeriksaan Kapasitas Residu Fungsional

Seperti diatas, tetapi dilakukan pernapasan tenang selama 3 kali, kemudian ekspirasi komplit, bila tidak stabil tidak terdapat pesan di LCD, tetapi bila stabil terdapat pesan dan dilakukan pernapasan dangkal, ekspirasi komplit kemudian inspirasi penuh, dan lihat hasilnya di LCD.

4. Pemeriksaan Kapasitas Pernapasan Maksimal

Tekan VC/MVV lalu tekan start/stop, perhatikan pesan pada LCD, bernapas biasa dan cepat selama 12 detik.

5. Pemeriksaan Kurve Flow Volume

Tekan FVC, lalu start dan stop ditekan, dan lihat pesan di LCD yaitu napas semaksimal mungkin diluar alat kemudian ekspirasi secepat-cepatnya dan sedalam-dalamnya kedalam mouth piece yang dihubungkan dengan transducer. Dan setelah itu dilihat hasilnya dan bila perlu direkam.

HASIL PRAKTIKUM PERNAPASAN PADA ORANG

Data Percobaan

Nama o.p: Chairunnisa Zata Yumna

Jenis kelamin: Perempuan

Usia: 19 tahun

Tinggi Badan: 158 cm

Berat Badan: 65 Kg

Standar Pred: Eropa

Hasil percobaan:

a. Kapasitas Vital Fungsional (Prediksi = 3,62x60= 217,2 L/menit):

Percobaan 1= 1,3 x 60 = 78 L/menit

Percobaan 2 = 3,23 x 60 = 193,8 L/menit

b. Kapasitas Vital (Prediksi = 3,63x60 = 217,8 L/menit):

Percobaan 1 = 3,23 x 60 = 193,8 L/menit

Percobaan 2 = 3,23 x 60 = 217,8 L/menit

c. Kapastitas Residu Fungsional:

Percobaan 1 = IRV = 1,95 x 60 = 117 L/menit

ERV = 0,91 x 60 = 54,6 L/menit

Percobaan 2 = IRV = 1,95 x 60 = 117 L/menit

ERV = 0,91 x 60 = 54,6 L/menit

KESIMPULAN

Kapasitas paru yang mencapai nilai terendah menunjukkan adanya gangguan pada aliran pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC

Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia. Jakarta. EGC

1