View
228
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
Terapi Kombinasi Dalam Hipertensi
Abstrak
Pengawalan secara ketat terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi adalah sangat diperlukan
untuk menghasilkan penurunan yang maksimal dalam mencapai target yang diperlukan secara klinis
dalam kelainan kardiovaskular, terutama pada pasien yang turut disertai factor komorbiditi lain
seperti diabetes mellitus di mana penurunan tekanan darah secara agresif adalah sangat
menguntungkan. Kebanyakan uji klinis yang terkini menyatakan bahawa penggunaan monoterapi
atau terapi tunggal dalam mengontrol tekanan darah pada hipertensi adalah kurang berhasil pada
kebanyakan pasien. Secara teori, penggunaan terapi kombinasi lebih dipilih karena berdasarkan
fakta di mana terdapat banyak factor yang bisa menimbulkan hipertensi dan mencapai tekanan
darah normal dengan menggunakan agen tunggal yang bekerja dengan satu mekanisme
berkemungkinan tidak berhasil. Regimen obat yang digunakan bisa terdiri dari kombinasi dosis obat-
obat yang telah difiksasi atau satu jenis obat lain yang ditambah secara beraturan setelah pemberian
satu obat sebelumnya. Mengkombinasi obat-obat ini membuatkan obat tadi bisa didapatkan dalam
format dosis yang sesuai, mengurangkan dosis penggunaan pada tiap-tiap komponen obat tadi, di
samping itu juga menurunkan efek samping dan meningkatkan kepatuhan pasien. Pelbagai jenis
obat antihipertensi yang telah digunakan sebagai contohnya pealing sering adalh penghambat
reseptor angiotensin, diuretic thiazid, penghambat beta dan alfa, penghambat kalsium, dan
penghambat enzim yang mengubah angiotensin. Diuretic thiazid dan penghambat kalsium adalah
sangat efektif sama juga seperti kombinasi yang melibatkan penghambat system rennin-angiotensi-
aldoteron dalam menurunkan tekanan darah. Majority pada saat ini yang banyak digunakan sebagai
kombinasi adalah golongan diuretic. Kombinasi ini bisa berbeda pada tiap individu tergantung
dengan kehadiran factor komorbid tadi seperti diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, gagal jantung,
kelainan hormone tiroid dan kumpulan populasi tertentu seperti wanita hamil yang yang usia lanjut.
Review
Mencapai tekanan darah yang direkomendasi <140/90 mmHg dalam semua kasus hipertensi atau
<120/90 mmHg pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus adalah sangat susah untuk dicapai
pada majority pasien hipertensi. Kebanyakan studi telah menunjukkan bahawa pengawalan tekanan
darah yang ketat dalah sangat penting dalam menurunkan risiko kelainan kardiovaskular secara
klinis. Penilitian dari Framingham Heart Study telah membuktikan bahawa penurunan tekanan darah
sebanyak 2 mmHg pada tekanan diastolic bisa menurukan risiko terjadinya strok dan serangan strok
sejenak (transient ischemic attack) sebanyak 14% dan menurunkan risiko kelainan arteri koronari
sebanyak 6%. Data ini menunjukkan bahawa penurunan tekanan darah secara agresif bisa sangat
bermanfaat. Walaupun terdapat beberapa yang berhasil dengan penggunaan monoterapi, hampir
50% penderita lain memerlukan lebih dari satu jenis regimen obat dalam mengkontrol tekanan
darah mereka. Persatuan Hipertensi Eropah telah membuat garis panduan dengan
merekomendasikan terapi menggunakan lebih dari satu jenis obat antihipertensi adalah sangat
dianjurkan pada pasien dengan tekanan sistoliknya lebih dari 20 mmHg atau tekanan diastoliknya
lebih 10 mmHg dari nilai standar, dan pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya kelainan
kardiovaskular. Kombinasi dua jenis obat bisa menghasilkan control tekanan darah yang lebih baik
dengan mekanisme yang sesuai.
Pilihan dalam terapi kombinasi
Regimen yang digunakan dalam terapi lebih dari satu jenis obat bisa berada dalam bentuk kombinasi
dengan dosis yang telah terfiksasi (fixed dose combination) atau penambahan obat secara beraturan
atau berkala setelah pemberian satu jenis obat. Namun, pada hipertensi pemilihan untuk terapi
kombinasi adalah tergantung kepada tolerabiliti dan kesesuaian dosis dan titrasi dua jenis regimen
tersebut. Kombinasi dosis terfiksasi bisa meningkatkan kerja molekul pada regimen obat yang
digunakan berbanding terapi dengan pemberian dua jenis obat secara terpisah. Cara ini juga
menurukan tekanan darah dengan lebih cepat. Penggunaan terpai kombinasi terhadap obat-obat
antihipertensi telah dimulai sejak dari tahun 1960 di mana obat diuretic hidroklortiazid dikombinasi
dengan obat triamteren, sejenis diuretic hemat kalium dan juga ditambah dengan kombinasi yang
baru dan berbeda seiring dengan waktu.
Penghambat reseptor angiotensi (ARB), diuretic tiazid, penghambat alfa dan beta, penghambat
kalsium, dan penghambat enzim yang mengkonversi angiotensin (ACEI) adalah antara golongan
regimen obat yang sering digunakan dalam terapi hipertensi. Diuretic tiazid dan penghambat kalsium
adalah sangat efektif, sama seperti golongan penghambat yang terlibat dalam system rennin-
angiotensin-aldosteron dalam menurunkan tekanan darah. Sebahagian kombinasi golongan ACEI
atau ARB dengan golongan diuretic atau ACEI dengan penghambat kalsium turut tersedia. Majority
yang tersedia dalam bentuk terapi dosis terfiksasi (FDC) adalah dari golongan diuretic.
