View
147
Download
4
Category
Tags:
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Ablasio retina merupakan suatu penyakit yang tidak umum atau jarang, terjadi hanya
pada satu orang setiap 10.000 penduduk per tahunnya dan tidak disebabkan oleh hanya
satu penyakit keadaan patologis spesifik tetapi merupakan hasil akhir dari berbagai
proses penyakit yang mana melibatkan cairan subretina. Terdapat tiga tipe ablasio
retina: eksudatif, traksi, dan regmatogenosa. Tipe yang paling umum adalah
regmatogenosa yang disebabkan oleh robekan retina akibat traksi vitreoretina. Faktor
resiko ablasio retina antara lain: umur tua, riwayat operasi katarak, myopia, dan trauma.
Pasien biasanya mengalami gejala fotopsia, floaters, kehilangan lapangan pandang
bagian perifer, dan pandangan kabur. Penyakit ini apabila tidak ditangani secara tepat
akan mengakibatkan hal yang terburuk bagi mata yaitu kebutaan. Apabila dideteksi
secara awal, ternyata penyakit ini dengan penanganan yang sesuai akan menghasilkan
suatu perbaikan dalam hal visus atau tajam penglihatan.
Oleh karena itu tulisan ini akan membahas secara umum mengenai penyakit
ablasio retina itu sendiri, sehingga nantinya dapat dipergunakan oleh tenaga kesehatan
untuk mendiagnosis ablasio retina secara dini untuk segera bisa mereferal kepada ahli
bedah mata untuk penangannya atau bahkan yang lebih baik lagi dapat mendeteksi
gejala awal robekan retina sehingga dengan penangannan yang awal dan tepat,
perjalanan penyakit ke arah ablasio retina dapat dihentikan sehingga outcome yang
dihasilkan akan lebih baik.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina
dengan sel epitel pigmen retina. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya tidak ada
perlekatan struktural antara sel batang dan kerucut dengan epitel berpigmen, sehingga
merupakan titik lemah yang mudah terlepas.1
Gambar 1. Ablasio Retina2
2.2 Klasifikasi
Dikenal tiga bentuk ablasio retina:
1. Ablasio Retina Regmatogenosa
Tipe ini merupakan ablasio retina yang paling sering. Pada tipe ini ablasio
timbul akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
epitel berpigmen dengan sel batang dan sel kerucut. Terjadi pendorongan retina oleh
badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan pada retina menuju rongga
subretina. Miopia, afakia, laticce degeneration, dan trauma okuli merupakan faktor
resiko terjadinya ablasio retina regmatogenosa.1,3
2
Gambar 2. Ablasio Retina Regmatogenosa4
2. Ablasio Retina Traksi
Ablasio retina tipe tarikan atau traksi merupakan tipe ablasi yang tersering
kedua. Tipe ini biasanya timbul akibat retinopati diabetika, proliferasi vitreoretinopati,
retinopati akibat prematuritas, atau trauma okuli. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina
terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan melepaskan tautan
retina. Berbeda dengan tipe regmatogenosa dengan kelainan berbentuk koveks, bentuk
kelainan pada tipe traksi biasanya konkaf dan lebih terlokalisir. 1,3
Gambar 3. Ablasio Retina Traksi4
3. Ablasio Retina Eksudatif
3
Ablasio retina eksudatif terjadi tanpa adanya robekan atau traksi vitreoretina.
Ablasi terjadi akibat penimbunan cairan pada ruang subretina akibat penyakit primer
pada epitel berpigmen dan koroid. Kelainan ini terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulber, uveitis, atau idiopatik.1,3
Gambar 4. Ablasio Retina Eksudatif4
2.3 Pathogenesis
Dalam keadaan normal terdapat gaya yang menjaga agar bagian sensoris tetap melekat
pada epitel berpigmen. Gaya ini dibentuk oleh tekanan negatif pada ruang subretina
sebagai hasil metabolic pump epitel berpigmen dan tekanan onkotik yang relatif lebih
tinggi pada koroid, serta adanya lem yang terbuat dari mukopolisakarida yang
melekatkan epitel berpigmen dan sensori retina (sel batang dan kerucut). 5
Ablasi retina eksudatif atau tipe serus timbul akibat akumulasi cairan serus atau
hemoragik pada ruangan subretina akibat faktor hidrostatik seperti contohnya akibat
hipertensi akut yang berat. Dapat pula timbul akibat eksudasi cairan karena proses
inflamasi seperti pada uveitis atau efusi neoplastik. Cairan eksudat maupun darah akibat
perdarahan akan tertimbun pada ruangan subretina yang jika jumlahnya terus bertambah
akan mendorong retina dan menyebabkan retina terlepas.6
4
Tipe kedua yaitu ablasi retina traksi terjadi akibat tenaga sentripetal pada retina
akibat adanya jaringan fibrotik. Tenaga sentripetal ini kemudian akan menarik jaringan
retina sehingga terlepas dari lapisan epitel berpigmen tanpa adanya robekan.
