View
216
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
55
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, pertama penulis akan menjelaskan perbedaan PSAK 34 sebelum
revisi (1994) dengan PSAK 34 sesudah revisi (2010). Kedua, pembahasan dilanjutkan
dengan penerapan persentase penyelesaian (percentage of completion) yang dilakukan
oleh PT. PP (Persero) dengan menggunakan pendekatan fisik. Ketiga, penulis akan
mencoba menggunakan pendekatan biaya untuk membandingkan kedua pendekatan
tersebut. Keempat, akan membahas tentang bagaimana perusahaan dalam
mengungkapkan kontrak konstruksi di dalam laporan keuangan.
IV.1. Biaya Kontrak
Pada tahun 2012 ini adalah tahun dimana perusahaan-perusahaan mengadopsi
peraturan yang baru, yaitu PSAK 34 yang telah direvisi. Dalam PSAK 34 (revisi 2010),
seperti yang telah dijelaskan dan dipublikasikan oleh IAI pada tanggal 22 November
2010, bahwa terdapat perubahan dari PSAK 34 (1994) ke PSAK 34 (revisi 2010). Secara
umum, perubahan yang terjadi tidak terlalu banyak. Perubahan hanya terjadi pada
konsep biaya, yaitu atribusi dan alokasi biaya. Berikut adalah tabel perbedaan antara
PSAK 34 (1994) dengan PSAK 34 (revisi 2010).
56
Perbedaan PSAK 34 (1994) dengan PSAK 34 (2010)
Tabel 4.1
Perihal PSAK 34 (revisi 2010) PSAK 34 (1994)
Biaya Peminjaman dapat Tidak mengatur hal tersebut Atribusi dan diatribusikan pada aktivitas Alokasi Biaya kontrak secara umum dan dapat ke Kontrak dialokasikan pada kontrak
Tertentu
Pembebanan Termasuk biaya administrasi Tidak mengatur hal tersebut biaya kepada umum dan biaya pengembangan Pelanggan yang penggantiannya ditentukan
dalam persyaratan kontrak Sumber: PSAK 34 (revisi 2010)
Perbedaan pertama antara PSAK 34 (revisi 2010) dengan PSAK 34 (1994)
adalah tentang atribusi dan alokasi biaya ke kontrak. Yang termasuk ke dalam biaya-
biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas kontrak umum dan dapat dialokasikan
pada kontrak tertentu adalah:
a. Asuransi
b. Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan
dengan kontrak tertentu.
c. Overhead konstruksi.
Pada PSAK 34 (revisi 2010) menjelaskan bahwa pada saat ini dan pada aturan
yang terbaru, biaya pinjaman akan masuk sebagai biaya yang dapat diatribusikan dan
dialokasikan pada kontrak tertentu. Biaya pinjaman dari bank ada yang bersifat khusus
ada yang bersifat umum. Pinjaman yang bersifat khusus adalah perusahaan meminjam
uang kepada bank, lalu perusahaan menggunakan pinjaman uang tersebut hanya untuk
57
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas kontrak yang telah disetujui.
Sedangkan pinjaman yang bersifat umum adalah perusahaan meminjam uang kepada
bank, lalu perusahaan menggunakan pinjaman uang tersebut bukan hanya untuk
kepentingan dan kegiatan-kegiatan kontrak, tapi digunakan untuk kepentingan yang lain,
seperti penggajian karyawan perusahaan konstruksi, biaya administrasi perusahaan, dan
lainnya. Pada PSAK 34 (1994) tidak mengatur hal-hal tersebut.
Pada PT. PP (Persero), biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitas
kontrak umum dan dapat dialokasikan pada kontrak tertentu sudah diatur dengan baik.
PT. PP (Persero) merupakan salah satu perusahaan yang dimiliki pemerintah,
perusahaan BUMN dan go public, maka untuk perusahaan yang berskala besar seperti
PT. PP (Persero), aturan-aturan yang ada di PSAK 34 sudah dijalankan.
Pengelompokkan biaya asuransi, biaya rancangan, dan juga overhead konstruksi sudah
dikelompokkan oleh PT. PP (Persero) dalam prakteknya di lapangan.
Pinjaman kepada bank juga bisa menjadi modal suatu perusahaan konstruksi
untuk membangun sebuah aset, seperti gedung atau rumah. Maka dari bunga bank hasil
dari peminjaman tersebut akan menjadi aset dari perusahaan konstruksi.
Selanjutnya, perbedaan yang kedua antara PSAK 34 (revisi 2010) dengan PSAK
34 (1994) adalah biaya administrasi umum dan biaya pengembangan seperti perubahan
pekerjaan yang bertujuan untuk lebih mengembangkan proyek yang dalam proses
pengerjaan termasuk ke dalam penyimpangan dari kontrak yang telah dibuat. Namun,
dalam PSAK 34 (revisi 2010) mengatakan bahwa apabila biaya pengembangan tersebut
sudah dimasukkan kedalam perjanjian kontrak, maka biaya-biaya tersebut akan
dibebankan sepenuhnya kepada pelanggan/klien. Dalam hal penggantian biaya-biaya
tersebut, seperti mengenai penggantian terhadap biaya-biaya pengembangan tersebut
58
dapat dicantumkan di dalam perjanjian kontrak yang telah disetujui sebelumnya. Apabila
biaya adminstrasi umum ataupun biaya pengembangan dan riset tidak dicantumkan atau
tidak ditentukan didalam perjanjian suatu kontrak, maka biaya tersebut tidak dapat
diatribusikan pada aktivitas kontrak, lalu tidak dapat dialokasikan pada suatu kontrak,
dan juga biaya tersebut tidak bisa dibebankan kepada pelanggan/klien. Untuk bagian
biaya yang secara spesifik dapat ditagihkan ke pelanggan sesuai isi kontrak juga telah
dijalankan, karena untuk poin ini apabila sudah tercantum dikontrak, maka sudah pasti
akan dijalankan. Hal ini juga dikarenakan kontrak adalah sebuah perjanjian yang harus
dipatuhi oleh kedua belah pihak. Untuk biaya administrasi umum dan biaya
pengembangan yang penggantiannya ditentukan dalam kontrak, biasanya PT. PP
(Persero) akan menerapkannya apabila tercantum di dalam kontrak. Menjalankan sesuai
dengan apa yang tertulis di dalam kontrak dan tergantung dari isi kontrak tersebut.
