View
239
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 195
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
PENGARUH CHINA-ASEAN FREE TRADE AREA ( CAFTA) TERHADAP INDUSTRI MIKRO DI INDONESIA
Terti Anjayani dan Iwan Gunawan Mahasiswa dan Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS Bandung
Pendahuluan
Suatu negara dalam interaksinya dengan negara lain, tentunya
mempunyai hubungan ekonomi, politik, sosial maupun budaya yang telah
dijalani oleh negara. Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu
wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan. Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi
pertumbuhan adalah perdagangan internasional.
Cina resmi menghapuskan "direct budgetary outlays" untuk ekspor
pada 1 Januari 1991. Namun, diyakini banyak produsen ekspor Cina
menerima banyak subsidi lainnya. Bentuk subsidi ekspor lainnya termasuk
energi, bahan material atau penyediaan tenaga kerja. Ekspor dari produk
agkrikultur, seperti jagung dan katun, masih menikmati subsidi ekspor
langsung. Namun, Cina telah mengurangi jumlah subsidi ekspor jagung
pada 1999 dan 2000.
Biaya bahan mentah yang rendah merupakan satu lagi aspek
ekonomi Cina. Ini disebabkan persaingan di sekitarnya yang menyebabkan
hasil berlebihan yang turut menurunkan biaya pembelian bahan mentah. Ada
juga pengawasan harga dan jaminan sumber-sumber yang tinggal dari
sistem ekonomi lama. Saat negara terus menswastakan perusahaan-
perusahaan miliknya dan pekerja berpindah ke sektor yang lebih
menguntungkan, pengaruh yang bersifat deflasi ini akan terus
menambahkan tekanan keatas harga dalam ekonomi.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 196
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
Insentif pajak "preferensial"
adalah salah satu contoh lainnya
dari subsidi ekspor. Cina mencoba
mengharmoniskan sistem pajak
dan bea cukai yang dijalankan di
perusahaan domestik dan asing.
Sebagai hasil, pajak "preferensial"
dan kebijakan bea cukai yang
menguntungkan eksportir dalam
zona ekonomi spesial dan kota
pelabuhan telah ditargetkan untuk
diperbaharui.
Pada 2003, PDB Cina dari
segi purchasing power
parity mencapai $6,4 trilyun,
menjadi terbesar kedua di dunia.
Menggunakan penghitungan
konvensional Cina diurutkan di
posisi ke-7. Meski jumlah
populasinya sangat besar, ini
masih hanya memberikan PNB
rata-rata per orang hanya sekitar
$5.000, sekitar 1/7 Amerika
Serikat. Laporan pertumbuhan
ekonomi resmi untuk 2003 adalah
9,1%. Diperkirakan oleh CIA pada
2002 bahwa agrikultur
menyumbangkan sebesar 14,5%
dari PNB Cina, industri dan
konstruksi sekitar 51,7% dan jasa
sekitar 33,8%. Pendapatan rata-
rata pedesaan sekitar sepertiga di
daerah perkotaan, sebuah
perbedaan yang telah melebar di
dekade terakhir.
Perdagangan internasional
adalah perdagangan yang
dilakukan suatu negara dengan
negara lain atas dasar
kesepakatan bersama dan saling
menguntungkan. Perdagangan
internasional tidak hanya dilakukan
oleh negara maju saja, namun
juga negara berkembang.
Perdagangan internasional ini
dilakukan melalui kegiatan ekspor
impor. Ekspor adalah kegiatan
menjual barang dan jasa dari
dalam negeri ke luar negeri.
Adapun impor adalah kegiatan
membeli barang dan jasa dari luar
negeri ke dalam negeri. Dengan
melakukan perdagangan
internasional melalui kegiatan
ekspor impor, negara maju akan
memperoleh bahan-bahan baku
yang dibutuhkan industrinya
sekaligus dapat menjual
produknya ke negara-negara
berkembang. Sementara itu,
negara berkembang dapat
mengekspor hasil-hasil produksi
dalam negeri sehingga
memperoleh devisa. Devisa
adalah alat pembayaran luar
negeri atau semua barang yang
dapat diterima di dunia
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 197
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
internasional sebagai alat
pembayaran
Perdagangan bebas yakni
adalah sebuah konsep ekonomi
yang mengacu kepada
Harmonized Commodity
Description and Coding System
(HS) dengan ketentuan dari World
Customs Organization yang
berpusat di Brussels, Belgium.
penjualan produk antar negara
tanpa pajak ekspor-impor atau
hambatan perdagangan lainnya.
Dapat juga didefinisikan sebagai
tidak adanya hambatan buatan
(hambatan yang diterapkan
pemerintah) dalam perdagangan
antar individual-individual dan
perusahaan-perusahaan yang
berada di negara yang berbeda.
Elemen-elemen dalam
perdagangan bebas yang kita juga
kenal adalah merkantilisme,
proteksionisme, isolasionisme.
Pembahasan
Ide untuk menerapkan
kawasan perdagangan bebas di
ASEAN sebenarnya sudah ada
beberapa tahun yang lalu.
Thailand merupakan negara yang
pertama kali mengajukannya, tapi
pada saat itu kurang mendapat
respon yang positif dari beberapa
anggota ASEAN; yakni Indonesia
dan Filipina dengan alasan
keadaan ekonomi dari kedua
negara yang kurang memadai
untuk memulai perdagangan
bebas di kawasan Asia Tenggara.
AFTA (ASEAN Free Trade
Area) adalah Organisasi
kerjasama ekonomi regional yang
mempunyai sepuluh anggota dari
negara – negara anggota ASEAN
itu sendiri. Kesepuluh anggota itu
adalah: Brunei Darussalam,
Myanmar, Kamboja, Indonesia,
Laos, Malaysia, Filipina,
Singapura, Thailand dan Vietnam.
ASEAN didirikan pada
tanggal 8 Agustus 1967
berdasarkan deklarasi Bangkok
yang merupakan dari lima negara
anggota awal ASEAN yakni
Indonesia, Filipina, Malaysia,
Thailand dan Singapura. Tujuan
ASEAN adalah untuk
meningkatkan kerjasama ekonomi,
perdagangan dan sosial budaya
antar negara – negara di dalam
kawasan Asia Tenggara. Adanya
tingkat perkembangan
pembangunan atau pertumbuhan
ekonomi yang berbeda dan
banyaknya produk yang lebih
bersifat bersaing dari pada saling
melengkapi yang menyebabkan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 198
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
kerjasamaantara negara – negara
ASEAN khususnya dalam bidang
perdagangan agak sulit dan
lambat berkembang.
