View
2.878
Download
424
Category
Preview:
Citation preview
TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
CPOB SEDIAAN STERIL
DOSEN : IKA RISTIA, S.Farm, Apt
DI SUSUN OLEH :KELOMPOK 5
RENNI ANGGRAINI
RETNO KURNIAWATI
RIA DWI UTAMI
RIA REDA VITALOVA
RONALD DIAZ
RIZKI UTARI
SAFARINA
SETRI HARPIA NINGSIH
SITI NURJANAH
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, yang memberi rahmat dan
karunia kepada makhluk-Nya yang berusaha dan bekerja sepenuh hati. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini dapat disusun dan dibuat tak lepas dari kemahakuasaan Tuhan. Untuk itu
sujud penyusun sembahkan untuk-Nya.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian Persyaratan tugas
Teknologi Sediaan Steril. Makalah dengan judul “CPOB Sediaan Steril” ini disadari penulis
bahwa banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyajiannya untuk itu diharapkan
bimbingan, arahan dan perbaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dosen pembimbing mata
kuliah teori teknologi Sediaan Steril serta terima kasih penulis sampaikan pula kepada
seluruh teman-teman mahasiswa seangkatan yang telah ikut berjuang dan saling membantu
selama proses perkuliahan, sampai dengan Penyusunan makalah ini.
Semoga aktivitas yang kita laksanakan beroleh karunia dan Ridho dari Allah Tuhan
Yang Maha Esa. Amin
Penulis
22 November 2015
DAFTAR ISIKATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Tujuan.......................................................................................................................6
1.3 Rumusan Masalah...................................................................................................6
BAB II......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
2.1 Prinsip Umum Pembuatan Produk Steril..............................................................7
2.2 Teknologi Isolator..................................................................................................10
2.3 Teknologi Peniupan/ Pengisian/Penyelengan.......................................................11
2.4 Produk yang Disterilisasi Akhir............................................................................11
2.5 Pembuatan Secara Aseptis....................................................................................12
2.6 Personalia...............................................................................................................13
2.7 Bangunan Dan Fasilitas.........................................................................................14
2.8 Peralatan.................................................................................................................16
2.9 Sanitasi....................................................................................................................18
2.10 Air untuk produk steril.........................................................................................19
2.11 Pengolahan Produk Steril......................................................................................19
2.12 Sterilisasi.................................................................................................................22
1. Sterilisasi Akhir......................................................................................................22
2. Sterilisasi Cara Panas............................................................................................22
3. Sterilisasi Cara Panas Basah.................................................................................23
4. Sterilisasi Cara Panas Kering...............................................................................23
5. Sterilisasi dengan Cara Radiasi............................................................................24
6. Sterilisasi dengan Gas dan Fumigan.....................................................................24
2.13 Filtrasi Obat yang Tidak Dapat Disterilkan Dalam Wadah Akhirnya..............25
2.14 Indikator Biologis dan Kimiawi............................................................................25
2.15 Penyelesaian Produk Steril....................................................................................26
2.16 Pengawasan Mutu..................................................................................................27
BAB III...................................................................................................................................28
PENUTUP..............................................................................................................................28
3.1. Kesimpulan.............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi
rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu
dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(CPOB).
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-
obatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan
kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB
merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah
yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi
dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan
dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan
Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi
dan Validasi.
Ada empat landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu :
1. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat
secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai
penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,
tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk.
Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.
3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya pada
pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang
dikendalikan dan dipantau dengan cermat.
4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu
obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.
Aspek CPOB adalah manajemen mutu , personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, dan
kualifikasi dan validasi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pada pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari cara sterilisasi, teknik dan prosedur pembuatan sediaan farmasi steril sesuai
dengan ketentuan cara pembuatan obat yang baik.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana prinsip dan prosedur pembuatan obat yang baik untuk produk sediaan
steril ?
2. Apa saja yang mencakup di dalam CPOB untuk pembuatan produk steril ?
3. Bagaimana cara sterelisasi produk sediaan steril berdasarkan CPOB ?
4. Bagaimana pengawasan mutu untuk sediaan steril ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Umum Pembuatan Produk Steril
Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan
memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari
ketrampilan, pelatihan dan sikap dari personil yang terlibat. Pemastian Mutu sangatlah
penting dan cara pembuatan ini harus sepenuhnya mengikuti secara ketat metode pembuatan
dan prosedur yang ditetapkan dengan seksama dan tervalidasi. Pelaksanaan proses akhir atau
pengujian produk jadi tidak dapat dijadikan sebagai satu- satunya andalan untuk menjamin
sterilitas atau aspek mutu lain.
Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan di area bersih, memasuki area ini
hendaklah melalui ruang penyangga untuk personil dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih
hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar kebersihan yang ditetapkan dan
dipasok dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai.
Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian hendaklah
dilakukan di ruang terpisah di dalam area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril dapat
digolongkan dalam dua kategori yaitu; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir
dan disebut juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses secara aseptik pada sebagian
atau semua tahap.
Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik
lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan
ruangan yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh
partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani.
Kondisi “operasional” dan “non- operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang
bersih. Keadaan “non- operasional” adalah kondisi di mana fasilitas telah terpasang dan
beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada personil. Kondisi
“operasional” adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan jalan sesuai modus
pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu personil yang sedang bekerja. Agar
tercapai kondisi “operasional” maka area tersebut hendaklah didesain untuk mencapai tingkat
kebersihan udara tertentu pada kondisi “non-operasional”.
Pada pembuatan produk steril dibedakan 4 kelas kebersihan :
1) Kelas A: Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona pengisian, wadah
tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi
ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat
kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata
berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih
terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi.
Aliran udara searah berkecepatan lebih rendah dapat digunakan pada isolator tertutup
dan kotak bersarung tangan.
2) Kelas B: Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan
latar belakang untuk zona kelas A.
3) Kelas C dan D: Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan
tingkat risiko lebih rendah.
Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata antara
0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi uji 15 – 30 cm di bawah filter terminal.
Kecepatan aliran udara di daerah kerja minimal 0,36 m/detik. Aliran udara searah
(unidirectional airflow/ UDAF) dengan kecepatan yang lebih rendah dapat digunakan pada
isolator yang tertutup dan kotak bersarung tangan (Glove boxes). Untuk mencapai kebersihan
udara Kelas B, C dan D, perhitungan frekuensi pertukaran udara hendaklah disesuaikan
dengan ukuran ruangan, mesin yang digunakan dan jumlah personil yang bekerja di dalam
ruangan. Hendaklah dilakukan tes integritas/ kebocoran pada filter HEPA terpasang sesuai
dengan ISO 14644-3 dengan interval waktu tiap 6 bulan, atau tidak lebih dari 12 bulan.
Tujuan pelaksanaan tes ini adalah untuk memastikan bahwa media filter, bingkai dan semua
segel (seal) pada filter yang terpasang bebas dari kebocoran. Bahan aerosol yang dipilih
untuk melakukan tes kebocoran hendaklah tidak mendukung pertumbuhan mikroba, misal
polyalphaolefine (PAO), dan terdiri dari partikel aerosol dalam jumlah yang cukup besar.
