View
220
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
Only documents
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah media mencerdaskan kehidupan bangsa dan membawa bangsa ini
pada era aufklarung (pencerahan). Pendidikan bertujuan untuk membangun tatanan
bangsa yang berbalut dengan nilai-nilai kepintaran, kepekaan dan kepedulian, terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan merupakan tonggak kuat untuk
menuntaskan kemiskinan pengetahuan, menyelesaikan permasalahan kebodohan, dan
menuntaskan segala permasalahan bangsa yang selama ini terjadi. Peran pendidikan jelas
merupakan hal yang signifikan dan sentral karena pendidikan memberikan pembukaan
dan perluasan pengetahuan sehingga bangsa ini betul-betul melek terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pendidikan dihadirkan untuk mengantarkan bangsa ini menjadi
bangsa yang beradab dan berbudaya. Pendidikan dilahirkan untuk memperbaiki segala
kebobrokan yang sudah menggumpal di segala sendi kehidupan bangsa ini.
Menurut Romo Mangun Wijaya, pendidikan adalah proses awal usaha untuk
menumbuhkan kesadaran sosial pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah. Kesadaran
sosial hanya akan bisa tercapai apabila seseorang telah berhasil membaca realitas
perantaraan dunia di sekitar mereka. Sebagai usaha untuk menambahkan kesadaran
sosial, maka perlu adanya perangkat analisis yangbersumber dari kebebasan berpikir dari
masing-masing individu, yang pada akhirnya memberikan daya nalar yang kritis
terhadap perkembangan sosial yang ada. Sementara jean piaget mendifinisikan
pendidikan sebagai penghubung dua sisi. Di satu sisi, individu yang sedang tumbuh dan
disisi lain, nilai sosial, intelektual dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidikan
untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus
berkembang. Merujuk dari dua pemikiran tersebut, pendidikan sesungguhnya berupaya
guna membangun kesadaran sosial kemasyarakatan yang tinggi terhadap masyarakat
ataupun anak didik agar mereka menjadi peka dan peduli terhadap realitas sosial.
Pendidikan mengarahkan pada terbangunnya paradigma berfikir yang tidak jauh dari
realitas sosial, namun mampu bersentuhan secara konkret dan riil dengan sesuatu yang
sedang terjadi dalam persoalan sosial kemasyarakatan.
Pendidikan akan selalu relevan dan pantas dibicarakan manakala proses kehidupan
ini masih tetap berlangsung. Pendidikan akan selalu berkembang dinamis dan mengalami
perubahan sesuai dengan zamannya. Pendidikan pada hakikatnya adalah sesuatu yang
luhur karena didalamnya mengandung nilai kebijakan yang normatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Pendidikan Yang Membebaskan
1. Pendidik yang membebaskan
Pendidik(guru) merupakan elemen penting dalam pendidikan karena tanpa seorang
guru, menjadi sangat naïf apabila pendidikan dapat berjalan dengan demikian baik dan
maksimal. Pendidikan akan mengalami tujuan yang muram dan bias. Guru berperan
signifikan bagi perkembangan dan kemajuan anak didik karena gurulah yang mampu
memandu anak didik belajar membaca, menulis, berfikir dan membaca kata-kata untuk
memahami dunia. Oleh karena itu, guru dalam konteks ini pun memiliki tanggung jawab
besar, baik secara moral maupun politik, untuk mencerdaskan anak didiknya. Tanggung
jawab tersebut jangan sampai diabaikan begitu saja ataupun dilalaikan karena factor-
faktor tertentu yang dapat merusakcita-cita luhur pendidikan sebagai alat pencerdasan
dan pengembangan anak didik.
