View
217
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
Optimalisasi Penerimaan Negara Dari Sektor PNBP
Citation preview
Optimalisasi Penerimaan Negara dari Sektor PNBP Oleh Unggul Budi Susilo, pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan*)
Pendahuluan
Dewasa ini kita seringkali mendengar adanya informasi bahwa negara kita memiliki fiscal
space yang terbatas. Kondisi yang demikian mengakibatkan pemerintah tidak memiliki
keleluasaan gerak dalam merencanakan dan mendorong pembangunan di Indonesia. Banyak
pihak berpendapat bahwa salah satu sebab terbatasnya fiscal space tersebut adalah karena
realisasi penerimaan negara yang yang masih belum sebanding dengan potensi penerimaan
yang seharusnya diterima. Pada tahun 2012, rasio pajak nasional terhadap PDB hanya
sekitar 12,3%, atau menjadi 13,3% jika ditambah dengan pajak daerah. Hal tersebut
merupakan pencapaian yang kurang menggembirakan bila dibandingkan dengan rasio pajak
rata-rata negara berkembang lainnya yang berkisar antara 19-26 persen (Tempo 2013).
Bahkan, apabila dilihat dalam internal pengelolaan APBN saja, performa penerimaan pajak
juga bisa dibilang kurang menggembirakan. Hal tersebut bisa dilihat dari tren realisasi pajak
selama 10 tahun terakhir yang tidak pernah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN.
Dalam 10 tahun terakhir, realisasi penerimaan perpajakan yang bisa mencapai target yang
ditetapkan hanya pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun-tahun lainnya, realisasi
penerimaan perpajakan tidak pernah mencapai target yang ditetapkan dalam APBN/APBNP.
Kondisi yang demikian memicu perdebatan opini yang cukup hangat di tingkat nasional,
terutama terkait dengan apa dan bagaimana solusi untuk meningkatkan penerimaan
perpajakan di Indonesia. Mulai dari pembentukan Badan Penerimaan Negara sampai dengan
pemberian akses data perbankan kepada para fiscus.
Akan tetapi, situasi yang berkembang tersebut akhirnya mau tidak mau mengerucutkan fokus
permasalahan penerimaan negara itu hanya pada perpajakan semata. Topik yang ramai
didiskusikan oleh para ahli dan ekonom hanya berkutat pada bagaimana mengoptimalkan
penerimaan pajak dan seolah-olah menegasikan peran sumber pendapatan lain. Padahal,
dalam APBN kita, di sisi pendapatan, ada satu jenis penerimaan yang meski jumlahnya tidak
sebesar pajak, namun kontribusinya cukup signifikan untuk membiayai belanja negara. Jenis
penerimaan dimaksud sering kita kenal sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Potensi PNBP
Dalam APBN kita, selama ini kita mengenal 4 kategori besar PNBP, yaitu penerimaan sumber
daya alam, pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya dan pendapatan Badan Layanan
Umum (BLU). Tidak berbeda jauh dengan pengelolaan perpajakan, pengelolaan PNBP juga
belum dikelola secara optimal sehingga kontribusinya terhadap anggara negara juga kurang
maksimal. Hal itu terbukti dari peningkatan PNBP dari tahun 2005 sampai dengan sekarang
yang cenderung sangat tidak signifikan. Sebagaimana dapat kita lihat pada grafik, pada tahun
2005, pada saat total pendapatan negara dan hibah hanya sekitar 493 triliun rupiah, realisasi
PNBP saat itu mencapai 146 triliun rupiah atau sekitar 30%. Sedangkan 9 tahun kemudian,
pada tahun 2013, ketika total pendapatan negara dan hibah mencapai 1.432. triliun, realisasi
PNBP hanya sekitar 354 triliun yang berarti prosentasenya turun menjadi hanya 25%.
Sebenarnya ada beberapa jenis penerimaan yang bisa dioptimalkan oleh pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan negara. PNBP yang paling potensial untuk digali dengan lebih
maksimal adalah penerimaan dari sektor pertambangan. Akhir-akhir ini, banyak pihak yang
mengungkapkan bahwa ada potential lost dari pengelolaan pertambangan di Indonesia.