Pada IFRS dan US GAAP dalam hal pengaplikasian metode persentase
penyelesaian juga terdapat perbedaan yaitu, dalam penghitungan IFRS hanya terfokus
kepada revenue atau pendapatan lalu dikalikan dengan persentase penyelesaian yang
telah didapat melalui estimasi biaya yang telah ditentukan oleh perusahaan. US GAAP
juga menggunakan cara tersebut, tetapi US GAAP memiliki pembeda dibandingkan
dengan IFRS, yaitu pada metode selanjutnya dengan laba kotor yang dikalikan dengan
persentase penyelesaian yang telah didapat melalui estimasi biaya yang telah ditentukan
oleh perusahaan.
IV.2. Pengakuan Pendapatan dan Beban Kontrak
Metode pengakuan pendapatan yang digunakan PT. PP (Persero) adalah metode
persentase penyelesaian dengan menggunakan kemajuan fisik (progress). Yang
59
dimaksud dengan pendekatan kemajuan fisik (progress) adalah pendekatan yang
berdasar kepada hasil unit keluaran (output measures) atau kemajuan fisik yang telah
dicapai dan dilakukan di lapangan pekerjaan atas suatu pelaksanaan proyek.
Pada PT. PP (Persero), persentase penyelesaian konstruksi berdasarkan atas
tingkat kemajuan fisik proyek. Bobot persentase setiap kemajuan fisik adalah hasil
opname pekerjaan yang ada di lapangan yang dilakukan oleh pengawas lapangan.
Petugas pengawas lapangan membuat laporan progres fisik harian berdasarkan prestasi
fisik yang telah dicapai. Setelah itu, petugas pengawas lapangan membuat laporan
progres fisik mingguan dan kemudian akan digunakan pada Laporan Prestasi Proyek.
Selanjutnya, laporan prestasi proyek dilaporkan dalam progress report yang telah
diketahui dan disetujui oleh manajer proyek dan pihak yang terkait.
Pencatatan pengakuan pendapatan perusahaan dilakukan berdasarkan
penyelesaian proyek yang dilaporkan dalam laporan perkembangan pekerjaan yang telah
diketahui dan disetujui oleh manajer proyek dan pihak terkait. Pencatatan pengakuan
pendapatan dilakukan pada saat diterbitkannya invoice dan laporan prestasi proyek atas
pekerjaan kontrak dan ditandatangani oleh pihak pemberi kerja. Sedangkan untuk
pengakuan dan pencatatan dan beban-beban yang berkaitan dengan proyek konstruksi
dilakukan pada saat terjadinya atau saat terutang atas masing-masing beban tersebut.
PT. PP (Persero) melakukan perhitungan pendapatan yang diakui pada periode
berjalan atau pada periode yang bersangkutan dengan cara mengalikan persentase
penyelesaian fisik yang sudah disetujui dengan nilai kontrak bersih, lalu hasil dari
perkalian tersebut akan dicatat sebagai pendapatan atau penjualan konstruksi (piutang
konstruksi). Pada PT. PP (Persero) pendapatan atau penjualan konstruksi (piutang
60
konstruksi) diakui pada saat keluar atau terbitnya invoice penagihan atas pekerjaan
kontrak kepada pemberi kerja.
Pada tahun ini, tahun 2012, PT. PP (Persero) sudah menerapkan aturan pada
PSAK 34 (revisi 2010). Karena PT. PP (Persero) adalah salah satu dari perusahaan
BUMN yang besar, maka dari itu, perusahaan ini dituntut untuk menjalankan aturan-
aturan yang sudah seharusnya diterapkan.
IV.2.1. Kontrak Pada PT. BF
Pada tahun 2010, PT. PP (Persero) mengadakan sebuah perjanjian dan kontrak
dengan PT. BF untuk membangun sebuah gedung yang berguna untuk fasilitas produksi,
penelitian dan pengembangan, pemasaran serta administrasi. Dalam kontrak yang telah
dibuat, PT. PP (Persero) dengan PT. BF telah menyetujui bahwa proyek yang dijalankan
akan berlangsung selama 150 hari atau selama 5 bulan.
Dengan keseluruhan kontrak yang telah disetujui, maka diketahui nilai kontrak
atau nilai pekerjaan yang akan didapatkan oleh PT. PP (Persero), yaitu sebesar Rp
18.276.533.000. Jumlah kontrak tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10% dan juga
keuntungan pemborongan sebesar 7%. Kedua perusahaan antara PT. PP (Persero)
dengan PT. BF telah menyetujui besarnya persentase uang muka sebesar 20% dari nilai
kontrak yang telah dianggarkan, sebesar Rp 3.655.306.600 dan besarnya persentase
retensi atau jaminan pelaksanaan pekerjaan sebesar 5% dari nilai kontrak yang telah
dianggarkan, sebesar Rp 913.827.000. Pembayaran dapat dilaksanakan secara progres
bulanan (monthly progress payment) dengan pencapaian prestasi pekerjaan minimal
10% yang dinyatakan dalam berita acara pemeriksaan prestasi pekerjaan dan
memperhitungkan potongan angsuran uang muka dan retensi 5% dari nilai pekerjaan
61
secara proporsional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada kontrak terhadap
PT. BF ini, PT. PP (Persero) menggunakan kontrak harga tetap (kontrak lump sum).
IV.2.1.1. Metode Persentase Penyelesaian
Metode yang digunakan oleh PT. PP (Persero) untuk mengakui pendapatan pada
kontrak PT. BF adalah dengan menggunakan metode persentase penyelesaian dan
dengan menggunakan pendekatan fisik. Terdapat kelemahan dalam menggunakan
pendekatan fisik seperti apa yang sudah ditulis pada bab II, maka dari itu penulis ingin
menggunakan pendekatan biaya pada PT. PP (Persero). Dalam pendekatan biaya yang
biasa dilakukan adalah dengan menggunakan cost to cost basis. Untuk menggunakan
pendekatan cost to cost basis, perusahaan harus bisa mendapatkan data dan juga
menggolongkan atau mengkategorikan biaya, seperti costs to date, estimated costs to
complete, progress billings during the year/month, cash collected during the
year/month.
