View
285
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN LONG CASE
OBSERVASI FEBRIS
SUSPECT DEMAM TIFOID
Disusun Oleh :
Prasetyo Tri Kuncoro
K1A005035
Preseptor Fakultas :
dr. Agung S Dwi Laksana, Ph.D
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2010
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
OBSERVASI FEBRIS
SUSPECT DEMAM TIFOID
Prasetyo Tri Kuncoro
K1A 005 035
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan judul
Pada hari , 2010
Mengetahui
Perseptor Lapangan : Perseptor Fakultas :
d r. Purwanto d r. Agung S Dwi Laksana, M.Sc PH
NIP. 1966 0223 2002 12202 NIP. 1967 0905 2000 121001
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. Tono
Alamat lengkap : Rt 01/Rw V Desa Sawangan Kec Kebasen Kab.
Banyumas.
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Ket
1. Tono KK L 31 th SD Buruh -
2. Sri
Komarsih
Ibu P 30 th SD Ibu rumah
tangga
-
3. Anggun Anak I P 10 th SD Pelajar Pasien
Demam
tifoid
4. Icu Anak II L 7 th TK Pelajar -
5. Dede Anak III L 4 th - - -
Sumber : Data Primer, Februari 2010
Kesimpulan :
Kesimpulan dari demografi keluarga Bapak Tono yang berbentuk nuclear
family. Bapak Tono mempunyai 3 orang anak dengan anggun sebagai anak
pertama, Icu anak kedua dan Dede anaka ketiga. An. Anggun berjenis kelamin
perempuan, umur 10 tahun menderita penyakit Demam tifoid.
BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita demam tifoid, berjenis kelamin perempuan yang berusia 10 tahun.
B. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : An. Anggun
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Rt 01/ Rw V Desa Sawangan Kec Kebasen, Kab.
Banyumas.
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 2 Februari 2009
2. Keluhan Utama : demam
3. Keluhan Tambahan : Perut sakit, lemas, pusing, mual, kembung, kaki
pegal dan mencret.
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Puskesmas Kebasen dengan keluhan
demam. Sebelum masuk Puskesmas, pasien berobat ke mantri dan diberi
obat penurun panas, namun demam tidak kunjung sembuh. Kemudian
pasien di bawa ke Puskesmas. Demam dikeluhkan sejak + 2 hari sebelum
masuk puskesmas. Demam muncul perlahan-lahan, awalnya nglemeng,
lama-kelamaan menjadi tinggi. Demam biasanya naik-turun, pasien
merasa suhu badannya naik saat sore hari dan suhu tubuh dirasakan lebih
rendah saat pagi hari.
Keluahan laian yang dirasakan pasien adalah mual, batuk, pusing,
nyeri perut, nyeri kaki dan mencret. Satu hari pasien Buang Air Besar
(BAB) sebanyak 5 kali. Sekali BAB sebanyak ¼ gelas belimbing dengan
konsistensi cair. Keluhan ini menyebabkan pasien tidak nafsu makan.
Pasien tidak mengeluh pilek dan sesak nafas. Sebelum demam, pasien
memakan bakso di pinggir jalan.
Satu bulan sebelumnya pasien juga mengalami gejala yang sama.
Pasien mengalami panas dan nyeri perut selama 1 minggu. Kemudian
pasien berobat ke mantri dan dinyatakan sembuh.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
- Riwayat penyakit maag : Disangkal
- Riwayat mondok : Disangkal
- Riwayat alergi : susu sapi.
6. Riwayat Penyakit Keluarga
- Keluhan yang sama dengan orang tua : Disangkal
- Keluhan yang sama dengan keluarga : Disangkal
- Keluhan yang sama dengan saudara kandung : Disangkal
7. Riwayat Sosial dan Exposure
Community
Rumah pasien berada di daerah pegunungan dengan jarak rumah yang
satu dengan rumah yang lainnya cukup berjauhan. Lingkungan sekitar
rumah pasien kurang memenuhi syarat kesehatan dengan kebersihan
lingkungan yang kurang. Di sekitar rumah pasien terdapat tempat
pembuangan sampah umum.
Home
Rumah pasien kurang memenuhi kriteria rumah sehat, seperti ventilasi
udara kurang, cahaya yang masuk ke rumah baik, dinding rumah
terbuat dari bilik dan tidak diplester, lantai rumah dari masih dari
tanah, terdapat tungku kayu untuk memasak makanan sehari-hari.
Hobby
Pasien mempunyai hobi bermain dengan teman-teman sebayanya.
Occupational
Pasien masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 4.
Personal habit
Pasien sering makan makanan pedas dan jajan disembarang tempat.
Diet
Nasi, sayur, lauk pauk, terkadang buah.
Drug
Obat yang biasa dibeli di warung.
8. Riwayat Psiko Sosio Ekonomi
Ayah penderita bekerja sebagai buruh, dan ibu sebagai ibu umah
tangga. Penderita tinggal di rumah bersama bapak dan ibunya. Kebutuhan
sehari-hari dicukupi dengan penghasilan kurang lebih 600 ribu per bulan.
Hubungan penderita dengan anggota keluarga yang lain saling
mendukung. Orangtua penderita peduli dengan kesehatan anggota
keluarganya. Dalam kehidupan sosial penderita banyak bergaul dengan
teman sebayanya.
