View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
PENGARUH GAS FLOW RATE DAN FILLER FEEDING RATE TERHADAP DISTRIBUSI
KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGELASAN GMAW PADA
ALUMINIUM 7075
Muhammad Anshori Saga(2)
, Prof. Dr.Ir. Sulistijono, DEA(1)
, Budi Agung Kurniawan, ST,
MSc.(1)
1 Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Abstrak
Pengelasan pada aluminum merupakan salah satu teknologi pengelasan yang
membutuhkan proses tertentu karena dalam prosesnya aluminium tidak boleh bereaksi dengan
oksigen. Pengelasan yang biasa dilakukan pada aluminium adalah GMAW dan GTAW dengan gas
pelindung Argon. Dan seri aluminium yang sering dipakai adalah seri 6xxx dan 7xxx. Karena itu
pengelasan aluminium perlu dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang terbaik dari pengelasan
aluminium.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh gas flow rate dan filler
feeding rate terhadap distribusi kekerasan dan struktur mikro hasil pengelasan GMAW (Gas Metal
Arc Weld) Aluminium 7075. Dalam penelitian ini digunakan gas flow rate 8 lt/mnt dan 16 lt/mnt
serta variasi filler feeding rate 5mm/det, 8 mm/det, 12 mm/det, dan 15 mm/det. Distribusi
kekerasan diperoleh melalui pengujian hardness Rockwell A.
Kenaikan gas flow rate menyebabkan kenaikan nilai kekerasan, baik di daerah weld metal,
HAZ, dan base metal. Nilai kekerasan tertinggi pada hasil pengelasan base metal dengan gas flow
rate 16 lt/mm. Nilai kekerasan pada filler feeding rate 5 mm/detik dan 15 mm/detik lebih tinggi di
bandingkan dengan filler feeding rate 8 mm/detik dan 12mm/detik.
Kata Kunci: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminium 7075
Abstract
Weld on Aluminum welding technology is one that requires a certain process because in
the aluminum weld should not react oxygen. Welding method usually using GMAW and GTAW with
shielding gas, and the series is often used in Aluminum 6xxx and 7xxx. Therefore, Aluminium
welding needs to be studied to obtain the best quality of welding Aluminum.
The purpose of this research to study the effect of gas flow rate and filler feeding rate on
the distribution of hardness and microstructure of weld GMAW (Gas Metal Arc Weld) aliminum
7075. This study used gas flow rate 8 L/min and 16 L/min and filler feeding rate variation 5
mm/sec, 8 mm/sec, 12 mm/sec, and 15 mm/sec. distribution of hardness is obtained by using
hardness rockwell A machine.
The increase in gas flow rate led to increase in value of hardness, in the weld metal, HAZ,
and base metal. The highest hardness value in the welded base metal with gas flow rate 16 L/min.
The highest value of haredness on th filler feeding rate of 5 mm/sec and 15 mm/sec.
Keywords: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminum 7075
2
1. PENDAHULUAN
Pengelasan merupakan bagian yang
penting dalam suatu proses industri, dan
kebutuhan akan pengelasan sangat tinggi oleh
karena itu teknologi pengelasan semakin
lama semakin berkembang. Penggunaan
teknologi las biasanya dipakai dalam bidang
konstruksi, otomotif, perkapalan, pesawat
terbang, dan bidang lainnya.
Dalam proses pengelasan terdapat
berbagai permasalahan yang terjadi, karena
banyak faktor yang mempengaruhi hasil
pengelasan. Berbagai hal harus
diperhitungkan sebelum melakukan
pengelasan, untuk mendapatkan hasil
pengelasan yang baik seperti sifat mekanik,
sifat fisik, komposisi, dan dimensi.
Menentukan prosedur pengelasan yang benar
adalah langkah yang harus dilakukan agar
hasil yang didapatkan akan optimal dan
mencegah terjadinya cacat.
Pengelasan pada aluminum merupakan
salah satu teknologi pengelasan yang
membutuhkan proses tertentu karena dalam
prosesnya aluminium tidak boleh bereaksi
dengan oksigen. Pengelasan yang biasa
dilakukan pada aluminium adalah GMAW
dan GTAW dengan gas pelindung Argon.
GMAW banyak digunakan pada pengelasan
Aluminium karena adanya gas pelindung
pada metode ini akan mencegah oksidasi saat
proses pengelasan. Seri aluminium yang
sering dipakai adalah seri 6xxx dan 7xxx.
Aplikasi pada pengelasan aluminium adalah
pada bidang otomotif dan pesawat terbang.
