View
282
Download
7
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK UBI JALAR DAN EMULSI
IKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PLB ANGGREK PERSILANGAN
Phalaenopsis Pinlong Cinderella x Vanda tricolor
PADA MEDIA KNUDSON C
Oleh :
Sepvi Mega Agriani
H0105027
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman jenis anggrek tidak menghentikan pemulia untuk terus
melakukan perbaikan baik secara morfologis maupun genetis. Salah satunya
dengan melakukan persilangan antar genus (intrageneric hybrid), seperti
persilangan antara genus phalaenopsis dengan vanda. Phalaenopsis Pinlong
Cinderella yang memiliki warna bunga ungu keputih-putihan dengan bentuk
kelopak besar disilangkan dengan Vanda tricolor yang memiliki totol
mempesona, diharapkan mampu menciptakan jenis anggrek dengan warna
juga bentuk bunga yang jauh lebih mempesona.
Anggrek dapat dibudidayakan secara vegetatif dan generatif.
Perbanyakan anggrek secara vegetatif dapat dilakukan salah satunya melalui
kultur jaringan (tissue culture) secara in vitro. Sedangkan perbanyakan secara
generatif dilakukan dengan menumbuhkan biji angrek dalam media cair dan
padat. Media tersebut harus menyediakan komponen-komponen (unsur) yang
dapat menunjang pertumbuhan karena biji anggrek tidak mempunyai
endosperm (cadangan makanan) sehingga kebutuhan unsur hara harus
ditunjang dari luar.
Dalam perbanyakan secara in vitro tidak hanya faktor lingkungan yang
mempengaruhi keberhasilan, namun faktor media juga berperan penting.
Komposisi setiap media telah diformulasikan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (eksplan) yang dikulturkan. Media
kultur terdiri dari media padat dan media cair. Media padat menggunakan
agar-agar atau gelrite (Yusnita, 2004). Selain itu media juga dapat
ditambahkan arang aktif yang befungsi untuk menetralisir racun yang
kemungkinan dapat dibawa oleh eksplan ataupun media.
Media yang sering digunakan dalam perbanyakan anggrek secara kultur
jaringan ialah media Knudson C dan Vacin and Went. Bahan yang terdapat
pada media diantaranya aquades, hara makro dan mikro, gula, vitamin, asam
amino, dan bahan organik lainnya, dan bahan pemadat (pada media padat).
iii
Vitamin, asam amino, gula, dan berbagai unsur lainnya merupakan komponen
media yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan eksplan, karena bahan
organik mempunyai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dibutuhkan tanaman,
seperti air kelapa yang mengandung sitokinin dan kentang mengandung
vitamin B1 yang akan memacu perkembangan akar (Hendaryono dan
Wijayani, 1994), seperti kerja hormon auksin. Macam bahan organik yang
umumnya dicampurkan dalam media kultur ialah air kelapa, ekstrak pisang,
ekstrak tomat, ekstrak umbi-umbian terutama kentang, dan lain sebagainya.
Jenis hormon yang sering ditambahkan dalam media ialah golongan
auksin dan sitokinin. Pemberian auksin yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sitokinin akan memacu pembentukan akar sedangkan pemberian sitokinin
yang lebih tinggi akan memacu pertumbuhan tunas, dan bila kedua hormon
tersebut diaplikasikan dalam jumlah yang seimbang, maka akan memacu
terbentuknya kalus pada bahan tanam. Namun penggunaan auksin dalam
konsentrasi yang tinggi akan memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan
tanaman (Noogle dan Fritz, 1983), oleh sebab itu perlu diketahui taraf
konsentrasi yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman.
Asam amino sebagai sumber nitrogen organik, pada fase vegetatif perlu
diberikan pupuk yang kandungan unsur N tinggi, karena unsur tersebut
merupakan bahan utama untuk menyusun protein yang sangat dibutuhkan
dalam pembelahan sel (Sandra, 2002). Penggunaan bahan organik berupa
ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan sebagai perlakuan dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
pertumbuhan plantlet pada media Knudson C, sehingga dapat dijadikan
sebagai bahan organik alternatif lain.
B. Perumusan Masalah
Media yang biasa digunakan dalam kultur jaringan diantaranya
Murashige Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), White, Gamborg, VW
dan Knudson C. Khusus perbanyakan anggrek secara kultur jaringan, jenis
media yang sering digunakan ialah media Knudson C.
iv
Selain jenis media yang digunakan akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman, komponen tambahan turut mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Salah satu komponen yang umumnya ditambahkan dalam media kultur yaitu
bahan organik. Pada penelitian, diberikan perlakuan dengan penambahan bahan
organik, yaitu ekstrak ubi jalar, air kelapa dan emulsi ikan. Bahan organik
memiliki kandungan ZPT yang dapat membantu dan mendorong pertumbuhan
tanaman (eksplan), seperti auksin yang dapat ditemukan dalam umbu-umbian,
berperan dalam pembelahan sel, pemanjangan sel, pembentukan akar adventif
dan pembelahan sel. Sitokinin yang dapat ditemukan dalam air kelapa
mempunyai peran yang hampir sama dengan auksin, yaitu pembelahan sel dan
pembentukan tunas axilar. Sedangkan emulsi ikan yang dikatakan
Vanderlinden (2008), memiliki kandungan NPK 5-3-3 dapat memberikan
respon yang baik.
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui apakah pemberian ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan plb anggrek hasil persilangan pada media
Knudson C.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
1. Mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak ubi jalar terhadap pertumbuhan
plb hasil persilangan anggrek ♀ Phalaenopsis Pinlong Cinderella x ♂
Vanda tricolor;
2. Mengetahui pengaruh penggunaan emulsi ikan terhadap pertumbuhan plb
hasil persilangan anggrek ♀ Phalaenopsis Pinlong Cinderella x ♂ Vanda
tricolor; dan
3. Mengetahui pengaruh penggunaan kombinasi antara ekstrak ubi jalar dan
emulsi ikan terhadap pertumbuhan plb hasil persilangan anggrek ♀
Phalaenopsis Pinlong Cinderella x ♂ Vanda tricolor.
v
D. Hipotesis
Pemberian kombinasi bahan organik (ekstrak ubi jalar dan emulsi
ikan) dapat memberikan pengaruh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan
bahan organik tunggal terhadap pertumbuhan plantlet hasil persilangan
anggrek Phalaenopsis Pinlong Cinderella x Vanda tricolor pada media
Knudson C.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anggrek
Dalam situs khusus para hobiis anggrek menyebutkan bahwa secara
taksonomi anggrek memiliki 600-800 genus dan 25.000-35.000 species di
antara family tanaman monokotil. Anggrek memperlihatkan keragaman yang
luar biasa dalam ukuran, bentuk, dan warna bunga (Anonim, 2008a).
Bentuk daun anggrek bervariasi, mulai dari bulat telur (oval), lonjong
atau (oblong), bulat telur sungsang (obovate), sendok (spatula), lanset
(lanceolate) dan bulat panjang seperti pensil. Masing-masing daun memiliki
ketebalan yang berbeda, ada yang tipis, tebal, rata, dan kaku. Hampir semua
daun tidak bertangkai, tetapi duduk di batang atau umbi semu. Tepi daun tidak
bergerigi (rata). Ujung daun bervariasi, seperti lancip (acute), tumpul
(obetuse), ujung terbelah (emarginated) atau ujung terpotong (truncate)
(Gunawan, 2006).
Taksonomi anggrek Vanda:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Tribe : Vandae
Subtribe : Vandine/Sarcanthinae
vi
Genus : Vanda
(Darmono, 2005)
Secara umum anggrek memiliki dua tipe pertumbuhan, simpodial dan
monopodial. Pertumbuhan anggrek tipe simpodial seperti anggrek dendrobium
menunjukkan akar yang keluar dari dasar pseudobulb atau sepanjang rhizoma.
Hal ini berbeda dengan tipe monopodial yang akar-akarnya banyak tumbuh di
ruas-ruas batang. Pada tipe monopodial seperti anggrek bulan dan Vanda,
terdapat akar aerial, yaitu akar yang baru keluar dari batang atas. Akar aerial
yang masih aktif ujungnya berwarna hijau, hijau keputihan, atau kering
kecoklatan, licin, dan mengkilap. Akar ini besar dan dapat bercabang-cabang.
