View
13
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
cvb
Citation preview
PENGENALAN MISOPROSTOL UNTUK PENGOBATAN ABORSI INKOMPLIT PADA KEHAMILAN DI ATAS 12 MINGGU DI BENIN
Sosthène Adissoa, Benjamin I.B. Hounkpatin b.*, Gounnou D. Komongui b, Olivier Sambieni a, René X. Perrin b
aHubert Koutoukou Maga National Teaching Hospital, Cotonou, Beninb Lagoon Mother and Child Hospital, Cotonou, Benin
Abstrak
Meningkatkan perawatan terhadap wanita yang telah mengalami aborsi spontan atau
diinduksi merupakan langkah penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan aborsi tsb. Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri ( FIGO ) dan
World Health Organization (WHO) lebih merekomendasikan penggunaan aspirasi vakum
manual ( MVA ) dan misoprostol daripada kuretase untuk menatalaksana aborsi inkomplit. MVA
diperkenalkan ke pelayanan kesehatan di Benin tahun 2006 dan sejak 2008 misoprostol telah
tersedia di 3 rumah sakit bersalin yang besar. Penelitian ini menggunakan misoprostol oral
dengan dosis 800μg dan tidak terbatas untuk kehamilan di atas 12 minggu, termasuk wanita yang
aborsi pada kehamilan trimester kedua. Setelah 5 tahun , diperoleh hasil bahwa hampir tiga
perempat wanita yang menggunakan misoprostol pada kehamilan 13-18 minggu membutuhkan
MVA untuk menyempurnakan evakuasi uterus dan seperempat nya lagi terjadi perdarahan yang
parah, hal ini menegaskan bahwa indikasi pemberian misoprostol sebaiknya dibatasi hingga usia
12 minggu.
1. Pengantar
Angka Kematian Ibu menjadi isu yang sangat memprihatinkan di Benin
selama beberapa decade. Rasio kematian ibu yang tinggi tetap hampir tidak
berubah , dari 474 kematian ibu per 100 000 kelahiran hidup pada tahun
2001, 397 pada tahun 2006. Dengan demikian , sekitar 1500 perempuan
meninggal setiap tahun dalam proses melahirkan . Diperkirakan bahwa 15 %
dari angka kematian tsb terkait dengan aborsi yang diinduksi yang tidak
aman.
Dalam upaya mencapai target Millenium Development Goal kelima
pada tahun 2006 Benin menerapkan kebijakan untuk mencegah aborsi yang
tidak aman dan meningkatkan perawatan pasca aborsi. Awalnya, MVA
diperkenalkan untuk menggantikan kuretase diikuti oleh adopsi misoprostol
untuk pengobatan aborsi inkomplit.
Sudah banyak pengalaman tentang penggunaan misoprostol ini
seperti yang di publikasikan dalam jurnal ilmiah dan rekomendasi dari World
Health Organisasi (WHO) serta Federasi Internasional Ginekologidan Obstetri
(FIGO). Sebagian besar literatur, mengacu pada uji klinis, dilakukan di
negara-negara dengan sumber daya rendah dan negara-negara dimana
terdapat banyak kasus pasca aborsi. Selain itu, belum ada publikasi tentang
keberhasilan penggunaan misoprostol dengan dosis yang lebih besar pada
kehamilan diatas 12 minggu.
Oleh karena itu, 5 tahun setelah pengenalan misoprostol untuk
pengobatan aborsi inkomplit di 3 rumah sakit bersalin di Benin digunakanlah
protokol yang berbeda dari yang biasanya dianjurkan, peninjauan dan
evaluasi hasil-hasil terutama dilakukan pada kasus di mana obat itu
digunakan setelah kehamilan 12 minggu kehamilan .
2. Bahan dan Metode
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif , yang
dilakukan selama 5 tahun di 3 rumah sakit bersalin di Cotonou , Benin : the
Obstetri dan Gynecology Clinic ( CUGO) Rumah Sakit Nasional pada Hubert
Koutoukou, Rumah Sakit Ibu dan Anak Lagoon ( Homel ) ; dan Rumah Sakit
Bersalin Ménontin.
Populasi penelitian ini terdiri dari semua wanita dengan diagnosis
aborsi tidak lengkap di 3rumah sakit tersebut mulai 1 Januari 2008 sampai
31 Desember 2012. Pada penelitian ini, wanita yang telah aborsi komplit
yang tidak memerlukan perawatan aktif dan mereka yang memiliki
komplikasi berat yang membutuhkan tindakan langsung tidak termasuk ke
dalam populasi. Mereka juga tidak disertakan jika kehamilan usia lebih dari
18 minggu atau jika seorang wanita tidak mampu untuk memberikan
informasi tentang usia kehamilan dan pemeriksaan fisik menunjukkan
ukuran rahim yang kompatibel dengan akhir trimester kedua .
