View
233
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
Teknik Autmatik
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN
Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang dianggap
penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan, analisis dan
desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih, bersama- sama dengan
teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram nyquist.
Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa karakteristik
tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem, fungsi alih.
Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa, pada umumnya. Teori
ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan (time invariant).
Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah (time varying).
Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control modern dengan
salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum kita mempelajari
lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan, variable keadaan,
vector keadaan dan ruang keadaan.
Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari variable
yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui
variable- variable ini pada = 0, bersama-sama dengan masukan untuk 0, kita
dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk 0. Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh
keadaan tersebut pada = 0 dan masukan untuk 0 dan tidak bergantung pada
keadaan dan masukan sebelum 0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier
parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol
Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan
terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling
tidak diperlukan n variable 1(), , () untuk melukiskan secara lengkap
perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk
0 dan syarat awal pada = 0 maka keadaan sistem yang akan datang telah
ditentukan secara lengkap), maka n variable 1(), 2() ., () tersebut
merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan
tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian
secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.
Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan
secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat
dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector
keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan
sistem x(t) untuk setiap 0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk 0.
2
Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu 1,
sumbu 1, , sumbu disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan
dengan suatu titik pada ruang keadaan.
BAB II
URAIAN MATERI
2.1 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM
System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped
element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu
sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan
diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks
vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable
keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan
keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian
ruang keadaan dari system kontinyu.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan
diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau
system orde ke n berikut:
() + 1
(1) + + 1 + = (1-1)
Dengan mengingat bahwa, (0), (0), . . ., (0)(1)
, bersama-sama dengan masukan
() untuk 0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,
maka kita dapat memilih (), (), . . ., ()(1)
sebagai himpunan variable keadaan.
(Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup mudah.
Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi yang
disebabkan oleh pengaruh desing(noise) inheren pada setiap kondisi praktisi, maka
pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).
Marilah kita definisikan
1 =
3
1 =
. . .
= (1)
Selanjutnya persamaan (1 1) dapat ditulis sebagai
1 = 2
2 = 3
. . .
1 =
= 1 . . . 1 +
atau
= + (1-2)
dimana
= [
12...
] , =
[
0 0 0 0 0 0 0 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 0
1 2 1 ]
, B=
[ 0 0 ...1 ]
Persamaan keluaran menjadi
= [1 0 0] [
12...
]
atau
= (1-3)
dimana
= [1 0 0]
Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan
keadaan, dan persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.
Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh
+ 6 + 11 + 6y =6u (1-4)
4
Dimana adalah keluaran dan adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang
keadaan dari system.
Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut
1 =
2 =
3 =
Selanjutnya kita peroleh
1 = 2
2 = 3
3 = 61 113 + 6
Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan persamaan
diferensial asal untuk turunan yang tertinggi dan kemudian mensubtitusikan
= 1, = 2, = 3 ke dalam persamaan yang diperoleh. Dengan menggunakan
notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama ini dapat digabung
menjadi satu sebagai berikut:
[123
] = [00
10
6 11
01
6] [
123
] + [006] [] (1-5)
Persamaan keluaran dinyatakan oleh
= [1 0 0] [
123
] (1-6)
Persamaan (14-5) dan (14-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:
= + (1-7)
= (1-8)
dimana
= [00
10
6 11
01
6] , = [
006] , = [1 0 0]
Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan dan
persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan balik
tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan (1-4).
5
Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan
variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa 1, 2, ,
adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel
keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi
1 = 1(1, 2, . . . , )
2 = 1(1, 2, . . . , )
3 = 1(1, 2, . . . , )
Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga 1, 2, . . . , terdapat suatu
himpunan harga 1, 2, . . . , yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika merupakan suatu
vektor keadaan, maka yang memenuhi hubungan
=
Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.
Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai
perilaku system.
Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh
persamaan 1-7 dan 1-8
Eigenvalue dari matriks A n x n Eigenvalue dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
| | = 0
Eigenvalue sering disebut akar karakteristik.
Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:
6
= [00
10
6 11
01
6]
Persamaan karakteristik adalah
| | = [0
1
6 11
01
+ 6]
= 3 + 62 + 11 + 6
= ( + 1)( + 2)( + 3) = 0
Eigenvaule dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3
Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita
akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan
system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru 1, 2 dan
3 dengan transformasi
[
123
] = [1
11
21 4
1
39
] [
123
]
Atau
= (1-9)
Dimana
= [1
11
21 4
1
39
] (1-10)
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita
peroleh
= +
Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan maka kita
peroleh
= + (1-11)
Atau
[123
] = [3
32,54
1 1,5
0,510,5
] [00
10
6 11
01
6] [
11
12
1 4
139
] [
123
]+
7
[3
32,54
1 1,5
0,510,5
] [006
] []
Setelah disederhanakan, kita peroleh
[123
] = [10
02
0 0
00
3] [
123
] + [3
63
] [] (1-12)
Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang
didefinisikan oleh persamaan (1-5).
Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi
=
atau
= [1 0 0] [1
11
21 4
1
39
] [
123
] (1-13)
= [1 0 0] [
123
]
Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan
(1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas
terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas tidak
saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-1AP pada
persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga eigenvalue dari A. sangat penting untuk
diingat bahwa eigenvalue dari A dan eigenvalue dari P-1AP adalah identik. Berikut
ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.
Invariansi eigenvalue. Untuk membuktikan invariansi eigenvalue pada
suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |I
P-1AP| adalah identic.
Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian
determinan-determinannya, maka kita peroleh
| I P-1AP | = | P-1P P-1AP |
= | P-1 (I A) P|
= | P-1 || I A || P|
= | P-1 || P || I A |
8
Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan determinan
hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh
| I P-1AP | = |P-1P | | I A |
= | I A |
Jadi telah kita buktikan bahwa eigenvalue dari A tidak berubah dengan adanya
transformasi linier.
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n dengan
eigenvalue-eigenvalue yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 0 0 0 0 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 0
1 2 1 ]
Maka transformasi x = Pz di mana
P =
[
1 1 1 1 2
12 1
2 2
. . . . . . . . .
11 2
1 1 ]
1, 2, . . ., = n eigenvalue dari A yang berbeda akan mentrasformasikan
1 AP menjadi matriks diagonal, atau
1 AP =
[ 1
2
.
0
0 .
.
]
Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan
eigenvalue jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai
contoh, jika matriks
A 3 x 3 di mana
A = [0 1 00 0 1
3 2 1
]
Mempunyai eigenvalue 1, 2, 3, maka transformasi x=Sz di mana
9
A = [
1 0 11 1 21
2 21 32]
Akan menghasilkan
1AS = [1 1 00 1 00 0 3
]
Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.
Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan
1-3, yakni
+ 6 + 11 + 6y =6u (1-15)
Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh
persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan
teknik uraian pecahan parsial.
Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:
()
() =
6
+ + + =
(+)(+)(+)
()
() =
(+) +
(+) +
(+)
Oleh karena itu
() =
(+) U(s)+
(+) U(s)+
(+) U(s) (1-16)
Marilah kita definisikan
() =
(+) U(s) (1-17)
() =
(+) U(s) (1-18)
() =
(+) U(s) (1-19)
Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita
peroleh
1 = 1 + 3
2 = 22 6
3 = 33 + 3
Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai
Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)
10
Maka kita peroleh
= 1 + 2 + 3
dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh
[123
] = [10
02
0 0
00
3] [
123
] + [3
63
] [] (1-20)
y = [1 1 1] [
123
] (1-21)
Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)
dan (1-13).
Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan
(1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic
dengan eigenvalue dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi
alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial () () , tampak pada blok-blok
umpan maju.
11
Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan
(1-20) dan (1-21)
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh persamaan
diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan multi
keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, 1, 2, . . . ,
menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; 1, 2, . . . , menyatakan variabel
masukan; dan 1, 2, . . . , adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh
persamaan system sebagai berikut:
1 = 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1 () + 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1()
2 = 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2 () + 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2()
. . . 3 = 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + () + 1 ()1 +
2 ()2+ . . . + ()
12
Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.
Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks
vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai
= () + () (1-22)
Dimana
= [
12...
] = vektor keadaan
= [
12...
] = vektor masukan (atau control)
() =
[ 11() 12() 1 ()
21() 22() 2 () . . .
. . . . . . . . .
1 () 2 () () ]
() =
[ 11() 12() 1 ()
21() 22() 2 () . . .
. . . . . . . . .
1 () 2 () () ]
Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu
persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan
13
defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,
merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada
persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].
Untuk sinyal keluaran kita peroleh
1 = 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1 () + 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1()
2 = 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2 () + 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2()
. . .
3 = 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + () + 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + ()
Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai
Y= A(t) + B(t)u (1-22)
Dimana
= [
12...
] = vektor keadaan
() =
[ 11() 12() 1 ()
21() 22() 2 () . . .
. . . . . . . . .
1 () 2 () () ]
() =
[ 11() 12() 1 ()
21() 22() 2 () . . .
. . . . . . . . .
1 () 2 () () ]
Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),
C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.
Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang
didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada
gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak panah
ganda pada diagram tersebut.
14
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk turunan.
Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak, seperti
() + 1
(1) + + 1 + = 0 () + 1
(1) + + 1 + (1-24)
Maka himpunan n variabel y, , , , y tidak memenuhi persyaratan sebagai himpunan
variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak dapat
digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama
(a)
(b)
Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh persamaan
(1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada gambar 1-5 (a).
1 = 2
2 = 3
. . .
15
1 =
= 1 12 . . . 1 + 0 () + 1
1 + . . . +
Dimana 1 = tidak menghasilkan jawab yang unik.
Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini
terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.
Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi
turunan-turunan u pada persamaan keadaan.
Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control
modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel
keadaan
1 = 0
2 = 0 1 = 1 1
3 = 0 1 2 = 2 2 (1-25)
= (1) 0
(1) 1(2) 2 1 = 1 1
Dimana 0, 1, 2, , ditentukan dari
0 = 0
1 = 1 10
2 = 2 11 20 (1-26)
3 = 3 12 21 30
= 11 11 0
Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini
bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan
memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan
persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai
berikut:
[
12...
1 ]
=
[
0 1 0 0 0 0 1 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 1
1 2 1 ]
[
12...
1 ]
+
[
12...
1 ]
[]
16
y= [1 0 0] [
12...
] + 0
= Ax + Bu
y = Cx + Du
x =
[
12...
1 ]
, A =
[
0 1 0 0 0 0 1 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 1
1 2 1 ]
B =
[
12...
1 ]
, C = [1 0 . . . 0], D = 1 = 0
Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)
Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada
system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan (1
24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.
Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut
()
()=
+ 1
1 + + 1 +
+ 11 + + 1 +
Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)
Contoh 1-5. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih
lup tersebut adalah
()
()=
160 ( + 4)
3 + 182 + 192 + 640
17
Gambar 1-6. System control
Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah
+ 18 + 192 + 640 = 160 + 640
Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut
Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan
1 = 0
2 = 0 1 = 1 1
3 = 0 1 2 = 2 2
Dimana 0, 1, dan 2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:
0 = 0 = 0
1 = 1 10 = 0
2 = 2 11 20 = 160
3 = 3 12 21 30 = 2240
Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi
[123
] = [00
10
640 192
01
18] [
23
] + [0
1602240
] []
Persamaan keluarannya menjadi
y= [1 0 0] [
123
]
2.2 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN
Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier
parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru
meninjau kasus non homogeny.
Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan persamaan
diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan diferensial scalar
= (1-29)
18
Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang
mempunyai bentuk
() = 0 + 1 + 22 + +
+ (1-30)
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita
peroleh
1 + 22 + 332 + +
1 + = (0 + 1 + 22 + +
+ )
(14-31)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)
harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien dari
suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah
1 = 0
2 =1
21 =
1
220
3 =1
32 =
1
3 230
=1
!0
Harga 0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau
(0) = 0
Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai
() = (1 + +1
2!22 + +
1
! + ) (0)
= (0)
Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor
= (1-32)
Dimana
x = vektor n dimensi
A = matriks konstan n n
Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut berbentuk
deret pangkat vektor dalam t, atau
() = 0 + 1 + 22 + +
(1-33)
19
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita
peroleh
1 + 22 + 332 + +
1 + = (0 + 1 + 22 + +
+ )
(1-34)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)
harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien dari
suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh
1 = 0
2 =1
21 =
1
220
3 =1
32 =
1
3 230
=1
!0
Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh
(0) = 0
Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai
() = ( + +1
2!22 + +
1
! + ) (0)
Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks
n n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial
scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis
+ +1
2!22 + +
1
! + =
Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai
() = (0) (1-35)
Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan
system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari suatu
matriks An n
=
!
=0
20
Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu perhitungan
computer untuk menghitung elemen-elemen dengan cara uraian deret secara mudah
dapat dilakukan).
Karena kekonvergenan deret tek terhingga
!=0 , maka deret tersebut
didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh
= + 2 +
22
2!+ +
1
( 1)!+
= [ + +22
2!+ +
1
(1)!+ ] =
= [ + +22
2!+ +
1
(1)!+ ] =
Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa
(+) =
Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
= (
!
=0
)(
!
=0
)
=
=0
( 1
! ( 1)!
=0
)
=
=0
( ( + )
!
=0
)
= (+)
Khususnya, jika s = -t, maka
= = () =I
Jadi kebalikan dari adalah . Karena kebalikan dari selalu ada, maka
adalah matriks non-singuler.
Sangat penting untuk diingat bahwa
(+) = jika AB = BA
(+) jika AB BA
Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
(+) = + ( + ) +(+)2
2!2 +
(+)2
3!3 +. . .
= (I + At + Bt) (I + Bt + 22
2!+
33
3!+ )
21
= I + (A +B)t + 22
2! + (A +B)2 +
22
2! +
33
3! +
33
2! +
33
2! +
33
3!+
Oleh karenanya
(+) = 2!
2 + 2++ 2+2222
2!+
Selisih antara (+) dan akan nol jika A dan B komut.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogeny persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar
= (1 -36)
Transformasi laplace dari persamaan (1-36)
sX(s) x(0) =aX(s) (1-37)
di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh
X(s) = (0)
= ( )1 x(0)
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab
x(t) = (0)
Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan
untuk persamaan keadaan homogen.
= Ax(t) (1-38)
Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah
sX(s) x(0) =AX(s)
di mana X(s) = L[x]. selanjutnya
(sI A)X(s) = x(0)
Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI A)1 , maka
kita peroleh
X(s) = (sI A)1(0)
Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi
X(t) = 1 [(I A)1](0) (1-39)
Perhatikan bahwa
(sI A)1 = I
+
2+
2
3+
Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI A)1 adalah
22
1[(sI A)1] = I + At + 22
2!+
33
3!+ = (1-40)
(Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari
transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan
persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai
x(t) = (0)
Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut
memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk
ponensial matriks.
Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan
= (1 -41)
Sebagai
x(t) = ()(0) (1 -42)
di mana () adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari
(t) = A (), (0) = 1
Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa
x(0) = (0)(0) = I(0)
dan
(t) = (t)x(0) = Ax(t)
Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari
persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh
(0) = = 1 [(I A)1]
perhatikan bahwa
1() = = ()
Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan
transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik () disebut matriks transisi
keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak
bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).
Jika eigenvalue 1, 2, , dari matriks A berbeda, maka () akan
mengandung n eksponensial
1, 2, ,
23
Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka
() = =
[ 1
1
.
0
0 .
.
1]
(A : Diagonal)
jika ada eigenvalue rangkap, missal,jika eigenvalue dari A adalah
1, 2,3,4, ,
Maka () di samping akan mengandung suku 1, 2, 3 , , juga
mengandung suku 1 dan 21
Sifat sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting
dari matriks transisi keadaan (). untuk system parameter konstan
=
Sehingga diperoleh
() =
maka
1. (0) = 0 = I
2. () = = [()]1 atau [()]1 = ()
3. (1 + 2) = (1+2) = 1 2 = (1)(2) (2)(1)
4. [()] = ()
5. (2 1) (1 0) = (2 0) = (1 0)(2 1)
contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:
[12
] = [0 1
2 3] [
12
]
Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan 1()
Untuk system ini,
A = [0 1
2 3]
Matriks transisi keadaan () dinyatakan oleh
() = = 1 [(I A)1]
karena
sI A = [ 00
] [0 1
2 3] = [
12 + 3
]
24
kebalikan dari (sI A) di berikan oleh
(sI A) 1 = I
(+1)(+2) [ + 3 12
]
= [
s+3
(+1)(+2)
I
(+1)(+2)
2
(+1)(+2)
s
(+1)(+2) ]
Oleh karena itu
() = = 1 [(I A)1]
= [ 2 2 2
2 + 22 + 22]
Dengan mengingat bahwa 1() = (), maka di peroleh kebalikan matriks
transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:
() = = [ 2 2 2
2 + 22 + 22]
jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar
= + (1 -43)
Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut
=
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan ,kita peroleh
[() ()] =
[()] = ()
Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh
() = (0) + ()
0
Atau
() = (0) + ()
0
Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku
keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).
Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan
oleh
= + (1 -44)
25
Dimana
x = vektor n dimensi
u = vektor r dimensi
A = matriks konstan n x n
B = matriks konstan n x r
Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai
() = ()
Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan , kita peroleh
[() ()] =
()] =()
Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh
() = (0) + ()
0
atau
() = (0) + ( )()
0 (1-45)
Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai
() = ()(0) + ( )()
0 (1-46)
dimana
() =
Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t) merupakan
jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang ditimbukan oleh
vektor masukan.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non homogen.
Jawab persamaan keadaan non homogen.
= +
juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace
dari persamaan (1-44) adalah
() (0) = () + ()
Atau
( )() = (0) + ()
26
Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan ( )1, kita
peroleh
() = ( )1(0) + ( )1()
Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita peroleh
() = [](0) + []()
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan
menggunakan integral konvolussebagai berikut:
() = (0) + ()()
0
Jawab dalam bentuk x(0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.
Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan 0, bukan lagi 0, maka jawab
persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi
() = (0)(0) + ()()
0
Contoh 14-7. Carilah respon waktu system berikut:
[12
] = [0 1
2 3] [
12
] + [01] []
Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau
() = 1()
Untuk system ini
= [ 0 12 3
], = [01]
Matriks transisi keadaan () = telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai
() = = [ 2 2 2
2 + 22 + 22]
Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:
() = (0) + [ 2 2 2
2 + 22 + 22] [0
1]
0
[1]
Atau
[1()2()
] = [ 2 2 2
2 + 22 + 22] [
1(0)2(0)
] + [1
2 +
1
22
2]
27
Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat
disederhanakan menjadi
[1()2()
] = [1
2 +
1
22
2]
2.3 MATRIKS ALIH
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.
Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: ()
() G(s)
Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai
berikut
Ax + Bu
y = Cx + Du
di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari
persamaan ruang keadaan diatas adalah
sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)
Y(s)=CX(s)+ DU(s)
Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi
laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,
maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol
Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+
DU(s) maka diproleh
Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)
Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan
()
() G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI A)-1B +D
Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan
persamaan G(s)=C (sI A)-1B +D melibatkan (sI A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat
ditulis sebagai
G(s)=()
||
28
Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI A) sama dengan polinomial
karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole pole dari G(s)
Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan
keluaran berikut:
=-5X1-X2+2U
2=3X1-X2+5U
y= X1+2X2
Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis
[12
]=[5 13 1
] [12
]+[25][u]
y= [1 2] [12
]
Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah
G(s)= C(sI A)-1B
= [1 2] [ + 5 13 + 1
] -1 [25]
= [1 2][
+1
(+2)(+4)
1
(+2)(+4)
3
(+2)+(+4)
+5
(+2)+(+4)
] [2 5]
= 12+59
(+2)(+4)
Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)
atau
Y(s)= G(s)U(s)
Sedangkan untuk matriks alih multi masukan multi keluaran sebagai berikut
G(s)=c(Si-A)-1 B+D
Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-
multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya
H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan
E(s).mempunyai persamaan:
B(s)=H(s)Y(s)
=H(s)Go(s)E(s)
29
U(s) E(s) Y(s)
B(s)
Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi
matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari
matriks alih masing masing elemennya.
Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :
Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)
= Go(s)[U(s-H(s)Y(s)
Maka kita peroleh
[I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)
Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,
menghasilkan
Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)
Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh
G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)
2.4 SISTEM LINIER PARAMETER BERUBAH
Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control
adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter
berubah.
Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)
menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik
pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat
menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan
nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada
umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.
Contoh: =a(t)x
Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut
+ Go(s)
H(s)
30
X(t)=e ()
X(t0)
Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh
(t,t0 )=exp [ ()
0 ]
Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-
vektor. Contohnya
=A(t)x
Dimana
X(t)=vector n dimensi
A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan
X(t)=(t,t0) x (t0)
Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan
diferensial matriks berikut
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I
Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena
X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)
Dan (t0)=
[(t,t0) x (t0)]
= (t,t0) x (t0)
= A(t) (t,t0) x (t0)
= A(t) X (t)
Kita lihat bahwa jawab persamaan =a(t)x hanyalah merupakan transformasi
keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem
parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan =a(t)x
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan (
) komut. Jadi
(t,t0)=exp (
) ] ( jika dan hanya jika A(t) dan (
) komut )
31
Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka
A(t) dan (
) komut, jika (
) tidak komut maka ada satu cara yang
sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)
secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :
(t,t0)=I + (
) + (
) [ (
)]d1 +
Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk
tertutup
Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah
[12
]=[0 10
] [12
]
Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan
(t,t0)=I + (
) + (
) [ (
)]d1 +
Maka
()
= [
]
d =[
]
[
]
{ [
]
} d1= [
]
[
] d1 = [
]
maka kita peroleh
(t,0) =[
] + [
] +[
] +
Sifat sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar
sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)
1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)
Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa
X(t1) =(t1,t0) x (t0)
X(t2)= (t2,t0) x (t0)
Juga
X(t2)= (t2,t1) x (t1)
Oleh karena itu
X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)
32
Sehingga
(t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)
(t1,t0)= -1 (t0,t1)
untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
(t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)
Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka
(t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)
Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :
Contoh : = A(t)x + B (t)u
Dimana :
X : vector n dimensi
U : vector r dimensi
A(t): matriks n x n
B(t): matriks n x r
Elemen elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Untuk menjawabnya misal:
x(t) = ( t,t0) (t)
dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :
( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I
Selanjutnya
(t)=
[(t,t0)(t)
=( t,t0) (t) + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)
Oleh karena
(t,t0)(t) = B(t) u(t)
Atau
(t) = -1(t,t0)B(t) u(t)
Dengan demikian ,
(t)= (t0) +
(,t0)B() U() d
33
Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)
Maka jawab persamaan = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai
x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0) 1
0(,t0)B() U() d
=(t,t0) x (t0) + 1
0(t,)B() U() d
Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) + 1
0(t,)B() U() d
dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital
2.5 PENYAJIAN RUANG-KEADAAN DARI SISTEM WAKTU-DISKRIT
Pendekatan ruang keadaan pada analisis system dinamik dapat diperluas
untuk kasus waktu diskrit bentuk diskrit hamper sama dengn bentuk kontinyunya.
Bentuk penyajian paling umum ddari system waktu diskrit:
( + 1) = ()() + ()() (1-65)
= ()() + ()() (1-66)
dimana: () vector keadaan, () vector masukan, dan () vector keluaran,
masing-masing ditentukan pada = , = 0,1,2,3. . ., dan T periode cacah.
[Perhatikan jika tidak ada penjelasan lain kita akan menggunakan notasi ()
menunjukan (). Jadi, () menunjukkan vector () pada = . Dengan cara
yang sama kita gunkan notasi yang lebih sederhana
(), (), (),(), (), ()]. Persamaan (1-65) dan (1-66) merupakan
kasus parameter berubah. Gambar 1-10 menunjukkan diagram blok dari system
waktu-diskrit yang dinyatakan pleh Persamaan (1-65) dan (1-66). Elemen tunda-
satuan mempunyai waktu tunda T detik.
Jika system linear waktu-diskrit tersebut arameternya konstan, maka
Persamaan (1-65) dan (1-66) dimodifikasi menjadi
( + 1) = () + () (1-67)
() = () + () (1-68)
34
Gambar 1-10. Penyajian diagram-blok dari system waktu diskrit yang dinyatakan
oleh persamaan (1-65) dan (1-66).