Karena itu pengelasan aluminium perlu
dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang
terbaik dari pengelasan aluminium.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelsan GMAW GMAW (Gas Metal Arc Welding)
mempunyai nama lain MIG (Metal Inert
Gas). Proses pengelasan yang mempunyai
kemiripan dengan MIG adalah MAG (Metal
Active Gas). Perbedaaan antara MIG dan
MAG adalah pada gas pelindung. Gas
pelindung yang digunakan pada MIG adalah
Argon (Ar) atau Helium (He) atau kombinasi
keduanya, sedangkan pada pengelasan
dengan proses MAG gas pelindung yang
digunakan seperti Ar + CO2, Ar + O2 atau
CO2. Prinsip dasar yang digunakan oleh
GMAW tidak jauh berbeda dengan SMAW
yaitu pengelasan dengan mencairkan logam
induk dan elektroda yang nantinya akan
terbentuk logam las setelah membeku.
Gambar.1 menunjukan skema pengelasan
GMAW.
Gambar 1. skema pengelasan GMAW
(Sonawan dan Rochim, 2004)
Perbedaan antara SMAW dan GMAW
ada pada pelindung logam las, pada SMAW
menggunakan Fluks, sedangkan pada
GMAW munggunakan gas pelindung.
Sehingga hasilnya pada GMAW tidak
terdapat terak.
Berikut ini merupakan sifat GMAW yang
menguntungkan sehingga banyak dipilih
sebagai proses pengelasan, misalnya :
1. Karena konsentrasi busur yang tinggi,
maka busurnya menjadi runcing dan
percikannya sedikit sehinga
memudahkan proses pengelasan.
2. Karena dapat menggunakan arus yang
tinggi maka kecepatan pengelasan
dapat tinggi juga, ini dapat
meningkatkan efiiensi pengelasan
tersebut.
3. Ketangguhan dan elastisitas, kedap
udara, ketidakpekaan terhadap retakan,
dan sifat lainnya yang hasilnya lebih
baik jika menggunakan proses GMAW.
(Harsono, 1986).
Oleh karena itu MIG banyak digunakan
untuk mengelas logam dengan kualitas tinggi
seperji baja tahan karat (Stainless Steel),
Titanium, dan Aluminium. Gambar 2.
menunjukan bagian – bagian dari mesil las
GMAW.
3
Gambar 2. Bagian – bagian dari mesin las
GMAW (Sonawan dan Rochim, 2004)
Karena sifat – sifat di atas maka
menyebabkan busur yang dihasilkan saat
proses pengelasan menjadi selalu runcing.
Hal ini menyebabkan butir – butir logam cair
menjadi halus dan pemindahan elektroda
menjadi cepat seakan seperti disemburkan.
Seperti yang digambarkan pada gambar 3.
Gambar 3 Semburan elektroda cair pada
pengelasan GMAW (Harsono, 1986).
2.2. Daerah Lasan
Daerah lasan terdiri dari tiga bagian,
yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas
atau Heat Affected Zone (HAZ), serta logam
induk. Logam lasan adalah bagian dari logam
yang pada saat pengelasan mengalami
pencairan kemudian membeku. Daerah
pengaruh panas adalah logam induk yang
bersebelahan dengan logam las dan selama
proses pengelasan mengalami siklus termal
pemanasan dan pendinginan yang cepat.
Logam induk yang tidak terpengaruh adalah
bagian logam dasar dimana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya
perubahan struktur dan sifat (Harsono, 1986).
Faktor utama yang mempengruhi lebar
HAZ adalah heat input (masukan panas) yang
diterima oleh logam tersebut. Makin besar
heat input yang diterima, maka makin lebar
daerah HAZ dari logam tersebut. Sedangkan
makin rendah heat input yang diterima oleh
logam tersebut maka menyebabkan makin
pendek lebar daerah HAZ.
Untuk mentukan lebar daerah HAZ
secara teorikal maka dapat mnggunakan
persamaan 2.1.
1
𝑇𝑝−𝑇𝑜 =
4.13 𝜌 𝐶𝑡 𝑌
𝐻𝑛𝑒𝑡 +
1
𝑇𝑚−𝑇𝑜…(pers 1) (AWS
vol 1,1976)
Dimana :
Hnet = Heat Input (J/mm)
ρ = Density of materials (J/mm-3
)
C = Specific heat of solid metal (J/kg.oC)
t = tebal plat (mm)
Y = lebar HAZ (mm)
Tp = peak temperature (oC)
To = temperatur awal (oC)
Tm = melting temperature (oC)
Dari persamaan 1 tersebut dapat
diketahui berapa lebar HAZ dengan
memasukan nilai Hnet, Density of material,
dan spesific heat of solid metal.