Untuk memperluas jaringan
kerjasama perdagangan bebas
maka ASEAN mengadakan
kerjasama dengan berbagai
negara di luar ASEAN, salah
satunya yaitu dengan China.
Hubungan China-ASEAN telah
dimulai sejak ASEAN Ministerial
Meeting (AMM) ke-24 pada bulan
Juli 1991 di Kuala Lumpur
Malaysia. Kerjasama terjalin
semakin erat sejak
ditandatanganinya Deklarasi
Bersama antara Kepala
Negara/Pemerintah China dan
ASEAN dalam Kerjasama
Strategis untuk Perdamaian dan
Kesejahteraan dalam acara China-
ASEAN Summit ke-7 pada
Oktober 2003 di Bali, Indonesia.
Selanjutnya, dalam periode 2005-
2010 disusun Rencana Aksi untuk
menerapkan Deklarasi Bersama
tersebut. Rencana Aksi tersebut
berisi master plan untuk
memperluas dan memperdalam
hubungan kerjasama China-
ASEAN dalam kerangka
memperkuat kerjasama strategis
untuk perdamaian, pembangunan
dan kesejahteraan regional.
ASEAN dan China telah
sepakat dalam 11 hal area
kerjasama yang menjadi prioritas,
yaitu energi, transportasi, budaya,
kesehatan masyarakat, pariwisata,
pertanian, teknologi informasi,
investasi, SDM, pembangunan
sungai Mekong dan lingkungan
hidup.
Zona Perdagangan Bebas
China - ASEAN atau China -
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
telah di implementasikan sejak
tanggal 1 Januari 2010. China dan
ASEAN menyetujui dibentuknya
AFTA melalui dua tahapan waktu,
yaitu: (1) tahun 2010 dengan
melibatkan 6 negara ASEAN atau
biasa disebut ASEAN-6, yang
meliputi Thailand, Malaysia,
Singapura, Indonesia, Filipina dan
Brunei Darussalam; serta (2) tahun
2012 melibatkan 4 negara lain di
ASEAN meliputi Vietnam,
Kamboja, Laos dan Myanmar.
Sidang AEM (ASEAN
Economic Ministers Meeting) ke-
36 di Jakarta pada September
2004 menghasilkan kesepakatan
perdagangan dalam barang dan
jasa, serta pokok-pokok
pemecahan sejumlah masalah
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 199
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
yang kemudian diformalkan ke
pertemuan di Laos. Dalam rangka
CAFTA, kebanyakan barang yang
diperdagangkan antara Indonesia
dan China implementasi
penurunan/penghapusan tarifnya
sebanyak 5.250 kategori produk,
Secara umum Indonesia
hanya mengalami sedikit dalam
hal defisit perdagangan dengan
negara asing, hal ini dikarenakan
Indonesia masih bisa
mengandalkan ekspor Minyak dan
Gas. Namun saat ini industri di
Indonesia mulai bergantung pada
industri manufaktur karena bisa
dibilang ladang minyak dan gas di
Indonesia lebih cepat habisnya
daripada penemuan sumber
barunya. Kontribusi perdagangan
ASEAN cukup memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi
Indonesia pada dari tahun 2009
sampai 2010 ekspor Indonesia
mengalami kenaikan sebanyak
20,1% namun masih berada
dibawah Vietnam yang kenaikan
ekspornya mencapai 27,9%,
ironisnya Dari sisi Impor, Indonesia
mencatat kenaikan tertinggi yakni
73,5%. Disusul Brunei 48,1%,
Vietnam 29%, dan Thailand
26,9%. Dalam kaitannya dengan
transaksi perdagangan antara
China, pertumbuhan ekspor
Indonesia ke China tidak
sebanding dengan pertumbuhan
impor dari negara itu. Wakil Ketua
Umum Kadin Bidang
Perdagangan, Distribusi, dan
Logistik Beny Sutrisno
mengatakan, sejak terjadinya
perdagangan bebas surplus
perdagangan Indonesia ke China
menurun signifikan. Penurunan
tersebut, kata Beny diantaranya
ditandai dengan menurunnya
surplus perdagangan Indonesia-
China yang defisit 3,61 miliar dolar
AS pada 2008.
Begitu juga dengan
perdagangan pada sektor non
migas juga mengalami defisit yang
sangat besar dari surplus 79 juta
dolar AS di tahun 2004 menjadi
defisit 7,16 miliar dolar AS pada
tahun 2008. Pada 2008 neraca
perdagangan Indonesia menurun
tajam dari 32,75 miliar dolar AS
pada 2007 menjadi hanya 23,31
dolar AS. Penurunan tersebut
terbanyak dialami oleh sektor non
migas yang mencapai 42,5 persen.
Sektor-sektor industri yang akan
terkena pengaruh akibat
pemberlakuan CAFTA, terutama
industri padat karya, seperti tekstil
dan produk tektil (TPT), alas kaki,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 200
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
elektronik, kimia, baja, dan mainan
anak-anak. Industri manufaktur,
khususnya sektor garmen dan
elektronik, Ini terkait kemungkinan
menurunnya pasar produk industri
dan UKM. Jika industri dan UKM
sektor produksi bangkrut, maka
akan sulit untuk bangkit kembali.
Dalam perdagangan bebas setiap
negara menginginkan keuntungan
maksimal namun apabila dalam
realisasinya malah mendapat
sedikit sekali keuntungan bahkan
kerugian, bisa jadi Indonesia akan
menjadi negara dengan pilihan
terakhir untuk berinvestasi.
Penanaman modal asing misalnya,
banyak pengusaha asing
mengeluhkan mekanisme perijinan
di Indonesia yang berbelit-belit dan
banyak mengeluarkan uang.
Keputusan Indonesia untuk
masuk ke perjanjian CAFTA,
adalah karena kepentingan
prestige Indonesia dengan negara-
negara ASEAN lainnya, segera
setelah Malaysia, Vietnam dan
mayoritas negara-negara lainnya
menandatangani Indonesia melalui
Rini.
Point-point pada perjanjian
kerjasama bilateral China-
Indonesia mencerminkan leverage
China yang lebih besar ketimbang
Indonesia banyaknya proyek-
proyek bantuan yang diberikan
kepada Indonesia menjadi akses
bagi kemudahan masuknya
produk-produk China ke Indonesia.