Dalam menjalani sebuah proyek, terdapat biaya-biaya yang akan muncul pada
proyek tersebut. Maka PT. PP (Persero) telah mengelompokkan biaya tersebut:
1. Biaya proyek, terdiri dari:
a. Biaya material langsung adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan untuk pembelian material yang digunakan secara langsung dalam
pelaksanaan suatu proyek. Termasuk didalam biaya material langsung adalah
biaya bahan pokok maupun biaya bahan pembantu.
b. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk membayar tenaga kerja atau karyawan yang berhubungan langsung
62
dengan pelaksanaan proyek. Biaya ini terdiri dari, biaya tenaga kerja lepas,
biaya tenaga kerja borongan, dan biaya tenaga kerja/karyawan harian tetap.
c. Biaya sub kontraktor adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
membayar atas prestasi penyelesaian pekerjaan sub kontraktor yang
membantu pelaksanaan pekerjaan proyek perusahaan untuk menjamin
kualitas dan jadwal penyelesaian kontrak.
d. Biaya overhead adalah biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam kelompok biaya material langsung
maupun tenaga kerja langsung.
2. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang berhubungan
dengan kegiatan operasional yang terdiri dari:
a. Biaya gaji karyawan.
b. Biaya administrasi dan umum.
c. Biaya depresiasi.
d. Biaya penjualan.
e. Biaya pemeliharaan.
3. Biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak
termasuk didalam biaya operasional maupun biaya proyek diantaranya biaya
pajak atas bunga bank.
Pada PT. PP (Persero) biaya-biaya yang terjadi selama kontrak terhadap PT. BF,
dari mulai penandatanganan kontrak hingga selesai, sudah dikelompokkan sesuai dengan
jenis-jenis biaya yang telah diatur oleh PSAK 34. Pengelompokkan biaya tersebut antara
lain adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kontrak tertentu, yaitu:
50402 Beban sewa alat ringan : 123.768.669
63
50401 Beban sewa alat berat : 61.903.725
50432 Biaya operasional alat berat : 149.964.163
Selanjutnya adalah biaya-biaya yang dapat diatribusikan pada aktivitias umum
dan dapat dialokasikan pada kontrak tertentu. Berikut ini adalah biaya-biaya yang
terjadi:
a. Asuransi
51652 Beban asuransi proyek : 33.737.083
b. Overhead konstruksi
51101 Gaji : 398.866.203
51111 Tunj fungsional : 8.483.898
51113 Tunj transpor : 933.300
51115 Tunj hari raya : 61.698.000
51116 Tunj iuran astek, kecelakaan : 24.316.886
51117 Tunj iuran pensiun : 12.688.416
51119 Tunj PPh pasal 21 : 798.777
51201 Gaji : 393.902.784
51219 Tunj PPh pasal 21 : 16.293.192
51222 Biaya pengobatan : 2.417.710
51302 Beban pemeliharaan fisik : 45.000.000
51501 Beban perjalanan dinas : 1.747.925
51701 Beban alat tulis : 40.617.532
51706 Beban listrik, air & gas : 1.535.767
51707 Beban telp, telegram & telex : 7.426.262
51831 Beban rumah tangga : 345.069.549
51842 Sumbangan sosial : 4.732.375
51852 Beban sewa kendaraan : 26.503.525
51861 Beban perlengkapan kerja : 9.620.000
51921 Beban relasi : 5.000.000
64
c. Biaya Pinjaman
50501 Beban bunga bank : 10.587.687
Pada saat pembangunan gedung PT. BF berjalan, salah satu aktivitas-aktivitas
biaya yang terjadi adalah costs to date. Berikut adalah data dari perusahaan mengenai
costs to date.
Biaya Yang Dikeluarkan Selama Pengerjaan Proyek (Pendekatan Biaya)
Tabel 4.2
Costs To Date Percentage
Mei 1.849.252.839 12% Juni 7.088.802.250 45% Juli 10.941.412.632 70% Agustus 14.639.918.309 94% September 15.256.335.922 99% Oktober 15.410.440.325 100% November 15.410.440.325 100% Desember 15.410.440.325 100% Januari 15.410.440.325 100%
Sumber: PT. PP (Persero). Data diolah
Biaya yang ada didalam tabel 4.2 adalah biaya yang dibutuhkan dan juga biaya
yang digunakan pada masa pengerjaan proyek PT. BF selama 150 hari atau 5 bulan
sesuai dengan kontrak. Namun, di bulan Mei sudah ada biaya-biaya yang keluar,
sehingga untuk pencatatan costs to date tidak dimulai dari bulan Juni, tetapi di bulan
Mei.
Berikut ini adalah tabel yang menyajikan costs to date PT. PP (Persero) terhadap
PT. BF berdasarkan pendekatan fisik.
65
Biaya Yang Dikeluarkan Selama Pengerjaan Proyek (Pendekatan Fisik)
Tabel 4.3
Costs To Date Percentage
Mei 0 0% Juni 1.916.163.273 12% Juli 6.579.707.161 42% Agustus 10.089.826.350 65% September 14.344.360.993 92% Oktober 15.528.065.421 100% November 15.528.065.421 100% Desember 15.528.065.421 100% Januari 15.528.065.421 100%
Sumber: PT. PP (Persero). Data diolah
Berikut ini adalah tabel yang menyajikan tentang estimasi-estimasi atau
perkiraan-perkiraan biaya yang dibutuhkan sampai kontrak antara PT. PP (Persero)
dengan PT. BF selesai, dan juga tagihan termin yang terjadi perbulan, serta kas yang
diperoleh PT. PP (Persero) dari awal kontrak hingga kontrak selesai.
Estimasi Biaya, Termin, Kas Yang Diperoleh
Tabel 4.4
Estimated Costs to Complete
Progress Billing During The Month
Cash Collected During The Month
Mei 13.959.245.012 0 3.323.006.000 Juni 8.612.400.800 2.050.294.702 1.537.721.027 Juli 4.676.715.569 4.989.991.960 3.742.493.970 Agustus 853.597.166 3.755.827.532 0 September 195.641.978 4.552.352.069 2.816.870.647
Oktober 0 1.266.563.294 3.414.264.053 November 0 0 0 Desember 0 0 949.922.803 Januari 0 0 830.751.500
Sumber: PT. PP (Persero). Data diolah.
66
Berdasarkan tabel 4.4 yang sudah ditampilkan diatas, maka bisa diartikan bahwa
estimated costs to complete adalah RAB dalam sebuah proyek atau kontrak. RAB itu
sendiri adalah Rencana Anggaran Biaya. RAB biasanya dibuat oleh perusahaan diawal
proyek tersebut dijalankan. Suatu perusahaan harus membuat RAB yang seimbang,
dimana RAB adalah salah satu elemen terpenting didalam sebuah kontrak konstruksi.