Tabel jumlah partikulat di udara untuk kelas di atas :
Catatan:
a) Pengukuran partikel berdasarkan penggunaan alat penghitung partikel udara
“diskret” (tidak kontinu) untuk mengukur konsentrasi partikel sama atau lebih tinggi dari
ambang batas yang ditetapkan. Sistem pengukuran secara terus menerus hendaklah
digunakan untuk memantau konsentrasi partikel di zona kelas A, dan disarankan juga untuk
lingkungan kelas B. Untuk pengukuran rutin volume sampel total yang diambil tidak kurang
dari 1 m3 untuk kelas A dan B dan dianjurkan juga untuk kelas C.
b) Jumlah partikulat seperti yang tercantum pada tabel di atas untuk keadaan “non-
operasional”, setelah kegiatan selesai dan tanpa personil, hendaklah dicapai segera setelah
“pembersihan” yang berkisar antara 15 – 20 menit (angka acuan). Jumlah partikulat untuk
kelas A “kondisi operasional” seperti yang tercantum pada tabel di atas hendaklah selalu
dipertahankan tiap kali produk atau wadah terbuka terpapar ke lingkungan sekelilingnya. Ada
kemungkinan jumlah partikulat tidak memenuhi standar pada titik pengisian ketika proses
pengisian berlangsung, hal ini masih dapat diterima karena timbulnya partikel atau percikan
(droplets) dari produk itu sendiri.
c) Untuk dapat mencapai kelas kebersihan udara B, C dan D, jumlah pertukaran udara
hendaklah disesuaikan dengan ukuran ruangan, dan peralatan serta personil yang ada dalam
ruangan tersebut. Dipersyaratkan sekurang- kurangnya mempunyai pertukaran udara 20 kali
per jam pada ruang dengan pola aliran yang baik. Sistem tata udara untuk kelas kebersihan
ruangan A, B hendaklah dilengkapi dengan filter udara akhir yang tepat misalnya HEPA.
Kelas Non-operasional (b) Operasional (b)Jumlah maksimum partilkel /m³ yang diperbolehkan untuk kelas setara atau lebih tinggi dari (a)0,5µm (d) 5µm 0,5µm (d) 5µm
A 3.500 1 (e) 3.500 1 (e)
B (c) 3.500 1 (e) 350.000 2.000C (c) 350.000 2.000 3.500.000 20.000D (c) 3.500.000 20.000 Tidak
ditetapkan (f)
Tidak ditetapkan (f)
d) Pedoman yang diberikan untuk jumlah partikel maksimum yang diperbolehkan
pada kondisi “non-operasional” dan “operasional” kurang lebih sesuai dengan kelas
kebersihan dalam EN/ISO 14644-1 pada ukuran partikel 0.5 µm.
e) Area tersebut diharapkan sepenuhnya bebas dari partikel yang berukuran lebih
besar dari 5 µm. Karena tidak mungkin untuk menunjukkan tidak adanya partikel dengan
pengukuran statistik yang bermakna, maka batas ditetapkan menjadi 1 partikel/m3. Pada saat
kualifikasi ruang bersih hendaklah diperlihatkan bahwa area tersebut dapat selalu memenuhi
batas yang telah ditetapkan.
f) Persyaratan dan batas akan tergantung pada jenis kegiatan yang dilakukan.
Area tersebut hendaklah dipantau selama kegiatan berlangsung untuk mengendali-
kan kebersihan partikulat dari berbagai kelas terhadap. Di mana berlangsung kegiatan
aseptik, hendaklah sering dilakukan pemantauan misalnya dengan cawan papar (settle
plates), pengambilan sampel udara secara volumetris (volumetric air), dan pengambilan
sampel permukaan (dengan menggunakan cara apus dan cawan kontak). Pengambilan sampel
selama kegiatan berlangsung hendaklah tidak memengaruhi perlindungan zona. Hasil
pemantauan hendaklah menjadi bahan pertimbangan ketika melakukan pengkajian catatan
bets dalam rangka pelulusan produk jadi. Permukaan tempat kerja dan personil hendaklah
dipantau setelah suatu kegiatan kritis selesai dilakukan. Pemantauan tambahan secara
mikrobiologis juga dibutuhkan di luar kegiatan produksi misalnya setelah validasi sistem,
pembersihan dan sanitasi.
2.2 Teknologi Isolator
Penggunaan teknologi isolator dimaksud kan untuk memperkecil intervensi manusia
pada area proses yang mungkin dapat mengakibatkan penurunan risiko pencemaran mikroba,
dari lingkungan, secara signifikan terhadap produk yang dibuat secara aseptik. Ada berbagai
desain isolator dan alat transfer. Isolator dan lingkungan sekitarnya hendaklah didesain
sedemikian rupa sehingga mutu udara yang dipersyaratkan untuk zona tersebut dapat dicapai.
Isolator dibuat dari berbagai bahan yang tahan terhadap tusukan dan kebocoran. Alat transfer
bervariasi dari desain satu pintu, dua pintu sampai ke sistem tertutup secara sempurna yang
disatukan dengan mekanisme sterilisasi.
Transfer bahan ke dalam dan ke luar unit merupakan sumber kontaminasi yang paling
potensial. Secara umum, area di dalam isolator merupakan zona lokal untuk melakukan
manipulasi yang berisiko tinggi, meskipun laminar air flow bisa tidak ada di area kerja ini.
Kelas udara yang diperlukan untuk lingkungan latar belakang tergantung pada desain isolator
tersebut serta penggunaannya. Hal tersebut hendaklah dikendalikan dan untuk proses aseptik
setidaknya kelas D. Solator hendaklah digunakan hanya setelah dilakukan validasi yang
sesuai. Validasi hendaklah mempertimbangkan semua faktor kritis dari teknologi isolator,
misalnya mutu udara di dalam dan di luar (latar belakang) isolator, sanitasi isolator, proses
transfer dan kekedapan isolator. Pemantauan hendaklah dilakukan secara rutin dan mencakup
uji kebocoran isolator dan sistem sarung tangan/lengan yang sering
2.3 Teknologi Peniupan/ Pengisian/Penyelengan
Mesin peniup/pengisi/penyegel merupakan satu rangkaian mesin, di mana dalam
suatu operasi yang kontinu, wadah produk dibentuk dari granulat termoplastis, diisi dan
kemudian disegel, semua ini dilakukan oleh satu unit mesin otomatis. Mesin
peniup/pengisi/penyegel yang digunakan untuk produksi aseptik yang dilengkapi dengan air
shower yang efektivitasnya sama dengan kelas A dapat dipasang dalam lingkungan minimal
kelas C, dengan syarat mengenakan pakaian kerja kelas A/B. Mesin yang digunakan untuk
pembuatan produk dengan sterilisasi akhir hendaklah dipasang dalam lingkungan minimal
kelas D.
Lingkungan kerja hendaklah memenuhi persyaratan jumlah partikel dan mikroba pada
kondisi “non-operasional” dan persyaratan jumlah mikroba hanya pada saat beroperasi.
Disebabkan teknologi khusus ini, perhatian khusus hendaklah diberikan minimal pada hal
berikut: desain dan kualifikasi peralatan, validasi dan reprodusibilitas dari pembersihan-di-
tempat (cleaning-in-place) dan sterilisasi-di-tempat (sterilization-in- place), tingkat
kebersihan lingkungan latar belakang di mana peralatan tersebut ditempatkan, pelatihan dan
pakaian kerja operator, serta intervensi terhadap zona kritis mesin termasuk proses perakitan
aseptik sebelum memulai proses pengisian.
