View
231
Download
2
Category
Preview:
Citation preview
PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN
PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA
KELAS D1
Endah Resnandari Puji Astuti
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
xi
PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN
PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA
KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA
SKRIPSI
Oleh :
Endah Resnandari Puji Astuti
NIM : K 5106014
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN
xii
PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN
PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA
KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA
Oleh :
Endah Resnandari Puji Astuti
NIM : K 5106014
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa
Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
xiii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dra. Munzayannah
NIP. 19490215 197603 2 001
Dosen Pembimbing II
Priyono, S.Pd, M.Si
NIP. 19710902 200501 1 001
xiv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Abdul Salim Ch, M.Kes …………………..
Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag …………….......…
Anggota I : Dra. Munzayannah ………….…………..
Anggota II : Priyono, S.Pd, M.Si ………………....
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
xv
ABSTRAK
Endah Resnandari Puji Astuti. PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan tes yang diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis kritis yaitu kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif kualitalif serta membandingkan hasil tes siklus I dan siklus II.
Hasil penelitian menunjukkan : pada siklus I perolehan motivasi mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia sebesar 33,33%, keterampilan bicara (melafalkan kata) 33,33%, dan ketuntasan hasil belajar sebesar 66,67%. Hasil tindakan siklus II ditemukan adanya peningkatan dengan perolehan motivasi mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia sebesar 66,67%, keterampilan bicara (melafalkan kata) 66,67%, dan ketuntasan hasil belajar sebesar 66,67%. Keberhasilan tindakan berdasarkan indikator ketercapaian terjadi pada siklus II.Dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
xvi
ABSTRACT
Endah Resnandari Puji Astuti. THE USE OF COMPUTER MEDIA TO IMPROVE THE DEAF-SPEECH DISABLED CHILDREN’S VOCABULARY IN CLASS D1-B OF SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. 2010.
This research aims to improve the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga using the computer media.
The method employed in this research was classroom action research (CAR). The subjects treated were the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga as many as 3 students. Technique of collecting data employed was observation, interview, and test applied in cycle I and cycle II. The data analysis was done using critical analysis technique, that is, the one for revealing the strength and weakness of teachers’ and students’ performance in teaching-learning process. The quantitative data was analyzed using descriptive statistics displayed in the form of graphic and table interpreted by qualitative description as well as by comparing the test result of Cycle I and Cycle II.
The result of research shows that: in cycle I, the motivation gain in attending Indonesian subject is 33.33%, speaking (spelling) skill is 33.33%, and learning result passing is 66.67%. The result of cycle II action shows the increase in the motivation gain in attending Indonesian subject of 66.67%, speaking (spelling) skill of 66.67% dan learning result passing is 66.67%. The action success is based on the achievement indicator occurring in cycle II. From the result of analysis, it can be concluded that the use of computer media can successfully increase the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga.
xvii
MOTTO
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apa pun dan Dia Allah memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (Terjemahan Q.S. An-Nahl [16]:
78).
xviii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Ayah dan Ibu tercinta
2. Adikku, Dyah Septi W.
tersayang
3. Teman-teman PLB angkatan
2006
4. BRAHMAHARDHIKA
MAPALA FKIP UNS
5. Almamater
xix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
segala rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penggunaan Media Komputer untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak
Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Dra. Munzayannah, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Bapak Priyono, S.Pd, M.Si., Pembimbing II yang dengan sabar telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Muhlisun S.Pd. selaku Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah
memberikan izin penelitian.
7. Wali kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang telah membantu dalam proses
penelitian.
8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
9. Wahyu Jatmiko yang selalu memberi banyak dukungan dan motivasi.
xx
10. Teman-teman Kost Mutiara yang selalu memberi keceriaan dalam setiap
hari-hariku.
11. Semua pihak yang telah mambantu penulis demi kelancaran penulisan
skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan,
namun diharapkan skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis, pembaca dan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa sekarang maupun untuk masa
yang akan datang.
Surakarta, Maret 2010
Penulis
xxii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………...…………....
HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………….................
HALAMAN PERSETUJUAN…...………………………………………………..
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….................
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………...…......
HALAMAN MOTTO……………………………………………..………………
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………...……………...……
KATA PENGANTAR……………………………………………………......…...
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..
DAFTAR TABEL……………………………………………………………..…..
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..…………….
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………..………………..
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xiv
xv
xvi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah...…………………………….……..………….
B. Identifikasi Masalah…………………………..……..………....…..……..
C. Perumusan Masalah…………………………..…………...……………...
D. Tujuan Penelitian…………………………………………...………….…
E. Manfaat Penelitian……………………………………………..…………
BAB II. LANDASAN TEORI………………………………………………...
A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….
1. Teori Tentang Media Pembelajaran ..................................................
2. Teori Tentang Media Komputer………………….……...…………
3. Perbendaharaan Kata dan Bahasa Anak Tunarungu……….................
4. Teori Tentang Anak Tunarungu……………………………...............
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………..
C. Kerangka Berfikir…………………………………….…...……………
D. Hipotesis Tindakan……………………………………………………….
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………
1
1
5
5
6
6
7
7
7
11
20
23
29
34
36
37
xxiii
A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………..…….……
1. Tempat Penelitian………………………………………..………..…
2. Waktu Penelitian…………………………………..……………….…
B. Pendekatan Penelitian……………………………………….……………
C. Subyek Penelitian………………………………………..…..………….
D. Sumber Data……………………………………………........………….
E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………
1. Observasi Partisipatif…...………………………………………………
2. Teknik Evaluasi/Tes………………………………………..…………..
3. Wawancara ………….……………………………………..…………..
F. Validitas Data…………………………………………………................
G. Analisis Data……………………………………………………………..
H. Indikator Ketercapaian………………………….…………………………
I. Prosedur Penelitian………………………………………….…………..
1. Tahap Persiapan………………………………………………………...
2. Tahap Perencanaan Tindakan…………………………………………..
3. Pelaksanaan Tindakan…………………………………………...…...
4. Pengamatan Tindakan………………………………………………….
5. Refleksi Terhadap Tindakan…………………………………………...
BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………………
A. Deskripsi Awal……………………………………………………..……..
B. Deskripsi Hasil Penelitian…………………………………………....….
1. Deskripsi Siklus I…………………………………….………………
2. Deskripsi Siklus II……………………………………….…………
C. Pembahasan……………………………………………………………….
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………
A. Kesimpulan…………………………………………..……………………
B. Implikasi………………………………………………………………...
C. Saran………………………………………………………………………
Halaman
37
37
37
38
40
40
40
40
41
42
42
43
44
44
45
45
49
49
49
51
51
56
56
69
79
92
92
92
92
xxv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13..
Tabel 14..
Tabel 15.
Waktu Penelitian Tindakan Kelas…………………………...........
Indikator Ketercapaian Penelitian Tindakan Kelas…………….....
Perolehan Skor Observasi Motivasi Awal Siswa…………………
Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan
Kata Siswa)…………………………….…………..……………...
Perolehan Nilai Pre Tes……………………………………………
Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus I…………………………..
Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan
Kosa Kata Siswa Siklus I………………………………………….
Perolehan Nilai Evaluasi Siklus I…………………………………
Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus II…………………………
Perolehan Penilaian Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Siklus II…………………………………………….……………..
Perolehan Nilai Evaluasi Siklus II………………………………
Peningkatan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia………………………………………………………….
Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siswa
Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga II……………………………….
Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga…………………………………
Hasil Tindakan Ditinjau dari Indikator Keberhasilan PTK………
38
44
53
55
55
63
64
65
77
77
78
85
87
89
90
xxvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Skema Kerangka Berfikir …………………….......…….……...
Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ………………
Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data…….…
Skema Siklus………………………………………….........…
Grafik Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mengikuti
Pembelajaran Bahasa Indonesia……..........................................
Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata
Siswa Kelas D1-B……………………………………………..
Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga…………………..
35
39
43
50
86
88
89
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……………….............
Soal Tes……………………………………………………….......
Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan………..
Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas…..
Lembar Observasi Motivasi Siswa dalam Mengikuti
Pelajaran……………………………………………………..…...
Lembar Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan Kata)
Siswa………………………………………………………………
Pedoman Wawancara…………………………………..................
Petikan Hasil Wawancara………………………………..………..
Dokumentasi ………………………………………………………
Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP
UNS.................................................................................................
Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Tentang Ijin Penyusunan Skripsi/Makalah......................................
Surat Ijin Research Kepada Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.......................................................................................
Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada SLB Negeri
Salatiga………………………………………………………..….
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian/Observasi dari
SLB Negeri Salatiga……………………………………………...
97
104
106
108
110
112
113
114
116
118
119
120
121
122
xxviii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu usaha manusia yang sangat baik untuk
mamperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat
dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya,
manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya sendiri,
mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya
serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Melihat kenyataan betapa pentingnya pendidikan, maka setiap warga
negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU RI
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa
setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak
membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan
ekonomi. Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para
penyandang cacat disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat
2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
xxix
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang
dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut
akan menperoleh pelayanan yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan
kebutuhannya.
Pendidikan luar biasa diarahkan pada pengembangan sikap dan
kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai
mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk
membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam
masyarakat.
Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus
adalah penyandang tunarungu-wicara. Tunarungu adalah mereka yang kehilangan
pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang
menyababkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan
sehari-hari (Sutjihati Somantri, 1996 : 75). Keterbatasan pendengaran
mengakibatkan pemerolehan perbendaharaan kata anak tunarungu sangat terbatas
sehingga menghambat komunikasi serta perkembangan bicara dan bahasa anak
tunarungu. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran
dan keinginannya melalui ucapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fonny, Fidelis
E.Waruwu dan Lianawati (2006 : 34) yang menyatakan bahwa anak yang
mengalami kehilangan pendengaran pada masa anak awal akan mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa verbal sehingga kemampuan bahasa
pada anak-anak yang mengalami kerusakan pendengaran cenderung tertunda.
Bagi anak yang dapat mendengar, sejak kecil ia mampu belajar
bahasa/bicara dengan cara meniru kata-kata sebagai hasil dari kemampuan
mendengar di lingkungannya. Anak mampu menangkap dan meniru sederet bunyi
yang berarti (bermakna) yaitu berupa kata-kata, kalimat, bentuk kata, gagasan
ataupun irama dari apa yang didengarnya. Anak yang mendengar juga dapat
berupaya memperbaiki ucapannya sampai ucapan katanya sama dengan kata-kata
yang didengarnya. Lain halnya dengan anak tunarungu, ia tidak mampu
xxx
mendengar/menangkap kata-kata atau pembicaraan orang lain melalui
pendengarannya.
Hambatan-hambatan yang ada pada anak tunarungu akan dapat
diminimalkan apabila anak tunarungu memperoleh pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhannya sejak dini. Salah satu layanan yang dapat diberikan untuk anak
tunarungu yaitu layanan pembelajaran anak tunarungu di sekolah. Pembelajaran
yang dilakukan oleh guru seharusnya dibuat dengan kondisi yang menyenangkan
serta harus benar-benar memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak
dan indera lain selain indera pendengaran secara optimal.
Sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu dapat
dimanfaatkan secara optimal dalam menerima informasi dari luar. Untuk
memanfaatkan sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu, guru harus
dapat memilih media yang tepat dalam pembelajaran. Media yang dipilih yaitu
media yang benar-benar dapat memaksimalkan fungsi pendengaran dan visualisasi
anak, sehingga dapat membantu anak tunarungu dalam penguasaan materi pelajaran
maupun peningkatan perbendaharaan kata yang dimiliki.
SLB Negeri Salatiga merupakan satu-satunya SLB Negeri yang ada di
Salatiga. Salah satu jenis kecacatan yang ada di SLB Negeri Salatiga yaitu jenis
kecacatan tunarungu wicara. Jumlah penyandang tunarungu wicara di SLB Negeri
Salatiga adalah 18 siswa yang terdiri dari kelas 1 berjumlah 3 siswa, kelas 2
berjumlah 3 siswa, kelas 4 berjumlah 2 siswa, kelas 6 berjumlah 2 siswa, kelas 7
berjumlah 6 siswa, dan kelas 9 berjumlah 2 siswa.
Untuk siswa penyandang tunarungu wicara kelas D1-B atau setingkat
dengan kelas 1 SD tahun pertama, berjumlah 3 (tiga) orang siswa dimana siswa-
siswa tersebut merupakan siswa baru yang masih sangat sulit untuk mengeluarkan
suara, mengenal kata-kata apalagi untuk berkomunikasi. Perbendaharaan kata yang
mereka kuasai sangat terbatas, bahkan tak jarang mereka sama sekali belum
memiliki perbendaharaan kata untuk berkomunikasi, sehingga mereka perlu
pelayanan yang benar-benar khusus untuk dapat meningkatkan perbendaharaan
kata. Media-media yang digunakan pun harus benar-benar disesuaikan dengan
xxxi
kondisi dan karakteristik anak tunarungu wicara agar dapat membantu
memudahkan penguasaan perbendaharaan kata yang dipelajari.
Untuk dapat mengajarkan kepada anak tentang berbagai benda-benda yang
ada di sekitarnya guru masih mengalami kesulitan, karena di samping usia anak-
anak yang masih terbilang sangat kecil mereka terkadang masih kurang tertarik
untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Mereka masih senang bermain bersama
teman-temannya dari pada belajar. Oleh sebab itu, perlu adanya media yang dapat
membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa-siswanya. Media
pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh
guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik
(Sudarwan Danim, 1995: 7). Media yang dipilih adalah media yang menarik
sehingga anak dapat lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar.
Apabila dilihat dari ketersediaan media pembelajaran yang ada di SLB Negeri
Salatiga, sudah dapat dikatakan media-media pembelajaran yang tersedia cukup
baik. Tetapi melihat pada kenyataannya, media-media yang ada tersebut kurang
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru-guru dalam melakukan proses belajar
mengajar di kelas. Tentunya hal ini menjadi permasalahan yang amat disayangkan
karena media-media yang tersedia seharusnya dapat membantu meningkatkan mutu
pembelajaran dan mempermudah penyampaian materi kepada siswa, tidak hanya
menjadi inventaris media sekolah saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas
Wibowo Agung Sutjiono (2005: 76) yang menyatakan bahwa dalam memilih
media, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing.
Dengan perkataan lain, media yang terbaik adalah media yang ada khususnya yang
telah disediakan. Terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya
secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa.
Media yang telah tersedia dan dapat digunakan di SLB Negeri Salatiga
antara lain yaitu media komputer untuk memudahkan sistem pembelajaran yang
merupakan suatu pendukung dalam pembelajaran yang sifatnya menjelaskan teori
agar anak-anak tunarungu bisa lebih mengerti dan jelas apa yang dipelajarinya.
Media komputer yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu media komputer
xxxii
dengan aplikasi microsoft powerpoint yang di dalamnya tersusun gambar berbagai
macam benda-benda di sekitar anak yang akan diperkenalkan kepada anak
tunarungu dalam pembelajaran. Gambar-gambar yang diperlihatkan dalam slide
tentunya ditampilkan dengan tampilan yang menarik. Sehingga siswa tertarik untuk
mengetahui nama benda tersebut. Gambar-gambar yang ditampilkan pun
merupakan gambar asli dengan warna, bentuk dan rupa sesuai dengan benda
aslinya. Untuk mengoptimalkan sisa pendengaran anak tunarungu, digunakan pula
efek suara yang merupakan suara pelafalan nama benda yang diperkenalkan.
Dengan memanfaatkan media komputer khususnya dalam bentuk aplikasi
microsoft powerpoint yang diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu kelas
D1-B di SLB Negeri Salatiga, diharapkan dapat membantu anak tunarungu dalam
meningkatkan jumlah perbendaharaan kata yang dikuasai dan lebih mudah dalam
menangkap maksud yang ingin disampaikan dalam pembelajaran. Selain itu, guru
juga dapat melanjutkan penggunaan fasilitas sekolah berupa media yang ada
tersebut untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran kepada siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi
adalah sebagai berikut :
1. Terbatasnya kemampuan siswa tunarungu dalam penguasaan
perbendaharaan kata.
2. Kurangnya motivasi siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia.
3. Kesulitan komunikasi dan memahami materi yang diajarkan kepada siswa
tunarungu.
4. Pemilihan media yang kurang menarik dalam mengajarkan suatu materi
kepada siswa tunarungu.
5. Kurang mengoptimalkan pemanfaatan media pembelajaran yang dimiliki
sekolah.
xxxiii
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
Apakah penggunaan media komputer dapat meningkatkan perbendaharaan kata
anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga?
D. Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas
D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara melakukan
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer sebagai
sarana untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.
b. Menemukan metode pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya untuk
meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara yang disesuaikan
dengan kondisi anak yaitu menekankan pada pemanfaatan visualisasi dan sisa
pendengaran anak.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi Siswa
1) Siswa lebih mudah mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya
dalam meningkatkan perbendaharaan kata karena media yang digunakan
telah sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu wicara.
2) Siswa dikenalkan dengan pemanfaatan teknologi komputer dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
b. Manfaat bagi Sekolah
xxxiv
Memberi pengalaman pada pihak sekolah khususnya guru bidang
studi Bahasa Indonesia dalam memanfaatkan media komputer sebagai sarana
untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.
xxxv
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Tentang Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Romiszowski dalam Basuki Wibawa & Farida Mukti (2001:12)
menyatakan bahwa media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber
pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam
proses belajar mengajar penerima pesan itu ialah siswa. Pembawa pesan
(media) itu berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka. Siswa dirangsang
oleh media itu untuk menggunakan inderanya untuk menerima informasi.
Kadang-kadang siswa dituntut untuk menggunakan kombinasi dari beberapa
indera supaya dapat menerima pesan itu secara lebih lengkap.
Menurut Yudhi Munadi (2008 : 7) media pembelajaran dapat
dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan
pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang
kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien
dan efektif.
Definisi ini sejalan dengan definisi yang diantaranya disampaikan oleh
asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (assiciation of education and
communication Technology/AECT) di Amerika, yaitu sebagai segala bentuk
dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
Menurut pendapat AECT dalam buku yang ditulis Yudhi Munadi ( 2008 : 9)
menyatakan bahwa media adalah perangkat lunak (software) – media pertama
atau lambang/simbol – berisi pesan atau informasi yang biasanya disajikan
dengan menggunakan peralatan – media kedua – sebagai perangkat keras
xxxvi
(hardware), yakni sebagai sarana untuk dapat menampilkan pesan yang
terkandung pada media tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Bretz dalam bukunya Sri Anitah
(2009 : 1) yang mengatakan bahwa media adalah sesuatu yang terletak di
tengah-tengah, jadi suatu perantara yang menghubungkan semua pihak yang
membutuhkan terjadinya suatu hubungan, dan membedakan antara media
komunikasi dan alat bantu komunikasi.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran merupakan suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan
suatu informasi kepada peserta didik. Sarana tersebut dapat berupa orang, alat,
atau peristiwa yang dapat memungkinkan peserta didik dapat menerima
pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Dalam buku yang ditulis oleh Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001
: 14) disebutkan bahwa media dapat membantu guru memberikan informasi
dengan lebih baik, karena:
1) Media mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit diamati dengan
cermat oleh mata biasa.