Tentangan datang dari
himpunan-himpunan pengusaha di
Indonesia mengenai implementasi
CAFTA. Hingga saat ini terdapat
sekitar 16 sektor usaha yang
menghendaki penundaan
implementasi CAFTA. Sektor yang
keberatan dibukanya pasar bebas
ASEAN-China ini antara lain
tekstil, baja, ban, mebel,
pengolahan kakao, industri alat
kesehatan, kosmetik, aluminium,
elektronik, petrokimia hulu, kaca
lembaran, sepatu, mesin perkakas,
dan kendaraan bermotor. Saat ini
produk China, sudah mulai masuk
ke Pasar Indonesia. Peluang bagi
Indonesia untuk memasuki pasar
China antara lain: dengan tingkat
tarif relatif rendah dan jumlah
penduduk yang besar;
meningkatnya kerjasama antara
pelaku bisnis di kedua negara
melalui pembentukan “alliansi
strategis”; Meningkatnya kepastian
bagi produk unggulan Indonesia
dalam memanfaatkan peluang
pasar China; serta Terbukanya
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 201
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
transfer teknologi antara pelaku
bisnis di kedua negara.
Sedangkan tantangan bagi
indonesia yaitu Indonesia harus
dapat meningkatkan efisiensi
sehingga produktifitas meningkat,
Menciptakan ilkim usaha yang
kondusif sehingga daya saing
Indonesia meningkat, antara lain
dilakukan melalui penghapusan
ekonomi biaya tinggi, termasuk
penyederhanaan perijinan,
Memperluas akses pasar, serta
Meningkatkan kemampuan dalam
penguasaan teknologi informasi
dan komunikasi, termasuk promosi
pemasaran.
Perkembangan Perekonomian Cina
Chang hua renmin Gonhe
Kuo adalah nama resmi China
daratan atau Republik Rakyat
China (RRC) yang berdiri pada 1
Oktober 1949. secara geografis
China terletak di Asia Timur dan
berbatasan langsung dengan
banyak negara. Di sebelah utara
China berbatasan dengan
Mongolia dan Rusia. Di sebelah
selatan China berbatasan dengan
Vietnam, Laos, Myanmar, Bhutan
dan Nepal. Selain itu China
berbatasan dengan India,
Pakistan, dan Afghanistan di
bagian barat, serta dengan Laut
China Timur dan Laut Kuning di
bagian timur.
Dengan wilayah kurang
lebih 3.691.430 mil persegi, China
merupakan negara terbesar ketiga
di dunia. China membentang
sejauh 2500 mil dari utara ke
selatan, dan sejauh 300 mil dari
timur ke barat. Sebagian besar
wilayahnya berada di wilayah
beriklim sedang, meskipun
membentang dari daerah Siberia
yang beku sampai ke daerah
tropis.
Dengan ibu kota di Beijing,
China merupakan negara
kesatuan yang dipimpin langsung
oleh pemerintah pusat yang
bersifat sentralistik. Menurut
konstitusinya, China menganut
sistem tunggal yang sentralistik
dengan persuasi komunis (Domes
1985:6). China terdiri dari 31
propinsi, termasuk di dalamnya
empat kota besar yang setingkat
propinsi. Propinsi yang terletak di
bagian Timur dan Selatan, yaitu
propinsi yang berada di pinggir
atau dekat pantai, merupakan
daerah yang relative maju ,
sedangkan propinsi yang berada di
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 202
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
tengah dan barat relatif kurang
berkembang..
Mayoritas penduduk China
(lebih dari 90%) adalah bangsa
Han, sedangkan sisanya
merupakan etnis minoritas yang
terdiri dari 55 suku bangsa,
diantaranya adalah Manchu, Hui,
Uygur, Miaop, Yi, Mongol, Tibet,
Korea, dan Kazak.
Dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, China
menganut ideologi sosialis
komunis. Hal ini ditandai dengan
adanya Partai Komunis China
(PKC) sebagai partai terbesar
China. Dalam prakteknya PKC
berfungsi sebagai penentu
kebijakan Negara, sedangkan
pengimplementasiannya
diserahkan kepada pemerintah.
Di China, kekuasaan
tertinggi terletak di tangan negara
(pemerintah). Segala prosedur
harus lewat persetujuan negara.
Dalam hal ini negara bertindak
sangat otoriter. Negara melakukan
kontrol secara ketat terhadap
segala aktifitas masyarakat.
Kehidupan politik yang
serba otoriter ternyata membuat
China tidak berkembang dan
cenderung menutup diri terhadap
dunia luar. Masyarakat China
itidak pernah tahu akan inovasi
yang terjadi di luar sana. Mereka
hanya sibuk dengan dunianya
sendiri. Bagai sebuah lingkaran,
melakukan proses produksi
distribusi dan komsumsi, hanya
untuk memenuhi kebutuhan diri
mereka sendiri.
Kondisi yang tidak
berkembang akibat tindakannya
yang cenderung mengisolasi diri
kemudian di dobrak oleh Deng
Xiao Ping dengan melakukan
banyak restrukturisasi baik di
bidang politik maupun di bidang
ekonomi. Hal ini membuat nuansa
politik China berubah drastis.
China tidak lagi menjadi sebuah
negara yang tertutup, melainkan
secara perlahan tetapi pasti mulai
terbuka terhadap setiap inovasi
yang terjadi. China kemudian
menjalin hubungan dengan banyak
negara di dunia, tidak hanya
hubungan politik, melainkan juga
ekonomi, terutama di bidang
perdagangan.
Restrukturisasi di bidang
politik ini ternyata berimplikasi
positif bagi kehidupan masyarakat
China, yaitu berubahnya norma-
norma politik yang semakin
menumbuhkan sikap kritis
dikalangan masyarakat China.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 203
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
Mereka menggunakan
kesempatan ini sebagai ajang
untuk mengimprovisasikan diri.
Dengan adanya perubahan kultur
politik yang demikian, masyarakat
menjadi lebih terbuka. Itulah yang
kemudian mengantar China pada
restrukturisasi bidang ekonomi.