2.4 Produk yang Disterilisasi Akhir
Penyiapan komponen dan sebagian besar produk, yang memungkinkan untuk disaring
dan disterilisasi, hendaklah dilakukan di lingkungan minimal kelas D untuk mengurangi
risiko cemaran mikroba dan partikulat. Bila ada risiko terhadap produk yang di luar kebiasaan
yaitu karena cemaran mikroba, misalnya, produk yang secara aktif mendukung pertumbuhan
mikroba atau harus didiamkan selama beberapa saat sebelum sterilisasi atau terpaksa diproses
dalam tangki tidak tertutup, maka penyiapan hendaklah dilakukan di lingkungan kelas C.
Pengisian produk yang akan disterilisasi akhir hendaklah dilakukan di lingkungan
minimal kelas C. Bila ada risiko terhadap produk yang di luar kebiasaan yaitu karena
cemaran dari lingkungan, misalnya karena kegiatan pengisian berjalan lambat atau wadah
berleher-lebar atau terpaksa terpapar lebih dari beberapa detik sebelum ditutup, pengisian
hendaklah dilakukan di zona kelas A dengan latar belakang minimal kelas C. Yang dimaksud
dengan Zona Kelas A adalah proses pengisian dilakukan di bawah aliran udara UDAF yang
memberikan kondisi Kelas A dengan latar belakang lingkungan Kelas C sebelum proses
sterilisasi akhir.
Penyiapan dan pengisian salep, krim, suspensi dan emulsi pada umumnya hendaklah
dilakukan di lingkungan kelas C sebelum disterilisasi akhir.
2.5 Pembuatan Secara Aseptis
Tujuan dari proses aseptis adalah untuk mempertahankan sterilitas produk yang dibuat
dari komponen-komponen yang masing-masing telah disterilisasi sebelumnya dengan
menggunakan salah satu cara dari metode yang ada. Kondisi operasional hendaklah dapat
mencegah kontaminasi mikroba. Untuk menjaga sterilitas komponen dan produk selama
proses aseptis, perhatian perlu diberikan pada :
• lingkungan
• personil
• permukaan yang kritis
• sterilisasi wadah/ tutup dan prosedur pemindahannya
• waktu tunggu maksimum bagi produk sebelum pengisian ke dalam wadah akhir
• filter untuk sterilisasi.
Komponen setelah dicuci hendaklah ditangani di lingkungan minimal kelas D.
Penanganan bahan awal dan komponen steril, kecuali pada proses selanjutnya untuk
disterilisasi atau disaring dengan menggunakan filter mikroba, hendaklah dilakukan di
lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B.
Proses pembuatan larutan yang akan disterilisasi secara filtrasi hendaklah dilakukan di
lingkungan kelas C; bila tidak dilakukan filtrasi, penyiapan bahan dan produk hendaklah
dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B. Penanganan dan pengisian
produk yang dibuat secara aseptik hendaklah dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar
belakang kelas B.
Transfer wadah setengah-tertutup, yang akan digunakan dalam proses beku-kering
(freeze drying) hendaklah, sebelum proses penutupan dengan stopper selesai, dilakukan di
lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B atau dalam nampan (tray) transfer yang
tertutup di lingkungan kelas B. Pembuatan dan pengisian salep, krim, suspensi dan emulsi
hendaklah dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B, apabila produk
terpapar dan tidak akan disaring.
Untuk produk yang berisiko besar terhadap kontaminasi partikel selama proses,
misalnya infus bervolume >100ml, dan produk dalam wadah bermulut lebar maka
pembilasan akhir dan penanganan komponen setelah dicuci hendaklah dilakukan di bawah
LAF yang dipasang di lingkungan minimal Kelas D.
2.6 Personalia
Hanya personil dalam jumlah terbatas yang diperlukan boleh berada di area bersih;
hal ini penting khususnya pada proses aseptik. Inspeksi dan pengawasan hendaklah
dilaksanakan sedapat mungkin dari luar area bersih.
Personil yang bekerja di area bersih dan steril hendaklah dipilih secara seksama untuk
memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk bekerja dengan penuh disiplin dan tidak
mengidap suatu penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya
pencemaran mikrobiologis terhadap produk.
Semua personil (termasuk bagian pembersihan dan perawatan) yang akan bekerja di
area tersebut hendaklah mendapat pelatihan teratur dalam bidang yang berkaitan dengan
pembuatan produk steril yang benar, termasuk mengenai higiene dan pengetahuan dasar
mikrobiologi. Bila personil dari luar yang tidak pernah menerima pelatihan seperti di atas
(misalnya kontraktor bangunan atau perawatan), yang harus masuk ke dalam area bersih,
perhatian khusus hendaklah diberikan dengan instruksi dan pengawasan. Standar higiene
perorangan dan kebersihan yang tinggi adalah esensial. Personil yang terlibat dalam
pembuatan produk steril hendaklah diinstruksikan untuk melaporkan semua kondisi
kesehatan yang dapat menyebabkan penyebaran cemaran yang tidak normal jumlah dan
jenisnya; pemeriksaan kesehatan secara berkala perlu dilakukan. Tindakan yang diambil
terhadap personil yang dapat menimbulkan bahaya pencemaran mikrobiologis hendaklah
diputuskan oleh personil kompeten yang ditunjuk.
Pakaian dari rumah tidak boleh dibawa masuk ke area bersih, dan personil yang
memasuki kamar ganti pakaian hendaklah sudah mengenakan pakaian kerja reguler standar.
Pakaian kerja reguler hendaklah tidak dibawa masuk ke dalam kamar ganti pakaian yang
berhubungan dengan ruang berkelas B dan C. Untuk tiap personil yang bekerja di kelas A/B,
pakaian kerja steril (disterilkan atau disanitasi dengan memadai) hendaklah disediakan untuk
tiap sesi kerja. Sarung tangan hendaklah secara rutin didisinfeksi selama bekerja. Masker dan
sarung tangan hendaklah diganti paling sedikit pada tiap sesi kerja.
Pencucian pakaian kerja untuk ruang steril hendaklah dipisahkan dari pencucian
pakaian kerja area lain. Hal ini dilakukan untuk menghindari terkontaminasi pakaian steril
dengan serat dari pakaian kerja lain. Bagi karyawan wanita yang menggunakan kosmetika
hendaklah membasuh wajah untuk menghilangkan kosmetika antara lain bedak dan alas
bedak, lipstik, perona mata, dan sebagainya. Pakaian yang direkomendasikan untuk ruang
bersih serta rancangan dan frekuensi penggantian pakaian dan pelindung lain yang dianjurkan
Pakaian dan mutunya hendaklah disesuaikan dengan proses dan kelas kebersihan area
kerja. Pakaian tersebut hendaklah dipakai sesuai dengan tujuannya untuk melindungi produk
dari kontaminasi. Penjelasan pakaian kerja yang dipersyaratkan untuk tiap kelas adalah
sebagai berikut:
Kelas D: Rambut - dan jika relevan – janggut hendaklah ditutup. Pakaian pelindung
reguler, sepatu yang sesuai atau penutup sepatu hendaklah dikenakan. Perlu diambil
tindakan pencegahan yang sesuai untuk menghindarkan kontaminasi yang berasal dari
bagian luar area bersih.
Kelas C: Rambut - dan jika relevan - janggut dan kumis hendaklah ditutup. Pakaian
model terusan atau model celana- baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat
diikat, memiliki leher tinggi dan sepatu atau penutup sepatu yang sesuai hendaklah
dikenakan. Pakaian kerja ini hendaklah tidak melepaskan serat atau bahan partikulat.
