View
221
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
RANCANGAN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
JAMINAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2), Pasal
21 ayat (4), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 26, Pasal 27 ayat
(5), dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan ketentuan Pasal 15 ayat
(3), dan Pasal 19 ayat (5) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu menetapkan
Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1), Pasal 18, Pasal 28 C, Pasal 28 H ayat (1), ayat (3),
dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5256);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG JAMINAN KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS
Kesehatan adalah badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan.
Pembahasan KemenKes RI
(19 Juli 2012)
- 2 -
3. Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah Dewan
yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum
dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
4. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah
bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan
kesehatan.
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut PBI
Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta
program Jaminan Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
7. Cacat total tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan pekerjaan.
8. Manfaat adalah faedah jaminan yang menjadi hak peserta dan/atau anggota
keluarganya.
9. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
10. Pekerja penerima upah adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja
dengan menerima gaji atau upah.
11. Pekerja tidak menerima upah adalah setiap orang yang bekerja atau berusaha
atas risiko sendiri.
12. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya.
13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu
pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
14. Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya disebut PHK adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
15. Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh peserta, pemberi kerja dan/atau pemerintah untuk program jaminan
kesehatan.
16. Iuran tambahan jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan
peserta yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang.
17. Keluarga adalah suami atau istri yang sah dan 3 (tiga) anak yang menjadi
tanggungan pekerja yang terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
- 3 -
18. Fasilitas kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
Masyarakat.
19. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
21. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
22. Anggota Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota TNI adalah
personil/prajurit alat negara di bidang pertahanan yang melaksanakan tugasnya
secara matra di bawah pimpinan Kepala Staf Angkatan atau gabungan di bawah
Pimpinan Panglima TNI.
23. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Anggota
POLRI adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
melaksanakan fungsi kepolisian.
24. Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai negeri yang diserahi tugas dalam jabatan
negeri, atau diserahi tugas negara lainnya di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Catt : Konfirmasi kementerian PAN
Askes:
perlu definisi pelayanan gawat darurat, pelayanan primer, sekunder, klinik,
puskesmas, klinik utama, klinik pratama, pendekatan kedokteran keluarga
BAB II
PESERTA DAN KEPESERTAAN
Bagian Kesatu
Peserta Jaminan Kesehatan
Pasal 2
Peserta jaminan kesehatan meliputi:
a. penerima bantuan iuran jaminan kesehatan;
b. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya; dan
c. pekerja tidak menerima upah dan anggota keluarganya.
Pasal 3
- 4 -
(1) Peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a. penduduk yang tergolong kelompok masyarakat fakir miskin dan tidak
mampu;
b. pekerja yang mengalami PHK lebih dari enam bulan, tetapi belum
memperoleh pekerjaan dan tidak mampu; dan
c. orang cacat total tetap dan yang tidak mampu.
(2) Penentuan kepesertaan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan dan
status/kondisi kecacatan peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Peserta pekerja penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b
meliputi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiunnya;
b. anggota TNI dan penerima pensiunnya;
c. anggota POLRI dan penerima pensiunnya;
d. penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI; dan
e. penerima pensiun bulanan bukan PNS/TNI/POLRI yang iurannya dipotong
dari penerimaan pensiun bulanannya.
untuk pekerja penerima upah dan non-penerima upah dihitung pajaknya
(2) Penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pekerja formal
b. Pekerja yang bekerja pada pekerjaan informal (ex: Pembantu Rumah Tangga,
pegawai klinik, karyawan kantor notariat, dll)
Pasal 5
(1) Peserta pekerja tidak menerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf c antara lain meliputi:
a. pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja.
b. purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan;
c. bukan pekerja yang mampu membayar iuran
(2) pekerja yang tidak memiliki hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah …..( aturan Kemenakertrans)
(3) purna bhakti yang bukan penerima pensiun bulanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b adalah penerima pensiun dalam bentuk lumpsum.
(4) bukan pekerja yang mampu membayar iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah
Pasal 6
- 5 -
Anggota keluarga pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan c
meliputi :
a. satu orang isteri atau suami yang sah dari pekerja; dan
b. anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari pekerja dengan
kriteria:
1) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun; atau
2) berusia 21 (dua puluh satu) tahun sampai 25 (dua puluh lima) tahun tetapi
masih melanjutkan pendidikan formal, tidak atau belum pernah menikah,
tidak mempunyai penghasilan sendiri dan masih menjadi tanggungan pekerja.
Bagian Kedua
Kepesertaan Jaminan Kesehatan
Pasal 7
(1) Kepesertaan Jaminan Kesehatan bersifat wajib dan dikembangkan secara
bertahap hingga mencakup seluruh penduduk.
(2) Pengembangan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebagai berikut:
a. Tahap pertama meliputi :
1) penerima bantuan iuran jaminan kesehatan,
2) pegawai negeri sipil dan anggota keluarga;
3) anggota TNI/Polri dan anggota keluarga;
4) penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil, TNI/POLRI dan anggota keluarga;
dan
5) peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek dan anggota
keluarganya
sejak tanggal 1 Januari 2014.
b. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai peserta
BPJS paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan kepesertaan Jaminan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
roadmap yang ditetapkan oleh Menteri.
Alt : …….. Roadmap yang merupakan lampiran dari Perpres.
Bagian Ketiga
Peserta Yang Mengalami PHK
Pasal 8
(1) Peserta yang mengalami PHK, tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan
paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa membayar iuran.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memperpanjang status
kepesertaannya dengan membayar iuran sendiri setelah bekerja kembali.
- 6 -
(3) Dalam hal peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara fisik
tidak mampu bekerja kembali dan/atau tidak mampu membayar iuran, maka
yang bersangkutan berhak menjadi peserta PBI.
Usulan Kemenakertrans:
Pasal...
(1) Ketentuan peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Adanya perjanjian bersama antara pengusaha dengan pekerja;
b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan
mengalami PHK disertai dengan bukti alasan PHK; atau
c. Adanya putusan pengadilan hubungan industrial yang telah memenuhi
kekuatan hukum tetap.
(2) Perjanjian bersama atau surat keterangan PHK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b harus diketahui oleh dinas yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setempat.