Disamping ketiga pembagian daerah
utama tersebut, masih ada satu daerah khusus
yang membatasi daerah logam las dengan
daerah pengaruh panas yaitu batas las (fusion
line). Daerah ini akan mencapai temperatur
puncak pada saat proses pengelasan. Pada
gambar 4 bisa dilihat daerah las dimaksud.
Gambar 4 Daerah las-lasan.(Sonawan dan
Rochim, 2004)
2.3. Heat Input Proses pengelasan memerlukan energi
yang cukup untuk dapat mencairkan logam
induk dan logam pengisi. Pada pengelasan
menggunakan sumber energi yang berasal
dari listrik maka energi listrik tersebut yang
diubah menjadi energi panas. Energi panas
yang masuk ke dalam proses pengelasan
disebut dengan heat input. Heat input di
pengaruhi oleh 3 faktor yaitu arus las,
tegangan las, dan kecepatan las.
4
Penggabungan dari ketiga faktor tersebut
dapat dirumuskan dalam pers.2.
𝐻𝐼 =𝑡𝑒𝑔 .𝑙𝑎𝑠 𝑥 𝐴𝑟𝑢𝑠 𝐿𝑎𝑠
𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑠 ………..(pers. 2)
(Sonawan dan Rochim, 2004)
Dari persamaan tersebut maka dapat di
tarik beberapa kesimpulan :
1. Jika menginginkan HI yang tinggi
maka parameter yang harus
dibesarkan adalah tegangan las dan
arus las, sedangkan kecepatan
pengelasan diperlambat.
2. Jika mengingnkan HI yang rendah
maka parameter yang harus
dikecilkan adalah tegangan las dan
arus las, dan kecepatan pengelasan
dipercepat.
(Sonawan dan Rochim, 2004)
2.4. Gas Pelindung
Pada pengelasan Aluminium pengaruh
gas pelindung sangatlah penting karena
berpengaruh langsung terhadap hasil lasan.
Pada pengelasan GTAW dan GMAW untuk
Aluminium gas yang biasa dipakai adalah
argon atau helium murni, tanpa campuran
CO2 dan O2. Adanya gas CO2 dan O2 akan
bersifat sebagai pengotor dan juga
mempercepat keausan pada ujung elektroda.
Dalam hal ini pelindung gas pada GTAW dan
GMAW sangat mempengaruhi masuknya gas
lain seperti CO2 dan O2. Gas Flow Rate
merupakan debit aliran gas yang
menyelubungi daerah lasan. Debit yang biasa
dipakai adalah 12 - 15 l/min (AWS vol
3,1996).
Terdapat perbedaan antara penggunaan
gas pelindung Ar dan He. Gas Ar memilki
perlindungan yang lebih baik dari He, tetapi
memiliki daerah penembusan yang dangkal.
Untuk memperdalam daerah penembusan
biasanya dipadukan antara gas Ar dengan He.
Gas pelindung yang digunakan umumnya
bersifat murni karena berhubungan langsung
dengan logam pengisi, hal ini mencegah
terjadinya pengotor dalam daerah weld metal
yang akan mempengaruhi hasil dari
pengelasan. Gambar 5 menunjukan
bagaimana penetrasi antara gas Ar dan He.
Gambar 5. Bentuk penetrasi antara gas Ar
dan He (Harsono, 1986).
Kombinasi terhadap Ar dan He dapat
digunakan dengan memasukan saluran
tambahan. Dengan perbandingan yang pas
dapat meningkatkan sifat mekanik dan
mencegah porositas. Hasil pengelasan
GMAW dengan gas flow rate 20 lt/mnt
menggunakan 99% Ar murni jika
dibandingkan dengan gas flow rate 15:5
menggunakan Ar dan Ar+67%He. Sifat
mekanik dan ketahanan terhadap
pertumbuhan porositas yang didapatkan dari
gas Ar dan Ar+67%He masih lebih baik
dibandingkan dengan Ar 99% (V.
Balasubramanian,2006).
Gas flow rate berpengruh terhadap
pengelasan GMAW terutama jika mengelas
Aluminium. Oleh karena itu debit yang
digunakan juga akan berpengaruh terhadap
sifat mekanik dari hasil pengelasan. Semakin
tinggi gas flow rate yang digunakan maka
dapat meningkatkan kekuatan dari hasil
pengelasan aluminium. (I N Budiarsa,2008).
2.6.Pemilihan Logam Pengisi
Pemilihan logam pengisi atau filler pada
dasarnya adalah menggunakan logam yang
sejenis dengan logam induknya. Tetapi dalam
kenyataannya unsur dalam logam pengisi
sering mengalami oksidasi, membentuk terak,
atau menguap sehingga ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
filler. Agar hasil pengelasan mendekati dari
logam induk.