Penghambat beta (Beta-blockers) dengan diuretic
Penghambat beta dan diuretic telah digunakan sebagai terapi untuk hipertensi sejak lebih dari tiga
dekad. Walaupun golonga penghambat beta mempunyai efek bermanfaat pada tekanan darah
namun terapi dengan golongan ini gagal member efek positif kepada kelainan kardiovaskular atau
mortality sama ada dalam penggunaan tunggal atau dikombinasi dengan diuretic. Warmack telah
melakukan penelitian dan mengevaluasi studi 5 pengguna placebo dan 10 orang pengguna aktif bagi
menganalisis efek penghambat beta yang timbul pada kelainan kardiovaskular dan serebrovaskular
dalam terapi hipertensi. Hampir kebanyakan studi menggunakan obat atenolol dan obat kombinasi
yang sering digunakn adalah golongan diuretic tiazid. Penghambat beta menunjukkan kenaikan risiko
terjadinya strok, kejadian kardiovaskular, dan mortality dalam kebanyakan studi berbanding dengan
golongan antihipertensi yang lain. Hanya dua studi perbandingan dilakukan terhadap penghambat
beta dalam membuktikan manfaat yang signifikan terhadap kardiovaskular.
Sebelum ini, hampir ramai yang berpegang kepada prinsip iaitu golonga penghambat beta ini harus
diberikan dalam penanganan hipertensi pada pasien dengan denyut jantung yang cepat, yang
merupakan salah satu factor risiko untuk terjadinya kelainan kardiovaskular. Namun dalam
percubaan terbaru oleh Anglo-Scandinavian Cardiac Outcomes Trial-Blood Pressure Lowering Arm
(ASCOT-BPLA) menyimpulkan bahawa, pada populasi penderita hipertensi tanpa disertai riwayat
penyakit arteri koronari sebelumnya atau sekarang, denyut jantung yang cepat bukanlah suatu
indikasi untuk pemberian penghambat beta sebagai dasar terapi. ASCOT-BPLA juga menunjukkan
hasil yang kurang bermanfaat dengan terapi yang dimulai dengan atenolol berbanding dengan yang
dimulai oleh penghambat kalsium, amlodipin. Selain itu juga, turut ditemukan risiko tinggi kejadian
kematian jantung secara tiba-tiba lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut yang mendapat
penghambat beta sebagai terapi tunggal mahupun terapi kombinasi dengan diuretic tiazid,
berbanding pasien yang mendapat terapi dengan regimen obat yang lain seperti penghambat
kalsium atau diuretic hemat kalium.
Berdasarkan bukti yang di atas tadi, dapat dibuktikan bahawa penggunaan penghambat beta sama
ada secara tunggal atau kombinasi harus diberikan secara lebih berhati-hati sebagai terapi untuk
kelainan kardiovaskular dan bisa diindikasikan untuk diberi pada pasien hipertensi dengan keresahan
mental dan denyut jantung yang cepat.
ACEI/ARB dengan diuretic
Kombinas penghambat system rennin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan diuretic akan menimbangi
peningkatan aktiviti rennin plasma yang diinduksi oleh diuretic tadi. Kehilangan garam akan
diimbangi dan ditambah dengan efek obat antihipertensif penghambat RAAS. Selain itu, golongan
ARB juga akan mengurangi efek metabolic yang ditimbulkan oleh diuretic tiazid seperti hipokalemia
dan hiperglikemi. Beberapa studi telah menunjukkan bahawa efek antihipertensif pada kombinasi
kedua obat ini pada dosis rendah, menurunkan tekanan darah dengan lebih bermakna dan
perbandingan respon yang lebih tinggi dari penggunaan secara terapi tunggal.
Suatu perhimpunan iaitu The Action in Diabetes and Vascular Disease: Preterax and Diamicron MR
Controlled Evaluation (ADVANCE), telah melakukan suatu uji perbandingan dalam menurunkan
tekanan darah dengan menggunakan kombinasi perindopril/indapamide atau placebo, pada subjek
yang mempunyai risiko tinggi diabetic tipe-2. Pada subjek yang mendapatkan terapi kombinasi
terjadi penurunan risiko untuk munculnya komplikasi seperti kelainan makrovaskular dan
mikrovaskular mayor sebanyak 9% dengan penurunan 14% terjadinya mortality serta penurunan
sebanyak 18% mortality yang disebabkan oleh kelainan kardiovaskular. Studi juga menunjukkan
bahawa satu nyawa dapat dielamatkan untuk setiap 79 penderita hipertensi dengan terapi
kombinasi ACE/Diuretik ini. Suatu penelitian klinis yang hampir serupa juga telah dilakukan dan
menunjukkan hasil bahawa terapi kombinasi antara ARB, irbesartan dengan HCTZ adalah aman dan
efektif pada pasien dengan hipertensi berat, yang turut disertai oleh factor usia, ras, status diabetic,
dan sindroma metabolic, serta secara signifikan memerlukan ketergantungan dosis yang besar dalam
menurunkan tekanan darah daripada digunakan sebagai monoterapi. Suatu studi telah memberi
usulan bahawa walaupun target tekanan darah <140/90 dapat dicapai pada kebanyakan pasien
dengan tekanan sistolik <160 mmHg degan monoterapi irbesartan, kebanyakan pasien dengan
hipertensi sedang ke berat atau hipertensi grade 2 ke 3 memerlukan terapi kombinasi dalam
mencapai target tekanan darah yang esensial.