2) Media dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat
oleh mata telanjang.
3) Sebuah obyek yang sangat besar tentu saja tidak dapat dibawa ke dalam
kelas sehingga dapat memanfaatkan media untuk menggantinya.
4) Obyek yang terlalu kompleks misalnya mesin dan jaringan radio, dapat
disajikan dengan menggunakan diagram atau model yang
disederhanakan.
5) Media dapat menyajikan suatu proses atau pengalaman hidup yang utuh.
xxxvii
Selain hal yang telah disebutkan di atas, menurut Yudhi Munadi (2008
: 37) fungsi media pembelajaran adalah :
1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar
Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah
fungsi utama, disamping ada fungsi-fungsi lainnya. Media pembelajaran
adalah “bahasa guru”. Maka untuk beberapa hal media pembelajaran
dapat menggantikan fungsi guru terutama sebagai sumber belajar.
2) Fungsi semantik
Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan
kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami
anak didik (tidak verbalistik).
3) Fungsi manipulatif
Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik)
umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini media
memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu
dan mengatasi keterbatasan inderawi.
Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi
batas-batas ruang dan waktu yaitu :
a) Kemampuan media menghadirkan obyek atau peristiwa yang sulit
dihadirkan dalam bentuk aslinya, seperti peristiwa bencana alam,
ikan paus melahirkan anaknya dan lain-lain.
b) Kemampuan media menjadikan obyek atau peristiwa yang menyita
waktu panjang menjadi singkat seperti proses metamorfosis, proses
mambangun bendungan dan proses ibadah haji.
c) Kemampuan media menghadirkan kembali obyek atau peristiwa
yang telah terjadi (terutama pada mata pelajaran sejarah).
Kedua, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi
keterbatasan inderawi manusia, yaitu :
xxxviii
a) Membantu siswa dalam memahami obyek yang sulit diamati karena
terlalu kecil, seperti molekul, sel, atom dan lain- lain, yakni dengan
memanfaatkan gambar, film, dan lain-lain.
b) Membantu siswa dalam memahami obyek yang bergerak terlalu
lambat atau terlalu cepat, seperti proses metamorfosis. Hal ini dapat
memanfaatkan gambar.
c) Membantu siswa dalam memahami obyek yang membutuhkan
kejelasan suara, seperti cara membaca Al-Qur’an sesuai dengan
kaidah tajwid, belajar bahasa asing, belajar bernyanyi dan bermusik,
yakni dengan memanfaatkan kaset (tape recorder).
d) Membantu siswa dalam memahami obyek yang terlalu kompleks,
misalnya dengan memanfaatkan diagram, peta, grafik, dan lain-lain.
4) Fungsi psikologis
a) Fungsi atensi
Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian
(attention) siswa terhadap materi ajar. Media pembelajaran yang
tepat guna adalah media pembelajaran yang mampu memfokuskan
perhatian siswa.
b) Fungsi afektif
Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi dan
tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Media
pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan dan
penerimaan siswa terhadap simulasi tertentu. Sambutan atau
penerimaan tersebut berupa kemauan. Dengan adanya media
pembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima
beban pelajaran dan untuk itu perhatiannya akan tertuju pada
pelajaran yang diikutinya.
c) Fungsi kognitif
xxxix
Siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran akan
memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang
mewakili obyek-obyek yang dihadapi, baik obyek itu berupa orang,
benda, atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan
atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan
atau lambang.
d) Fungsi imajinatif
Imajinasi merupakan proses menciptakan obyek atau
peristiwa tanpa pemanfaatan data sensori. Media pembelajaran dapat
meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa.
e) Fungsi motivasi
Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong
melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Guru dapat memotivasi siswa dengan cara membangkitkan minat
belajarnya dan dengan cara memberi dan menimbulkan harapan.
Salah satu pemberian harapan itu yakni dengan cara memudahkan
siswa, bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam menerima dan
memahami isi pelajaran yaitu melalui pemanfaatan media
pembelajaran yang tepat guna.
5) Fungsi sosio – kultural
Fungsi media dilihat dari sosio – kultural, yaitu mengatasi
hambatan sosio – kultural antar peserta komunikasi pembelajaran.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi media
pembelajaran dapat dibedakan menjadi fungsi media pembelajaran yang
didasarkan pada media yaitu sebagai sumber belajar, fungsi sematik, dan
fungsi manipulatif. Sedangkan fungsi yang didasarkan pada penggunaannya
(peserta didik) yaitu fungsi psikologis dan fungsi sosio-kultural. Media
xl
pembelajaran juga sebagai suatu sarana untuk mempermudah penyampaian
informasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat menimbulkan efek berupa
perubahan tingkah laku dan sikap siswa sebagai akibat interaksi antara siswa
dengan pesan yang disampaikan, baik perubahan itu secara individu maupun
secara kelompok.
2. Teori Tentang Media Komputer
a. Pengertian Media Komputer
Komputer adalah alat elektronik yang termasuk dalam kategori
multimedia. Karena komputer menurut Asyad dalam buku yang ditulis Yudhi
Munadi (2008 :148) mampu melibatkan berbagai indera dan organ tubuh,
seperti telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik), yang dengan
pelibatan ini dimungkinkan informasi atau pesannya mudah dimengarti.
Dengan banyaknya sumber belajar dalam komputer yang telah merangsang
beberapa indera diharapkan dapat mengaktifkan fungsi-fungsi psikologis siswa
meliputi fungsi kognitif, fungsi konatif – dinamik, fungsi afektif, dan fungsi
sensori – motorik.
Media komputer merupakan suatu mesin yang dirancang secara khusus
guna memanipulasi informasi dan kode-kode. Mesin elektronik ini dapat
melakukan pekerjaan perhitungan, penyimpangan, dan operasional mulai dari
yang sederhana hingga yang paling komplek sekalipun dapat dikerjakan lebih
cepat dan lebih teliti. Satu unit komputer biasanya terdiri dari empat komponen
dasar yaitu : input, processor, memori, dan output. Dalam perkembangannya
komputer dewasa ini, memiliki kemampuan menggabungkan berbagai
peralatan antara lain : CD player, video tape, juga audio tape. Lebih dari itu
komputer dapat merekam, menganalisis dan memberi reaksi terhadap masukan
yang diperoleh dari pemakai. ( Aji Sujudi, 2005 : 42)
xli
Kemajuan kemampuan komputer untuk secara cepat berinteraksi
dengan individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan
bergabung dengan media lain untuk menampilkan serangkaian besar stimulasi
audio visual, menjadikan komputer media yang dominan dalam bidang
pembelajaran (Ronald Andreson, 1987 : 195). Dengan cepat komputer menjadi
sesuatu yang biasa digunakan dalam berbagai kegiatan intruksional misalnya
produksi grafis dan audio visual lainnya, serta pengembangan, penyampaian,
dan pengelolaan bahan-bahan intruksional.
Dalam buku yang ditulis Ronald Andreson (1987 : 198) secara umum
pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran dapat diklasifikasikan
menjadi 2 kelompok, yaitu :
1) Sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran seperti
misalnya : komputer dapat membantu kegiatan administrasi pendidikan.
Untuk kegunaan ini biasanya menggunakan CMI singkatan dari
Computer Managed Instruction. Pemanfaatan media komputer jenis ini
berfungsi untuk mempercepat pengolahan data pendidikan. Informasi
data yang begitu banyaknya, kebutuhan pendidikan, proses pendidikan
dan hasil pendidikan diolah dengan bantuan CMI terasa lebih efisien,
cepat dan murah sehinga dapat paralel dengan kegiatan dan proses
pendidikan itu sendiri. Informasi data yang dimaksud dalam hal ini dapat
berupa : jumlah peserta didik, jumlah ketenagakerjaan di bidang
pendidikan, keadaan bangunan dan perlengkapan, jumlah biaya yang
digunakan dan sebagainya.
2) Sebagai pencipta proses belajar dan pembelajaran itu sendiri.
Dalam pemanfaatan media komputer jenis ini dikenal dengan
istilah CAI (Computer Assisted Instruction). Dalam pemanfaatan media
komputer ini meskipun komputer secara esktrim tidak dapat
menggantikan proses pembelajaran dengan tatap muka, namun antara
peserta didik dengan komputer dapat berkomunikasi dan terjadi interaksi
xlii
secara mandiri, dengan demikian dapat menghasilkan sebuah hasil
belajar yang efektif. Secara umum jenis CAI dalam proses pembelajaran
memiliki dua peranan, yakni ; a) sebagai tutor penggati. Pada jenis ini
para siswa dapat berpartisipasi dalam suatu dialog secara interaktif.
Dalam model ini para siswa berinteraksi langsung dengan komputer yang
diprogram secara khusus untuk memberikan reaksi atau respondari
stimulus atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang siswa terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan. Komputer tersebut
kemudian dapat menyediakan informasi belajar tambahan sebagai
pelengkapnya, yang selanjutnya menghendaki adanya jawaban segera
oleh para siswa yang bersangkutan. b) Jenis yang kedua adalah
laboratorium stimulasi, yang menyediakan kemudahan bagi para siswa
yang hendak melaksanakan eksperimen berdasarkan sistem model yang
telah diprogramkan ke dalam komputer melalui CAI tersebut.
CAI memiliki keluwesan dan kemampuan untuk memberikan
pelajaran dan penanaman konsep secara bervariasi, maka model tersebut
dianggap sebagai seorang tutor pengganti yang sabar tanpa batas
sekaligus dapat memberikan bantuan kepada para siswa bahan referensi
yang diperlukan dan menarik perhatian serta kreatifitas siswa.
Salain itu, menurut Ronald Andreson (1987 : 205) hubungan komputer
dengan tujuan intruksional yaitu :
Karakteristik : komputer dapat menggunakan bermacam-macam terminal yang berbeda atau menggabungkannya dengan media lain untuk memberi pembelajaran individual. Para siswa dapat ditunjukkan atau ditempatkan dalam lingkungan yang dikehendaki dengan jalan menghubungkan kemampuan komputer dengan media lainnya atau peralatan untuk tujuan-tujuan pengajaran atau tes.
Pemakaiannya dalam proses belajar :
xliii
a. Untuk tujuan kognitif : komputer yang menggunakan bermacam-macam tipe terminal dapat mengontrol interaksi pengajaran mandiri untuk mengajarkan konsep, aturan, prinsip, langkah dalam proses, dan kalkulasi yang kompleks. Digabungkan dengan media lain, komputer dapat digunakan untuk mengajarkan pengenalan atau diskriminasi dari stimulus visual dan stimulus audio yang relevan. Kemampuan komputer untuk kegiatan pengajaran individual terutama didasarkan pada kemampuan pengambangan dan keterbatasan media yang digunakan.
b. Untuk tujuan psikomotor : terminal komputer merupakan alat tentang “dunia nyata” yang sangat bagus untuk mengajarkan programing dan kecakapan yang serupa bila siswa mau bekerja dengan dengan terminal-terminal kerja. Bila digunakan dengan peralatan yang disimulasikan, merupakan alat yang sangat bagus untuk menciptakan kondisi dunia yang sebenarnya. Beberapa contoh yang khas ialah : simulasi pendaratan pesawat terbang, pelabuhan kapal laut, atau berbagai latihan darurat. Dalam beberapa hal, seperangkat model, atau barang tiruan dapat digunakan untuk melihat hasilnya.
c. Untuk tujuan afektif : sangat berguna bila digunakan seperti yang diungkapkan dalam tujuan psikomotor atau digunakan untuk mengontrol bahan-bahan film dan vidio.
b. Teori Tentang Microsoft Powerpoint
1) Pengertian Microsoft Powerpoint
Microsoft powerpoint merupakan sebuah program aplikasi yang
digunakan untuk menyusun sebuah presentasi. Aplikasi ini sangat populer
dan banyak digunakan karena sangat membantu sistem kerja yang
berhubungan dengan presentasi. (Wahana Komputer, 2003 : 1). Dalam
program microsoft powerpoint ini proses desain presentasinya dimulai
dari slide demi slide yang tersusun dari bullet-bullet dan latar belakang
dekorasi yang dibuat semenarik mungkin.
Powerpoint adalah sebuah program aplikasi komputer yang
dirancang untuk membantu membuat sebuah media penyampaian suatu
makalah atau naskah yang disajiakan lewat presentasi digital. Powerpoint
memiliki media kerja worksheet yang terhubung dari halaman satu ke
halaman berikutnya.
xliv
Dalam Wahana Komputer (2003 : 2) disebutkan bahwa untuk
dapat membuat sebuah presentasi yang baik dan menarik menggunakan
powerpoint, seorang presenter harus memiliki :
a) Tujuan pembuatan sebuah presentasi
b) Tema dan isi dari sebuah presentasi
c) Sasaran kapada siapa presentasi akan disampaikan
d) Kreativitas daya seni untuk dapat men-design sebuah presentasi yang
baik dan menarik
e) Peralatan baik software maupun hardware
2) Mengenal Microsoft Office Powerpoint 2007
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media microsoft
powerpoint 2007. Microsoft powerpoint 2007 merupakan suatu program
aplikasi yang dirancang khusus untuk membuat slide presentasi (Nana
Suarna, 2008 : 9)
Selain definisi diatas, Nana Suarna (2008 : 11) juga
mengemukakan bahwa Microsoft Office Powerpoint 2007 digunakan
untuk merancang dan mempresentasikan suatu animasi dalam bentuk slide.
Powerpoint digunakan untuk keperluan pembuatan presentasi, antara lain :
a) Untuk membuat aplikasi panduan pendidikan
b) Untuk memperkenalkan salah satu produk unggulan yang akan di
pasarkan kepada masyarakat
c) Untuk acara wisuda
d) Untuk seminar dikalangan mahasiswa, pelajar, mayarakat umum,
perusahaan-perusahaan, universitas, sekolah tinggi dan lain-lain.
e) Untuk bahan ajar guru dan dosen.
Menurut Yudhi Munadi (2008 : 150) beberapa kelebihan dari
multimedia presentasi (powerpoint) yakni :
xlv
a) Mampu menampilkan obyek-obyek yang sebenarnya tidak ada
secara fisik atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif
pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan
meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi
pelajaran.
b) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan semua unsur media
seperti teks, vidio, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu
kesatuan penyajian yang terintegrasi.
c) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai
dengan modalitas belajarnya, terutama bagi mereka yang memiliki
tipe visual, auditif, kinestatik atau yang lainnya.
d) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca
dan mendengarkan secara mudah.
Dari beberapa teori tentang media komputer, dapat diambil
kesimpulan bahwa media komputer dengan aplikasi powerpoint dapat
digunakan dalam pembelajaran yaitu sebagai media dalam menyampaikan
informasi kepada peserta didik.
3) Desain Media Powerpoint
Menurut Smaldino dalam bukunya Sri Anitah (2009 : 82)
mengelompokkan keputusan mendesain dalam beberapa kelompok yang
salah satunya yaitu elemen-elemen dimana pemilihan dan pemasangan
unsur verbal/visual untuk dimasukkan di dalam tampilan. Perencanaan
tampilan visual dimulai dengan mengumpulkan atau membuat gambar-
gambar secara individual dan unsur-unsur teks yang diharapkan akan
digunakan dalam tampilan. Dalam pemilihan unsur-unsur teks, pemilihan
didasarkan pada tujuan media visual yaitu keterbacaan, mambantu
pengamat melihat pesan secara cepat,dan memfokuskan perhatian pada hal
yang pokok.
xlvi
Desain penelitian media powerpoint yang ditampilkan yaitu:
a) Elemen Visual
Jenis visual yang dipilih sesuai dengan pembelajaran
mengenal benda-benda di sekitar yaitu yang memenuhi kategori
realistis dengan menggunakan gambar berwarna seperti aslinya
sehingga dapat mempertinggi tingkat realistis.
(1) Penggunaan gambar
Penggunaan gambar dimaksudkan untuk membuat
proses belajar menjadi lebih menarik. Dengan gambar siswa
mendapatkan pemahaman yang lebih cepat terhadap tema atau
materi yang diajarkan.
Menurut Yudhi Munadi (2008 : 89) gambar merupakan
media visual yang penting, sebab gambar dapat menggantikan
kata verbal, mengkongkritkan yang abstrak, dan mengatasi
pengamatan manusia. Gambar membuat seseorang dapat
menangkap ide atau informasi dengan jelas, lebih jelas dari pada
yang diungkapkan dengan kata-kata.
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan gambar
dalam slide powerpoint. Gambar yang dipilih merupakan
gambar yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada siswa
yaitu gambar-gambar benda yang ada di sekitar kita.
b) Elemen Verbal
(1) Penggunaan warna
Menurut Sri Anitah (2009 : 76) warna merupakan
unsur tambahan yang terpenting dalam media visual, tetapi
xlvii
harus digunakan secara berhati-hati untuk memperoleh pengaruh
yang terbaik.
Warna yang digunakan untuk latar belakang pada
penelitian ini adalah warna kuning oranya. Warna ini dipilih
karena dianggap memiliki kekuatan emosional yang efektif
untuk membangkitkan gairah dan konsentrasi belajar. Sesuai
dengan http://digilib.petra.ac.id. jiunkpe /s1/jdkv /2002/ jiunkpe-
ns-s1 -2002 -42498005-839-teori warna-chapter4.pdf secara
psikologis warna kuning adalah warna kehidupan, semangat,
dan juga warna yang sangat atraktif (menarik perhatian)
dibanding dengan warna-warna yang lain. Pemilihan warna ini
akan membantu kelancaran proses belajar mengajar materi yang
disampaikan.
Sedangkan warna yang digunakan dalam tulisan yaitu
warna merah. Warna ini dianggap memiliki kekuatan menarik
perhatian dan memiliki daya ingat tinggi dibanding warna lain.