Dalam pemilihan logam pengisi untuk
pengelasan Aluminium hal yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan unsure kimia
dalam logam pengisi, hal ini harus
menyusuaikan dengan lodam induk.
Mempertimbangkan sifat mekanik seperti
kekerasan dari logam pengisi. Serta ukuran
diameter dari logam pengisi tersebut harus
diperhitungkan sesuai dengan kapasitas dari
5
mesin las yang akan digunakan. Untuk
pengelasan Aluminium usahakan agar
memilih logam pengisi yang memiliki umur
penyimpanan yang pendek hal ini
dikarenakan mencegah logam pengisi
tersebut memiliki lapisan oksida yang tebal
dan terdapat uap air (Harsono, 1986).
Kecepatan dari logam pengisi atau filler
feeding rate brpengaruh terhadap kerapatan
dari hasil pengelasan. Jika kecepatan filler
rendah maka akan menyebabkan kekurangan
logam pengisi. Kecepatan filler yang tinggi
membutuhkan arus yang lebis besar untuk
mencairkan filler tersebut.
2.7.Aluminium
Aluminium merupakan jenis logam yang
ringan dan mempuntai kekuatan tinggi, serta
tahan terhadap korosi dan merupakan
konduktor listrik yang baik. Karena sifat–
sifat tersebut Aluminium banyak dipakai
dalam bidang kimia, listrik, konstruksi
bangunan, dan transportasi. Penggunaan
Aluminium pada suatu struktur konstruksi
bangunan banyak digunakan karena
mengurangi beban.
Paduan yang dapat diperlaku-panaskan
adalah paduan dimana kekuatannya dapat
diperbaiki dengan pengerasan dan temper,
sedangkan pada paduan yang tidak dapat
diperlaku-panaskan kekuatannya hanya bisa
diperbaiki dengan pengerjaan dingin. Paduan
yang dapat diperlaku-panaskan adalah seri
2XXX, 4XXX, 6XXX, dan 7XXX.
Sedangkan seri 1XXX, 3XXX, 4XXX, dan
seri 5XXX termasuk dalam paduan yang
tidak dapat diperlaku-panaskan (Sonawan
dan Rochim, 2004)
Sifat lain dari paduan Aluminium yang
harus mendapatkan perhatian sebelum
melakukan pengelasan adalah konduktivitas
listrik, konduktivitas panas dan sifat ekspansi
panas. Kondukvitas listrik pada Aluminium
lebih tinggi dari pada baja. Tingginya
konduktivitas listrik berarti arus listrik yang
mengalir melalui logam akan lebih mudah.
Proses pengelasan busur listrik yang
memanfaatkan listrik sebagai sumber energy
utama dapat memanfaatkan kelebihan logam
ini. Karena sifat konduktivitasnya maka
membutuhkan panas yang lebih tinggi untuk
mengelas Aluminium karena panas yang
masuk cepat disebarkan. Maka cara yang
dipakai untuk mempertahankan panas adalah
dengan memperbesar arus las, memperkecil
tinggi busur, dan memperlambat kecepatan
pengelasan. Koefisien panas yang tinggi
menyebabkan pemuaian dan penyusutan yang
besar juga, ini mungkin terjadi pada
pengelasan Aluminium.
2.7.1.Alumunium 7xxx
Paduan ini termasuk jenis yang dapat
diperlaku-panaskan. (Sonawan dan Rochim,
2004). Biasanya dalam paduan Al – Zn
ditambahkan Mg, Cu, dan Cr. Kekuatan tarik
yang dapat dicapai lebih dari 50 kg/mm2,
sehingga paduan ini dinamakan juga ultra
duralium. Berlawanan dengan kekuatan
tariknya, sifat mampu-las dan daya tahannya
terhadap korosinya kurang menguntungkan.
Tetapi belakangan terdapat paduan Al – Zn –
Mg yang merperbaiki,sifat mampu-las dan
ketahanan korosi tersebut.
Dalam paduan Al – Zn terdapat batas
maksimum yang dibolehkan dalam
penambahan unsur, yaitu :
Tabel 1. Unsur pembentuk Aluminium seri
7xxx
unsur Presentase (%)
Zn 2-8
Mg 0.5-4
Cu 0-3
Fe 0.1-0.8
Si 0.05-0.3
Cr 0-0.5
Mn 0-1.5
Ti 0.-0.5
B 0-0.05
Zr 0-0.25
Ag 0-1
Be 0-0.10
Lainnya < 0.05 masing-masing
Digram fasa Al – Zn menunjukan
bagaimana pengaruh dari massa Zn terhadap
pembentukan struktur dari Aluminium seri
7000. Dari diagram fasa tersebut menunjukan
temperatur pencairan dan pengaruh
temperatur terhadap pembentukan fasa
tersebut. Berikut ini adalah gambar 6 yang
menunjukan digram fasa Al – Zn (Battelle
PNNL).