Dengan membuka diri
terhadap dunia luar ternyata
membawa China menuju kepada
globalisasi ekonomi. Sehingga,
sistem ekonomi terencana secara
terpusat tidak lagi dianggap cocok
bagi perkembangan perekonomian
China. Oleh karena itu, China
kembali melakukan restrukturisasi
ekonomi, yaitu dengan
menerapkan “sosialisme dengan
ciri khas China” yang kemudian di
kenal sebagai “sistem ekonomi
pasar sosialis”.
Pada era globalisasi ini,
suatu negara dituntut untuk dapat
menguasai teknologi, mampu
bersaing dengan negara-negara
lain dalam hal ekonomi dan pasar,
serta rakyat yang memilki tingkat
pengetahuan yang tinggi akan
IPTEK dan modernisasi. China
sekarang merupakan salah satu
negara yang berhasil dalam era
globalisasi ini, China tumbuh
menjadi negara yang menunjukan
peningkatan ekonomi yang di atas
rata-rata, mampu bertahan dari
goncangan krisis ekonomi dunia
pada akhir abad ke 20.
China mampu menjadi
seperti sekarang karena beberapa
faktor, yang paling utama adalah
China mampu memanfaatkan
peluang. Tetapi faktor-faktor
seperti aspek politik, ekonomi,
sosial, dan budaya juga memiliki
peranan yang sangat penting
dalam kemajuan China. Jika kita
buat periode perkembangan China
dari awal tahun terbentuknya
sampai China menjadi raksasa
dunia kita bisa bagi menjadi tiga
periode. Pertama, China tahun
1949-1958. Kedua, China periode
1958-1978. Ketiga, China periode
1978-sekarang.
China periode pertama
merupakan China pada awal
berdirinya, pada periode ini China
masih menjadi sebuah negara
yang kental dengan
komunismenya, semua aspek
kehidupan bernegara diatur oleh
komunisme, dengan Mao Zedong
sebagai pemimpinnya. Pada masa
ini China mencoba untuk
meningkatkan ekonominya
misalnya dengan membuat
kebijakan Lompatan Jauh
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 204
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
Kedepan, tetapi gagal. Pada
periode kedua, karena kegagalan
demi kegagalan pada kebijakan
dalam usaha meningkatkan
ekonomi China, maka timbul dua
golongan dalam China yaitu
Pragmatis dengan Dogmatis.
Kedua golongan ini berbeda dalam
menafsirkan komunisme China
yang tentunya berimplikasi pada
pengambilan kebijakan untuk
memajukan ekonomi. Pada
periode yang ketiga merupakan
batu loncatan China menjadi
sebuah negara seperti sekarang.
“Kemenangan” kelompok
pragmatis mengakibatkan titik
tolak reformasi China yang
nantinya mengakibatkan kemajuan
China dalam bidang ekonomi.
Sejak Deng Xiaoping
meluncurkan program reformasi
ekonomi tahun 1979, ekonomi
China mengalami pertumbuhan
amat menakjubkan. Akibat
pertumbuhan ekonomi rata-rata
sebesar 10 persen setahun dan
berlangsung hampir 30 tahun—
sebelum negara ini terkena
dampak krisis finansial global akhir
2008—ekonomi China diukur dari
besarnya produk domestik bruto
menjadi negara ketiga terbesar di
dunia sesudah ekonomi Amerika
Serikat (AS) dan Jepang. Bahkan,
menurut proyeksi, dalam beberapa
tahun mendatang China akan
melampaui Jepang jadi ekonomi
kedua terbesar di dunia sesudah
AS.
Selain itu, menurut
perkiraan Bank Dunia, persentase
penduduk China yang hidup di
bawah garis kemiskinan telah
menurun dari 60 persen pada
1978 menjadi 7,0 persen pada
2007. Ini berarti sejak 1979
kesejahteraan ratusan juta
penduduk China yang miskin
dapat ditingkatkan, suatu kinerja
yang tiada taranya dalam sejarah
ekonomi dunia.
Menurut Profesor Deepak
Lal dari Universitas California, Los
Angeles, faktor penting mengapa
pimpinan China berbeda dengan
elite politik India dan Indonesia,
telah berhasil menempuh
kebijakan reformasi ekonomi yang
lebih konsisten dan berkelanjutan,
adalah karena mereka
sepenuhnya merangkul ideologi
kapitalisme. Di sisi lain, dalam
pidato baru-baru ini, Presiden Hu
Jintao menegaskan demokrasi
Barat tidak cocok bagi China.
Kebijakan ekonomi China
adalah pragmatis yang didasarkan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 205
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
atas evaluasi pengalaman dalam
pelaksanaan berbagai eksperimen
program pembangunan yang
mereka sebut ”mencari kebenaran
dari kenyataan konkret”, seperti
”sistem tanggung jawab rumah
tangga” yang pada akhir 1970-an
telah meninggalkan sistem
pertanian kolektif dan
mengembalikan usaha tani kepada
para petani. Hasilnya, kenaikan
pesat dalam produktivitas, hasil
produksi, dan pendapatan petani
tanpa memerlukan pengeluaran
besar dari Pemerintah China.
Kebijakan ekonomi yang
pragmatis juga tecermin pada
kebijakan ”pintu terbuka” bagi
investasi asing. Meski dari tahun
ke tahun sistem insentif dan
peraturan mengenai investasi
asing terus disempurnakan,
insentif dan peraturan tentang
investasi asing tetap menarik bagi
investor asing. Dengan demikian,
China menerima investasi asing
dalam jumlah amat besar, jauh
melebihi investasi asing ke
negara-negara kawasan Asia-
Pasifik lainnya (di luar Jepang).
Semula, Pemerintah China
juga memberi prioritas pada
pembangunan industri-industri
manufaktur ringan dan menengah
yang padat karya dan berorientasi
ekspor—yang hanya memerlukan
jumlah investasi kecil—tetapi
dalam waktu singkat menghasilkan
lonjakan jumlah produksi, seperti
tekstil, garmen, alas kaki, mainan
anak, dan barang elektronik
konsumsi. Kenyataannya, industri
ini telah mempekerjakan puluhan
juta orang yang datang dari
pedesaan. Namun, setelah krisis
finansial global juga melanda
China, puluhan juta pekerja ini
kembali ke pedesaan karena pasar
ekspor mereka mengalami
kontraksi.
Program reformasi ekonomi
China yang diluncurkan Deng
Xiaoping disebut Gai Ge Kai Feng,
terdiri dari dua unsur utama.