(3) Pada saat pekerja yang mengalami PHK melaporkan kepada dinas yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), yang bersangkutan harus menyampaikan surat pernyataan bahwa
yang bersangkutan belum bekerja lagi.
Pasal...
(1) Peserta jaminan kesehatan yang mengalami PHK karena tidak mampu melakukan
pekerjaan disebabkan cacat total harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dibuktikan dengan surat keterangan dokter mengenai kecelakaan dan
kecacatan;
b. Adanya surat keterangan PHK dari perusahaan bahwa yang bersangkutan
mengalami kecelakaan kerja yang disahkan oleh instansi yang membidangi
ketenagakerjaan setempat.
(2) Dalam hal pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sehingga tidak mampu
melakukan pekerjaan setelah melebihi waktu 12 (dua belas) bulan tidak
mengajukan permohonan PHK, maka pekerja tetap membayar iuran yang menjadi
kewajibannya.
(3) Dalam hal upah yang pekerja terima setelah mengalami cacat dan tidak mampu
melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi
untuk membayar iuran yang menjadi kewajibannya, maka iuran jaminan
kesehatan yang bersangkutan ditanggung oleh pemerintah.
Pasal...
(1) Dalam hal pekerja yang mengalami PHK telah menjadi peserta PBI dan telah
bekerja kembali, maka yang bersangkutan wajib melaporkan kepada kepala desa
atau lurah setempat dengan melampirkan bukti telah bekerja termasuk besarnya
- 7 -
upah yang diterima dengan tembusan kepada Kepala instansi yang membidangi
ketenagakerjaan setempat.
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan bukti telah bekerja kembali adalah perjanjian kerja atau
surat pengangkatan termasuk besarnya upah.
(2) Dalam hal pekerja yang di PHK dan telah menjadi peserta PBI telah bekerja
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka yang bersangkutan wajib
membayar iuran jaminan kesehatan.
Bagian Keempat
Perubahan Status Kepesertaan
Pasal 9
(1) Perubahan status kepesertaan dari peserta PBI menjadi bukan peserta penerima
PBI atau sebaliknya tidak mengakibatkan terputusnya hak atas jaminan
kesehatan.
(2) Mekanisme perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh BPJS setelah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga
terkait.
BAB IV
PENDAFTARAN PESERTA
Bagian Kesatu
Pendaftaran Peserta Penerima Bantuan Iuran
Pasal 10
(1) Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan iuran dan anggota keluarganya
sebagai peserta kepada BPJS.
(2) Pendaftaran peserta penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Catt: disesuaikan dengan RPP PBI
Bagian Kedua
Pendaftaran Peserta Pekerja Penerima Upah
Pasal 11
Seluruh pemberi kerja, baik yang telah menyediakan jaminan kesehatan
maupun yang belum menyediakan jaminan kesehatan bagi pekerjanya, wajib
mendaftarkan pekerjanya.
Pasal 12
- 8 -
(1) Pemerintah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil Pusat dan anggota keluarganya,
Anggota TNI/POLRI dan anggota keluarganya, penerima pensiun PNS Pusat, PNS
daerah, TNI/POLRI dan anggota keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan
per tanggal 1 Januari 2014 kepada BPJS.
(2) Pemerintah Daerah mendaftarkan Pegawai Negeri Sipil daerah dan anggota
keluarganya sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari 2014
kepada BPJS.
(3) PT Jamsostek (Persero) mendaftarkan seluruh peserta jaminan pemeliharaan
kesehatan Jamsostek sebagai peserta jaminan kesehatan per tanggal 1 Januari
2014 kepada BPJS.
(4) Setiap pemberi kerja selain Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemberi kerja
peserta jaminan kesehatan PT Jamsostek (Persero) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai
peserta program jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran
pertama.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Pekerja Yang Tidak Menerima Upah
Pasal 13
Setiap pekerja yang tidak menerima upah wajib mendaftarkan dirinya dan
keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai peserta program
jaminan kesehatan pada BPJS disertai pembayaran iuran paling lambat 1 Januari
2019.
Bagian Keempat
Perubahan Data Kepesertaan
Pasal 14
(1) Peserta pekerja penerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar susunan
keluarga kepada pemberi kerja paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi
perubahan data kepesertaan.
(2) Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya perubahan data peserta.
(3) Peserta pekerja tidak menerima upah wajib menyampaikan perubahan daftar
susunan keluarga kepada BPJS paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi
perubahan data kepesertaan.
(4) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) meliputi
perubahan:
a. tempat kerja;
b. tempat tinggal;
- 9 -
c. jumlah dan identitas anggota keluarga dan peserta tambahan; dan
b. besarnya penghasilan.
(5) Peserta yang pindah tempat kerja atau pindah tempat tinggal masih menjadi
peserta program jaminan kesehatan selama kewajiban membayar iuran
terpenuhi.
(6) Penyampaian laporan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh BPJS. Catt: apakah BPJS akan diberikan kewenangan ini?
Pasal 15
Mekanisme pelaporan perubahan data kepesertaan peserta untuk penerima bantuan
iuran yang dibayar pemerintah, baik perubahan data kepesertaan yang menyangkut
susunan keluarga beserta identitasnya, maupun perubahan alamat tempat tinggal
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Pemberi kerja wajib melaporkan dan menyampaikan surat keterangan untuk
peserta yang mengalami PHK kepada BPJS.
(2) Peserta yang mengalami PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah
bekerja kembali, wajib melaporkan perubahan status kepesertaannya kepada
BPJS dan pemberi kerja yang baru dengan menunjukkan kartu peserta yang
masih berlaku.
Pasal…
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pendaftaran, verifikasi kepesertaan, dan
perubahan status kepesertaan, dan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh BPJS.
Catt: akan dicari tempat yang sesuai
Bagian Keenam
Kartu Peserta
Pasal 17
(1) Kartu peserta adalah kartu yang diterbitkan oleh BPJS bagi peserta yang
digunakan sebagai identitas tunggal peserta dengan menggunakan Nomor Induk
Kependudukan.