Jaringan fibrotik ini timbul akibat perdarahan profuse, trauma, pembedahan, infeksi,
atau inflamasi. Penyebab tersering adalah proliferatif diabetic retinopathy. 5,7
Pada tipe regmatogenosa yang memegang perananan kunci adalah perubahan
pada badan kaca. Badan kaca merupakan gel dengan struktur yang terdiri dari matrix
kolagen dan mukopolisakarida. Sejalan dengan pertumbuhan umur maka struktur
makromolekul ini akan mencair dan kolaps, badan kaca menyusut dan timbullah daya
tarik atau traksi vitreus. Akhirnya vitreus sebagian akan terlepas dari permukaan retina
yang dikenal sebagai posterior vitreus detachment (PVD). Sekitar ¼ orang mengalami
PVD pada usia 61-70 tahun dan 1/3 mengalami PVD pada usia diatas 70 tahun. Pada
sekitar 10-15% pasien PVD dapat terjadi robekan retina atau pembentukan lubang
karena penarikan oleh vitreus ini, terutama terjadi pada daerah perifer dimana retina
lebih tipis. Ablasi regmatogenosa terjadi ketika cairan vitreus memasuki ruang subretina
melalui robekan retina. Sejalan dengan waktu daerah yang terlepas bertambah luas
karena semakin banyak cairan yang tertimbun.6
5
Gambar 5. Patogenesis Ablasio Retina Tipe Regmatogenosa6
Darimana sumber cairan subretina tersebut masih kontroversial. Konsentrasi
asam askorbat yang relatif tinggi pada badan kaca, dan lebih tinggi pada subretina
dibanding dalam plasma menimbulkan dugaan bahwa cairan subretina tersebut berasal
dari cairan badan kaca. Seiring berjalannya waktu, konsentrasi asam askorbat pada
cairan subretinal semakin menurun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa cairan serum
berpindah dari koriokapiler mengisi ruang subretina. Konsep ini diperkuat dengan
kenyataan bahwa jumlah protein pada cairan subretinal mulanya rendah kemudian
meningkat sejalan waktu.
Kini gabungan kedua teori ini lebih diakui yang menyatakan bahwa cairan subretina
sebagian besar berasal dari cairan vitreus kemudian perlahan-lahan diperbanyak oleh
cairan serum yang berasal dari koriokapiler.5
2.4 Epidemiologi
6
1. Umur
Insiden ablasio retina meningkat antara usia 40-80 tahun, dengan insiden tertinggi pada
usia 60-70 tahun.
2. Jenis kelamin
Kurang lebih 60% ablasi retina ditemukan pada laki-laki. Insiden tetap lebih tinggi pada
laki-laki meskipun telah dikoreksi untuk trauma okuli karena trauma okuli umumnya
terjadi pada laki-laki. Kecuali pada miopia berat (lebih dari 6 dioptri) insiden ablasi
retina tetap lebih tinggi pada pria dibanding wanita.
3. Suku
Insiden ablasio retina lebih tinggi pada orang Yahudi dan relatif rendah pada Afrika-
Amerika
4. Herediter
Karena miopi dan lattice degeneration memiliki kecenderungan menurun secara
herediter, maka ablasi retina juga memiliki kecenderungan menurun. Namun
kebanyakan kasus terjadi secara sporadik.
