View
270
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
enmet
Citation preview
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1
“DEG-DEG-AN…”
BLOK ENDOKRINOLOGI DAN METABOLISME
KELOMPOK 10
Tutor : dr. Amalia Muhaimin
Anggota Kelompok
1. G1A011022 Mirzania Mahya Fathia
2. G1A011023 Reza Amorga
3. G1A011046 Aisyah Aulia Wahida
4. G1A011047 Desy Ayu Wulandari
5. G1A011070 Rizka Khairiza
6. G1A011071 Bayu Aji Pamungkas
7. G1A011092 Utiya Nur Laili
8. G1A011093 Mariska Widya Wirawan
9. G1A011102 Muhammad Danantyo Himawan
10. G1A011103 Aldera Asa Dinantara
11. G1A007092 Wedha Jati Tyas S.U.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
2012
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam menjalankan kehidupannya didukung oleh berbagai
sistem. Tujuan yang ingin dicapai dari kinerja berbagai sistem tersebut adalah
untuk mencapai homeostasis. Homeostasis merupakan keadaan di mana tercapai
kesetimbangan di aspek regulasi tubuh.
Salah satu sistem di tubuh manusia yang akan dibahas pada laporan kali
ini adalah sistem endokrin. Di dalam sistem endokrin ini dikenal istilah hormon.
Hormon ini adalah messenger yang digunakan untuk menyampaikan pesan ke
berbagai sel di dalam tubuh yang selanjutnya akan muncul respon tindakan.
Kelenjar tiroid merupakan salah satu organ yang menjalankan fungsi
endokrin. Kelenjar ini akan memproduksi hormon tiroid yang akan digunakan
sebagai hormon yang meregulasi metabolisme tubuh. metabolisme tubuh ini
sangat penting bagi tubuh karena dari hasil metabolisme inilah akan dihasilkan
energi. Jika ada kesalahan atau kegagalan fungsi dari kelenjar ini dalam
memproduksi hormon tiroid, maka akan seangat berpengaruh pada aktivitas dari
manusia itu sendiri.
B. Skenario Kasus
Informasi I
“DEG-DEG-AN....”
Seorang wanita usia 45 tahun datang ke praktek tempat anda bertugas,
dengan keluhan utama dada berdebar-debar. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan
yang lalu, semakin hari semakin berat sehingga mengganggu pekerjaannya.
Pasien mengeluh sering gemetar, cepat capek, sulit konsentrasi pada
pekerjaan dan mudah sekali marah. Sering merasa kepanasan, telapak tangannya
juga basah terus. Pasien juga mengeluh cepat lapar, sehari bisa sampai 5 kali.
Defekasi meningkat 2-3 kali/hari tanpa disertai perubahan jumlah serta
konsistensinya. Miksi tidak ada perubahan.
Pasien baru pertama kali merasa seperti ini. Pasien juga tidak punya
riwayat sakit berat sebelumnya, apalagi sampai dirawat di rumah sakit.
Keluarganya juga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Pasien adalah seorang buruh di pabrik. Tinggal di daerah perkotaan,
dengan suami dan 2 orang anak. Pasien tidak merokok dan minum minuman
beralkohol.
Informasi 2
Dari pemeriksaan fisik ditemukan hasil :
KU : cemas
Tinggi badan : 163 cm
Berat badan : 41 kg
Tekanan darah : 125 / 80 mmHg
Denyut nadi : 122 x / menit reguler
Frekuensi napas : 20 x / menit
Temperatur axiller : 37,4 C⁰
Kulit hangat dan lembab
Kepala : Tidak anemis
Mata : diplopia saat melirik ke kanan atas, eksoftalmus
Leher : teraba massa difus di leher depan tanpa benjolan diskret
dan dapat digerakkan
Thorax
Cor : Konfigurasi dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : tremor halus
Informasi 3
Dari pemeriksaan penunjang diperoleh hasil :
Hb : 13 G/dl (12-16)
Leukosit : 9000 / µl (4000 – 10000)
Trombosit : 300000 / µl (150000 – 450000)
TSH : 0.05 mU/L
T3 : 70 ng/dl
T4 : 30 µg/dl
Antibody reseptor TSH (+)
Urinalisis : Protein (-)
Glukosa (-)
βHCG (-)
EKG : Sinus takikardi
Informasi 4
Pasien didiagnosis menderita Grave’s disease kemudian diterapi dengan PTU
(propilthiouracil). Terjadi perbaikan klinis yang ditandai dengan berat badan naik,
rasa lemah hilang dan ukuran goiter berkurang. Fungsi tiroid dimonitor secara
rutin dan dosis PTU disesuaikan dengan keadaan euthyroid. Setelah 2 tahun terapi,
pasien stop mengkonsumsi PTU.