9. Riwayat Gizi
Penderita makan sehari-hari biasanya antara 2-3 kali dengan nasi
sepiring, sayur, dan lauk pauk seperti telur, tahu-tempe, kerupuk, dan
jarang dengan daging, makanan kadang tidak habis, terkadang konsumsi
buah-buahan. dan jarang minum susu. Kesan gizi kurang
10. Anamnesis Sistem
a. Kulit : warna kulit sawo matang, kulit gatal (-)
b. Kepala : sakit kepala (-), pusing (+), rambut kepala tidak
rontok, berwarna hitam, luka pada kepala (-),
benjolan/borok di kepala (-)
c. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), gatal(-),
penglihatan kabur (-)
d. Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
e. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)
f. Mulut : sianosis (-)
g. Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
h. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk berdahak (-), mengi (-), pilek
(-), batuk darah (-)
i. Kardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
j. Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), diare (+), nafsu makan
menurun (+), nyeri perut (+)
k. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari warna dan jumlah biasa
l. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
m. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), nyeri tangan (-) dan nyeri kaki (+),
nyeri otot (-)
n. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis, status gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 108 x/menit, reguler, isi & tekanan cukup
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 38,7 oC
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 25 kg
TB : 120 cm
BMI : BB/(TB dalam meter)2 = 25 /(1,2)2 = 17,3 = kesan
underweight
Status Gizi : Gizi kurang
3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), roseola (-)
4. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah (-)
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+), warna kelopak coklat kehitaman, katarak (-/-),
radang/conjunctivitis/ uveitis (-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (+), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (+), tremor (-)
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher
Trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I : ictus cordis tak tampak
Pa : ictus cordis tak kuat angkat
Per : Batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kiri bawah : SIC V 2 jari medial LMCS
Batas kanan atas : SIC II LSD
Batas kanan bawah : SIC IV LSD
batas jantung kesan tidak melebar
A: S1 > S2 regular, murmur (-), Gallop (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan = kiri
Pa : fremitus raba kanan = kiri
Pe : sonor/sonor, peranjakan paru memendek
A : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), wheezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan = kiri
Pa : fremitus raba kanan = kiri
Pe : sonor/sonor, peranjakan paru memendek
A : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), wheezing (-/-)
12. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
Pa :supel, nyeri tekan (+) di regio epigastrik dan inguinal sinistra, hepar
dan lien tak teraba
Pe : timpani seluruh lapang abdomen
A :Bising usus (+) meningkat
13. Sistem Collumna Vertebralis
I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-), gibus (-)
Pa :nyeri tekan (-)
14. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin oedem
- - - -
- - - -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
2. Urin Analisis
3. Tes fungsi hepar SGPT dan SGOT
4. Tes Widal
5. Kultur
E. RESUME
An. Anggun, perempuan, usia 10 tahun menderita demam yang disertai
mual, pusing, perut sakit dan mencret. Demam dikeluhkan sejak 2 hari
sebelum masuk puskesmas. Demam muncul perlahan-lahan, awalnya
nglemeng, lama-kelamaan menjadi tinggi dan naik pada malam hari. Pasien
mengeluhkan mual perut sakit, pusing dan mencret. Satu hari pasien Buang
Air Besar (BAB) sebanyak 5 kali. Sekali BAB sebanyak ¼ gelas belimbing
dengan konsistensi cair. Sebelum demam, pasien memakan bakso di pinggi
jalan.
Tabel . Master Problem List
No Approx.
Date of
onset
Date
Problem
Recorded
Active Problems Inaktive/
Resolved
Problems
Date
Resolved
1. 31-01-10 2-02-10 An. A mondok di
Puskesmas karena panas,
nyeri perut, mencret,
pusing dan kaki pegal
- -
2. 1-01-10 2-01-10 An. A periksa ke
mantri karena
menderita panas, nyeri
perut dan kaki pegal.-
14-01-10-
3. 2002 2002 An. A alergi terhadap
susu
F. DIAGNOSIS HOLISTIK
An. Anggun berasal dari keluargagolongan ekonomi rendah, sebagai
anak pertama dalam keluarga inti menderita demam tifoid.
1. Aspek Personal
Pasien mengeluh demam.
Idea : pasien berharap penyakitnya segera sembuh.
Concern : pasien menginginkan perhatian dari keluarganya untuk
mendukung pengobatannya, mendukung dirinya dalam
mengendalikan penyakitnya dan dukungan dari segi
moral pasien.
Expectacy : pasien mempunyai harapan penyakitnya segera sembuh,
agar dapat beraktifitas, sekolah dan bermain bersama
temannya.
Anxiety : pasien takut akan kondisi kesehatannya yang belum stabil.
Kedaan ini sangat mengganggu aktifitas sehari-hari
terutama dalam kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
2. Aspek klinis
Diagnosa differential adalah demam tifoid, dengue fever, dan malaria.
Gejala klinis yang muncul adalah demam, mual, perut sakit, pusing, nyeri
kaki dan menret.
3. Faktor internal kepribadian
Usia pasien 10 tahun dan berjenis kelamin perempuan merupakan
masa usia yang rentan terjadi serangan demam tifoid.
Status gizi pasien yang kurang juga dapat menyebabkan pasien rentan
terserang penyakit.
Kebiasaan pasien makan pedas dan jajan di sembarang tempat
merupakan faktor resiko terjadinya demam tifoid.
Kepribadian pasien termasuk dalam kepribadian terbuka, mau
menerima nasehat orang lain.
4. Aspek Faktor Eksternal
Pasien tinggal di daerah pegunugnan dengan lingkungan jarang
penduduk dan jauh dari jalan raya
Tempat tinggal pasien dekat dengan tempat pembuangan sampah.
Disekitar rumah pasien ada tetangga yang memiliki gejala serupa
dengan pasien.
Rumah pasien berukuran kecil, terbuat dari tembok bilik dengan
lantaiterbuat dari tanah dan ventilasi serta pencahayaan rumah pasien
kurang.
Ibu masih menggunakan pawon sebagai alat memasak.
Pasien masih bersekolah di SD.
Orangtua pasien hanya bersekolah hingga SD dan SD.
Penghasilan orangtua hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer
keluarga.
Pelayanan kesehatan di sekitar rumah pasien cukup sulit dijangkau, hal
ini dikarenakan rumah berada di daerah pegunungan dan tidak dapat
dilewati oleh kendaraan bermotor. Jarak tempuh rumah pasien dengan
puskesmas sekitar 30 menit.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mempunyai aspek skala penilaian 2, pasien mengeluh demam dan
tidak bisa melalukan aktifitas seperti biasanya.
G. PENATALAKSANAAN
1. Personal
Terapi farmakologis :
1. Infus RL 250 cc selanjutnya RL D5 = 1:1
2. Kloramfenikol syrup 4 x C 1
3. Paracetmol 3 x 250
4. Anatsida 3 ½ tab
5. CTM 3 x ½ tab
6. Injeksi ranitidin 2 x ½ ampul IV
7. Injeksi dexametason 3 x ½ a,mpul IV pelan
Terapi non farmakologis :
1. Istirahat total
2. Konsumsi makanan rendah serat. Kurangi aktifitas fisik yang berat.
3. Diet bubur halus
4. Jaga higeinitas
5. Jaga daya tahan tubuh.
Patient Centre Management
a. Dukungan Psikologis
Suport psikologis biasanya perlu diberikan oleh keluarga pasien.