Contohnya, berdasarkan kajian dari KPK, ditemukan bahwa dari sektor minerba saja, terdapat
triliunan hak negara dari penerimaan royalti dan iuran tetap yang sampai saat ini belum
masuk ke kas negara dan berpotensi hilang. Selain itu, sebagaimana diungkapkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan kabinet kerja, potensi penerimaan negara dari sektor
perikanan juga sangat belum tergarap secara optimal. Beliau mengungkapkan bahwa
permasalahan penting dalam pengelolaaan PNBP dari sektor kelautan dan perikanan adalah
tarif PNBP yang sangat kecil dan juga maraknya kegiatan illegal fishing.
PNBP yang juga potensial untuk mendukung peningkatan penerimaan negara adalah
pendapatan jasa. Meskipun belum ada kajian secara akademis mengenai potensi penerimaan
dari jenis pendapatan jasa tersebut, tetapi terdapat beberapa sektor di pendapatan jasa ini
yang cukup bersifat komersial dan bisa lebih diintensifkan, misalnya pendapatan hak dan
perizinan serta pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhan dan kenavigasian.
0
200,000,000,000,000
400,000,000,000,000
600,000,000,000,000
800,000,000,000,000
1,000,000,000,000,000
1,200,000,000,000,000
1,400,000,000,000,000
1,600,000,000,000,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pene
rim
aan
Tahun
Trend Pendapatan Negara 2005 - 2013
Pendapatan Negara & Hibah
Penerimaan Pajak
PNBP
Sumber: LKPP 2004 s.d. 2013
Beberapa Rekomendasi
Untuk mengoptimalkan kontribusi PNBP terhadap penerimaan negara, maka diperlukan
beberapa terobosan atau langkah strategis yang harus ditempuh oleh pemerintah saat ini.
Langkah yang harus pertama kali diambil oleh pemerintah adalah melakukan penyempurnaan
proses bisnis pengelolaan PNBP terutama mekanisme pemungutan, perhitungan, penyetoran
dan sanksi dalam pengelolaan PNBP tersebut. Dengan begitu diharapkan PNBP yang
dibayarkan oleh para wajib bayar bisa lebih akurat, transparan dan akuntabel.
Hal kedua yang juga perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mengkaji ulang tarif dari PNBP
terutama penerimaan dari kegiatan usaha yang profit oriented seperti di bidang
pertambangan, perikanan ataupun perizinan lainnya. Hal tersebut sangat perlu dilakukan
karena, apabila dibandingkan dengan besarnya profit yang diterima oleh para pelaku usaha,
saat ini tarif PNBP dirasa masih kurang menguntungkan bagi negara. Selanjutnya,
permasalahan dan harus secepatnya ditangani oleh pemerintah adalah banyaknya kegiatan
ilegal dalam sektor usaha penyumbang PNBP seperti illegal mining dan illegal fisihing. Selain
itu, pemerintah juga harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan kerjasama
antar lembaga dalam pengelolaan PNBP sehingga pengelolaannya bisa lebih cepat, tepat
dan terpadu. Hal tersebut penting karena dalam mengelola satu macam PNBP saja, seringkali
harus melibatkan banyak Kementerian/Lembaga.
Hal lain yang sangat dibutuhkan untuk optimalisasi PNBP adalah adanya satu kantor vertikal
pemerintah pusat di daerah yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pembinaan,
koordinasi dan menggali potensi PNBP di masing-masing daerah, misalnya dengan
mengoptimalkan peran kantor vertikal Kementerian Keuangan di daerah. Dari sisi perundang-
undangan, perlu adanya revisi UU PNBP sehingga pemanfaatan PNBP tidak lagi earmarked
untuk Kementerian/Lembaga pemungutnya, sehingga pengalokasian PNBP bisa lebih
dioptimalkan untuk membiayai belanja negara secara umum. Akan tetapi, sebagai bentuk
reward, Kementerian/Lembaga pemungut tersebut diberikan semacam imbalan prestasi
apabila target PNBP bisa tercapai. Terakhir, perlunya penegakan hukum yang tegas
terhadap pelanggaran dalam pengelolaan PNBP, baik yang dilakukan oleh aparat
pengelolanya ataupun wajib bayarnya.
*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja
Recommended