View
21
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA THORAX
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya
(FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik
trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001).
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ; Trauma Dada /
Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam
pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada
rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan
gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung
dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik
seperti ;Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya
2. Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam.
a. Trauma tumpul (non penetrasi)
Cedara tumpul merusak struktur di dalam rongga dada tanpa mengganggu
integritas dinding dada . Pada trauma tumpul biasanya disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan pukulan pada dada, dengan kekuatan
hantaman didistribusikan ke area yang luas, dan kerusakan visceral terjadi akibat
tahanan, penyebaran kekuatan hantaman, tekanan.
Misal pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cedera trakheobonkhial,
flail chest, ruptur diafragma, cedera mediastinal, fraktur rusuk. Meski trauma
tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam
mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan
rancu. Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis , yang selanjutnya
dapat mempersulit masalah.
b. Trauma Tajam (penetrasi)
Cedera penetrasi adalah penerobosan suatu benda dari permukaan luar
kepermukaan dalam, mengganggu integritas dinding dada dan mengakibatkan
perubahan dalam tekanan intratoraks. Missal pneumotoraks terbuka, hemotoraks,
cedera trakheobronkhial, kontusio pulmonal, ruptur diafragma.
Pada trauma tajam biasanya diakibatkan oleh luka tembak, atau luka tusuk,
dengan penyebaran tenaga pada area yang kecil, tidak seluas trauma tumpul.
Pada luka tembak, arah tembakan peluru, tidak dapat dipredikisi dengan jelas,
sehingga seluruh organ dada memiliki risiko tinggi.
3. Patofisiologi
Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam bentuk kompresi
maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya menyebabkan memar / jejas
trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai sternum, trauma tumpul dapat
menyebabkan kontusio miocard jantung atau kontusio paru. Keadaan ini biasanya
ditandai dengan perubahan tamponade pada jantung, atau tampak kesukaran
bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru.
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka.
Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi
dimana segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding
dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang
iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen
mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika
kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang
maka akan menyebabakan hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak
lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat
langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah
intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini
menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung
lama akan menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax
maupun rongga pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus
meningkat secara progresif dalam waktu yang relatif singkat
seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli,
hingga gagal nafas dan jantung.
4. Manifestasi Klinis
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.
5. Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding
dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena
yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat
serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim
menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok.
Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka
terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan
yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks dapat
terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
c. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH
Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah
dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen
dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH, serta
kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil pemeriksaannya :
Nilai Normal Asidosis Alkaliosis
pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik
HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik
PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun
BE (–2 s/d +2) Turun Naik
PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan diagnosis
penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dalam rangka
pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu kepada
klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis
maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang
dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan
sudah terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang menunjukkan
kondisi sudah/ tidak terkompensasi.
d. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan
ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat
dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
e. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose
adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
f. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2
Asidosis respiratorik tidak terkonpensasi Rendah Tinggi Tinggi
Alkalosis respiratorik tidak terkonfensasi Tinggi Rendah Rendah
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal
Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah
Asidosis respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
Normal Tinggi Normal
Alkalosis respiratorik kompensasi asidosis metabolic
Normal Rendah Normal
Asidosis metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
Normal Rendah Rendah
Alkalosis metabolic kompensasi asidosis respiratorik
Normal Tinggi Tinggi
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia
semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati,
keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG
menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
g. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera
aorta pada trauma tumpul toraks.
1) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
2) Hb (Hemoglobin) : Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan
oksigen jaringan tubuh.
7. Penatalaksanaan
a. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit
gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan
tindakan yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-
masing klien secara spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk
mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran
yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang
dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :
1) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan
napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan
berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang
dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat
dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada
korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan
menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah
kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
2) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat
gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan
napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara
bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi
yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta
fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
3) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan
darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma
dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh
luka tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh
kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai
pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati
agar tidak menimbulkan atau meminimalisir kompilkasi dari RJP seperti
fraktur tulang kosta dan sebagainya.
4) Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu
yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang
mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ;
pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan
operatif yang bersifat darurat.
b. Konservatif
1) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari
pemberian sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan
paska trauma harus tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan
tujuan menghindari terjadinyaSyok seperti Syok Kardiogenik yang sangat
berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
2) Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan
luka dan tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme
pathogen.
3) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur.
Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit
gawat, maka penderita dapat diberi “broad spectrum antibiotic”, misalnya
Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
4) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita
memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan
kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
c. Infasif / operatif
1) WSD (Water Seal Drainase)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara,
cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.
a) Indikasi
Pneumothoraks
- Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Klem dada yang terlalu lama
- Kerusakan selang dada pada sistem drainase
Hemothoraks
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
Thorakotomy
- Lobektomy
- Pneumoktomy
Efusi pleura
- Penyakit paru serius
- Kondisi inflamasi
Emfiemab) Tujuan
Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura Mengembangkan kembali paru yang kolaps dan mencegah refluks
drainage kembali ke dalam rongga dada.c) Tempat / Area Pemasangan WSD
Bagian apex paru (apical)
- Anterolateral interkosta ke 1-2
- Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
d) Jenis-jenis WSD WSD dengan sistem satu botol
- Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks
- Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
- Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
- Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar
- Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.- Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :
Inspirasi akan meningkat Ekpirasi menurun.
WSD dengan sistem 2 botol- Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan
botol ke-2 botol water seal- Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong
dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal.
- Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2.
- Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD.
- Biasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural.
WSD dengan sistem 3 botol- Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol
jumlah hisapan yang digunakan.- Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
- Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke 3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD.
- Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
- Botol ke-3 mempunyai 3 selang : Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada
botol ke dua. Tube pendek lain dihubungkan dengan suction. Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air
dan terbuka ke atmosfere) Komplikasi Pemasangan WSD
Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
Komplikasi sekunder : infeksi, emfisema2) Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. ( Brunner dan Suddarth, 2002).a) Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
Ventilator Tekanan PositifVentilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus. Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Ventilator
tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara . Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien , siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.
b) Indikasi Klinik Kegagalan Ventilasi
- Neuromuscular Disease
- Central Nervous System disease
- Depresi system saraf pusat
- Musculosceletal disease
- Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
Kegagalan Pertukaras Gas
- Gagal nafas akut
- Gagal nafas kronik
- Gagal jantung kiri
- Penyakit paru-gangguan difusi
- Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnese
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma,
seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan
yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.
b. Pemeriksaan Fisik
1) System pernapasan
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2) System kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.
3) Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
4) Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
5) Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
6) Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7) Sistem Endokrine
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.
c. Pemeriksaan Diagnostik :
1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
2) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
3) Pa O2 normal / menurun.
4) Saturasi O2 menurun (biasanya).
5) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
6) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
d. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder
e. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
h. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma
i. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
Recommended