Dalamhttp://kosmo.vivanews.com/news/read/28105arti_dan_efe
k_warna_pada_otak menyabutkan bahwa pelajar mampu
mengingat lebih banyak huruf ketika objek tulisan berada pada
layar berwarna merah. Warna merah itu ibaratnya bagai susunan
batu-bata. Pelajar yang melihat tulisan pada layar merah secara
praktis otak mereka akan lebih tersusun. Logikanya, otak
mereka akan lebih tersusun layaknya bangunan rumah yang
tersusun dari tumpukan batu-bata. Sejak lama kita memahami,
merah berarti menghindari bahaya. Warna merah dapat
membuat seseorang mengerjakan tugas yang memerlukan
tingkat ketelitian tinggi. Merah membantu seseorang dalam
mengingat, mengoreksi bacaan, membaca peringatan bahaya.
xlviii
(2) Komposisi tulisan dan gambar
Dalam setiap tampilan ditampilkan secara sederhana
yaitu menggunakan 2 elemen. Yang terdiri dari satu macam
gambar dengan satu kata sederhana. Komposisi sederhana akan
membuat pemahaman lebih mudah dan cepat, serta tidak
membuat mata cepat lelah dan tidak jenuh atau membosankan.
(3) Tipografi
Penataan tipografi menggunakan ukuran gambar dan
huruf yang cukup besar sehingga dapat dengan jelas dan cepat
dibaca pada slide dalam waktu yang singkat.
Untuk gambar menggunakan ukuran 15 cm x 13 cm.
Sedangkan untuk tulisan yang digunakan yaitu huruf kecil jenis
franklin gothik book yang mempunyai keterbacaan huruf jelas
dan terbaca oleh anak, dengan ukuran 66 point.
(4) Penggunaan efek suara
Dalam powerpoint ini juga menggunakan efek suara
untuk memaksimalkan sisa pendengaran yang dimiliki anak.
Penggunaan efek suara ini berupa suara lafal nama benda sesuai
gambar. Dalam penggunaan efek suara diharapkan dapat
membantu meningkatkan sensitifitas siswa terhadap suara.
c) Elemen yang Menambah Daya Tarik
Dalam desain penelitian ini, elemen penambah daya tarik
yang bertujuan untuk menarik perhatian pengamat yaitu dengan
memberikan kejutan sehingga membuat pengamat tidak bosan
dengan tampilan yang disajikan. Kejutan diberikan dengan
xlix
memberikan efek animation baik pada gambar maupun huruf. Efek
animation yang diberikan pun ada beberapa macam antara lain
pinwheel, fly in, diamond, swish, flip dan beberapa efek anomation
lainnya.
3. Perbendaharaan Kata dan Bahasa Anak Tunarungu
Menurut http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php kata adalah
unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan
kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Sedangkan
menurut BP3K (1982:7) kata merupakan sekumpulan bunyi yang merupakan
kesatuan terkecil yang mengandung makna dan fungsi yang menempati suatu
jabatan dalam kalimat sehingga merupakan bentuk terkecil dalam kalimat.
Perbendaharaan kata atau disebut juga dengan kosa kata adalah kekayaan
kata yang dimiliki oleh suatu bahasa. Dalam KBBI online juga diungkapkan
bahwa perbendaharaan kata merupakan banyaknya kata yang dimiliki seseorang.
Sedangkan menurut wikipedia dalam
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&search=perben
daharaan+kata&fulltext=Cari kosakata adalah himpunan kata yang diketahui
oleh seseorang, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata
seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh
orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh
orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Jadi, perbendaharaan kata atau kosa
kata adalah sekelompok kata-kata yang dimiliki suatu bahasa, yang mengandung
pengertian atau informasi tentang makna dan pemakaian.
Ketunarunguan membawa implikasi terhadap hal-hal yang khas dan
kompleks, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya. Secara nyata
nampak dalam aspek bahasanya, aspek intelegansi (kecerdasan), dan aspek
sosialnya. Jadi, jelaslah bahwa kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak-
l
dampak yang saling terkait antara dampak yang satu dengan dampak yang lain.
Dengan demikian ketunarunguan membawa dampak pada perkembangan aspek
bahasa, motorik, dan intelegensi. Selanjutnya membawa dampak terhadap
perkembangan emosi dan sosial yang akhirnya dampak terhadap keseluruhan
pribadinya. (Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarja, 1995 : 45).
Menurut Katryn P. Meadow dalam bukunya Edja Sadjaah & Dardjo
Sukarja (1995 : 48) bahwa bahasa anak tunarungu tampak sebagai berikut :
pertama, keterbatasan bahasa atau kecakapan bahasa anak dibedakan atas
perolehan bahasa dari lingkungan keluarganya, yaitu apakah orang tuanya tuli/
mendengar sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa untuk berkomunikasi,
apakah menggunakan bahasa isyarat atau berbicara. Kedua, kecakapan berbahasa
lebih banyak menggunakan bahasa isyarat yang dipelajari melalui kontak dengan
teman sebayanya dan akhirnya berkembang melalui bahasa isyarat formal bagi
dirinya secara nyata. Kemudian dalam penggunaan bahasa lisan, nampak bahwa
anak tunarungu menggunakan kalimat yang pendek-pendek, ia menggunakan
kalimat yang lebih sederhana, karena keterbatasan kata yang dimengrtinya,
akhirnya anak hanya menggunakan kata yang bisa diingatnya. Ia lupa dalam
menyusun kalimat dengan benar, anak sering membuat kalimat tunggal atau
kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang banyak. Ketiga , anak tunarungu
mengalami kesulitan dalam menyusun bentuk dan struktur kalimat seperti : dalam
kalimat berita, kalimat perintah ataupun kalimat tanya. Sulit bagi anak-anak
tunarungu dalam membuat kalimat-kalimat itu karena harus menggunakan tanda-
tanda baca. Keempat, kemampuan bahasa tulis, apabila dilakukan evaluasi maka
kebanyakan dari mereka tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk
kepentingan akademis yang lebih tinggi. Sebagai kenyataan, kemampuan
akademis anak tunarungu berada di bawah rata-rata kemampuan anak normal.
Selain itu, Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja ( 1995 : 48) mengungkapkan
pula bahwa anak tunarungu sulit dalam memahami kata-kata yang sifatnya
abstrak, anak sukar dalam memahami arti kata diluar indera penglihatannya
li
sehingga anak tunarungu terkenal dengan julukan “visualizer atau pemata”. Dari
uraian diatas tentu kita tidak dapat menyalahkannya, karena pada kenyataanya
seperti itulah yang terjadi. Mereka hanya mampu memahami apa yang dilihatnya
dengan jelas atau nyata (kongkrit) sedangkan untuk hal-hal yang bersifat abstrak
mereka sulit untuk memahaminya. Padahal untuk kepentingan komunikasi dan
pembelajaran tidak lepas dari sejumlah kata yang bersifat abstrak misalnya kata-
kata yang mengandung kiasan.
Mohammah Efendi (2008 : 77) juga mengungkapkan problem yang
dihadapi anak tunarungu dari aspek kebahasaannya, yaitu tampak pada :
1) Miskin kosakata (perbendaharaan kata/bahasa terbatas)
2) Sulit mengungkapkan arti bahasa yang mengandung arti kiasan atau
sindiran
3) Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan, pandai,
mustahil, dan lain-lain.
4) Kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan
“…individuals with hearing loss have more difficulties in story comprehension
than their normally hearing peers”. (Yildiz Uzuner, Güzin Icden, Umit Girgin,
Ayse Beral, & Gonul Kırcaali-Iftar: 2005). Dalam penelitian ini dijelaskan
bahwa individu yang kehilangan pendengaran memiliki permasalahan yaitu
kesulitan dalam mengerti suatu cerita dibandingkan dengan individu normal
karena keterbatasan perbendaharaan kata yang dimilikinya. Mereka
memerlukan lebih banyak pengalaman untuk menguasai suatu kosakata (tata
bahasa).
Gangguan bicara pada anak tunarungu tampak pada kemampuan
bahasa, sehingga pada keterampilan bicaranya perlu menekankan pada hal-hal
yang khusus seperti yang disampaikan dalam
http://primabhaktimulia.wordpress.com/2009/08/27/pengembangan-
kemampuan-bicara-2/, dalam keterampilan bicara (melafalkan kata), beberapa
lii
hal yang ditekankan yaitu : kejelasan bicara (pelafalan), kejelasan artikulasi
vokal dan konsonan, kelancaran bicara (pelafalan), kualitas suara yang
dihasilkan, irama dan intonasi bicara
Hal ini sejalan dengan pendapat Andrea Castrogiovanni (2008) yang
menyatakan bahwa “A speech disorder is an impairment of the articulation of
fluency, speech sounds, and/or voice.” Kemudian dijelaskan pula pengertian
dari setiap gangguan yaitu a fluency disorder is a speech disorder
characterized by deviations in continuity, smoothness, rhythm, and/or effort
with which phonologic, lexical, morphologic, and/or syntactic language units
are spoken. Voice disorders are characterized by the abnormal production
and/or absence of vocal quality, pitch, loudness, resonance, and/or duration,
given an individual's age and/or sex. Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa
gangguan bicara tampak pada gangguan dalam artikulasi, kelancaran bicara,
suara yang dihasilkan, dan kejelasan pengucapan. Untuk kelancaran bicara
ditandai dengan penyimpangan dalam kehalusan, keserasian/kesesuian, dan
irama bicara. Sedangkan untuk gangguan suara adalah karakteristik dari
ketidaknormalan menghasilkan suara, mutu suara, nada yang dihasilkan,
kenyaringan, resonansi dan umur individu dan jenis kelamin.
Dari permasalahan-permasalahan yang dikemukaan di atas, maka
sesuai dengan pendapat Thomas M. Bohman, Lisa M. Bedore, Elizabeth D. Pe
a, Anita Mendez-Perez, & Ronald B. Gillam (2010 : 325-344) menyatakan
“amount of language input is important as children begin to use a language,
and amount of language output is important for adding knowledge to their
language” yang berarti bahwa jumlah masukan bahasa adalah penting untuk
anak dalam penggunaan bahasa, dan jumlah keluaran bahasa adalah penting
untuk menambah pengetahuan bahasanya.
4. Teori Tantang Anak Tunarungu
liii
a. Pengertian Anak Tunarungu
Menurut Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri
(1996 : 74) mengemukakan bahwa :
Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hear of hearing). Tulli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa alat bantu dengar (hearing aids).
Selain itu, dalam (http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-
klasifikasi-tunarungu.html) mengemukakan pula bahwa anak tunarungu adalah
anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat
pendengaran yang bervariasi antara 27 dB – 40 dB dikatakan sangat ringan 41
dB – 55 dB dikatakan ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan sedang, 71 dB – 90 dB
dikatakan berat, dan 91 ke atas dikatakan tuli.
Menurut Moores dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa,
http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-
tunarungu.html definisi ketunarunguan ada dua kelompok yaitu pertama,
seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada
tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan
orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu
mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila
kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk
memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa
maupun dengan alat bantu mendengar.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu
adalah mereka yang mengalami kehilangan pendengaran baik sebagian atau
liv
seluruhnya sehingga fungsi pendengaran mereka tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan anak akan mengalami pula
hambatan dalam kemampuan bicaranya.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu
Menurut Sutjihati Somantri (1996:75), klasifikasi tunarungu yaitu :
1) Klasifikasi secara ettiologis :
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini
penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor :
a) Pada saat sebelum dilahirkan (prenatal) :
(1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu, atau
mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal misalnya : dominan
genes, recesive gen dan lain-lain.
(2) Karena penyakit : sewaktu ibu mengandung terserang suatu
penyakit ; terutama penyakit-penyakit yang diderita saat kehamilan
trimester yang pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga.
Penyakit itu ialah rubella, morbili, dan lain-lain.
(3) Karena keracunan obat-obat : pada saat kehamilan, ibu minum
obat-obatan terlalu banyak dan ibu seorang pecandu alkohol, atau
ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya, ia meminum obat
penggugur kandungan yang dapat menyababkan ketunarunguan
pada anak yang dilahirkannya.
b) Pada saat kelahiran (natal)
(1) Sewaktu ibu melahirkan ibu mengalami kesulitan, sehingga
persalinan dibantu dengan alat penyedotan (tang).
(2) Prematuritas, yaitu bayi lahir sebelum waktunya.
c) Pada saat setelah kelahiran (post natal)
lv
(1) Ketulian terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak
(maningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili dan lain-lain.
(2) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.
(3) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat
pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.
2) Klasifikasi menurut tarafnya
Kalsifikasi menurut tarafnya dapat diketahui melalui tes
audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan
diklasifikasikan sebagai berikut :
Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri (1996 :
76) mengemukakan :
Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54
dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan
bantuan mendengar secara khusus,
Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69
dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan
sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari,
memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan
berbahasa secara khusus,
Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89
dB,dan
Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB keatas.
Sedangkan menurut Mohammad Efendi (2008 : 59) ditinjau dari
tujuan pendidikannya anak tunarungu dapat digolongkan menjadi :
lvi
1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 – 30 dB
(slight losses)
Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :
a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas
antara pendengaran normal dan kekurangan taraf ringan.
b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat
mengikuti sekolah biasa, tatapi tempat duduk perlu diperhatikan,
sebaiknya pada posisi yang dekat dengan guru.
c) Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan
mendengarnya
d) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan
ketajaman pendengarannya
2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 – 40 dB
(mild losses)
Ciri-ciri anak pada kelompok kehilangan pendengaran ini adalah :
a) Dapat mengarti percakapan biasa dengan jarak yang sangat dekat
b) Tidak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan isi hati
c) Kesulitan dalam menangkap suara percakapan yang lemah
d) Kesulitan menangkap percakapan dengan lawan bicara yang tidak
berhadapan (membelakangi anak tunarungu)
e) Perlu bimbingan yang baik dan intensif
f) Bisa mengikuti pembelajaran di kelas umum, tetapi disarankan
untuk kelas permulaan ditempatkan pada kelas khusus
g) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan
ketajaman pendengaran.
h) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40 – 60 dB
(moderate losses)
Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :
a) Masih dapat mengerti percakapan keras dengan jarak yang dekat
lvii
b) Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan
misalnya “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi “T” atau “D”
c) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan
d) Perbendaharaan kosa kata yang terbatas
i) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 – 75 dB
(servere losses)
Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :
a) Kesulitan membedakan suara
b) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di
sekitarnya memiliki getaran suara
c) Perlu layanan khusus dalam bahasa maupun bicara
d) Perlu alat bantu dengar
j) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas
(profoundly losses)
Ciri-ciri anak tunarungu pada kolompok ini adalah :
a) Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1
inchi (±2,54 cm) atau sama sekali tidak dapat mendengar.
b) Penggunaan alat bantu dengar tidak berarti apa-apa.
Dari beberapa klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa anak
tunarungu memiliki derajat ketunarunguan berbeda-beda yang diklasifikasikan
dalam klasifikasi yang berbeda-beda pula. Seorang pengajar perlu mengetahui
derajat ketunarunguan seorang anak tunarungu agar dapat ditentukan klasifikasi
yang tepat untuk seorang anak tunarungu sehingga pelayanan yang diberikan
dapat disesuaikan pula dengan klasifikasi / derajat ketunarunguan anak. Hal ini
sangat penting karena pelayanan yang sesuai dan tepat akan memberikan hasil
yang maksimal kapada anak tunarungu.
c. Pendengaran dan Penglihatan Anak Tunarungu
lviii
Ada yang berpendapat bahwa hampir semua anak tunarungu masih
punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat
dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak
secanggih implan koklea). Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang
memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena
respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli
auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai
tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan
mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu
disertai bantuan visual: gambar dan gerakan tangan (kadang tanpa bantuan
akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa
asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita
menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga
nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal.
(http://tunarungu.wordpress.com).
Melihat keterbatasan-keterbatasan dan hambatan-hambatan yang
dialami anak tunarungu, maka dipandang sangat perlu untuk mengembangkan
bahasa/bicara anak tunarungu sedini mungkin, yaitu setelah muncul
perasaannya untuk meniru pada anak tunarungu, bahasa mulai diberikan.
Peniruan bahasa pada anak perlu memaksimalkan sisa pendengaran dan indera-
indera lain yang masih berfungsi, seperti indera penglihatan anak. Oleh sebab
itu, guru / pendidik harus benar-benar dapat memanfaatkan visualisasi anak
tunarungu selain memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak
tunarungu.
d. Pembelajaran untuk Anak Tunarungu
Menurut Wiig & Semel, 1994 dalam Parwoto (2007 : 163) ada
sejumlah prinsip dasar dalam penggunaan teknik dan pendekatan khusus jika
guru hendak merencanakan intervensi bahasa:
lix
1) Memperkenalan kata-kata baru, konsep atau aturan formasi kalimat
menurut perkembangan bahasa normal atau untuk membedakan dengan
yang berkesulitan bahasa.
2) Mengajarkan penggunaan kata-kata baru yang paling umum.
3) Menggunakan kosa kata yang sudah diketahui, kosa kata familier untuk
mengajar struktur sintaktik yang baru.
4) Pada awalnya, pertahankan jumlah ungkapan (phrase) dan anak kalimat
sebagaimana jumlah kata dalam setiap ungkapan atau kalimat.
5) Menggunakan penyajian bergambar untuk membantu siswa menetapkan
gambar diri. Dengan membedakan kode warna pada kata-kata, ungkapan,
atau struktur penting dapat membantu siswa memfokuskan perhatiannya
dan sebagai alat bantu ingatan.
6) Menunjukkan kata-kata baru , keterkaitan atau berbagai bentuk yang
kurang dari sepuluh tetapi dalam kontek yang berbeda.
Dari sinilah peneliti melakukan penelitian meningkatkan
perbendaharaan kata anak tunarungu menggunakan media komputer dengan
aplikasi powerpoint. Media ini akan direncang khusus agar dapat benar-benar
dimanfaatkan untuk pembelajaran anak tunarungu. Peneliti akan menggunakan
aplikasi powerpoint yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
anak tunarungu.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai penggunaan media gambar pada siswa kelas D1-
B bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu-wicara.
Berikut akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan diambil dari
(http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0612106-135954/) yaitu :
1. Penulis : Witarsih, Fitri Yani,
lx
Judul :
Tahun :
Program Studi :
Efektifitas Media Kotak Abjad Baba Dan Media
Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca
Permulaan Pada Anak Tunarungu
2006
Pendidikan luar biasa
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh jarangnya guru menggunakan
media dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran
membaca di kelas D1. Hal ini menampakan siswa yang kurang antusias,
tampak jenuh dan mudah bosan. Pada umumnya perhatian mereka mudah
teralih sehingga materi menjadi sulit dipahami, yang pada akhirnya siswa
menunjukan kemampuan membaca yang rendah.
Kondisi di atas akan sangat merugikan bagi terselenggarannya
pembelajaran anak tunarungu, terutama dalam keterampilan membacanya.