Pertama, ”mengubah sistem
insentif dan kepemilikan” di mana
milik pribadi menjadi lebih dominan
daripada milik negara. Kedua,
”membuka pintu”, artinya
liberalisasi perdagangan luar
negara, investasi asing, dan
domestik. Kebijakan investasi
asing yang liberal dilengkapi
peraturan ketat, yang mewajibkan
berbagai perusahaan asing untuk
mengalihkan teknologinya ke
berbagai perusahaan domestik,
sebagai imbalan dibukanya pasar
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 206
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
domestik China yang besar bagi
berbagai perusahaan asing.
Cina kemungkinan besar
bakal menjadi negara besar
pertama yang pulih dari downturn
global saat ini. Laju ekspansi
ekonominya mungkin tidak
mencapai dua digit seperti tahun-
tahun terakhir ini, tapi Cina pada
2010 mungkin bakal tumbuh lebih
cepat dari negara mana pun di
Eropa atau di belahan bumi Barat.
Perdana Menteri China,
Wen Jiabao, menjanjikan
pertumbuhan kuat tahun ini dan
mengatakan bahwa pemerintah
akan melawan inflasi dan
mengambil risiko terhadap bank-
bank untuk menjaga pemulihan
ekonomi terbesar ketiga di dunia
itu tetap pada jalurnya. Dalam
sebuah laporan tahunan ke
legislatif China, Wen
mengumumkan target
pertumbuhan 8% dalam tahun
penting untuk pemulihan. Ia
mengatakan bahwa belanja
stimulus dan kredit mudah akan
dilanjutkan karena basis baru
pertumbuhan global masih lemah.
Pertumbuhan ekonomi
China sendiri telah ditargetkan
sekira delapan persen setiap
tahunnya sejak 2005. Tetapi,
kebanyakan perekonomiannya
tumbuh jauh lebih cepat daripada
yang ditargetkan, hingga pada
akhirnya krisis keuangan terjadi
pada akhir 2008. Berdasarkan
target pemerintah pusat,
pertumbuhan ekonomi sekira
delapan persen. Sementara untuk
pertumbuhan industri sekira 11
persen,” ungkap Menteri
Perindustrian dan Teknologi
Informasi Li Yizhong, yang dilansir
dari AFP, Selasa (22/12/2009).
Pembentukan AFTA Berbagai perkembangan
yang mewarnai perekonomian
dunia sejak beberapa dasawarsa
dari tahun tujuh puluhan telah
merubah pola hubungan ekonomi
antar bangsa di dunia. Kemajuan
luar biasa dalam bioteknologi dan
penelitian material,
mikroelektronik, pemrosesan
informasi dan teknologi komunikasi
telah merubah secara drastis
hubungan antar negara di atas;
oleh karena kemajuan tersebut
telah mendorongadanya liberisasi
global pasar dalam persaingan,
merubah hubungan produksi dan
finansial serta mempercepat
pengembangan teknologi itu
sendiri. Perkembangan tersebut
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 207
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
telah membuat kegiatan ekonomi
dan operasi di dunia usaha tidak
lagi dapat diidentifikasi sebagai
kegiatan nasional saja, akan tetapi
telah bersifat trans-nasional atau
global.
Seiring dengan adanya
kondisi – kondisi tersebut dimana
dengan berakhirnya putaran
Uruguay yang berusaha
mengintegrasikan perekonomian
negara – negara di dunia baik
negara maju maupun negara
berkembang yang dalam
perkembangan dewasa ini secara
serius mengejar ketertinggalannya
dalam hal perekonomian dari
negara maju; ditambah juga
dengan berakhirnya perang dingin
( Cold War ) juga menjadi
momentumyang tepat sehingga
mengakibatkan berkurangnya
pertentangan ideologis yang terjadi
diantara negara – negara di
kawasan ASEAN khususnya yaitu
antara komunis dan kapitalis,
sehingga perhatian para pemimpin
negara – negara di kawasan
ASEAN dapat lebih diarahkan
pada masalah – masalah yang
lebih mendasar yakni pada
masalah pemenuhan kebutuhan
hidup manusia yaitu masalah
ekonomi
Berbagai negara yang
berada dalam kawasan yang sama
berusaha bekerjasama dalam satu
wadah kerjasama regional; sama
halnya dengan negara – negara
dalam kawasan Asia Tenggara
yang kemudian bersama – sama
membentuk suatu bentuk
liberalisasi perdagangan yang
disebut AFTA (ASEAN Free Trade
Area).
Cita – cita kerjasama
ekonomi ASEAN sudah
dicanangkan dalam KTT I ASEAN
di Bali pada Tahun 1976 dengan
tindak lanjutnya yaitu tercapainya
persetujuan untuk mengatur
perdagangan ASEAN (Agreement
on ASEAN Prefential Trading
Arrangement – ASEAN PTA) yang
dicapai pada tanggal 24 Februari
1977 di Manila. Dalam KTT ini
menghasilkan dua keputusan yang
sangat penting dan mendasar
sekali bagi kelanjutan pelaksanaan
strategi kerjasama ekonominya
adalah persetujuan untuk
pengaturan perdagangan ASEAN
dan PTA yang kemudian pada
akhirnya nanti terbukti mengalami
kegagalan. Kegagalan ASEAN dan
PTA dalam upayanya untuk
meningkatkan kerja sama
perdagangan antar negara –
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 208
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
negara ASEAN secara jelas
dikarenakan beberapa hal seperti :
a. Pengaturannya belim
meliputi mata dagangannya
yang secara riil
diperdagangkan.
b. Pengaturannya belum
menyajikan tingkat
preferensi yang memadai.
c. Pengaturannya
dilaksanakan atas dasar
pendekatan selektif lewat
urusan administratif yang
sangat rumit.
d. Pengaturannya belum
memasukan hambatan –
hambatan non – tarif
Diluar itu, ada beberapa
faktor penting yang terlepas dari
pantauanASEAN – PTA, yaitu
peranan Private Sector yang
kurang dilibatkan, penekanan yang
lebih besar pada regional Import
substitution dari pada Export –
Orientation, serta masih
rendahnya tingkat
komplementaritas dalam
berproduksi diantara sesama
anggota, juga telah menyebabkan
kurang suksesnya PTA. Selain itu,
ASEAN banyak disibukan oleh
sejumlah penyusunan stuktur
organisasinya, seperti AEM
(ASEAN Economic Minister
Meeting – Tahun 1987), JCM
(Join Consultative Meeting – tahun
1987) dan SEOM (Senior Official
Meeting – tahun 1987 ). Jelas ini
mencerminkan proses kerjasama
ASEAN dalam memantapkan diri
melalui penyusunan tatanan
Organisasi yang jelas.