(2) Kartu peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangya memuat
Nama, Nomor Induk Kependudukan, tempat/tanggal lahir, status dalam
keluarga (pekerja, isteri/suami, anak menurut urutan), dan alamat peserta.
- 10 -
(3) Nomor Induk Kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah nomor
yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar
sebagai penduduk Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Kartu peserta dinyatakan tidak berlaku apabila:
a. peserta meninggal dunia; dan
b. peserta tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur di dalam
Peraturan ini.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberlakukan kartu peserta sebagaimana
dimaksud ayat (3) diatur oleh BPJS.
BAB V
IURAN
Bagian Kesatu
Sumber Iuran
Pasal 18
(1) Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, TNI dan POLRI baik
aktif maupun penerima pensiun, termasuk penerima pensiun PNS daerah
ditanggung bersama antara peserta dan pemerintah.
(2) Iuran jaminan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil daerah ditanggung bersama
antara peserta dan pemerintah daerah.
(3) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil,
TNI dan POLRI secara bertahap ditanggung bersama antara peserta dan pemberi
kerja.
catt: akan dibahas pentahapannya
(4) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri
Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dibayarkan
sampai batas usia pensiun normal yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan
perundangan.
catt:
sesudah pensiun? Ditambah ketentuannya
pekerja yang tidak menerima pensiun bagaimana? Apakah sewaktu aktif besar
iurannya lebih?
(5) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah yang tidak memenuhi
kriteria pensiun normal atau berpindah menjadi peserta penerima bantuan iuran
akan diatur lebih lanjut oleh BPJS dengan persetujuan DJSN.
catt:
ketentuan ini memberi peluang banyaknya jumlah PBI
ditinjau kembali apa perlu mengatur ini
(6) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah dan peserta bukan
pekerja yang mampu membayar iuran ditanggung oleh peserta yang
bersangkutan.
- 11 -
Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri
Sipil, TNI dan POLRI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada 2 (dua) tahun
pertama dibayar seluruhnya oleh pemberi kerja.
==================akhir pembahasan tanggal 16 juli 2012===================
Bagian Kedua
Besar Iuran
Pasal 20
(1) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta Pegawai Negeri Sipil, baik aktif
maupun penerima pensiun adalah 5% dari gaji pokok atau uang pensiun per
bulan dengan ketentuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sebesar 3%, dan peserta sebesar 2%.
Penerima pensiun
(2) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta TNI dan POLRI baik aktif
maupun penerima pensiun adalah 5% dari gaji pokok per bulan dengan
ketentuan iuran yang ditanggung oleh Pemerintah sebesar 3%, dan peserta
sebesar 2%.
(3) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi peserta yang tidak menerima upah dan
peserta bukan pekerja yang mampu membayar iuran, ditanggung oleh peserta
yang bersangkutan sebesar Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per
keluarga.
(4) Besarnya iuran jaminan kesehatan bagi penerima bantuan iuran yang
ditanggung oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebesar Rp 60.000,- (enam
puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga.
catt:
besarnya iuran bagi pekerja penerima upah di luar PNS/TNI/Polri belum ada
veteran/perintis kemerdekaan menurut UU No. 6/67 harus mendapat jaminan yang
sama seperti pensiunan PNS juga belum diatur
Pasal ...
(1) Iuran jaminan kesehatan bagi peserta penerima upah selain Pegawai Negeri Sipil,
TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari upah perbulan dengan ketentuan sebagai
berikut:
Comment [F1]: Iuran untuk PBI diusulkan 2 alternatif yaitu TIGHT and FLEXIBLE
Untuk premi biasa diusulkan 2 alternatif yang meningkat sesuai masa : –PBI = Rp 19, 286,- dgn Rp
22,201 –Non PBI = Rp 36,921,- dgn Rp 42, 454 –Non PBI = Rp 57, 204 .- dgn Rp
59, 413
- 12 -
a. iuran seluruhnya ditanggung oleh pemberi kerja untuk periode 1 Januari
2014 sampai dengan 31 Desember 2014.
b. Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 4% dan peserta sebesar 1%
untuk periode 1 Januari 2015 sampai dengan 31 Desember 2015.
c. Iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3% dan peserta sebesar 2%
sejak 1 Januari 2016.
(2) Iuran jaminan kesehatan bagi penerima pensiun bulanan selain Pegawai Negeri
Sipil, TNI dan POLRI adalah sebesar 5% dari uang pensiun perbulan dengan
ketentuan iuran yang ditanggung oleh pemberi kerja sebesar 3%, dan peserta
sebesar 2%
Catt: bila ini tidak mungkin karena hubungan pekerja dengan pemberi kerja telah
putus maka gunakan ketentuan seperti ayat (3)
(3) Iuran jaminan kesehatan bagi pekerja yang telah memasuki masa pensiun tetapi
tidak menerima pensiun bulanan ditanggung oleh peserta yang bersangkutan
sebesar Rp 60.000,- (enam puluh ribu rupiah) per bulan per keluarga.
Catt: bagi pekerja penerima upah selain PNS dan TNI/POLRI, apakah iuran sebesar
5% dari upah ataukah dari penghasilan bersih perbulan?
Catt: Memberlakukan penambahan jumlah iuran semasa aktif untuk memperoleh
manfaat di masa pensiun, harus melalui perhitungan yang matang, termasuk
ketentuan bila pekerja meninggal atau pindah kerja sebelum masa pensiun, bila
berubah jumlah tanggungannya, dll
Pasal 21
(1) Dalam hal program jaminan pensiun sudah berjalan secara nasional maka iuran
peserta program kesehatan dipotong dari dana jaminan pensiun pekerja yang
bersangkutan.
(2) Dalam hal pekerja belum diikutkan dalam program pensiun, maka bagi peserta
jaminan kesehatan setelah memasuki usia pensiun maka iurannya dibayar oleh
yang bersangkutan yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah.
(3) Dalam hal pekerja yang telah memasuki masa pensiun dan tidak mampu
membayar iuran, maka yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai
peserta PBI setelah memenuhi kriteria yang ditetapkan pemerintah. iurannya di
bayar oleh pemerintah.