Pada tempat yang kering, akar ini makin banyak percabangannya untuk
mencari tempat yang lembab. Fungsi dari akar aerial ini adalah untuk
menyerap air dan unsur hara (Sarwono, 2002).
Taksonomi anggrek Phalaenopsis:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Sub famili : Orchidoide
Genus : Phalaenopsis
(Kusumawati, 2009)
Phalaenopsis adalah salah satu genus anggrek yang memiliki kurang
lebih 40-60 spesies. Jumlah varietasnya sekitar 140 jenis, 60 di antaranya
terdapat di Indonesia. Selama ini pemahaman nama Phalaenopsis sering di
salah artikan dengan anggrek bulan. Padahal, anggrek bulan atau Phalaenopsis
amabilis hanyalah salah satu spesies dari genus Phalaenopsis. Nama
Phalaenopsis berasal dari bahasa Yunani, yaitu phalaenos yang berarti
ngengat atau kupu-kupu dan opsis berarti bentuk penampakan. Blume adalah
seorang ahli botani kebangsaan Belanda yang memberi nama genus anggrek
ini dengan Phalaenopsis pada tahun 1825 (Iswanto, 2001).
vii
Untuk perawatannya anggrek Vanda tricolor var suavis tergolong mudah
dan cukup bandel. Penanamannya bisa mengunakan media bonggol pakis,
arang, atau sebongkah kayu. Bahkan seringpula cukup dengan melekatkannya
pada batang pohon yang besar. Kuncinya pada kelembaban daerah perakaran
yang harus terjaga serta aliran aerasi yang lancar. Intensitas cahaya yang
disukai antara 50-75 %. Intensitas cahaya diatas 80 % dapat menyebabkan
permukaan daun menjadi kekuningan bahkan gosong dan pertumbuhan
daunnya menjadi lebih pendek, akan tetapi jumlah tandan bunga yang
dikeluarkan umumnya lebih banyak dan lebih sering berbunga. Pemupukan
baik lewat akar maupun daun sangat dianjurkan, baik menggunakan pupuk
cair alami seperti air seni sapi yang telah terfermentasi dengan baik maupun
dengan pupuk kimia (Metusala, 2007).
Vanda memiliki bunga yang indah dan cantik. Itu sesuai dengan
namanya, vanda dalam bahasa Sansekerta berarti indah. Sir W. Jones yang
menyematkan nama Vanda pada tahun 1975.(Anonim, 2007). Dalam situs
Perhimpunan Pecinta Anggrek menyebutkan beberapa ciri fisik anggrek vanda
tricolor, diantaranya:
1. Batang pipih beruas-ruas tertutup daun pada bagian atas, bagian bawah
yang tidak tertutup daun banyak tumbuh akar yang besar.
2. Daun berbentuk V, agak tebal dan agak kaku, panjang 30-60 cm atau lebih
(tergantung tempat tumbuh).
3. Tandan bunga muncul dari batang yang berdaun di sela-sela ruas antar
daun dengan panjang bisa mencapai 30 cm lebih. Dari tandan bunga dapat
muncul 5-12 bunga. Bunganya mempunyai banyak ragam warna, dengan
warna dasar putih atau kuning, varian totol coraknya beragam, begitu juga
warna lidahnya beranekaragam, tergantung asal habitatnya
(Anonim, 2008c).
B. Kultur Jaringan
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari suatu
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta
viii
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali
(Gunawan, 2006).
Kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai usaha mengisolasi,
menumbuhkan, memperbanyak, dan meregenerasikan protoplast (bagian
hidup dari sel), sel utuh atau agregat sel, atau bagian tanaman seperti
meristem, tunas, daun muda, batang muda, ujung akar, kepala sari, dan bakal
buah dalam suatu lingkungan aseptik yang terkendali (Gunawan, 1998).
Teknik kultur jaringan memberikan harapan besar dalam budidaya
tanaman. Khusus tanaman anggrek, perbanyakan melalui biji akan
menghasilkan tanaman baru dengan sifat-sifat yang belum tentu seragam dan
sama dengan induknya. Prinsip dasar dari aplikasi kultur jaringan ialah sifat
totipotensi pada tanaman (Rahardja dan Wiryatna, 2005). Dikuatkan oleh
pernyataan Yusnita (2004) bahwa praktek kultur jaringan tanaman bermula
dari pembuktian sifat totipotensi pada (total genetic potential) sel, yaitu bahwa
setiap sel tanaman yang hidup dlengkapi dengan informasi genetik dan
perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini dikemukakan oleh Schwann
dan Schleiden pada tahun 1838.
Dalam kultur jaringan terdapat beberapa aspek yang berpengaruh
terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman, antara lain keseimbangan zat
pengatur tumbuh yang terkandung dalam media. Keseimbangan zat pengatur
tumbuh yang terkandung dalam media menentukan arah suatu kultur. Auksin
dan sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam
kultur jaringan. Auksin dan sitokinin dalam keseimbangan yang tepat
berpengaruh terhadap organogenesis (Winarsih dan Priyono, 2000).
Selain faktor dalam yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan,
faktor luar juga sangat berpengaruh, seperti yang dikatakan Widiastoety
(2001) bahwa keberhasilan pertumbuhan sel, jaringan dan organ pada kultur in
vitro sangat dipengaruhi oleh hubungan timbal balik antara tanaman dan
faktor lingkungan, seperti komposisi dan pH media, cahaya, suhu,
ix
kelembaban, dan kadar oksigen, selain itu, ketekunan pengalaman dan
keahlian serta sarana yang memadai dapat meningkatkan prosentase jaringan
yang tumbuh.
Peran auksin yang pertama dalam kultur tanaman adalah merangsang
pembelahan dan pembesaran sel yang terdapat pada pucuk tanaman dan
menyebabkan pertumbuhan pucuk-pucuk baru. Secara alami, beberapa
eksplan dapat memproduksi auksin dalam jumlah yang cukup, tetapi
kebanyakan membutuhkan tambahan (Wetherell, 1976).
C. Bahan Organik
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro
terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel
dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan
komponen tambahan. Komponen utama terdiri dari garam mineral, sumber
karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa
nitrogen organic, berbagai asam organik, metabolic dan ekstrak tambahan
tidak mutlak tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakan
(Wetter dan F. Constabel, 1991).
Dalam kultur jaringan terdapat beberapa aspek yang berpengaruh
terhadap keberhasilan perbanyakan tanaman antara lain keseimbangan zat
pengatur tumbuh yang terkandung dalam media. Keseimbangan zat pengatur
tumbuh yang terdapat dalam media menentukan arah suatu kultur. Auksin dan
sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kultur
jaringan. Sitokinin dan auksin dalam keseimbangan yang tepat akan
berpengaruh terhadap organogenesis (Winarsih et al, 2000).
Media yang digunakan dalam kultur jaringan diberi kandungan
fitohormon dalam bahan organik akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Penambahan air kelapa pada media memungkinkan terbentuknya tunas
disebabkan oleh kandungan sitokinin yang cukup mendominasi selain auksin
dan giberellin (Mandang, 1993).