Disamping kerjasama ini,
negara – negara ASEAN
menandatangani persetujuan
kerjasama proyek – proyek
pembangunan ASEAN ( ASEAN
Industry Project) pada tahun 1980
dan juga kerjasama Industri
(ASEAN Industrial
Complementation – AIC) pada
tahun 1981, dan juga ASEAN Joint
Venture tahun 1983. Namun
demikian, kerjasama ekonomi
ASEAN melalui skema – skema
diatas belum menghasilkan
sebagaimana diharapkan.
Pengaturan perdagangan
ASEAN ( PTA ) yang semula
dianggap sudah cukup progresif
dan akan mampu meningkatkan
perdagangan intra ASEAN
ternyata hanya mampu mencakup
5 % dari perdagangan diantara
negara – negara anggota ASEAN.
Salah satu penyebabnya adalah
ketidaksiapan dari negara –
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 209
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
negara tersebut untuk membuka
pasarnya.
Kegagalan ASEAN – PTA
hanya dalam usahanya
membangun dan membantu
kerjasama antar negara anggota
ASEAN, dimana dalam
perkembangannya terjadi
persaingan yang semakin ketat
antara negara – negara yang pada
intinya nanti dikhawatirkan dapat
memperlemah perdagangan intra
ASEAN dan adanya kesulitan
dalam menarik investor asing ke
negara – negara ASEAN sehingga
perlu memperluas pasar dan
peluang investasi melalui
penggabungan dan membebaskan
lalu lintas barang dan jasa.
Menyadari kelembagaan ini
KTT III di manila 1987
menyepakati terobosan –
terobosan baru dalam bidang
kerjasama ekonomi, dengan
menerapkan sejumlah elemen
yang mampu merangsang
pertumbuhan kerjasama ekonomi
pada umumnya dan perdagangan
khususnya. Hasil – hasil KTT III
belum beranjak secara radikal dari
konsep PTA dan masih bersifat
hati – hati menuju suatu
perdagangan bebas ASEAN.
Jangka waktu lima tahun sampai
KTT IV di Singapura 1992 cukup
bagi negara – negara anggota
untuk mengusulkan gagasan –
gagasan yang sangat maju dan
berani. KTT ini menghasilkan
Framework Agreement on
Enchancing ASEAN Economic
Coorporation, sebagai penegas
tekad ASEAN untuk mewujudkan
suatu iklim kerjasama ekonomi
intra ASEAN yang kondusif serta
mengantisipasi dinamika
perubahan perkembangan bebas
ASEAN; ASEAN Free Trade Area
( AFTA ). Dengan instrumen utama
adalah skema tarif Preferential
Efektif bersama (
Common Effective Preferential
Tariff / CPET ).
Paling tidak ada tiga elemen
pokok dalam AFTA yang harus
diketahui secara baik; yaitu :
1. Deklarasi Singapura atau
Singapore Declaration of
1992
Ditandatangani oleh enam
kepala negara / pemerintahan
yaitu : Sultan Haji Hassanal
Bolkiah ( Brunei Darussalam ),
Presiden Soeharto ( Indonesia ),
Perdana Menteri DR. Mahathir
Muhammad ( Malaysia ), Presiden
Corazon C. Aquino ( Filipina ),
Perdana Menteri Goh Chock Tong
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 210
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
( Singapura ), dan Perdana
Menteri Anand Panyarakum (
Thailand ); Pada tanggal 28
Januari 1992.
Isi deklarasi itu pada
dasarnya adalah bahwa setelah
melihat pengalaman selama 25
tahun para kepala negara /
pemerintahan yakin bahwa
kerjasama tetap sangat
pentinguntuk meningkatkan
kesejahteraan warga negara. Oleh
karena itu, perlu meningkatkan
hubungan dan kerjasama antar
negara – negara anggota ASEAN
dalam 5 hal, yaitu :
a. Kerjasama di bidang
politik dan
keamanan.
b. Arah dari kerjasama
ekonomi di
tingkatkan melalui
AFTA.
c. Tinjauan atas
hubungan eksternal.
d. Kerjasama
fungsional; dan
e. Restrukturisasi
lembaga ASEAN.
2. Kerangka kerja untuk
meningkatkan Kerjasama
Ekonomi
Dalam kerangka kerjasama
untuk meningkatkan kerjasama
ekonomi politik paling tidak ada
dua hal yang mendasari dan harus
sangat diperhatikan oleh negara –
negara anggota ASEAN, yaitu :
a. Kerjasama ekonomi
antar negara anggota
ASEAN harus
didasari oleh
orientasi keluar atau
outword – looking
attitude sehingga
kerjasama akan
dapat menyumbang
kepada peningkatan
liberalisasi
perdagangan dunia.
b. Kerjasama mencakup
bidang – bidang
perdagangan;
industri, mineral dan
energi, keuangan dan
perbankan, pangan,
pertanian dan
kehutanan,
transportasi serta
komunikasi.
Tujuan Perdagangan Bebas AFTA Alasan atau latar belakang ASEAN memutuskan untuk
membentuk kawasan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 211
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
perdagangan bebas karena faham
regionalisme sudah tumbuh di
kawasan ini menjelang
berakhirnya perang dingin seperti
yang dikutip oleh Joseph L. H.
Tan; bahwa kecenderungan global
dan saling ketergantungan
ekonomi di Kawasan Asia
Tenggara ini telah mendorong
dibentuknya kawasan
perdagangan bebas Asia
Tenggara melalui konsep AFTA.
Melalui konsep AFTA diharapkan
ASEAN dapat menjawab
tantangan terutama untuk
mempertahankan hubungan
ekonomi yang erat dengan partner
dagangnya yang utama dan
sekaligus untuk mendapatkan
akses pasar dengan Amerika
Serikat, Jepang dan Eropa.
