View
213
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Mengenal Lebih Dekat Informasi Cuaca Penerbangan
Oleh: Tuwamin Mulyono
Kecelakaan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ 8501 telah menyedot sebagian
besar perhatian kita oleh pemberitaan tentang kejadian tersebut, baik dari pelaksanaan
proses evakuasi korban maupun spekulasi tentang penyebab kecelakaan pesawat tersebut.
Dari aspek penyebab kecelakaan pesawat, di media sosial telah berseliweran berbagai
komentar, opini, spekulasi dan kajian ilmiah dari berbagai sudut pandang masing-masing.
Masyarakat awam yang tadinya tidak mengenal awan cumulonimbus (Cb), sekarang menjadi
tidak asing lagi dan umumnya mempunyai pemahaman bahwa awan ini sangat
membahayakan penerbangan, ini tidak salah.
Lalu seberapa jauh tingkat bahaya awan Cb terhadap kegiatan penerbangan baik pada saat
tinggal landas /pendaratan maupun sepanjang rute penerbangan? Di sinilah informasi cuaca
dari BMKG menjadi penting bagi pilot untuk digunakan sebagai dasar perencanaan sebelum
terbang, antara lain untuk menghitung waktu yang diperlukan, bahan bakar yang
diperlukan, untuk antisipasi cuaca buruk seperti adanya awan Cb serta untuk mengetahui
kondisi cuaca bandara tujuan dan bandara alternatif. Oleh karena itu informasi cuaca yang
disampaikan kepada pilot cukup lengkap seperti prakiraan suhu, arah dan kecepatan angin
di berbagai ketinggian jelajah, serta prakiraaan cuaca signifikan (termasuk ada tidaknya
awan Cb) di sepanjang rute penerbangan maupun di bandara tujuan. Informasi seperti ini
sudah sangat difahami oleh pilot, karena dalam training pilot sudah diberikan pengetahuan
yang cukup tentang meteorologi (cuaca) termasuk cara-cara mengantisipasi dan
menghindari bila menghadapi cuaca buruk. Lalu bagaimana kalau prakiraan cuaca dari
BMKG mengindikasikan akan terjadi cuaca buruk disertai awan Cb, apakah pesawat pasti
tidak berangkat? Tidak selalu...,Sangat bergantung dari tingkat bahaya cuaca buruk :bahaya
atau sangat membahayakan ; ada kriterianya. Bila sangat membahayakan misalnya
disamping ada awan Cb, ada abu gunung berapi yang dapat mempengaruhi keselamatan
penerbangan, biasanya pesawat ditunda keberangkatannya, setelah mendapat warning
(peringatan) dari otoritas meteorologi setempat.
Referensi untuk analisis cuaca pada kecelakaan pesawat.
Berbicara tentang penyebab kecelakaan pesawat, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
kecelakaan terjadi di bandara saat pendaratan/lepas landas atau pada rute penerbangan.
Oleh karena itu, ketika kita melakukan analisis/kajian penyebab kecelakaan pesawat yang
terjadi di sepanjang rute penerbangan, data dan informasi cuaca di bandara (METAR) dan
prakiraan cuaca bandara ( aerodrome forecast/TAF) biasanya tidak disajikan .Demikian pula
kalau terjadi sebaliknya bila kecelakaan pesawat terjadi di bandara, kondisi cuaca sepanjang
rute penerbangan tidak disajikan. Ini untuk memudahkan pembaca supaya lebih fokus dan
laporannya lebih ringkas. Disamping itu untuk analisis cuaca, informasi yang bersifat
prakiraan yang diperoleh dari BMKG sebelum terbang, seperti peta cuaca
signifikan(Significant Weather Chart/SIGWX) tidak dapat dijadikan referensi untuk
melakukan analisis (kecuali kalau sekedar ingin memverifikasi akurasi prakiraan). Dalam hal
ini yang diperlukan adalah data real time di lokasi kecelakaan atau yang berdekatan dengan
lokasi kecelakaan. Kalau kita sudah dapat memastikan terdapat awan Cb di lokasi
kecelakaan yang dapat diperoleh dari hasil analisis citra satelit kanal infra merah dan visible
( gb.1), selanjutnya kita dapat mencermati potensi terjadinya berbagai fenomena pada
awan Cb tersebut, misalnya kemungkinan adanya turbulensi, downdraft/updraft yang kuat ,
atau icing. Ketika kita mencurigai adanya potensi kuat (extrimitas) terjadinya salah satu dari
beberapa fenomena tersebut, kita dapat mencari data referensi, misalnya dari data satelit,
radar atau radiosonde; selanjutnya data di lokasi kecelakaan dibandingkan dengan data di
sekitar lokasi tersebut. Sebut saja kita menduga terjadi icing di lapisan 30.000 kaki. Coba kita
periksa suhu pada ketinggian tersebut saat kejadian dibandingkan dengan suhu pada
ketinggian yang sama didaerah sekitar lokasi kecelakaan pada waktu yang sama. Kalau
ditemukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap suhu didaerah sekitarnya, secara
sederhana kita boleh menyimpulkan bahwa terjadi anomali suhu pada ketinggian tersebut
sehingga dicurigai terjadi icing yang lebih kuat, namun ini belum cukup, perlu diperiksa
kelembabannya.
Penyebab kecelakaan multi faktor.