5. Faktor-faktor lain
Kelainan yang paling sering dihubungkan dengan ablasi retina adalah miopi, afakia
termasuk pseudofakia, lattice degeneration, dan trauma. Kurang lebih 40-55% pasien
ablasi memiliki miopia, 20-30% memiliki lattice degeneration, dan 10-20% memiliki
riwayat trauma okuli langsung. Kurang lebih 30-40% ablasi berhubungan dengan afakia
pembedahan, pseudofakia, dan insidennya meningkat ketika terjadi ruptur kapsul
posterior, kehilangan vitreus, atau setelah YAG laser capsulotomy. Ablasi akibat trauma
paling sering pada anak-anak, ablasi miopi paling sering diantara orang-orang berumur
25-45 tahun dan ablasi karena afakia meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.5
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis dari ablasi retina adalah :
1. Fotopsia.
Pada awal penyakit biasanya penderita mengeluh melihat kilatan cahaya
(fotopsia) maupun melihat adanya bercak bercak yang bergerak pada lapangan
penglihatanya (floaters). Setelah itu timbul bayangan pada lapangan pandang
7
perifer yang jika diabaikan akan menyebar dan melibatkan seluruh lapangan
penglihatan. 6
Dalam keadaan normal stimulasi terhadap retina terjadi jika terdapat
cahaya. Namun retina juga dapat terstimulasi jika terdapat kerusakan mekanik.
Saat terjadi kerusakan mekanik akibat separasi badan kaca posterior, akan
terjadi pelepasan fosfen lalu retina akan terstimulasi dan terjadilah sensasi
cahaya yang dirasakan oleh penderita sebagai kilatan cahaya (fotopsia).7
2. Floaters.
Floaters (melihat bercak bergerak) merupakan gejala yang umum di
populasi namun etiologinya harus dibedakan karena banyak penyakit dapat
menimbulkan gejala ini. Floaters yang timbul mendadak dan terlihat sebagai
bercak-bercak besar pada tengah lapangan penglihatan biasanya
mengindikasikan posterior vitreous detachment (PVD). Pasien akan mengeluh
timbulnya floaters seperti cincin jika vitreous terlepas dari insersinya yang
anular pada papil nervus optikus. Floaters berupa garis-garis kurva timbul pada
degenerasi badan kaca. Kadang-kadang timbul ratusan bintik-bintik hitam
dibelakang mata. Hal ini patognomonik untuk perdarahan vitreus sebagai akibat
pecahnya pembuluh darah retina akibat robekan atau lepasnya perlekatan badan
kaca pada retina. Beberapa saat setelah itu dapat timbul jaring laba-laba yang
mengindikasikan pembentukan klot (bekuan darah).
Sebagai catatan lokasi dari kilatan cahaya maupun floaters dalam lapangan
pandang ini tidak menunjukkan lokasi defek pada retina.
3. Penurunan visus
Gejala ini dapat terjadi jika ablasi melibatkan makula dan kadang kadang
benda terlihat seperti bergetar atau disebut pula metamorphopsia.
4. Defek lapangan pandang
Gejala ini adalah merupakan gejala lanjut dari ablasio retina. Berbeda dengan
lokasi fotopsia dan floaters yang tidak menunjukkan lokasi kerusakan, defek
lapangan pandang sangat spesifik untuk menentukan lokasi dari robekan atau
ablasi retina.
Ablasi di depan ekuator tidak dapat dinilai melalui pemeriksaan lapangan
pandang. Sedangkan lesi di belakang ekuator dapat ditentukan dengan
8
pemeriksaan lapangan pandang namun biasanya tidak jelas dirasakan sebelum
melibatkan makula. Defek lapangan pandang di superior menunjukan ablasio
retina di inferior, sedangkan defek lapangan pandang di superior menunjukkan
ablasio retina inferior.4
2.6 Diagnosis
Pemeriksaan pada kasus yang dicurigai ablasio retina meliputi pemeriksaan dengan slit
lamp biomicroscopy dimana biasanya kamera okuli anterior ditemukan dalam batas
normal. Pada pemeriksaan badan kaca kadang-kadang ditemukan adanya pigmen yang
terlihat sebagai tobacco dust. Hal ini merupakan tanda patognomonik untuk robekan
retina pada 70 % kasus tanpa riwayat penyakit mata atau pembedahan sebelumnya. 6
Diagnosis pasti ditegakkan dengan oftalmoskopi. Direct oftalmoscopy dapat
mendeteksi perdarahan vitreus dan ablasi retina yang luas. Daerah ablasi ditandai
dengan daerah abu-abu dengan warna pembuluh darah lebih gelap yang terletak pada
daerah yang melipat. Daerah ablasi akan terlihat berundulasi atau bergelombang ketika
mata digerakkan, namun jika ablasi masih dangkal akan sangat sulit untuk dievaluasi.