Suatu ujikaji pada pasien yang mempunyai tekanan darah yang tidak terkontrol, walaupun diberi
antihipertensif sperti golongan ARB (candesartan 8mg/hari atau valsartan 80mg/hari) diberi secara
random pada terapi kombinasi termisartan 40mg/hari dan HCTZ 12.5 mg/hari, tidak terjadi
perubahan pada famarkokinetik regimen terapi kombinasi tersebut dan masih juga bekerja seperti
biasa. Tekanan darah semasa bekerja dan juga saat berehat di rumah pada pasien yang mendapat
terapi ini menurun secara signifikan. Selain itu tekanan darah sewaktu pagi hari juga menurun
disebabkan efek jangka panjang oleh aktiviti terapi kombinasi ini. Sebuagh studi yang dilakukan oleh
kumpulan sutudi ONEAST juga membuktikan bahawa terjadi penurunan tekana darah yang signifikan
pada terapi kombinasi antara telmisartan dan kumpulan amlodipin dibandingkan penggunaan
amlodipin sahaja secara monoterapi. Dengan itu menunjukkan bahawa kombinasi antara
penghambat RAAS dan tiazid dosis rendah merupakan terapi yang sangat efektif jika terapi dengan
kumpulan penghambat kanal kalsium tidak dapat mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi.
Hasil dari studi ini mengkonfirmasikan bahawa kombinasi diuretic/ACE atau diuretic/ARB
menurunkan tekanan darah jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan monoterapi pada pasien
hipertensi yang disertai diabetes dan secara umum diterima tentang derajat keamanannya.
Penghambat RAAS dengan penghambat kanal kalsium (CCB)
Penghambat RAAS akan menurunkan efek aktivasi system saraf simpatik yang diinduksi oleh
golongan penghambat kanal kalisum serta menurukan efek pada system rennin angiotensin
aldostron. Kadar sodium yang menurun yang disebabkan oleh penghambat kanal kalsium juga
member efek antihipertensi pada golonga penghambat RAAS. Ketergantungan dosis pada
penghambat kanal kalsium yang menginduksi terjadinya edema perifer bisa diminimalisasi dengan
kehadiran penghambat RAAS ini.
ACEI dengan CCB
Pada pasien dengan hipertensi yang disetai dibetes, ACEI bisa memberi efek klinis yang bermanfaat
dalam menurunkan tekanan darah secara tunggal. Dalam suatu ujicoba iaitu Fosinopril vs Amlodipin
Casrdiovaskular Events Trial (FACET), pada pasien dengan hipertensi dan diabetes yang mendapat
fosinopril dijangkakan 50% kurang untuk mendpatkan kelainan kardiovaskular mayor dari mereka
yang diberi amlodipin setelah dikawal dan diperiksa selama 3.5 tahun. Bilangan yang didapatkan
menderita kelainan vascular lebih rendah pada merak yang mendapat terapi kombinasi kedua obat
ini. Pada waktu yang sama sebuah studi yang dilakukan oleh Effects on Antihypertensive Agents on
Cardiovaskular Events in Patients With Coronary Disease and Normal Blood Pressure (CAMELOT),
menunjukkan bahawa terapi selama 2 tahun dengan amlodipin dapat menurunkan kejadian
kardiovaskular secara signifikan. Studi ANDI telah membuktikan bahawa pada pasien hipertensi
dengan disertai diabetes yang tekanan darahnya tidak terkontrol setelah pemberian 20mg quinapril
secara tunggal, setelah dikombinasikan dengan menambahkan 5mg amlodipin besilat pada 20mg
quinapril adalah lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah dibanding menaikkan jumlah dosis
quinapril tersebut kepada 40mg.
Kombinasi ARB dengan CCB
Terapi kombinasi antara penghambat RAAS dan penghambat kanal kalsium (CCB) atau diuretic telah
ditemukan dan secara rasional adalah sangat bermanfaat. Bagaimanapun, penggunaan ARB dan CCB
mempunyai manfaatnya tersendiri dalam menurunkan tekanan darah, morbiditas, dan motalitas
pada pasien dengan hipertensi yang disertai kondisi komorbid. Dalam studi Losartan Intervention for
Endpoint Reduction in Hypertension (LIFE), regimen yang berbasiskan losartan (ARB) secara
signifikan menurunkan risiko morbiditi dan kematian relative yang disebabkan oleh kardiovaskular
pada pasien hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri. Turut terjadi adalah penurunan risiko relatif
untuk terjadinya strok sebanyak 25% jika dibandingkan pada pasien dengan terapi berbasiskan
atenolol walaupun perbedaaan penurunan tekanan darah sistol antara dua kumpulan obat ini adalah
Cuma 1mmHg. Tambahan pula, telmisartan mempunyai profil farmakokineti yang berbeda jika
dibandingkan dengan jenis obat ARB yang lain, dan suatu penelitian telah dilakukan untuk mengkaji
kombinasi pemberian telmisartan/CCB pada pasien hipertensi.
Pada studi Fogari, kombinasi antara telmisartan 40mg dan amlodipin 2.5mg telah dilakukan. Setelah
4 minggu pasien yang tekanan darahnya tidak terkontrol (BP> 130/80 mm Hg), telah diberi secara
acak dua dosis rejimen titrasi, salah satu berdasarkan peningkatan dosis telmisartan (hingga 160 mg
setiap hari) dan dosis tetap 2,5-mg amlodipine, yang lain berdasarkan peningkatan dosis amlodipine
(hingga 10 mg setiap hari) dan dosis tetap 40-mg telmisartan. Ditemukan bahwa pada saat
penurunan tekanan darah sama , ekskresi albumin lewat urin menurun lebih banyak pada mereka
yang diobati dengan peningkatan dosis telmisartan. Secara keseluruhan, antara pelbagai kombinasi
yang berbeda dari telmisartan dan amlodipine, jelas bahwa telmisartan 80 mg ditambah 10 mg
amlodipine adalah kombinasi yang paling efektif dan kombinasi telmisartan amlodipine menawarkan
pilihan sangat efektif dan dapat ditoleransi terutama pada pasien rentan yang membutuhkan terapi
kombinasi.