Membaca merupakan faktor penting yang memungkinkan anak tunarungu
untuk memperoleh wawasan, menambah pengetahuan dan menggali informasi
yang dapat memperkaya perbendaharaan katanya, sehingga mereka
dimungkinkan dapat berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Oleh karena
itu, untuk membangkitkan respon siswa dalam pembelajaran membaca, guru
dapat menggunakan berbagai alternatif media yang diperkirakan dapat
menimbulkan respon positif sehingga dapat meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada anak tunarungu.
Berkaitan dengan hal itu peneliti berusaha mengujicobakan dua buah
media yakni media abjad baba dan media powerpoint serta melihat diantara
kedua media tersebut mana yang lebih efektif digunakan dalam upaya
meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunarungu.
Peningkatan kemampuan membaca dilihat dari kemampuan siswa untuk
membaca kata dan menyusun hurup menjadi kata.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode eksperimen desain Counter Balance (rotasi) pada siswa kelas
lxi
D1 di SLB Pambudi Dharma II Cimahi. Penelitian ini dibagi menjadi dua
tahap, pada tahap I kelompok X sebagai kelompok kontrol diberikan
pengajaran dengan abjad baba dan kelompok Y sebagai kelompok eksperimen
diberikan pengajaran dengan powerpoint. Selanjutnya pada tahap II kelompok
X sebagai kelompok eksperimen diberikan pengajaran dengan powerpoint dan
kelompok Y sebagai kelompok kontrol diberikan pengajaran dengan abjad
baba, kemudian hasil kedua tes dibandingkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa media powerpoint lebih efektif
digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa
tunarungu. Siswa menunjukan ketertarikan dan antusias yang lebih baik, selain
itu dengan adanya proses pemisahan antara gambar dan kata menjadikan skor
membaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor membaca dengan media
abjad baba. Selain itu siswa dapat menyusun hurup menjadi kata dengan baik,
yakni dengan cara mengetik pada papan hurup (keyboard).
2. Penulis :
Judul :
Tahun :
Drs. Zaenal Alimin M.Ed., Drs. Yuyus Suherman, Asep
Saripudin S.Pd.
Penggunaan Media Aplikasi Komputer Dalam Pembelajaran
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi pada Siswa Tunagrahita
dan Siswa Tuna netra di SLB Bandung)
2007
Penelitian ini, bertujuan mengetahui efektivitas penggunaan aplikasi
powerpoint terhadap peningkatan atensi pembelajaran Geometri dan efektivitas
penggunaan animasi komputer dalam meningkatkan pemahaman huruf vokal,
serta mengetahui hubungan kesadaran linguistik dan keterampilan membaca
permulaan anak tunagrahita. Penelitian terbagi dalam tiga sub tema, dilakukan
melalui metode eksperimen Single Case Experimental Design dengan disain
A-B-A untuk sub tema satu dan dua, serta metode deskriptif dengan desain
korelasional untuk sub tema tiga.
lxii
Penelitian ini menyimpulkan; pemberian intervensi pembelajaran
geometri dengan media aplikasi powerpoint untuk sub-tema satu dapat
meningkatkan atensi anak tunagrahita. Hal itu ditunjukan dengan
meningkatnya durasi bertahan dalam pembelajaran. Sementara intervensi
pengenalan huruf vokal melalui animasi komputer untuk sub tema dua dapat
meningkatkan pemahaman huruf vokal. Hal tersebut ditunjukan dengan
kemampuan membaca huruf vokal yang ditampilkan. Dengan kata lain,
intervensi sub tema satu memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan atensi,
demikian juga intervensi pada sub tema dua dapat meningkatkan pemahaman
huruf vokal. Sedangkan pada sub tema ketiga, hasil tinggi pada tes kesadaran
linguistik cenderung tinggi pula pada tes keterampilan membaca permulaan,
nilai rendah pada tes kesadaran linguistik, rendah pula pada tes keterampilan
membaca. Koefisien korelasinya menunjukan korelasi positif. Artinya
kesadaran linguistik merupakan salah satu prasyarat dalam belajar membaca
permulaan.
Guru, sebaiknya melanjutkan pengulangan intervensi, yang diyakini
hasilnya akan lebih meningkat kembali. Penggunaan media animasi komputer
dapat ditingkatkan melalui penyediaan komputer aktif bagi siswa di suatu kelas
atau ruangan tertentu, sehingga siswa menemukan variasi baru dalam belajar
yang lebih menyenangkan. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan
animasi lebih variatif, menarik dan hidup baik dari segi warna, bentuk maupun
isi secara keseluruhan. Penelitian ini dikembangkan untuk menciptakan
instrumen baku untuk mengukur kesadaran linguistik anak umum dan/atau
anak tunagrahita, serta untuk merumuskan bentuk pelatihan kesadaran
linguistik yang sesuai bagi pengembangan keterampilan membaca anak
tunagrahita ringan. (http://lppm.upi.edu/penelitian/index.php?lemlit=detil&id
=133 )
lxiii
3. Penulis :
Judul :
Tahun :
Slamet
Penggunaan Media Pembelajaran Powerpoint Untuk
Meningkatan Prestasi Belajar Sejarah Di Sma Al-Azhar 3
Bandar Lampung.
2006 / 2007
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya sebagian siswa yang
mengganggap pelajaran sejarah sesuatu yang tidak menarik, penyampaian
materi terlalu monoton dan cenderung hanya menghafal, hal tersebut
mengakibatkan siswa menjadi jenuh, pasif dan mengantuk. Siswa memandang
pelajaran sejarah hanya merupakan pelajaran pelengkap saja, dan bukan
sebagai pelajaran pokok yang merupakan bentuk apresiasi rasa nasionalisme
dan cinta tanah air, sehingga prestasi belajarnya rendah.
Untuk meningkatkan kualitas dan menghapus persepsi negatif siswa
terhadap pembe-lajaran sejarah tersebut, di era informasi yang semakin
dinamis ini, guru dituntut untuk kreatif guna meningkatkan mutu pembelajaran.
Guru seyogyanya mulai menyadari pentingnya aspek teknologi untuk
menunjang proses pembelajaran. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh
guru adalah membuat media pembelajaran berbasis komputer khususnya
piranti lunak presentasi Powerpoint.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan prestasi belajar siswa
pada pembelajaran sejarah yang diajar menggunakan media powerpoint.
Penelitian melibatkan 41 orang siswa SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada
semester I tahun pelajaran 2006/2007. Pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan
analisis deskriptif kualitatif.
Temuan penelitian yang diperoleh: a) terdapat peningkatan rata-rata
prestasi belajar siswa dari siklus satu ke siklus ke dua sebesar 5,1 (17,07%), b)
dari siklus kedua ke siklus ketiga meningkat sebesar 6,02 (24,40%)dan , c) dari
siklus ke tiga ke siklus keempat tetap menunjukan hasil sebesar 6,02 (24,40%)
lxiv
atau tidak mengalami peningkatan (jenuh). Peningkatan prestasi belajar siswa
dari siklus pertama ke siklus ketiga sebesar 11,2 (41,45%), dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penggunaanmedia pembelajaran powerpoint dapat
meningkatkan prestasi belajar sejarah. (http://one.indoskripsi.com/node/2827)
C. Kerangka Berfikir
Dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah,
tujuan, manfaat penelitian serta kajian teori diatas, maka penulis dapat menyusun
kerangka berfikir sebagai berikut:
Anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik
sebagian maupun seluruhnya sehingga pendengarannya tidak memiliki nilai
fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya anak tunarungu memiliki
permasalahan mengenai terbatasnya perbendaharaan kata yang dikuasai. Begitu
pula yang terjadi pada siswa tunarungu wicara kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga.
Perbendaharaan kata yang mereka kuasai masih sangat sedikit sehingga
menyebabkan komunikasi siswa menjadi terbatas pula. Siswa kelas D1 dengan usia
yang masih terbilang kecil pun terkadang masih sulit untuk diajak belajar dengan
serius dalam jangka waktu tertentu. Disini guru masih mengalami kesulitan dalam
menciptakan suasana yang menarik dan membangkitkan motivasi belajar,
khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Guru yang cenderung selalu
menggunakan media-media sederhana menyebabkan pembelajaran menjadi kurang
menarik, sehingga siswa cepat merasa bosan.
Oleh sebab itu, perlu adanya suatu tindakan perbaikan pembelajaran dalam
mata pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi
dalam mengikuti proses pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga perbendaharaan
kata siswa dapat meningkat.
Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan
pembelajaran bagi anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu
media komputer dalam bentuk
mungkin dan disesuaikan dengan karakteristik an
kosa kata baru.
Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk
powerpoint berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah
tersebut dan diharapkan mo
Indonesia dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat
meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata
kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran
yang lebih kongkrit dan menarik.
Untuk lebih jelasnya
Kurangnya Perbendaharaan kata anak tuna rungu
Motivasi siswa dalam mengikuti
Pembelajaran
lxv
cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan
anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu
media komputer dalam bentuk aplikasi powerpoint yang di desain seme
mungkin dan disesuaikan dengan karakteristik anak tunarungu dalam mempelajari
Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk
berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat
meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata
kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran
n menarik.
Untuk lebih jelasnya, disajikan skema kerangka berfikir sebagai berikut:
Masalah yang dihadapi sebelum
tindakan
Kurangnya Motivasi siswa
dalam mengikuti Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Perencanaan Tindakan Penelitian :
Mengguanakan media komputer sebagai media
pembelajaran
Guru menglami kesulitan dalam
menemukan solusi yang tepat untuk
meningkatkan perbendaharaan
kata anak
optimalnya pemanfaatan media yang
tersedia untuk
pembelajaran
cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan media
anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu
n semenarik
ak tunarungu dalam mempelajari
Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk aplikasi
berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah
an Bahasa
dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat
meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata-
kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran
, disajikan skema kerangka berfikir sebagai berikut:
Kurang optimalnya
pemanfaatan media yang
tersedia untuk tujuan
pembelajaran
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
Perbendaharaan kata siswa meningkat
Motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran
lxvi
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
Hasil akhir setelah dilakukan tindakan
Motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran Bahasa
Indonesia meningkat
Guru menemukan solusi yang tepat untuk
permasalahan yang ada
Mengoptimalkan pemanfaatan
media yang telah ada untuk tujuan
pembelajaran
Mengoptimalkan pemanfaatan
media yang telah ada untuk tujuan
pembelajaran
lxvii
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori-teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat diambil
hipotesis bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan
perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga.
lxviii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian yang berjudul “Penggunaan Media Komputer Untuk
Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB
Negeri Salatiga” mengambil tempat di SLB Negeri Salatiga. SLB Negeri Salatiga
terletak di Jalan Hasanuddin Gang III RT 3 RW XII Banjaran Kelurahan
Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
Alasan peneliti memilih SLB Negeri Salatiga sebagai lokasi atau tempat
penelitian adalah :
a. SLB Negeri Salatiga berlokasi dekat dengan tempat tinggal peneliti
sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang
dibutuhkan dalam penelitian.
b. Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk melakukan penelitian
sejenis, sehingga terhindar dari penelitian ulang.
c. Tersedianya sarana dan prasarana memadai yang dibutuhkan peneliti
untuk melakukan penelitian tindakan kelas.
d. Siswa-siswa kelas D1-B masih kurang dalam penguasaan
perbendaharaan kata.
2. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian memerlukan waktu lima bulan yaitu dimulai sejak
Bulan Desember 2009 sampai Bulan April 2010. Kegiatan tersebut dapat
digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
lxix
Tabel 1. Waktu Penelitian Tindakan Kelas
No Kegiatan
Bulan dan Minggu
Des Jan Feb Maret April
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Persiapan Proposal
2. Perijinan
3. Penyusunan Instrumen
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
B. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian untuk meningkatkan
perbendaharaan kata anak tunarungu wicara di SLB Negeri Salatiga adalah bentuk
penelitian tindakan kelas. Menurut Suharsimi Arikunto (2009 : 3) penelitian
tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang
dilakukan oleh siswa.
lxx
Dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui,
yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap
penyusunan rencana peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana,
oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap kedua dari
penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau
penerapan isi rancangan yaitu mengenai tindakan di kelas. Dalam tahap ke-2 ini
guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam
rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.
Dalam tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh
pengamat. Sebenarnya kegiatan tahap ke-2 dan ke-3 berlangsung bersamaan, yaitu
saat peneliti melakukan tindakan, peneliti juga sambil melakukan pengamatan
terhadap proses maupun hasil dari apa yang dilakukan peneliti.
Pada tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru
pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti
untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.
Penelitian tindakan kelas (PTK) di SLB Negeri Salatiga dilaksanakan
melalui tahapan siklus untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu
wicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi pengenalan benda-
benda di sekitar. Apabila pada siklus pertama indikator kerja belum tercapai, maka
akan melakukan siklus berikutnya sehingga indikator kerja dapat tercapai.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1
Negeri Salatiga. Siswa di kelas ini berjumlah 3 siswa yang ke
siswa putra.
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,
peneliti menggunakan beberapa sumber data yaitu :
1. Hasil observasi partisipatif
lxxi
Gambar 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
C. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1
Negeri Salatiga. Siswa di kelas ini berjumlah 3 siswa yang kesemuanya adalah
D. Sumber Data
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,
peneliti menggunakan beberapa sumber data yaitu :
partisipatif
Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1-B SLB
semuanya adalah
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,
lxxii
2. Evaluasi / Tes
3. Wawancara
4. Dokumetasi (berupa foto-foto saat pelaksanaan tindakan berlangsung)
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai
berikut :
1. Observasi Partisipatif
Observasi penelitian “Penggunaan Media Komputer Untuk Meningkatkan
Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”,
dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi
mengenal benda-benda di sekitar. Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru
dan siswa.
Dalam melakukan observasi, peneliti melakukan partisipasi aktif dalam
kegiatan belajar mengajar. Selain sebagai pengajar, peneliti juga mengamati proses
kegiatan belajar mengajar tersebut. Peneliti menggunakan alat bantu observasi
berupa instrumen observasi dan kamera.
Selain melakukan pengamatan sendiri di dalam kelas, peneliti juga dibantu
oleh guru kelas sebagai kolaborator dalam melakukan pengamatan tersebut. Segala
hasil pengamatan yang diperoleh di dalam kelas didiskusikan dengan guru kelas.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam
pembelajaran yang telah berlangsung sehingga dapat dicari solusi untuk perbaikan
tindakan selanjutnya.
Observasi terhadap guru difokuskan pada kemampuan guru menjelaskan
dan mengelolaan kelas. Aspek-aspek yang dinilai pada kemampuan guru dalam
menjelaskan terdiri dari kejelasan, pemberian contoh, pengorganisaisan, penekanan
pada hal yang penting, dan pemberian balikan. Sedangkan aspek-aspek yang dinilai
pada kemampuan guru dalam mengelola kelas yaitu sikap tanggap guru, menuntut
lxxiii
tanggung jawab kepada siswa, memberikan petunjuk yang jelas, memberikan
teguran, dan memberikan penguat kepada siswa. Penilaian pada kemampuan guru
dalam menjelaskan dan mengelola kelas dilakukan dengan menghitung jumlah skor
sesuai pada lembar observasi, kemudian diberikan penilaian dengan kriteria kurang,
cukup, dan baik.
Observasi terhadap siswa difokuskan pada keterampilan melafalkan kata
yang meliputi aspek kemampuan bereaksi terhadap bunyi, kejelasan artikulasi vokal
dan konsonan, kejelasan pengucapan kata sehingga ucapan anak dapat dipahami,
kelancaran ucapan (tidak tersendat-sendat, ragu-ragu atau menggagap), tempo
bicara/ucapan, kualitas suara yang dihasilkan, irama dan intonasi bicara. Penilaian
terhadap keterampilan melafalkan kata dilakukan dengan menghitung jumlas skor
sesuai pada lembar observasi, kemudian diberikan penilaian dengan kriteria kurang,
cukup, dan baik. Sedangkan untuk motivasi mengikuti pelajaran meliputi aspek
tanggung jawab, tekun/bersungguh-sungguh terhadap tugas, berkonsentrasi
terhadap tugas, tidak mudah menyerah, memiliki sejumlah usaha, memperhatikan
umpan balik, dan memperhatikan waktu penyelesaikan tugas. Penilaian dilakukan
dengan memberikan skor sesuai pada lember observasi kemudian diberi penilaian
dengan kriteria rendah, sedang, dan tinggi.
2. Teknik Evaluasi/Tes
Teknik evaluasi/tes dilakukan oleh peneliti untuk menguji subyek (siswa
kelas D1-B) guna memperoleh data tentang penguasaan dan peningkatan
perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan tes yaitu dengan menyiapkan
instrumen tes, menilai, dan mengolah data yang diperoleh. Tes dilakukan tiga kali
yaitu tes sebelum dilakukan tindakan yang bertujuan mengetahui kemampuan awal
siswa dan tes setelah dilakukan tindakan I dan tindakan II yang bertujuan untuk
mengetahui peningkatan perbendaharaan kata setelah memperoleh tindakan.
lxxiv
Materi tes berupa soal-soal bergambar, mencakup semua gambar benda
yang telah dipelajari saat melakukan tindakan yaitu topi, baju, dasi, sapu, buku,
meja, foto, tas, pensil dan kursi. Siswa harus menyebutkan nama benda pada
gambar-gambar tersebut dengan pelafalan yang benar dan jelas, kemudian
dilanjutkan dengan menuliskan nama benda tersebut pada kolom yang disediakan.
Setiap butir soal diberi nilai 2 (dua) apabila siswa dapat melafalkan dan menuliskan
dengan benar. Bila hanya dapat melakukan salah satu yaitu menuliskan saja atau
melafalkan saja maka diberi nilai 1 (satu). Seluruh jawaban benar benilai 20 (dua
puluh) yang kemudian akan dibagi 2 untuk memperoleh nilai akhir tes tersebut.
Nilai tertinggi pada penilaian tes ini yaitu nilai 10 (sepuluh) dan nilai terendah
adalah 0 (nol).
3. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara tidak terstruktur.
Peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara, kegiatan wawancara
mengalir seperti dalam percakapan biasa, yaitu mengikuti dan menyesuiakan
dengan situasi dan kondisi informan. Peneliti meminta informan untuk memberikan
tanggapan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul saat penelitian,
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia, dan kemampuan
siswa dalam menguasai materi pelajaran.
F. Validitas Data
Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian “Penggunaan
Media Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu
Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga” adalah teknik triangulation / triangulasi.