Bagian Ketiga
Iuran untuk Anggota Keluarga Tambahan
Pasal 22
(1) Peserta Pekerja penerima upah dan perserta bukan pekerja yang mampu
membayar iuran, yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 orang, wajib
mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau anggota keluarga tambahan
- 13 -
dengan membayar iuran tambahan sebesar 1% dari upah per bulan per
orang, dibayar oleh peserta dan dipotong langsung oleh pemberi kerja.
(2) Peserta pekerja tidak menerima gaji atau upah yang memiliki anggota keluarga
lebih dari 5 orang wajib mengikutsertakan anggota keluarga yang lain atau
anggota keluarga tambahan dengan membayar iuran tambahan Rp 15.000,-
(lima belas ribu rupiah) per bulan per orang.
(3) Anggota keluarga yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
terdiri dari:
a. anak ke 4 dan seterusnya,
b. ayah, ibu, dan mertua,;
c. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
d. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut.
Bagian Keempat
Batas upah
Pasal 23
Batas atas gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
besarnya iuran adalah sebesar 2 x penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dengan status
kawin dengan 3 orang anak.
Bagian Kelima
Pembayaran Iuran
Pasal 24
(1) Pemberi kerja wajib melunasi iuran jaminan kesehatan setiap bulan berdasarkan
seluruh jumlah pekerja pada bulan tersebut, dan dibayarkan paling lambat
tanggal 5 (lima) bulan berjalan kepada BPJS.
(2) Iuran jaminan kesehatan yang ditanggung peserta diperhitungkan langsung dari
upah bulanan peserta/buruh bersangkutan, dan penyetorannya kepada BPJS
dilakukan oleh pemberi kerja langsung ke rekening BPJS.
(3) Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan denda dan ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja.
(4) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 1 % per bulan
dengan denda maksimal 10 %.
(5) Iuran jaminan kesehatan yang belum dibayar dan denda keterlambatan
membayar iuran merupakan utang pemberi kerja kepada BPJS.
(6) Pembayaran iuran bagi peserta pekerja bukan penerima upah dilakukan oleh
peserta yang bersangkutan, dapat dibayarkan setiap bulan atau secara berkala
dan dibayar dimuka.
Comment [F2]: Perlu disepakati
Comment [F3]: Perlu disepakati
- 14 -
(7) Mekanisme dan besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi iuran
yang dibayar pemerintah disesuaikan dengan mekanisme anggaran.
Bagian Keenam
Peninjauan Besaran iuran
Pasal 25
Besarnya iuran jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud Pasal 20 dan Pasal 21,
ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketujuh
Kelebihan dan Kekurangan Iuran
Pasal 26
(1) BPJS menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan kesehatan sesuai
dengan gaji atau upah peserta.
(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPJS memberitahukan secara tertulis kepada pemberi
kerja dan atau peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya
iuran.
(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
Bagian Kedelapan
Pengembangan Mekanisme Penarikan Iuran
Pasal 27
(1) BPJS wajib mengembangkan mekanisme penarikan iuran yang efektif dan efisien
bagi peserta pekerja tidak menerima upah, yang terlambat membayar iuran.
(2) Peserta yang lalai membayar iuran wajib sesegera mungkin memenuhi
kewajibannya membayar iuran beserta denda keterlambatan.
(3) Dalam hal peserta lalai membayar iuran dan setelah dilakukan teguran atau
peringatan tertulis oleh BPJS peserta tetap tidak membayar iuran, maka BPJS
dapat menghentikan sementara penjaminan bagi peserta dan atau anggota
keluarganya.
Catt: Mungkinkah BPJS bekerjasama dengan credit card dalam rangka memastikan
penagihan/pembayaran.
BAB VI
MANFAAT JAMINAN
Usulan Askes:
Bab Manfaat Jaminan:
- 15 -
1. Manfaat dasar
2. Manfaat khusus pelayanan pencegahan
3. pelayanan kesehatan yang dijamin
4. Pelayanan dengan urun biaya
5. Pelayanan yang tidak dijamin
6. Pengembangan jenis pelayanan yang dijamin
7. Koordinasi manfaat
Bab Penyelenggaraan:
1. Prosedur pelayanan kesehatan dan obat
2. Kelas standar pelayanan
3. Penyediaan obat dan bahan medis habis pakai
4. Pelayanan dalam keadaan gawat darurat
5. Pelayanan dalam keadaan tidak ada faskes
Bab Faskes:
1. Tanggung jawab ketersediaan faskes
2. Kerjasama BPJS kesehatan dengan faskes
3. Asosiasi faskes
4. Pola dan besaran pembayaran faskes
Bab Kendali Mutu dan Kendali Biaya:
1. Kendali mutu
2. Kendali biaya
Bab Kelembagaan:
1. Lembaga penilaian teknologi kesehatan
2. Dewan pertimbangan medik
Bagian Kesatu
Manfaat Dasar
Pasal 28
(1) Setiap peserta memperoleh manfaat pemeliharaan Jaminan kesehatan. dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Usulan Askes:
Setiap peserta memiliki hak untuk memperoleh jaminan atas manfaat dasar
kesehatan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran
iuran yang dibayarkan.
Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan besaran iuran
yang dibayarkan, kecuali manfaat akomodasi rawat inap yang dibedakan
berdasarkan skala besaran iuran yang dibayarkan.
(3) Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kesehatan
perorangan yang komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis.
- 16 -
Manfaat dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelayanan kesehatan
perorangan yang komprehensif sesuai kebutuhan medis peserta yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk obat dan alat medis habis pakai
yang
Bagian Kedua
Penyelenggaraan
Askes:
Definisi pelayanan primer, sekunder, tersier perlu dimasukkan dalam KU
Pasal 29
(1) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada peserta, baik rawat jalan maupun
rawat inap, harus dilakukan secara berjenjang melalui pelayanan kesehatan
tingkat pertama (primer), pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) dan
pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) dengan mengikuti sistem rujukan
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat non-spesialistik dan sebagai penyaring rujukan utama berperan
sebagai gate keeper, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas atau
Balai Kesehatan Masyarakat dan jejaringnya, klinik pratama, praktik
dokter umum dan/ atau praktik dokter keluarga.