1. Emulsi ikan
x
Bahan organik lain yang dapat digunakan ialah emulsi ikan. Emulsi ikan
merupakan pupuk organik. Pupuk ini berupa cairan (liquid) yang terbuat dari
minyak ikan dan industri olahan makanan ikan. Emulsi ikan cocok untuk
penggunaan di kebun, tetapi ini lebih diutamakan sebagai pupuk rumput pada
musim semi dan sebagai pupuk sayuran berdaun hijau, disebabkan oleh
tingginya kandungan nitrogen. Rasio NPK untuk emulsi ikan umumnya 5-3-3
(Vanderlinden, 2008)
2. Ekstrak ubi jalar
Tambahan sukrosa sebagai bahan untuk assimilasi didapat dari
penambahan ubi jalar selain berasal dari gula. Menurut situs Kantor Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (2001) menyebutkan berat kering umbi ubi jalar adalah 16-40%
berat basah. Sebanyak 75-90 % dari berat kering adalah karbohidrat (pati,
gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin). Disamping karbohidrat, ubi jalar
mengandung protein, lemak, dan mineral Komposisi kimia ubi jalar
diantaranya: Energi 71,1kj/100 gram, Protein 1,43 %, Lemak 0,17 %, Pati
22,4 %, Gula 2,4 %, Serat makanan 1,6 %, Kalsium 29 mg/100 gram, Fosfor
51 mg/100 gram, Besi 0,49 mg/100 gram, Vitamin A 0,01 mg/100 gram,
Vitamin B1 0,09 mg/100 gram, Vitamin C 24 mg/100 gram, dan Air 83,3
gram.
CO2 diambil dari udara atau zat organik, berarti assimilasi tidak
memerlukan sinar matahari. Hasil assimilasi adalah gula sederhana yang dapat
menjadi gula glukosa. Di dalam media botol anggrek yang tertutup rapat, CO2,
tidak mungkin didapat dari udara. Ditambahkan gula sukrosa ke dalam media.
Peristiwa assimilasi akan dihasilkan selulosa pada dinding sel, pati sebagai
cadangan makanan, terjadilah persenyawaan lemak, protein, vitamin. Hasil
assimilasi digunakan untuk pembangunan (fase vegetatif dan generatif), untuk
respirasi terhadap sel-sel yang rusak dan sebagai sumber energi
(Hendaryono, 2006).
Media Vacin and Went (VW) dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150
g/l memberikan rata-rata panjang akar dan jumlah akar lebih tinggi
xi
dibandingkan dengan perlakuan air kelapa 250 ml/l, pisang ambon 150 g/l,
kentang 200g/l, dan kedelai 150 g/l (Untari dan Puspitaningtyas, 2006).
D. Media Kultur Jaringan
Biji-biji yang berkualitas baik ditanam dalam media Knudson C, media
kecambah kacang hijau, media tomat, ataupun media modifikasi Knudson C +
air kelapa (Rukmana, 2006).
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula,
agar-agar, arang aktif dan lain-lain (Anonim, 2008b). Arang aktif berasal dari
batok kelapa yang berfungsi sebagai penahan atau penawar (buffer) zat-zat
tertentu yang tidak menguntungkan bagi tanaman, seperti misalnya pemberian
pupuk berlebihan dan senyawa lain yang berefek racun bagi tanaman
(Hendaryono, 2006).
Media padat digunakan untuk PLB sampai terbentuk plantlet. Media
padat dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam akuades dan
disterilkan. Media kultur harus harus mengandung nutrisi lengkap, terdiri dari
unsur makro, unsur mikro, vitamin, gula, dan ZPT. Kadang media kultur
ditambahkan dengan air kelapa karena terbukti dapat memberikan pengaruh
baik terhadap eksplan (Rahardja dan Wiryatna, 2005).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2009 sampai September
2009 di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
xii
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi larutan stok
Knudson C, plb persilangan ♀ Phalaenopsis Pinlong Cinderella x ♂
Vanda tricolor, bahan organik (ubi jalar dan emulsi ikan), aquades, spirtus,
air kelapa, dan arang aktif.
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan adalah botol kultur, bunsen, LAFC (Laminar
Air Flow Cabinet), petridish, pinset, blender, saringan, scalpel, timbangan
analitik, plastik PP 0,4, plastik clip, karet, magnetic stirer, hotplate, gelas
beker, gelas ukur, erlenmeyer, pH meter, autoklaf, pipet ukur, aluminium
foil, kertas label dan rak kultur.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
disusun secara faktorial terdiri atas dua faktor perlakuan dengan 3 ulangan
sebagai berikut :
A.Faktor pertama yaitu konsentrasi ekstrak ubi jalar dengan tiga taraf
konsentrasi, yaitu :
U0 : Perlakuan tanpa penambahan ekstrak ubi jalar
U1 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150 g/
U2 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 300 g/l
B.Faktor kedua yaitu konsentrasi emulsi ikan dengan tiga taraf
konsentrasi, yaitu:
M0 : Perlakuan tanpa emulsi ikan
M1 : Perlakuan dengan penambahan emulsi ikan 2 cc/l
M2 : Perlakuan dengan penambahan emulsi ikan 4 cc/l
Sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan, yaitu :
U0M0 : Perlakuan tanpa penambahan ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan
xiii
U0M1 : Perlakuan tanpa penambahan ekstrak ubi jalar dan
penambahan emulsi ikan 2 cc/l
U0M2 : Perlakuan tanpa penambahan ekstrak ubi jalar dan
penambahan emulsi ikan 4 cc/l
U1M0 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150 g/l dan
tanpa penambahan emulsi ikan
U1M1 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150 g/l dan
dengan penambahan emulsi ikan 2 cc/l
U1M2 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 150 g/l dan
dengan penambahan emulsi ikan 4 cc/l
U2M0 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 300 g/l dan
tanpa penambahan emulsi ikan
U2M1 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 300 g/l dan
dengan penambahan emulsi ikan 2 cc/l
U2M2 : Perlakuan dengan penambahan ekstrak ubi jalar 300 g/l dan
dengan penambahan emulsi ikan 4 cc/l
Kemudian masing-masing kombinasi diulang sebanyak tiga kali.
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Sterilisasi botol dan alat
Alat-alat yang harus disterilkan yaitu botol kultur, petridish, skapel,
pinset dan pisau pemes. Alat-alat tersebut dicuci sampai bersih dengan
menggunakan sabun cuci kemudian dikeringkan. Setelah kering dibungkus
dengan kertas koran (kecuali botol kultur) lalu dimasukkan ke dalam
autoklaf pada tekanan 1,5 psi (kg/cm2), pada suhu 120 0C selama 45 menit.
2. Pembuatan larutan stok
Pembuatan larutan stok Knudson C ialah dengan menimbang bahan-
bahan kimia sesuai komposisi media, kemudian mengencerkannya dengan
aquades. Larutan tersebut diaduk sampai homogen dengan magnetic
stirrer, lalu dimasukkan dalam botol dan diberikan label pada tiap
botolnya lalu disimpan dalam lemari pendingin.
xiv
Komposisi bahan makro dan mikro meliputi:
Makro
Ca(NO3)2.4H2O 1.000 mg/l
(NH4)2SO4 500 mg/l
KH2PO4 250 mg/l
MgSO4.7H2O 250 mg/l
Mikro
MnSO4.4H2O 7,5 mg/l
FeSO4.7H2O 25 mg/l
3. Penyiapan media
Pembuatan media tanam dengan penambahan bahan organik ubi
jalar, ialah ubi jalar dihancurkan dengan blender 75 g dalam 100 cc
aquades, kemudian ubi jalar direbus hingga matang dan disaring. Setelah
dihancurkan, direbus, dan disaring, ekstrak ubi jalar siap ditambahkan ke
dalam media. Ekstrak kemudian ditambahkan dalam larutan stok hingga
larutan mencapai 0,5 liter. Perlakuan yang sama dilakukan pada taraf
konsentrasi yang lainnya. Ubi jalar 150 g dihancurkan dalam 200 cc
aquades kemudian direbus hingga lunak lalu disaring. Setelah
dihancurkan, direbus, dan disaring, ekstrak ubi jalar siap ditambahkan ke
dalam media. Ekstrak kemudian ditambahkan dalam larutan stok yang
telah dicampur dengan air kelapa sebanyak 100 cc, agar-agar, dan gula lalu
menambahkan aquades hingga larutan mencapai 0,5 liter.
Untuk pembuatan media dengan penambahan bahan organik emulsi
ikan, bahan organik dicampur dalam larutan media. Larutan media berisi
larutan stok, agar-agar, gula dan air kelapa 100 cc. Pada perlakuan 1 cc
emulsi ikan, laruatn media tersebut dicampur dengan aquades hingga
mencapai 0,5 liter dan begitu pula pada perlakuan 2 cc emulsi ikan.