Tim bidan dan dokter,baik itu spesialis obstetri dan ginekologi
ataupun residen obstetri dan ginekologi menerima pasien perempuan
dengan konsultasi aborsi inkomplit. Diagnosis lengkap aborsi ini didasarkan
pada pemeriksaan klinis dan pada ultrasonografi. Mereka yang ikut dalam
pengobatan misoprostol ini haruslah dalam keadaan hemodinamik stabil dan
isi rahim pada ultrasonografi kurang dari 20 mm. Responden diberi pilihan
tentang perawatan medis, dan informasi tentang alternatif lain yang
tersedia, sehingga responden diberi hak untuk memilih metode mana yang
mereka lebih suka. Responden juga akan ditawarkan metode kontrasepsi
yang efektif, diberitahu tentang efek samping yang mungkin muncul selama
pengobatan, terutama nyeri dan pendarahan tapi kadang-kadang
diare,hipertermia, dan menggigil.
Pasien yang memilih untuk perawatan medis menggunakan
misoprostol 800 μg (Cytotec R, Pfizer, NY, USA) diberikan dalam bentuk
empat tablet 200 μg ditempatkan di bawah lidah untuk jangka waktu 30
menit.
Lalu dilakukan evaluasi pada hari ke 3 untuk menilai progres
pengobatan dan pada hari ke 15 saat melakukan monitor isi rahim
menggunakan USG. Jika rahim kosong atau ultrasonografi menunjukkan isi
uterus minimal, tapi wanita itu tidak mengeluhkan gejala apapun, makan
prosedur dianggap berhasil dan tidak diberikan perawatan lebih lanjut. Jika
rahim tidak kosong dan terjadi perdarahan atau masih kram, prosedur
dianggap telah gagal dan responden menjalani MVA kecuali responden
dalam keadaan stabil dan bersedia untuk mencoba penggunaan dosis
800μg misoprostol yang kedua. Jika responden melanjutkan terapi
misoprostol yang kedua, ditetapkan untuk 10-15 hari kemudian. Jika rahim
masih tidak kosong setelah tindak kedua ini pasien menjalani MVA.
Jika rahim dikonfirmasi kosong, para responden ditawarkan metode
kontrasepsi pilihan mereka, bisa menggunakan long-acting kontrasepsi
reversibel (LARCs) seperti tembaga T 380 alat kontrasepsi (IUD) dan Jadelle
(Bayer Healthcare, Berlin, Jerman) implant kontrasepsi.
Penelitian ini menggambarkan proporsi perempuan dengan aborsi
inkomplit yang dirawat dengan misoprostol di 3 rumah sakit bersalin dan
bagaimana proporsi ini berubah dari waktu ke waktu. Penelitian ini juga
menunjukkan distribusinya sesuai dengan usia kehamilan di
saat aborsi. Berbagai efek samping , hasil scan ultrasonografi pada
kunjungan kontrol tindak lanjut, dan tingkat keberhasilan pengobatan
dicatat.Tingkat keberhasilan pengobatan ini didasarkan pada proporsi
responden yang tidak memerlukan MVA untuk menindaklanjuti evakuasi
uterus. Hubungan antara usia kehamilan dan efek samping, usia kehamilan
dan tingkat keberhasilan pengobatan dianalisis, serta metode
kontrasepsinya. Evaluasi terhadap dampak buruk didasarkan pada laporan
pasien dan pada pemeriksaan klinis dan scan USG. Jumlah perdarahan
dievaluasi sesuai dengan jumlah tampon yang digunakan oleh setiap wanita
selama periode 24 jam, diklasifikasikan sebagai berat jika jumlah tampon
yang digunakan lebih dari 4 dalam 24 jam.
Data variabel yang diteliti dikumpulkan secara prospektif
menggunakan design yang dirancang khusus dan digunakan sama untuk 3
rumah sakit. Data diperiksa secara manual untuk mengurangi kesalahan
pendataan. Excel 2007 (Microsoft, Redmond, USA) digunakan untuk entri
data dan cleaning. Hubungan antara usia kehamilan dan tingkat
keberhasilan pengobatan, antara usia kehamilan dan timbulnya efek
samping dievaluasi dengan menggunakan Epi Info (Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit, Atlanta, USA)
Responden menandatangani formulir informed consent . Penelitian
ini dievaluasi dan disetujui oleh Dewan Internal dari Sekolah Ilmu
Kesehatan , Universitas Benin.
3. Hasil
Sebanyak 3139 di diagnose dengan abostus inkomplit pada 3 rumah sakit tempat
penelitian dalam 5 periode antara Januari 2008 sampai Desember 2014. Pasien yang terdapa t
pada rumah sakit CUGO dan rumah sakit Homel dalam 5 tahun periode hampir sama jumlahnya
( CUGO= 1150 (36,6%) dan homel = 1190(35,3%)), sementara pada rumah sakit menontin
meternity didapatkan 880 kasus abortus inkomplit.