Contoh lain misalnya kecelakaan terjadi di suatu bandara pada bulan Desember; pada saat
pendaratan pesawat tergelincir keluar landasan , pada saat itu tercatat kecepatan angin 15
Knots dari arah belakang (tiil wind) . Setelah dicek pada data klimatologi bandara
(Aerodrome Climatological Summary /ACS) rata-rata angin pada bulan Desember di bandara
tersebut kecepatan anginnya 10 knots dengan standard deviasi 3 knots. Hal ini sebenarnya
bisa dikatakan terjadi anomali pada kecepatan anginnya walaupun tidak signifikan. Setelah
diteliti lebih lanjut ternyata ada genangan air (standing water) di landasan sehingga
landasan licin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa probable caused-nya tidak
semata-mata cuaca(angin) tapi juga karena adanya standing water akibat kondisi landasan
yang kurang baik. Temuan ini menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan tidak single factor
tapi multi faktor. Oleh karena itu ini dapat direkomendasikan perlunya perbaikan landasan.
Sepengetahuan penulis informasi tentang standing water ini belum diatur secara jelas siapa
yang bertanggung jawab memberikan informasi ini, padahal informasi ini dibutuhkan oleh
para pilot. Kedepan kiranya perlu dilakukan suatu penelitian hubungan antara curah hujan
dan ketinggian standing water, dan dibuat suatu tabel yang menghasilkan angka (koefisien)
yg dapat digunakan sebagai ukuran tingkat kelicinan landasan. Barangkali agar lebih teliti,
perhitungan ketinggian standing water tidak hanya dikaitkan dengan curah hujan, tapi juga
mempertimbangkan suhu, kelembaban dan kondisi landasan.Dengan dasar perhitungan
tersebut bisa jadi koefisien standing water tidak sama untuk setiap bandara dan
selanjutnya perlu disepakati siapa yg berwenang memberi informasi ini.
Fenomena cuaca ekstrim yang terjadi pada waktu dan lokasi tertentu
Pada dasarnya kondisi cuaca buruk disuatu daerah akan selalu terjadi secara berulang pada
bulan bulan tertentu tak terkecuali pada jalur penerbangan (air ways). Misalnya di selat
Karimata, pada bulan Desember akan terjadi cuaca buruk berhari hari atau dengan kata lain
awan CB dapat tumbuh setiap hari disitu. Kondisi cuaca seperti ini tidak bisa secara otomatis
disimpulkan dapat mengakibatkan kecelakaan pesawat yang melewati jalur
tersebut.Keyakinan ini dkuatkan dengan banyaknya lalu lintas pesawat yang melewati
daerah tersebut tetap sampai ke tujuan dengan selamat. Secara sederhana dapat diduga
bahwa terjadinya kecelakaan pesawat didaerah tersebut pada bulan Desember
kemungkinan bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti: phenomena cuacanya cukup
ekstrim ,antisipasi /tindakan pilot dalam menghindarinya kurang tepat atau kurang optimal
atau sebab yang lain.Bila kita mengkaji penyebab kecelakaan pesawat dari aspek cuacanya
sebaiknya perlu dianalisis ekstrimitas fenomena cuacanya, dan harus ada parameternya.
Untuk mengukur ekstrimitas fenomena cuaca yang terjadi dapat didasarkan pada data real
time hasil observasi; parameter yang digunakan bisa satu atau lebih. Untuk turbulensi
misalnya, bisa didasarkan dari kecepatan angin, sedang utk icing bisa dari data suhu dan
kelembaban. Dari hasil penelitian(empiris) data suhu dan kelembaban dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kekuatan icing.( lihat Tabel Icing Index Classification). Dari
berbagai kemungkinan fenomena yg terjadi pada Cb kita dapat menentukan salah satu yang
paling dominan. Nah, dengan demikian alur pemikirannya mengalir (runtut) dan tidak terjadi
lompatan logika.Setelah kita memiliki dugaan kuat bahwa terjadi ekstrimitas dari salah satu
fenomena pada awan Cb, kita dapat mengkaitkan ekstrimitas fenomena cuaca tersebut
dengan teknis pesawat seperti dinamika pesawat atau performance mesin pesawat. Lagi lagi
disini harus ada parameter keterkaitan antara fenomena cuaca dan teknis pesawat agar
tidak terjadi lompatan logika dalam menarik kesimpulan. Kalau kita tidak memiliki realtime
data, biasanya menggunakan model. Hasil ini paling tidak bisa sebagai pembanding
terhadap hasil analisis dari data real time yang diperoleh dari FDR (Flight Data Recorder).
Dalam memberi komentar, analisis maupun kajian terhadap penyebab kecelakaan pesawat,
dampaknya kepada masyarakat perlu diperhitungkan. Kesimpulan yang menyederhanakan
penyebab kecelakaan hanya dengan single faktor dapat membentuk opini yang keliru
karena dapat menutup kemungkinan faktor penyebab yang lain. Kajian yang paling
mendekati kejadian sebenarnya adalah dengan memanfaatkan data dari FDR. Kombinasi
penggunaan data observasi dan data dari FDR yang dianalisa oleh ahli yang kompeten akan
memperoleh hasil yang optimal.
Kalaupun kajian meteorologis (cuaca) berhenti sampai pada ekstrimitas fenomena cuaca
tanpa mengkaitkan dengan teknis pesawat, tentu saja tetap bermanfaat bagi KNKT. Di
kalangan masyarakat penerbangan, kesabaran untuk tidak memberi komentar yang
bersifat spekulatif tentang penyebab kecelakaan pesawat sangat dihargai..., sambil
menunggu hasil penyelidikan KNKT yang didasarkan pada data FDR dan VCR (Voice Data
Recorder) .
Syukur alhamdulilah berkat kegigihan tim SAR, TNI dan anggota masyarakat lainnya dalam
waktu tidak sampai 20 hari, baik FDR maupun VCR sudah dapat ditemukan, sehingga
analisis penyebab kecelakaan pesawat dapat segera dilakukan.
Gambar1.Klasifikasi Awan berdasarkan Citra Satelit MTSAT tanggal 28 Desember 2014 pukul 07.00 WIB
Recommended