Teknik triangulasi yang digunakan yaitu source triangulation (triangulasi data),
dengan mengambil data yang sama dengan beberapa teknik yaitu dengan observasi,
tes, wawancara, dan dokumentasi, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian
lxxv
ini dapat diakui kemurniannya. Adapun cara pelaksanaan triangulasi data dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3. Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan terhadap setiap data yang diperoleh. Menurut
Iskandar (2009:75) dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ada dua
jenis data yang dapat dikumpulkan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk
data kualitatif dari hasil observasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola
kelas dan menjelaskan dianalisis dengan analisis kritis. Teknik analisis kritis adalah
kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa
dalam proses belajar mengajar. Untuk data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa,
penilaian terhadap motivasi belajar siswa dan penilaian terhadap keterampilan
pelafalan kata siswa) dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang
ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif
Peneliti Dokumentasi Ujian / Tes
Observasi
Wawancara
lxxvi
kualitalif. Dalam teknik ini dilakukan pula kegiatan membandingkan nilai tes antar
siklus dengan indikator pencapaian yang telah dibuat.
H. Indikator Ketercapaian
Indikator ketercapaian merupakan rumusan yang akan dijadikan acuan
dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Berikut ini tabel
indikator ketercapaian PTK dalam upaya meningkatkan perbendaharaan kata anak
tunarungu.
Tabel 2. Indikator Ketercapaian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Hasil yang Dicapai
Aspek yang Dinilai Target Keterangan
Motivasi siswa 2 dari 3 siswa memperoleh
penilaian dengan kriteria
tinggi. Diamati saat proses
belajar mengajar berlangsung
dengan menggunakan lembar
observasi.
Ada 13 aspek yang diamati. Skala
penilaian tiap aspek adalah skor
1-5, dengan perolehan jumlah
skor antara:
13 – 30 = motivasi siswa rendah
31 – 47 = motivasi siswa sedang
48 – 65 = motivasi siswa tinggi
Keterampilan bicara 2 dari 3 siswa memperoleh
penilaian dengan kriteria
baik. Diamati saat proses
belajar mengajar berlangsung
dengan menggunakan lembar
Ada 8 aspek yang diamati. Skala
penilaian tiap aspek adalah skor
1-5, dengan perolehan jumlah
skor antara:
lxxvii
observasi. 8 – 19 = keterampilan bicara
kurang
20- 30 = keterampilan bicara
cukup
31 – 40 = keterampilan bicara baik
Ketuntasan hasil
belajar
2 dari 3 siswa tuntas Berdasarkan ketuntasan hasil belajar
Bahasa Indonesia yang digunakan di
SLB N Salatiga kelas D1-B semester
2 yaitu dengan perolehan nilai
minimal 62
I. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) “Penggunaan Media
Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara
Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga” melalui tahapan siklus. Tahapan siklus tersebut
terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/pengamatan
tindakan, dan refleksi tindakan yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Permintaan ijin kepada kepala sekolah dan guru kelas D1-B SLB Negeri
Salatiga.
b. Observasi kegiatan belajar mengajar khususnya mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
c. Identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia.
2. Tahap Perencanaan Tindakan
Menurut IGAK Wardani (2007 : 3.31) agar mampu mengembangkan
Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) dengan akurat atau alternatif tindakan
menjadi rencana yang siap dilaksanakan, langkah-langkah yang ditempuh yaitu :
lxxviii
a. Membuat Skenario Pembelajaran
Skenario pembelajaran terdiri dari langkah-langkah dalam
pembelajaran yang berkaitan dengan perbaikan yang diinginkan. Skenario
pembelajaran untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas D1-B, topik
pembelajaran memperkenalkan nama-nama benda di sekitar kita, alternatif
tindakan yaitu menggunakan media komputer dengan aplikasi powerpoint
adalah sebagai berikut :
1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,
mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan
mengajukan pertanyaan berikut:
a) Hari ini anak-anak membawa bekal apa?
b) Bekalnya disimpan dimana?
2) Berdasarkan jawaban anak, guru menyabutkan nama tempat penyimpanan
bekal dari masing-masing anak, dan anak menirukan ucapan guru.
3) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta siswa
untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan respon
tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama benda
tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli tanpa
dapat menyebutkan nama benda tersebut.
4) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa
kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda
tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah
kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak
mendengar tentu akan diam saja.
5) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka
dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.
6) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan
mungucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan apa yang
diucapkan guru.
lxxix
7) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang
sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan
dengan benar oleh siswa.
8) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut, kemudian dibaca
bersama-sama.
9) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata benda
tersebut di papan tulis dengan diberikan contoh terlebih dahulu. Kemudian
contoh dihapus, dan anak diminta menuliskan kembali dengan mengingat.
10) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang
telah ditulisnya.
11) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.
12) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang
telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda
tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.
13) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan
benda lainnya.
14) Guru mengevaluasi kemampuan keterampilan melafalkan kata siswa
dengan memberikan soal bergambar, kemudian siswa diminta untuk
menyebutkan nama benda tersebut, selanjutnya dituliskan pada kolom
yang tersedia.
b. Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran
1) Membuat Desain Media PowerPoint
Desain penelitian media powerpoint yang ditampilkan yaitu:
a) Penggunaan gambar
Penggunaan gambar dimaksudkan untuk membuat proses
belajar menjadi lebih menarik. Dengan gambar siswa mendapatkan
pemahaman yang lebih cepat terhadap tema atau materi yang
diajarkan.
lxxx
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan gambar dalam slide
powerpoint. Gambar yang dipilih merupakan gambar yang sesuai
dengan materi yang diajarkan kepada siswa yaitu gambar-gambar
benda yang ada di sekitar kita.
b) Penggunaan warna
Warna yang digunakan untuk latar belakang adalah warna
kuning oranya. Warna ini dipilih karena dianggap memiliki kekuatan
emosional yang efektif untuk membangkitkan gairah dan konsentrasi
belajar.
Sedangkan warna yang digunakan dalam tulisan yaitu warna
merah. Warna ini dianggap memiliki kekuatan menarik perhatian dan
memiliki daya ingat tinggi dibanding warna lain.
c) Komposisi tulisan dan gambar
Dalam setiap tampilan ditampilkan secara sederhana yaitu
menggunakan 2 elemen. Yang terdiri dari satu macam gambar dengan
satu kata sederhana. Komposisi sederhana akan membuat pemahaman
lebih mudah dan cepat, serta tidak membuat mata cepat lelah dan tidak
jenuh atau membosankan.
d) Tipografi
Penataan tipografi menggunakan ukuran gambar dan huruf
yang cukup besar sehingga dapat dengan jelas dan cepat dibaca pada
slide dalam waktu yang singkat.
Untuk gambar menggunakan ukuran 15 cm x 13 cm.
Sedangkan untuk tulisan yang digunakan yaitu jenis franklin gothik
book yang mempunyai keterbacaan huruf jelas dan terbaca oleh anak,
dengan ukuran 66 point.
e) Penggunaan efek suara
lxxxi
Dalam powerpoint ini juga menggunakan efek suara untuk
memaksimalkan sisa pendengaran yang dimiliki anak. Penggunaan
efek suara ini berupa suara lafal nama benda sesuai gambar.
f) Penggunaan Efek Animasi
Agar tampilan gambar pada slide lebih menarik, diberi efek
animasi dalam powerpoint. Animasi yang digunakan adalah animasi
yang sederhana sehingga anak tertarik tetapi tidak mengganggu
konsentrasi anak. Efek animasi yang digunakan pada gambar yaitu
animasi jenis pinhweel, fly in, diamond, swish, flip dan beberapa efek
anomation lainnya.
2) LCD
3) Meja dan kursi
c. Menyusun RPP yang Lengkap
(Terlampir)
d. Menyusun Beberapa Instrumen Penelitian
1) Menyusun pedoman wawancara tentang pelaksanaan pembelajaran di
dalam kelas dengan menggunakan media komputer (powerpoint) pada
materi memperkenalkan benda-benda yang ada di sekitar. (terlampir)
2) Menyusun instrumen observasi tentang proses berlangsungnya
pembelajaran dengan menggunakan media komputer (powerpoint) pada
materi memperkenalkan benda-benda yang ada di sekitar. (terlampir)
3. Pelaksanaan Tindakan
a. Persiapan
1) Memeriksa kembali Rencana perbaikan pembelajaran yang telah disusun.
lxxxii
2) Memeriksa kembali alat peraga dan sarana lain yang digunakan
3) Memeriksa kembali skenario pembelajaran
4) Memeriksa kembali ketersediaan alat pengumpul data, seperti lembar
observasi.
5) Kolaborator yang akan membantu telah siap.
b. Melaksanakan Tindakan
Dalam melaksanakan tindakan perbaikan peneliti melaksanakan
tindakan sesuai dengan rencana dan skenario yang telah dibuat dengan
menggunakan media komputer berupa aplikasi powerpoint.
4. Pengamatan Tindakan
Pengamatan tindakan dilakukan terhadap proses pembelajaran yang terdiri
dari pengamatan pada aktivitas siswa dan aktivitas guru. Pengamatan difokuskan
pada aspek-aspek yang telah ditetapkan pada pedoman observasi. Pengamatan di
dalam kelas dilakukan oleh peneliti sebagai guru yang mengajar Bahasa Indonesia
bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai kolaborator. Selain dengan
pengamatan, peneliti juga menggunakan wawancara guru kelas untuk memperoleh
balikan dan informasi yang lebih akurat.
5. Refleksi Terhadap Tindakan
Tahap ini merupakan tahapan untuk mengkaji dan memproses data yang
didapat saat dilakukan pengamatan/observasi tindakan. Data yang didapat
kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis dan disintesis.
Proses refleksi ini juga menyantumkan kekurangan dan kelebihan saat
pelaksanaan tindakan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
melakukan tindakan selanjutnya.
apakah tindakan yang diberikan berhasil atau tidak.
Tahap-tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di
bawah ini :
Permasalahan yang ada
lxxxiii
melakukan tindakan selanjutnya. Dengan analisis ini, peneliti dapat mengetahui
apakah tindakan yang diberikan berhasil atau tidak.
tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di
Gambar 4. Skema Siklus
Rencana :
- Membuat skenario pembelajaran- Menyiapkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan
- Menyusun RPP lengkap- Menyusun instrumen penelitian
Pelaksanaan tindakan :- Melaksanakan PBM sesuai dengan
rencana dan skenario yang telah dibuat
- Menggunakan media komputer dengan menampilkan slide-slide gambar
Observasi :
Melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa selama
pelaksanaan tindakan berlangsung
Refleksi :
Balikan dari hasil tindakan yang telah dilakukan baik mengenai kekurangan maupun kelebihannya sehingga dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan
tindakan selanjutnya
Dengan analisis ini, peneliti dapat mengetahui
tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di
Menyiapkan sarana dan prasarana yang
Menggunakan media komputer dengan
Balikan dari hasil tindakan yang telah dilakukan baik mengenai kekurangan maupun kelebihannya sehingga dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan
lxxxiv
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi awal
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal.
Observasi awal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui secara langsung
kondisi belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas D1-B. Observasi
awal dilaksanakan pada Minggu ke 5 Bulan Januari 2010, tepatnya pada tanggal 25
dan 26 Januari 2010. Pada observasi awal ini peneliti mengambil tempat di kursi
kosong di dalam kelas tersebut, sehingga peneliti tidak mengganggu jalannya
proses belajar mengajar.
Pada observasi awal hari pertama, siswa yang hadir yaitu 2 siswa dari
jumlah seluruhnya yaitu 3 siswa, sedangkan yang seorang lagi tidak hadir.
Komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa di kelas ini yaitu dengan
menggunakan komunikasi oral yang dipadukan dengan bahasa isyarat. Hal ini
dilakukan untuk memperjelas maksud pengajaran yang disampaikan kepada peserta
didik.
Pada observasi awal pembelajaran Bahasa Indonesia dalam usaha
meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara, peneliti menemukan
bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru kelas menggunakan media-madia yang
sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan gambar yang digambarkan dengan
kapur tulis di papan tulis. Siswa yang mengikuti pembelajaran terlihat kurang
antusias dan kurang tertarik dengan pelajaran tersebut. Ketika guru sedang
menjelaskan pelajaran terkadang ada siswa yang melakukan kegiatan sendiri.
Terkadang ada pula yang mengganggu teman di dekatnya. Saat siswa diminta maju
ke depan kelas untuk menjawab dan menuliskan jawabanya di papan tulis, siswa
terlihat enggan dan tidak mau melakukan permintaan guru kelas tersebut. Setelah
sedikit diberi peringatan yang agak keras dari guru, barulah siswa tersebut mau
untuk maju ke depan kelas. Saat ada siswa yang maju ke depan kelas, terlihat siswa
yang lain melakukan aktivitas sendiri di luar kegiatan belajar mengajar.
lxxxv
Pada observasi hari kedua siswa yang hadir berjumlah 2 siswa. Kondisi
saat pembelajaran Bahasa Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi pada hari
pertama. Pada hari kedua, guru kelas memberikan pertanyaan untuk mengulang
pelajaran yang telah diajarkan pada hari sebelumnya. Terlihat hanya 1 siswa yang
aktif menjawab, sedangkan 1 siswa yang lainnya tidak menjawab, dan ketika
menjawab pun jawabannya salah. Akhirnya pada hari itu guru mengulang lagi
pelajaran hari sebelumnya sehingga siswa-siswanya dapat mengingat kembali
pelajaran tersebut. Setelah pengulangan pelajaran tersebut, barulah guru kelas
melanjutkan meteri pelajaran ke materi selanjutnya. Tetapi siswa-siswa tersebut
kurang tertarik dan terkesan sudah tidak mau melanjutkan kegiatan belajar. Melihat
kondisi yang semakin kurang kondusif, guru kelas akhirnya mengarahkan siswa-
siswanya untuk mengambil buku gambar dan meminta siswa-siswanya untuk
menggambar dan mewarnai dalam buku gambar tersebut. Setelah siswa
menggambar guru bertanya apa yang telah digambar oleh siswa, kemudian siswa
diminta untuk menyebutkan nama benda yang telah digambar tersebut. Bila siswa
tidak dapat menyebutkannya, guru membantu siswa menyebutkan nama benda
tersebut dan siswa diminta untuk menirukannya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas,
diketahui bahwa kondisi kelas memang sering kurang kondusif. Siswa sering
terlihat cepat bosan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam
menghafal nama-nama benda serta sulit untuk mengingat kata-kata yang telah
diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sehingga siswa labih banyak
menggunakan isyarat dalam melakukan komunikasi.
Dari hasil observasi awal yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
motovasi / ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara
kelas D1-B SLB Negeri Salatiga masih tergolong rendah sehingga menyababkan
perbendaharaan kata yang dimiliki siswa menjadi rendah pula. Hal ini dapat dilihat
dari hasil observasi terhadap motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Indonesia pada tabel berikut:
lxxxvi
Tabel 3. Perolehan Skor Observasi Motivasi Awal Siswa
No Subyek Jumlah skor
motivasi Kriteria
1. AG 38 Sedang
2. AR 24 Rendah
3. IH 28 Rendah
Rata-rata 30 Rendah
Dari tabel 3 dapat dilihat motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
perbendaharaan kata di kelas D1-B. Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa 1
dari 3 siswa memperoleh skor tertinggi yaitu 38 atau sebesar 33,33% yang berarti
bahwa kriteria motivasi siswa tergolong sedang dan 2 siswa termasuk dalam
kriteria motivasi rendah atau sebesar 66,67%. Dari data diatas diketahui bahwa
rata-rata motivasi siswa kelas D1-B dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan
kata pada observasi awal masih tergolong rendah.
Rendahnya motivasi siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga tampak dalam
beberapa indikator seperti kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran
Bahasa Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa
tunarungu wicara. Hal ini dapat dilihat dengan cepatnya anak merasa bosan
terhadap materi yang diberikan oleh guru, perhatian siswa cepat berpindah pada hal
lain seperti bermain bersama teman, mengerjakan pekerjaan lain diluar pelajaran,
cepat terpengaruh bila melihat teman yang berada di luar kelas, seringnya siswa
tidak mengindahkan perintah dan tugas dari guru. Siswa kurang menyukai cara
mengajar guru dengan menggunakan media yang sederhana dan kurang menarik.
Siswa mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehingga siswa tidak dapat
mengungkapkan keinginannya kepada guru. Hal ini dapat disebabkan karena
perbendaharaan kata siswa yang kurang sehingga siswa sulit untuk mengungkapkan
keinginannya dan cenderung harus mengikuti pembelajaran yang sesuai dengan
keinginan guru.
lxxxvii
Dari indikator tersebut, peneliti menganggap bahwa perlu adanya suatu
tindakan untuk dapat membangkitkan ketertarikan siswa dalam mengikuti
pembelajaran, sehingga perbendaharaan kata siswa dapat meningkat. Dengan suatu
tindakan tertentu dalam pembelajaran dan penggunaan media yang menarik
diharapkan motivasi siswa dalam belajar dapat meningkat sehingga penguasaan
perbendaharaan kata siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dapat meningkat pula.
Rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa
tunarungu mengakibatkan rendahnya keterampilan bicara (pelafalan kosa kata)
siswa yang pada akhirnya menyebabkan perbendaharaan kata yang dimiliki siswa
menjadi sangat rendah. Hal ini menyebabkan siswa sulit untuk melakukan
komunikasi dengan orang lain.
Pada minggu pertama bulan Februari 2010 yaitu tepatnya tanggal 3
Februari 2010, peneliti mengadakan pre test kepada siswa kelas D1-B SLB Negeri
Salatiga. Tujuan diadakannya pre test yaitu untuk mengetahui/mengukur
kemampuan awal perbendaharaan kata siswa kelas D1-B. Pada saat melaksanakan
pre test, siswa yang hadir berjumlah 3 orang. Soal pre tes yang diberikan
merupakan soal-soal sederhana tentang beberapa nama benda yang ada di sekitar
siswa. Soal pre test tersebut merupakan soal yang harus dijawab secara lisan dan
tertulis oleh siswa, sehingga pelaksanaan pre test dilakukan satu per satu secara
individual oleh peneliti. Pada soal pre test tersebut disediakan gambar-gambar
benda yang sering dilihat siswa, kemudian siswa diminta untuk menyabutkan nama
benda tersebut. Bila benar, maka siswa diminta untuk menulis pada kolom yang
telah tersedia. Bila siswa belum dapat melafalkan nama benda tersebut, maka siswa
diminta untuk melanjutkan pada soal berikutnya. Pelaksanaan pre test berlangsung
± 15 menit untuk 1 orang siswa. Hasil yang diperoleh dari pre test tersebut adalah
sebagai berikut :
lxxxviii
Tabel 4. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Siswa
No Subyek
Jumlah skor
keterampilan bicara
(Pelafalan Kosa Kata)
Kriteria
1. AG 23 Cukup
2. AR 19 Kurang
3. IH 12 Kurang
Rata-rata 18 Kurang
Tabel 5. Perolehan Nilai Pre Tes
No Subyek Nilai Batas Ketuntasan
1 AG 20 Tidak tuntas
2 AR 10 Tidak tuntas
3 IH 0 Tidak tuntas
Rata-rata 10 Tidak tuntas
Dari observasi awal yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa
keterampilan bicara siswa tunarungu kelas D1-B SLB Negeri Salatiga masih
digolongkan dalam kriteria kurang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 mengenai
penilaiaan keterampilan bicara. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa 1 dari 3
siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam ketrampilan pelafalan kosa kata atau
sebesar 33,33%. Sedangkan yang masuk dalam kriteria kurang berjumlah 2 siswa
atau sebesar 66,67%.