ACEI dengan ARB
Rejimen ACEI / ARB secara teoritis dapat memberikan keuntungan dengan blokade yang lebih
lengkap pada RAAS. ARB akan mengurangi fenomena kehilangan ACEI, mekanisme dimana
angiotensin II kembali ke tingkat awal terapi meskipun pengobatan ACEI tetap terus menerus
berjalan. Selain itu, angiotensin II yang dihasilkan oleh jalur ACEI-independen akan diblokir oleh ARB.
Selain itu ACEI sendiri menghambat degradasi bradikinin.
Studi klinis kombinasi yang sesuai dari ACEI dan ARB telah menunjukkan peningkatan perbaikan
yang signifikan berkaitan dengan kerusakan target organ, khususnya gagal jantung dan proteinuria.
Penelitian besar pertama di bidang ini adalah persidangan CALM (Candesartan and Lisinopril
Mikroalbuminuria), yang dirancang untuk membandingkan efek candesartan 16 mg atau 20 mg
lisinopril atau keduanya pada tekanan darah dan rasio albumin-kreatinin urin pada 197 pada pasien
hipertensi disertai diabetes tipe 2 dan mikroalbumiurea.
Semua ketiga terapi tersebut mengakibatkan penurunan signifikan dalam tekanan darah dan
albuminuria. Kombinasi terapi secara signifikan lebih efektif daripada monoterapi dalam mengurangi
tekanan dan mengakibatkan penurunan yang lebih besar dalam albuminuria, meskipun ini secara
statistik signifikan hanya ketika terapi kombinasi ini dibandingkan dengan monoterapi candesartan.
Dalam pengobatan kombinasi antara penghambat reseptor angiotensin II dan penghambat enzim
pengkonversi angiotensin dalam suatu sidang iaitu persidangan penyakit ginjal non-diabetes,
kejadian pengeluaran hasil komposit ginjal berkurang sekitar 60% dengan terapi kombinasi relative
berbanding kedua-dua monoterapi tadi. Namun, tekanan darah tidak diturunkan menjadi tingkat
lebih besar secara signifikan berbanding daripada secara monoterapi. Studi yang dilakukan oleh The
Randomized Evaluation of a strategies for left Ventricular Dysfunction (RESOLVD), pada pasien
dengan gagal jantung, mereka yang mendaopat terapi candesartan, enalapril, atau terapi kombinasi,
menunjukkan bahawa terapi kombinasi memiliki efek yang lebih menguntungkan pada volume
jantung dan ejeksi fraksi.
Namun, potensi bahaya dari kombinasi ARB yang ditambah ACEI juga harus dipertimbangkan: seperti
kombinasi ini sering menyebabkan perburukan pada hiperkalemia, dan mungkin terkait dengan
penurunan hematokrit pada pasien gagal ginjal kronik (CRF) dengan anemia nefrotik. Jadi, pasien
yang menerima kombinasi ini pengobatan harus dipantau secara berhati-hati, khususnya pada
subyek dengan stenosis arteri ginjal, mereka yang pada saat bersamaan turut menerima inhibitor
siklooksigenase, atau pada pasien usia lanjut, deplesi garam, atau anemia.
Perbandingan terapi kombinasi yang tersedia
Berbagai penelitian secara acak telah dilakukan untuk membandingkan kombinasi yang terfiksasi
dari satu kelas dengan kombinasi terfiksasi dari kelas lain. Kombinasi yang dievaluasi adalah ACEIs /
diuretik, ACEIs / CCB (CCB dihydropyridine dan non - dihidropiridin), β-adrenoseptor Antagonis /
diuretik dan ARB / diuretik.
ACEI / CCB, ACEI / diuretik dan β-adrenoseptor antagonis / diuretik semua secara signifikan efektif
daripada plasebo dan membantu dalam mencapai tekanan darah diastolik <90 mm Hg. Kombinasi
ACEI / CCBs lebih efektif dalam mengurangi tekanan darah baik sistolik ataupun diastolik. ACEI /
CCBs dihidropiridin non ACEI / diuretik memiliki khasiat yang sama [45,46]. Kombinasi ACEI / CCB
golongan dihydropyridine (amlodipine, manidipine, nitrandipine) ini lebih bermanfaat berbanding
kombinasi ACEI / diuretic dalam mengurangi baik tekanan darah sistolik dan diastolik. Kombinasi
antara diuretik / β-adrenoseptor antagonis adalah sama efektif seperti ACEI / diuretik dan ACEI /
CCB. Tapi β- adrenoseptor antagonis / diuretik memiliki efek yang merugikan pada serum lipid dan
parameter glikemik setelah lebih satu tahun pengobatan.
Komponen tekanan darah ASCOT-BPLA dihentikan sebelum berkembang setelah 5,5 tahun dipantau
karena kurangnya resiko secara signifikan pada sekunder, termasuk nonfatal infark miokard (MI),
penyakit jantung koroner, semua penyebab kematian, stroke, dan gagal jantung pada pasien yang
diobati dengan amlodipine / perindopril dibandingkan dengan mereka yang dirawat dengan
atenolol / bendroflumethiazide. Ada juga kecenderungan yang tidak signifikan terhadap risiko yang
berkurang untuk secara primer (nonfatal dan MI fatal) setelah dipilih amlodipine / perindopril
sebagai pilihan pengobatan .
Pada pasien dengan sindrom metabolik, ACEI / CCBs adalahn lebih disukai dibandingkan dengan
kombinasi β-adrenoseptor antagonis / diuretik dan ARB / diuretik. ARB / diuretik turut
berhubungan dengan perubahan parameter glukosa dan lebih tinggi kejadian diabetes baru (26%)
dibandingkan dengan ACEI / CCB (11%). Pada pasien dengan diabetes tipe 2 meskipun pengurangan
tekanan darah lebih efektif dengan kombinasi β-adrenoseptor antagonis / diuretik, namun dalam
mengontrol kadar glikemik adalah lebih baik dan stabil pada pasien yang diobati dengan ACEI / CCB.