Dengan daya pandang pemeriksaan yang sempit sering diagnosis ablasio retina
terlewatkan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan secara indirek yang secara
signifikan meningkatkan visualisasi fundus bagian perifer. 6,8
2.7. Diagnosis Banding
Penyakit utama yang merupakan diagnosis banding ablasio retina khususnya
tipe regmatogenosa adalah retinoschisis. Retinoschisis menyebabkan skotoma absolut
sedangkan ablasio retina menyebabkan skotoma relatif. Tobaco dust dan atau
perdarahan jarang ditemukan pada vitreus dengan retinoschisis sedangkan hal tersebut
sering ditemukan pada ablasio retina . Retinoschisis memiliki permukaan yang halus
dan biasanya muncul berbentuk kubah. Kebalikannya ablasio retina dengan permukaan
yang tidak rata. Pada kasus ablasio retina yang lama, retina dapat muncul halus dan
tipis hampir sama dengan retinoschisis. Pada ablasio retina yang lama biasanya epitel
pigmen retina di bawah garis demarkasi dan makrosit mengalami atrofi sedangkan pada
retinoschisis normal.9
Temuan klinik Ablasio Retina Schisis
Permukaan Bergelombang/berkerut Kubah dan halus
9
(tidak rata)
Perdarahan/pigmen + -
Skotoma relatif Absolute
Reaksi fotokoagulasi - Biasanya ada
Cairan yang berpindah bervariasi -
Tabel 1. Perbedaan Retinoschisis dengan Ablasio Retina9
2.8 Penanganan Ablasio Retina
Retina mendapatkan oksigen dan nutrien dari koroid yang mendasarinya (lapisan
vaskuler). Saat ablasio retina muncul, retina yang lepas mulai mengalami disfungsi dan
akhirnya nekrosis (mati) yang merupakan akibat apabila retina tidak dikembalikan pada
tempatnya semula pada koroid. Oleh karena itu ablasio retina merupakan tindakan
darurat yang mana retina yang terlepas harus dikenali dan diberikan penanganan yang
tepat.10
Apabila robekan retina ditemukan sebelum ablasio terjadi, hal tersebut dapat
ditangani dan dicegah agar retina tidak lebih lanjut terlepas. Biasanya laser dapat
digunakan untuk menangani robekan retina. Laser tersebut dapat membuat “luka bakar”
baru disekitar robekan yang pada akhirnya nanti membentuk jaringan parut dan
menahan retina pada jaringan di bawahnya. Hal ini mencegah cairan (cairan vitreus)
agar tidak masuk melalui robekan dan melepaskan retina. 4
Gambar 6. Penggunaan Laser pada Ablasio Retina2,6
10
Pada kasus-kasus yang lebih jarang, laser tidak bisa dipergunakan dan sebagai
gantinya dipakai cryoprobe retina untuk menangani robekan tersebut. Cryoprobe
tersebut dapat membuat suatu reaksi pembekuan yang dapat membentuk jaringan parut
di sekitar robekan.
Gambar 7. Penggunaan Cryoprobe pada Ablasio Retina2
Hal inilah yang menyebabkan pentingnya suatu pemeriksaan awal apabila
terdapat gejala PVD (flashes, floaters, shower of spots). Pemeriksaan menggunakan
oftalmoskopi indirek, pemeriksaan lensa kontak, dan depresi sklera diperlukan untuk
menemukan robekan retina secara dini dan daerah di sekitarnya yang beresiko terlepas.