II. PEMBAHASAN
A. Klarifikasi istilah
1. Dada berdebar-debar atau palpitasi, merupakan perasaan berdebar-debar atau
denyut tidak teratur sifatnya subjektif (Dorland, 2011).
2. Aritmia adalah variasi irama normal denyut jantung yang meliputi kelainan
frekuensi, rugularitas, lokasi asal impuls, dan urutan aktivitas (Dorland,
2011).
3. Telapak tangan basah (Palmar hyperhidrosis) adalah hasil aktiftas saraf
simpatis berlebihan hingga keringatan (Robertson, 2012).
4. Defekasi adalah pembuangan zat kotoran, seperti zat kimia ; pembuangan
tinja dari rektum (Dorland, 2002)
5. Capek dalam suatu kondisi dimana otot berkontraksi terlalu kuat karena
penumpukan asam laktat sebagai hasil dari metabolism anaerob pada tubuh
(Sherwood, 2009).
6. Benjolan diskret adalah benjolan yang dibuat dari bagian yang terpisah atau
ditandai dengan lesi yang berkelompok dan berbatas tegas serta terbatas di
struktur (Dorland, 2002).
7. Tremor adalah getaran atau gigilan involunter; action: gerakan ritmis, bolak-
balik, involunter dari suatu bagian selama gerakan volunter (Dorland, 2002)
B. Identifikasi Masalah
Anamnesis
Identitas : Wanita 45 tahun
Keluhan Utama : Dada berdebar-debar
Riwayat Penyakit Sekarang
a. Onset : 1 bulan
b. Kualitas : Mengganggu aktifitas sehari-hari
c. Kuantitas : Semakin lama semakin berat
d. Gejala Penyerta : Tangan sering gemetar, badan mudah lelah,
kepanasan, gelisah, sulit konsentrasi, sensitif,
mudah lapar, nafsu makan meningkat, berat badan
turun, frekuensi BAB meningkat.
e. Faktor memperberat : (-)
f. Faktor memperingan : (-)
g. Kronologi : Setiap kali pasien beraktifitas timbul keluhan.
h. Lokasi : Tidak disebutkan
Riwayat Penyakit Dahulu dari pasien tersebut adalah bahwa tidak ada riwayat
alergi, serta tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
Riwayat Penyakit Keluarga, yaitu tidak ada anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama.
Riwayat Sosial Ekonomi, yakni bekerja sebagai buruh pabrik, tinggal di
perkotaan bersama dengan 1 suami, 2 orang anak, tidak merokok dan tidak
minum alkohol.
C. Analisis Masalah
1. Patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami oleh pasien.
2. Kemungkinan hipotesis dari masalah yang terjadi.
3. Pemeriksaan Laboratorium yang tepat untuk masalah tersebut.
4. Gejala dan tanda penyakit yang dialami oleh pasien
5. Patogenesis penyakit yang dialami pasien.
6. Penatalaksanaan penyakit yang dialami oleh pasien
7. Fisiologi Pembentukan hormon T3 dan T4
8. Karakteristik hormon T3 dan T4
9. Fungsi Hormon T3 dan T4
10. Hubungan hipothalamus, hipofisis, dan kelenjar tiroid.
11. Struktur makroskopis dan mikroskopis tiroid, beserta inervasi dan
vaskularisasinya.
D. Menyusun berbagai penjelasan mengenai permasalahan
1. Etiologi hipertiroidisme:
a) Gangguan glandula tiroid
1. Hiperaktifitas kelenjar tiroid
2. Destruksi kelenjar tiroid akibat inflamasi, radiasi, dan infeksi bakterial
maupun viral
b) Gangguan Hipofisis-hipotalamus
1. Glandula hipofisis dan hipotalamus abnormal
2. Produksi TSH-TRH berlebih
c) Intake hormon tiroid berlebih
2. Patofisiologi dari gejala yang dialami pasien
a. Patofisiologi berkeringat
Berkeringat pada scenario ini muncul karena ada hipermetabolism,
sehingga tubuh akan mengeluarkan kalor berlebih, dan hasil dari sisa
oksidasi metabolism adalah air yang akan dikeluarkan oleh tubuh melalui
kulit lewat kelenjar sudorifera dansebagai kompensasi dari panas yang
dihasikan tubuh (Sherwood, 2009).
b. Patofisiologi defekasi yang meningkat, penurunan BB dan nafsu makan
meningkat
Proses defekasi melibatkan berbagai organ seperti kolon desenden,
sigmoid, rektum, sfingter ani internus dan eksternus, serta beberapa
serabut saraf. Proses defekasi berawal dari adanya mass movement dari
kolon desenden yang mendorong feses ke dalam rektum. Mass movement
timbul lebih kurang 15 menit setelah makan dan hanya terjadi beberapa
kali sehari. Adanya tinja di dalam rektum menyebabkan peregangan
rektum dan pendorongan tinja ke arah sfingter ani. Keadaan ini
menimbulkan rasa ingin berdefekasi yang selanjutnya terjadi defekasi.
