View
24
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
NASAKH NASIKH DAN MANSUKH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Ibu Kurnia Muhajarah
Disusun Oleh :
KPI CI
Arina Mana Sikana 1801026090
Fitria Soefiyani 1801026091
Fu’adz Abdilla 1801026092
Muhammad Taufiurrohman 1801026093
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan modern pada saat ini, Al Quran sebagai salah satu
mukjizat terbesar yang diturunkan pada Nabi Muhammad melalui perantara
malaikat Jibril yang terdiri atas 114 surah, 30 Juz, dan 6236 ayat yang berawal
dari surah Al-Baqoroh dan berakhir pada surah An-nas yang diturunkan secara
berangsur-angsur ada yang turun di kota Makkah danu ada yang turun dikota
Madinah.
Seiring perkembangan zaman dan problematika masyarakat yang semakin
berkembang Al Quran sangat dibutuhkan untuk menjawab berbagai hal
tersebut namun, terkadang isi yang ada dalam Al Quran masih bersifat global
yang menuntut manusia untuk bertindak dan berijtihad sesuai dengan tuntutan
zaman yang semakin berkembang.
Didalam Al Quran terkadang ada ayat yang perlu ‘dihilangkan’ karna
suatu sebab yang berlandasan syar’i sebagai bentuk berkembangan zaman dan
jawaban atas segala permasalahan yang ada di masyarakat.
Pada makalah kali ini, kami akan menjelasakan tentang ilmu Nasikh dan
Mansukhyang berkaitan dengan penghilangan dan pembatalan ayat di dalam
Al Quran, tentu untuk melakukan hal tersebut terdapat syarat-syarat yang
harus kita ketahui.
Maka dari itu, harapan kami sebagai pemakalah para audiens dapat
mengetahui dan memahami pengertian serta syarat-syarat terjadinya Nasakh,
Nasikh dan Mansukh sehingga kita mampu mempelajari Al Quran dengan baik
dan benar.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Nasakh, Nasikh, dan Mansukh?
2. Apa saja syarat-syarat terjadinya Nasakh, Nasikh dan
Mansukh?
3. Apa perbandingan Nasakh dan Takhsis?
4. Apa saja macam-macam Nasakh beserta contohnya?
5. Bagaimana cara mengetahiu adanya Nasakh?
6. Bagaimna pendapat para Ulama’ tentang Nasakh?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasakh, Nasikh, dan Mansukh
1. Nasakh
Nasakh menurut bahasa dipergunakan untuk arti izalah
(menghilangkan). Kata nasakh juga dipergunakan untuk makna
memindahkan sesuatu dari suatu tempat ketempat lain. Menurut istilah
nasakh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil
hukum (khitab) syara’ yang lain. Dengan perkataan “hukum”, maka tidak
termasuk dalam pengertian nasakh menghapuskan “kebolehan” yang
bersifat asal (al-bara’ah al-asliyah). Dan kata-kata “dengan khitab syara’”
mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau
gila, atau penghapusan dengan ijma’ atau qiyas.1
Di dalam Al-Quran, kata nasakh dalam berbagai bentuknya,
ditemukan sebanyak empat kali, yaitu dalam QS 2:106, 7:154, 22:52, dan
45:29.
الله ت بخيرمنهااومثلها الم تعلم انما ننسخ من ءاية اوننسها نا
على كل شي قدير
“Kami tidak me-nasakh-kan satu ayat atau Kami menjadikan
manusia lupa kepadanya kecuali Kami mendatangkan yang lebih
baik darinya atau yang sebanding. Apakah kamutidak mengetahui
sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-
Baqarah: 106).
1 Drs. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor: Litera AntarNusa, 2016, hal. 327-328
3
Ibn Katsir menyatakan: “Tidak ada alasan yang menunjukkan
kemustahilan adanya nasakh atau pembatalan dalam hukum-hukum Allah,
karena Dia (Tuhan) menetapkan hukum sesuai kehendak-Nya dan
melakukan apa saja yang diinginkan-Nya.”2
Dapat dipahami bahwa nasakh berarti penghapusan/pembatalan
hukum syar’i yang lama dengan hukum syar’i yangbaru berdasarkan dalil
syar’i yang datang kemudian.
2. Nasikh
Nasikh merupakan isim fa’il dari bentuk fi’il madhi nasakha,
sehingga berarti pelakunya. Nasikh itu ialah Allah SWT. Nasikh juga
dapat dikatakan sebagai subyek penghapus (dalil hukum yang
menghapus). Nasikh ialah hukum syara’ atau dalil syara’ yang
menghapuskan atau mengubah hukum/dalil syara’ yang terdahulu dan
menggantinya dengan ketentuan hukum yang baru yang dibawahnya.
Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada
hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah, karena Dia-lah yang membuat
hukum dan Dia pulalah yang menghapusnya.3
Sedangkan para ulama memperluas makna nasikh menjadi
beberapa pengertian :
a. Pembatalan hukum yang ditetapkan oleh hukum yang
ditetapkan kemudian
b. Pengecualian hukum yang bersifat umum yang bersifat umum
oleh hukum yang spesifik yang datang kemudian
c. Penjelasan susulan terhadap hukum yang bersifat ambigius
d. Penetapan syarat bagi hukum yang datang kemudian guna
membatalkan atau merebut.
2 Mohammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Quran: Praktis dan Mudah, Yogyakarta: Kalimedia,
2017, hal. 63-64 3 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007, hal. 166
4
3. Mansukh
Mansukh merupakan isim maf’ul dari bentuk kata kerja lampau
(fi’il madhi) nasakha, sehingga berarti objeknya. Mansukh (objek
penghapusan) ialah dalil hukum yang dihapus. Mansukh berarti pula
sesuatu yang dihapus, dihilangkan, dipindah, ataupun disalin. Sedangkan
menurut para ulama, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil
syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti
dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.
B. Syarat-Syarat Terjadinya Nasakh
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam nasakh
diperlukan syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut, yaitu :
1. Hukum yang dinasakh (mansukh) berupa hukum syar’i , baik
yang berbentuk perintah ataupun larangan.
2. Hukum dalil yang berfungsi sebagai nasikh harus berasal dari
nash syar’i, sebagaimana hukum pada dalil mansukh.
3. Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang dan
tidak dapat dikompromikan.
4. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-
ayat tersebut, sehingga yang lebih dahulu ditetapkan sebagai
mansukh, dan yang kemudian sebagai nasikh.4
C. Perbandingan Antara Nasakh dengan Takhsish
Sebagaiman telah dikemukakan sebelumnya, nasakh adalah
membatalkan atau menghapus hukum yang telah diperoleh dari nash yang
datang kemudiannya. Sedangkan takhsish adalah membatasi keumuman
suatu lafal hanya pada bagian-bagiannya.
4 Mohammad Gufron, Rahmawati, Ulumul Quran: Praktis dan Mudah, Yogyakarta: Kalimedia,
2017, hal. 64
5
Dengan demikian, pembatasan seperti itu tidak benar-benar
mencabut beberapa bagiannya saja harus ditempuh dengan jalan majaz.
Artinya, bahwa kata keumuman adalah subyek pokok bagi setiap bagian
dan setiap bagian itu tidak dapat dibatasi kecuali jika disertai
pengkhususan.5
Bertolak dari pengertian nasakh dan takhsish tersebut di atas,
perbedaan prinsipil antara keduanya bisa dijelaskan sebagai berikut:6
NASAKH TAKHSISH
1. Satuan yang terdapat
dalam nasakh bukan
merupakan bagian satuan
yang terdapat dalam
mansukh.
2. Nasakh adalah
menghapuskan hukum dari
seluruh satuan yang
tercakup dalam dalil
mansukh.
3. Nasakh hanya terjadi
dengan dalil yang datang
kemudian.
4. Nasakh adanya
menghapuskan hubungan
mansukh dalam rentang
waktu yang tidak terbatas.
5. Setelah terjadi nasakh,
seluruh satuan yang
terdapat dalam nasikh
1. Satuan yang terdapat dalam
takhsish merupakan
sebagian dari satuan yang
terdapat dalam lafazh ‘amm.
2. Takhsish adalah merupakan
hukum dari sebagian satuan
yang tercakup dalam dalil
‘amm.
3. Takhsish dapat terjadi baik
dengan dalil yang kemudian
maupun menyertai dan
mendahuluinya.
4. Takhsish tidak
menghapuskan hukum
‘amm sama sekali. Hukum
‘amm tetap berlaku
meskipun sudah
dikhususkan.
5. Setelah terjadi takhsish, sisa
satuan yang terdapat pada
5 Dr. Usman, M.Ag, Ulumul Quran, Yogyakarta: TERAS, 2009, hal. 265 6 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007, hal. 167
6
tidak terikat dengan
hukum yang terdapat
dalam mansukh.
‘amm tetap terikat oleh dalil
‘amm.
D. Macam-Macam Nasakh Beserta Contohnya
Berdasarkan kejelasan & cakupan maknanya, naskh dalam Al Qur’an
dibagi menjadi empat macam yaitu :
1. Nask Sharih, yaitu ayat yang secra jelas menghapus hukum yang terdapat
pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang(qital) pada ayat65 surat
al anfal yang mengharuskan satu orang muslim melawn spuluh orang
kafir:
ض المؤمنين على القتال إن يكن منكم ع رون ش ياأيها النبي حر
ين صابرون يغلبوا مائتين وإن يكن منكم مائة يغلبوا ألفا م ن ال
أنهم قوم ل يفقهونكفروا ب
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika
ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang
sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari
pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti.”