Berdasarkan tabel 4.4 yang sudah ditampilkan diatas, progress billing during the
month bisa disebut juga dengan termin yang ditagih tiap bulannya. Pada bulan Mei 2010
berjumlah 0 karena di bulan tersebut belum ada termin yang akan ditagih atas proyek
yang dijalankan. Lalu pada bulan November 2010, Desember 2010, dan bulan Januari
2011 juga berjumlah 0, karena pada bulan Oktober 2010, proyek sudah selesai dan sudah
tidak ada lagi progres yang bisa dicatat dan termin yang ditagih.
Berdasarkan tabel 4.4 yang telah ditampilkan diatas, maka bisa diartikan bahwa
cash collected during the month adalah kas atau uang yang diterima oleh PT. PP
(Persero) selama bulan tersebut atau bulan berjalan. Pada bulan Mei 2010 terdapat
jumlah sebesar Rp 3.323.006.000. Jumlah tersebut adalah uang muka yang didapat oleh
PT. PP (Persero), yang berarti uang tersebut menjadi pemasukan kas dalam perusahaan.
Pada bulan Agustus 2010, kas yang diperoleh berjumlah 0, karena termin yang ditagih
tidak selalu cair di bulan yang sama, maka tagihan pada bulan Agustus 2010 cair pada
bulan berikutnya, yaitu bulan September 2010 sebesar Rp 2.816.870.647. Begitu juga
dengan bulan September 2010. Kas yang masuk ke dalam perusahaan dari proyek yang
terkait adalah Rp 2.816.870.647, tetapi kas yang masuk tersebut adalah uang yang cair
dari tagihan pada bulan Agustus 2010. Pada bulan Oktober 2010 pada saat kontrak
seharusnya selesai, keluar tagihan sebesar Rp 949.922.803, namun tidak langsung cair di
bulan tersebut. Cairnya termin tersebut adalah pada dua bulan berikutnya, yaitu pada
67
bulan Desember 2010. Di bulan yang sama, yaitu bulan Oktober 2010, terdapat kas yang
masuk sebesar Rp 3.414.264. Jumlah tersebut adalah cairnya tagihan pada bulan
kesembilan, yaitu bulan September 2010. Dan pada bulan Oktober 2010, kegiatan
perusahaan sudah selesai, namun ada kebijakan bahwa termin retensi akan cair selama 3
bulan dari kontrak selesai. Maka pada bulan Januari tahun 2011, terdapat transaksi
sebesar Rp 830.751.500.
IV.2.1.1.1. Penerapan Metode Persentase Penyelesaian Menggunakan
Pendekatan Fisik dan Biaya
Pada lampiran 1, menyajikan bagaimana perlakuan perusahaan seharusnya dalam
mencari atau menentukan progres pekerjaan tiap periode. Progres yang dimaksud adalah
bukan progres fisik, tetapi progres biaya. Karena PT. PP (Persero) sudah menggunakan
pendekatan fisik, dan pada penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ada beberapa
kelemahan pada pendekatan fisik. Maka, penulis menampilkan perhitungan persentasi
penyelesaian dengan pendekatan biaya. Karena kontrak kepada PT. BF tidak mencapai
satu tahun, maka PT. PP (Persero) tidak menggunakan progres tahunan (annually
progress), melainkan menggunakan progres bulanan (monthly progress).
Dalam lampiran tersebut dapat terlihat bagaimana urutannya, yaitu pada bulan
Mei 2010 progres sudah mencapai 12% karena pekerjaan belum dimulai, tetapi biaya-
biaya pada bulan Mei 2010 sudah keluar, sehingga persentase pada bulan Mei 2010
adalah 12%. Pada bulan Mei 2010 hanya terjadi pembayaran uang muka sebesar 20%
dari total nilai kontrak yang tidak termasuk PPN sebesar 10%. Di bulan Juni 2010 sudah
dimulai pekerjaan dan peningkatan pada bulan adalah yang paling signifikan dari
peningkatan-peningkatan yang lainnya. Terjadi peningkatan sebesar 33%, yakni dari
68
12% ke 45%. Di bulan Juli 2010, persentase yang didapat oleh perusahaan adalah 70%.
Begitu juga di bulan Agustus 2010, perusahaan telah mencapai progres prestasi sebesar
94%. Pada bulan September 2010, peningkatan terjadi tidak begitu banyak, yakni dari
94% ke 99%. Peningkatan tidak terlalu besar ini karena perusahaan sudah hampir
menyelesaikan proyek ini. Pada bulan berikutnya, yaitu bulan Oktober 2010, perusahaan
hanya mengalami kenaikan sebesar 1%, yakni dari 99% menjadi 100%. Hal ini
dikarenakan proyek yang hampir selesai, hanya menyisakan sedikit pekerjaan,
mengerjakan apa yang disebut dengan finishing.
Pada lampiran 1 juga ditampilkan perhitungan dari bulan Novemeber 2010
sampai bulan Januari 2011. Hal ini tidak terlalu berpengaruh karena prestasi pekerjaan
sudah mencapai 100%. Penambahan kolom sampai bulan Januari dikarenakan setelah
persentase prestasi mencapai 100%, persentase PT. PP (Persero) dengan PT. BF tidak
langsung selesai. Akan tetapi uang retensi yang ada di PT. BF tidak langsung cair.
Cairnya uang retensi adalah 3 bulan setelah pekerjaan atau kontrak selesai.
Pada lampiran 2, menyajikan bagaimana perlakuan perusahaan dalam mencari
progres atau persentase prestasi pekerjaan dengan menggunakan atau berdasarkan
pendekatan fisik. Diketahui bahwa pada bulan Mei 2010 progres yang didapat adalah
sebesar 0%, dikarenakan fisik pada bulan ini belum ada. Uang muka pun cair pada akhir
bulan Mei 2010, sehingga pekerjaan yang dikerjakan dan yang diakui adalah setelah
uang muka tersebut cair. Pada bulan berikutnya, bulan Juni 2010, progres persentasenya
telah mencapai 12%. Pada bulan ini sudah bisa ditagih karena sudah melewati termin
sebesar 10%. Bulan Juli 2010, peningkatan prestasi fisik adalah peningkatan yang paling
signifikan sebesar 30%, yaitu menjadi 42%. Pada bulan Agustus 2010, progres
persentasenya telah melebihi setengah dari pekerjaan, yaitu sebesar 65%. Pada bulan
69
September 2010, dimana persentase perusahaan telah mendekati penyelesaian, yaitu
sebesar 92%. Pada tahun Oktober 2010, dimana pada bulan itu adalah bulan habisnya
kontrak dengan PT. BF, perusahaan telah menyelesaikan pekerjaan berdasarkan fisik,
sebesar 100%.