Mencampur larutan stok dengan emulsi ikan 2 cc kemudian aquades
hingga larutan mencapai 0,5 liter.
Setelah penambahan bahan organik dalam larutan media hingga 0,5
liter, larutan dimasukkan ke dalam baker glass, menambahkan arang aktif
xv
dan gula hingga homogen dengan magentic stirer. Setelah homogen, pH
larutan media diatur pada kisaran pH 5,3. Apabila terlalu rendah
ditambahkan dengan 1N NaOH dan bila terlalu tinggi ditambahkan dengan
1N HCl. setelah pH seimbang, larutan siap ditambahkan agar-agar dan
dipanaskan hingga mendidih. Larutan yang telah mendidih siap
dimasukkan ke dalam botol-botol selai yang telah siap dengan label.
Botol-botol yang telah tersisi dengan media disterilisasi dalam autoclave
selama 45 menit (30 menit sterilisasi dan 15 menit drying).
4. Penanaman eksplan
Penanaman dilakukan di dalam LAFC (Laminar Air Flow Cabiner)
yang telah disterilkan terlebih dahulu dengan formalin. Penanaman diawali
dengan mendekatkan mulut botol kultur dengan lampu bunsen. Selama
penanaman mulut botol kultur harus berada dekat dengan lampu bunsen
guna mencegah kontaminasi. Eksplan dikeluarkan dari botol saus dengan
menggunakan pinset panjang yang telah direndam dalam spirtus dan
dibakar diatas lampu bunsen, eksplan siap ditanam dalam botol baru dan
kemudian ditutup kembali dengan plastik pp 0,4. Botol-botol selai yang
telah diberi label sesuai dengan perlakuan dan tanggal penanaman.
5. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan cara menyemprotkan botol-botol
kultur dengan spirtus setiap 2 hari sekali guna mencegah kontaminasi.
E. Variabel yang diamati
1. Saat muncul akar
Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali untuk mengetahui
kapan saat muncul akar lalu dicatat waktunya. Waktu muncul akar
ditentukan dalam HST.
2. Tinggi plantlet
Tinggi plantlet diamati pada akhir pengamatan (151 HST) dengan
mengukur tinggi plantet dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi
(dalam cm).
xvi
3. Jumlah daun
Jumlah daun diamati dengan menghitung jumlah daun yang
terbentuk pada plantlet, dilakukan pada akhir pengamatan (151 HST).
4. Panjang daun
Panjang daun diamati pada akhir pengamatan (151 HST) dengan
mengukur panjang daun terpanjang (dalam cm).
5. Lebar daun
Lebar daun diamati pada akhir pengamatan (151 HST) dengan
mengukur panjang daun terlebar (dalam cm).
6. Jumlah akar
Jumlah akar diamati dengan menghitung jumlah akar yang terbentuk
pada plantlet, dilakukan pada akhir pengamatan (151 HST).
7. Panjang akar
Panjang akar diamati pada akhir pengamatan (151 HST) dengan
mengukur panjang akar terpanjang (dalam cm).
F. Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F pada taraf 5%.
Apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan DMRT 5% sedangkan untuk
data yang tidak signifikan dianalisis dengan uji deskriptif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses terpenting dalam
kehidupan setiap spesies yang terus terjadi sepanjang daur hidup dan bergantung
pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon, dan substansi pertumbuhan
lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al, 1991). Menurut
Salisbury dan Ross (1995b), pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran
yang ditandai dengan pertambahan volume, bobot, jumlah sel, banyaknya
xvii
protoplasma, dan tingkat kerumitan. Sedangkan perkembangan ialah pertumbuhan
serta spesialisasi sel (diferensiasi) menjadi jaringan, organ, dan organisme.
Dalam kultur jaringan, organogenesis suatu tanaman dapat dipacu dengan
menggunakan beberapa hormon tambahan. Akar, tunas dan bunga merupakan
organ yang dapat diinisiasi dalam kultur jaringan. Pengamatan yang dilakukan
oleh Skoog yang menunjukkan bahwa organogenesis dipacu oleh keseimbangan
antara sitokinin dan auksin. Konsentrasi auksin yang relatif tinggi dibandingakan
dengan sitokinin akan menginduksi pertumbuhan akar pada kalus tembakau
(Nicotna tabacum), sedangkan pada komposisi yang sebaliknya akan memacu
terbentuknya tunas (Skoog dan Miller, 1957 dalam Dodds dan Robert, 1995).
Tabel 1. Pengaruh ekstrak ubi jalar, emulsi ikan, dan kombinasi terhadap pertumbuhan Anggrek antara ♀ Phalaenopsis Pinlong Cinderella x ♂ Vanda tricolor
Variabel Ubi jalar Emulsi ikan
Kombinasi
Tinggi plantlet ** ns ns Panjang daun ** ns ns Lebar daun ** ns ns
Jumlah daun ** ns ns Keterangan: ** = sangat significant ns = tidak significant
1. Saat muncul akar
Keberadaan akar bagi pertumbuhan tanaman memegang peranan
sangat penting, sebab akar langsung berkombinasi dengan media tanam yang
tersimpan nutrisi di dalamnya. Selain berfungsi sebagai penyerap nutrisi dari
media, akar juga berperan sebagai tumbuh tegaknya tanaman.
xviii
Saat muncul akar
0
65.6761
010203040506070
0 g/l 150 g/l 300 g/l
Ubi jalarH
ST
Gambar 1. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap saat muncul akar
Salah satu cara yang dilakukan guna meningkatkan pertumbuhan akar,
ialah dengan memberikan hormon yang mampu memicu pertumbuhan akar,
auksin. Gambar 1 tampak bahwa perlakuan ekstrak ubi jalar 300g/l
memberikan respon yang baik terhadap saat muncul akar. Hal ini diduga
bahwa kandungan vitamin B1 (tiamin), Fe, Ca, niacin, vitamin A, dan
riboflavin yang terdapat pada ubi jalar mampu merangsang pembentukan akar
(Untari dan Puspiraningtyas, 2006). Salisbury dan Ross (1995a) memperkuat
pendapat di atas bahwa unsur Ca yang berperan dalam pembentukan bulu-bulu
akar.
Pemberian ubi jalar memberikan pengaruh yang baik terhadap
pertumbuhan akar disebabkan oleh kandungan bahan organik yang terdapat
pada ubi jalar. Vitamin B1 (tiamin) pada ubi jalar berfungsi untuk
mempercepat pembelahan sel pada meristem akar dan berfungi sebagai
koenzim dalam reaksi menghasilkan energi.
Saat muncul akar
41.6740
45
36
38
40
42
44
46
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
HST
Gambar 2. Pengaruh emulsi ikan terhadap saat muncul akar
xix
Pada gambar 2 tampak bahwa pemberian emulsi ikan taraf 2 cc/l
mampu merangsang pembentukan akar lebih cepat, hal ini diduga oleh
kandungan unsur fosfor (Anonim, 2009). Lebih dalam lagi dijelaskan oleh
Hendaryono dan Wijayani (1994) bahwa kandungan fosfor mampu memacu
perkembangan akar.
Saat muncul akar
0 0 0
54
776671
43
69
0
20
40
60
80100
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/l
Emulsi ikan
HST
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 3. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
saat muncul akar
Pada gambar 3 diketahui bahwa perlakuan kombinasi ekstrak ubi jalar
300 g/ml dengan emulsi ikan 2 cc/l memberikan pengaruh yang sangat baik
terhadap saat muncul akar, yaitu akar muncul pada saat 43 HST. Selain itu,
adanya tambahan bahan organik emulsi ikan mampu memberikan hasil yang
optimum bagi pertumbuhan akar, seperti yang dikatakan Vanderlinden (2008)
bahwa kandungan pospat yang terdapat pada emulsi ikan mampu menstimulus
pertumbuhan akar.
2. Tinggi plantlet
Pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari perkembangan tinggi
tanaman, tanaman yang tinggi cendrung memiliki pertumbuhan yang baik.