(3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh Puskesmas dan
Balai Kesehatan Masyarakat yang menyediakan praktik dokter spesialis,
klinik utama, rumah sakit.
Catt:
BUKD: puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama
(4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier) adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat sub-spesialistik, yang dalam hal ini dapat diberikan oleh rumah sakit.
(5) Pelayanan di rumah sakit bagi peserta jaminan kesehatan harus atas dasar
rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kasus keadaan
darurat tidak diperlukan rujukan.
(6) Fasilitas kesehatan lainnya akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan
Pasal 30
(1) Rawat jalan tingkat pertama bagi penerima PBI diberikan di puskesmas
atau puskesmas pembantu
(2) Rawat jalan tingkat pertama bagi peserta pembayar iuran diberikan di
puskesmas atau puskesmas pembantu, praktik dokter umum atau dokter
keluarga, dan klinik yang bekerja sama dengan BPJS.
Comment [a4]: bila definisi belum jelas, jangan dicantumkan dahulu, untuk ODC juga, pelayanan non-spesialistik, perlu dikonfirmasi ke
BUK.
Comment [a5]: perlu
konfirmasi ke BUK batasan pelayanan Balkesmas primer atau sekunder
Comment [a6]: penambahan
ayat baru yang berisi: “faskes lainnya akan ditetapkan dalam permenkes”
Comment [a7]: perlu
ditambahkan pada pasal pembayaran, kapitasinya dibedakan antara PBI dan non PBI
Comment [a8]: untuk pelayanan tingkat pertama sesuaikan dengan pasal 32
- 17 -
Pasal 31
Kelas perawatan untuk rawat inap bagi peserta, terdiri dari:
a. Bagi Peserta PBI dan anggota keluarganya di ruang perawatan Kelas III
b. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan I, Golongan II dan Anggota TNI/POLRI yang
setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas II
c. Bagi Pegawai Negeri Sipil Golongan III, Golongan IV dan Anggota TNI/POLRI yang
setara beserta anggota keluarganya di ruang perawatan kelas I
d. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan sampai dengan
satu kali Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang
perawatan kelas II dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun.
e. Bagi peserta bukan penerima bantuan iuran dengan upah bulanan lebih dari satu
kali Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) PTKP di ruang perawatan
kelas I. Dan disesuaikan setiap 2 (dua) tahun.
f. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan
penghasilan dibawah Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah)
dirawat di ruang perawatan kelas II
g. Bagi peserta bukan penerima upah yang membayar iuran sendiri dengan
penghasilan di atas Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah) dirawat
di ruang perawatan kelas I
Bagian Ketiga
Manfaat Khusus Pelayanan Pencegahan
Pasal 32
(1) Peserta pembayar iuran yang berusia diatas 40 tahun diberikan manfaat
khusus pelayanan pencegahan berupa pemeriksaan kesehatan rutin (medical
check up) pelayanan screening minimal tiap tiga tahun.
(2) Pemeriksaan kesehatan rutin (medical check up) Pelayanan screening
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk pengurangan faktor risiko
dan deteksi dini dan pengenalan kesehatan.
(3) Untuk jenis penyakit yang termasuk kedalam pelayanan screening akan
diatur dalam peraturan BPJS
Bagian Keempat
Pelayanan Kesehatan yang Dijamin
Pasal 33
(1) Pelayanan yang diberikan dalam jaminan kesehatan bersifat pelayanan
kesehatan perseorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.
(2) Pelayanan kesehatan promotif dan preventif perorangan diberikan
terintegrasi oleh provider yang bekerja sama dengan BPJS.
(3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
- 18 -
a. pelayanan kesehatan yang diberikan pada jenjang pelayanan kesehatan
tingkat pertama, meliputi:
1. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi dokter;
2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi oleh dokter gigi meliputi
penambalan, pencabutan, perawatan syaraf gigi dan pembersihan
karang gigi;
3. Tindakan medis baik yang bersifat operatif maupun non operatif
sederhana dalam rangka diagnosis dan atau pengobatan
a) Penjahitan luka, pembersihan luka, balut, insisi, eksisi dan
tindakan medis layanan primer lainnya; dan
b) Alveolektomi, insisi dan eksisi.
c) Insisi dan eksisi
4. Pemberian obat/resep dokter sesuai dengan kebutuhan medis peserta
dalam rangka pelayanan primer maupun rujuk balik. peserta yang
disediakan oleh fasilitas kesehatan yang telah dibayar secara
kapitasi, atau DRG dan atau obat yang masuk dalam daftar dan Plafon
Harga obat yang dijamin yang ditetapkan oleh Menteri DJSN.
5. Pelayanan KIA termasuk pertolongan persalinan normal, pemeriksaan ibu
hamil, pemeriksaan bayi/anak balita dan pemberian imunisasi dasar.
Bagian Kelima
Pelayanan Kesehatan dengan Urun Biaya
Pasal 34
(1) Pelayanan kesehatan dengan urun biaya adalah pelayanan kesehatan yang
dapat menimbulkan penyalahgunaan/moral hazard dengan tujuan untuk
pengendalian biaya.
(2) Urun biaya sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberlakukan pada pelayanan
kesehatan dasar dan pelayanan rawat jalan pada pelayanan kesehatan
lanjutan berupa kewajiban peserta membayar sejumlah uang untuk setiap kali
pengobatan.
(3) Jumlah uang untuk setiap kali pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh BPJS atas persetujuan DJSN.
(4) Pembayaran Urun biaya dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan
hanya berlaku untuk kelompok peserta bukan penerima bantuan iuran.
(5) Bagi kelompok peserta penerima bantuan iuran tidak dikenakan Urun biaya.
Bagian Keenam
Pengembangan Jenis Pelayanan yang Dijamin
Pasal 38
(1) Pengembangan jenis pelayanan kesehatan yang dijamin dengan menggunakan
Teknologi harus disesuaikan dengan kebutuhan medis sesuai hasil penilaian
teknologi kesehatan (Health Technology Assessment (HTA)).
Comment [a9]: istilah dasar dan lanjutan disesuaikan dengan
pasal sebelumnya.
- 19 -
(2) Penggunaan jenis pelayanan kesehatan hasil pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BPJS.