Dalam pasien non-diabetes, kombinasi β-adrenoseptor antagonis / diuretik kurang efektif dalam
mengurangi tekanan darah diastolik dibandingkan dengan ACEI / CCB (tapi pengurangan tekanan
darah sistolik hampir sama).
Sebuah persidangan ACCOMPLISH telah membandingkan ACEI benazepril ditambah hidroklorotiazid
diuretik (dititrasi 40/12.5 mg dan bisa untuk ditingkatkan menjadi 40/25mg) dan benazepril
ditambah amlodipine (dititrasi sampai 40/5 mg, dan bisa ditingkatkan ke 40/10 mg) pada mortalitas
akibat kardiovaskular dan morbiditas. Kombinasi ini mengurangi gangguan metabolik seperti
hipokalemia, hiperurikemia dan hiperkolesterolemia, yang semuanya sering muncul dengan
monoterapi diuretik. Penelitian ini dihentikan sebelum berkembang setelah 36 bulan karena
kejadian penyakit kardiovaskular global (CVD) seperti (infark miokard, stroke, gagal jantung, dan
penyakit kardiovaskular lainnya sama ada fatal atau non fatal) muncul lebih awal di semua
percobaan dan sekitar 19,6% lebih rendah risikonya (9,6% vs 11,8%, p, 0,001) pada mereka yang
menerima terapi kombinasi amlodipine / benazapril dibandingkan dengan mereka yang menerima
hidroklorotiazid / benazapril.
ARB / diuretik juga sama efektif untuk ACEI / CCB dalam mengendalikan tekanan darah 24 jam pada
tekanan darah sehari-hari tetapi kurang efektif dalam mencapai tekanan darah sistolik <140 mm Hg
dan juga terkait dengan kontrol metabolik yang lemah dan bisa terjadinya kejadian diabetes baru.
Sebahagian situasi khusus yang penting
Sindroma metabolik dan Hipertensi
A. Diabetes dan proteinuria
Hipertensi dapat bertindak secara sinergis dengan diabetes dengan meningkatkan risiko komplikasi
diabetes baik macrovascular dan mikrovaskuler. Berbagai percobaan, beberapa di antaranyasecara
rawak, telah menunjukkan penurunan komplikasi setelah diturunkan tekanan darah ke batas aman
(<130/80 mmHg). Pengontrolan tekanan darah ini sulit untuk dicapai dengan monoterapi. Memang,
meskipun ACEIs, ARB, CCBs, diuretik, dan blocker β semua memiliki indikasi bermanfaat pada
diabetes, disarankan bahwa terapi kombinasi harus digunakan, sebagai terapi awal, agen yang
bekerja pada sistem RAAS adalah pilihan yang sesuai. Obat kedua dapat diberikan golongan
penghambat kanal kalsium (CCBs) atau diuretik, atau ACEI ditambah kombinasi ARB.
Hasilnya secara konsisten telah menunjukkan efek renoprotektif yang menguntungkan dari ACEIs
dan ARB pada diabetes nefropati. Terapi kombinasi dengan ARB dan CCB memiliki efek
antiproteinuria yang berguna pada pasien dengan diabetes tipe-2 dengan nefropati, walaupun pada
ketika fungsi ginjal berkurang. Hal ini juga dibuktikan dalam studi Fogari. Walaupun pengobatan
dengan kombinasi ARB dan ACE-I memiliki efek antiproteinuria yang besar, tetapi mungkin dapat
disertai dengan komplikasi, termasuk memburuknya anemia disebabkan kelainan ginjal dan
peningkatan konsentrasi kalium serum, terutama pada pasien yang fungsi ginjal yang terganggu
secara ringan hingga sedang.
B. Dislipidemia dan hipertensi
Hipertensi dan dislipidemia adalah kondisi sering dan hampir sentiasa berdampingan. Sebuah survey
oleh National Health and Nutrition Examination (NHANES III) menunjukkan bahwa 64% dari pasien
dengan hipertensi juga memiliki dislipidemia dan sebaliknya, sekitar 47% dari pasien dengan
dislipidemia memiliki hipertensi. Hipertensi dan hiperkolesterolemia adalah dua faktor risiko utama
untuk munculnya penyakit jantung. Kedua-dua factor ini bersama-sama menyebabkan peningkatan
kejadian penyakit jantung koroner.
Selain efek anti-hipertensi melalui reseptor AT1 secara berlawanan, telmisartan memiliki kelebihan
unik yang mengaktifkan proliferator peroksisom - reseptor-γ (PPAR-γ) diaktifkan dan akan
meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi kadar trigliserida, yang bisa mengurangkan risiko
aterosklerosis. Miura et al. menunjukkan bahwa 12 minggu pengobatan dengan telmisartan (dalam
pertukaran untuk valsartan atau candesartan) member hasil secara signifikan penurunan insulin
puasa, gula darah puasa, hemoglobin A1c dan trigliserida, dan peningkatan lipoprotein kepadatan
tinggi (high density lipoprotein) dan adiponektin, membuktikan manfaat dalam, metabolisme
potensial dan anti-aterogenik.
Studi Penelitian Saga Telmisartan secara agresif (STAR) telah mengevaluasi 197 pasien yang telah
diresepkan 20 hingga 80mg telmisartan selama 6 bulan. Total kolesterol (TC) tingkat menurun 200-
188 mg / dl. Kadar trigliserida menurun dari 270 kepada 175 mg / pada pasien dengan kadar TG
≥ 150 mg / dl. Telmisartan dapat mempercepat transpor balik kolesterol atau menghambat
penyerapan bersih kolesterol melalui aktivasi ABC1, membawa kepada penurunan kolestrol total
dan lipoprotein densitas rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa telmisartan mungkin memiliki
kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol, namun studi lebih lanjut yang terkontrol
diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini. Jadi menggunakan telmisartan sendiri atau dengan
kombinasi bersama diuretik / penghambat kanal kalsium (CCB) dapat berkhasiat pada pasien dengan
dislipidemia.