Apabila pada akhir pekerjaan atau pada saat pekerjaan sudah selesai, persentase
antara pendekatan fisik dan biaya berbeda. Terjadi over atau under, maka kemungkinan
yang terjadi ada tiga. Pertama, terjadi pekerjaan tambahan atau pengurangan pekerjaan
dalam suatu kontrak. Kedua, terjadi kesalahan perhitungan estimasi. Ketiga, terjadi
pemborosan dalam pembelian bahan-bahan konstruksi. Untuk kasus pertama, semua
biaya ditanggung oleh pelanggan, sesuai dengan kontrak. Untuk kasus kedua dan ketiga,
semua biaya ditanggung oleh PT. PP (Persero) atau oleh perusahaan konstruksi.
IV.2.1.1.2. Jurnal Biaya Konstruksi
Jurnal-jurnal ini adalah jurnal yang mencatat biaya konstruksi dengan
menggunakan pendekatan biaya:
Mei 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.849.252.839
20100 Hutang Usaha 1.849.252.839
20100 Hutang Usaha 1.849.252.839
101/10301 Kas/Bank 1.849.252.839
Juni 2010:
14100 Biaya Konstruksi 5.239.549.411
20100 Hutang Usaha 5.239.549.411
70
20100 Hutang Usaha 5.239.549.411
101/10301 Kas/Bank 5.239.549.411
Juli 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.852.610.382
20100 Hutang Usaha 3.852.610.382
20100 Hutang Usaha 3.852.610.382
101/10301 Kas/Bank 3.852.610.382
Agustus 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.698.505.677
20100 Hutang Usaha 3.698.505.677
20100 Hutang Usaha 3.698.505.677
101/10301 Kas/Bank 3.698.505.677
September 2010:
14100 Biaya Konstruksi 616.417.613
20100 Hutang Usaha 616.417.613
20100 Hutang Usaha 616.417.613
101/10301 Kas/Bank 616.417.613
Oktober 2010:
14100 Biaya Konstruksi 154.104.403
20100 Hutang Usaha 154.104.403
20100 Hutang Usaha 154.104.403
101/10301 Kas/Bank 154.104.403
Untuk bulan November 2010, Desember 2010, dan Januari 2011 tidak ada jurnal
pencatatan, karena pekerjaan atau kontrak sudah selesai (100%) di bulan Oktober 2010.
Jurnal-jurnal dibawah ini adalah jurnal yang mencatat biaya konstruksi dengan
menggunakan pendekatan fisik:
71
Juni 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.916.163.273
20100 Hutang Usaha 1.916.163.273
20100 Hutang Usaha 1.916.163.273
101/10301 Kas/Bank 1.916.163.273
Juli 2010:
14100 Biaya Konstruksi 4.663.543.888
20100 Hutang Usaha 4.663.543.888
20100 Hutang Usaha 4.663.543.888
101/10301 Kas/Bank 4.663.543.888
Agustus 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.510.119.189
20100 Hutang Usaha 3.510.119.189
20100 Hutang Usaha 3.510.119.189
101/10301 Kas/Bank 3.510.119.189
September 2010:
14100 Biaya Konstruksi 4.254.534.644
20100 Hutang Usaha 4.254.534.644
20100 Hutang Usaha 4.254.534.644
101/10301 Kas/Bank 4.254.534.644
Oktober 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.183.704.427
20100 Hutang Usaha 1.183.704.427
20100 Hutang Usaha 1.183.704.427
101/10301 Kas/Bank 1.183.704.427
72
Untuk bulan Mei 2010, tidak ada pencatatan yang terjadi di dalam PT. PP
(Persero). Hal ini dikarenakan tidak ada prestasi fisik yang terjadi di bulan Mei 2010.
IV.2.1.1.3. Jurnal Tagihan Termin
Juni 2010:
11101 Piutang Konstruksi 2.050.294.702
21201 Karya Yang Difakturkan 2.050.294.702
Juli 2010:
11101 Piutang Konstruksi 4.989.991.960
21201 Karya Yang Difakturkan 4.989.991.960
Agustus 2010:
11101 Piutang Konstruksi 3.755.827.532
21201 Karya Yang Difakturkan 3.755.827.532
September 2010:
11101 Piutang Konstruksi 4.552.352.069
21201 Karya Yang Difakturkan 4.552.352.069
Oktober 2010:
11101 Piutang Konstruksi 1.266.563.294
21201 Karya Yang Difakturkan 1.266.563.294
Untuk bulan Mei 2010, belum ada tagihan termin karena pekerjaan belum
dimulai pada bulan tersebut. Begitupun untuk bulan November 2010, Desember 2010,
dan Januari 2011 yang tidak ada jurnal pencatatan untuk tagihan termin, karena
pekerjaan sudah selesai (100%) pada bulan Oktober 2010. Untuk jurnal pencatatan
termin berdasarkan pendekatan fisik, terminnya adalah sama dengan berdasarkan
pendekatan biaya.
73
IV.2.1.1.4. Jurnal Perolehan Kas
Mei 2010:
10101 Kas/Bank 3.323.006.000
11101 Piutang Konstruksi 3.323.006.000
Juni 2010:
10101 Kas/Bank 1.537.721.027
11101 Piutang Konstruksi 1.537.721.027
Juli 2010:
10101 Kas/Bank 3.742.493.970
11101 Piutang Konstruksi 3.742.493.970
September 2010:
10101 Kas/Bank 2.816.870.647
11101 Piutang Konstruksi 2.816.870.647
Oktober 2010:
10101 Kas/Bank 3.414.264.053
11101 Piutang Konstruksi 3.414.264.053
Desember 2010:
10101 Kas/Bank 949.922.803
11101 Piutang Konstruksi 949.922.803
Januari 2011:
10101 Kas/Bank 830.751.500
11101 Piutang Konstruksi 830.751.500
Untuk bulan Agustus 2010, tidak ada pencatatan atas perolehan kas, karena pada
bulan tersebut termin yang ditagihkan kepada PT. BF tidak langsung cair. Termin yang
ditagihkan pada bulan Agustus 2010 cair pada bulan September 2010. Pada bulan
74
September 2010 juga terjadi tagihan termin sebesar Rp 3.414.264.053, tetapi tagihan
tersebut baru cair pada bulan berikutnya, yaitu bulan Oktober 2010. Tagihan pada bulan
Oktober 2010 baru cair di dua bulan berikutnya, yaitu di bulan Desember 2010 sebesar
Rp 949.922.803. Di bulan Januari 2011 ada perolehan kas yang masuk sebesar Rp
830.751.500. Jumlah tersebut adalah cairnya uang retensi selama tiga bulan dari
selesainya kontrak pada bulan Oktober 2010. Untuk jurnal pencatatan kas yang
diperoleh PT. PP (Persero) berdasarkan pendekatan fisik sama dengan kas yang
diperoleh PT. PP (Persero) berdasarkan pendekatan biaya.