Kelas A/B: Penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut - dan jika relevan –
janggut dan kumis. Penutup kepala hendaklah diselipkan ke dalam leher baju. Penutup
muka hendaklah dipakai untuk mencegah penyebaran percikan. Model terusan atau
model celana-baju, yang bagian pergelangan tangannya dapat diikat, memiliki leher
tinggi hendaklah dikenakan. Hendaklah dipakai sarung tangan plastik atau karet steril
yang bebas serbuk dan penutup kaki steril atau didisinfeksi. Ujung celana hendaklah
diselipkan ke dalam penutup kaki dan ujung lengan baju diselipkan ke dalam sarung
tangan. Pakaian pelindung ini hendaklah tidak melepaskan serat atau bahan partikulat
dan mampu menahan partikel yang dilepaskan dari tubuh.
Hanya personil yang berwenang yang boleh memasuki area bangunan dan fasilitas
dengan akses terbatas.
2.7 Bangunan Dan Fasilitas
Semua bangunan dan fasilitas hendaklah, sedapat mungkin, didesain untuk mencegah
masuknya personil yang melakukan pengawasan dan pengendalian bila tidak diperlukan.
Area kelas B hendaklah didesain sehingga semua kegiatan dapat diamati dari luar. Di area
bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap air dan tidak retak untuk
mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba dan untuk memungkinkan
penggunaan berulang bahan pembersih dan bahan disinfektan. Bak cuci dan drainase
hendaklah dilarang di area kelas C, B dan A. Di area lain, penyekat udara hendaklah dipasang
di antara mesin atau bak cuci dan drainase. Saluran pembuangan untuk daerah yang lebih
rendah tingkat kebersihannya, jika dipasang, hendaklah dilengkapi dengan jebakan yang
efektif atau penutup air untuk mencegah aliran balik. Semua saluran air hendaklah terbuka
dan mudah dibersihkan serta dihubungkan dengan drainase luar dengan tepat untuk
mencegah masuknya cemaran mikrobiologis. Ruang ganti pakaian hendaklah didesain seperti
ruang penyangga dan digunakan sebagai pembatas fisik untuk berbagai tahap penggantian
pakaian dan memperkecil cemaran mikroba dan partikulat terhadap pakaian pelindung.
Ruang ganti tersebut hendaklah dibilas secara efektif dengan udara yang telah tersaring.
Tahap terakhir dari ruang ganti hendaklah, pada kondisi ”non-operasional”, mempunyai
tingkat kebersihan yang sama dengan ruang berikutnya. Penggunaan ruang ganti terpisah
untuk memasuki dan meninggalkan daerah bersih kadang- kadang diperlukan. Pada
umumnya hendaklah fasilitas pencucian tangan disediakan hanya pada tahap awal ruang ganti
pakaian
Pintu-pintu ruang penyangga hendaklah tidak dibuka secara bersamaan.
Sistem interlock atau sistem peringatan visual dan/atau audio hendaklah dioperasikan untuk
mencegah terbukanya lebih dari satu pintu pada saat yang bersamaan.
Pasokan udara yang disaring hendaklah dapat menjaga perbedaan tekanan positif dan
aliran udara ke area sekelilingnya yang berkelas kebersihan lebih rendah pada seluruh kondisi
“operasional” dan hendaklah dapat membilas area tersebut dengan efektif. Ruang
bersebelahan dengan kelas kebersihan yang berbeda hendaklah mempunyai perbedaan
tekanan berkisar 10 - 15 pascal (nilai acuan). Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk
perlindungan kepada zona yang mempunyai risiko tertinggi, yaitu, daerah yang udaranya
berhubungan langsung dengan produk dan komponen yang telah dibersihkan yang akan
bersentuhan dengan produk. Berbagai rekomendasi mengenai pasokan udara dan perbedaan
tekanan mungkin memerlukan modifikasi bila diperlukan untuk menahan beberapa bahan,
misalnya bahan yang bersifat patogenis, bertoksisitas tinggi, radioaktif, bahan atau produk
berupa virus atau berupa bakteri hidup. Dekontaminasi fasilitas tersebut dan pengolahan
udara yang keluar dari area bersih mungkin diperlukan untuk beberapa kegiatan.
Pintu hendaklah membuka ke arah ruang bertekanan udara lebih tinggi yang
dilengkapi dengan door-closer. Pengecualian diperbolehkan untuk pintu darurat dan
persyaratan K3 yang berlaku serta persyaratan sistem pengungkungan. Tidak boleh ada
perubahan lebih dari satu kelas kebersihan pada airlock atau jalan masuk dan ruang ganti,
Contoh: Jalan masuk dari Kelas D terhubung dengan airlock Kelas C, yang kemudian menuju
ke ruang ganti Kelas B untuk menuju ke ruang bersih Kelas B. Ruang ganti hendaklah
mempunyai ukuran yang cukup untuk kenyamanan berganti pakaian dan dilengkapi dengan
cermin sehingga personil dapat memeriksa dan memastikan pengenaanpakaian yang benar
sebelum meninggalkan ruang ganti. Sistem peringatan dapat berupa alarm yang akan
berbunyi atau lampu yang akan menyala jika batas perbedaan tekanan udara terlewati.
Catatan perbedaan tekanan dapat dilakukan secara manual dengan menuliskan pada buku log
atau secara otomatis jika menggunakan Building Automation System (BAS). Suhu dan
kelembaban udara hendaklah dijaga untuk mencegah pertumbuhan jamur/ kapang.Dapat
digunakan sistem komunikasi elektris 2 arah, misalnya interkom (hands free).
Pertimbangan perlu diberikan untuk membatasi akses yang tidak diperlukan ke area pengisian
kritis, misalnya zona pengisian kelas A dengan memasang barier fisik, contoh suatu barier
fisik adalah tirai plastik yang dipasang pada LAF.
2.8 Peralatan
Ban berjalan tidak boleh menembus sekat yang membatasi area kelas A atau B
dengan ruang proses yang mempunyai standar kebersihan lebih rendah, kecuali ban berjalan
tersebut dapat secara terus- menerus disterilkan (misalnya melalui terowongan sterilisasi).
Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk steril hendaklah dipilih
supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan menggunakan uap, atau panas kering atau
metode lain.
Peralatan, fiting dan sarana lain, sejauh memungkinkan, hendaklah dirancang dan
dipasang sedemikian rupa sehingga kegiatan, perawatan dan perbaikan dapat dilaksanakan
dari luar area bersih. Jika proses sterilisasi diperlukan hendaklah dilakukan setelah perakitan
kembali selesai, bila memungkinkan.
Bila standar kebersihan tidak dapat dipertahankan saat dilakukan pekerjaan perawatan
yang diperlukan di dalam ruang bersih, ruang tersebut hendaklah dibersihkan, didisinfeksi
dan/atau disterilkan sebelum proses dimulai kembali. nstalasi pengolahan dan sistem
distribusi air hendaklah didesain, dikonstruksi dan dirawat untuk menjamin agar air yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai. Hendaklah dipertimbangkan agar
perawatan sistem air mencakup program pengujian yang diperlukan. Sistem hendaklah tidak
dioperasikan melampaui kapasitas yang dirancang.
Hendaklah dilakukan validasi dan perawatan terencana terhadap semua peralatan
seperti sterilisator, sistem penanganan dan penyaringan udara, ventilasi udara dan filter gas
serta sistem pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian air; persetujuan untuk penggunaan
kembali setelah dilakukan perawatan harus dicatat. Peralatan kritis yang harus dikualifikasi
antara lain sterilisator misal otoklaf dan oven. Kualifikasikinerja otoklaf hendaklah
mencakup:
Distribusi panas
Pengukuran hendaklah menggunakan probe/ termokopel minimal 10 buah; 12 buah
untuk 2 m3 dan tiap penambahan 1 m3 jumlah probe/ termokopel hendaklah ditambah
2, dengan perbedaan suhu antar probe/ termokopel tidak lebih dari 1°C sedangkan
titik tertinggi dan terendah hasil pemeriksaan distribusi panas hendaklah maksimal
5°C dalam keadaan kosong.