Dalam perkembangannya
pun dapat disebutkan pada saat ini
ada enam negara ASEAN yang
bertekad untuk mampu
menghadapi persaingan
internasional terutama untuk
menarik modal asing secara
langsung ( foreign direct
investment ) serta mengupayakan
beban biaya produksi yang
memberikan keuntungan;
singkatnya AFTA adalah respon
ASEAN secara kolektif dan
strategis untuk mengejar tujuan –
tujuannya di lingkup intra dan
ekstra regional di bidang
perdagangan, meningkatkan iklim
investasi dan meningkatnya daya
saingdi bidang industri diantara
negara – negara anggotanya.
Tujuan utama dari
penerapan konsep AFTA adalah
pada akhirnya adalah berusaha
untuk meningkatkan volume
perdagangan antara sesama
negara anggota ( trade creation )
serta berupaya meningkatkan
daya saing ekonomi negara –
negara ASEAN dengan
menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi pasar dunia, untuk
menarik investasi dan
meningkatkan perdagangan antara
negara anggota ASEAN. Keadaan
ini dimungkinkan karena melalui
kawasan perdagangan bebas, bea
masuk / tarif semua komoditas
perdagangan diantara semua
negara anggota diturunkan sampai
mencapai 0% disamping itu
hambatan – hambatan yang bukan
disebabkan bea masuk / Non Tariff
Barriers ( NTB ) seperti penerapan
kuota terhadap komoditi tertentu
juga harus dihilangkan.
Peningkatan volume
perdagangan itu sangat penting
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 212
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
artinya bagi meninggkatkan
pertumbuhan ekonomi masing –
masing negara. Perluasan
kegiatan perdagangan berarti
terdapat kemungkinan untuk
memperluas pasar bagi para
pengusaha, hal ini merupakan
faktor pendorong untuk melakukan
perluasan kegiatan produksi,
sehingga keuntungan dalam skala
besar dapat dimanfaatkan untuk
menekan biaya produksi yang
dikeluarkan. Dengan demikian
perluasan kegiatan perdagangan
bukan hanya berperan besar
dalam meningkatkan kegiatan
produksi tetapi juga penting artinya
untuk meningkatkan daya saing di
pasar internasional. Bagi para
konsumen adanya kawasan
perdagangan bebas juga sangat
penting artinya karena persaingan
antara sesama penjual semakin
tajam, sehingga ini memiliki
kecenderungan penurunan harga
karena masing – masing
pengusaha harus
mempertahankan posisi yang telah
diperolehnya di pasaran selama
ini.dalam situasi demikian
pengusaha yang terbiasa dengan
perlindungan dan proteksi yang
tidak benar dari penguasa atau
pihak lain akan tersingkir dari
pasaran.
Meningkatkan persaingan
tersebut akan mendorong
pengusaha untuk meningkatkan
kualitas produknya agak tidak
kalah dalam persaingan,
selanjutnya kondisi persaingan
yang tajam ini akan memaksa
pengusaha untuk meningkatkan
pelayanan konsumen. Dengan
demikian penerapan sasaran
AFTA akan mendorong
perekonomian negara – negara
anggota menjadi efisien dan sehat
baik dari segi produksi maupun
perdagangan. Meskipun demikian
penerapan kawasan bebas
seharusnya tidak menimbulkan
pergeseran perdagangan ( trade
diversion ) dari satu daerah ke
daerah lainnya, maka bila hal ini
terjadi maka tujuan AFTA untuk
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional masing –masing
negara anggota tidak tercapai.
Kritik yang selalu
dilemparkan terhadap konsumen
perdagangan bebas adalah negara
– negara yang kondisi ekonominya
belum berkembang dengan baik
cenderung akan dirugikan. Hal ini
terjadi karena daya saing
komoditas yang dihasilkan oleh
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 213
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
negara – negara yang ekonominya
belum berkembang biasanya relatif
lemah, akibatnya negara tersebut
akan cenderung kalah dalam
persaingan dengan negara yang
relatif baik kondisi
perekonomiannya dan bila hal ini
terjadi, penerapan daerah
perdagangan bebas akan
cenderung merugikan negara yang
lemah dan menguntungkan negara
yang kuat. Jadi negar yang
memiliki perekonomian yang kuat
akan semakin kuat sementara
negara yang lemah
perekonomiannya akan
dikhawatirkan tidak dapat
menikmati keuntungan dari adanya
AFTA. Oleh karena itu, dalam
penerapan AFTA ini Indonesia dan
Filipina yang tingkat
perekonomiannya belum baik jika
dibandingkan dengan negara –
negara lain pada saat – saat awal
pembentukan AFTA ragu – ragu
bahkan cenderung menolak
pemberlakuan AFTA pada negara
– negara anggota ASEAN.
AFTA yang diprakarsai
pada tahun 1992 ditujukan untuk
meningkatkan pasar yang
terintegrasi antara negara –
negara anggota ASEAN dengan
penduduk yang sudah lebih dari
500 juta jiwa. Dengan adanya
AFTA diharapkan perekonomian
menjadi lebih efisien dan bersaing
serta menarik bagi penanaman
modal asing ke dalam kawasan ini.
Seperti tercantum dalam
“Framework Agreement on
Enhancing ASEAN Economic
Coorporation” yang disepakati oleh
ke enam kepala pemerintah
ASEAN; Tujuan AFTA adalah
sebagai berikut : “Untuk
meningkatkan kerjasama ekonomi
antar negara ASEAN guna
mencapai pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan yang
berkesinambungan bagi semua
negara anggota ASEAN dimana
hal tersebut sangatlah penting bagi
pencapaian stabilitas dan
kemakmuran di kawasan”.
Sedangkan dalam deklarasi
deklarasi bangkok sudah
tercantum dengan jelas bahwa
tujuan ASEAN – dalam hal ini
AFTA – adalah sebagai berikut :
1. Mempercepat pertumbuhan
ekonomi, perkembangan
sosial dan pembangunan
budaya di kawasan Asia
tenggara melalui kerjasama
di berbagai bidang dalam
semangat kebersamaan
dan kemitraan demi
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 214
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
mewujudkan masyarakat
Asia Tenggara yang damai
dan sejahtera.
2. Memelihara perdamaian
dan stabilitas kawasan
melalui sikap saling
menghormati sistem
peradilan dan peraturan
perundang – undangan
yang berlaku disetiap
negara anggota sesuai
dengan Piagam
Perserikatan Bangsa –
Bangsa.
Apabila sudah berjalan secara
penuh, AFTA akan dapat
meningkatkan keuntungan
kompetitif dan daya saing ASEAN
sebagai suatu kesatuan unit
produksi ke arah pasar global.