6
Gambar 6. Diagram fasa Al – Zn
Struktur mikro pada Al seri 7075
menunjukan bagaimana besar dari butir-butir
Al dan bagaimana pembentukan antara Al
dengan Zn. Gambar 7 menujukan bentuk dari
struktur mikro dari Auminium 7075.
Gambar 7. Struktur mikro Al 7075
(Nowill,2007)
3. METODOLOGI
3.1. Pengujian Kekerasan
Uji kekerasan dilakukan di laboratorium
Teknik Material dan metalurgi ITS. Uji
kekerasan yang digunakam yaitu uji
kekerasan Rockwell A.
Prosedur pengujian kekerasan Rockwell
dilakukan dengan menekan indentor dengan
beban awal 3 kg, yang menyebabkan
kedalaman indentasi h, jarum penunjuk di set
pada angka nol skala hitam, setelah itu
diberikan beban mayor sebesar 60 kg.
Mekanisme pembebanan dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 8. Mekanisme pembebanan
kekerasan Rockwell.
Pengujian kekerasan ini dilakukan pada 5
titik, seperti terlihat pada gambar 9. Titik
pertama diindetasikan pada daerah weld
metal, titik kedua dan ketiga berada pada
daerah HAZ, dan titik keempat dan kelima
berada pada daerah base metal.
Gambar 9. Posisi Titik Pengujian Kekerasan
3.2. Uji Metalografi
Uji metallografi dilakukan di
laboraturium metallografi Teknik Material
dan Metalurgi ITS. Uji Metalografi dilakukan
untuk melihat perubahan metalografi pada
objek penelitian sebagai akibat dari proses-
proses eksperimen yang telah diterimanya.
Pada spesimen las metalografi yang diamati
adalah pada base metal, daerah HAZ, dan
weld metal-nya. Tahap – tahap uji
metallografi yaitu:
1. Melakukan polishing dengan
menggunakan kertas gosok dari grid
500- 2000. Hingga permukaan rata dan
tidak telihat garis.
2. Tahapan dan langkah-langkah etsa
dilakukan sesuai dengan standard
ASTM (American Society for Testing
Methode) E407.
Untuk mengetsa aluminium 7075
digunakan larutan HF 5%, lalu
dioleskan dengan menggunakan kapas
selama 15 – 20 detik, kemudian dibilas
dengan air dan dikeringkan
menggunakan dryer.
3. Menyalakan komputer dan mikroskop
optik.
4. Meletakkan spesimen dibawah lensa
(pada tempat spesimen).
7
5. Memilih lensa perbesaran sesuai
keperluan (50X, 100X, 200X, 500X,
1000X).
6. Mengatur posisi tempat spesimen
hingga gambar tampak jelas.
7. Memilih daerah yang akan diambil foto
mikronya.
8. Gambar disimpan dalam drive yang
diinginkan
4. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
4.1. Distribusi kekerasan berdasarkan uji
kekerasan
Uji kekerasan dilakukan di Laboratorium
Metallografi Teknik Material dan Metalurgi
ITS. Uji kekerasan menggunakan Rockwell
A. Beban minor dan beban mayor yang
digunakan yaitu 3 kg dan 60 kg. Uji
kekerasan dilakukan pada 5 titik pada 3
daerah yang berbeda seperti yang terlihat
pada gambar 3.7. Titik pertama berada pada
daerah weld metal, titk kedua dan ketiga
berada di daerah HAZ, sedangkan titik
keempat dan kelima berada di daerah base
metal. Tabel 2. menunjukkan nilai kekerasan
pada masing-masing titik pengujian di tiap
spesimen.
Tabel 2. Hasil uji kekerasan
gas
flo
w r
ate
(lt/
men
it)
fill
er f
eedin
g
rate
(mm
/det
ik)
Kode
spes
imen
nilai kekerasan (HRA)
titik
1
titik
2
titik
3
titik
4
titik
5
8
5 A1 13 22 39 47 47
8 A2 9 24 42 35 44
12 A3 12 37 34 36 42
15 A4 17 23 42 38 45
16
5 B1 14 41 42 45 48
8 B2 15 45 39 43 47
12 B3 14 33 42 37 45
15 B4 12 46 43 45 47
Gambar 10 menunjukkan kurva distribusi
kekerasan pada spesimen dengan gas flow
rate 8 lt/menit. Sedangkan gambar 11
menunjukkan kurva distribusi kekerasan
spesimen dengan gas flow rate 16 lt/menit.