Ayat ini menurut jumhur ulama di-naskh oleh ayat yang mnegharuskan
satu orang mkmin melaan dua orang kafir pada ayat 66 surat yang sama:
“Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui
bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang
yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang
kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.”
7
2. Naskh dhimmy, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan &
tidak di kompromkan, dan keduanya turun untuk sebuah masalah yang
sama,serta menghapusan ayat yang terdahulu.Contohnya ketetapan Allah
yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati dalam surat
al baqarah:180
ى المتقين عروف حقا عل كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية للوالدين والقربين بالم
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat
untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
3. Naskh kully ,yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara
keseluruhan.Contohnya,ketentuan ‘idah empat bulan sepuluh hari pada
surat al baqarah:234 di-naskh oleh ketentuan ‘iddah satu tahun pada ayat
240 dalam surat yang sama.
4. Naskh juz’iy,yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua
individu dengan yang hanya berlaku bagi sebagian individu,atau
menghapus hukum yang bersifat muthlak dengan hukum yang
muqoyyadh.Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh
seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An nur: 4, dihapus oleh
ketentuan li’an, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah,jika
penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 surat yang sama.
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh
kepada tiga macam yaitu:
1. Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) secara
bersaman. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca
dan tidak dibenarkan diamalakan.
8
2. Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedangkan bacaannya tetap ada.
Contohnya, ajakan para penyembah berhala dari kalangan musyrikin
kepada umat islam untuk saling bergantian dalam beribadah, telah dihapus
oleh ketentuan ayat qital (peperangan).
3. Penghapusan terhadap bacaannya saja, sedangkan hukumnya tetap
berlaku. Contoh kategori ini biasanya diambil dari ayat rajam.
Adapun dari sisi otoritas mana yang lebih berhak menghapus sebuah nash,
para ulama membagi nasakh ke dalam empat macam:
1. Nasakh Al-Quran dengan Al-Quran
2. Nasakh Al-Quran dengan As-Sunnah
3. Nasakh As-Sunnah dengan Al-Quran
4. Nasakh As-Sunnah dengan As-Sunnah7
E. Cara Mengetahui Adanya Nasakh
Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan
manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufasir, dan ahli usul,
agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Oleh
sebab itu, terdapat banyak asar (perkataan sahabat dan atau tabiin) yang
mendorong agar mengetahui masalah ini. untuk mengetahui nasikh dan
mansukh terdapat beberapa cara:
1. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat.
2. Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu
mansukh.
3. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang
kemudian dalam perspektif sejarah.8
7 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007, hal. 173-178 8 Drs. Mudzakir AS., Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor: Litera AntarNusa, 2016, hal. 330-331
9
F. Pendapat Para Ulama Tentang Nasakh
Sebagaimana telah disebutkan di atas, terdapat perbedaan di
kalangan ulama tentang eksistensi nasakh dalam Al-Quran.
1. Menerima keberadaan nasakh dalam Al-Quran. Pendapat ini
dikemukakan mayoritas ulama. Untuk memperkuat
pendapatnya, mereka mengemukakan argumentasi naqliah dan
aqliah.
2. Menolak keberadaan nasakh dalam Al-Quran. Di antara ulama
yang masuk dalam kelompok ini adalah Abu Muslim Al-
Ashfahani.9
9 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007, hal. 169-170
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nasakh adalah penghapusan atau pembatalan hukum syara’.
Nasikh adalah subyek penghapus.
Mansukh adalah obyek penghapusan.
2. Syarat-syarat terjadinya nasakh:
a. Ada mansukh
b. Ada nasikh
c. Terdapat dua ayat yang saling bertolak belakang
d. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya
ayat-ayat tersebut.
3. Takhsis adalah membatasi keumuman suatu lafal hanya pada
bagian-bagiannya.
4. Macam-macam nasakh:
a. Berdasarkan cakupan
b. Berdasarkan hukum bacaan
c. Berdasarkan otoritas
5. Cara mengetahui adanya nasakh:
a. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat
b. Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu
mansukh
c. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang
kemudian dalam perspektif sejarah.
6. Pendapat para ulama tentang nasakh
a. Menerima keberadaan nasakh Al-Quran
b. Menolak keberadaan nasakh dalam Al-Quran
11
DAFTAR PUSTAKA
Anwar rosihon,Ulum al-Qur’an,Bandung,Pustaka Setia,2008.
Al-Qattan,Manna’ khalil,Studi Ilmu Ilmu Qur’an,Bogor,Litera Nusantara,2016.
Usman,Ulumul Qur’an,Yogyakarta,Teras,2009.
Ghufron Moh.,Ulumul Qur’an,Yogyakarta,Kalimedia,2017.
Recommended