IV.2.1.1.5. Laporan Pendapatan dan Laba Kotor (Gross Profit)
Pada lampiran 3, yaitu perusahaan mengakui pendapatan atau laba kotor di satu
periode dengan menggunakan pendekatan biaya, menggambarkan bahwa pada saat
bulan Mei 2010, perusahaan telah mencapai persentase sebesar 12%, maka dari itu, hasil
dari perkalian antara persentase dikurangi dengan biaya yang keluar adalah adalah laba
kotor (Gross Profit) dari perusahaan sebesar Rp 144.550.761. Pada bulan Juni 2010,
perlakuannya sama dengan bulan Mei 2010, tetapi perbedaannya adalah laba kotor bulan
Juni 2010 dikurangi dengan laba kotor di bulan sebelumnya, yaitu bulan Mei 2010. Jadi,
laba kotor yang sebenarnya diperoleh di bulan Juni 2010 adalah Rp 243.410.489.
Peningkatan yang terjadi dari bulan Mei 2010 sampai bulan Juni 2010 adalah
peningkatan yang paling signifikan dibandingkan dengan peningkatan dari bulan satu ke
bulan yang lainnya, yaitu sebesar Rp 98.859.728. Pada bulan berikutnya, yakni bulan
Juli 2010, perlakuannya dan perhitungannya sama dengan bulan Juni 2010, laba kotor
bulan Juli 2010 dikurangi dengan laba kotor bulan Juni 2010. Dari hasil perhitungan
tersebut telah menghasilkan laba kotor sebesar Rp 301.147.118 di bulan Juli 2010. Bulan
75
Agustus 2010 laba kotor yang diperoleh perusahaan adalah sebesar Rp 289.101.523.
Laba kotor pada bulan berikutnya, yaitu bulan September 2010 adalah Rp 214.333.887.
Perolehan laba kotor pada bulan Oktober 2010 adalah suatu penurunan laba kotor.
Selisih penurunan dari bulan sebelumnya sangat besar, yaitu senilai Rp 202.287.990.
Laba kotor yang didapat pada bulan Oktober 2010 terhitung sangat kecil dibandingkan
dengan laba kotor di bulan yang lainnya. Hal ini tercermin dari peningkatan persentase
prestasi dari bulan September 2010 ke bulan Oktober 2010 hanya sebesar 1%.
Pada lampiran 4, yaitu perusahaan mengakui pendapatan atau laba kotor di satu
periode dengan menggunakan pendekatan fisik, menggambarkan bahwa di bulan Mei
2010 tidak terdapat laba kotor yang di dapat oleh PT. PP (Persero). Hal ini dikarenakan
pada saat bulan Mei 2010, belum ada progres yang bisa dijadikan tagihan oleh PT. PP
(Persero) kepada PT. BF. Pada bulan berikutnya, yaitu bulan Juni 2010, PT. PP
(Persero) mendapatkan laba kotor sebesar Rp 77.640.327 yang prestasi persentasenya
sebesar 12%. Di bulan Juli 2010 dengan prestasi sebesar 42%, PT. PP (Persero) telah
mendapatkan laba kotor sebesar Rp 320.965.112. Peningkatan dari bulan Juni 2010 ke
Juli 2010 adalah peningkatan yang paling signifikan dalam metode pendekatan fisik.
Peningkatan ini akan berpengaruh kedalam laporan laba rugi (income statement) PT. PP
(Persero). Pada bulan Agustus 2010, PT. PP (Persero) mendapatkan laba kotor sebesar
Rp 311.337.711 dari persentase sebesar 65%. Pada bulan berikutnya, yaitu bulan
September 2010, PT. PP (Persero) mendapatkan progres sebesar 92% yang berarti
mendapat laba kotor sebesar Rp 231.523.456. Di masa akhir kontrak dengan PT. BF,
yaitu di bulan Oktober 2010, PT. PP (Persero) telah menyelesaikan pekerjaan atau telah
mencapai persentase 100% dimana laba kotor yang didapatkan oleh PT. PP (Persero)
adalah sebesar Rp 145.497.973.
76
IV.2.1.1.6. Jurnal Pengakuan Pendapatan dan Laba Kotor
Menurut buku Kieso, Weygandt, dan Warfield, jurnal untuk mengakui
pendapatan dan laba kotor adalah sebagai berikut:
Construction in Process xxx
Construction Expense xxx
Revenue from Long-Term Contract xxx
Pada PT. PP (Persero) menamakan jurnal ini sebagai Matching Cost. Berikut
adalah jurnal-jurnal dari perusahaan untuk mengakui pendapatan dan mencatat laba
kotor berdasarkan pendekatan biaya:
Mei 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.849.252.839
25900 Laba Kotor 144.550.761
40101 Pendapatan Konstruksi 1.993.803.600
Juni 2010:
14100 Biaya Konstruksi 5.239.549.411
25900 Laba Kotor 243.410.489
40101 Pendapatan Konstruksi 5.482.959.900
Juli 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.852.610.382
25900 Laba Kotor 301.147.118
40101 Pendapatan Konstruksi 4.153.757.500
Agustus 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.698.505.677
25900 Laba Kotor 289.101.523
40101 Pendapatan Konstruksi 3.987.607.200
77
September 2010:
14100 Biaya Konstruksi 616.417.613
25900 Laba Kotor 214.333.887
40101 Pendapatan Konstruksi 830.751.500
Oktober 2010:
14100 Biaya Konstruksi 154.104.403
25900 Laba Kotor 12.045.897
40101 Pendapatan Konstruksi 166.150.300
Berikut ini adalah jurnal-jurnal dari perusahaan untuk mengakui pendapatan dan
mencatat laba kotor berdasarkan pendekatan fisik:
Juni 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.916.163.273
25900 Laba Kotor 77.640.327
40101 Pendapatan Konstruksi 1.993.803.600
Juli 2010:
14100 Biaya Konstruksi 4.663.543.888
25900 Laba Kotor 320.965.112
40101 Pendapatan Konstruksi 4.984.509.000
Agustus 2010:
14100 Biaya Konstruksi 3.510.119.189
25900 Laba Kotor 311.337.711
40101 Pendapatan Konstruksi 3.821.456.900
September 2010:
14100 Biaya Konstruksi 4.254.534.644
25900 Laba Kotor 231.523.456
40101 Pendapatan Konstruksi 4.486.058.100
78
Oktober 2010:
14100 Biaya Konstruksi 1.183.704.427
25900 Laba Kotor 145.497.973
40101 Pendapatan Konstruksi 1.329.202.400
IV.2.1.1.7. Jurnal Kontrak Yang Sudah Selesai
Jurnal ini dibuat atau dicatat apabila perusahaan telah selesai melakukan
pekerjaan kontrak atau telah mencapai persentase prestasi pekerjaan sebesar 100%.