Gambar 10. Kurva distribusi kekersan
pada spesimen dengan gas flow rate 8
lt/menit
Gambar 11. Kurva distribusi kekerasan
spesimen dengan gas flow rate 16 lt/mnt
Pengaruh peningkatan nilai gas flow rate
pada nilai kekerasan pada titik 1 adalah,
semakin tinggi nilai gas flow rate maka
meningkatkan nilai kekerasan. Sama halnya
dengan titik 2, titik 3, titik 4, dan titik 5.
Maka nilai kekerasan meningkat dengan
makin tingginya nilai gas flow rate. Hal ini
disebabkan karena makin tinggi gas flow rate
maka ujung busur akan semakin lancip dan
hasil pengelasan makin rapat. Serta
mengakibatkan penetrasi semakin dalam. (
Wiryosumarto,1986)
Sedangkan pengaruh filler feeding rate
terhadap nilai kekerasan adalah nilai filler
feeding rate 8, 12 mm/dtk mempunyai nilai
yang lebih rendah dari nilai filler feeding rate
5, 15 mm/dtk. Hal ini disebabkan karena
makin tinggi filler feeding rate dengan
kecepatan pengelasan yang sama memiliki
heat input yang lebih tinggi, dibandingkan
dengan filler feeding rate lebih rendah,
dengan kecepatan pengelasan yang sama.
4.2. Pengamatan dan Analisa Foto Makro
Foto makro dilakukan di Laboratorium
Metallografi Teknik Material dan Metalurgi
5
15
25
35
45
55
0 1 2 3 4 5 6
nil
ai
kek
ek
era
san
(H
RA
)
Titik pengujian
A1
A2
A3
A4
101520253035404550
0 1 2 3 4 5 6Nil
ai
kek
erasa
n (
HR
A)
Titik pengujian
B1B2B3B4
8
ITS. Foto makro diambil menggunakan
kamera digital Cannon A480.
1. Spesimen A1
Spesimen A1 merupakan spesimen hasil
pengelasan dengan gas flow rate 8 lt/menit
dan filler feeding rate 5 mm/detik. Pada
pengamatan foto makro tampak perbedaan
antara daerah weld metal, HAZ, dan base
metal, terlihat pada gambar 12. Daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 3 mm.
Gambar 12. Foto makro spesimen A1
2. Spesimen A2
Spesimen A2 merupakan spesimen hasil
pengelasan dengan gas flow rate8 lt/menit
dan filler feeding rate 8 mm/detik. Pada
pengamatan foto makro tampak perbedaan
antara daerah weld metal, HAZ, dan base
metal, terlihat pada gambar 13. Daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 4 mm.
Gambar 13. Foto makro spesimen A2
3. Spesimen A3
Spesimen A3 merupakan spesimen hasil
pengelasan dengan gas flow rate8 lt/menit
dan filler feeding rate 12 mm/detik. Pada
pengamatan foto makro tampak perbedaan
antara daerah weld metal, HAZ, dan base
metal, terlihat pada gambar 14. Daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 2,5 mm.
Gambar 14. Foto makro spesimen A3
4. Spesimen A4
Spesimen A4 merupakan spesimen
hasil pengelasan dengan gas flow rate 8
lt/menit dan filler feeding rate 15 mm/detik.
Pada pengamatan foto makro tampak
perbedaan antara daerah weld metal, HAZ,
dan base metal, terlihat pada gambar 15.
Daerah HAZ yang terbentuk sebesar 3 mm.
Gambar 15. Foto makro spesimen A4
5. Spesimen B1
Spesimen B1 yaitu spesimen hasil
pengelasan dengan dengan gas flow
ratesebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate
sebesar 5 mm/detik. Gambar 16
menunjukkan perbedaan daerah weld metal,
HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 1,5 mm.
Gambar 16. Foto makro spesimen B1
6. Spesimen B2
Spesimen B2 yaitu spesimen hasil
pengelasan dengan dengan gas flow rate
sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate
sebesar 8 mm/detik. Gambar 17
menunjukkan perbedaan daerah weld metal,
HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 2,5 mm.
Gambar 17. Foto makro spesimen B2
Weld metal HAZ Base Metal
Weld metal HAZ
Base Metal
HAZ Base metal
Weld Metal HAZ
Base Metal
Weld metal HAZ Base Metal
Weld metal HAZ Base Metal
Weld metal
Weld Metal
9
7. Spesimen B3
Spesimen B3 yaitu spesimen hasil
pengelasan dengan dengan gas flow rate
sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate
sebesar 12 mm/detik. Gambar 18
menunjukkan perbedaan daerah weld metal,
HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 3 mm.