Jika tidak ditemukan robekan pada pemeriksaan awal, sangat penting untuk
mengadakan pemeriksaan lagi dalam waktu 1 sampai 2 minggu atau lebih awal lagi
apabila terdapat gejala baru. Walaupun robekan ditemukan dan telah ditangani,
pemeriksaan lanjutan sangat diperlukan untuk memastikan reaksi laser bekerja dan tidak
berkembang robekan baru.4
Tidak semua robekan retina memerlukan penanganan. Banyak orang memiliki
lubang bundar atau atrofi pada retina mereka yang ditemukan pada pemeriksaan rutin
dan biasanya hal ini tidak perlu ditangani. Tetapi secara umum jika suatu robekan retina
ditemukan yang berhubungan dengan temuan gejala PVD atau terdapat faktor resiko
tinggi untuk mengalami ablasio retina diperlukan suatu penanganan yang tepat.4
11
Penanganan robekan retina dengan laser atau cryoprobe tersebut memiliki
tingkat kesuksesan yang tinggi dan biasanya ablasio retina dapat dihindari. Sayangnya
pada kasus-kasus tertentu, terkadang robekan retina secara cepat mengarah kepada
ablasio retina tanpa ada gejala PVD. Untuk ini dan alasan lainnya banyak orang
didiagnosis dengan ablasio retina pada awal pemeriksaan dan hampir selalu
memerlukan perbaikan melalui tindakan pembedahan. 4
Tindakan pembedahan untuk menangani ablasio retina meliputi berbagai macam
prosedur tergantung pada keadaan penyakit. Prosedur pembedahan yang dimaksud
meliputi scleral buckle procedure, vitrectomy dan pneumatic retinopexy.
1. Scleral Buckling
Posedur pembedahan ini telah dipergunakan lebih dari 30 tahun dan biasanya
dipergunakan untuk menangani ablasio retina tipe regmatogenosa. Operasi pemasangan
scleral buckle itu adalah merupakan prosedur yang paling umum untuk memperbaiki
ablasio retina. Prosedur ini meliputi melokalisir posisi keseluruhan robekan retina,
menangani semua robekan retina dengan cryoprobe dan mempertahankan dengan
menggunakan gesper sclera (scleral buckle). Gesper yang digunakan biasanya adalah
sebuah busa silicon atau silicon padat. Tipe dan bentuk gesper bervariasi tergantung
lokasi dan jumlah robekan retina. Gesper tersebut dipasang pada dinding luar bola mata
(sclera) untuk menciptakan sebuah indentasi atau efek gesper di dalam mata. Gesper
diposisikan di bawah muskulus rektus sehingga dapat menekan robekan retina dan
secara efektif menutup robekan dan dipertahankan pada tempatnya dengan jahitan yang
minimalis pada sklera mata. Setelah robekan tertutup, cairan di bawah retina biasanya
secara spontan akan kembali pada posisinya semula dalam 1 sampai 2 hari
(menghilangkan traksi vitreus). Pada banyak kasus dilakukan dreinase terhadap cairan
yang berada di bawah retina pada bagian retina yang terlepas dan kemudian menutup
lubang yang terjadi dengan laser atau cryoterapy. 4,10
12
Gambar 8. Prosedur Scleral Buckling2,4
2. Vitrectomy
Prosedur ini dikenal juga dengan sebutan Trans Pars Plana Vitrectomy (TPPV),
dan telah digunakan sejak 20 tahun yang lalu untuk menangani ablasio retina tipe traksi
pada pasien diabetes tapi dapat juga dipergunakan untuk ablasio retina tipe
regmatogenosa khususnya kasus-kasus yang berhubungan dengan traksi vitreus atau
pendarahan pada vitreus. Prosedur tersebut meliputi membuat insisi kecil pada dinding
bola mata agar dapat memasukkan alat yang disebut vitrector ke dalam kavitas vitreus
(bagian tengah bola mata). Langkah yang pertama dilakukan adalah menghilangkan
vitreus humor menggunakan vitreus cutter. Kemudian tergantung pada tipe dan
penyebab ablasio retina, berbagai macam instrumen (gunting, forcep, laser, dll) dan
teknik (eksisi lingkaran yang mengalami traksi, pertukaran gas-cairan, pemberian
minyak silikon, dll) dipergunakan untuk mengembalikan retina pada lapisan di
bawahnya. 4,10
13
Gambar 9. Vitrektomi4
3. Pneumatic Retinopexy
Prosedur ini dilakukan untuk memperbaiki ablasio retina tipe regmatogenosa
khususnya yang memiliki robekan tunggal terletak di bagian superior retina (straight-
forward rhegmatogenous retinal detachment). Prosedur ini meliputi menginjeksikan
gelembung gas ke dalam bagian tengah bola mata (kavitas vitreus) baik sebelum atau
sesudah lubang pada retina dirawat dengan laser atau cryoterapy untuk menutup lubang
secara permanen. Gelembung gas tersebut harus diposisiskan di atas lubang agar dapat