Hal ini berkaitan dengan penyakit demam tifoid yang membutuhkan
waktu yang cukup lama agar dapat benar-benar sembuh. Pasien harus
dimotivasi agar mau beristirahat total minimal selama satu minggu.
Pasien juga diberikan pengertian mengenai faktor resiko apa saja yang
dapat menyebabkan penyakit demam tifoid.
b. Penentraman Hati
Menentramkan hati sangat diperlukan untuk mendukung
pengobatan pasien. Penyakit demam tifoid pada anak jarang
menimbulkan komplikasi pada anak. Akan tetapi dibutuhkan
kesabaran dari pasien untuk istirahat total dan tidak melakukan
aktifitas total minimal selama 1 minggu. Motivasi keluarga terhadap
pasien juga diperlukan agar pasien mau meminum obat secara teratur
agar pasien cepat sembuh. Keluarga harus mendukung dengan sepenuh
hati dalam pengobatan pasien.
c. Penjelasan mengenai penyakit demam tifoid
Keluarga harus dapat menjelaskan kepada pasien bahwa
pasien harus beristirahat secar total selama minimal satu minggu agar
kondisi pasien cepat membaik dan tidak terjadi komlikasi yang tidak
diinginkan. Pasien juga diberikan pengertian mengenai faktor resiko
yang dapat menyebabkan penyakit demam tipiod.
d. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
e. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan
promosi kesehatan berupa perubahan pola hidup sehat, makan makanan
yang bergizi, istirahat yang cukup.
2. Keluarga
Menjaga higienitas, dibiasakan untuk mencuci tangan sebelum makan,
memasak makanan dengan benar, dan tidak makan makanan disembarang
tempat yang tidak terjamin kebersihannya. Selain itu air harus dimasak sampai
mendidih.
3. Komunitas
Menjaga kebersihan lingkungan rumah, membuang sampah di tempat
pembuangan yang sudah disediakan dan buang air besar di WC umum.
H. FOLLOW-UP PASIEN
Tanggal 3 februari 2010
S : demam (-), nyeri perut menurun, batuk, lemas, perut kembung mual dan
mencret.(BAB 5 x sehari)
O : KU baik, compos mentis
Tanda vital
R : 20 x/menit
N : 100 x/menit
S : 36, 6 0C
Lidah kotor (+)
BB : 25 kg
TB : 120 cm
A : observasi febris suspect demam tifoid
P : Terapi medikamentosa berupa infus RL: D5 = 1:1, Kloramfenikol syrup
4 x 250, Paracetmol 3 x 250, Anatsida 3 ½ tab, CTM 3 x ½ tab, Injeksi
ranitidin 2 x ½ ampul IV, Injeksi dexametason 3 x ½ ampul IV pelan.
Terapi non farmakologis, istirahat total, konsumsi makanan rendah serat,
Kurangi aktifitas fisik yang berat, diet bubur halus, jaga higeinitas, jaga
daya tahan tubuh. Selain itu juga dilakukan patient centered
management, berupa dukungan psikologis, managemen stress,
penentraman hati, penjelasan tentang penyakit yang diderita, basic
konseling pada keluarga dan edukasi pasien.
Tanggal 4 Februari 2010
S : panas (+) ↑, terus menerus, lemas (+), perut sakit (+) ↓, pusing (+),
mengigau malam hari, BAB cair.
O : KU baik, compos mentis
Tanda vital
: R : 16 x/menit
N : 80 x/menit
S : 40 0C
Lidah kotor (+)
BB : 25 kg
TB : 120 cm
A : observasi febris suspect demam tifoid
P : Terapi medikamentosa berupa amoxcicilin 3 x 250 dan terapi sebelumya
dilanjutkan. sedangkan non medika mentosa. Terapi non farmakologis,
istirahat total, konsumsi makanan rendah serat, Kurangi aktifitas fisik
yang berat, diet bubur halus, jaga higeinitas, jaga daya tahan tubuh
Selain itu juga dilakukan patient centered management, berupa
dukungan psikologis, managemen stress, penentraman hati, penjelasan
tentang penyakit yang diderita, basic konseling pada keluarga dan
edukasi pasien.
Tanggal 5 Februari 2010
S : panas (+) tinggi, perut sakit (+), kembung (+), BAB (-), batuk (+)
O : KU baik, compos mentis
Tanda vital
R : 16 x/menit
N : 100 x/menit
S : 38,5 0C
Lidah kotor (+)
BB : 25 kg
TB : 120 cm
A : observasi febris suspect demam tifoid
P : terapi medika mentosa diteruskan dan terapi non medikamentosa
istirahat total, konsumsi makanan rendah serat, Kurangi aktifitas fisik
yang berat, diet bubur halus, jaga higeinitas, jaga daya tahan tubuh.
Selain itu juga dilakukan patient centered management, berupa
dukungan psikologis, managemen stress, penentraman hati, penjelasan
tentang penyakit yang diderita, basic konseling pada keluarga dan
edukasi pasien.
I. FLOW SHEET
Nama : An. A
Diagnosis : Demam Tifoid
No Tgl Problem N RR TBB
kg
TB
cmPlanning Target
1
.
2-02-10 - demam
- nyeri perut
(+)
- Lemas
- Pusing
- Mual
- Kembung
- kaki pegal
- mencret.
108 20 38,7 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Anatsida
- CTM
- Injeksi
ranitidin IV,
- Injeksi
dexametason
IV pelan.
- edukasi
Demam turun,
nyeri perut
menghilang
2 3-02-10 - demam (-)
- nyeri perut
menurun,
- batuk,
- lemas,
- perut
kembung
- mual
- mencret
(BAB 5 x
sehari)
100 20 36,6 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Anatsida
- CTM
- Injeksi
ranitidin IV,
- Injeksi
dexametason
IV pelan.
- edukasi
Nyeri perut
berkurang,
mual
berkurang,
dan diare
berkurang.
3 4-02-10 - panas (+) ↑
- lemas (+),
- nyeri perut ↓
- pusing (+),
80 20 40 25 120 - infus RL: D5
- Amoxicilin
- Kloramfenikol
syrup,
Demam
menurun,
- mengigau
malam hari,
- BAB cair
- Paracetmol
- Anatsida
- CTM
- Injeksi
ranitidin IV,
- Injeksi
dexametason
IV pelan.