Setelah beberapa kali pertemuan
dan negosiasi yang melelahkan
akhirnya pada bulan oktober 1991
para menteri Ekonomi ASEAN
memutuskan bahwa dalam AFTA :
1. Perdagangan antara
negara – negara anggota
ASEAN; hambatan tarif dan
non tarif dihapuskan
dengan tujuan untuk
meningkatkan efisiensi
ekonomi, produktifitas, dan
daya saing.
2. Tingkat tarif akan turun
menjadi 0 – 5% dalam
kurun waktu 10 tahun
Secara resmi baru pada bulan
januari 1992 pembentukan AFTA
disepakati dalam pertemuan
puncak ASEAN ke-4 di Singapura.
Dalam pertemuan itu Filipina
menginginkan agar perjanjian
AFTA dinyatakan secara
“mengikat” atau “politically binding”
untuk menunjukan kekuatan
ASEAN. Tetapi yang dipilih oleh
para kepala negara lainnya justru
sebaliknya yaitu “yang tidak
mengikat” atau “less legally
binding”.
China – ASEAN Free Trade AREA
Perdagangan bebas dapat
didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan dalam perdagangan
antar individu dan perusahaan
yang berada di negara yang
berbeda. Dalam perdagangan
bebas, semua hambatan dalam
perdagangan dihapuskan. Tujuan
dari perdagangan bebas adalah
mampu meningkatkan standar
hidup melalui keuntungan
komparatif dan ekonomi skala
besar apabila pihak-pihak yang
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 215
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
bersaing memiliki dan mendapat
kualitas faktor-faktor ekonomi yang
berimbang. Negara-negara
ASEAN dan China mengadakan
suatu perjanjian CAFTA (China-
ASEAN Free Trade Area) dimana
berisi penurunan tarif antara 0-5
persen antara negara-negara yang
terlibat.
Daya saing merupakan
kemampuan suatu komoditi untuk
memasuki pasar luar negeri dan
kemampuan untuk dapat bertahan
di dalam pasar tersebut, dalam
pengertian jika produk mempunyai
daya saing maka produk
tersebutlah yang banyak diminati
konsumen (Tambunan, 2001).
Dilihat dari keberadaannya
mengenai keunggulan daya saing,
daya saing dapat dibedakan
menjadi keunggulan absolut dan
keunggulan komparatif. Daya
saing sangat diperlukan bagi
Indonesia dalam pemberlakuan
perjanjian CAFTA agar sektor
industri bisa memasuki pasar
internasional.62
Industri mempunyai
peranan yang sangat penting bagi
Indonesia. Produk-produk industri
dinilai selalu memiliki nilai tukar
62 Ibid
yang tinggi atau lebih
menguntungkan serta
menciptakan nilai tambah yang
lebih besar dibandingkan dengan
produk-produk sektor lain
(Dumairy, 2000). Tabel 2.
menunjukkan nilai ekspor
Indonesia menurut sektor. Dilihat
dari kontribusinya terhadap ekspor
keseluruhan, produk industri
memiliki kontribusi terbesar
dibandingkan sektor lainnya.
Kontribusi ekspor produk industri
pada Januari - Oktober 2004 naik
dari 66,61 persen menjadi 68,31
persen sedangkan kontribusi
ekspor produk pertanian turun dari
4,06 persen menjadi 3,74 persen.
Demikian juga ekspor produk
pertambangan turun dari 6,88
persen menjadi 5,96 persen, dan
ekspor migas turun dari 22,45
persen menjadi 21,99 persen.
Penutup Industri yang menjadi
unggulan dalam neraca
perdagangan Indonesia adalah
industri TPT dan Produk Teksil
(TPT) dan Indonesia sebagai salah
satu negara pengekspor terbesar
di dunia. Industi TPT ini dapat
menyerap tenaga kerja yang
menganggur cukup besar
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 216
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
mencapai 1,84 juta tenaga kerja.
Pada tahun 2006, industri ini
memberikan kontribusi sebesar
11,7 persen terhadap total ekspor
nasional, 20,2 persen terhadap
surplus perdagangan nasional,
dan 3,8 persen terhadap
pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional. Indonesia
menghargai dan menghormati
liberalisasi perdagangan yang
terjadi saat ini, hal ini akan
mendorong daya saing
antarnegara agar dapat
menghasilkan TPT lebih kompetitif
di pasar internasional.
Perdagangan bebas CAFTA
(ASEAN-China Free Trade Area)
dapat meningkatan daya saing
antara pengusaha besar maupun
kecil dengan produk-produk dari
ASEAN dan China. Industri TPT
Indonesia harus memilik daya
saing dengan industri TPT dari
negara-negara yang melakukan
perjanjian CAFTA yaitu negara
ASEAN dan China. Namun, hal
yang sangat dikhawatirkan oleh
semua pihak adalah produk China
dimana harga produknya relatif
lebih murah dibandingkan dengan
negara-negara yang terlibat dalam
CAFTA. Perdagangan bebas
(CAFTA) ini menimbulkan dampak
positif dan negatif sehingga
diperlukan usulan solusi yang bisa
dijadikan sebagai pertimbangan
bagi para pelaku produksi dalam
pengambilan keputusan.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 217
JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.13,NO.1 (JANUARI-JUNI 2014) ISSN 0853-2265
Daftar Pustaka Republik Rakyat China dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Republik
_Rakyat_Cina
Dampak Perkembangan
Perdagangan Internasional oleh
Refrizon Simaboera dalam
http://www.astarizon.org/artikel/Per
dagangan%20InternasionaL.pdf
Perdagangan Internasional dalam
http://www.crayonpedia.org/mw/BS
E:Perdagangan_Internasional_9.2
_(BAB_7)
Tantangan dan Peluang
Penerapan CAFTA”,
dalamhttp://www.bi.go.id/NR/rdonl
yres/CA0E2C9D-00F3-46A8-
A48D-
EB4452A640B4/18742/BOKSTant
angandanPeluangCAFTA.pdf,
Republik Rakyat Cina”, dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Republik
_Rakyat_Cina
Target Ekonomi China 2010”,
dalam
http://lailisulumiyah.blogspot.com/2
009/12/target-ekonomi-cina-
2010.html
Perdagangan Bebas (CAFTA)
dalam
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/1
23456789/27809/4/perdagangan%
20bebas%20(%20caFta%20).doc
Recommended