Proses defekasi dapat dicegah oleh kontraksi tonik dari sfingter ani
internus dan eksternus. Sfingter ani internus merupakan kumpulan otot
polos sirkular yang terletak pada anus bagian proksimal, sedangkan
sfingter ani eksternus terdiri dari otot lurik yang terletak pada bagian
distal. Kerja kedua otot tersebut diatur oleh sistem saraf somatik.
Regangan pada rektum akan menimbulkan rangsangan pada serabut saraf
sensoris rektum. Impuls tersebut akan dihantarkan ke segmen sakrum
medulla spinalis dan selanjutnya secara refleks melalui serabut saraf
parasimpatis nervus erigentes akan dihantarkan ke kolon desenden,
sigmoid, rektum dan anus. Isyarat serabut saraf parasimpatis ini
berlangsung secara sinergis sehingga menyebabkan gerakan peristaltik
usus yang kuat, mulai dari fleksura lienalis sampai ke anus, dan
bermanfaat dalam pengosongan usus besar. Selain itu, impuls aferen pada
medula spinalis juga menyebabkan refleks lain, seperti bernafas dalam,
penutupan glotis, dan kontraksi otot abdomen (otot kuadratus, rektus
abdominis, oblik eksternus dan internus). Refleks tersebut juga dapat
mendorong feses yang berada di dalam usus ke arah distal. Pada saat yang
bersamaan dasar pelvis akan terdorong ke arah distal sehingga
mempermudah pengeluaran feses. Pada anak besar, kontraksi sfingter ani
eksternus dapat diatur sehingga proses defekasi dapat ditunda sampai
keadaan yang memungkinkan. Proses tersebut akan menghilang setelah
beberapa menit dan baru akan timbul kembali setelah ada masa feses
tambahan yang masuk ke dalam rektum. Bila keadaan ini berlangsung
berulang kali atau akibat sensasi yang menurun dapat menyebabkan rasa
nyeri pada saat defekasi berlangsung yang pada akhirnya dapat
menyebabkan gangguan defekasi seperti konstipasi. Kalau pada scenario
ini, pasien mengalami kontraksi berlebih apad usus dikarenakan
hipermetabolisme, sehingga pasien akan mengalami defekasi lebih banyak
yang akgirnya mengakibatkan berkurangnya berat badan (Edi, 2001).
c. Patofisiologi Berdebar
Jantung berdebar – debar timbul karena pasien mengalami
takikardi, dimana takikardi sendiri disebabkan tubuh membutuhkan
oksigen yang lebih banyak untuk hipermetabolisme, sehingga, jantung
akan memompa darah lebih cepat agar darah lebih banyak dan sering
tersalur ke dalam jaringan (Sherwood, 2009).
d. Patofisiologi Sering Merasa Kepanasan
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan
hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi “pesanan”
tersebut, sel-sel sekretoris kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien
yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat
hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme
tubuh yang diatas normal (Guyton & Hall, 2007).
e. Patofisiologi sering gemetar
Tremor terjadi akibat adanya peninkatan aksi sistem saraf perifer
yang berdampak pada peningkatan kontraksi otot perifer. Kontraksi otot
perifer dikontrol lewat cerebelum dan ganglia basalis.
Pada kondisi hipertiroidisme terjadi hiperstimulasi ganglia basalis.
Hormon T3 juga menaikkan kepekaan saraf medula, yang berfungsi
sebagai pengatur tonus otot. Hal ini menyebabkan terjadinya mekanisme
kontraksi berlebih pada ekstremitas.
f. Peningkatan rasa lapar
Rasa lapar diatur oleh nukleus lateralis pada hipotalamus.
Penurunan glukosa darah akan menyebabkan dihantarkannya impuls-
impuls menuju nukleus lateralis hipotalamusyang kemudian akan
diterjemahkan sebagai rasa lapar (hunger fangs). Nukleus hipotalamus
kemudian mengembalikan impuls dalam bentuk komando pada nervus
otonom visera menuju organ pencernaan sehingga timbulah kontraksi
dinding lambung dan usus. Sebagian impuls dari hipotalamus juga
diteruskan ke sistem limbik otak, hal ini yang pada akhirnya
memunculkan hasrat ingin makan dan pengambilan sikap. Pada kondisi
hipertiroid, peningkatan aktifitas saraf simpatis menyebabkan
hipermotilitas usu besar (Pranoto, 2008).