Untuk hasil pre tes diperoleh hasil bahwa 1 siswa memperoleh nilai
tertinggi yaitu 20 yang berarti bahwa siswa belum dapat mencapai batas ketuntasan
nilai minimal yaitu 62, sedangkan nilai terendah adalah 0 yang berarti bahwa siswa
belum dapat mencapai batas ketuntasan karena siswa belum dapat melafalkan dan
menuliskan nama benda-benda tersebut secara benar. Jadi, dari ketiga siswa yang
lxxxix
ada di kelas tersebut kesemuanya memperoleh hasil awal dengan kriteria tidak
tuntas.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri
dari empat tahap, yaitu : (1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan; (3) Pengamatan; dan (4)
Refleksi. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Deskripsi Siklus I
a. Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2010 di ruang
kelas D1-B SLB Negeri Salatiga. Pada tahap perencanaan, peneliti bersama guru
kelas sebagai kolaborator menentukan alternatif tindakan untuk meningkatkan
perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
Alternatif tindakan yang dipilih yaitu pengajaran perbendaharaan kata dengan
menggunakan media komputer yang diaplikasikan dalam microsoft powerpoin.
Pemilihan media tersebut dengan mempertimbangkan bahwa di SLB Negeri
Salatiga memiliki peralatan-paralatan yang menunjang untuk pembelajaran
dengan media berupa LCD dan laptop. Aplikasi powerpoin dipilih karena
aplikasi ini mudah untuk dioprasikan (dibuat dan digunakan) sehingga guru
kelas yang masih jarang menggunakan media komputer dalam pembelajaran
dapat menggunakan aplikasi ini dikemudian hari.
Uraian pada tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut :
2) Membuat skenario pembelajaran
Pada tahap ini terlebih dahulu peneliti dan guru kelas membuat
skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Skenario
pembelajaran yang dibuat adalah sebagai berikut :
1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,
mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan
mengajukan pertanyaan berikut:
a) Hari ini anak-anak membawa bekal apa?
xc
b) Bekalnya disimpan dimana?
2) Berdasarkan jawaban anak, guru menyabutkan nama tempat
penyimpanan bekal dari masing-masing anak, dan anak menirukan
ucapan guru.
3) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta
siswa untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan
respon tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama
benda tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli
tanpa dapat menyebutkan nama benda tersebut.
4) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa
kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda
tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah
kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak
mendengar tentu akan diam saja.
5) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka
dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.
6) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan
mengucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan ucapan
guru.
7) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang
sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan
dengan benar oleh siswa.
8) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut. Kemudian dibaca
bersama-sama.
9) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata benda
tersebut di papan tulis dengan diberikan contoh terlebih dahulu.
Kemudian contoh dihapus, dan anak diminta menuliskan kembali
dengan mengingat.
10) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang
telah ditulisnya.
xci
11) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.
12) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar
yang telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama
benda tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.
13) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah
memperkenalkan benda lainnya.
14) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan
memberikan soal bergambar kepada siswa, kemudian siswa diminta
melafalkan nama benda tersebut serta menuliskannya pada kolom yang
telah tersedia.
3) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
1) Membuat Desain Media Powerpoint
Desain media powerpoin yang digunakan disesuaikan dengan
karakteristik anak tunarungu. Desain dibuat bersama-sama dengan guru
kelas sebagai kolaborator.
2) Menyiapkan LCD
Menyiapkan LCD ini termasuk juga mencoba penggunaan
LCD, posisi peletakan yang tepat, dan kejelasan hasil dari tampilan.
3) Menyiapkan meja dan kursi
4) Menyusun RPP Lengkap
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), peneliti
berkonsultasi kepada guru kelas yang merupakan teman kolaborator untuk
merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar siklus I yang
disesuaikan dengan silabus yang digunakan di sekolah tersebut.
5) Peneliti menyiapkan instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian
tersebut.
6) Peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan bersama guru kelas.
Dari diskusi yang dilakukan peneliti bersama guru kelas, disepakati
bahwa pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada Hari Senin, 8
xcii
Februari 2010 dan Hari Selasa, 9 Februari 2010 bertempat di ruang kelas
D1-B SLB Negeri Salatiga.
7) Peneliti bersama kolaborator mempersiapkan tempat, menata tempat yang
akan digunakan dan mengatur posisi yang sesuai.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan yaitu
Hari Senin, 8 Februari 2010 pada jam pelajaran ke 3 dan 4 (pukul 09.00 – 10.00)
dan Hari Selasa pada jam pelajaran ke 1 dan ke 2 ( pukul 07.30 – 08.30). Setiap
pertemuan (pelaksanaan tindakan) dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 30 menit.
Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti, sedangkan guru kelas bertindak
sebagai kolaborator yang bertugas untuk melakukan observasi terhadap jalannya
pembelajaran yang dilakukan peneliti dengan instrumen yang telah dibuat serta
pengambilan dokumentasi kegiatan pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan pertama yaitu Hari Senin, 8 Februari 2010 dengan
alokasi waktu 2 x 30 menit. Tindakan dimulai pada pukul 09.00 sampai pukul
10.00. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal lima nama-
nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, dan sapu. Langkah-
langkah dalam pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1) Guru membuka pelajaran dengan salam.
2) Guru mengkondisikan kelas dengan menyuruh siswa untuk merapikan
kembali pakaian, tempat duduk dan meja, membuang sampah sisa jajanan
ke tempat sampah, memasukkan kembali mainan-mainan yang dimainkan
saat istirahat ke dalam tas serta menyuruh siswa untuk duduk rapi di
tempat duduknya masing-masing.
3) Setelah suasana kelas kembali rapi dan tenang, guru mulai melakukan
apersepsi dengan menanyakan kepada siswa mengapa tadi ada salah
seorang temannya menangis saat istirahat. Kemudian terlihat kelas
menjadi agak ramai karena semua siswa ingin menjawab pertanyaan itu.
xciii
Jawaban pertanyaan tersebut diberikan dengan menggunakan bahasa
isyarat dan dengan suara-suara yang keluar tanpa arti.
4) Setelah mendapatkan jawaban dari siswa-siswa, guru kembali
mengkondisikan kelas agar semua siswa diam memperhatikan pelajaran.
5) Guru memberitahukan bahwa hari itu siswa-siswa akan belajar dengan
menggunakan media lain, yaitu berupa laptop dan LCD (dengan
menunjukkan perangkat yang ada di depan kelas)
6) Guru menampilkan gambar pada layar.
7) Guru memperdengarkan suara pelafalan nama benda tersebut.
8) Siswa yang mendengar pelafalan tersebut diminta untuk mengucapkan apa
yang didengarnya.
9) Bila masih salah, guru membantu melafalkan nama benda tersebut
kemudian ditirukan siswa.
10) Kegiatan mendengar dan menirukan pelafalan dilakukan beberapa kali
sampai pelafalan anak benar dan jelas.
11) Siswa diminta melafalkan sendiri nama benda tersebut
12) Guru memperlihatkan tulisan yang membentuk kata benda tersebut,
kemudian dibaca bersama-sama.
13) Bila telah benar, siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis nama
benda tersebut.
14) Penulisan tidak hanya satu tulisan, tetapi minimal lima tulisan untuk satu
nama benda dengan maksud agar siswa tidak lupa panulisannya.
15) Setelah penulisannya benar, siswa diminta membaca kembali apa yang
telah ditulisnya.
16) Bila pelafalan dan penulisan telah benar, barulah beralih pada nama benda
selanjutnya.
17) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang
telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda
tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.
xciv
18) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan
benda lainnya.
19) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan
menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta menyebutkan
namanya secara lisan.
20) Guru mengakhiri pelajaran dengan memperlihatkan film animasi berdurasi
5 menit untuk merefresh kembali suasana setelah pelajaran.
21) Setelah itu guru mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengucapkan
salam, dan pulang ke rumah masing-masing.
Pertemuan ke dua siklus I dilaksanakan pada Hari Selasa, 9 Februari 2010
bertempat di ruang kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan alokasi waktu 2 x 30
menit. Pelaksanaan tindakan dimulai pada pukul 07.30 – 08.30 (pada jam 1 -2).
Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal lima nama-nama benda
yang ada di sekitar yaitu buku, foto, tas, pensil dan kursi. Langkah-langkah dalam
pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1) Guru mengawali pertemuan dengan berdoa bersama kemudian
mengucapkan salam.
2) Guru melakukan absensi.
3) Guru mengkondisikan siswa agar duduk dengan rapi di tempat duduk
masing-masing.
4) Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan tadi ke sekolah naik apa.
5) Guru menjelaskan kepada siswa bahwa hari itu siswa akan belajar lagi
bersama peneliti dengan menggunakan media komputer.
6) Guru memulai pelajaran dengan mengulang kembali pelajaran dihari
sebelumnya dengan memperlihatkan gambar pada slide, kemudian siswa
diminta untuk menyebutkan nama benda yang ditampilkan.
7) Setelah selesai melakukan pengulangan pelajaran, guru menampilkan
gambar yang baru pada layar.
8) Guru memperdengarkan suara pelafalan nama benda tersebut.
xcv
9) Siswa yang mendengar pelafalan tersebut diminta untuk mengucapkan apa
yang didengarnya.
10) Bila masih salah, guru membantu melafalkan nama benda tersebut
kemudian ditirukan siswa.
11) Kegiatan mendengar dan menirukan pelafalan dilakukan beberapa kali
sampai pelafalan anak benar dan jelas.
12) Siswa diminta melafalkan sendiri nama benda tersebut
13) Guru memperlihatkan tulisan yang membentuk kata benda tersebut,
kemudian dibaca bersama-sama.
14) Bila telah benar, siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis nama
benda tersebut.
15) Penulisan tidak hanya satu tulisan, tetapi minimal lima tulisan untuk satu
nama benda dengan maksud agar anak tidak lupa panulisannya.
16) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang
telah ditulisnya.
17) Bila pelafalan dan penulisan telah benar, barulah beralih pada nama benda
selanjutnya.
18) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang
telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda
tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.
19) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan
benda lainnya.
20) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan
memberikan soal bergambar, kemudian siswa diminta untuk menyebutkan
nama benda tersebut. Setelah pelafalan benar siswa diminta menuliskan
nama benda pada kolom yang tersedia.
21) Guru mengakhiri pelajaran dengan memperlihatkan film animasi berdurasi
5 menit untuk merefresh kembali suasana setelah pelajaran.
22) Setelah itu guru mengucapkan salam dan mempersilahkan siswa untuk
beristirahat.
xcvi
c. Observasi
Pengamatan terhadap proses belajar mengajar dilakukan oleh peneliti
bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai kolaborator. Peneliti bersama
kolaborator (guru kelas) mengamati pembelajaran Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan perbendaharaan kata dengan materi mengenal benda-benda di
sekitar dengan menggunakan media komputer aplikasi powerpoint di kelas D1-B
SLB Negeri Salatiga. Observasi dilakukan kolaborator bersama peneliti
bersamaan dengan berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam melakukan
observasi kolaborator mengambil tempat di samping ruangan dan duduk di kursi
kosong yang ada pada samping ruangan itu. Hal ini dimaksudkan agar
kolaborator tidak mempengaruhi konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran.
Baik peneliti maupun guru kelas sebagai kolaborator memiliki tugas masing-
masing. Peneliti melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
menggunakan media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa
tunarungu wicara di kelas. Peneliti juga melakukan observasi terhadap motivasi
siswa saat pembelajaran berlangsung. Guru berperan dalam melakukan observasi
terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama kolaborator,
didapatkan hasil bahwa pada siklus pertama yaitu Hari Senin dan Selasa, 8 dan 9
Februari 2010, observasi terhadap siswa yang meliputi observasi motivasi siswa
dan observasi keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa, didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 6. Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus I
No Subyek Jumlah skor motivasi Kriteria
1. AG 53 Tinggi
2. AR 42 Sedang
3. IH 36 Sedang
xcvii
Rata-rata 43,67 Sedang
Dari tabel 6 tentang perolehan skor motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran perbendaharaan kata siklus I, diperoleh hasil bahwa 1 dari 3 siswa
atau sebesar 33,33% siswa dikategorikan dalam motivasi tinggi. Sedangkan 2
siswa lainnya masuk dalam kriteria motivasi sedang atau sebesar 66,67%. Jadi
setelah dilakukan tindakan pertama (siklus I) ditemukan adanya peningkatan
motivasi pembelajaran perbendaharaan kata dari siswa kelas D1-B, dari yang
pada awalnya tidak ada yang masuk dalam kriteria tinggi atau sebesar 0%
menjadi 33,33% .
Peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
perbendaharaan kata diikuti pula dengan peningkatan keterampilan bicara. Hasil
observasi mengenai keterampilan bicara pada siklus I dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 7. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Siswa Siklus I
No Sunyek Jumlah Skor Keterampilan
Bicara (Pelafalan Kosa Kata) Kriteria
1. AG 33 Baik
2. AR 29 Cukup
3. IH 15 Kurang
Rata-rata 25,67 Cukup
Perolahan penilaian keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa dapat
dilihat pada tabel 7 tentang perolehan penilaian keterampilan bicara (melafalkan
kata) siklus I. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 1 dari 3 siswa masuk dalam
kriteria baik dalam keterampilan bicara (melafalkan kata) atau sebesar 33,33%,
dan 1 siswa masuk dalam kriteria cukup atau sebesar 33,33% dan 1 siswa masuk
dalam kriteria kurang dalam keterampilan bicara atau sebesar 33,33%. Dari tabel
xcviii
tersebut dapat dilihat pula adanya peningkatan terhadap keterampilan bicara
(melafalkan kata) siswa bila dibandingkan dengan kondisi awal.
Dengan meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
Bahasa Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata
siswa menyebabkan peningkatan terhadap keterampilan bicara (melafalkan
kata) siswa, yang berarti perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-
B meningkat. Siswa yang merasa senang dengan pengajaran yang dilakukan
menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint menyebabkan
motivasi belajar siswa menjadi semakin tinggi sehingga pemahaman siswa
terhadap kosa kata menjadi lebih cepat dan siswa dapat cepat mengingat kata-
kata yang diajarkan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya hasil evaluasi siswa
pada siklus I yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus I
No Subyak Nilai Batas Ketuntasan
1 AG 75 Tuntas
2 AR 65 Tuntas
3 IH 45 Tidak tuntas
Rata rata 61,67 Tidak tuntas
Perolehan nilai pada evaluasi setelah siklus I terlihat bahwa 2 dari 3
siswa atau sebesar 66,67% telah tuntas sedangkan 1 siswa lainnya atau sebesar
33,33% masuk dalam kriteria tidak tuntas. Hal ini telah menunjukkan adanya
peningkatan terhadap hasil evaluasi siklus I bila dibandingkan dengan hasil pre
tes (hasil awal). Pada hasil pre tes sebesar 0% siswa yang tuntas sedangkan pada
siklus I sebesar 66,67% siswa telah dapat menuntaskan hasil belajarnya.
Observasi terhadap guru meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan
dan pengelolaan kelas. Untuk kemampuan guru dalam menjelaskan sudah masuk
dalam kriteria baik dengan perolehan skor sebesar 64 dari skor tertinggi 80.
Dalam menjelaskan, guru sudah dapat memilih kata-kata sederhana yang tepat
sehingga mudah dipahami siswa. Guru juga tidak menggunakan kata-kata yang
xcix
meragukan dan membingungkan bagi siswa. Tetapi, kelemahan guru dalam
menjelaskan tampak pada kecepatan dalam menjelaskan, guru terkesan terlalu
cepat dalam menjelaskan sehingga artikulasi dan pelafalan kata yang diucapkan
guru menjadi kurang jelas. Dalam hal penggunaan contoh dan pemberian contoh
dalam pelajaran, contoh-contoh yang digunakan masih terlihat kurang tepat
karena contoh-contoh yang digunakan kebanyakan tidak ada pada siswa.
Sedangkan dalam aspek penekanan pada hal-hal yang penting telah dapat
dilakukan dengan baik oleh guru. Hal ini terlihat dari guru terus memberikan
pengulangan-pengulangan pada hal-hal yang dianggap penting. Misalnya guru
memberikan contoh pelafalan kata secara berulang-ulang kepada siswa sampai
siswa benar-benar dapat melafalkan dengan jelas dan benar. Guru juga tidak
segan dalam mengakspresikan penjelasan dengan mimik dan gerakan-gerakan
yang sesuai sehingga siswa dapat lebih memahami maksud dari penjelasan guru.
Penggunaan gambar pada pembelajaran juga telah dilakukan guru untuk
memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Dalam
pemberian balikan kepada siswa, guru juga telah tampak melakukannya dengan
baik. Hal ini tampak pada sikap guru yang sering mengajak siswa untuk aktif di
dalam kelas dengan meminta siswa untuk menjawab pertanyaan guru dan
meminta siswa maju ke depan kelas untuk menuliskan dan melafalkan kata.
Guru juga menggunakan balikan untuk memperbaiki kesalahan pengucapan dan
artikulasi siswa. Dalam memperbaiki kesalahan siswa guru telah menggunakan
cara-cara yang tepat yaitu dengan mendekati satu per satu secara individual
sehingga siswa dapat benar-benar memperhatikan contoh dan perbaikan yang
diberikan guru.
Dalam pengelolaan kelas, kemampuan guru masih terlihat kurang
dengan perolehan skor 49 dari skor tertinggi 75. Guru masih terkesan canggung
dalam berinteraksi dengan siswa-siswanya. Guru kurang menuntut tanggung
jawab kepada siswa. Apabila siswa tidak mau melakukan perintah guru, guru
tampak kurang tegas untuk lebih menuntut tanggung jawab. Dalam memberikan
teguran kepada siswa guru terkesan kurang tegas, sehingga beberapa siswa
c
menjadi seolah tidak menghiraukan perintah guru dan terkesan berani kepada
guru. Dalam menegur, tidak ada alternatif tindakan yang dicontohkan guru
sehingga siswa menjadi bingung. Selain itu, guru juga tampak kurang
memberikan penguat kepada siswa bila siswa telah berhasil malakukan sesuatu.
Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi untuk tetap bersemangat
mengikuti pelajaran. Sedangkan hal-hal yang perlu dipertahankan dalam
mengelola kelas yaitu guru telah dapat menunjukkan sikap tanggap terhadap
situasi kelas yaitu dengan cara memandangi siswa secara saksama dan
melakukan gerakan mendekati bila dipandang perlu. Misalnya tampak pada
suasana saat awal guru masuk ke dalam kelas yaitu karena suasana pada saat itu
adalah waktu setelah istirahat, maka guru mengkondisikan kelas dengan
menyuruh siswa untuk merapikan kembali pakaian, tempat duduk dan meja,
membuang sampah sisa jajanan ke tempat sampah, memasukkan kembali
mainan-mainan yang dimainkan saat istirahat ke dalam tas serta menyuruh siswa
untuk duduk rapi di tempat duduknya masing-masing. Saat terlihat ada seorang
siswa yang masih belum mau duduk kembali di kursinya, guru mengambil sikap
dengan menarik tangannya agar mau kembali ke tempat duduknya. Petunjuk-
petunjuk yang diberikan guru sudah jelas sehingga siswa dapat memahami
petunjuk guru.
d. Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti bersama dengan guru kelas mengadakan
diskusi terkait pelaksanaan tindakan I. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan peneliti bersama guru kelas, diperoleh refleksi sebagai patokan
perbaikan tindakan selanjutnya yaitu :
1) Usahakan dalam memulai pelajaran dilakukan apersepsi yang tidak
membuat kelas yang semula sudah kondusif menjadi gaduh. Apersepsi yang
dilakukan sebaiknya dapat memberikan semangat belajar pada anak di awal
pelajaran. Misalnya dengan bernyanyi bersama. Ada beberapa lagu yang
telah dapat dinyanyikan siswa dengan disertai gerakan-gerakan. Lagu ini
ci
selain akan dapat membuat siswa-siswa menjadi bersemangat, dapat pula
melemaskan alat bicara siswa sebelum memulai pelajaran.
2) Sebelum guru masuk dalam inti pembelajaran, sebaiknya siswa diminta
untuk mengulang dan menyebutkan kembali huruf-huruf vokal a, i, u, e, o.
Hal ini bertujuan untuk melemaskan alat bicara siswa-siswa sebelum
memulai pengenalan kata. Selain itu, untuk mengingatkan kembali kepada
siswa tentang pelafalan yang benar untuk huruf-huruf tersebut.
3) Dalam memberikan penjelasan kepada siswa hendaknya guru tidak terkesan
terburu-buru. Guru harus selalu mengingat bahwa yang dihadapinya adalah
siswa tunarungu wicara, dimana kemampuan mendengar dan berbicaranya
kurang. Guru harus dapat benar-benar memilih kata-kata yang tapat dalam
manjelaskan, melafalkan setiap kata dengan artikulasi yang sejelas-jelasnya,
dan pengaturan ketepatan serta kecepatan bicara yang sedapat mungkin bisa
dimengerti dan ditangkap oleh siswa-siswa di dalam kelas.
4) Dalam pemilihan contoh, guru harus mengingat pula kemampuan yang
dimiliki anak, mengingat perbendaharaan kata anak yang masih sangat
kurang. Guru sebaiknya mengambil contoh-contoh sederhana yang ada pada
siswa tersebut, bisa dari perilaku-perilaku yang dilakukan siswa ataupun
benda-benda yang dimiliki siswa.
5) Dalam mengelola kelas sikap tegas dan lembut guru sangat diperlukan.
Guru harus dapat memikirkan, menyesuaikan keadaan, dan tanggap dimana
seorang guru harus bersikap tegas, santai, maupun lembut kepada siswa-
siswanya. Dalam tindakan pertama yang dilakukan oleh guru, guru
cenderung selalu bersikap lembut, walaupun malihat situasi yang
seharusnya menuntut guru untuk bersikap sedikit keras kepada siswa-
siswanya. Jadi, dalam mengelola kelas guru harus dapat selalu bersikap
tanggap terhadap situasi yang sedang terjadi sehingga ketegasan guru
mutlak diperlukan.
6) Dalam memberikan teguran hendaknya guru menyertakan pula alternatif
tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh siswa. Hal ini dimaksud agar siswa
cii
tidak mengalami kebingungan. Misalnya saat guru melarang siswa untuk
melakukan sesuatu, guru harus memiliki alasan mengapa siswa tersebut
tidak boleh melakukan sesuatu tersebut, kemudian guru perlu memberikan
contoh alternatif tindakan yang seharusnya dapat dilakukan siswa.
7) Selama pelajaran berlangsung, guru kurang memberikan penguat, baik
berupa teguran maupun pujian. Saat siswa melakukan kesalahan, guru
memberikan teguran, tetapi saat telah benar dalam mengerjakan tugasnya,
guru hanya diam saja. Pemberian pujian dapat dilakukan guru saat siswa
telah berhasil melakukan sesuatu. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk
lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Penguat
yang dapat diberikan misalnya : mengajak siswa untuk tos, memberikan
pujian berupa kata-kata seperti bagus, baik, tepat sekali, mendekati siswa
dan mengacungkan jempol dan lain-lain.
Berdasarkan hasil observasi dan refleksi pelaksanaan siklus I di atas,
dalam pelaksanaan siklus I ditemukan bahwa 1 dari 3 siswa atau sebesar 33,33%
siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi, 1 dari 3 siswa atau 33,33% siswa
termasuk kriteria keterampilan bicara (pelafalan kata) baik, dan 2 dari 3 siswa
atau sebesar 66,67% tuntas dalam tes siklus I. Jadi, jika ditinjau dari indikator
ketercapaian yang telah ditentukan yaitu 2 dari 3 siswa masuk dalam kriteria
tinggi untuk motivasi mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata dan 2 dari 3
siswa masuk dalam kriteria baik dalam keterampilan bicara (melafalkan kata),
maka siklus I belum mencapai indikator ketercapaian sehingga perlu diadakan
siklus II untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan.
2. Deskripsi Siklus II
a. Perencanaan Tindakan
Pada hari Senin, 15 Februari 2010, peneliti bersama guru kelas
melakukan diskusi perencanaan tindakan II. Kegiatan ini dilakukan di ruang
kelas D1-B setelah pelajaran dihari itu usai. Dalam melakukan diskusi ini
peneliti bersama guru kelas kembali mengutarakan hasil refleksi pada siklus I.
ciii
Kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.
Alternatif tindakan yang digunakan pada siklus II sama dengan yang digunakan
pada siklus I yaitu meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara
kelas D1-B dengan menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint.
Uraian pada tahap perencanaan pada tindakan II adalah sebagai berikut
:
1) Membuat skenario pembelajaran
Skenario pembelajaran yang dilakukan pada siklus II mengacu
pada refleksi siklus I. Skenario pembelajaran yang dibuat adalah sebagai
berikut :
1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,
mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan
mengajak siswa untuk bernyanyi lagu “topi saya bundar”.
2) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa
apa yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya bundar”.
3) Guru mengajak siswa untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang
ditampilkan dalam slide. Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan
kembali ingatan siswa mengenai pelafalan huruf-huruf vokal tersebut
dan melemaskan alat bicara siswa sebelum sebelum melakukan
pelajaran.
4) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta
siswa untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan
respon tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama
benda tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli
tanpa dapat menyebutkan nama benda tersebut.
5) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa
kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda
tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah
kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak
mendengar tentu akan diam saja.
civ
6) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka
dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.
7) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan
mengucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan apa yang
diucapkan guru.
8) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang
sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan
dengan benar oleh siswa.
9) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut, kemudian dibaca
bersama-sama.
10) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata
benda tersebut di papan tulis.
11) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa
yang telah ditulisnya.
12) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.
13) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar
yang telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama
benda tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.
14) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah
memperkenalkan benda lainnya.
15) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan perbendaharaan kata
siswa dengan menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta
menyebutkan namanya secara lisan dan ditulis dalam bukunya.
2) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
a) Membuat Desain Media Powerpoint
Desain media powerpoin yang digunakan disesuaikan dengan
karakteristik anak tunarungu. Desain dibuat bersama-sama dengan guru
kelas sebagai kolaborator. Pada siklus II desain tidak mengalami
perubahan atau dapat dikatakan sama dengan siklus I. Tambahan desain
cv
pada siklus II yaitu menambahkan tulisan huruf vokal untuk diberikan
di awal pelajaran.
b) Menyiapkan LCD
Menyiapkan LCD ini termasuk juga mencoba penggunaan
LCD, posisi peletakan yang tepat, dan kejelasan hasil dari tampilan.
c) Meja dan kursi
3) Menyusun RPP Lengkap
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
peneliti berkonsultasi kepada guru kelas yang merupakan teman
kolaborator.
4) Peneliti menyiapkan instrumen-instrumen yang digunakan dalam
penelitian tersebut.
5) Peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan bersama guru kelas.
Dari diskusi yang dilakukan peneliti bersama guru kelas,
disepakati bahwa pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada Hari
Rabu, 17 Februari 2010 dan Hari Kamis, 18 Februari 2010 bertempat di
ruang kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
6) Peneliti bersama kolaborator mempersiapkan tempat, menata tempat yang
akan digunakan dan mengatur posisi yang sesuai.
b. Pelaksanaan Tindakan
Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Hari Rabu, 17
Februari 2010 pada jam pelajaran ke 3 dan 4 (pukul 09.00 – 10.00) dan Hari
Kamis pada jam pelajaran ke 1 dan ke 2 ( pukul 07.30 – 08.30). Setiap
pertemuan (pelaksanaan tindakan) dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 30 menit.
Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti, sedangkan guru kelas bertindak
sebagai kolaborator yang bertugas melakukan observasi terhadap jalannya
pembelajaran dan mengambil data sesuai dengan instrumen yang telah dibuat
serta pengambilan dokumentasi kegiatan pembelajaran.
cvi
Pelaksanaan tindakan pertama yaitu Hari Rabu, 17 Februari 2010
dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Tindakan dimulai pada pukul 09.00 sampai
pukul 10.00. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal sepuluh
nama-nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, sapu, buku,
foto, tas, pensil dan kursi. Langkah-langkah pembelajaran pertemuan I pada
siklus ke II adalah sebagai berikut :
1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,
serta memberi salam kepada siswa.
2) Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “topi saya bundar”.
3) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa
apa nama benda yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya
bundar”.
4) Setelah mendapat jawaban dari siswa, guru menjelaskan bahwa nama
benda yang dipakai sama dengan nama benda yang dipelajari pada
pertemuan sebelumnya. Beberapa anak dapat melafalkan nama benda
tersebut dengan jelas.
5) Sebelum mulai masuk dalam materi pelajaran, guru mengajak siswa
untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang ditampilkan dalam slide.
Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan kembali ingatan siswa
mengenai pelafalan huruf-huruf vokal tersebut dan melemaskan alat
bicara siswa sebelum sebelum melakukan pelajaran.
6) Guru mendekati dan berusaha memperbaiki pelafalan huruf vokal pada
siswa yang masih mengalami kesalahan dalam pelafalannya.
7) Setelah semua dapat mengucapkan dengan benar, guru memperlihatkan
gambar benda pada slide kemudian meminta siswa untuk merespon
benda yang mereka lihat tersebut. Karena nama benda-banda tersebut
sudah pernah diajarkan sebelumya, beberapa anak dapat menyebutkan
nama benda tersebut dengan benar.
8) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa
kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda
cvii
tersebut. Dari kegiatan memperdengarkan bunyi/suara, tampak kurang
mendapatkan respon dari siswa, sehingga guru memutuskan untuk
melanjutkan ke pembelajaran selanjutnya.
9) Kegiatan melafalkan satu nama benda dilakukan berulang-ulang sehingga
pengucapan/lafal penyebutan nama benda dapat diucapkan dengan benar
oleh siswa.
10) Setelah pelafalan nama benda telah benar dan jelas, guru meminta siswa
maju ke depan kelas untuk menuliskan nama benda tersebut di papan
tulis. Papan tulis dibagi menjadi tiga bagian sehingga semua siswa dapat
menuliskan secara bersamaan.
11) Guru memperlihatkan penulisan nama benda pada layar/ slide untuk
mencocokkan penulisan siswa. Disini siswa sendiri yang dapat
menentukan apakah yang telah ditulis benar atau masih salah.
12) Siswa yang penulisannya benar, diberi pujian oleh guru. sedangkan yang
masih salah diminta untuk membetulkan dan mengingat panulisannya.
13) Penulisan nama benda di papan tulis dilakukan minimal lima tulisan
untuk satu nama benda, agar siswa benar-benar dapat mengingat
penulisan nama benda tersebut.
14) Guru melakukan penekanan pembelajaran dan pengulangan pada
beberapa kata yang masih sulit untuk diucapkan maupun ditulis oleh
siswa, seperti kata foto, kursi dan pensil.
15) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan
menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta menyebutkan
namanya secara lisan dan ditulis dalam bukunya.
16) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengajak siswa untuk mennyaksikan
film animasi berdurasi 5 menit, kemudian berdoa bersama dan
mengucapkan salam.
Pertemuan kedua pada siklus II dilaksanakan pada Hari Kamis, 18
Februari 2010. Pelaksanaan tindakan dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul
08.30. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal sepuluh nama-
cviii
nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, sapu, buku, foto, tas,
pensil dan kursi. Langkah-langkah pembelajaran pertemuan II pada siklus ke II
adalah sebagai berikut :
1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,
mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan
melakukan absensi.
2) Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “topi saya bundar”.
3) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa
apa nama benda yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya
bundar”.
4) Sebelum mulai masuk dalam materi pelajaran, guru mengajak siswa
untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang ditampilkan dalam slide.
5) Guru mendekati dan berusaha memperbaiki pelafalan huruf vokal pada
siswa yang masih mengalami kesalahan dalam pelafalannya.
6) Setelah semua dapat mengucapkan dengan benar, guru memperlihatkan
gambar benda pada slide kemudian meminta siswa untuk merespon
benda yang mereka lihat tersebut. Beberapa anak dapat menyebutkan
nama benda tersebut dengan benar.
7) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa
kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda
tersebut. Dari kegiatan memperdengarkan bunyi/suara, tampak kurang
mendapatkan respon dari siswa, sehingga guru memutuskan untuk
melanjutkan ke pembelajaran selanjutnya.
8) Kegiatan melafalkan satu nama benda dilakukan berulang-ulang sehingga
pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan dengan benar
oleh siswa.
9) Setelah pelafalan nama benda telah benar dan jelas, guru meminta siswa
maju ke depan kelas untuk menuliskan nama benda tersebut di papan
tulis. Papan tulis dibagi menjadi tiga bagian sehingga semua siswa dapat
menuliskan secara bersamaan.
cix
10) Guru memperlihatkan penulisan nama benda pada layar/ slide untuk
mencocokkan penulisan siswa. Disini siswa sendiri yang dapat
menentukan apakah yang telah ditulis benar atau masih salah.
11) Siswa yang penulisannya benar, diberi pujian oleh guru. sedangkan yang
masih salah diminta untuk membetulkan dan mengulang panulisannya.
12) Penulisan nama benda di papan tulis dilakukan minimal lima tulisan
untuk satu nama benda agar siswa benar-benar dapat mengingat
penulisan nama benda tersebut.
13) Guru melakukan penekanan pembelajaran dan pengulangan pada
beberapa kata yang masih sulit untuk diucapkan maupun ditulis oleh
siswa, seperti kata kursi dan pensil.
14) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan
memberikan soal bergambar yang harus dijawab oleh siswa dengan
menyebutkan nama benda yang ada pada gambar, kemudian
menuliskannya di kolom yang telah tersedia.
15) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengajak siswa untuk bernyanyi lagu
“satu satu” bersama, menyaksikan film animasi, mengucapkan salam,
dan mempersilahkan siswa untuk istirahat.
c. Observasi
Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis, 17 dan 18 Februari
2010. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama kolaborator,
didapatkan hasil bahwa peneliti (sebagai guru yang melakukan tindakan) telah
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat. Dari perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II, secara
umum proses pembelajaran pada siklus II telah dapat berjalan lancar dan guru
telah dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I. Hal ini terbukti
dengan perolehan nilai terhadap kemampuan guru dalam menjelaskan masuk
dalam kriteria baik yaitu dengan perolehan skor 78 dari skor tertinggi 80, dan
kemampuan guru dalam mengelola kelas masuk dalam kriteria baik dengan
cx
perolehan skor 70 dari skor tertinggi 75. Motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer dalam
aplikasi powerpoint telah terlihat semakin tinggi sehingga perbendaharaan kata
siswa tunarungu kelas D1-B dapat meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari
tabel motivasi dan keterampilan bicara (melafalkan kata) berikut ini :
Tabel 9. Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus II
No Subyek Jumlah skor motivasi Kriteria
1. AG 63 Tinggi
2. AR 54 Tinggi
3. IH 42 Sedang
Rata-rata 53 Tinggi
Pada siklus II diperoleh hasil skor observasi motivasi siswa dalam
mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata yaitu 2 dari 3 siswa masuk dalam
kriteria motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata atau
sebesar 66,67%, sedangkan 1 siswa atau sebesar 33,33% masuk dalam kriteria
motivasi sedang dalam dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata. Hal
ini menunjukkan adanya peningkatan di bandingkan dengan perolehan motivasi
mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata pada siklus I.
Untuk perolehan penilaian observasi keterampilan bicara (melafalkan
kata) siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan
Kata) Siklus II
No Sunyek Jumlah Skor Keterampilan
Bicara (Melafalkan Kata) Kriteria
1. AG 35 Baik
2. AR 31 Baik
3. IH 24 Cukup
Rata-rata 30 Cukup
cxi
Meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti Pembelajaran
perbendaharaan kata berpengaruh pula pada peningkatan keterampilan bicara
siswa. Perolehan penilaian observasi terhadap keterampilan bicara (melafalkan
kata) siswa diperoleh hasil bahwa 2 dari 3 siswa atau sebesar 66,67% termasuk
dalam kriteria ketermpilan bicara baik, sedangkan 1 siswa atau sebesar 33,33%
termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara.