Hipertensi dengan gagal jantung
Pengobatan hipertensi pada pasien dengan gagal jantung harus memperhitungkan jenis gagal
jantung, sama ada disfungsi sistolik atau diastolik, di mana ada pembatasan dalam pengisian
diastolik dan perbatasan output yang keluar karena kekakuan ventrikel meningkat. Diuretik, beta
blocker, ACEIs, ARB, dan antagonis aldosteron diindikasikan dalam pengelolaan gagal jantung dan
telah terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung yang yang
telah dipilih secara selektif. Hiperkalemia bisa menjadi efek samping dari beberapa obat sehingga
obat seperti ACEIs, ARB, dan antagonis aldosteron tidak boleh digunakan dalam kombinasi.
Pemilihan agen didasarkan pada tingkat keparahan gagal jantung, fraksi ejeksi ventrikel kiri, riwayat
infark miokard dan factor komorbiditas lain yang berkaitan.
Pada pasien dengan kelainan seperti ini, pengobatan dengan ACEIs dan β-blocker telah terbukti
dapat memperbaiki gejala dan mengurangi risiko kematian dan rawat inap disebabkan perburukan
gagal jantung. Penghambat beta kini telah menjadi kumpulan agen yang paling ekstensif untuk
dipelajari dalam pengobatan gagal jantung kronik (CHF), dengan database lebih dari 6000 pasien
dalam studi terkontrol placebo dan manifestasi klinis yang berkembang ketika dalam terapi ini dan
studi mekanistik. Meskipun demikian, pertanyaan lebih lanjut adalah tetap mengenai penggunaan
obat-obat ini pada gagal jantung, termasuk peranan mereka pada orang tua, pada pasien dengan
diabetes mellitus. Seramai 2,289 pasien dengan CHF parah dalam studi penelitian Carvedilol
Prospective Randomized Cumulative Survival (Copernicus), menunjukkan status klinis yang membaik
dan mengurangi risiko kematian dengan carvedilol dibandingkan dengan plasebo.
Penghambat reseptor angiotensin II tipe-1 mempunyai pelbagai efek terhadap pengukuran
haemodinamik, aktivitas neurohumoral, dan perbaikan ventrikel kiri setelah ditambah ke dalam
pengobatan pada pasien gagal jantung yang menerima ACEI. Penggunaan Candesartan menurunkan
komponen hasil primer iaitu kematian disebabkan kardiovaskular dan risiko dirawat akibat masalh
kardiovaskular. Mannfat dari candesartan adalah hampir sama dengan semua yang sekumpulan
dengannya, termasuk pada pasien yang menerima terapi berbasiskan penghambat beta.
Penambahan candesartan pada penggunaan ACEI dan terapi lain, menghasilkan penurunan risiko
yang lebih banyak secara klinis pada kelainan kardiovaskular untuk pasien dengan gagal jantung
kongestif dan menurunkan fraksi ejeksi ventrikel.
Sebuah penelitian ONTARGET juga menyatakan bahawa golongan ARB iaitu telmisartan dan ACEI
iaitu ramipiril adalah sama efektif dalam preventasi kejadian kelainan kardiovaskular pada pasien
yang berisiko tinggi dan kombinasi kedua obat ini tidak menambah efek positif atau manfaat lebih
dan menyebabkan berkurangnya efek negative jika dibandingkan diguna secara monoterapi. Namun
pihak ONTARGET juga tidak menyatakan bahawa penggunaan kombinasi ACEI dan ARB adalah tidak
dibenarkan pada gagal jantung.
Hipertensi dengan gagal ginjal kronik.
Hipertensi dapat disebabkan oleh penyakit gagal ginjal kronik dan hipertensi itu sendiri juga akan
memperburuk gagal ginjal tersebut. Prinsip panduan dalam penanganan hipertensi dengan gagal
ginjal adalah dengan menurunkan tekanan darah dan juga mengurangi jumlah ekskresi protein.
Pemilihan regimen terapi adalah sangat tergantung keapda kehadiran protein urin dimana terdapat
hubungan langsung antara jumlah atau total protein urin dengan derajat perburukan dari ginjal tadi.
Pada ginajal dengan hadirnya protein urin, terapi lini pertama adalah melibatkan golongan ACEI atau
ARB dan sebahagian turut memerlukan penambahan golongan diuretic dan penghambat kanal
kalsium. Diuretic adalah pilihan alternative yang sangat bermanfaat pada pasien dengan protein urin
negative dan jugan sebagai terapi tambahan pada pengobatan yang melibatkan system penghambat
rennin angiotensin. Terapi dengan multiple obat sering diperlukan dalam mengekalkan tekanan
darah dibawah target, tapi pengontrolan tekanan darah secara adekuat adalah lebih bermanfaat
untuk hasil jangja panjang yang lebih baik kepada kardiovaskular dan ginjal. Penggunaan diuretic
tiazid bisa digunakan jika filtrasi glomerulus adalah lebih atau sama dengan 40mL/minit/1.73m2 (luas
permukaan tubuh), dan loop diuretic digunakan bila filtrasi glomerulus adalah kurang atau sama
dengan 40-50mL/minit/1.73m2. pelbagai penilitian telah membuktikan bahawa terjadi penurunan
progresifitas pada gagal ginjal kronik jika kadar protein urin diturunkan lebih dari 30% dalam 6 bulan.