Memberikan kepedulian dan perhatian sangat tinggi terhadap pendidikan pun
menjadi sebuah keniscayaan tak terbantahkan. Perhatian dan kepedulian tersebut wajib
ditopang dengan keseriusan untuk mau dan berkehendak mendidik anak didik. Tanggung
jawab guru, baik sebagai inspirator, korektor, informator, organisator, motivator,
innovator, mediator, fasilitator, pembimbing, pengelola, kelas, supervisor, inisiator, dan
evaluator, harus bisa dijalankan secara professional dan optimal.
Dalam rangka menciptakan proses belajar dan mengajar di ruang kelas dengan baik,
maka seorang guru pun harus meletakkan dirinya sebagai seseorang yang terlibat secara
langsung dalam proses tersebut. Keterlibatan itu mencakup penyejajaran dirinya dengan
komunitas yang melakukan proses pendidikan itu secara total, yakni para anak didik.
Mengutip pendapat Maxine Greene, untuk mencari gerak yang komunikatif dan kata-
kata yang ekspresif, maka seorang pendidik harus berupaya dengan kesadaran tinggi
guan bergerak di antara dan merenung bersama anak didiknya.
Paulo Freire kemudian menambahkan bahwa menjadi seorang pendidik harus
menjadi orang yang berpandangan progresif, jangan berpandangan konservatif. Guru
progresif itu memiliki gagasan, pandangan, dan pemikiran luar biasa yang dapat
dijalankan dalam proses belajar-mengajar. Terkait bagaimana menggiatkan siswa
diruangan kelas agar mereka aktif, partisifatif dalam pendidikan, siswa tidak lagi
bergantung pada seorang pendidik untuk menyuapi mereka dengan sekian banyak materi
ajar. Pendidik progressive juga memiliki semangat mengajar yang membara untuk
membangkitkan semangat yang membara pula kepada para siswa untuk aktif belajar
dengan didukung oleh optimism tinggi. Pendidik progresif tidak merasa cukup dengan
hasil yang telah dicapainya dalam mendidik anak didiknya. Pendidik progresif selalu
merasa ada yang kurang dan kekurangan itu perlu diperbaiki.
Pendidik progresif selalu merasa ada yang lemah dalam metode pengajarannya
sehingga harus dibenahi dengan seksama dan teliti. Dengan kata lain, wajib dan harus
dikoreksi ulang letak persoalan yan menjadikan metode pengajarannya itu kurang
maksimal kurang optimal dijalankan diruang kelas saat proses belajar-mengajar sedang
berlangsung.
Seorang pendidik progresif juga selalu meras tidak pernah cukup dengan bahan ajar
yang disampaikan kepada anak didiknya sehingga dibutuhkan materi ajar lain yang sama
untuk diajarkan kepada anak didiknya dengan tetap memperhatikan kekuatan dan
kemampuan daya tangkap anak didiknya. Lebih dari itu, seorang pendidik progresif lebih
mengejar target pencapaian pemahaman anak didik terhadap materi ajar atau isi tertentu
daripada mengejar target sebuah rencana pembelajaran dalam periode tertentu.
Konteks pemahaman seorang pendidik progresif yang selalu kreatif, produktif, dan
optimis untuk mendapatkan cara yang terbaik guna mencerdaskan anak didiknya. Akan
tetapi berbeda dengan pendidik progresif, maka seorang pendidikan konservatif berbeda
paradigma dalam memaknai pendidikan terhadap anak didiknya. Seorang pendidik
konservatif lebih menerima hasil yang telah dicapai kendatipun tidak sesuai harpan ideal.
Hal ini diakibatkan oleh pengejaran target yang sudah dicanangkan dalam periode
tertentu, baik dalam tingkat semester maupun tahunan.
Pendidik konservatif lebih mengutamakan hasil statistik berdasarkan angka-angka
daripada hasil filosofis yang mengarah pada pembentukan karakter berfikir anak didik
yang diharapkan dalam materi ajar tersebut. Perbedaan lainnya dengan seorang pendidik
progresif, pendidik konservatif menganggap bahwa tugas seorang pendidik tidak harus
kreatif, inovatif, dan optimis.
Recommended