Adanya hormon baik endogen ataupun eksogen berpengaruh terhadap
perkembangan tinggi tanaman. Seperti pada penelitian pada keleoptil jagung
yang diberikan laruta auksin, memberikan respon dengan cara pengembangan
dinding epidermis yang sudah menjadi lebih kendur. Kemudian sel epidermis
memanjang dengan cepat, dan pemanjangan ini menyebabkan sel
subepidermis yang menempel juga turut memanjang, sehingga keseluruhan
keleoptil atau batang memanjang dengan cepat (Salisbury dan Ross, 1995b).
xx
Tinggi plantlet
2.9111 b4.0667 b
0.8444 a
0
2
4
6
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
CM
Gambar 4. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap tinggi plantlet
Uji ragam 5 % (lampiran 8) menunjukkan bahwa ekstrak ubi jalar
memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi plantlet, namun emulsi
ikan dan kombinasi emulsi ikan dengan ekstrak ubi jalar tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap tinggi plantlet. Kandungan bahan organik yang
terdapat pada ubi jalar diduga memberikan pengaruh yang baik terhadap tinggi
plantlet, seperti yang dikatakan Kong et al (2007) bahwa pemberian bahan
organik pada kultur in vitro dapat meningkatkan perkembangan tunas dan
akar.
Gambar 4 tampak bahwa tinggi tanaman mencapai maksimum pada
konsentrasi 150 g/l, sedangkan tinggi tanaman minimum ialah pada perlakuan
tanpa ubi jalar. Hendaryono (2006) menguatkan bahwa CO2 diambil dari
udara atau zat organik, berarti assimilasi tidak memerlukan sinar matahari.
Hasil assimilasi adalah gula sederhana yang dapat menjadi gula glukosa. Di
dalam media botol anggrek yang tertutup rapat, CO2, tidak mungkin didapat
dari udara. Ditambahkan gula sukrosa ke dalam media. Peristiwa assimilasi
akan dihasilkan selulosa pada dinding sel, pati sebagai cadangan makanan,
terjadilah persenyawaan lemak, protein, vitamin. Hasil assimilasi digunakan
untuk pembangunan (fase vegetatif dan generatif), untuk respirasi terhadap
sel-sel yang rusak dan sebagai sumber energi.
Pada uji Duncan 5% (gambar 4) tampak bahwa pemberian ekstrak ubi
jalar pada taraf lebih dari 150 g/l, tinggi tanaman menunjukkan perkembangan
yang menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya kadar sukrosa pada
ubi jalar sehingga terjadi peningkatan penyerapan sukrosa yang berlebihan
xxi
oleh tanaman, potensial osmotik di dalam cairan sel menjadi negatif, yang
akhirnya proses metabolisme menjadi terganggu (Widiastoety dan Purbadi,
2003).
Tinggi plantlet
2.53
2.93 2.93
2.32.42.52.62.72.82.9
3
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/l
Emulsi ikan
CM
Gambar 5. Pengaruh emulsi ikan terhadap tinggi plantlet
Vanderlinden (2008) dalam tulisannya mengatakan bahwa pemberian
emulsi ikan akan memacu pertumbuhan akar, oleh sebab itu pemberian emulsi
ikan tidak berpengaruh terhadap tinggi plantlet. Walaupun pemberian emulsi
ikan tidak berpengaruh terhadap tinggi plantlet, namun pemberian emulsi ikan
2-4 cc/l menunjukkan tinggi plantlet tertinggi. Hal ini diduga oleh kandungan
nitrogen pada emulsi ikan yang mampu memacu perkembangan organ
vegetatif, termasuk tinggi plantlet.
Tinggi plantlet
0
2.6 2.5
5.1
2.3
3.9
2.5
3.9
2.4
0123456
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/l
Emulsi ikan
CM
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 6. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
tinggi plantlet
Kombinasi kedua bahan organik, menghasilkan tinggi plantet maksimal
dicapai pada ekstrak ubi jalar 150 g/l tanpa penambahan emulsi ikan.
Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada ubi jalar mampu memberikan
xxii
energi guna membentuk sel-sel baru (Widiastoety dan Bahar, 1995).
Walaupun emulsi ikan mempunyai kandungan NPK 5-3-3 (Vanderlinden,
2008), namun Klein (2006) mengatakana bahwa pemberian minyak ikan tepat
digunakan pada tanaman yang di-transplant.
3. Jumlah daun
Jumlah daun pada pertumbuhan suatu tananam memegang peranan
yang sangat penting, hal ini berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif dan
kemampuan tanaman untuk melekukan proses fotosintesis dan melakukan
berbagai metabolisme lainnya. Ada berbagai hal yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, yaitu faktor genotipe dan lingkungan sekitar.
Ditegaskan pula oleh Gardner et al (1991) bahwa jumlah dan ukuran daun
dapat dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. Adanya cahaya yang cukup
mampu memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan vegetatif
tanaman.
Jumlah daun 7.3333 b
5 b
0.7778 a
02468
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
Gambar 7. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap jumlah daun
Pada uji Duncan 5% (gambar 7) menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak ubi jalar 150 g/l tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 300 g/l
terhadap jumlah daun. Selain itu, laju penambahan jumlah daun seiring
dengan penambahan konsentrasi ubi jalar yang diberikan, hal ini disebabkan
oleh berbagai kandungan bahan organik pada ubi jalar. Pramesyanti (1999)
dalam Widiastoety dan Bahar (1995) mengatakan bahwa kandungan bahan
organik yang diberikan dapat memacu hormon tumbuh endogen. Selain itu,
xxiii
banyaknya jumlah daun dapat pula disebabkan oleh kandungan sitokinin yang
baik. Hal ini tampak pada jumlah akar yang banyak pada konsentrasi 300 g/l
(lampiran 15), sebab hal ini berkaitan dengan tempat diproduksinya hormon
sitokinin, akar. Salisbury dan Ross (1995b) mengatakan bahwa sitokinin dari
akar dapat memacu pertumbuhan daun. Berbeda dengan pemberian ubi jalar
yang memiliki kandungan gula, mampu memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun. Hendaryono dan Wijayani (1994) mengatakan bahwa gula
berperan dalam menghasilkan energi sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan diferensiasi sel pada tanaman tertentu (Widiastoety dan
Purbadi, 2003).
Jumlah daun4.67 4.33
5.33
0123456
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEMulsi ikan
Gambar 8. Pengaruh emulsi ikan terhadap jumlah daun
Uji ragam 5 % (lampiran 14) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
ubi jalar berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pemberian
emulsi ikan dan kombinasi antara emulsi ikan dan ekstrak ubi jalar tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Emulsi ikan yang berperan dalam
memacu perakaran (Anonim, 2009) tidak mampu memberikan pengaruh
terhadap jumlah daun. Menurut Klein (2006), bahwa umumnya pemberian
emulsi ikan dilakukan pada tanaman yang di-transplant agar memperkecil
resiko tanaman stres/burning. Walaupun tidak memberikan pengaruh, namun
pemberian emulsi ikan taraf 4 cc/l (gambar 8) memberikan pengaruh
maksimal terhadap jumlah daun dibandingkan dengan taraf 0 cc/l dan 2 cc/l.
xxiv
Jumlah daun
03
14 5
710
58
0
5
10
15
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 9. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
jumlah daun
Jumlah daun terbanyak dicapai pada ekstrak ubi jalar 300 g/l tanpa
emulsi ikan. Namun setelah dikombinasikan dengan emulsi ikan 2 cc/l dan 4
cc/l jumlah daun mengalami penurunan. Penurunan jumlah daun diduga oleh
akumulasi vitamin dari kedua bahan organik.
Pada salah satu perlakuan, eksplan mengalami gejala abnormalitas,
yaitu tanaman tampak lemah dan tembus cahaya. Yusnita (2004) mengatakan
bahwa gejala seperti ini suatu abnormalitas yang sering disebut vitrifikasi.
Vitrifikasi ialah abnormalitas pada tanaman yang dikulturkan secara in vitro
yang ditandai dengan kandungan air jaringan terlalu tinggi, sukulensi atau
translucency. Tanaman yang mengalami vitrifikasi akan tampak lemah dan
tembus cahaya karena kandungan air yang terlalu tinggi. Vitrifikasi timbul
karena tingginya konsentrasi sitokinin yang terlalu tinggi, terlalu rendahnya
konsentrasi agar, dan tingginya konsentrasi ion amonium.