Kondisi ini mengakibatkan pergerakan makanan dalam saluran
cerna menjadi lebih cepat sehingga penyerapan oleh dinding usus menjadi
tidak adekuat akibat kurangnya transit time makanan di usus. Suplai
nutrisi yang minim yang namun diimbangin oleh laju metabolisme yang
tinggi menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi sedikit.
g. Oftalmopati
Kemungkinan besar autoantibody terhadap reseptor TSH juga
berperan dalam timbulnya oftalmophati infiltrative yang khas untuk
penyakit Graves. Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu diluar tiroid
(missal, fibroblast orbita) mengekspresikan reseptor TSH di
permukaannya sebagai respon terhadap antibody antireseptor TSH di
darah dan sitokin lain dari milieu local, fibroblast ini mengalami
defisiensi menuju adiposity matang dan juga mengeluarkan
glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam intesisium; keduanya berperan
menyebabkan penonjolan orbita (eksotalmus) pada oftalmopati Graves.
Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati Graves, dengan
fibroblast pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan
glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan
sitokin (Kumar, 2007)
3. Kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut
Hipertiroid
Gejala dan tanda yang dialami oleh pasien tersebut, semuanya dapat
mengarah ke penyakit hipertiroid ini. Pada penderita hipertiroid, maka
kelenjar tiroid dari penderita akan terus-terusan mengeluarkan hormon tiroid,
atau biasa disebut sebagai hiperfungsi kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid ini
berfungsi melepaskan hormon tiroid yang sangat berperan dalam metabolisme
manusia, maka jika hormon tersebut berlebihan, akan terjadi metabolisme
berlebih pada penderita. Hipermetabolisme atau metabolisme yang meningkat
pada penderita dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda yang dialami pasien,
seperti takikardi, cepat lapar, mudah berkeringat, tidak tahan panas dan lain-
lain, yang mana mekanismenya sudah dijabarkan di atas.
Untuk sementara hipotesis atau Different Diagnosis untuk hipertiroid ini dapat
digunakan, namun, perlu diadakan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui
penyebab dari hipertiroid yang terjadi pada wanita tersebut. Tujuannya adalah
agar dapat segera dilakukan tindakan yang sesuai dengan penyakit yang
dialami oleh pasien wanita tersebut
4. Diagnosis dalam kasus tersebut, yaitu :
a) Pemeriksaan fisik
a.1 Keadaan umum
a.2 Tanda vital
a.1.1 Tekanan darah (nilai normal: 120/80 mmHg
a.1.2 Respiratory rate (nilai normal:16-24/menit)
a.1.3 Denyut nadi (nilai normal: 60-100 kali/menit, reguler)
a.1.4 Suhu (nilai normal: 36,7-37,2⁰C)
Pada penderita hipertiroid akan ditemukan peningkatan denyut nadi,
tekanan darah (kadang ditemukan juga peningkatan respiratory rate
sebagai bentuk kompensasi peningkatan kebutuhan oksigen
myokardium). Pada hipertiroid yang disebabkan oleh infeksi akan
ditemuka peningkatan suhu tubuh/demam. Pada hipertensi akan
terjadi peningkatan tekanan darah. Pada penderita aritmia cordis dan
fibrilasi atrial akan terjadi peningkatan denyut nadi dan kemungkinan
ditemukan penurunan teanan darah.
a.3 Kepala
Pada penderita hipertiroid akan ditemukan tanda pneumonik
berupa sindroma ophtalmopati, yaitu:
a.3.1 Exophtalmus
a.3.2 Lid lag
a.4 Leher
Pada palpasi leher penderita hipertiroid dapat ditemukan
pembesaran (struma) pada glandula tiroid berupa struma nodusa atau
difusa yang bila kemudian di asukultasi dapat terdengar suara
vaskularisasi bruit. Tapi tidak menutup kemungkinan tidak
ditemukannya pembesaran jenis apapun.
a.5 Thoraks
Pada palpasi thoraks akan teraba iktus kordis yang berdenyut
cepat pada penderita artimia kordis, fibrilasi atrial, dan hipertensi.
Melalui auskultasi thoraks akan ditemukan irama denyut jantung yang
cepat pada pederita hipertiroidisme, artimia kordis, fibrilasi atrial, dan
hipertensi. Pada penderita artimia kordis, fibrilasi atrial, dan hipertensi
akan ditemukan suara-suara tambahan seperti gallop dan murmur.