Penetrasi panas
Penetrasi panas dilakukan menggunakan mikroba standar antara lain:
* Bacillus stearothermophilus
Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap otoklaf dalam keadaan baik kosong maupun
terisi untuk tiap jenis muatan, misal: wadah terisi, wadah kosong, pakaian dan sebagainya.
Untuk muatan yang berisi cairan lebih dari 100 ml (misalnya 250 ml, 500 ml dan 1000 ml)
hendaklah dilakukan pemetaan suhu (container mapping). Pemetaan suhu dapat dilakukan
dengan ”bracketing method”bila mempunyai ketiga jenis kemasan tersebut. Untuk proses
sterilisasi wadah yang besar, filter yang sudah dirakit dalam rumah filter dan obat jadi dalam
kemasan yang besar, termokopel dan bioindikator hendaklah dimasukkan kedalamnya.
Kualifikasikinerja oven : Kualifikasi hendaklah dilakukan terhadap oven dalam
keadaan kosong maupun terisi untuk tiap jenis muatan, misal: wadah kosong, nozzle dan
sebagainya. Untuk produk yang harus bebas pirogen, kualifikasi oven hendaklah mencakup
validasi proses depirogenisasi. Penetrasi panas dilakukan menggunakan mikroba standar
antara lain: * Bacillus subtilis
Kualifikasi hendaklah dilakukanpada:
alat baru dipasang, dimodifikasi, dipindahkan atau penggantian setiap komponen yang
kritis dari sterilisator;
rekualifikasi periodik;
tiap perubahan konfigurasi muatan (”loading pattern”); dan
masalah kontaminasi.
Termokopel yang dipakai untuk melakukan kualifikasi baik otoklaf maupun oven
sterilisator hendaklah dikalibrasi sebelum dan sesudah kualifikasi.
2.9 Sanitasi
Sanitasi area bersih sangatlah penting. Area tersebut hendaklah dibersihkan secara
menyeluruh sesuai program tertulis. Bila menggunakan disinfektan hendaklah memakai lebih
dari satu jenis. Pemantauan hendaklah dilakukan secara berkala untuk mendeteksi
perkembangan galur mikroba yang resisten. Dengan mempertimbangkan efektivitasnya yang
terbatas, lampu ultraviolet hendaklah tidak digunakan untuk menggantikan disinfektan
kimiawi.
Disinfektan dan detergen hendaklah dipantau terhadap cemaran mikroba; hasil
pengenceran hendaklah ditempatkan dalam wadah yang telah dicuci bersih dan hanya boleh
disimpan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kecuali bila disterilkan. Disinfektan dan
deterjen yang digunakan untuk area kelas A dan B hendaklah disterilkan sebelum digunakan.
Fumigasi dalam area bersih dapat bermanfaat untuk mengurangi mengurangi kontaminasi
mikrobiologis pada tempat yang tidak terjangkau.
Untuk mengendalikan kebersihan mikrobiologis dari berbagai tingkat kebersihan pada
saat kegiatan berlangsung, area bersih hendaklah dipantau. Saat kegiatan aseptik berlangsung,
pemantauan hendaklah dilakukan sesering mungkin dengan metode cawan papar,
pengambilan sampel udara secara volumetris (volumetric air), dan pengambilan sampel
permukaan (cara apus dan cawan kontak). Area bersih hendaklah tidak terkontaminasi oleh
kegiatan pengambilan sampel saat melakukan pemantauan. Hasil pemantauan hendaklah
dipakai untuk bahan pertimbangan saat dilakukan peninjauan catatan bets untuk pelulusan
produk jadi. Hendaklah dilakukan pemantauan terhadap permukaan dan personil setelah
proses kritis. Hendaklah ditentukan batas deteksi cemaran mikrobiologis untuk batas waspada
dan batas bertindak, dan untuk pemantauan tren mutu udara di dalam area bersih. Cara
pengambilan sampel dan angka pada tabel adalah untuk informasi dan tidak untuk dipakai
sebagai spesifikasi.
2.10 Air untuk produk steril
Air yang dipakai untuk membuat produk steril termasuk penyimpanan dan sistem
pemasokannya hendaklah selalu dikendalikan untuk menjamin bahwa spesifikasi yang sesuai
dicapai selama seluruh pengoperasian. Air untuk Injeksi hendaklah diolah, disimpan dan
didistribusikan dengan cara yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba, misalnya disirkulasi
dengan konstan pada suhu di atas 70°C atau tidak lebih dari 4°C. Bila Air untuk Injeksi tidak
disirkulasikan, hendaklah dibuang setelah 24 jam.
Air untuk Injeksi hendaklah disimpan dalam wadah yang bersih, steril, non-reaktif, non-
absorptif, non-aditif dan terlindung dari pencemaran. Air untuk Injeksi hendaklah diproduksi
melalui cara penyulingan atau cara lain yang akan menghasilkan mutu yang sama.
Sumber air, peralatan pengolahan air dan air hasil pengolahan hendaklah dipantau
secara teratur terhadap pencemaran kimiawi, biologis dan, bila perlu, terhadap cemaran
endotoksin untuk menjamin agar air memenuhi spesifikasi yang sesuai dengan
peruntukannya. Hasil pemantauan dan tindakan penanggulangan yang dilakukan hendaklah
didokumentasikan.
Air untuk Injeksi yang digunakan untuk formulasi diperlakukan sebagai bahan awal. Alat
perekam hendaklah digunakan untuk memantau suhu penyimpanan.
2.11 Pengolahan Produk Steril
Pembuatan produk yang berasal dari sumber mikrobiologis hendaklah tidak diproses
atau diisi di area yang digunakan untuk pembuatan obat lain; namun, vaksin yang
mengandung organisme mati atau ekstrak bakterial dapat diisikan ke dalam wadah-wadah, di
dalam bangunan dan fasilitas yang sama dengan obat steril lain, setelah proses inaktivasi
yang tervalidasi dan pembersihan menurut prosedur yang tervalidasi.
Simulasi media (media fill)
Validasi proses aseptis dilakukan dalam kondisi produksi normal. Uji simulasi aseptis
hendaklah dilakukan semirip mungkin dengan proses aseptis pada produksi rutin dan
termasuk semua wadah dan peralatan yang digunakan. Perlu dilakukan pada kombinasi yang
diperlukan dari ukuran wadah (ampul, vial, dsb.) termasuk lebar mulut wadah dan kecepatan
pengisian (lebih dianjurkan kombinasi ekstrim). Bila proses produksi aseptis dimulai pada
saat pencampuran bahan sampai dengan pengisian, maka proses simulasi hendaklah
mencakup seluruh proses, tangki dan wadah yang digunakan.
Uji simulasi hendaklah menggambarkan semua kondisi pada kasus terburuk (worst
case) yang mungkin terjadi pada produksi normal, misal: pergantian personil, frekuensi
istirahat, lampu mati, mesin rusak dan teknisi masuk ke dalam ruang aseptis, dan lain- lain.