Pada hal ini kita akan membahas persamaan (1-67) dan (1-68).
Penyajian ruang keaadan dari perrsamaan differensial scalar parameter
konstan dengan fungsi penggerak bu(k). Persamaannya sebagai berikut:
( + ) + 1( + 1) + 2( + 2) + + 1( + 1) + () =
() (1-69)
dimana: menyatakan saat pencacahan ke ,
() keluaran system pada saat [encacahan ke
() masukan pada saat pencacahan ke .
1() = ()
1( + 1) = 2()
2( + 1) = 3()
. . .
1( + 1) = ()
( + 1) = 1() 21() 1() + ()
Selanjutnya Persamaan (14-69) dapat ditulis dalam bentuk berikut :
[
1( + 1)
2( + 1)
1( + 1)
( + 1) ]
=
[
0 1 0 000
00
00
01
1 1 1]
[
1()2()
1()() ]
+
[ 000]
[u(k)]
35
() = [1 0 0] [
1()2()
()
]
atau
( + 1) = () + ()
() = ()
dimana
() =
[
1()
2()
1()
() ]
, =
[
0 1 0 000
00
00
01
1 1 1]
, =
[ 000]
= [1 0 0 0]
Penyajian ruang keadaaan dari persamaan diferensi scalar dengan fungsi
penggerak meliputi (), ( + 1),. . . , ( + ).Tinjau persamaan differensi
berikut ini:
( + ) + 1( + 1) + 2( + 2) + + 1( + 1) +
2() = 0( + ) + 1( + 1) + 2( + ) + + 1( + ) +
() (1-70)
dimana k menyatakan saat pecahaan ke , () adalah keluaran system pada saat
pecacahan ke , dan () adalah masukan pada saaat pencacahan ke .
seperti halnya system persamaan differensial scalar yang dinyatakan oleh
persamaan (1-24), marilah kita definisikan variable keadaan berikut :
1() = () 0()
2() = 1( + 1) 1()
3() = 2( + 1) 2()
() = 1( + 1) 1()
di mana 0, 1, 2, ,
0 = 0
1 = 1 10
2 = 2 11 10
36
= 11 11 0
Dengan pemilihan variable keaadaan ini, kita peroleh persamaan keadaaan waktu-
diskrit dan persamaan keluaran dari Persamaan (14-70):
[
1( + 1)
2( + 1)
1( + 1)
( + 1) ]
=
[
0 1 0 000
00
00
01
1 1 1]
[
1()
2()
1()
() ]
+
[
12
1 ]
[()]
() = [1 0 0] [
1()
2()
()
] + 0()
atau
( + 1) = () + ()
() = () + ()
dimana
() =
[
1()
2()
1()
() ]
, =
[
0 1 0 000
00
00
01
1 1 1]
, =
[ 000]
= [1 0 0 0], = 0 = 0
Syarat awal dari 1(0), 1(0), , (0)
1(0) = (0) 0(0)
2(0) = (1) 0(1) 1(0)
3(0) = (2) 0(2) 1(1) 2(0)
. . .
(0) = ( 1) 0( 1) 1( 2) 2(1) 1(0)
Contoh
1. Carilah penyajian ruang keaadaan dari system yang dinyatakan oleh
( + 2) + ( + 1) + 0.16() = ( + 1) + 2()
Dengan mendefinisikan variable keadaan berikut,
1() = ()
2() = 1( + 1) ()
37
Persamaan differensial tersebut dapat diubah ke bentuk ruang keaadaan
standar:
1( + 1) = 2() ()
2( + 1) = 0.161() 2() + ()
() = 1()
Selanjutnhya,
[1( + 1)
2( + 1)] = [
0 10.16 1
] [1()
2()] + [
11] [()]
() = [1 0] [1()
2()]
Syarat awalnya diberikan oleh
[1(0)
2(0)] = [
(0)(1) (0)
]
2.6 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN WAKTU-DISKRIT
Pada hal ini, kita yang kita baha pertama yaitu membahas jawab pertanyaan keadaan
waktu diskrit:
( + 1) = () + () (1-71)
dengan menggunakan prosedur rekursi dan kemudia menggunakan metode
transformasi . selanjutnya kita akan membahas diskritasi persamaan keadaan
kontinyu:
= + (1-72)
Jadi, kita akan menurunkan persamaan keadaan waktu-diskrit seperti yang dinyatakan
oleh persamaan (1-71) dan persaan keaadan kontinyu, Persamaan (1-72).
Jadi persamaan differensi. Pada umunya persamaan differensi lebih mudah
diselesaikan daripada persamaan differensialnya, karena persamaan differensial dapat
diselesaikan hanya dengan prosedur rekursi.
Sebagai contoh, tinjau persamaan differensi berikut:
( + 1) + 0.2() = 2()
dimana (0) = 0 dan () = 1untuk = 0,1,2, . . .. Jawab (1) dapat diperoleh
dengan rekursi
(1) = 0.2(0) + 2(0) = 2
38
Dengan cara yang sama
(2) = 0.2(1) + 2(1) = 1.6
(3) = 0.2(2) + 2(2) = 1.68
(4) = 0.2(3) + 2(3) = 1.664
[Perhatikan bahwa dalam metode ini ( + 1) tidak dapat dihitung jika () tidak
diketahui]. Prosedur ini cukup sederhana dan mudah dalam komputasi digital.