Bagian Ketujuh
Pelayanan yang Tidak Dijamin
Pasal 35
(1) Jenis pelayanan yang tidak dijamin:
a. Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28;
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, kecuali kasus gawat
darurat;
c. Kecelakaan akibat kecelakaan kerja dan penyakit atau cedera yang
diakibatkan karena hubungan kerja;
d. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri kecuali rawat inap
dan/atau rawat jalan di luar negeri yang biayanya lebih murah daripada
biaya pengobatan yang sama di dalam negeri;
e. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik;
f. kondom;
g. Check up dan atau general check up bagi peserta berusia kurang dari 40
tahun;
h. Sirkumsisi tanpa indikasi medis;
i. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
j. Usaha meratakan gigi (ortodonsi);
k. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, dan/atau zat
adiktif lainnya;
l. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja
menyakiti diri sendiri, hobi yang membahayakan diri sendiri;
m. pengobatan alternatif dan tradisional, akupuntur, shin she, chiropractic, yang
belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (Health
Technology Assessment/HTA);
n. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimen;
o. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu;
p. Obat di luar daftar dan Plafon Harga Obat SJSN;
q. Pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan langsung dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan, yaitu:
1. Biaya perjalanan/transportasi;
2. Biaya sewa ambulans kecuali untuk untuk rujukan dari jenjang
pelayanan kesehatan tingkat dua ke jenjang pelayanan kesehatan tingkat
tiga;
3. Biaya pengurusan jenazah;
4. Biaya pembuatan VER (visum et repertum);
5. Biaya fotokopi;
6. Biaya telekomunikasi; dan
7. biaya kartu berobat untuk rumah sakit.
- 20 -
r. Pelayanan kesehatan yang sudah dijamin dalam program kecelakaan kerja
dan kecelakaan lalu lintas yang diatur oleh pemerintah.
(2) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu pelayanan kesehatan yang
dilakukan di luar negeri, dikecualikan untuk rawat inap dan rawat jalan peserta
yang sedang melakukan perjalanan dinas atau peserta yang dirujuk ke luar
negeri karena tidak adanya fasilitas kesehatan di Indonesia.
(3) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin yaitu check up dan atau general check
up, tidak berlaku untuk pemeriksaan rutin peserta yang berasal dari TNI dan
POLRI
Bagian Kedelapan
Pelayanan Dalam Keadaan Gawat Darurat
Pasal 36
(1) Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh
pelayanan dari fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat.
(2) Prosedur penggantian biaya layanan gawat darurat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh BPJS atas persetujuan DJSN
(3) Biaya yang timbul akibat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditagihkan langsung oleh fasilitas pelayanan kesehatan kepada BPJS.
(4) Fasilitas pelayanan kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya kepada
peserta.
(5) BPJS memberikan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan setara
dengan tarif yang berlaku di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk.
(6) Kriteria kegawatdaruratan ditetapkan Tim Penilai Teknologi Kesehatan (Health
Technology Assessmen (HTA)) yang dibentuk oleh BPJS bersama DJSN.
Bagian Kesembilan
Pelayanan Dalam Keadaan Tidak Ada Fasiltas Kesehatan Yang Memenuhi Syarat
Pasal 37
(1) Dalam keadaan belum ada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan pelayanan yang dijamin, BPJS wajib memberikan
kompensasi penggantian biaya berobat dengan ketentuan jumlah maksimum
tertentu dan/atau mengirimkan tenaga kesehatan dan/atau perbekalan
kesehatan yang diperlukan.
(2) Kompensasi penggantian biaya berobat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mencakup biaya rawat jalan rawat jalan tingkat pertama, kedua maupun
ketiga.
Bagian Kesepuluh
Penyediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pasal 38
- 21 -
(1) Pelayanan obat dan bahan habis pakai untuk peserta jaminan kesehatan pada
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat dua dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga maupun pelayanan
gawat darurat berpedoman pada Daftar dan plafon Harga Obat SJSN.
(2) Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah obat generik yang
bioavailability dan bio-equvalent-nya tidak berbeda dengan obat originator-nya
kecuali obat yang diperlukan tidak ada dalam bentuk generik atau
padanannya/golongan sejenis yang kurang lebih sama.
(3) Ketersediaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan tanggung jawab
BPJS.
(4) Proses ketersediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyangkut
penunjukan distributor yang dapat menjamin memenuhi kebutuhan peserta.
(5) BPJS menyiapkan Daftar dan Plafon Harga Obat untuk dikonsultasikan ke DJSN
dan selanjutnya ditetapkan Menteri.
(6) DJSN melaksanakan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Daftar dan
Plafon Harga Obat SJSN.
(7) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DJSN
membentuk tim khusus monitoring yang terdiri dari unsur DJSN, BPJS dan
perguruan tinggi.
(8) Evaluasi terhadap Daftar dan Plafon Harga Obat ditinjau setiap 1 (satu) tahun
sekali.
Bagian Kesebelas
Koordinasi Manfaat
Pasal 39
(1) BPJS mengintegrasikan manfaat yang dibayarkan oleh lebih dari satu program
jaminan/asuransi, sehingga manfaat yang diterima oleh peserta dapat diperoleh
dari semua sumber dan tidak melebihi biaya medis yang diperkenankan.
(2) Koordinasi manfaat dimaksud khusus untuk pelayanan kesehatan akibat
kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf s.
(3) Ketentuan tentang koordinasi manfaat akan diatur lebih lanjut oleh BPJS
bersama DJSN.
BAB VII
PROSEDUR PELAYANAN
Bagian Kesatu
Prosedur Pelayanan Kesehatan
Pasal 40
- 22 -
(1) Untuk memperoleh pelayanan kesehatan, peserta harus menunjukkan kartu
peserta jaminan kesehatan.
(2) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta harus
terdaftar di salah satu fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)
setempat.
(3) Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi peserta, fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama harus memberikan surat rujukan kepada
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang ditunjuk.
(4) BPJS menempatkan tenaga di tiap rumah sakit untuk melakukan otorisasi rawat
inap
(5) Dalam hal tidak ada petugas BPJS di rumah saki untuk melakukan otorisasi,
rumah sakit meminta otorisasi kepada BPJS untuk peserta yang membutuhkan
rawat inap.