- edukasi
4 5-02-10 - panas (+)
- nyeri perut
(+)
- kembung
(+),
- BAB (-),
- batuk (+)
84 20 38,5 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Amoxcicilin
- GG
- CTM
- Diet makanan
bergizi
- Edukasi
- Demam
turun,
- Nyeri
perut
menurun
5 6-02-10 - Panas (+) ↑↓
- nyeri perut
(+)
- BAB normal
80 20 38,5 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Amoxcicilin
- GG
- CTM
- Diet makanan
bergizi
- Edukasi
- Demam
turun
- Nyeri
perut
menurun
6 7-02-10 - Panas (+) ↑↓
- Nyeri perut
(+)
84 20 37,8 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Amoxicilin
- Demam
turun
- Nyeri
perut
menurun
- B compleks
- Calk
- Vitamin C
Diet makanan
bergizi
- Edukasi
8 8-02-10 - Panas
nglemeng
- Nyeri perut
(+)
84 20 37,8 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Amoxicilin
- B compleks
- Calk
- Vitamin C
Diet makanan
bergizi
- Edukasi
- Demam
turun
- Nyeri
perut
menurun
9 9-02-10 - Panas
nglemeng
- Nyeri perut
(+)
84 20 38,5 25 120 - infus RL: D5
- Kloramfenikol
syrup,
- Paracetmol
- Amoxicilin
- B compleks
- Calk
- Vitamin C
Diet makanan
bergizi
- Edukasi
- Rujuk RSUD
Banyumas
- Demam
turun
- Nyeri
perut
menurun
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari bapak kandung dan ibu kandung An.
Anggun, An, Icu, dan An. Dede.. Bapak Tono berusia 31 tahun, yang
merupakan seorang kepala rumah tangga. Ibu Sri sumarsih adalah ibu
kandung dari penderita, berumur 30 tahun. Adik an. Angun yaitu Icu
berusia 7 tahun dan dede berusia 4 tahun. Keluarga pasien merupakan
keluarga yang cukup sadar mengenai kesehatan. Saat penderita
mengalami demam, keluarga penderita langsung membawa pasien ke
dokter. Setelah gejala pasien tidak kunjung sembuh, pasien langsung
dibawa ke Puskesmas. An. Anggung saat berobat di dampingi oleh
ibunya. Setelah ke dokter, An. S didiagnosis demam tifoid.
2. Fungsi Psikologis
An. Anggun tinggal serumah dengan bapak dan ibu kandungnya.
Bapak Tono dan ibu ibu Sri sangat menyayangi dari An. Anggun. An.
Anggun juga sering berkumpul dengan keluarga disaat sore hari. An.
Anggun aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan masyarakat, An. S
sering bermain dengan teman sebayanya.
3. Fungsi Sosial
An. Anggun rajin bersekolah dan memiliki banyak teman di
sekolahnya. An. S bersekolah dari jam 07.00 WIB hingga jam 12.00 WIB.
Dalam lingkungan tempat tinggal An. S juga sering bermain dengan teman
sebayanya dan memiliki banyak teman.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga An. Anggun berasal dari penghasilan bapak
yang tiap bulannya berpenghasilan kira-kira Rp.600.000,-. Biaya pengobatan
pasien di Puskesmas menggunakan Jamkesmas.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis
keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 =
baik.
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu
masalah selalu menceritakan kepada ibunya. Penyakitnya ini kadang
mengganggu aktivitasnya sehari-hari.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa
singkat. Setiap ada permasalahan didiskusikan bersama dengan anggota keluarga
lainnya, komunikasi dengan istri dan anggota keluarga lainnya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur masih dapat menjalani aktifitasnya sehari-hari yaitu
bersekolah.
AFFECTION
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan ibu dan kedua
adiknya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu
pula sebaliknya.
RESOLVERasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga maupun
dari saudara-saudara.
A.P.G.A.R An. A Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 6
A.P.G.A.R Tn. T. Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 6
A.P.G.A.R Ny. S Terhadap Keluarga Hampir
selalu
Kadang
-kadang
Hampir
tidak
pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi
masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan
saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan
saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 7
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (6+6+7+)/3
= 6,3
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien sedang
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah
19, sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 6,3. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan sedang.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga An. S dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
SUMBER PATOLOGI KET
Social Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga
dengan saudara, partisipasi mereka dalam kegiatan
kemasyarakatan kurang aktif.
-
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal
ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam
keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya
yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll. Menggunakan
bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
-
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik,
hal ini dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang
rutin menjalankan sholat lima waktu di masjid. Saat
tidak sakit penderita rutin mengaji di sore hari di masjid
dekat rumah.
-
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, pendapatan
hanya cukup untuk memenuhi keburuhan primer
kebutuhan sekunder masih belum bisa terpenuhi.
+
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai.
Pendidikan dan pengetahuan penderita kurang.
Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas
pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
+
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga
menggunakan pelayanan puskesmas dan menggunakan
fasilitas Jamkesmas untuk berobat.
-
Keterangan :
Social (-) artinya keluarga An. A sudah berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan.
Cultural (-) artinya keluarga An. A masih aktif dalam pergaulan
sehari-hari. Keluarga An. A masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti
keluarga An.S masih mengikuti tradisi yasinan, mauludan, menggunakan
bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
Religion (-) artinya keluarga An. A sudah memiliki pemahaman
agama yang cukup untuk seusianya, hal tersebut dapat dilihat dari keaktifan
An. A dalam mengikuti pengajian jika An. A tidak sedang sakit.
Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong
rendah, pendapatan hanyacukup untuk memenuhi kebutuhan primer.
Education (+) artinya keluara Tn. S masih memiliki pengetahuan
yang kurang, khususnya mengenai permasalahan kesehatan.
Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien
sudah baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat tidak
berobat ke dukun atau yang semisalnya.
Kesimpulan :
Dalam keluarga An. S fungsi patologis yang positif adalah fungsi economi
dan fungsi edukasi.
D. FORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA
Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga An. A
DALAM SATU RUMAH
Ny.S
Tn.T
An.W
An. D An. I
Tn.T
Sumber : Data Primer, 4 Februari 2009
Keterangan : hubungan baik
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Tn.T baik-baik saja dan
sangat harmonis dan saling dukung mendukung.
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Pasien mulai menderita demam 2 hari sebelum masuk Puskesmas.