Pada saat ini, penggunaan terapi kombinasi antara ACEI dan ARB telah menunjukkan penurunan
ekskresi albumin yang lebih banyak jika disbandingkan dengan penggunaan obat ini secara
mototerapi saat diberikan pada pasien dengan nefropati diabetikum. Namun, kombinasi ini juga bisa
menimbulkan efek yang berbahaya seperti meningkatkan jumlah konsentrasi potassium serum, dan
memperburuk anemia yang disebabkan oleh kelainan ginjal, terutama pada pasien dengan masalah
fungsi ginjal yang ringan dan sedang.
Studi FOGARI juga telah mengevaluasi terapi kombinasi antara ARB telmisartan dan penghambat
kanal kalsium (CCB) kerja panjang pada kadar ekskresi albumin urin pada pasien dengan diabetes
tipe-2 dan mikroalbuminurea. Hasil dari penelitian ini adalah kombinasi dosis tinggi
telmisartan/dosis rendah amlodipin adalah sangat efektif sama seperti kombinasi dosis rendah
telmisartan/dosis tinggi amlodipin dalam menurunkan tekanan darah selama 48 minggu penelitian
tanpa membei kesan kepada kadar glikemik dan kadar elekrtrolit plasma, namun kadar ekskresi
albumin urin adalah signifikan lebih tinggi pada kombinasi dosis tinggi telmisartan tadi.
Hipertensi pada kelainan tiroid
Prevalensi hipertensi di kalangan orang yang mempunyai kelainan hipotiroid adalah sekitar 3%.
Hipertensi adalah lebih sering ditemukan pada pasien dengan kelainan hipertiroid iaitu
prevalensinya adalah sekitar 20%-30%. Keadaan hipotiroid sering memberi gambaran klinis dengan
peningkatan tekanan darah seiring dengan peningkatan usia. Sebuah studi mengenai hubungan
korelasi antara tekanan darah diastole dengan kadar hormone T3 atau T4, menyimpulkan bahawa
defisiensi kadar hormone akan menyebabkan peningkatan tekanan darah sekiranya defisien
hormone tadi bersifat ringan hingga sedang. Mekanisme terjadinya peningkatan teknan darah pada
kelainan hipotiroid masih belum diketahui, namun terdapat pendapat menyatakan mekanisme ini
adalah merupakan suatu perubahan tisu pada vascular secara akselerasi atau cepat yang disebabkan
oleh defisiensi hormone tiroid perubahan system saraf autonom yang juga disebabkan oleh
defisiensi hormone yang akan menimbulkan perubahan hemodinamik. Pada pasien dengan
tirotoksikosis atau hipertiroid, tekanan darah sistolik cenderung lebih meningkat sementara tekanan
darah diastolic lebih cenderung menurun, yang menyebabkan munculnya perbedaan jauh antara
kedua tekanan sistol dan diastol. Kelainan ini akan mendorong untuk terjadinya peningkatan kardiak
output, strok volume, denyut jantung, dan kontraksi jantung. Walaupun banyak simptom dari
tirotoksikosis yang dapat dikontrol dengan pemberian penghambat beta-adrenagik, kadar
katekolamin akan selalunya normal atau bisa meningkat. Fakta yang menyatakan bahawa aktiviti
system rennin angiotensis aldosteron yang meningkat pada kelainan hipertiroid, penggunaan ACEI
dan penghambat reseptor angiotensi II tidak selalu dapat menurunkan tekanan darah. Dengan itu,
peranan system rennin angiotensin aldosteron dalam hipertensi yang disertai dengan tirotoksikosis
masih perlu diperjelaskan lagi.
Hipertensi pada usia lanjut
Prevalensi hipertensi di Amerika Serikat mengestimasikan kurang lebih 66% pada lelaki dan wanita
terjadi pada mereka yang berusia 60 tahun dank e atas. Sebuah analisis menunjukkan bahawa
mengobati hipertensi dapat member manfaat yang sanagt berguna yang berhubungan dengan risiko
terjadinya strok dan penyakit jantung koroner. Yang lebih penting lagi adalah terjadi penurunan dari
angka kematian dan kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Mengobati hipertensi
pada pasien usia lanjut memerlukan perhatian penuh terhadap perubahan fisiologinya dan riwayat
kardiovaskular dan penyakit ginjal yang turut menyertai, yang di mana bisa member indikasi untuk
diberi obat antihipertensi tertenrtu yang sesuai. Walaubagaimanapun, penelitian telah membuktikan
bahwa memerlukan dua atau lebih golongan obat yang digunakan dalam terapi pada populasi ini.
Terapi kombinasi sering digunakan untuk mengobati hipertensi pada sistolik, namun hanya 70%
pasien yang mencapai target control dalam uji klinis tersebut.
Hingga saat ini, data yang sangat mendukung mengenai penanganan secara agresif pada hipertensi
di usia lanjut adalah berdasar suatu hasil diperoleh dari penelitian Hypertension In the Vey Elderly
Trial (HYVET), sebuat studi random dengan menggunakan placebo pada 3,845 pasien dari 195
bahagian dunia di Eropah, China, Australia, dan Afrika Utara. Pasien awalnya diberi
indapamide/placebo dan kemudian ditambah perindopril sekiranya tekanan darah tidak mencapai
150/80mmHg. Kadar kematian akibat strok, kelainan kardiovaskular, dan gagal jantung diturunkan
sebanyak 39%, 23%, dan 64% secara bermakna setelah dilakukan pemantau selama 1,8 tahun.
Hipertensi dalam kehamilan dan masa laktasi
Hipertensi terjadi hampir pada 5%-7% daripada kehamilan. Suatu keadaan yang disebut preeklamsia,
yang ditandai dengan hipertensi yang baru muncul, protein urin, melibatkan pelbagai system, adalah
bertanggungjawab dalam menetukan morbidity maternal dan fetal dan merupakan suatu petanda
akan bakal munculnya kelainan jantung dan metabolic.