Berikut adalah pencatatan jurnalnya.
Oktober 2010:
21201 Karya Yang Difakturkan 16.615.030.000
11601 Prestasi Yang Akan 16.615.030.000 Menjadi Piutang
IV.2.1.1.8. Perbandingan Pendekatan Biaya dengan Pendekatan Fisik
Pada penelitian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pada metode persentase
penyelesaian memiliki dua pendekatan, yaitu pendekatan biaya dan pendekatan fisik.
Penelitian sebelumnya juga mengemukakan bahwa pada masing-masing metode
pendekatan tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan. Maka dari itu, penulis tertarik
untuk membandingkan pendekatan biaya dengan pendekatan fisik, dan dengan suatu
kontrak yang sama. Perbedaan perhitungan antara metode pengakuan pendapatan
dengan pendekatan fisik dengan pendekatan biaya adalah karena dasar yang digunakan
dalam perhitungan untuk menentukan persentase selesai. Metode pendekatan fisik
adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk menentukan besarnya persentase
penyelesaian hanya berdasarkan kemajuan fisik atau hasil yang dicapai (output measure)
79
dengan mengabaikan usaha-usaha atau biaya yang dicurahkan dalam pelaksanaan
pekerjaan (input measure).
Sedangkan metode pengakuan pendapatan dengan menggunakan pendekatan
biaya adalah suatu pendekatan yang menentukan besarnya persentase penyelesaian
berdasarkan pada ukuran masukan (input measure). Metode ini menentukan besarnya
persentase dengan cara membandingkan total biaya aktual yang dikeluarkan pada
periode tersebut dengan taksiran total biaya keseluruhan untuk menyelesaikan proyek.
Jadi dalam menghitung pendekatan biaya, dibutuhkan sebuah estimasi atau RAB dari
setiap kontrak.
Perbandingan Antara Pendekatan Biaya dan Fisik
Gambar 2
Pada gambar 1 diatas, bisa terlihat perbedaan antara pendekatan biaya dengan
pendekatan fisik. Berdasarkan pendekatan fisik, di bulan Mei 2010 prestasi masih 0%,
sedangkan berdasarkan pendekatan biaya sudah mencapai 12%. Hal ini dikarenakan
apabila menggunakan pendekatan biaya, persentase prestasi berdasarkan biaya yang
telah keluar selama kontrak tersebut berjalan. Apabila menggunakan pendekatan fisik,
80
persentase prestasi berdasarkan hasil atau karya fisik yang telah dihasilkan. Jadi, pada
bulan Mei 2010, prestasi pendekatan fisik dari kontrak kepada PT.BF adalah masih 0%,
sedangkan untuk prestasi pendekatan biaya 12%, karena awal untuk memulai sebuah
proyek, di lapangan pekerjaan harus membeli peralatan kerja, persiapan untuk pekerjaan,
dan lainnya.
Untuk grafik pada kontrak tersebut juga telah menggambarkan bahwa
pendekatan biaya mengalami kenaikan terus-menerus pada periode awal, setelahnya
lebih stabil. Sebaliknya, pada pendekatan fisik, di periode awal terlihat lambat untuk
kenaikan grafik, setelah itu meningkat secara drastis. Pada hal ini dikarenakan, di
periode awal pengerjaan suatu proyek, perusahaan konstruksi harus membeli bahan yang
cukup banyak dan awal mula pengerjaan adalah pembuatan pondasi. Untuk membuat
pondasi yang kuat, membutuhkan biaya yang cukup besar dan memakan waktu yang
lebih lama. Maka bisa di lihat pada periode awal pengerjaan kontrak diatas untuk
pendekatan biaya sudah mencapai 12%, sedangkan untuk pendekatan fisik masih 0%
IV.2.1.1.9. Laporan Keuangan Parsial
Pada laporan keuangan parsial yang dicantumkan pada lampiran 5 dan 6, sudah
terlihat bahwa bagian-bagian yang berpengaruh adalah pada bagian laporan rugi laba
(income statement). Seperti yang telah diketahui, inti dari laporan rugi laba adalah
seluruh pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan PT. PP (Persero) dikurangi dengan
seluruh biaya yang ada pada periode tersebut. Untuk jumlah dan bilangan yang ada di
laporan rugi laba pada lampiran 5 dan 6 sudah didapat dari pencarian laba kotor (gross
profit) perusahaan pada lampiran 3 dan 4. Maka, hasil dari lampiran 3 dan 4 sama
dengan hasil lampiran 5 dan 6 pada bagian laporan rugi laba.
81
Dalam posisi laporan keuangan (statement of financial statement) yang telah
dicantumkan pada lampiran 5 dan 6, maka yang berpengaruh adalah bagian aset lancar
(current asset) apabila biaya dan laba yang diakui oleh perusahaan telah melebihi dari
tagihan atau termin yang ada pada periode tersebut. Pada PSAK 34 (revisi 2010), kasus
ini telah dicantumkan pada paragraf 41, yang dinamakan jumlah tagihan bruto kepada
pelanggan sebagai aset. Apabila tagihan atau termin melebihi dari biaya dan laba yang
diakui oleh perusahaan, maka akan berpengaruh kepada hutang/kewajiban lancar
perusahaan. Hal ini telah dicantumkan pada PSAK paragraf 41, yaitu jumlah hutang
bruto dari pelanggan sebagai liabilitas.