Saat ini, dikeluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Pasien tinggal di daerah pegunungan yang jarang penduduk dengan rumah
yang sederhana. Rumah pasien tidak memiliki jamban sendiri. Keluarga
pasien biasa BAB di WC umum. Pencahayaan rumah dan ventilasi udara
kurang, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan rumah yang berada pada
daerah pegunungan.
Pasien mempunyai kebiasaan jajan makanan disembarang tempat.
Pasien sering jajan di sekolah atau penjual keliling tanpa memperhatikan
kebersihan makanan tersebut. Pada saat sebelum demam, pasien
sebelumnya mengkonsumsi bakso.
Komunikasi yang terjalin dalam keluarga ini cukup baik dan
harmonis. Semua anggota keluarga berusaha mengutarakan penapatnya
saat sedang ada masalah. Akan tetapi, anak-anak lebih sering
berkomunikasi dengan ibu dibandingkan dengan bapaknya. Anak-anak
jarang untuk bercerita mengenai masalahnya kepada sang ayah karena
merasa takut.
Anak A adalah anak yang pendiam. Dia hanya berbicara
seperlunya saja, sehingga dia lebih sering memendam keinginannya
dibandingkan mengutarakannya kepada orang tuanya apalagi kepada
bapaknya. An. A lebih sering bercerita kepada ibunya.
2. Faktor Non Perilaku
Dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga ekonomi
bawah. Keluarga ini hanya memiliki satu sumber penghasilan yaitu gaji
dari Bapak Tono sebagai buruh.
Rumah pasien berada di daerah pegunungan. Rumah yang dihuni
keluarga ini tidak termasuk rumah sehat dikarenakan sirkulasi udara dan
pencahayaanya kurang yang menyebabkan udara di dalam rumah lembab.
Rumah pasien juga tidak memiliki jamban sediri. Selain itu jarak antara
rumah pasien dengan pelayanan kesehatan terdekat cukup jauh. Waktu
yang ditempuh untuk ke Puskesmas sekitar 30 menit dengan menggunakan
kendaraan bermotor.
Orang tua pasien hanya lulus sampai SD. Hal ini menyebabkan
pengetahuan dan kesadaran dari keluarga pasien mengenai kesehatan
menjadi kurang. Orang tua pasien tidak mengetahui penyakit apa yang
diderita oleh pasien dan apa yang harus dilakukan pada saat pasien sakit.
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
: faktor non perilaku
: faktor perilaku
Keluarga An. A
Pengetahuan :Keluarga kurang
mengetahui penyakit penderita
Lingkungan:Lembab dan sedikit
sinar matahari.Tidak ada jamban
sendiri.
TindakanKebiasaan pasien
jajan makanan disembarang tempat
Pelayanan Kesehatan:Jika sakit berobat ke dokter
dan puskesmas
Sikap:Kesadaran pasien akan
kesehatan kurang
Komunikasi:Pasien adalah anak yang pendiam. Pasien jarang
bercerita mengenai masalahnya
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 6 x 6 m2, memiliki
halaman rumah yang cukup luas dan menghadap ke utara. Terdapat pagar
pembatas. Rumah ini terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, dapur dan
ruang bersama. Rumah terbuat dari bilik dan lantai di semua ruangan
terbuat dari tanah. Atap rumah pasien terbuat dari genteng dan seng. .
Ruang tamu memiliki jendela dengan ukuran 2,5 X 2 m. Kamar tidur rumah
pasien memiliki jendela dengan ukuran 0,5x0,5m. Rumah pasien tidak
mempunyai kamar mandi. Pasien biasa mandi di WC umum yang berada di
dekat rumah.
2. Denah Rumah
Rumah pasien berukuran 6 X 6 m2 yang terdiri dari 2 kamar tidur,
1 ruang tamu, dan dapur. Tiap ruangan memiliki ukuran yang berbeda-
beda, ruang tamu berukuran 3,5 x 2 m, kamar tidur berukuran 3,5 x 2,5 m.
Rumah pasien menghadap kearah utara. Air yang digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari menggunakan air yang ditampung dari gunung.
Kamar Tidur
Dapur Ruang Makan P e k a r a n g a n
Pekarangan rumah
Ruang Tamu
Jalan
BAB V
DAFTAR MASALAH
A. Problem List
MASTER PROBLEM LIST
No.Approx.
Date of
Onset
Date
Problem
Recorded
Active ProblemsInactive/
Resolved
Problems
Date
Resolved
1. 2002 2002 Alergi susu sapi
2. 2010 1-01-2010 Demam Tifoid 14-01-
2010
3. 1-02-2009 2-2-2010 Demam Tifoid
B. Masalah non medis :
1. Keluarga An, A kurang pengetahuan mengenai penyakit demam tifoid.
2. An. A sering jajan makanan disembarang tempat dan sering makan-
makanan pedas.
3. Kondisi rumah An. A ventilasi dan sirkulasi, ibu masih menggunakan
pawon untuk memasak.
4. Rumah pasien tidak memiliki jamban.
5. Kondisi ekonomi keluarga adalah kurang.
6. Fungsi fisiologis keluarga Tn. T adalah sedang.
7. Rumah pasien jauh dari tempat pelayanan kesehatan.
C. Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)
No
.
Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Keluarga An. S kurang
mengerti akan penyakit
demam tifoid
4 4 4 3 4 4 4 12.288
2. Pasien sering jajan di
sembarang tempat
5 4 5 3 4 4 5 24.000
3. Rumah pasien jauh dari
tempat pelayanan
kesehatan
3 3 4 3 3 4 4 5.184
4. Rumah kurang sehat 3 3 3 3 3 3 3 2.187
An. A 10 th dengan demam
tifoid
1. Keluarga An. A kurang mengerti akan penyakit demam tifoid
3. rumah pasien jauh dari tempat pelayanan kesehatan
2. pasien sering jajan di sembarang tempat.
4. rumah kurang sehat
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 = tidak penting
1 = agak penting
2 = cukup penting
3 = penting
4 = sangat penting
E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah
keluarga Tn. T adalah sebagai berikut :
1. Pasien sering jajan di sembarang tempat.
2. Keluarga Tn. T kurang mengerti akan penyakit demam tifoid
3. Rumah pasien jauh dari tempat pelayanan kesehatan.
4. Rumah kurang sehat
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah kebiasaan pasien jajan di
sembarang tempat. Pasien belum mengetahui akibat yang ditimbulkan dari
makan makanan yang tidak sehat. Hal ini juga dapat berkaitan dengan
pengetahuan pasien dan keluarganya mengenai kesehatan.