Hijau
Putih (transparan)
(a) (b) Gambar 4. (a) Eksplan yang mengalami vitrifikasi pada kultur in vitro anggrek
(b) eksplan yang tidak mengalami vitrifikasi
xxv
4. Panjang daun
Uji ragam 5 % (lampiran 10) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
ubi jalar berpengaruh nyata terhadap panjang daun, namun pemberian emulsi
ikan dan kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan tidak berpengaruh
terhadap panjang daun. Pemberian emulsi ikan akan berpengaruh terhadap
akar (Vanderlinden, 2008), namun pemberian ekstrak ubi jalar akan memacu
perkembangan sel-sel baru. Selain itu, bahan organik air kelapa muda juga
berpengaruh terhadap panjang daun, disebabkan oleh kandungan sitokinin
pada air kelapa (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Mandang (1993)
menjelaskan bahwa asam amino yang terdapat pada air kelapa merupakan
salah satu komponen penyusun basa purin maupun pirimidin. Sitokinin seperti
zeatin, isopentenil adenosin, kinetin dan benzilladenin memiliki struktur dasar
adenin yang merupakan derivat purin. Ini berarti bahwa asam amino tersebut
juga berperan dalam pemebentukan sitokinin.
Panjang daun
2.4333 b
3.6667 c
0.6556 a
01234
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
CM
Gambar 10. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap panjang daun
Pada uji Duncan 5 % (gambar 10) diketahui bahwa panjang daun
cendrung menurun apabila konsentrasi ubi jalar yang diberikan melebihi
150 g/l. Hasil optimum terdapat pada perlakuan ekstrak ubi jalar dengan taraf
konsentrasi 150 g/l. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat pada ubi
jalar, seperti yang dikatakan oleh Haryanti et at (1998) bahwa karbohidrat
merupakan sumber karbon dan energi yang banyak dibutuhkan ketika sel-sel
bagian dalam meristem pucuk membelah dan membesar guna penyusunan
jaringan baru sebagai pembentuk primordia daun.
xxvi
Terjadinya penurunan panjang daun pada taraf konsentrasi lebih dari
150 g/l disebabkan oleh terganggunya metabolisme yang diakibatkan oleh
tingginya kadar sukrosa yang diberikan. Menurut penelitian Widiastoety dan
Bahar (1995) bahwa pemberian sukrosa, fruktosa, glukosa dam gula sebagai
sumber karbohidrat memberikan hasil yang baik bagi tinggi plantlet. Namun
demikian, pemberian sukrosa pada konsentrasi yang sangat tinggi terhadap
plantlet akan menekan pertumbuhan plantlet. Hal ini disebabkan oleh adanya
tekanan osmotik yang tinggi dalam media, sehingga proses metabolisme
tanaman terganggu.
Panjang daun3.73
2.632.23
0
1
2
3
4
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
Gambar 11. Pengaruh emulsi ikan terhadap panjang daun
Hasil maksimal pada pemberian emulsi ikan ekstrak terhadap panjang
daun dicapai pada taraf 0 cc/l (tanpa emulsi ikan). Klein (2006) mengatakan
bahwa pemberian emulsi ikan pada umumnya dilakukan pada saat
transplanting. Selain itu, pengaruh sitokinin pada air kelapa diduga mampu
memacu pembelahan sel. Hendaryono dan Wijayani (1994) mengatakan
bahwa air kelapa yang diberikan sebagai bahan organik tambahan
mengandung diphenil urea yang mempunyai aktifitas seperti sitokinin, yaitu
pembelahan sel. Hormon sitokinin walaupun dalam konsentrasi rendah dapat
mengatur proses fisiologis tanaman. Pendapat di atas dikuatkan oleh Salisbury
dan Ross (1995b) yang mengatakan bahwa pembelahan sel diikuti dengan
pembesaran sel.
xxvii
Panjang daun
01
4.42.7
4
6.8
1.72.5 2.7
02468
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 12. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
panjang daun
Panjang daun terpanjang dicapai pada ekstrak ubi jalar 300 g/l, tanpa
emulsi ikan. Hal ini diduga pengaruh kandungan karbohidrat yang berbagai
senyawa organik yang terdapat pada ubi jalar, karena menurut Widiastoety
dan Bahar (1995) karbohidrat merupakan bahan dasar bagi tanaman dalam
melakukan proses respirasi dan pembentukan sel-sel baru.
5. Lebar daun
Daun merupakan organ utama fotosintesis pada tumbuhan tingkat
tinggi (Gardner et al, 2001). Lebar suatu daun sangat berpengaruh terhadap
kemampuan daun dalam menyerap energi matahari guna melakukan proses
fotosintesis. Semakin lebar suatu daun, maka fotosistesis yang dilakukan akan
semakin baik.
Lebar daun
0.5111 b0.6 b
0.1444 a
00.20.40.60.8
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
CM
Gambar 13. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap lebar daun
xxviii
Pada uji ragam 5 % (lampiran 12) perlakuan ekstrak ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap lebar daun, namun pemberian emulsi ikan dan
kombinasi ekstrak ubi jalar dengan emulsi ikan tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap lebar daun. Pada uji Duncan 5 % (gambar 13) diketahui bahwa
terdapat kecendrungan yang sama pada variabel sebelumnya, yaitu
kecendrungan terjadinya penurunan lebar daun pada taraf konsentrasi ekstrak
ubi jalar melebihi 150 g/l. Terjadinya penurunan pada taraf konsentrasi lebih
dari 150 g/l disebabkan oleh gangguan metabolisme karena tingginya
penyerapan sukrosa dalam sel tanaman. Namun pada gambar tampak bahwa
penurunan yang terjadi tidak sebesar variabel sebelumnya, hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor hormon endogen pada Phalaenopsis
Pinlong Cinderella dapat memberikan kestabilan penurunan lebar daun pada
taraf lebih dari 150 g/l.
Lebar daun1.16
0.560.42
0
0.5
1
1.5
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
Gambar 14. Pengaruh emulsi ikan terhadap lebar daun
Emulsi ikan yang dikenal sebagai salah satu pupuk organik yang
mampu menunjang pertumbuhan tanaman, karena mempunyai kandungan
NPK 5-3-3 (Vanderlinden, 2008) belum mampu memberikan hasil positif
terhadap lebar daun. Walaupun pada penelitian yang dilakukan oleh Khaled
et al (2003) menunjukkan bahwa pemberian emulsi ikan sangat efektif dalam
menunjang pertumbuhan tanaman pada tanah berpasir dan dilaporkan bahwa
emulsi ikan merupakan nutrisi dasar bagi pertumbuhan tanaman yang memacu
rhizobakteria. Pada gambar 14 tampak bahwa lebar daun maksimal dicapai
pada perlakuan tanpa penambahan emulsi ikan, seiring dengan penambahan
konsentrasi lebar daun mengalami penurunan. Belum mampu tanaman dalam
xxix
memanfaatkan emulsi ikan yang diberikan diduga karena belum saatnya
diberikan emulsi ikan. Seperti yang dikatakan oleh Klein (2006) bahwa
umumnya pemberian emulsi ikan pada anggrek dilakukan pada saat dilakukan
transplanting.
Selain itu, faktor genetis kedua indukan turut mempengaruhi sifat
anakan. Mangoendidjojo (2008) mengatakan bahwa hasil persilangan F1
(hibrida) mempunyai penampilan yang lebih baik dari kedua orang tuanya.
Phalaenopsis dengan ukuran daun lebih lebar dibandingkan dengan vanda
diduga menyebabkan perbedaan lebar daun.