Obat yang dianjurkan diguna pada kehamilan adalh seperti :
Lini pertama – Methyl dopa, penghambat Beta (propanolol) dan Labetalol
Lini kedua – Metoprolol, atenolol, dan penghambat kanal kalsium (nifedipin)
Lini ketiga – Klonidin, diuretic
Tiga jenis obat hipertensi yang kerja cepat sepeti hidralazin, labetalol, dan nifedipin (diberi oral atau
sublingual) merupakan jenis yang paling sering digunakan dalam mengawal tekanan darah yang
sangat tinggi pada wanita hamil dengan hipertensi berat.
Obat antihipertensi maternal adalah sangat berkait rapat dengan menyusui adalah dari golongan
captopril, diltiazem, Enalapril, hidralazin, hidroklortiazid, Labetalol, Methildopa, Minoxidil,
penghambat beta, seperti propanolol, dan timolol, spironolakton, serta verapamil. Efek samping
setiap jenis obat adalah perlu diperhatikan sebelum diberikan pada pasien yang sedang menyusui.
Kombinasi lebih dari 2 jenis obat
Sesetengah pasien mungkin memerlukan tiga atau empat obat dalam mengawal tekanan darah
secara adekuat. Pilihan harus diebrikan dalam pemilihan obat dari golongan yang berbeza daripada
dua golongan obat yang diberi sebelumnya dalam terapi kombinasi ini. Penambahan obat ketiga ini
bisa diberi spironolakton (memerlukan data tentang fungsi ginjal dan kadar kalium), minoxidil,
hidralazin, carvedilol, dan baki obat adalah tergantung dari kondisi spesifik pasien yang dirawat.
Obat yang bekerja secara sentral harus dijadikan sebagai pilihan yang terakhir disebabkan oleh efek
samping yang bisa ditimbulkan.
Kontraindikasi dan kondisi yang memerlukan perhatian khusus
ACEI – Kehamilan, edema angioneuretik, hiperkalemia, stenosis arteri ginjal
Diuretik – Gout, hipokalemia, kehamilan, toleransi gula darah yang tidak seimbang
Penghambat Beta – Asthma, bradikardi, toleransi abnormal glukosa, penyakit obstruksi pulmoner,
penyakit arteri perifer
ARB – Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri ginjal
Penghambat kanal kalsium – gagal jantung, aritmia bradikardi
Konsep “Polypill”
Secara umum adalah diterima bahawa menurunkan beban pemakaian pil, akan meningkat
kepatuhan dan kualiti dalam pengobatan, walaupun hanya sedikit data yang bisa mendukung
pernyataan ini. Wald dan Law telah memperkenalkan konsep “polypill” pada tahun 2003. Polypill
adalah suatu cadangan iaitu di mana sebiji pil dalam sehari yang dapat mencegah penyakit
kardiovaskular dengan secara langsung juga menurunkan empat factor risiko iaitu (LDL, kolestrol,
tekanan darah, fungsi platelet, dan homosistein serum). Ianya terdiri daripada statin, tiga jenis obat
penurun tekanan darah, dengan setiap satunya terdiri dari setengah dosis standardnya, 75 mg
aspirin, dan asam folat. Polypill ini dikatakan mampu menurunkan risiko penyakit jantung iskemik
sebanyak 88% dan strok sebanyak 80% jika dikonsumsi oleh setiap orang yang berusia di atas 55
tahun.
Namun, pasien hipertensi, mengalami beberapa gejala klinis yang di mana sesetengah dosis obat
yang spesifik adalah diperlukan. Polypill ini menyediakan enam jenis kombinasi substansi yang
berbeda, di mana bermemungkinan bisa menyebabkan terjadinya terapi yang kurang pada keluhan
yang utama atau primer, dan terapi yang terlalu berlebihan pada kondisi dan keluhan sekunder.
Walaupun setelah beberapa studi dilakukan menunjukkan bahawa keberhasilan ide ini masih lagi
dibawah penelitian dan perlu dikaji dengan lebih dalam.
Kesimpulan
Pada saat ini hipertensi bisa dipertimbangkan sebagai sebahagian sindrom perubahan pada struktur
dan fungsi jantung dan vascular yang kompleks. Prinsip terapi terkini juga menyarankan agar lebih
dari 1 obat antihipertensi yang diperlukan hampir semua pasien dengan hipertesni bagi mencapai
target tekanan darah yang ideal dan menurunkan risiko terjadinya kelainan kardiovaskular. Terapi
bisa diberikan dengan member 2 jenis obat secara berasingan atau dikombinasi keduanya secara
terfiksasi. Banyak kombinasi terpi yang memberikan hasil dengan meningkatkan kualitas
kardiovaskular dan termasuk di sini adalah golongan obat diuretic dengan penghambat system
rennin angiotensis aldosteron. Pemilihan kombinasi ini adalah sangat tergantung kepada factor
risiko, kehadiran factor komorbid seperti diabetes, disfungsi ginjal, dan efek samping berbahaya
yang mungkin berhubungan dengan pasien itu sendiri.
Daftar pustaka
1. Weir MR: Targeting mechanisms of hypertensive vascular disease with dual calcium channel and renin-angiotensin system blockade. J Hum Hypertens 2007, 21:770-779.
2. Tobe S, Kawecka-Jaszcz K, Zannad F, Vetrovec G, Patni R, Shi H: Amlodipine Added to Quinapril vs Quinapril Alone for the Treatment of Hypertension in Diabetes: The Amlodipine in Diabetes (ANDI)Trial. J Clin Hypertens 2007, 9:120-127.
3. Sanford M, Keam SJ: Olmesartan medoxomil/amlodipine. Drugs 2009, 69:717-729 4. Norris K, Neutel JM: Emerging Insights in the First-Step Use of Antihypertensive Combination
Therapy. J Clin Hypertens (Greenwich)2007, 9(12 Suppl 5):5-14.
5. American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care 2010, 33(Suppl 1):11-61.
Recommended