(6) Mekanisme otorisasi rawat inap diatur bersama antara BPJS dengan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Bagian Kedua
Prosedur Pelayanan Obat
Pasal 41
Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat mendapatkan obat-obatan
yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis dalam waktu yang dibutuhkan tanpa
harus menebus dari luar
Bagian Keempat
Mutu Pelayanan
Pasal 42
Untuk pelayanan kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap berlaku kompensasi
jasa medis atau gaji yang sama bagi tenaga pemberi pelayanan tanpa memandang
kelas pelayanan.
BAB VIII
FASILITAS KESEHATAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Ketersediaan
Pasal 43
(1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan program jaminan kesehatan.
- 23 -
(2) Dalam hal penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) di atas tidak dapat terpenuhi, pemerintah dapat memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk turut berperan serta.
Bagian Kedua
Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan
Pasal 44
(1) Fasilitas pelayanan kesehatan pelaksana program jaminan kesehatan adalah
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah dan atau
swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan pemerintah daerah wajib
bekerjasama dengan BPJS.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta dapat menjalin kerjasama dengan
BPJS setelah melalui proses seleksi.
(4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan membuat
perjanjian tertulis antara BPJS dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan atau swasta dapat menjalin
kerjasama dengan BPJS setelah melalui proses seleksi.
(6) Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat bekerja sama dengan BPJS, antara
lain:
a. Rumah sakit pemerintah dan atau swasta; termasuk milik TNI/POLRI;
b. Puskesmas/dokter keluarga/dokter praktik umum/klinik
c. Dokter spesialis/dokter subspesialis;
d. Klinik;
e. Laboratorium;
f. Apotik; dan
g. Fasilitas kesehatan lainnya.
(7) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah fasilitas yang diakui dan
memiliki izin dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan.
(8) Dalam hal disuatu wilayah fasilitas kesehatan yang ada belum mencukupi,
fasilitas kesehatan swasta yang ditunjuk oleh BPJS wajib bersedia melakukan
kerjasama dengan BPJS dengan menerima besarnya pembayaran sesuai
ketentuan pelaksanaan program jaminan kesehatan ini.
Bagian Ketiga
Pelayanan Kedokteran Keluarga
Pasal 45
(1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama meliputi upaya pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan kemampuan pelayanan dengan
pendekatan sistem pelayanan kedokteran keluarga.
- 24 -
(2) Untuk menjamin terlaksananya pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan mekanisme
pembiayaan secara prabayar dengan besaran nilai nominal kapitasi per peserta
berdasarkan unit cost yang rasional.
(3) Besaran biaya kapitasi untuk setiap wilayah ditetapkan atas kesepakatan
asosiasi fasilitas kesehatan atau asosiasi profesi kesehatan dengan BPJS dengan
mengacu pada besaran maksimum dan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Untuk pertama kalinya peraturan ini menentukan biaya kapitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di atas, minimal sebesar Rp. 3.000. (tiga ribu) rupiah per
peserta per bulan untuk puskesmas dan Rp 7.000 per kapita per bulan untuk
dokter keluarga.
(5) Dalam upaya mencapai pelayana kesehatan yang berkualitas, organisasi profesi
dan Kementerian Kesehatan wajib memberikan pelatihan kepada pelaksana
pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Bagian Keempat
Asosiasi Fasilitas Kesehatan
Pasal 46
(1) Asosiasi fasilitas kesehatan untuk dokter praktik pribadi (solo practice) adalah
Ikatan Dokter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
(2) Asosiasi fasilitas kesehatan untuk rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang lain
di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan menteri.
Bagian Kelima
Seleksi Fasilitas Kesehatan Pelaksana Program Jaminan Kesehatan
Pasal 47
(1) Proses seleksi dilakukan oleh BPJS berdasarkan kriteria yang terstandar,
transparan dan akuntabel yang ditetapkan oleh DJSN.
(2) Dalam melakukan seleksi BPJS dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain
yang memiliki kompetensi yang sesuai kebutuhan.
(3) seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan standar pelayanan yang berlaku di fasilitas pelayanan
kesehatan dan kesesuaian biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah.
(4) Biaya pelayanan yang berlaku di setiap wilayah ditetapkan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS dengan asosasi fasilitas pelayanan
(5) Fasilitas pelayanan kesehatan yang lulus seleksi melakukan kontrak kerjasama
dengan BPJS yang sifatnya sama untuk satu wilayah layanan yang sama.
Bagian Keenam
- 25 -
Besaran dan Waktu Pembayaran
Pasal 48
(1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan BPJS dengan asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan
berdasarkan asas kendali mutu, kendali biaya dan kecukupan pendanaan untuk
kelangsungan program jaminan kesehatan.
(2) Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), DJSN bersama-sama Menteri memutuskan rentang besaran pembayaran
atas program jaminan kesehatan yang diberikan.
(3) BPJS wajib membayar fasilitas pelayanan kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak klaim diterima.
Bagian Ketujuh
Pola Pembayaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 49
(1) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah peserta yang terdaftar
difasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama.
(2) BPJS melakukan pembayaran kepada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dua
dan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat tiga berdasarkan pola DRG (Diagnosa
Related Group) atau tarif kelompok diagnosis terkait.
(3) Evaluasi atas kapitasi dan DRG ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun
sekali oleh Menteri bersama DJSN.
BAB IX
KENDALI MUTU DAN KENDALI BIAYA
Bagian Kesatu
Kendali Mutu
Pasal 50
Pelayanan kesehatan yang diberikan merupakan pelayanan standar, baik mutu
maupun jenis pelayanan dalam rangka menjamin kesinambungan program dan
kepuasan peserta, tanpa memandang kelas perawatan.
Pasal 51
(1) Kebijakan pengembangan sistem pelayanan kesehatan, kendali mutu pelayanan
dan pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
jaminan kesehatan ditetapkan oleh Menteri.
- 26 -
(2) Kendali mutu pelayanan kesehatan dilakukan oleh BPJS dengan melibatkan
fasilitas pelayanan kesehatan melalui program audit medik.