Lebar daun
00.2
0.530.63
0.430.550.63 0.53 0.6
00.20.40.60.8
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 15. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
lebar daun
Pada kombinasi kedua bahan organik diketahui bahwa lebar daun
maksimal dicapai pada ekstrak ubi jalar taraf 150 g/l dengan emulsi ikan 4
cc/l. Hal ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan (cahaya), adanya
kandungan karbohidrat pada ubi jalar memberikan efek positif dalam
membentuk sel-sel baru, sebab dikatakan oleh Salisbury dan Ross (1995b),
bahwa pertambahan lebar daun tanaman angiospermae disebabkan oleh
meristem yang menghasilkan sejumlah sel-sel baru di sepanjang tepi poros
daun. Selain adanya karbohidrat, adanya stimulus pada hormon endogen
dalam Phalaenopsis sp karena bahan organik tambahan turut berperan dalam
peningkatkan lebar daun. Kandungan nitrogen yang tinggi pada emulsi ikan
turut memacu perkembangan lebar daun. Hendaryono (2006) menguatkan
bahwa unsur nitrogen berpengaruh pada pertumbuhan daun. Daun dapat
xxx
tumbuh dalam jumlah yang lebih banyak dengan helaian yang lebih lebar serta
kelihatan mengkilap hijau segar.
6. Jumlah akar
Akar merupakan organ terpenting dalam memasok air, mineral dan
bahan penting lainnya dalam media. Pertumbuhan suatu tanaman akan baik
tertantung dari keadaan akar. Selain itu, akar juga dianggap sebagai sumber
utama pengatur pertumbuhan yaitu giberellin dan sitokinin, yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara keseluruhan
(Gardner et al, 1991).
Jumlah akar
0
2.673.33
0
1
2
3
4
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
Gambar 16. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap jumlah akar
Ubi jalar mengadungan beberapa senyawa organik, diantaranya
karbohidrat, protein, Fe, Na, Ca, P, niacin, vitamin A, B1, B2, C, lemak, gula
dan amilosa (Juanda dan Bambang, 1995). Hendaryono (2006) dan
Hendaryono dan Wijayani (1994) mengatakan bahwa unsur P (fosfor)
berpengaruh dalam pembentukan akar-akar. Unsur fosfor yang diberikan
dalam jumlah yang tinggi berpengaruh terhadap penambahan jumlah akar
melebihi tunas (Salisbury dan Ross, 1995a). Unsur Ca juga turut
mempengaruhi ketersediaan nutrien lain dalam jaringan tanaman, karena
kalsium berpengaruh dalam pertumbuhan ujung bulu-bulu akar. Selain itu,
kandungan vitamin B1 (tiamin) dapat mempercepat pembelahan sel pada
meristem akar. Pada penelitian Untari dan Puspitaningtyas (2006) terhadap
xxxi
anggrek hitam menunjukkan bahwa jumlah akar rata-rata tertinggi diperoleh
pada perlakuan dengan penambahan ubi jalar 150 g/l dan NAA 5 ppm.
Jumlah akar2.33
1.67 1.67
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
Gambar 17. Pengaruh emulsi ikan terhadap jumlah akar
Menurut Vanderlinden (2008) emulsi ikan yang mampu memacu
perkembangan akar, justru tidak menunjukkan perannya, kemungkinan
disebabkan oleh eksplan belum mampu menyerap emulsi ikan. Dikuatkan oleh
Klein (2006) bahwa emulsi ikan akan berpengaruh pada anggrek yang telah
dilakukan transplanting.
Jumlah akar
0 0 0
2 23
5
32
0
2
4
6
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 18. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
jumlah akar
Pada gambar 18 tampak bahwa ekstrak ubi jalar 300 g/l tanpa
penambahan emulsi ikan (taraf 0 cc/l) memberikan jumlah akar tertinggi. Hal
ini disebabkan oleh adanya vitamin B1 (Tiamin) yang berfungsi untuk
mempercepat pembelahan sel pada meristem akar. Semakin banyak jumlah
akar, maka tanaman tersebut akan semakin baik dalam menyerap berbagai
hara, namun pada veriabel sebelumnya tampak bahwa pada ekstrak ubi jalar
xxxii
150 g/l justru memberikan pengaruh yang negatif bagi pertumbuhan vegetatif
tanaman, hal ini diduga karena efek pemberian arang aktif (charcoal) pada
media. Pierik (1987) dalam Mariska et al (2004) menyatakan bahwa charcoal
dapat memacu terbentuknya akar tetapi pada kondisi tertentu senyawa tersebut
dapat menyerap zat pengatur tumbuh terutama auksin Dengan demikian,
apabila diberikan secara bersamaan dengan auksin, zat pengatur tumbuh
tersebut sebaiknya diberikan dengan konsentrasi yang relatif lebih tinggi atau
pengurangan kadar arang aktif dalam media.
7. Panjang akar
Baiknya keadaan akar tanaman, akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman di atasnya, seperti tumbuhnya tunas dan organ tanaman
lainnya. Salisbury dan Ross (1995b) mengatakan bahwa hormon endogen
sitokinin disintesis di ujung akar, sehingga respon hormon sitokinin akan
dipengaruhi oleh keadaan akar.
Panjang akar
0
1.87
1.23
0
0.5
1
1.5
2
0 g/l 150 g/l 300 g/lUbi jalar
CM
Gambar 19. Pengaruh ekstrak ubi jalar terhadap panjang akar
Pada gambar 19 tampak bahwa pemberian ekstrak ubi jalar taraf 150
g/l meberikan respon positif dan sebaliknya pada respon yang negatif terjadi
pada ekstrak ubi jalar taraf 300 g/l. Hal tersebut terjadi diduga karena
terjadinya akumulasi karbohidrat. Widiastoety dan Purbadi (2003)
mengatakan bahwa penghambatan tersebut terjadi karena pengaruh tekanan
osmotik akibat penggunaan sumber karbohidrat dengan konsentrasi yang
sangat tinggi. Disamping itu, tekanan yang disebabkan oleh perubahan
xxxiii
osmotik akan merangsang akumulasi asam absisat (ABA) di dalam jaringan
tanaman yang dapat mengahambat pertumbuhan tanaman dalam media. Selain
akumulasi ABA, terjadi pula penghambatan sintesis sitokinin yang efeknya
memperkuat pertumbuhan yang diakibatkan oleh pengaruh ABA.
Ubi jalar taraf 150 g/l mampu merangsang pemanjangan akar, hal ini
disebabkan oleh kandungan berbagai senyawa organik pada ubi jalar,
diantaranya karbohidrat, protein, Fe, Na, Ca, P, niacin, vitamin A, B1, B2, C,
lemak, gula dan amilosa (Juanda dan Bambang, 1995). Hendaryono (2006)
mengatakan bahwa tiamin mampu merangsang pembelahan sel di daerah
perakaran. Menurut Salisbury dan Ross (1995a) unsur Ca turut berperan dalam
pembentukan bulu-bulu akar dan pemanjangan akar.
Panjang akar
1.50.86
3.43
0
1
2
3
4
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
Gambar 20. Pengaruh emulsi ikan jalar terhadap panjang akar
Perlakuan terbaik emulsi ikan ialah pada taraf konsentrasi 4 cc/l
(gb 20), diduga oleh kandungan hormon endogen yang terdapat pada eksplan
sudah mampu berperan dengan baik. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh
kemampuan tanaman mengabsorpsi ZPT, seperti yang dikatakan oleh
Wattimena (1988) bahwa variasi respon terhadap pemberian zat pengatur
tumbuh (ZPT) dipengaruhi oleh perbedaan fase pertumbuhan, kondisi
fisiologis, kemampuan tanaman mengabsorpsi ZPT serta fluktuasi kandungan
hormon endogen. Selain itu juga dipengaruhi oleh kandungan emulsi ikan
yaitu triptopan dan vitamin B1 (Anonim, 2008c).
xxxiv
Panjang akar
0 0 0
3.4
0.9 1.31.11.7
0.9
01234
0 cc/l 2 cc/l 4 cc/lEmulsi ikan
CM
0 g/l
150 g/l
300 g/l
Gambar 21. Pengaruh kombinasi ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan terhadap
panjang akar
Pada gambar 21 diketahui bahwa pada konsentrasi 150 g/l merupakan
konsentrasi yang paling baik. Perlakuan hanya dengan ubi jalar pada
konsentrasi rendah mampu memberikan pengaruh positif, sedangkan
perlakuan dengan ubi jalar konsentrasi tinggi memberikan pengaruh negatif.