mencegah cairan masuk ke lubang sementara retina menyembuh. Keuntungan utama
dari prosedur ini adalah dapat dilakukan di praktek dokter tanpa harus lama menginap di
rumah sakit dan juga dapat dihindari komplikasi dari prosedur sclera buckling walaupun
tentunya memiliki komplikasi tersendiri. Sedangkan keburukannya adalah prosedur ini
memerlukan posisi kepala yang tetap selama 7 – 10 hari mendatang dan memiliki angka
kesuksesan yang lebih rendah dibandingkan prosedur sclera buckling. 4,10
14
Gambar 10. Pneumatic Retinopexy4
4. Laser Photocoagulation (Fotokoagulasi Laser)
Terapi laser photocoagulation merupakan suatu metode untuk menangani
ablasio retina dengan laser argon. Sinar laser berintensitas tinggi ini dikonversi menjadi
energi panas, yang kemudian mampu mengubah molekul-molekul protein pada jaringan
yang ditarget dengan laser dan dapat mengatasi robekan pada retina. Jadi, tujuan dari
terapi laser ini adalah untuk merekatkan kembali suatu robekan ataupun detachment
pada bagian tertentu dari retina dan atau untuk mencegah pertumbuhan lebih jauh dari
pembuluh-pembuluh darah retina yang dapat menimbulkan detachment.
2.9. Prognosis
Jika makula sentralis belum terlibat saat perbaikan dilakukan, biasanya tajam
penglihatan diharapkan kembali normal seperti sebelum terjadi ablasio retina. Akan
tetapi jika makula sentralis telah terlepas saat perbaikan dilakukan dan penglihatan
bagian sentral telah terganggu, mungkin akan terdapat kehilangan penglihatan secara
permanen walaupun retina telah dikembalikan pada posisi anatomisnya. Semakin lama
makula terlepas, kemungkinan kehilangan penglihatan secara total semakin besar
berhubung terjadi kerusakan yang irreversible pada fotoreseptor (tergantung pada durasi
dan derajat elevasi lepasnya makula dan umur pasien). 4,10
BAB III
15
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : Wayan Sari
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Tegal Sumaga, Tejakula, Buleleng
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan membawa surat pengantar dengan diagnosis PDR. Penderita
mengeluh penglihatan kabur pada kedua mata disertai dengan adanya bayang-bayang
seperti sarang laba-laba. Penglihatan lebih kabur pada mata kanan. Penglihatan mulai
kabur sejak + 6 bulan yang lalu. Keluar air mata disangkal, nyeri mata disangkal, silau
ada (+ sejak 6 bulan yang lalu).
Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan
Riwayat DM dan hipertensi ada, diketahui sejak 3 tahun yang lalu. Penderita memakai
insulin suntik sejak + 3 tahun yang lalu. Riwayat trauma maupun kemasukan benda
asing sebelumnya disangkal. Pasien juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini
sebelumnya. Riwayat pemakaian obat tetes mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat
sakit gigi, sakit tenggorokan, sakit telinga disangkal.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial
16
Penderita adalah seorang ibu rumah tangga.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 76 kali / menit
Temperatur aksila : 36,6 °C
3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra
Visus
Refraksi/Pin Hole
1/300
NI
3/60
6/30
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
17
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Ada Ada
18
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Keruh
Normal
Keruh
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Keruh
Tidak ada
Keruh
Tidak ada
Pemeriksaan Lain
Funduskopi
OD OS
Papil N II bulat, batas tegas, aa : vv = 2:3,
fibrosis (+), eksudat (+), perdarahan (+),
Papil N II bulat, batas tegas, aa : vv = 2:3,
fibrosis (+), eksudat (+), perdarahan (-),
19
RM sulit dievaluasi RM menurun
Foto Fundus :
USG Mata :
OD Moderate viterous opacity + PVR + Retinal Detachment
3.4 Resume
Pasien perempuan, 64 tahun mengeluh penglihatan kabur pada kedua mata, keluhan
tersebut dirasakan lebih berat pada mata sebelah kanan. nyeri pada mata kiri sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mata kiri dirasakan sangat perih sehingga membuat pasien
kesulitan untuk membuka mata. Nyeri mata kiri dirasakan pada awalnya saat pasien
baru bangun tidur, mata dirasakan perih yang sifatnya ringan kemudian lama-kelamaan
nyeri memberat terutama saat pasien membuka mata dan berkedip.