Pada 40% penderita hipertiroid dan 15% penderita fibrilasi atrial
ditemukan takikardi sinus
a.6 Abdomen
Tidak ditemuka perubahan patologis yang berarti pada
kemungkinan hipertiroidisme, artimia kordis, fibrilasi atrial, dan
hipertensi.
a.7 Ekstremitas
Pada penderita hipertiroidisme dapat ditemukan:
a.7.1 Eritema pada kulit
a.7.2 Mixedema
a.7.3 Permukaan kulit halus dan hangat
a.7.4 Onycholisis dan clubbing finger pada kuku
a.7.5 Acropachy pada ruas-ruas jari
a.7.6 Tremor pada tangan
Pemeriksaan Laboratorium
Sebelum dilaksanakannya pemeriksaan lab, kita bisa menggunakan
Index wayne pada pasien ini apakah mengalami hipertiroid atau tidak.
Tabel 1. Index wayne (Bintang, 2010)
Gejala Skor Ada Tanda Skor Ada Tidak
ada
Sesak nafas +1 Pembesaran tiroid +3 √
Palpitasi +2 √ Bruit pada tiroid +2
Mudah lelah +2 √ Eksophalmus +2 √
Senang hawa
panas
-5 Retraksi palpebra +2 √
Senang hawa
dingin
+5 √ Palpebra terlambat +4
Keringat
berlebihan
+3 √ Hiperkinesis +2 √
Gugup +2 √ Telapak tangan
lembab
+1 √
Nafsu makan
naik
+3 √ Nadi < 80x/menit -3
Nafsu makan
turun
-3 Nadi > 90x/menit +3 √
BB naik -3 Fibrilasi atrial +4
BB turun +3 √
Skor < 11 = Euitroid
Skor 11-18 = Meragukan
Skor > 19 = Hipertiroid
Jumlah skor pada pasien wanita 45 tahun ini adalah 31, jadi bisa diperkirakan
pasien mengalami hipertiroid.
Pemeriksaan laboratorium :
a. Pemeriksaan TSH
Nilai normal 1-10 µU/ml. Variabel yang digunakan adalah kadar hormon
hipofisis dalam darah (Sacher,2004).
Untuk penderita hipertiroid hasil pemeriksaan yang diharapkan TSH nya
rendah.
b. Pemeriksaan T3
Nilai normal 1,2 - 2,7 nmol/L (Tandra, 2011) atau 70 -190 ng/dL (Sacher,
2004). Variabel yang digunakan kandungan triiodotironin (T3) dalam
serum (Sacher, 2004).
Hasil yang diharapkan dalam pemeriksaan T3 yaitu tinggi.
c. Pemeriksaan T4
Nilai normal 58-160 nmol/L atau 4,5 – 12,6 µg/dL (Tandra, 2011).
Variabel yang digunakan kandungan tiroksin (T4) dalam serum (Sacher,
2004).
Hasil yang diharapkan dalam pemeriksaan T4 yaitu tinggi.
5. Tanda dan Gejala Hipertiroidisme
Pada gejala yang dialami oleh pasien, sementara ini dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami hipertiroidisme. Karena tanda dan gejala yang
timbul umumnya merupakan manifestasi dari hipermetabolisme, antara lain
(Price dan Wilson, 2005) :
a. Tidak tahan panas
b. Berkeringat
c. Mudah lelah
d. Tremor
e. Ansietas
f. Eksoftalmus
g. Berat badan turun
h. Nasfu makan meningkat
i. Takikardi
j. Disritmia cordis
k. Masa difus di leher
l. Kenaikan ringan suhu tubuh
Selain tanda dan gejala yang sudah dipaparkan di atas, ada beberapa tanda dan
gejala yang ditemui pada sebagian kecil penderita Grave disease, sehingga
tanda-tanda ini jarang terjadi pada penderita Graves Disease pada umumnya
Tanda Kurang Umum :
a. Anoreksia
b. Haus
c. Muntah
d. Fibrilasi atrial
e. Peningkatan tekanan darah
f. Kardiomiopati
g. Eritema papilar
h. Onkolisis
i. Subfertilitas, abortus spontan
j. Osteoporosis
(Ben, Diana, 2010)
Pada penderita hipertiroid, biasanya akan muncul gejala eksofthalmus,
yang dapat terjadi. Hal tersebut dapat mungkin terjadi karena adanya
autoantibody terhadap reseptor TSH juga berperan dalam timbulnya
oftalmophati infiltrative yang khas untuk penyakit Graves. Dipostulasikan
bahwa jaringan tertentu diluar tiroid (missal, fibroblast orbita)
mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya sebagai respon terhadap
antibody antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu local,
fibroblast ini mengalami defisiensi menuju adiposity matang dan juga
mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam intesisium; keduanya
berperan menyebabkan penonjolan orbita (eksotalmus) pada oftalmopati
Graves. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati Graves,
dengan fibroblast pratibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan
glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin
(Kumar, 2007)
6. Patogenesis Grave Disease
Berdasarkan gejala dan tanda yang dialami pasien serta beberapa
pemeriksaan, dapat dipastikan bahwa pasien ini menderita Grave Disease.