Jawab persamaan keadaan waktu diskrit. Prosedur perhitungan jawab
persamaan diferensi scalar dengan rekursi di atas dapat diterapkan pada persamaan
differensi matriks-vektor, atau persamaan keadaan waktu diskrit.
Tinjau persamaan keadaan dan persamaan keluaran berikut:
( + 1) = () + () (1-73)
() = () + () (1-74)
Jawab Persamaan (1-73) untuk setiap > 0 dapat diperoleh secara langsung dengan
rekursi sebagai berikut:
(1) = (0) + (0)
(2) = (1) + (1) = 2(0) + (0) + (1)
(3) = (2) + (2) = 3(0) + 2(0) + (1) + (2)
Dengan mengulang prosedur ini, kita peroleh
() = (0) + 11()1=0 ( = 1,2,3, . . . ) (1-75)
Jelas bahwa () terdiri dari dua bagian, satu menyatakan kontribusi dari syarat awal
(0), dan yang lain adalah kontribusi dari masukan (), = 0,1,2,. . . , 1.
Dari Perssamaan (1-75) kita dapat lihat matriks transisi-keadaan dari system
yang dinyatakan oleh Persamaan (1-73) adalah
() = (1-76)
Matriks tersebut merupakan matriks unik yang memenuhi
( + 1) = (), (0) =
Dalam bentuk matriks transisi keadaan (), Persamaan (1-77) dapat ditulis
() = ()(0) + ( 1)()1=0 (1-77)
= ()(0) + ()( 1)1=0 (1-78)
Dengan mensubsitusikan Persamaan (1-77) [atau Persamaan (1-78)] ke dalam
Persamaan (1-74), maka persamaan keluaran dapat ditulis
39
() = ()(0) + ( 1)() + ()
1
=0
= C()(0) + ()( 1)
1
=0
+ ()
Pendekatan transformasi pada jawab persamaan keadaan waktu-diskrit.
Selanjutnya kita akan membahas persamaan keadaan waktu-diskritdengan
menggunakan metode transformasi . Tinjau system waktu-diskrit yang dinyatakan
oleh Persamaan (1-73) yang ditulis kembali sebagai
( = 1) = () + () (1-79)
Dengan melakukan transformasi z pada kedua ruad Persamaan (1-79), kita peroleh
() (0) = () + 9)
di mana () = [()] dan () = [()]. Selanjutnya
( )() = (0) + () (1-80)
Perkalian didepan kedua ruas Persamaan (1-80) dengan ( )1, mengahasilkan
() = ( )1(0) + ( )1() (1-81)
Dengan membalik transformasi z kedua ruas Persamaan (1-81), maka
() = 1[( )1](0) + 1[( )1()] (1-82)
Dengan membandingkan Persamaan (1-75) dan (1-82), kita peroleh
= 1[( )1] (1-83)
1() =
1
=0
1[( )1()] (1 84)
di mana = 1,2,3,. . . [Untuk Persamaan (1-83)]
Persamaan (1-84) juga dapat diperoleh secara langsung. Dengan melakukan
transformasi pada 1()1=0 di mana = 1,2,3,. . . ., kita peroleh
[ 1()] = 1()1
=0
=0
1
=0
= +
=0
1()1
=0
= +
=1
1()1
=0
40
= +
=1
[1(0) + 2(1)
+ 3(2)+. . . ]
= (1 + 2 + 23+. . . )
x[(0) + (1)1 + (2)2+. . . ]
= ( + 1 + 22+ . . . )1
x[(0) + (1)1 + (2)2+. . . ]
= ( + 1)11 ()
=0
= ( + )1()
Akhirnya, perhatikan bahwa dari Persamaan (1-81) kita dpat melihatbahwa persamaan
karakteristik system waktu-diskrit tersebut adalah
| | = 0 (1-85)
Berdasarkan pada pasal 1-6, kita tahu bahwa system waktu-diskrit stabil jika
akarpersamaan karakteristik, Persamaan (1-85), terletak didalam lingkaran satuan
dengan pusat di titik asal bidang .