F. Pembinaan Keluarga
1. Tujuan
Tujuan Umum
Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita lebih
memahami mengenai pengetahuan keluarga mengenai demam tifoid serta
penyebabnya yang dikaitkan dengan pola asuh terhadap anak.
Tujuan Khusus :
Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita dapat :
a. Mengetahui tentang penyebab demam tifoid.
b. Mengetahui tentang pentingnya peran keluarga dalam
perjalanan penyakit demam tifoid.
c. Mengetahui cara perawatan pasien dengan penyakit
demam tifoid.
2. Materi
Materi yang diberikan berupa pengetahuan mengenai demam tifoid.
Sasaran dari pembinaan ini adalah pasien dan keluarganya. Pembinaan
keluarga ini dilakukan pada tanggal 16 Februari 2010 dengan metode
penyuluhan langsung kepada pasien dan keluarganya dan tanya jawab. Untuk
mengevaluasi dari pembinaan keluarga dilakukan dengan memberikan
pertanyaan kepada keluarga pasien. Selain itu diberikan pula management
penatalaksanaan demam tifoid kepada pasien dan keluarganya. Adapun
management penatalaksanaan demam tifoid yang diarahkan kepada pasien dan
keluarganya adalah sebagai berikut:
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Pengobatan
Melaksanakan terapi yang telah diberikan di Puskesmas
2. Menimbulkan tanggung jawab pada diri sendiri
Dalam hal ini, dokter berusaha memunculkan rasa tanggung jawab
pasien untuk menjaga kesehatannya sendiri termasuk dalam
meningkatkan higiene perseorangan. Pada kasus ini, dokter berusaha
memunculkan tanggung jawab kepada keluarga pasien untuk
memperhatikan kesehatan anaknya dan memberi pengertian tentang
pentingnya menjaga kesehatan, sehingga apabila sakit hendaknya
segera berobat ke Puskesmas atau dokter.
3. Basic Konseling mengenai Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya demam tifoid
kembali pada anak yaitu:
Meningkatkan daya tahan tubuh antara lain :
- Makan makanan yang sehat, cukup kualitas dan kuantitasnya.
- Pemeliharaan kesehatan jasmani dengan olahraga yang teratur dan
cara hidup yang teratur (bekerja, beristirahat, rekreasi dan
menikmati hiburan pada waktunya).
- Pemeliharaan kesehatan rohani
B. FAMILY CENTERED MANAGEMENT
Pada prinsipnya tujuan dari manajemen ini adalah untuk
meminimalisir terjadinya kembali demam tifoid. Penanganannya hampir
sama dengan manajemen pasien namun dalam hal ini diutamakan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dan pemahaman semua anggota keluarga
mengenai demam tifoid. Dalam hal ini, menjelaskan bahwa demam tifoid
tidak hanya disebabkan oleh makanan saja. Akan tetapi demam tifoid juga
bisa diakibatkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk, dan susu formula.
Dalam manajemen keluarga ini, diberikan pengertian kepada
keluarga mengenai demam tifoid secara menyeluruh baik dari faktor host,
agent dan lingkungan.
1. Faktor Host dan agent
a. Makan makanan yang bersih da sehat.
b. Konsumsi makanan rendah serat.
c. Olah raga yang teratur..
d. Jaga higeinitas
e. Jaga daya tahan tubuh.
2. Faktor lingkungan
Penyakit demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang
berbasis lingkungan. Terdapat dua faktor yang mendominasi, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan sampah. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman serta ditambah dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit demam tifoid.
2. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan dengan cara konseling pada keluarga dan penderita
3. Sasaran individu
Seluruh anggota keluarga
4. Target kegiatan
Meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai demam tifoid.
5. Waktu dan tempat
- Hari : Senin
- Tanggal : 22 Februari 2010
- Tempat : Desa Sawangan, RT 01/05, Kecamatan Kebasen
- Waktu : 09.00WIB
BAB VI
RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
TanggalKegiatan yang
dilakukan
Anggota
keluarga yang
terlibat
Target Hasil kegiatan
4-02-
2010
1.
saling percaya
dengan pasien
(perkenalan
identitas).
2.
penyebab demam.
3.
pasien untuk
pertemuan akan
datang
Pasien dan ibu
pasien
1.
hubungan baik
dengan pasien
1. Hubungan
interpersonal
dengan pasien
dan
keluarganya
baik
2. Pasien
menepati
janjinya
5-02-
2010
1. Mengkaji
pengetahuan
pasien tentang
penyakit demam
tifoid
2. Memberikan
penjelasan
tentang
demam tifoid
Pasien, bapak
dan ibu pasien.
Pengetahuan
keluarga pasien
mengenai penyakit
demam tifoid
bertambah
Pasien
mengetahui
pengertian,
penyebab dan
gejala demam
tifoid.
6-02-
2010
1.
demam tifoid
Pasien, bapak,
dan ibu.
Pasien dan
keluarga
Anjuran
dilaksanakan oleh
2.
tifoid
3.
pasien untuk
periksa ke
Puskesmas
apabila nanti
mengalami
gejala yang sama
melakukan sesuai
dengan yang di
anjurkan
pasien dan
keluarganya.
7-02-
2010
1.
pasien untuk
pertemuan akan
datang
Pasien, bapak,
dan ibu.
Rencana untuk
home visit ke
rumah pasien
Pasien bersedia
untuk dilakukan
home visit
22-02-
2010
1. Home visit ke
rumah pasien
2. Identifikasi faktor
resiko yang
berhubungan
dengan demam
tifoid di rumah
pasien.
Pasien, bapak,
ibu dan adik
pasien.
Mengetahui faktor
resiko demam
tifoid di rumah
pasien.
Pasien
mengetahui
mengenai faktor
resiko demam
tifoid yang berada
di rumahnya.
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mikrobiologi Salmonella Typhi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu s. Typhi,
s. Paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang
lain. Demam yang disebabkan oleh s. Typhi cenderung untuk menjadi lebih
berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. (1)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil,
tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Organisme salmonella tumbuh
secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan
spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan
sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama
beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam
sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja. (1)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella H. Antigen
O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas
sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (2)
1. Antigen O
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap
pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer. (2)
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S.
typhi dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1
tunggal yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak
aktif pada pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau
asam. (2)
B. Patofisiologi Demam Tifoid
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat
masuknya Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp
masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi
daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya
hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung,
sehingga Salmonella spp lebih mudah masuk ke dalam usus penderita.