Pasien juga mengeluh mata kiri merah, berair, silau, kadang-kadang keluar
kotoran berwarna kekuningan dan kabur bersamaan dengan keluhan nyeri tersebut.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
20
1/300, PH : NI Visus 1/60, PH : 6/30
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Palpebra tenang
Tenang Konjungtiva Bulbi tenang
Arcus senilis (+) Kornea Arcus senilis (+)
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral
Positif Refleks Pupil Positif
keruh Lensa keruh
9/5,5 Schiotz 8/5,5
3.5 Diagnosis Banding
1. Ablasio retina tipe traksi (Tractional Retinal Detachment)
2. Retinoschisis degeneratif
3. Choroidal detachment
3.6 Diagnosis Kerja
OD Ablasio Retina tipe Traksi
OS PDR + CSME
3.7 Usulan Pemeriksaan
- FFA
- Gula darah puasa dan 2 jam PP
3.8 Terapi
- Vitrektomi OD
- Laser Fotokoagulasi OS
3.9 Prognosis
In Dubia
21
BAB III
PEMBAHASAN
Faktor resiko terjadinya ablasio retina meliputi umur (dengan insiden tertinggi pada
usia 60-70 tahun), jenis kelamin (sering ditemukan pada laki-laki), suku, herediter, dan
factor-faktor lainnya seperti diabetes mellitus, miopia, afakia, pseudoafakia, lattice
degeneration dan trauma okuli. Pada penderita, didapatkan faktor resiko berupa usia (64
tahun) dan adanya riwayat diabetes mellitus yang baru diketahui sejak 3 tahun yang
lalu. Kemungkinan kasus ini tidak bersifat herediter namun bersifat sporadic karena
tidak ditemukan adanya riwayat keluarga dengan penyakit serupa.
Diagnosis ablasio retina ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Keluhan utama pasien biasanya mengeluh kehilangan
pengelihatan secara tiba-tiba yang didahului oleh kilatan-kilatan sinar ataupun melihat
bayang-bayang seperti nyamuk-nyamuk yang beterbangan, sarang laba-laba atau
pengelihatan yang tertutup korden serta pandangan mata kabur. Secara obyektif visus
penderita juga menurun. Pada kasus ini di dapatkan gejala adanya kehilangan
pengelihatan secara tiba-tiba, yang didahului oleh munculnya bayang-bayang seperti
sarang laba-laba.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan oftalmoskopi. Oftalmoskopi direk dapat
mendeteksi pendarahan vitreus dan ablasio retina yang luas. Fibrosis yang menimbulkan
tarikan pada retina juga dapat terlihat melalui pemeriksaan ini. Pada tipe
regmatogenosa, kelainan yang terjadi berbentuk konveks, sedangkan pada tipe traksi
biasanya konkaf dan lebih terlokalisir. Daerah ablasi ditandai dengan daerah abu-abu
dengan warna pembuluh darah lebih gelap yang terletak pada daerah yang melipat. Pada
penderita didapatkan pada mata kanan papil N II bulat, batas tegas, aa : vv = 2:3,
fibrosis (+), eksudat (+), perdarahan (+), RM sulit dievaluasi. Sedangkan pada mata kiri
didapatkan papil N II bulat, batas tegas, aa : vv = 2:3, fibrosis (+), eksudat (+),
22
perdarahan (-), RM menurun. Temuan funduskopik ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa ablasio retina traksional ditandai dengan adanya kelainan berupa
fibrosis pada badan kaca yang dapat menimbulkan tarikan pada retina. Fibrosis ini dapat
dijelaskan karena pada penderita didapatkan PDR dengan neovaskularisasi. Secara
patofisiologik, neovaskularisasi yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan
terjadinya fibrosis badan kaca yang menjadi dasar timbulnya traksi. Diagnosis juga
didukung hasil USG mata dan foto fundus, yang sama-sama menunjukkan adanya
retinal detachment.