Setelah diperiksa, 630 dari 3139 perempuan didiagnosisi menjadi abortus komplet
tanpa pengobata. Sebanyak 2509 perempuan diobati dengan menggunakan MVA sebanyak 1277
perempuan (48,1%) dan 537 (21,4%) dengan menggunakan misoprostol. Perempuan yang
mendapat pengobatan misoprostol pada tahun pertama kurang dari 10%, tetapi pada tahun ke dua
terdapat peningkatan menjadi 10-20% pada rumah sakit yang berbeda, dan pada tahun ke empat
digunakan sebanyak 25% dan terjadi penurunan menjadi sekitar 20% pada tahun ke lima.
Usia kehamilan yang mendapat pengobatan misoprostol pada 537 perempuan adalah
10 minggu atau kurang (64,1%; n= 322), 11-12 minggu (14,9%; n= 80) 13-14 minggu (13%; n=
70), dan 15-18 minggu (8%; n= 43).
Misoprostol dapat digunakan dengan dosis tunggal 800mikrogram atau dosis ganda 800
mikrogram yang tidak lebih dari 1600 mikrogram. Kasus yang mendapat misoprostol dosis
tunggal hanya sebanyak 300 kasus dan 237 kasus mendapat dosis ganda.
Usia kehamilan berhubungan tingkat keberhasilan, persentase kasus dengan MVA
tidak diperlukan untuk evakuasi uterus lengkap. Pada wanita dengan kehamilan hingga 12
minggu, tingkat keberhasilan adalah 99,1%; Namun, persentase ini turun menjadi hanya 25,7%
dan 27,9% dalam kasus wanita dengan kehamilan dari 13-14 minggu dan 15-18 minggu. Pada
scan ultrasound dilakukan pada hari ke-15 pasca perawatan, isi sisa rahim ditemukan 5% pada
wanita dengan kehamilan hingga 12 minggu. Proporsi ini meningkat menjadi 10% wanita di 13-
14 minggu kehamilan dan 14% wanita dengan kehamilan lebih dari 14 minggu. Namun, semua
kasus ini secara klinis asimtomatik dan tidak ada intervensi yang dilakukan (Tabel 2). Selain itu,
7,6% dari wanita dengan kehamilan hingga 12 minggu dan sekitar 3% dari orang-orang dengan
kehamilan 13-14 minggu tidak melakukan pemeriksaan ulang dan dianggap tidak memiliki
komplikasi. Tak ada wanita dengan kehamilan lebih dari 14 minggu tidakl kembali untuk
memeriksa kembali. Perbedaan tingkat keberhasilan sesuai dengan usia kehamilan yang
signifikan secara statistik (Pb0.001) (Tabel 2).
Efek samping yang paling umum dari pengobatan misoprostol adalah nyeri pada 26,6%
pasien (n = 143), menggigil sekitar 17,7% (n = 95), hipertermia pada 10,8% (n = 58), dan
pendarahan berat pada 4,5% (n = 24).
Usia kehamilan pada saat aborsi juga dikaitkan dengan kejadian efek samping. Proporsi
wanita dengan sakit parah, menggigil, hipertermia, diare, dan perdarahan berat secara signifikan
lebih kecil (Pb0.001) pada wanita dengan kehamilan hingga 12 minggu dibandingkan dengan
mereka dengan kehamilan 13-14 minggu atau lebih dari 14 minggu (tabel 3). Ada sedikit variasi
dalam pro-porsi wanita yang mengeluh sakit parah antara perempuan dengan kehamilan 13-14
minggu (93%) dan orang-orang dengan kehamilan 15-18 minggu (100%). Perdarahan berat
diamati hanya di kalangan wanita dengan kehamilan lebih dari 12 minggu dan hadir untuk
sekitar setengah dari wanita dengan kehamilan lebih dari 14 minggu dibandingkan dengan hanya
7% di antara mereka dengan kehamilan 13-14 minggu (Tabel 3).
Setiap wanita diobati dengan misoprostol memilih untuk menggunakan beberapa
metode kontrasepsi, meskipun mayoritas (70,8%) memilih pil KB kombinasi. Hanya lebih dari
seperempat (25,7%) memilih metode LARC, dengan preferensi untuk sistem Jadelle implan
(21,0%) daripada IUD tembaga (4,7%). Hanya 2,6% memilih kontrasepsi suntik (depot-
medroksiprogesteron asetat atau Noristerat) dan 0,9% (n = 5) memutuskan untuk menggunakan
metode alami atau penghalang (data tidak ditampilkan dalam tabel).
Recommended