Untuk kontrak yang dilakukan oleh PT. PP (Persero) dengan pelanggan PT. BF,
ada tagihan atau termin yang melebihi biaya dan laba yang diakui oleh perusahaan. Hal
ini terdapat pada lampiran 6 di bulan Mei 2010, Juni 2010, dan September 2010.
Masing-masing jumlahnya adalah Rp 56.491.102, Rp 61.974.062, dan Rp 62.618.663.
Sedangkan dalam bulan Mei 2010 hingga Juli 2010, PT. PP (Persero) memiliki hutang
terlebih dahulu karena mendapatkan uang muka. Pada saat Agustus 2010 sampai
Oktober 2010, baru akan mendapatkan piutang. Piutang pada bulan Oktober 2010 tidak
berjumlah 0 karena masih ada termin yang cair pada bulan Desember 2010 dan juga
uang retensi yang cair tiga bulan setelah kontrak selesai, yaitu bulan Januari 2011.
Untuk lampiran 5, yaitu laporan dengan pendekatan biaya, terlihat bahwa
pembagian persentase lebih merata dan lebih akurat. Karena berdasarkan biaya yang
keluar dan usaha yang dilakukan. Pada bagian hutang dan piutang di lampiran 5 sama
dengan lampiran 6, yaitu dari Mei 2010 sampai Juli 2010 memiliki hutang, baru dari
Agustus 2010 sampai Oktober 2010 PT. PP (Persero) memiliki piutang. Di dalam
82
lampiran 5 juga tidak memiliki yang dinamakan hutang bruto, karena tidak ada tagihan
termin yang melebihi biaya atau laba yang diakui oleh perusahaan.
IV.3 Pengungkapan
Dalam PSAK 34 (revisi 2010) menyebutkan bahwa sebuah entitas atau
perusahaan konstruksi harus mengungkapkan sebuah informasi dalam laporan keuangan.
Pertama yang harus ditampilkan dan diungkapkan adalah jumlah pendapatan kontrak
yang diakui sebagai pendapatan pada suatu periode. Kedua adalah metode yang
digunakan untuk menentukan pendapatan kontrak yang diakui pada periode yang terkait.
Ketiga adalah metode yang digunakan untuk menentukan tahap penyelesaian kontrak.
Setelah melihat dokumentasi dari perusahaan PT. PP (Persero), maka bisa dilihat
bahwa perusahaan telah mengungkapkan di dalam laporan keuangan jumlah pendapatan
kontrak yang diperoleh. Pendapatan ini dengan jelas dituliskan dalam laporan keuangan
perusahaan tahun 2010, sebesar Rp 4.401.228.558.349. Namun, sebesar Rp
3.135.432.942.567 atau sebesar 71,24% pada periode tahun 2010, dari pendapatan usaha
merupakan pendapatan usaha dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Di dalam
laporan keuangan perusahaan, pada bagian catatan atas laporan keuangan (notes to
financial statement) telah disajikan metode yang digunakan perusahaan untuk
menentukan pendapatan kontrak. Metode yang digunakan perusahaan adalah metode
persentase penyelesaian. Pengungkapan atas metode ini dapat dilihat pada bagian
kebijakan akuntansi dengan poin “pengakuan pendapatan dan beban”. Untuk
menentukan tahap penyelesaian kontrak, perusahaan telah menyajikan metode yang
digunakan pada laporan keuangan, pada bagian catatan atas laporan keuangan (notes to
financial statement). Hal ini dapat dilihat pada bagian kebijakan akuntansi. Metode yang
83
digunakan oleh perusahaan adalah metode pendekatan fisik atau berdasarkan kemajuan
fisik proyek yang dituangkan dalam Laporan Prestasi Proyek (LPP). Maka, untuk
pengungkapan ini, PT. PP (Persero) sudah sesuai dengan PSAK 34.
Entitas atau perusahaan juga harus mengungkapkan jumlah agregat biaya yang
terjadi dan laba yang diakui sampai tanggal pelaporan, jumlah uang muka yang diterima
dan jumlah retensi untuk pekerjaan dalam proses penyelesaian pada akhir periode
pelaporan.
Untuk pengungkapan jumlah agregat biaya dan laba yang diakui, PT. PP
(Persero) sudah mengungkapkannya pada catatan laporan keuangan perusahaan di
nomor 8, sebesar Rp. 9.597.173.613.359. Tetapi, PT. PP (Persero) tidak menampilkan
secara terpisah antara biaya dan laba yang diakui. Yang ditampilkan langsung gabungan
antara biaya dan laba yang diakui. Jadi, pembaca tidak mengetahui secara spesifik biaya
konstruksi dan laba yang diakui masing-masing. Untuk pengungkapan jumlah uang
muka, perusahaan telah mengungkapkannya di dalam catatan atas laporan keuangan
perusahaan pada nomor 12. PT. PP (Persero) telah mengungkapkan uang muka selama
tahun 2010 secara transparan, dimana uang muka tersebut dijabarkan kembali menjadi
tiga bagian, yaitu uang muka supplier/pemasok, uang muka subkontraktor, dan uang
muka dinas. Untuk pengungkapan jumlah retensi, PT. PP (Persero) juga telah
mengungkapkannya didalam catatan atas laporan keuangan perusahaan pada nomor 7,
dengan jumlah retensi sebesar Rp 273.899.527.003. Maka untuk pengungkapan ini, PT.
PP (Persero) juga telah sesuai dengan ketentuan PSAK 34.
Di dalam PSAK 34 (revisi 2010) juga menyebutkan bahwa entitas atau
perusahaan harus menyajikan jumlah tagihan bruto kepada pelanggan sebagai aset dan
juga jumlah hutang bruto dari pelanggan sebagai liabilitas atau kewajiban.
84
Dalam hal menyajikan jumlah tagihan bruto, PT. PP (Persero) sudah
mengungkapkan di dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan pada nomor 8,
dengan jumlah Rp 951.946.070.061. Jumlah tersebut adalah selisih antara biaya yang
terjadi ditambah laba yang diakui (Rp 9.597.173.613.359), dikurangi dengan jumlah
kerugian dan termin yang diakui (Rp 8.645.227.543.298). Untuk jumlah hutang bruto,
pada tahun 2010 PT. PP (Persero) tidak memiliki jumlah hutang bruto, karena PT. PP
(Persero) sudah mendapatkan jumlah tagihan bruto pada tahun 2010. Maka, untuk
pengungkapan ini, PT. PP (Persero) sudah sesuai dengan ketentuan dari PSAK 34.
85
Recommended