Salmonella spp kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang terdapat di
dalam lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk
menghasilkan lebih banyak Salmonella spp. (4)
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.
Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau
secara tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu,
maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu
yang infektif terjadilah invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih
berat daripada invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi
yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi
jelas. Demam tifoid merupakan salah satu bekteremia yang disertai oleh
infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam. Berbagai macam organ
mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk darah,
terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen, limpa dan
sumsum tulang. (4)
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis
superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama
disebabkan oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia
sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk
kerak, yang dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang
berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar
dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang
jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa. (4)
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus.
Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam
tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai
dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam
tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi
menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada
serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun
perforasi. (4)
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih
tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka
penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut. (4)
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan
melunak. Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi
endokaritis. Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis
serta meningitis kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid. (4)
C. Gejala Klinis Demam Tifoid Anak
Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah
mortalitas (kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan
dengan dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada
anak besar dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam
tifoid pada anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan
mempunyai gejala klinis ringan ataupun tanpa gejala (asimptomatik) (2).
Masa inkubasi rata-rata bervariasi 7-20 hari. Inkubasi terpendek 3 hari
dan terlama 60 hari. Lamanya masa inkubasi berkorelasi dengan jumlah
kuman yang ditelan, keadaan umum atau status gizi serta status imunologis
pasien. Walaupun gejala demam tifoid ini bervariasi namun secara garis besar
dapat dikelompokan, antara lain (2) :
- Demam satu minggu atau lebih;
- Gangguan pencernaan; dan gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut
pada umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah,
demam tifoid, dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu
badan yang meningkat. Setelah minggu kedua maka gejala dan tanda klinis
makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa,
perut kembung, mungkin disertai gangguan kesadaran dari yang ringan sampai
dengan yang berat (2,7).
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti
orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise
pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39-41◦C) serta dapat juga
bersifat ireguler terutama pada bayi dan tifoid kongenital (7).
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan
tanda-tanda antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian
belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila
penyakit makin progresif akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih
prominem (7).
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal
minggu kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4 cm,
berwarna merah pucat, serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan
emboli kuman dimana di dalamnya mengandug kuman salmonella dan
terutama didapatkan di daerah perut, dada, dan kadang-kadang daerah pantat
maupun bagian flexor lengan atas (8).
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada
akhir minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena
malaria. Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih
lunak (8).
Demam tifoid pada anak usia < 2 tahun jarang dilaporkan, bila terjadi
biasanya gambaran klinisnya berbeda dengan anak yang lebih besar.
Kejadiannya sering mendadak disertai panas yang tinggi, muntah-muntah,
kejang, dan tanda-tanda perangsangan meningeal. Pada pemeriksaan darah
ditemukan leukositosis (20.000-25.000/mm3), limpa sering teraba pada
pemeriksaan fisik dan angka kematian yang tinggi ( 12,5%) (7).
D. Penegakan Diagnosis Demam Tifoid Anak
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis
yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan
Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik,
imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit (3).
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah
(leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). (3)
2. Urinalisis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit. (3)
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran
peradangan sampai hepatitis Akut. (3)
4. Imunorologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibodi (di dalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau
paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular
dan paling sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis
seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera
diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu
antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. (6)
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat
memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat
disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi,
reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi
anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain. (6)
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O =
1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
meningkat setelah akhir minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka
permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam
beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan
besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak
sebelumnya. (6)
Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk
mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test)
hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid atau
Paratyphoid dinyatakan apabila lgM positif menandakan infeksi akut dan
jika lgG positif menandakan pernah kontak atau pernah terinfeksi atau
reinfeksi atau daerah endemik. (6)
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
Demam Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif
maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya
jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena
hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak
segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam
spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan
darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi
antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (3).
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui
karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 -
7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari).
Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah,
kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan tinja. (3)
6. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak
dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang
kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji
ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit
(sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen
yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta
jaringan biopsi (3).
E. Diagnosis Banding
1. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan karena
plasmodium yag menyerang erotrosit yang ditandai dengan ditemukannya
bentuk aseksual dalam darah. Malaria mempunyai gambaran karateristik
demam periodik, anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada
masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, merasa dingin di
punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak
enak, demam tifoid ringan dan kadang-kadang dingin.(9)
Gejala yang klasik adalah trias malaria. Secara berurutan periode
dingin (15-60 menit) : mulai menggigil. Penderita sering membungkus diri
dengan selimut dan pada saat menggigil seluruh badan bergetar dan gigi
saling terantuk, diikuti dengan kenaikan temperatur. Periode panas :
penderita muka merah, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi beberapa
jam, diikuti dengan keadaan berkeringat. Periode berkeringat : penderita
berkeringat dan temperatur mulai turun (9)
2. Dengue Fever
Dengue fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi
yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trobositopenia, dan diuresis
hemoragi.(9)
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
yang diikuti dengan fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan
jika mendapat pengobatan tidak adekuat (9)
F. Komplikasi Demam Tifoid Anak
Pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa
yang berbahaya. Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi
demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Dengan
terapi yang tepat, banyak penderita yang sembuh dari demam tifoid. Namun
tanpa terapi yang tepat, beberapa penderita mungkin tidak selamat dari
komplikasi demam tifoid (1).
Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan
usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu diwaspadai dari
demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen penderita
demam tifoid mengalami komplikasi ini (1).
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut
membesar, nyeri pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan
darah dan terjadinya syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga
tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul
ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat gejala seperti sakit perut,
mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut (peritonitis). Jika hal ini
terjadi, diperlukan perawatan medis yang segera (1).
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada demam
tifoid. Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
G. Upaya Pencegahan Demam Tifoid Anak
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum
dan khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan
higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat
menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan
pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang
masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.
Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan terhadap penjual
(keliling) minuman/makanan (2)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah
vaksin yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi.
Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan
secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan,
vaksin tifoid hanya direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke
tempat-tempat yang demam tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan
penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium. (2)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan
kepada anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan
proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu
sebelum berpergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.