Diagnosis banding pada kasus ablasio retina adalah retinoschisis degenerative dan
choroidal detachment. Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal
sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora
serrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati
adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung
hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi
kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan ekstensi kavitas dan peningkatan kearah
retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada
traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. Sementara pada choroidal
detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal.
Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas. Karena
ditemukan gejala floaters dan traksi vitreoretinal maka kedua diagnosis banding tersebut
diatas dapat disingkirkan.
Penatalaksanaan yang sesuai pada ablasio retina tipe traksi pada penderita diabetes
mellitus adalah viterektomi. Prosedur ini dikenal juga dengan sebutan Trans Pars Plana
Vitrectomy (TPPV), dan telah digunakan sejak 20 tahun yang lalu untuk menangani
ablasio retina tipe traksi pada pasien diabetes tapi dapat juga dipergunakan untuk
ablasio retina tipe regmatogenosa khususnya kasus-kasus yang berhubungan dengan
traksi vitreus atau pendarahan pada vitreus. Prosedur tersebut meliputi membuat insisi
kecil pada dinding bola mata agar dapat memasukkan alat yang disebut vitrector ke
dalam kavitas vitreus (bagian tengah bola mata). Langkah yang pertama dilakukan
adalah menghilangkan vitreus humor menggunakan vitreus cutter. Kemudian
tergantung pada tipe dan penyebab ablasio retina, berbagai macam instrumen (gunting,
forcep, laser, dll) dan teknik (eksisi lingkaran yang mengalami traksi, pertukaran gas-
23
cairan, pemberian minyak silikon, dll) dipergunakan untuk mengembalikan retina pada
lapisan di bawahnya.
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan
makula.
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati
proliferatif, PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih
lanjut.
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula
atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil
melekatkan kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula
lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya
mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
24
BAB IV
PENUTUP
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina
dengan sel epitel pigmen retina. Dikenal tiga bentuk ablasio retina: ablasio retina
regmatogenosa, ablasio retina traksi, dan ablasio retina eksudatif. Dari ketiga tipe ini
yang paling sering dijumpai adalah tipe regmatogenosa yang terjadi oleh karena
disebabkan oleh robekan retina akibat traksi vitreoretina.
Penanganannya diutamakan saat terjadi baru pada tahap robekan retina yang
tentunya dapat didiagnosis dengan pemeriksaan dini secara rutin sehingga hasil yang
didapatkan nanti lebih baik dalam artian tajam penglihatan diharapkan kembali normal
seperti sebelum terjadi ablasio retina. Adapun teknik pembedahan yang bisa dilakukan
untuk menangani ablasio retina diantaranya, sclera buckling, vitrectomy, dan pneumatic
retinopaxy yang mana diantara teknik ini dapat dikombinasikan dalam pelaksanaannya
sesuai dengan kasus yang ditemui.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Balai penerbit FK UI Jakarta. 2002.
2. A.D.A.M. Medical Illustration Team. Retinal Detachment Repair.
http://www.shands.org/health/surgeries/100132.html#. Akses; 20 Januari 2010.
3. Vaughan DV, Asbury T, Riordan-Eva P, General Ophthalmology. 5 th Edition.
Prentice Hall, New Jersey 2003.
4. Angeles Vision Clinic. Retinal Detachment.
http://www.avclinic.com/RetinalDetachment.htm. Akses : 20 Januari 2010.
5. Hilton GF, Mc.Lean EB, Brinton DA, Retinal Detachment Principles and
Practice. 2nd Edition, American Academy of Ophthalmology, San Francisco,
1989.
6. Gariano, Cang-Hee. Evaluation and Management of Suspected Retinal
Detachment. http://www.aafp.org/afp/20040401/1691.html. Update : 1 April
2004. Akses : 20 Januari 2010.
7. Gregory. Retinal Detachment. http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm.
Akses : 20 Januari 2010.
8. Khurana AK. Ophthalmology: Quick Text Revision & MCQ, 1st .Edition. CBS
publisher and Distributors, New Delhi, 1997.
9. LEO.Retina and Vitreous. Section 12. Hal: 245-255. American Academy of
Ophtalmology. USA. 2003.
10. Anonim. Retinal Detachment Repair.
http://www.eyemdlink.com/EyeProcedure.asp?EyeProcedureID=52.
EyeMDLink.com.2005. Akses : 20 Januari 2010.
26
Recommended