Penyakit Graves ini adalah suatu gangguan autoimun, pada gangguan tersebut
banyak terdapat beragam autoantibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup
antibodi terhadap reseptor TSH, dimana reseptor TSH sendiri merupakan
autoantigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek dari
antibodi sendiri berbeda tergantung dari epitope reseptor TSHnya. Berikut
beberapa contoh antibodi, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI)
yang berfungsi mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat
siklase/ AMP siklik sehingga terjadi peningkatan pembebasan hormon tiroid.
Lalu ada juga thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI) yang
mengikat reseptor TSH untuk proliferasi sel-sel folikel tiroid. Selain itu,
terdapat TSH-Binding inhibitor immunoglobulin yang berfungsi menghambat
pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Tidak jarang
ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama (Kumar, 2007).
7. Penatalaksanaan Grave Disease
a. Farmakologi (Misnadiarly, 2006).
1. Obat antitiroid yaitu
a) Tionamid (Tiourasil) atau merek dagangnya Propiltiourasil
diberikan sebanyak 3x100-150 mg/hari
b) Amidazol merek dagangnya metimazol diberikan setiap pagi
sebanyak 40 mg selama 1-2 tahun.
Obat antitiroidisme ini bekerja untuk mencegah biosintesis T3 menjadi
T4
2. Propranolol diberikan sebanyak 80 mg/hari. Obat ini diberikan untuk
mengatasi tremor, cemas, dan tahan panas.
3. Pemberian Iodida Inorganik selama 6 bulan hingga 2 tahun. Pada
Indonesia dosis normalnya 6mg/hari.
4. Pembedahan Tiroidektomi subtotal. Dengan indikasi disfagia (susah
menelan) dan stridor adalah bunyi nafas kosong beranda pada daerah
tinggi. Indikasi utamanya antara lain (Hermawan, 2005) :
1) Penderita yang masih berusia muda dan terjadi kegagalan atau alergi
terhadap obat-obat antitiroid yang diberikan,
2) Penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan
dengan I131 (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam
waktu dekat).
3) Penderita yang sulit dievaluasi pengobatannya,
4) Penderita yang tidak teratur dalam minum obat,
5) Penderita dengan struma yang sudah terlalu besar dan yang ingin cepat
tercapai keadaan eutiroid,
6) Penderita dengan keadaan struma yang diduga sudah mengalami
keganasan, dan alasan kosmetik.
Untuk melakukan proses pembedahan, pasien harus berada dalam keadaan
eutiroid, atau jumlah kadar hormon tiroid yang normal. Untuk dapat
mencapainya, maka diberikan obat-obatan kombinasi dari thionamid,
yodium atau propanolol. Thionamid dapat diberikan 6 - 8 minggu sebelum
operasi, kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol kepada
pasien selama 10-14 hari sebelum operasi. Propanolol biasanya diberikan
beberapa minggu sebelum operasi, jika dikombinasi dengan yodium, dapat
diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan dari tiroidektomi ini adalah
untuk mencapai keadaan eutiroid yang permanen. Jika ditangani dengan
baik, angka kematian akibat hipertiroid ini dapat berkurang hingga 0
(Hermawan, 2005)
e. Untuk kasus Aritmia bisa diberikan beta blocker, seperti natrium yodida
60mg/hari atau dekametasen 2mg/hari
2. Non Farmakologi
a. Stop merokok agar mengurangi peningkatan metabolisme dalam tubuh,
karena ternyata merokok dapat meningkatkan metabolisme di dalam
tubuh.
b. Menggunakan kacamata gelap untuk melindungi mata yang mengalami
eksoftalmus
c. Tidur dengan posisi kepala lebih ditinggikan
d. Istirahat
Istirahat dapat mengurangi hipermetabolisme pada penderita agar tidak
meningkat. Penderita dianjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan yang
melelahkan/mengganggu pikiran baik di manapun. Dalam keadaan yang
sudah parah, penderita dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit
(Hermawan, 2005).
e. Diet
Diet yang dilakukan harus tinggi kalori, protein, multivitamin, dan
mineral. Hal tersebut dikarenakan dapat terjadinya peningkatan
metabolisme, sehingga menyebabkan keseimbangan nitrogen yang
negatif dan keseimbangan kalsium yang negatif (Hermawan, 2005).
8. Fisiologi pembentukan hormon T3 dan T4
Semua langkah sintesis hormone tiroid berlangsung di molekul
tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh reticulum
endoplasma sel folikel tiroid. Tiroglobulin adalah prekursor T3 dan T4.