Gambar 18. Foto makro spesimen B3
8. Spesimen B4
Spesimen B4 yaitu spesimen hasil
pengelasan dengan dengan gas flow rate
sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate
sebesar 15 mm/detik. Gambar 19
menunjukkan perbedaan daerah weld metal,
HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ
yang terbentuk sebesar 3 mm.
Gambar 19. Foto makro spesimen B4
Dari tabel 3 dapat dilihat perbedaan lebar
HAZ secara perhitungan teoritikal dengan
lebar HAZ pada hasil sesungguhnya. Lebar
HAZ teoritikal diperoleh dari perhitungan
menggunakan pers.1.
Tabel 3. Lebar HAZ
Spesimen Lebar HAZ
(mm)
Lebar HAZ Teorikal
(mm)
A1 3 4.12
A2 4 4.27
A3 2.5 3.79
A4 3 3.89
B1 1.5 4.45
B2 2.5 4.14
B3 3 3.61
B4 3 3.53
Pada keadaan sesungguhnya, lebar HAZ
pada gas flow rate 8 lt/menit mengalami
kenaikan saat filler feeding rate-nya 8
mm/detik (spesimen A2) yaitu menjadi 4
mm. Namun saat filler feeding rate-nya 12
mm/detik (spesimen A3) lebar HAZ turun
menjadi 2,5 mm, dan saat filler feeding rate-
nya 15 mm/detik lebar HAZ naik lg menjadi
3.
Hasil pengelasan dengan gas flow rate 16
lt/menit menunjukkan kenaikkan lebar HAZ
seiring naiknya filler feeding rate. Lebar
HAZ terendah berada saat filler feeding rate-
nya 5 mm/detik, dan yang tertinggi berada
saat feeding rate-nya 12 mm/detik dan 15
mm/detik.
Pada perhitungan lebar HAZ teorikal,
lebar HAZ akan semakin memendek seiring
dengan meningkatnya nilai filler feeding rate.
Hal ini disebabkan karena kecepatan rata-rata
di setiap layernya juga menurun. Dengan
naiknya kecepatan pengelasan maka Heat
Input akan semakin rendah, hal ini yang
berpengaruh terhadap lebar HAZ. Perbedaan
nilai ini dipengaruhi faktor perpindahan
panas yang mengakibatkan nilai Heat input
berbeda. Jika filler feeding rate tinggi maka
butuh energy yang besar untuk
mencairkannya hal ini mengakibatkan heat
input yang lebih besar.
4.3. Pengamatan Foto Mikro
Struktur mikro dari uji metallografi
kurang menunjukkan hasil yang memuaskan.
Proses polishing dan etching telah dilakukan
sesuai ASTM E407, namun gambar struktur
mikro belum bisa terlihat di mikroskop optik.
Batas butir dan fasa yang terjadi tidak dapat
terlihat sehingga identifikasi fasa tidak dapat
dilakukan.
4.4. Analisa Cacat
Cacat banyak terjadi pada pengelasan
dengan variabel gas flow rate8 lt/min seperti
banyaknya porositas yang didapat dilihat
setelah melakukan foto mikro. Gambar 20
dan gambar 21 menunjukkan porositas pada
spesimen A2 dan A3 pada daerah weld metal.
Weld metal HAZ Base metal
HAZ
Base Metal
Weld metal
10
Gambar 20. Porositas pada weld metal
spesimen A2
Gambar 21. Porositas pada weld metal
spesimen A3
Pada spesimen A2 dan A3 terlihat adanya
porositas pada daerah weld metal. Yang
ditunjukan dengan adanya titik hitam kecil
yang berkumpul dalam daerah weld metal.
Pada daerah perbatasan antara weld metal
dengan HAZ terdapat cacat seperti tidak
menyatunya antara weld metal dengan HAZ.
Hai ini yang menyebabkan nilai kekerasan
pada daerah fusion line ini mengalami
pengurangan yang sangat jauh. Gambar 22
menunjukkan incomplete fusion pada
spesimen B3. Sedangkam gambar 23
menunjukkan gambar incomplete fusion pada
spesimen A1.
Gambar 22. Incomplete fusion antara weld
metal dengan HAZ spesimen B3
Gambar 23. Incomplete fusion antara weld
metal dengan HAZ spesimen A1
Kemudian terdapat kekosongan
logam pengisi pada beberapa spesimen
terutama yang memiliki variabel dengan filler
feeding rate yang rendah. Filler feeding rate
dengan nilai 5 mm/dtk merupakan spesimen
dengan tingkat kekosongan yang terparah
yaitu spesimen A1 dan B1. Seperti yang
digambarkan pada gambar 24 menunjukkan
kekosongan filler pada spesimen A1,
sedangkan gambar 25 menunjukkan
kekosongan filler pada spesimen B1.