Volume yang terbesar sering dianggap merupakan kondisi worst case karena mulut
wadah produk paling lebar, pengisian paling lambat sehingga produk makin lama terpapar di
lingkungan. Tetapi ada beberapa perkecualian dalam hal pengisian ke dalam wadah yang
kecil misal ampul 1 ml, pada kasus ini proses pengisian membutuhkan waktu paling cepat
dibandingkan dengan ampul volume lain sehingga ada risiko wadah terguling atau tersendat
yang menyebabkan intervensi manual dilakukan lebih sering dari biasanya, disini perlu
dilakukan uji simulasi. Volume pengisian hendaklah cukup untuk memungkinkan media
membasahi seluruh permukaan wadah saat wadah dibalik dan memungkinkan pendeteksian
pertumbuhan mikroba dalam wadah.
Bila ukuran bets produksi lebih kecil dari atau sama dengan 3000 unit maka jumlah
minimal yang harus diisikan pada uji simulasi adalah sama dengan ukuran bets.Simulasi
proses dengan media pertumbuhan untuk validasi awal dan tiap kali terjadi perubahan proses
kritis (untuk proses produksi/ pencampuran aseptis), ukuran wadah baru, perubahan shift,
penambahan personil, alat baru atau modifikasi alat yang langsung kontak dengan produk,
dan atau modifikasi sistem tata udara, hendaklah dilakukan 3 kali untuk tiap shift dan proses.
Sedangkan untuk revalidasi dapat dilakukan 1 kali untuk tiap shift dan proses tiap 6 bulan
sekali.
Bila ada kegagalan atau pertumbuhan pada hasil media pertumbuhan, hendaklah
dilakukan identifikasi jenis cemaran dan dibandingkan cemaran yang mungkin diperoleh dari
pemantauan lingkungan dan personil. Inkubasi hendaklah dilakukan pada 2 (dua) suhu yaitu:
a. 20°C – 25°C selama 7 hari pertama
b. 30°C – 35°C untuk 7 hari berikutnya
Suhu inkubasi lain hendaklah berdasarkan data pendukung yang tervalidasi. Sebelum
inkubasi diawali dan saat/ setelah pengamatan pada hari ke 7 wadah dibolak- balik agar
larutan media dapat membasahi seluruh permukaan wadah. Pengamatan hendaklah dilakukan
pada hari ke 8 (setelah inkubasi pada suhu 20°C – 25°C sebelum inkubasi suhu 30°C –
35°C), bila memungkinkan, dan setelah hari ke 14. Hendaklah dilakukan kontrol negatif dan
kontrol positif minimal menggunakan 1 (satu) bakteri dan 1 (satu) kapang. Media
pertumbuhan yang dipakai hendaklah lulus Growth Promotion Test (GPT) dengan
menggunakan 10 – 100 CFU mikroba gram positif, gram negatif, bakteri anaerob, kapang,
dan ragi seperti: Bacillus subtilis atau Clostridium sporogenes; Staphylococcus aureus;
Pseudomonas aeroginosa; Candida albicans; Aspergillus niger. Pemilihan media hendaklah
juga mempertimbangkan kemampuannya menumbuhkan mikroorganisme lingkungan,
apabila ada riwayat penemuan kontaminasi lingkungan. Hendaklah dilakukan GPT pada
media yang dipakai untuk uji simulasi pada akhir masa inkubasi untuk membuktikan bahwa
media akan dapat menumbuhkan mikroba bila ada kontaminasi. Mikroba harus tumbuh
dalam waktu 5 hari pada suhu inkubasi yang dipakai.
Sediaan tetes mata atau telinga biasanya dikemas dalam wadah plastik. Wadah,
penetes, tutup dan overseal (bila dipakai) dicuci dan disterilkan sesuai pada produksi rutin.
Sebagai pengganti sterilisasi dengan panas, dipakai sterilisasi dengan radiasi atau etilen
oksida untuk wadah dan perangkatnya. Wadah plastik yang buram akan menghambat
pendeteksian pertumbuhan, dalam hal ini seluruh isi wadah hendaklah dituang kedalam
wadah jernih saat pengamatan.
Peralatan dan bahan/ barang lain hendaklah sedapat mungkin disterilkan melalui
sterilisator berpintu-ganda yang berhubungan langsung dengan area Kelas A. Bila sterilisator
tidak langsung berhubungan dengan lokasi di mana proses aseptis berlangsung, peralatan dan
bahan/ barang lain hendaklah selalu secara kontinu dijaga di bawah udara Kelas A selama
transfer dari sterilisator sampai dengan penyimpanan atau pemakaian. Bisa dipakai kereta
(trolley) terlindung dengan aliran udara aktif maupun pasif. Saat kereta otoklaf atau oven
dikeluarkan dari sterilisator ke dalam ruang Kelas B, hendaklah tersedia UDAF zona A di
depan pintu sehingga semua item selalu di bawah udara Kelas A sampai peralatan atau bahan
dingin.
Bila perlindungan kelas A tidak dapat disediakan untuk komponen atau bahan yang di
otoklaf, maka hendaklah dilakukan pembungkusan berlapis, menggunakan bahan
pembungkus untuk otoklaf, yang memungkinkan penghilangan udara/ penetrasi uap panas
dan penghilangan kondensat di samping dapat mempertahankan sterilitas isinya.
Bahan yang disterilkan dengan metode lain misal radiasi sinar Gamma atau etilen oksida
hendaklah dilindungi dengan pembungkusan yang tepat untuk mempertahankan integritas
sterilitas di luar lingkungan Kelas A. Bahan ini hendaklah dimasukkan ke area proses aseptis
melalui rongga transfer (misal passbox) dengan sistem interlock pada pintu-pintunya untuk
menghindarkan biokontaminasi lingkungan Kelas A.
Prosedur pengisian secara aseptis hendaklah diverifikasi ulang tiap 6 (enam) bulan
sekali melalui media fill atau bila dilakukan perubahan baik pada proses maupun pada
peralatan yang sudah tervalidasi.
2.12 Sterilisasi
Sterilisasi dapat dicapai dengan penggunaan panas basah atau panas kering, dengan
radiasi pengionan (tapi tidak dengan radiasi ultraviolet kecuali proses ini divalidasi secara
menyeluruh), dengan etilen oksida (atau gas lain yang sesuai) atau dengan filtrasi yang
dilanjutkan dengan pengisian secara aseptik ke dalam wadah akhir yang steril. Masing-
masing cara sterilisasi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di mana memungkinkan dan
dapat dilaksanakan, sterilisasi cara panas merupakan pilihan utama. Kontaminasi mikroba
pada bahan awal hendaklah dihindarkan dan bioburden-nya hendaklah dipantau sebelum
proses sterilisasi. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup persyaratan untuk mikroba
bila kebutuhan ini ternyata terindikasi dari pemantauan tersebut.
1. Sterilisasi Akhir
Produk yang ditujukan untuk menjadi steril, bilamana memungkinkan, hendaklah
diutamakan disterilisasi akhir dengan cara panas dalam wadah akhir. Bila sterilisasi cara
panas tidak memungkinkan karena stabilitas dari formula produk hendaklah dipakai metode
sterilisasi akhir yang lain setelah dilakukan filtrasi dan/atau proses aseptik. Sterilisasi produk
tahan panas dalam wadah akhir diutamakan dilakukan dengan cara panas basah pada suhu
121ºC selama 15 menit atau minimum angka F0 yang menunjukkan proses sterilisasi overkill.