Dari kedua perlakuan diketahui bahwa pemberian kedua bahan organik
memberikan pengaruh negatif pada taraf konsentrasi yang berlebih, karena
penyerapan yang terlalu tinggi akan berbagai bahan organik. Seperti pada
penelitian Widiastoety dan Bahar (1995) pada perlakuan bahan organik yang
tinggi karbohidrat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Salisburry
dan Ross (1995b) menambahkan bahwa pemberian auksin akan memacu
pertumbuhan akar, tapi hanya pada taraf konsentrasi yang sangat rendah
(bergantung pada spesies dan umur tanaman). Noggle dan Fritz (1983)
mengatakan bahwa di akar respon umum dari auksin adalah menghambat
pemanjangan sel, namun pada taraf konsentrasi yang sangat rendah justru
mampu memacu pemanjangan sel, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi
akan memberikan respon yang sebaliknya. Seperti yang yang dikatakan oleh
Gardner et al (1991) bahwa kadar sukrosa yang tinggi menggalakkan penuaan
dan memendekkan pelebaran akar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
xxxv
A. Kesimpulan
1. Ekstrak ubi jalar 150 g/l memberikan hasil optimal terhadap tinggi
plantlet, panjang daun, lebar daun, dan panjang akar. Perlakuan ekstrak ubi
jalar 300 g/l memberikan hasil optimal terhadap saat muncul akar, jumlah
daun, dan jumlah akar.
2. Emulsi ikan 2 cc/l memberikan hasil optimal terhadap saat muncul akar,
sedangkan emulsi ikan 4 cc/l memberikan hasil optimal terhadap tinggi
plantlet, jumlah daun, dan panjang akar.
3. Kombinasi ekstrak ubi jalar 300 g/l dengan emulsi ikan 2 cc/l memberikan
hasil optimal terhadap saat muncul akar sedangkan kombinasi ekstrak ubi
jalar 150 g/l dengan emulsi ikan 4 cc/l memberikan hasil optimal terhadap
lebar daun.
B. Saran
1. Penambahan ekstrak ubi jalar yang baik yaitu pada taraf 150 g/l.
2. Tidak perlu bahan organik tambahan (air kelapa) selain bahan organik
yang diujikan (ekstrak ubi jalar dan emulsi ikan), sehingga peran bahan
organik yang diujikan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Pesona Tanaman Hias Favorit. Penebar Swadaya. Depok. Hal:38
Anonim. 2008a. Introduction to Orchids. Diakses dari http://www.orchidsasia.com. pada tanggal 7 Desember 2008.
xxxvi
Anonim. 2008b. Media Tanam Kultur Jaringan. Diakses dari http://adeniumspesies.com. Diakses pada tanggal 7 Desember 2008.
Anonim. 2008c. Anggrek. Diakses dari http://pai.blogspot.com pada tanggal 7 Desember 2009.
Anonim. 2009. Fish Emulsion. Diakses dari http://the-organic-gardener.com. pada tanggal 7 Desember 2009.
Darmono, D. W. 2005. Budidaya Anggrek Vanda. Penebar Swadaya. Jakarta.
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2001. Tanaman Penghasil Pati. Diakses dari http://www.aagos.ristek.go.id pada tanggal 29 Maret 2009.
Gardner, F. P., R. B. Pearrce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (diterjemahkan oleh Herawati Susilo). Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hal: 242, 329
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Hand Book and Directory of Comereial Laboratories. Eastern Press, Reading, Berks. England.
Gunawan, L.W. 1998. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.
________. 2006. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.
Haryanti, B., Budi M., dan Toto, S. 1998. Media Kultur In Vitro untuk Konservasi Klon-klon Harapan Krisan. J. Hortikultura. 8 (2).
Hendaryono, D P S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 62, 83
________, D P S. 2006. Budidaya Anggrek dengan Bibit dalam Botol. Kanisius. Yogyakarta. Hal: 15
Iswanto, H. 2001. Anggrek Phalaenopsis. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Juanda. D dan C. Bambang. 1995. Ubi Jalar, Budidaya Ubi Jalar, dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
Khaled,A. El-Tarabily, H. Nassar. H., J. Hardy. G. E. St., dan Krishnapillai. Sivasithamparam. 2003. Fish Emulsion as a Food Base fo Rizobacteria Promoting Growth of Radish (Rapanhus sativus L. Var. Sativus) in a sandy soil. Plant and Soil Journal. Vol 252 (2) 397-411.
Klein, C. 2006. Minyak ikan. Diakses dari http://anggrek@yahoogroups.com pada tanggal 7 Desember 2008.
xxxvii
Kong, Q., Yuan, S. Y, Vegvari, Gy. 2007. Micropopagation of an Orchid Dendrobium strongylathum Rchb.f. International Journal of Horticultural Science. 13 (1): 61-64.
Kusumawati, D. 2009. Budidaya Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis). Diakses dari http://www.bbpp-lembang.info pada tanggal 29 Januari 2010.
Mandang, J P. 1993. Peranan Air Kelapa dalam Kultur Jaringan Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat) dalam disertasi Program Pasca Sarjana Insatitut Pertanian Bogor. Bogor. Hal: 8-9
Mangoendijdojo. 2008. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Jakarta
Metusala, D. 2007. Vanda tricolor var suavis, Si Totol yang Mempesona.diakses dari http://www.anggrek.org.com pada tanggal 19 Januari 2010.
Noggle G.R dan G. J. Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. Second edition. Pretince-Hall, Inc. New Jersey.
Rahardja P.C dan W. Wiryatna. 2005. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Rukmana, R. 2006. Anggrek Bulan. Kanisius. Yogyakarta.
Salisbury F,B., C W Ross. 1995a. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1 (diterjemahkan oleh Lukman D.R.dan Sumaryono). ITB Press. Bandung.
_______________. 1995b. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3 (diterjemahkan oleh Lukman D.R. dan Sumaryono). ITB Press. Bandung.
Sandra, E. 2002. Membuat Anggrek Rajin Berbunga. AgroMedia Pustaka. Bogor.
Sarwono, B. 2002. Mengenal dan Membuat Anggrek Hibrida. Agro Media Pusaka. Jakarta.
Skoog, F., & Miller, C, O. 1957. Chemical Regulation of Growth and Organ Formation in Plant Tissue Cultured In Vitro. Dalam Dodds, John H dan Robert, Lorin W. 1995. Experiments in Plant Tissue Culture. Third editon. Cambridge University Press. England.
Sutiyoso, Y. 2006. Peluang Bisnis Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.
Untari, R dan D.M Puspitaningtyas. 2006. Pengaruh Bahan Organik dan NAA terhadap Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dalam Kultur in vitro. J. Biodiversitas. 7 (3):344-348.
xxxviii
Vanderlinden, C. 2008. Fish Emulsion. Diakses dari http://organicgardening.about.com. Pada tanggal 29 Maret 2009.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB. Bogor.
Wetherell, D F. 1976. Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro. Avery Publishing Group, Inc. New Jersey.
Wetter, L. R. dan F. Constabel. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. ITB. Bandung.
Widiastuti, D. 2001. Perbaikan genentik dan perbanyakan bibit sacara in vitro dalam mendukung pengembanagn anggrek di Indonesia. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 (4):138-143.
Widiastuti, D dan A, Santi. 1994. Pengaruh Air Kelapa Terhadap Pembentukan Protocorm Like Bodies (PLBS) dari Anggrek Vanda dalam Medium Cair. J. Hortikultura. 4(2):71-73.
Widiastuti, D dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan Kadar Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hortikultura. 5(3):76-80.
Widiastoety, D., dan Purbadi. 2003. Pengaruh Bubur Ubikayu dan Ubijalar terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. J. Hortikultura. 13(1):1-6.
Winarsih, S dan Priyono. 2000. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pembentukan dan Pengakaran Tunas Mikro pada Asparagus Secara In Vitro. J. Hortikultura. 10 (1):11 – 17.
Yusnita. 2004. Kultur jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Recommended