Gambar 24. Kekosongan pada logam pengisi
spesimen A1
Gambar 25. Kekosongan pada logam pengisi
spesimen B1
5. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Kenaikan gas flow rate menyebabkan
kenaikan nilai kekerasan, baik di daerah
weld metal, HAZ, dan base metal. Nilai
kekerasan tertinggi pada hasil pengelasan
base metal dengan gas flow rate 16 lt/mm.
2. Nilai kekerasan pada filler feeding rate 5
mm/detik dan 15 mm/detik lebih tinggi di
bandingkan dengan filler feeding rate 8
mm/detik dan 12mm/detik.
3. Pengaruh gas flow rate dan filler feeding
rate pada struktur mikro tidak dapat
porositas
Indentasi HRA
porositas
Incomplete
fusion
Incomplete
fusion
Kekosongan filler
Kekosongan filler
11
diamati. Karena batas butir tidak terlihat
pada foto mikro.
6. SARAN
Untuk penelitian selanjutnya ada
beberapa saran yang dapat diperhatikan:
1. Untuk pengujian kekerasan sebaiknya
mengambil titik uji lebih banyak dan tepat
sasaran agar didapatkan data yang lebih
akurat.
2. Udara serta lingkungan sekitar lebih
diperhatikan agar tidak berpengaruh pada
hasil dari pengelasan.
3. Untuk mencegah terjadinya kekosongan
pada logam pengisi maka gunakan filler
feeding rate yang lebih besar dari 8
mm/dtk.
4. Agar tidak terjadi porositas maka gunakan
gas flow rate yang nilainya lebih dari
8mm/mnt.
Daftar Pustaka
_______.on fatigue crack growth behaviour
of AA7075 aluminium alloy joints.
Department of Manufacturing
Engineering, Annamalai University
_______.American Welding Society. 1976.
Welding Hand Book vol. 1, 7th
edition Fundamentals of Welding.
Miami : American Welding Society.
_______.American Welding Society. 1981.
Welding Hand Book vol. 3, 8th
materialand applications . Miami :
American Welding Society.
Battelle PNNL.MST Handbook. U.S.
Department of Energy, Pacific
Northwest Laboratory.
Chee Fai Tan.2008. Effect of Hardness Test
on Precipitation
HardeningAluminium Alloy 6061-
T6.Malaysia. Faculty of Mechanical
Engineering, Universiti Teknikal
Malaysia Melaka.
Christian B. Fuller.2009. Evolution of
microstructure and mechanical
properties in naturally aged 7050
and 7075 Al friction stir welds.USA.
Rockwell Scientific.
C.M. Cepeda-Jiménez.2008. Influence of the
thermal treatment on the
microstructure and hardness
evolution of 7075 aluminium layers
in a hot-rolled multilayer laminate
composite.Spain. Department of
Physical Metallurgy, CENIM.
C. Menzemer.1999. An investigation of
fusion zone microstructures of
welded aluminum alloy joints.USA.
The UniÍersity of Akron.
Conwill, Courtney.2007. Investigation of the
Quench and Heating Rate
Sensitivities of Selected 7000 Series
Aluminum Alloys. WORCESTER
POLYTECHNIC INSTITUTE.
D.G. Karalis.2004. On the investigation of
7075 aluminum alloy welding using
concentrated solar energy.Greece.
National Technical University of
Athens.
I N Budiarsa.2008. Pengaruh besar arus
pengelasan dan kecepatan volume
alir gas pada proses las GMAW
terhadap ketangguhan aluminium
5083.Bali.universitas udayana.
J.-Q. Su.2002. Microstructural investigation
of friction stir welded 7050- T651
aluminium.USA. Brigham Young
University.
J.D. Robson.2004. Microstructural evolution
in aluminium alloy 7050 during
processing.UK. Manchester
Materials Science Centre
Lee Sang-yong.2001.Characterization of Al
7075 alloys after coldworking and
heating in semi-solid temperature
range.South korea.Korea institute of
machinical and materials.
M. Arshad Choudhry.2006. Effect of heat
treatment and stress relaxation in
7075 aluminum alloy.Pakistan.
Department of Physics, The Islamia
University of Bahawalpur.
M.R. Rokni.2010. An investigation into the
hot deformation characteristics of
7075 aluminum alloy.Iran.
University of Tehran.
Sonawan Hery dan Suratman Rochim. 2004.
Pengantar untuk Memahami Proses
Pengelasan Logam. Bandung.
Alfabeta.
V. Balasubramanian.2006. Influences of
pulsed current welding and post
weld aging treatment.
Wiryosumarto, Harsono, Prof. Dr. Ir. I986
.Teknologi Pengelasan Logam.
Edisi keenam. Jakarta : Pradnya
Paramitha
Recommended