Konsep F0 dapat juga diterapkan yaitu sterilisasi yang dilakukan pada suhu dan waktu
tertentu selain suhu 121ºC. F0 pada suhu tertentu, selain suhu 121ºC, adalah waktu (dalam
menit) yang diperlukan untuk mendapatkan kesetaraan letalitas seperti pada suhu 121ºC
selama 15 menit. Bila tidak memungkinkan, karena bahan obat tidak tahan panas sterilisasi
dapat dilakukan dengan cara filtrasi yang diikuti dengan pengisian secara aseptis. Industri
diharapkan selalu berusaha mencari wadah yang dapat disterilisasi akhir.
2. Sterilisasi Cara Panas
Tiap siklus sterilisasi panas hendaklah dicatat pada suatu lembar pencatat waktu/suhu
dengan skala yang cukup besar atau dengan alat perekam yang mempunyai ketepatan dan
kbenaran yang dapat diandalkan. Posisi probe pengukur suhu yang dipakai untuk memantau
dan/atau mencatat hendaklah sudah ditentukan saat melakukan validasi dan, bilamana sesuai,
juga dibandingkan terhadap suatu probe pengukur suhu lain yang independen dan
ditempatkan pada posisi yang sama.
Sebelum pengukuran waktu sterilisasi dimulai, harus diberikan waktu yang cukup
agar seluruh muatan sterilisasi mencapai suhu yang dipersyaratkan. Lamanya waktu ini harus
ditentukan untuk tiap pola muatan yang akan diproses. Setelah fase suhu tinggi dari siklus
sterilisasi cara panas, perlu dilakukan tindakan pencegahan terhadap pencemaran muatan
yang telah disterilkan selama fase pendinginan. Semua cairan atau gas pendingin yang
bersentuhan dengan produk hendaklah disterilkan.
3. Sterilisasi Cara Panas Basah
Sterilisasi cara panas basah (pemanasan dalam otoklaf) hanya sesuai untuk bahan yang
terbasahi dengan air dan formula larutan. Suhu dan tekanan hendaklah digunakan untuk
memantau proses sterilisasi. Instrumen pengendali hendaklah independen terhadap instrumen
pemantau dan lembar pencatat. Pemakaian instrumen pengendali dan pemantau otomatis
hendaklah tervalidasi untuk memastikan tercapainya persyaratan proses kritis.
Selain produk dalam wadah yang disegel, produk yang akan disterilkan hendaklah
dibungkus dengan bahan yang memungkinkan penghilangan udara dan penetrasi uap, tapi
dapat mencegah rekontaminasi setelah sterilisasi. Semua bagian muatan hendaklah
bersentuhan dengan agens pensteril pada suhu dan waktu yang disyaratkan. Bahan yang
memungkinkan penghilangan udara dan penetrasi uap, tapi dapat mencegah rekontaminasi
setelah sterilisasi dapat terbuat dari baja tahan karat dan didesain secara spesifik untuk
sterilisator dan/ atau bahan pembungkus yang memungkinkan penetrasi agen pensteril.
Yang dimaksud agen pensteril adalah uap air (clean steam) untuk otoklaf dan udara
kering untuk oven. Spesifikasi uap air yang dipakai hendaklah sesuai dengan persyaratan Air
untuk Injeksi (persyaratan kimiawi, mikrobiologis dan endotoksin pada analisis kondensat)
dan tidak mengandung zat aditif dengan konsentrasi yang dapat mengontaminasi produk atau
peralatan. Pemeriksaan uap air yang dipakai untuk sterilisasi hendaklah dilakukan secara
berkala.
4. Sterilisasi Cara Panas Kering
Sterilisasi cara panas kering cocok untuk cairan bukan-air atau serbuk kering. Proses
ini hendaklah dilakukan dengan menyirkulasikan udara dalam “kamar sterilisasi” dan
menjaga tekanan positif untuk mencegah masuknya udara tidak steril. Udara yang masuk
hendaklah melalui filter HEPA. Bila proses ini juga digunakan untuk menghilangkan pirogen,
uji tantang menggunakan endotoksin hendaklah dilakukan sebagai bagian dari validasi. Udara
yang dimasukkan ke dalam oven hendaklah disaring melalui HEPA filter H14 dengan
efisiensi 99,995%.
5. Sterilisasi dengan Cara Radiasi
Sterilisasi dengan cara radiasi terutama digunakan untuk bahan dan produk yang peka
terhadap panas. Banyak obat dan bahan pengemas peka terhadap radiasi, sehingga metode ini
hanya dipakai jika terbukti tidak berdampak merusak yang dibuktikan melalui eksperimen.
Biasanya, radiasi ultraviolet tidak diterima sebagai metode sterilisasi.
Dosis radiasi hendaklah diukur selama proses sterilisasi. Untuk itu, perlu digunakan
indikator dosimetri, yang independen terhadap tingkat dosis yang seharusnya digunakan dan
menunjukkan jumlah dosis yang diterima oleh produk. Dosimeter diselipkan di antara muatan
dalam jumlah yang cukup dan saling berdekatan untuk memastikan bahwa selalu ada satu
dosimeter dalam irradiator. Jika dosimeter plastik digunakan hendaklah selalu dalam kondisi
terkalibrasi. Absorben dosimeter hendaklah dibaca segera setelah pemaparan terhadap
radiasi. Indikator biologis dapat dipakai sebagai alat pemantau tambahan. Cakram warna
peka-radiasi dapat dipakai untuk membedakan kemasan yang sudah diradiasi dan yang
belum; namun bukan merupakan indikator keberhasilan proses sterilisasi. Indikator biologis
yang dipakai untuk sterilisasi dengan radiasi adalah Bacillus pumilus.
6. Sterilisasi dengan Gas dan Fumigan
Metode sterilisasi ini hendaklah hanya digunakan bila cara lain tidak dapat diterapkan.
Selama proses validasi hendaklah dibuktikan bahwa tidak ada akibat yang merusak produk.
Kondisi dan waktu yang diberikan untuk menghilangkan gas hendaklah ditentukan untuk
mengurangi gas residu dan zat hasil reaksi sampai pada batas yang dapat diterima yang sudah
ditetapkan untuk tiap produk atau bahan.
Berbagai gas dan fumigan dapat digunakan untuk sterilisasi (misalnya etilen oksida, uap
hidrogen peroksida). Etilen oksida hendaklah digunakan hanya bila tidak ada metode lain
yang dapat dipakai. Kontak langsung antara gas dan sel mikroba adalah esensial; tindakan
pencegahan hendaklah dilakukan untuk menghindarkan adanya organisme yang mungkin
terperangkap dalam bahan misalnya dalam kristal atau protein yang dikeringkan. Jumlah dan
sifat bahan pengemas dapat mempengaruhi proses secara signifikan.
Sebelum dipaparkan pada gas, bahan hendaklah disesuaikan dengan kelembaban dan suhu
yang dipersyaratkan untuk proses. Waktu yang diperlukan untuk ini hendaklah tidak
mengurangi waktu yang diperlukan untuk fase sebelum sterilisasi.
2.13 Filtrasi Obat yang Tidak Dapat Disterilkan Dalam Wadah Akhirnya
Filtrasi saja dianggap tidak cukup apabila sterilisasi dalam wadah akhir dapat
dilakukan. Merujuk pada metode yang ada saat ini, sterilisasi dengan uap adalah cara yang
diutamakan. Bila produk tidak dapat disterilkan dalam wadah akhirnya, larutan atau cairan
dapat difiltrasi ke dalam wadah yang telah disterilkan sebelumnya melalui filter steril dengan
ukuran pori nominal 0,22 mikron (atau lebih kecil), atau paling tidak melalui filter yang
mempunyai kemampuan menahan mikroba yang ekivalen. Filter tertentu dapat
menghilangkan bakteri dan kapang, tapi tidak menghilangkan semua virus atau mikoplasma.