Contoh Soal 1-12. Carilah Matriks transisi-keadaan dari system waktu-diskrit berikut
ini:
( + 1) = () + ()
di mana
= [0 1
0.16 1] , = [
11]
selanjutnya, carilah () jika () = 1 untuk = 0,1,2,. . . Anggap bahwa syarat
awal-nya dinyatakan oleh
(0) = [1(0)2(0)
] = [1
1]
Dari Persamaan (1-76) dan (1-83), kita lihat bahwa matriks transisi-keadaan
() adalah
() = = 1[( )1]
Oleh karena itu, pertama kali kita hitung ( )1
( )1 = [ 1
0.16 + 1]1
41
=
[
+ 1
( + 0.2)( + 0.8)
1
( + 0.2)( + 0.8)0.16
( + 0.2)( + 0.8)
( + 0.2)( + 0.8)]
=
[
43
+ 0.2+
13
+ 0.8
53
+ 0.2+
53
+ 0.8
0.83
+ 0.2+
0.83
+ 0.8
13
+ 0.2+
43
+ 0.8]
Jadi () diperoleh sebagi berikut
() = = 1[( )1]
= 1 [
4
3(
+ 0.2)
1
3(
+ 0.8)
5
3(
+ 0.2)
5
3(
+ 0.8)
0.8
3(
+ 0.2) +
0.8
3(
+ 0.8)
1
3(
+ 0.2) +
4
3(
+ 0.8)
]
= [
4
3(0.2)
1
3(0.8)
5
3(0.2)
5
3(0.8)
0.8
3(0.2) +
0.8
3(0.8)
1
3(0.2) +
4
3(0.8)
]
Selanjutnya, hitung (). Transformasi dan () dinyatakan oleh
[()] = () = ( )1(0) + ( )1()
= ( )1[(0) + ()]
Karena
() =
1
maka kita peroleh
(0) + () = [
] + [
1
1
] =
[
2
12 + 2
1 ]
Oleh karena itu
() = ( )1[(0) + ()]
=
[
(2 + 2)
( + 0.2)( + 0.8)( 1)
(2 + 1.84)
( + 0.2)( + 0.8)( 1)]
42
=
[
176
+ 0.2+
229
+ 0.8+
2518
13.46
+ 0.2+
17.6
9 + 0.8
+
718
1]
Jadi
() = 1[()] =
17
6(0.2) +
22
9(0.8) +
25
183.4
6(0.2) +
17.6
9(0.8) +
7
18
Diskritisasi persamaan keadaan kontinyu. Jika kita ingin menghitung keadaan
() dengan menggunakan computer digital, maka kita harus mengubah persamaan
keadaan kontinyu menjadi persamaan keadaan waktu diskrit. Berikut ini kita akan
membahas prosedur pengubahan tersebut. Kita anggap bahwa vector masukan ()
hanya beruah pada setiap selang pencacahan yang tetap. (Operasi pencacahan yang
dimaksudkan di sini adalah khayal. Kita akan menurunkan persamaan keadaan waktu
diskrit yang menghasilkan harga-harga eksak pada = , = 0,1,2,. . . )
Tinjau persamaan keadaan kontinyu
= + (1-86)
Berikut ini, untuk memperjelas analisis, kita akan menggunakan notasi dan
( + 1) bukan lagi dan + 1. Penyajian waktu-diskrit dari persamaan (1-86) akan
mempunyai bentuk
(( + 1)) = ()() + ()() (1-87)
Perhatikan bahwa matriks G dan H bergantung pada periode cacah T.(Setelah periode
cacah ditetapkan, maka G dan H merupakan matriks konstan).
Untuk menentukan G(T) dan H(T), kita gunakan jawa Persamaan (1-86), atau
() = (0) + ()
0
Kita anggap bahwa semua komponen () adalah konstan diseluruh selang antara
dua saat pencacahan yang berturutan, atau () = () untuk periode cacah ke .
Karena
(( + 1)) = (+1)(0) + (+1) ()(+1)
0 (1-88)
dan
43
() = (0) + ()
0 (1-89)
dengan mengalikan Persamaan (1-89) dengan dan mengurangkannya dari
Persamaan (1-88), kita peroleh
(( + 1)) = () + (+1) ()(+1)
= () + ()
0
= () + ()
0 (1-90)
di mana = . Jika kita definisikan
() = (1-91)
() = (
0) (1-92)
selanjutnya Persamaan (1-90) menjadi
(( + 1)) = ()() + ()()
yang sama dengan Persamaan (1-87). Jadi Persamaan (1-91) dan (14-92) memberikan
matriks () dan matriks () yang diinginkan.
Contoh 1-13.
Carilah penyajian ruang-keadaan waktu-diskrit dari system kontinyu berikut:
[12
] = [0 10 2
] [12
] + [01] []
Persamaan waktu diskrit yang diinginkan akan mempunyai bentuk sebagai
berikut :
(( + 1)) = ()() + ()()
Matriks G(T) dan matriks H(T) dapat diperoleh dari Persamaan (1-91) dan (1-92)
sebagai
() = = [11
2(1 2)
0 2]
() = (
0
)
= { [11
2(1 2)
0 2]
0
} [01]
44
=
[ 1
2(
2 1
2)
1
2(1 2) ]
Jadi
1(( + 1))
2(( + 1))= [1
1
2(1 2)
0 2] [
1()2()
] +
[ 1
2(
2 1
2)
1
2(1 2) ]
()
Jika, sebagai contoh, periode cacahnya 1 detik, atau = 1, maka persamaan keadaan
waktu-diskrit menjadi :
1( + 1)
2( + 1)= [
1 0.4320 0.135
] [1()2()
] + [0.2840.432
] [()]
Recommended