Dosis ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang resiko tinggi. (2)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per oral) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara
terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-
kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada
vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-
orang yang masih memiliki resiko terjangkit. (2)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau
harus menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi
(per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi
dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan
dosis lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang
dilemahkan (per oral) adalah : orang yang mengalami reaksi berbahaya saat
diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis lainnya, orang
yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan
vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi,
diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit lain yang
menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan
dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid
selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak
boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik.
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan
problem serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang
menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem
serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang
diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang
per 100), sakit kepada (sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau
pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100). Pada vaksin
tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau
sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau
ruam-ruam (jarang terjadi). (2)
H. Managemen Penatalaksanaan Demam Tifoid
1. Pengobatan kausal
a. kloramfenikol/ tiamfenikol 100 mg/ kgBB/ hari dibagi 3-4 dosis
selama 10 hari
b. kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari aau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari
c. amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 14-21
hari
d. sefriakson 80 mg/kgBB/hari selama 7 hari
e. sefiksim 15-20 mg/kgBB/hari selama 10 hari
2. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi,
hipoglikemi
3. Pengobatan suportif : roboronsia
4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan
lunak/ cair mudah dicerna tinggi kalori dan protein
5. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
6. Pada kasus berat deksametason 1-3 mg/kgBB/ hari dengan antibiotik yang
sesuai
7. Transfusi darah sesuai keperluan (4)
G. Upaya Rehabilitatif Pada Penderita Demam Tifoid Anak
1. Pisahkan anak penderita demam tifoid dari saudara-saudaranya untuk
menghindari penularan. Bahkan bila ibu menemani, tidak disarankan
untuk tidur bersama dengan anak yang sakit. Sebaiknya tempatkan anak
yang sakit di kamar tersendiri, tentunya dengan perhatian penuh dari
kedua orang tua untuk menghindari perasaan terisolir/kesepian.
2. Upayakan klien dengan demam tifoid beristirahat total di tempat tidur
sampai demamnya turun. Demam bisa berlangsung selama dua minggu.
Setelah demam turun, teruskan istirahat sampai suhu normal kembali.
Jelaskan pada anak bahwa untuk mandi, buang air besar dan kecil harus
meminta pertolongan kepada ibu atau orang dewasa lainnya..
3. Ingatkan kepada siapa saja yang membantu untuk selalu mencuci tangan
dengan desinfektan sebelum dan sesudah kontak dengan anak yang sakit.
4. Seperti halnya di rumah sakit, orang tua perlu mengukur suhu tubuh anak
dan mencatatnya. Catatan suhu tubuh ini sangat penting untuk
dikonsultasikan ke dokter dan bila ada peningkatan suhu tubuh yang
tinggi.
5. Biasanya dokter memberikan obat yang sudah diperhitungkan sampai suhu
tubuh turun. Jika obat hampir habis, sementara suhu tubuh makin tinggi,
konsultasikanlah ke pelayanan medis atau dokter karena mungkin
membutuhkan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit.
6. Untuk membantu mempercepat penurunan suhu tubuh, upayakan agar
anak banyak minum air putih, dikompres dengan air hangat, dan jangan
menutupinya dengan selimut agar penguapan suhu lebih lancer.
7. Berikan makanan yang mengandung banyak cairan dan bergizi seperti sop
dan sari buah, juga makanan lunak, seperti bubur
8. Pembuangan feses dan urine harus dipastikan dibuang ke dalam WC dan
disiram dengan air sebanyak-banyaknya. WC dan sekitarnya pun harus
bersih agar tidak ada lalat yang akan membawa kuman ke mana-mana.
Bila anak menggunakan pot atau urinal untuk BAK dan BAB, jangan lupa
untuk merendamnya dengan cairan desinfektan setelah dipakai.
9. Rendam pakaian anak dengan desinfektan sebelum dicuci, dan jangan
mencampurnya dengan pakaian yang lain. (8)
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Diagnosis Holistik
1. Segi Biologis : An. A dengan demam tifoid
2. Segi Psikologis : kondisi pskologis baik, tidak depresi, terbuka kepada
semua orang. Hubungan antara anggota keluarga terjalin akrab, harmonis,
dan hangat
3. Segi Sosial :
Pasien melakukan kegiatan sosialisasi di masyarakat, pasien memiliki
banyak teman sebaya. Komunikasi pasien dengan anggota keluarga lain
berjalan dengan baik meski pasien lebih sering berkomunikasi dengan
ibunya dibandingkan dengan bapaknya.
B. SARAN
Untuk mengatasi kasus yang diderita pasien maka harus :
1. Menerima penyakitnya dengan lapang dada dan berusaha
menyembuhkannya.
2. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang masih sering terjadi di
masyarakat, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus.
3. Tidak jajan disembarang lagi. Pasien makan-makanan yang terjamin
kebersihan dan kesehatannya.
4. Meningkatkan gizi pasien yaitu dengan suplai makanan tinggi kalori tinggi
protein.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Eds.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi 16. Philadelphia : WB Saunders,
2000:842-8.
2. Rampengan T.H., Laurent I. R. Demam Tifoid. Dalam : Penyakit Infeksi
Tropik pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 53; 59.
3. Risky V. P., Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak.
Available at http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf.
Accessed at 3 Februari 2008.
4. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S., Siti S. Demam Tifoid.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006 : 1774.
5. Tirta Swarga. Demam Tifoid. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. 2008
6. Puspa Wardani, Prihartini, Probohusodo. Kemampuan Uji Tabung Widal
Menggunakan Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of
Clinical and Medical Labolatory. 12. 1. 2005 : 31-7
7. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. EGC.
1997: 53-72.
8. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,
Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit
Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.
9. Harijanto. Malaria. Dalam : Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:
Jilid III Edisi IV. Jakarta : BP FKUI, 2006: 1754-5
Genogram
Keterangan :
: laki- laki
: perempuan
atau : meninggal :
: pasien
: tinggal dalam satu rumah
Sumber : Data Primer, 10 Oktober 2009
Kesimpulan:
An. Anggun merupakan anak pertama dari tiga bersaudara Sejak kecil
hubungan An. Anggun dengan kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya
cukup harmonis dan penuh kasih sayang. Berdasarkan genogram di atas, tidak
didapatkan anggota keluarga lain yang mengalami gejala yang sama dengan
penderita.
Anggun2000SD
icu2003TK
Dede2006
Tono1969
Sri1970
JAWA JAWA
Recommended