Protein ini merupakan molekul beukuran besar yang teriodinasi dan
terglikosilasi dengan massa molekul 660 kDa, karbohidrat membentuk 8-10 %
dari berat tiroglobulin dan yodida sekitar 0,2-1%, bergantung pada kadar
yodium didalam makanan tirogloulin tersusun dari 2 subunit. Protein ini
mengandung 115 residu tirosin, yang masing-masing merupakan tapak
potensial untuk terjadinya proses iodisasi (Murray, Robert K. 2003).
Tiroglobulin disintesis di bagian basal sel, kemudian bergerak ke
lumen tempat protein ini disimpan dalam koloid ekstrasel, dan kemudian
masuk kembali kedalam sel serta bergerak dari apikal ke basal selama proses
hidrolisisnya menjadi hormon T3 dan t4 (Murray, Robert K. 2003).
Selanjutnya Tirosin menyatu kedalam molekul tiroglobulin sewaktu
molekul diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari
ssel folikel kedalam koloid melalui eksositosis. Tiroid menangkap iodium dari
darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui iodine-trapping
mechanism. Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradient
konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid (Sherwood
l. , 2001).
Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat kesebuah tirosin di
dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ketirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT), sedangkan perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diiodotirosin (DIT) (Sherwood l. , 2001).
Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul
tirosin beriodium untuk membentuk hormone tiroid yang diatur oleh suatu
enzin diphenyl ether link. Penggabungan DIT donor dengan DIT akseptor
menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid
dengan empat iodium. Sedangkan Penggabungan MIT donor dengan DIT
akseptor akan menghasilkan triiodotironin (T3), yaitu dengan tiga iodium,
mekanisme inilah yang disebut sebagai coupling (Sudoyo, Setiyohadi, Idrus,
Simadibrata, & Setiati, 2006).
Folikel Limfoid memfagosit sepotong koloid yang mengandung tiroglobulin
Tiroglobulin dari koloid kemudian diuraikan molekulnya, hingga T3 dan T4 terpisah dari tiroglobulin tersebut
Hormon Tiroid bersifat lipofilik, keluar dari folikel, masuk ke kapiler yang ada di intersisial folikel.
Hormon Tiroid ke sirkulasi, kemudian sebagian berikatan dengan protein plasma, yaitu TBG, sebagian kecil lainnya dalam keadaan bebas dan bekerja sebagai hormon tiroid (T3 bebas sebanyak 1% dan T4 sebanyak 0,1% dari keseluruhan hormon)
9. Karakteristik Hormon Tiroid
a. T4 (Tiroksin)
Hormon tiroksin (T4) mengandung empat atom iodium dalam setiap
molekulnya. Hormon ini disintesis dan disimpan dalam keadaan terikat
dengan protein di dalam sel-sel kelenjar tiriod, pelepasannya ke dalam
aliran darah terjadi ketika diperlukan. Kurang lebih 75% hormon tiroid
terikat dengan globulin pengikat-protein (TBG; thyroid-binding globulin).
Hormon tiroid yang lain berada dalam keadaan terikat dengan albumin
dan prealbumin pengikat tiroid. Bentuk T4 yang terdapat secara alami dan
turunannya dengan atom karbon asimetrik adalah isomer L. D-Tiroksin
hanya memiliki sedikit aktivitas bentuk L (Hermawan, 2005).
b. T3 (Triiodotironin)
Hormon yang merupakan asam amino dengan sifat unik yang
mengandung molekul iodium yang terikat pada asam amino ini hanya
mengandung tiga atom iodium saja dalam setiap molekulnya. Hormon
tiroksin juga di bentuk di jaringan perifer melalui deiodinasi T4. Hormon
triiodotironin (T3) lebih aktif daripada hormon tiroksin (T4). T4 dan T3
disintesis di dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul-
molekul tirosin yang terikat pada linkage peptida dalam triglobulin. Kedua
hormon ini terikat pada triglobulin sanpai disekresikan. Sewaktu disekresi,
koloid diambil oleh sel-sel tiroid, ikatan peptida mengalami hidrolisis, dan
T3 serta T4 bebas dilepaskan kedalam kapiler (Hermawan, 2005).
10. Fungsi Hormon T3 dan T4
a. Menstimulasi absorbsi glukosa di usus
b. Menstimulasi glikogenolisis di hati
c. Menstimulasi penguraian insulin
d. Mempotensiasi efek glikogenolitik dari epineprin
e. Lipolitik kuat
f. Meningkatkan oksidasi asam lemak bebas
g. Masuk ke sirkulasi maternal ketika gestasi pada usia 10-11 minggu untuk
pertumbuhan dan perkembangan (Ben, 2010).