Hendaklah dipertimbangkan untuk melakukan pemanasan pada suhu tertentu sebagai
pelengkap proses filtras.
Karena metode filtrasi memiliki potensi risiko tambahan dibandingkan dengan proses
sterilisasi lain, dianjurkan untuk melakukan filtrasi kedua dengan filter yang sudah
disterilkan, yang mampu menahan mikroba, segera sebelum pengisian. Filtrasi steril akhir
hendaklah dilakukan sedekat mungkin ke titik pengisian. Karakteristik filter hendaklah yang
seminimal mungkin melepaskan serat (bahkan nol). Filter yang mengandung asbes sama
sekali tidak boleh digunakan.
2.14 Indikator Biologis dan Kimiawi
Penggunaan indikator biologis dan kimiawi saja tidak dapat diterima sebagai bukti
bahwa proses sterilisasi telah efektif. Indikator tersebut hanya menunjukkan kegagalan proses
sterilisasi tetapi tidak membuktikan bahwa proses sterilisasi berhasil dengan sempurna.
Penggunaan indikator biologi kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan pamantauan
cara fisik kecuali pada sterilisasi dengan gas etilen oksida. Tindakan pengamanan ketat
hendaklah dilakukan dalam penanganan indikator biologis karena adanya potensi bahaya
untuk mencemari area bersih secara mikrobiologis. Indikator biologis hendaklah disimpan
sesuai dengan spesifikasi dari pembuatnya.
Tersedia indikator kimiawi untuk sterilisasi cara panas, gas etilen oksida dan radiasi,
biasanya dalam bentuk pita atau lembaran adhesif, kartu bercak-warna, tabung kecil atau
sachet. Indikator tersebut akan berubah warna akibat reaksi kimiawi karena proses sterilisasi.
Karena ada kemungkinan perubahan warna terjadi sebelum proses sterilisasi selesai, indikator
tersebut tidak cocok untuk pembuktian sterilisasi sempurna, kecuali dosimeter plastik yang
digunakan pada proses sterilisasi cara radiasi.
2.15 Penyelesaian Produk Steril
Penutupan wadah hendaklah divalidasi dengan metode yang sesuai. Terhadap
penutupan wadah dengan fusi, misalnya ampul kaca atau plastik, hendaklah dilakukan uji
integritas 100%. Uji integritas wadah lain hendaklah dilakukan terhadap sampel dengan
menggunakan prosedur yang sesuai. Ketentuan ini tidak hanya berlaku untuk vial yang
dibeku-keringkan (diliofilisasi) tapi untuk semua vial yang diisi secara aseptis. Jika
pencengkeraman tutup aluminium dilakukan sebagai “proses bersih” (lihat Butir 149)
ketentuan ini menetapkan persyaratan bagi lingkungan untuk vial dari saat mereka
meninggalkan area pengolahan aseptis sampai tutup aluminium telah dicengkeramkan pada
vial yang ditutup dengan stopper. Pasokan udara Kelas A diperlukan untuk terowongan
konveyor yang menghubungkan daerah pengolahan aseptis dengan mesin pengcengkeram
tutup aluminium untuk sediaan cair dan serbuk, serta transportasi vial yang diliofilisasi dari
mesin liofilisasi ke mesin pencengkeram tutup aluminium dan mesin pencengkeram tutup
aluminium itu sendiri.
Klasifikasi Kelas D dianggap sebagai persyaratan minimal untuk ruang bersih di mana
mesin pencengkeram tutup aluminium berada. Industri hendaklah membuat justifikasi
pendekatannya dalam memilih kelas ruangan yang sesuai. Untuk menghindarkan kontaminasi
produk pada tahap di atas, hendaklah diperhatikan beberapa faktor penting, seperti desain
kombinasi tutup (stopper) vial, sistem pendeteksi stopper salah posisi atau tidak terpasang
yang tervalidasi secara menyeluruh, pembatasan akses operator, pelatihan operator yang baik,
prosedur lengkap untuk intervensi manual, tindak lanjut dan kondisi lingkungan yang
memadai.
Sampel wadah yang ditutup dalam kondisi vakum hendaklah diambil dan diuji setelah
periode yang ditentukan, untuk memastikan keadaan vakum dipertahankan. Wadah terisi
produk parenteral hendaklah satu persatu diinspeksi terhadap kontaminasi oleh benda asing
atau cacat lain. Bila inspeksi dilakukan dengan cara visual hendaklah dilakukan dalam
kondisi pencahayaan dan latar belakang yang terkendali dan sesuai. Operator yang
melakukan inspeksi hendaklah lulus pemeriksaan mata secara berkala, dengan menggunakan
kacamata bila memakai, dan diperbolehkan sering melakukan istirahat selama proses
inspeksi.
Bila digunakan metode inspeksi lain, proses ini hendaklah divalidasi dan kinerja
peralatan hendaklah diperiksa secara berkala. Hasil pemeriksaan hendaklah dicatat.
2.16 Pengawasan Mutu
Uji sterilitas yang dilakukan terhadap produk jadi hendaklah dianggap hanya sebagai
bagian akhir dari rangkaian tindakan pengendalian untuk memastikan sterilitas dari produk.
Uji sterilitas ini hendaklah divalidasi untuk produk yang berkaitan. Sampel yang diambil
untuk pengujian sterilitas hendaklah mewakili keseluruhan bets, tetapi secara khusus
hendaklah mencakup sampel yang diambil dari bagian bets yang dianggap paling berisiko
terhadap kontaminasi, misalnya:
a) untuk produk yang diisi secara aseptik, sampel hendaklah mencakup wadah yang
diisi pada awal dan akhir proses pengisian bets serta setelah intervensi yang
signifikan; dan
b) untuk produk yang disterilisasi cara panas dalam wadah akhir, sampel hendaklah
diambil dari bagian muatan dengan suhu terendah.
Kepastian sterilitas dari produk jadi diperoleh melalui validasi siklus sterilisasi untuk
produk yang disterilisasi akhir, dan melalui “media fill” untuk produk yang diproses secara
aseptik. Catatan pengolahan bets dan, dalam hal proses aseptik, catatan mutu lingkungan,
hendaklah diperiksa sejalan dengan hasil uji sterilitas. Prosedur pengujian sterilitas
hendaklah divalidasi untuk produk yang berkaitan. Metode farmakope harus digunakan untuk
validasi dan kinerja pengujian sterilitas.
Untuk produk injeksi, Air untuk Injeksi, produk antara dan produk jadi hendaklah
dipantau terhadap endotoksin dengan menggunakan metode farmakope yang diakui dan
tervalidasi untuk tiap jenis produk. Untuk larutan infus-volume-besar, pemantauan air atau
produk antara hendaklah selalu dilakukan sebagai pengujian tambahan terhadap pengujian
yang dipersyaratkan dalam monografi produk jadi yang disetujui. Bila terdapat kegagalan uji
sampel, penyebab kegagalan hendaklah diinvestigasi dan dilakukan tindakan perbaikan bila
diperlukan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus
dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat
tergantung dari ketrampilan, pelatihan dan sikap dari personil yang terlibat. Pemastian Mutu
sangatlah penting dan cara pembuatan ini harus sepenuhnya mengikuti secara ketat metode
pembuatan dan prosedur yang ditetapkan dengan seksama dan tervalidasi.
DAFTAR PUSTAKA
Republic of Indonesia, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Indonesia.
Badan POM
Republic of Indonesia, 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Indonesia.
Badan POM
Recommended