(3) Program kendali mutu pelayanan dalam bentuk tinjauan pemanfaatan secara
regular merupakan bagian dari kontrak antara BPJS dan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Bagian Kedua
Kendali Biaya
Pasal 52
(1) Menteri menetapkan standar biaya pelayanan kesehatan yang menjadi acuan bagi
mekanisme penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
(2) Dalam pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya BPJS membentuk Badan
Pertimbangan Medis (Medical Advisory Board).
(3) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
melakukan penilaian terhadap:
a. Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berlebihan atau sebaliknya;
b. Ketidaktepatan diagnosis dan prosedur terapi dan intervensi;
c. Pengobatan dan peresepan yang tidak rasional; dan
d. Perujukan yang tidak tepat
(4) Badan Pertimbangan Medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berkala
melaporkan hasil penilaian kepada BPJS.
(5) BPJS wajib menindaklanjuti hasil penilaian Badan Pertimbangan Medis.
BAB X
PENANGANAN KELUHAN
Pasal 53
(1) Semua pengaduan keluhan harus memperoleh penanganan dan penyelesaian
secara memadai dan dalam waktu yang singkat serta diberikan umpan balik ke
pihak yang menyampaikan.
(2) Dalam hal peserta tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas
pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh BPJS, peserta dapat menyampaikan
keluhan kepada BPJS.
(3) Dalam hal peserta dan/atau fasilitas pelayanan kersehatan tidak mendapatkan
pelayanan yang baik dari BPJS, dapat menyampaikan keluhan kepada DJSN.
(4) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib ditanggapi BPJS
paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima.
(5) Penanganan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggapi DJSN
paling lambat 30 hari kerja sejak keluhan diterima.
BAB XI
- 27 -
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 54
(1) Dalam hal terjadi sengketa antara peserta dengan fasilitas pelayanan kesehatan
atau antara peserta dengan BPJS atau antara BPJS dengan fasilitas pelayanan
kesehatan atau antara BPJS dengan asosiasi fasilitas kesehatan, maka sengketa
diselesaikan oleh Dinas Kesehatan setempat melalui proses mediasi.
(2) Apabila proses mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
diselesaikan maka dapat ditempuh proses hukum
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 55
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan presiden ini
dilakukan oleh Menteri dan DJSN dengan melibatkan organisasi profesi dan/atau
asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan didaerah dilakukan oleh pemerintah daerah, dengan
melibatkan organisasi profesi dan/atau asosiasi fasilitas pelayanan kesehat sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN LAIN
Bagian Kesatu
Pelayanan kesehatan di Lingkungan TNI dan POLRI
Pasal 60
(1) BPJS membentuk unit khusus yang menangani Jaminan kesehatan anggota TNI
dan POLRI yang mempunyai kekhususan tersendiri.
(2) Unit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menentukan manfaat
tambahan bagi peserta TNI dan POLRI.
Bagian Kedua
Jasa untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan
Pasal 56
(1) Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan medis, maka diberikan kompensasi jasa
medis.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri
dengan mempertimbangkan usulan dari asosiasi fasilitas kesehatan dan asosiasi
profesi.
Bagian Ketiga
Comment [F10]: Berdasarkan ketentuan Pasal 57 huruf c dan Pasal 60 ayat (2) huruf b UU BPJS, bahwa Program Pelayanan Kesehatan tertentu bagi operasional TNI dan POLRI akan diatur dalam Perpres tersendiri, oleh karena itu Pasal ini dianggap sdh tidak diperlukan lagi .
Comment [F11]: Perlu
ditambahkan persentase jasa medis
- 28 -
Pemberlakuan Daftar dan Plafon Harga Obat SJSN dan Prosedur Pelayanan Obat
Pasal 57
(1) BPJS pelaksana program jaminan kesehatan wajib melakukan sosialisasi langsung
secara rutin dan terprogram tentang pelaksanaan peraturan presiden ini kepada
seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) BPJS pelaksana program jaminan kesehatan wajib melakukan upaya proaktif
terhadap validitas data-data kepesertaan khususnya data PBI agar sesuai dengan
kelompok sasaran yang membutuhkan.
(3) Penerimaan Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah yang menjadi
pelaksana pelayanan kesehatan untuk peserta program jaminan sosial, dilaporkan
pada kantor kas daerah (tidak secara fisik), untuk dicatat dan dana tersebut dapat
digunakan langsung untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan keperluan
kegiatan-kegiatan lainnya.
(4) Pemerintah berwenang mengatur lebih lanjut dana-dana bantuan sosial dari
masyarakat dan dana coorporate social responsibility BUMN/BUMD dan
perusahaan swasta dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kesehatan peserta
jaminan kesehatan, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pada
kasus-kasus khusus yang tidak termasuk dalam pelayanan kesehatan yang
dijamin dalam peraturan presiden ini.
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
(1) Untuk program jaminan kesehatan yang saat ini sudah berjalan, jenis pelayanan
kesehatan yang dijamin harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden
ini paling lama dua tahun sejak ditetapkan.
(2) Untuk program jaminan kesehatan yang saat ini sudah berjalan, kelas perawatan
rawat inap harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden ini secara
bertahap.
(3) Bagi pemberi kerja yang telah menyelenggarakan jaminan kesehatan sendiri
kepada karyawannya wajib menyesuaikan dengan ketentuan peraturan presiden
ini secara bertahap.
(4) Untuk memenuhi rasa keadilan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan dan
standar pelayanan kesehatan yang sama menurut peraturan perundangan yang
berlaku secara bertahap, program jaminan kesehatan menyesuaikan pada kelas III
Perawatan rumah sakit pemerintah.
(5) Peserta program jaminan kesehatan dapat menggunakan kelas yang lebih tinggi
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin BPJS dengan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan atau dibayar oleh BPJS sebagai manfaat tambahan
- 29 -
yang diberikan BPJS berdasarkan tata-kelola pembiayaan yang diatur secara
khusus oleh masing-masing BPJS.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka pelaksanaan program jaminan
kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan yang ditetapkannya sebelum
diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional harus menyesuaikan dengan Peraturan Presiden ini.
Pasal 60
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal ....................................
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum,
ttd
Dr. M. Iman Santoso
Recommended