11. Hubungan hipothalamus, hipofisis, dan kelenjar tiroid.
Ada rantai komando hierarki 3 hormon pada hubungan antara
hipothalamus, hipofisis dan kelenjar tiroid ini, yakni (Sherwood, 2009) :
a. Hormon hipofisiotropik
b. Hormon tropik hipofisis anterior
Hipothalamus mengeluarkan hormon tropik, salah satunya hormon TRH (Thyroid Releasing Hormon)
Hormon disalurkan ke hipofisis anterior melalui jaras hypothalamus-hypophysis
TRH rangsang hipofisis hasilkan TSH, kemudian disalurkan ke kelenjar tiroid atau kelenjar lain yang
punya reseptor TSH
TRH rangsang hipofisis hasilkan TSH, kemudian disalurkan ke kelenjar tiroid atau kelenjar lain yang
punya reseptor TSH
Kelenjar sasaran (kelenjar tiroid) memproduksi hormon tiroid
c. Hormon dari kelenjar endokrin di sasaran di perifer, dalam hal ini adalah
kelenjar tiroid
Mekanisme hubungan dari hormon tersebut adalah
12. Struktur makroskopis dan mikroskopis tiroid, beserta inervasi dan
vaskularisasinya.
Menurut Putz (2006), vaskularisasi pada kelenjar tiroid dibedakan menjadi
dua :
a. Arteri
Arteri utama pada kelenjar tiroid :
1) A. thyroidea superior yang merupakan cabang dari a.carotis externa
2) A. thyroidea inferior yang merupakan cabang dari a. subclavia
b. Vena
Vena-vena pada kelenjar tirod :
1) V. Thyroidea superior
2) V. Thyroidea media
3) V. Thyroidea inferior
V. Thyroidea superior dan V. Thyroidea media merupakan
percabangan dari V. Jugularis interna, sedangkan V. Thyroidea inferior
merupakan percabangan dari V. Branchiocephalica sinistra. (Putz dan
Pubst, 2006)
Gambar 1. Vaskularisasi Kelenjar Tiroid (Putz, 2006)
Inervasi
Menurut Putz (2006), inervasi kelenjar tiroid berasal dari ganglion
cervicale superius, media, dan inferius
a. Ganglion cervicale superius : setinggi C1-C2
b. Ganglion cervicale medius : terletak di anterior a. thyroidea inferior
setinggi cartilago cricoidea dan proceccus transversus vertebrae
cervicalis IV
c. Ganglion cervicale inferius : terletak di depan proceccus transversus
vertebrae cervicalis VII, tepat di atas collum costae I posterior
terhadap a. vertebralis
i. Saraf-saraf tersebut akan mencapai glandula thyroid melalui n.
Cardiacus, n. Laryngeus superior, dan n. Laryngeus inferior, serta
nervus-nervus sepanjang a.thyroidea.
Gambar 2. Inervasi Kelenjar Tiroid (Putz, 2006)
Struktur Makroskopis Kelenjar Tiroid
Kelenjar Tiroid ini berbentuk seperti huruf H. Kelenjar Tiroid juga
dibagi menjadi 2 lobus, yaitu lobus dextra et sinistra yang dihubungkan
oleh isthmus kelenjar tiroid. Kelenjar ini juga dapat terjadi variasi
kongenital berupa lobus pyramidalis (lobus lalouette) dan ductus
thyroglossus persisten (Putz dan Pabst, 2006).
Gambar 3. Anterior Kelenjar Tiroid (Putz, 2006)
Gambar 4. Posterior Kelenjar Tiroid (Putz, 2006)
Struktur mikroskopis kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid pada bagian luar dilapisi kapsula jaringan ikat yang
akan masuk ke dalam parenkim kelenjar tiroid membentuk septa. Pada
septa ini terlihat adanya pembuluh darah. Selain itu terlihat folikel-folikel
yang berisi zat koloid (massa koloid) yang berwarna merah muda.
Dinding folikel tiroid merupakan epitel kuboid selapis. Ketika lumen
penuh berisi koloid yang penuh maka sel-sel folikuler (dinding folikel)
berubah menjadi epitel skuamos selapis. Tetapi jika kelenjar sedang
hiperaktif maka dinding folikel akan berubah menjadi epitel kolumner
selapis (Victor, 2003).
Gambar 5. Histologi Kelenjar Tiroid (Martini, 2012)
III. KESIMPULAN
1. Graves disease merupakan penyakit yang diakibatkan oleh keadaan hiperthyroid et
kausa autoimun.
2. Etiologinya belum pasti, kemungkinan karena ada self-Antibody yang berfungsi
mirip TSH merangsang pembentukan T3 dan T4.
3. Gejala klinis yang klasik antara lain pembesaran kelenjar thyroid, eophtalmopati,
dan penebalan kulit.
4. Pasien didiagnosis menderita Grave’s disease kemudian diterapi dengan PTU
(propilthiouracil).
5. Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar keadaan pasien berada dalam euthyroid.
Recommended