Peningkatan hasil evaluasi pada siklus II dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 11. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus II
No Subyek Nilai Batas Ketuntasan
1 AG 95 Tuntas
2 AR 85 Tuntas
3 IH 60 Tidak tuntas
Rata rata 78,33 Tuntas
Penilaian keterampilan bicara khususnya dalam pengucapan kosa kata
yang meningkat untuk setiap anak menyebabkan meningkat pula hasil evaluasi
setiap siswa. Pada siklus II diperoleh hasil 2 dari 3 siswa masuk dalam kriteria
tuntas, sedangkan 1 siswa masuk dalam kriteria tidak tuntas. Tidak tuntasnya
hasil evaluasi salah satu siswa disebabkan karena siswa tersebut belum dapat
mencapai batas minimal nilai yang ditetapkan dari sekolah tersebut yaitu nilai
62.
d. Refleksi
Proses pembelajaran perbendaharaan kata dengan materi mengenal
nama-nama benda di sekitar untuk kelas D1-B SLB Negeri Salatiga pada siklus
II telah telah tampak adanya memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi
pada siklus I. Hal ini terbukti dengan usaha guru dalam melakukan apersepsi
yaitu dengan bernyanyi bersama. Pada awal pembelajaran dilakukan pelemasan
cxii
alat bicara siswa dengan mengulang dan menyebutkan kembali huruf-huruf
vokal a, i, u, e, o. bersama-sama.
Dalam memberikan penjelasan kepada siswa guru sudah terlihat lebih
pelan/santai dan melafalkan setiap kata dan kalimat dengan jelas sehingga siswa-
siswa dapat lebih paham terhadap penjelasan dan perintah guru.
Dalam memberikan contoh kepada siswa pun guru mengambil contoh-
contoh sederhana yang memang dialami siswa, sehingga siswa dapat lebih
mudah memahami contoh tersebut. Dalam mengelola kelas sikap tegas guru
sudah tampak, sehingga siswa tidak lagi acuh terhadap perintah dan teguran
guru. Dalam memberikan teguran guru telah memberikan alternatif tindakan
yang seharusnya dilakukan oleh siswa sehingga siswa tidak menjadi bingung
dengan teguran ataupun perintah guru. Pada siklus II ini guru telah tampak
memberikan penguat pada waktu-waktu yang tepat sehingga siswa menjadi
termotivasi dan merasa lebih senang dalam mengikuti pembelajaran
perbendaharaan kata.
Berdasarkan hasil observasi dan tes siklus II diperoleh hasil bahwa 2
dari 3 siswa atau 66,67% termasuk motivasi tinggi dalam mengikuti
pembelajaran perbendaharaan kata, 2 dari 3 siswa atau sebesar 66,67 % siswa
termasuk dalam keterampilan melafalkan kata dengan kriteria baik, dan 2 dari 3
siswa atau sebesar 66,67% dapat tuntas dalam evaluasi siklus II dengan
memperoleh nilai > 62. Jadi, jika ditinjau dari indikator ketercapaian yang telah
ditentukan yaitu 2 dari 3 siswa mendapat nilai ≥ 62, 2 dari 3 siswa memiliki
motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran dan 2 dari 3 siswa baik dalam
keterampilan bicara (melafalkan kata), maka pada siklus II ini telah berhasil
mencapai indikator ketercapaian.
C. Pembahasan
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melaksanakan observasi
awal terlebih dahulu. Pada tahap observasi awal peneliti mengamati
pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa
cxiii
yang dilakukan oleh guru kelas. Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan awal
perbendaharaan kata siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga, peneliti melakukan
pre test.
Setelah mendapatkan hasil dari pre test barulah peneliti merencanakan
alternatif tindakan dalam usaha perbaikan pada pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara.
Peneliti bersama guru kelas sebagai kolaborator merencanakan alternatif
tindakan yang paling cocok untuk siswa tunarungu wicara.
Pada siklus pertama, peneliti melaksanakan pembelajaran Bahasa
Indonesia dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa dengan
menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint yang telah dirancang
sesuai dengan karakteristik siswa tunarungu wicara. Dalam pembelajaran di
siklus pertama ada beberapa aspek yang masih perlu mendapat tindakan lebih
lanjut seperti motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, keterampilan bicara
(melafalkan kata) siswa, dan pengelolaan kelas yang mengalami banyak
kekurangan atau kelemahan, sehingga perlu untuk melakukan siklus ke dua
untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan memaksimalkan hasil
perolehan pembelajaran siswa yaitu dalam rangka meningkatkan perbendaharaan
kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa tunarungu wicara kelas
D1-B SLB Negeri Salatiga mendukung pendapat dari Katryn P. Meadow dalam
bukunya Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja (1995 : 48) yang antara lain
mengungkapkan bahwa dalam penggunaan bahasa lisan, nampak bahwa anak
tunarungu menggunakan kalimat yang pendek-pendek, ia menggunakan kalimat
yang lebih sederhana, karena keterbatasan kata yang dimengertinya, akhirnya
anak hanya menggunakan kata yang bisa diingatnya. Mohammad Efendi (2007 :
77) juga mengungkapkan problem yang dihadapi anak tunarungu dalam aspek
kebahasaan salah satunya tampak pada miskin kosa kata (perbendaharaan
kata/bahasa terbatas). Dari kedua pendapat ini dan dari kenyataan yang ada
bahwa memang benar anak tunarungu kelas D1-B SLB Negeri Salatiga miskin
cxiv
kosa kata, peneliti merasa perlu melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk
meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara. Usaha-usaha yang
dilakukan tentunya dengan melakukan pembelajaran yang menarik dan dengan
penggunaan media yang sesuai kebutuhan dan karakteristik siswa tunarungu
wicara dengan memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki serta
memaksimalkan fungsi indra lain yang dimiliki anak.
Selain itu, peneliti juga mendukung pendapat Wiig & Samel dalam
Parwoto (2007 : 163) yang mengungkapkan beberapa prinsip dasar dalam
penggunaan teknik dan pendekatan khusus jika guru hendak merencanakan
intervensi bahasa, yang antara lain berisi memperkenalan kata-kata baru,
mengajarkan penggunaan kata-kata baru yang paling umum, menggunakan
penyajian bergambar untuk membantu siswa menetapkan gambar diri. Dengan
membedakan kode warna pada kata-kata, ungkapan, atau struktur penting dapat
membantu siswa memfokuskan perhatiannya dan sebagai alat bantu ingatan.
Dari beberapa prinsip tersebut, peneliti menerapkannya ke dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia untuk anak tunarungu wicara dalam usaha meningkatkan
perbendaharaan kata anak. Sesuai dengan perinsip yang pertama peneliti
berusaha untuk menerapkan kata-kata baru menurut perkembangan bahasa
normal. Kata-kata baru yang diajarkan kepada siswa merupakan kata-kata baru
yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti
dengan materi yang diberikan kepada siswa yaitu mengenai pengenalan benda di
sekitar. Di sini siswa diberikan materi nama-nama berbagai benda yang ada di
sekitarnya, dimulai dari benda yang paling dekat dengan anak seperti topi, baju,
meja, kursi, buku, pensil, tas, foto, sapu, dan dasi.
Dalam melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi
mengenal benda-benda di sekitar, peneliti menggunakan media komputer dengan
aplikasi powerpoint, yang didalamnya disajikan sepuluh gambar benda di
sekitar. Hal ini bertujuan agar materi yang disampaikan kepada siswa dapat lebih
mudah untuk diterima dan dipahami siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat
Ronald Andreson (1987 : 205) bahwa media komputer bila digabungkan dengan
cxv
media lain, dapat digunakan untuk mengajarkan pengenalan atau diskriminasi
dari stimulus visual dan stimulus audio yang relevan. Oleh sebab itu, peneliti
menggunakan media komputer sebagai media pembelajaran yang digunakan
dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu yang
digabungkan dengan media lain yaitu LCD. Dalam pembelajaran ini siswa
diberikan materi secara visual dan audio sehingga pembelajaran dapat diterima
dengan lebih baik oleh siswa.
Selain itu, Yudhi Munadi (2008 : 150) juga berpendapat bahwa dengan
menggunakan media powerpoint dalam pembelajaran memiliki banyak
kelebihan yang salah satunya adalah memiliki kemampuan dalam
mengembangkan semua unsur media seperti teks, vidio, animasi, image, grafik
dan sound menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi. Hal ini yang
menyebabkan peneliti menggunakan media komputer dengan aplikasi
powerpoint dalam pembelajaran untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa
tunarungu. Dengan menggunakan aplikasi powerpoint gambar-gambar yang
ditampilkan merupakan gambar asli dengan warna seperti benda aslinya. Selain
itu tampilan yang menarik dapat membuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran
dan membantu siswa untuk dapat berkonsentrasi lebih lama. Dengan
menggunakan warna-warna tulisan dan latar belakang yang dipilih sesuai dengan
sifatnya, dapat pula membantu siswa untuk mengingat kata dengan cepat. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sri Anitah (2009 : 76) yang menyatakan bahwa warna
merupakan unsur tambahan yang terpenting dalam media visual karena dapat
memberikan pengaruh-pengaruh tertentu pada siswa. Dalam penggunaan media
powerpoint ini, peneliti menggunakan warna merah untuk warna tulisan karena
memiliki kekuatan menarik perhatian dan memiliki daya ingat tinggi dibanding
warna lain. Sedangkan untuk latar belakang, peneliti memilih warna kuning
oranye karena dianggap memiliki kekuatan emosional yang efektif untuk
membangkitkan gairah dan konsentrasi belajar.
Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan
siklus II, peneliti yang bertindak sebagai guru yang melakukan pembelajaran
cxvi
Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer yang bertujuan untuk
meningkatkan perbendaharaan kata siswa, telah berhasil meningkatkan
perbendaharaan kata siswa tunarungu kelas D1-B. Penggunaan media komputer
dengan aplikasi powerpoint telah dapat membangkitkan semangat dan motivasi
belajar siswa, siswa merasa senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan
media komputer sehingga keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa
meningkat yang menyebabkan meningkatnya perbendaharaan kata siswa kelas
D1-B tersebut.
Keberhasilan penggunaan media komputer dalam meningkatkan
perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga
dapat dilihat dari beberapa indikator berikut :
1. Motivasi siswa dalam mengikuti Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siswa tunarungu wicara memiliki berbagai macam permasalahan
dalam perkembangannya, salah satunya yaitu miskin perbendaharaan kata.
Permasalahan itu pula yang terjadi pada siswa kelas D1-B SLB Negeri
Salatiga. Saat peneliti melakukan observasi dan pre tes ditemukan hasil
bahwa motivasi siswa-siswa tersebut kurang dalam mengikuti pembelajaran
Bahasa Indonesia khususnya dalam hal pengajaran kosa kata baru kepada
siswa. Penguasaan siswa terhadap kosa kata sederhana yang ada di
sekitarnya masih sangat terbatas.
Oleh sebab itu, peneliti melakukan alternatif tindakan untuk dapat
meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu yaitu dengan
menggunakan media komputer apliksi powerpoint dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat Yudhi Munadi (2008 :
37) tentang fungsi media pembelajaran yang salah satunya adalah media
pembelajaran sebagai fungsi motivasi yaitu memberikan dorongan kepada
siswa dengan cara memudahkan pembelajaran bagi siswa. Dalam penelitian
ini, peneliti berusaha untuk menggunakan media komputer dengan aplikasi
powerpoint untuk membantu siswa tunarungu wicara dalam mengenal
benda-benda yang ada di sekitarnya. Media komputer dengan aplikasi
cxvii
powerpoint ini dirancang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa
tunarungu wicara yaitu dengan menampilkan gambar-gambar asli dari
benda-benda yang diajarkan kepada siswa sehingga akan mempermudah
siswa dalam memahami teori atau maksud pembelajaran yang disampaikan.
Selain itu, Yudhi Munadi (2008:39) menjelaskan pula bahwa
fungsi semantik media pembelajaran yaitu untuk menambah perbendaharaan
kata yang maknanya benar-benar dipahami anak didik. Jadi, dengan
menggunakan media komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
dengan materi mengenal benda di sekitar, dapat membantu siswa khususnya
siswa tunarungu wicara dalam menambah perbendaharaan kata dan siswa
dapat mengerti makna dari kata-kata yang dipelajari dengan bantuan gambar
yang di tampilkan pada slide.
Setelah dilakukan tindakan berupa penggunaan media komputer
aplikasi powerpoint dalam pembelajaran Bahasa Indonesia diperoleh hasil
bahwa motivasi siswa dalam mengikuti pembalajaran dan keterampilan
melafalkan kata meningkat sehingga perbendaharaan kata siswa menjadi
meningkat pula. Siswa tampak senang dengan pembelajaran yang dilakukan
dengan menggunakan media komputer karena selain siswa dapat melihat
gambar benda-benda tersebut seperti gambar aslinya, siswa dapat pula
menyaksikan tampilan yang menarik dengan pemberian elemen penambah
daya tarik yaitu efek tertentu pada huruf dan gambar yang disajikan pada
aplikasi powerpoint tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Anitah
(2009 : 76) elemen penambah daya tarik yang bertujuan untuk menarik
perhatian pengamat yaitu dengan memberikan kejutan sehingga membuat
pengamat tidak bosan dengan tampilan yang disajikan.
Ketertarikan dan motivasi siswa dapat ditemukan pula dari
pengamatan terhadap siswa, setelah menggunakan media komputer mereka
cenderung tidak menampakkan kebosanan dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar, siswa lebih menurut kepada perintah guru selama pembelajaran
berlangsung, siswa yang pada awalnya mudah terpengaruh pada situasi di
cxviii
luar kelas, tampak dapat fokus lebih lama pada pelajaran, partisipasi aktif
siswa dalam menjawab pertanyaan secara lisan lebih dapat terlihat, dan
siswa lebih tertarik mengerjakan soal-soal saat evaluasi berlangsung.
Selain itu guru pun memiliki andil dalam memotivasi siswa yaitu
dengan cara memberikan berbagai penguat kepada siswa antara lain :
a. Memberikan pujian atas keberhasilan siswa berupa kata-kata seperti :
bagus, benar, atau tepat.
b. Dengan mendekati siswa dan memberikan sentuhan misalnya menepuk
punggung dengan halus, melakukan tos.
c. Dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan misalnya menonton
film animasi bersama pada akhir pelajaran.
Hal-hal seperti ini telah dilakukan peneliti dalam melakukan
tindakan di kelas, sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran
di dalam kelas dan siswa tetap bersemangat mengikuti pelajaran dari awal
hingga akhir pelajaran. Berikut adalah tabel peningkatan motivasi siswa
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia dalam usaha meningkatkan
perbendaharaan kata siswa dimulai siklus I sampai siklus II.
Tabel 12. Peningkatan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Subyek Motivasi Belajar Keterangan
SK I SK II
AG 53 63 Meningkat
AR 42 54 Meningkat
IH 36 42 Meningkat
% motivasi
tinggi 33,33% 66,67% Meningkat
Dari tabel di atas diketahui bahwa telah terlihat adanya peningkatan
motivasi siswa. Pada siklus I motivasi siswa sebesar 33,33% dan pada siklus
II meningkat menjadi 66,67%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
grafik peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Indonesia.
Gambar 5. Grafik Peningkatan
Bahasa Indonesia
Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai
dari siklus I dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas
peningkatan motivasi
termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,
sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan
perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63
dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
perolehan skor 42.
2. Keterampilan bicara
Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,
salah satu hal yang tidak bisa di
cxix
peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Grafik Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran
Bahasa Indonesia
Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai
dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas
peningkatan motivasi setiap siswa. Pada siklus I terlihat bahwa
termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,
sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan
perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63
dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
bicara (melafalkan kata) siswa
Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,
salah satu hal yang tidak bisa diabaikan yaitu mengenai keterampilan
Siklus I Siklus II
peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa
Pembelajaran
Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai
dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas
terlihat bahwa 1 siswa
termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,
sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan dengan
perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63
dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan
Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,
ilan bicara,
cxx
dalam hal ini keterampilan bicara yang ditekankan adalah pada keterampilan
melafalkan kata-kata yang diajarkan. Sesuai dengan pendapat dalam sumber
http://primabhaktimulia.wordpress.com/2009/08/27/pengembangan-
kemampuan-bicara-2/, dalam keterampilan bicara (pelafalan kata), beberapa
hal yang ditekankan yaitu :
a. Kejelasan bicara (pelafalan)
b. Kejelasan artikulasi vokal dan konsonan
c. Kelancaran bicara (pelafalan)
d. Kualitas suara yang dihasilkan
e. Irama dan intonasi bicara
Apabila hal-hal diatas belum dapat dikuasai oleh siswa, guru akan
memberikan perbaikan secara individual kepada siswa sehingga siswa dapat
benar-benar memaksimalkan kemampuan bicara yang dimilikinya.
Perbaikan-perbaikan yang dilakukan guru telah menunjukkan peningkatan
terhadap keterampilan bicara khususnya dalam hal melafalkan kata siswa
kelas D1-B SLB Negeri Salatiga. Hal ini dapat dilihat pada tabel
peningkatan keterampilan bicara (melafalkan kata).
Tabel 13. Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siswa Kelas
D1-B SLB Negeri Salatiga
Subyek
Ketermpilan Bicara (Melafalkan
Kata) Keterangan
SK I SK II
AG 33 35 Meningkat
AR 29 31 Meningkat
IH 15 24 Meningkat
% baik 33,33% 66,67% Meningkat
Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa keterampilan bicara siswa
mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I perolehan
keterampilan bicara dengan kriteria baik sebesar 33,33%, dan pada siklus II
mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada
grafik berikut :
Gambar 6. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Siswa Ke
Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa
mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata).
siklus I terlihat bahwa
keterampilan bicara dengan perolehan skor 33
masuk dalam kriteria cukup dan
Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik
untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1
siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan
perolehan skor 24.
3. Meningkatnya hasil evaluasi perbendaharaan kata siswa
Peningkatan
pembelajaran dan keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan
peningkatan dalam evaluasi perbendaharaan kata
0
5
10
15
20
25
30
35AG: 33
Ket
eram
pila
n M
elaf
alka
n K
ata
Sisw
a
Siklus I
cxxi
mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada
. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Siswa Kelas D1-B
Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa
mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata).
terlihat bahwa 1 siswa telah masuk dalam kriteria baik dalam
bicara dengan perolehan skor 33, sedangkan 2 siswa lainnya
masuk dalam kriteria cukup dan kurang dengan perolehan skor 2
Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik
untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1
siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan
nya hasil evaluasi perbendaharaan kata siswa
Peningkatan-peningkatan yang terjadi dalam motivasi men
keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan
peningkatan dalam evaluasi perbendaharaan kata. Berikut ini adalah tabel
1
AR : 29
IH : 15
AG : 35
AR : 31
IH : 24
Siklus I Siklus II
mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada
. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)
Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa
mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata). Pada
suk dalam kriteria baik dalam
, sedangkan 2 siswa lainnya
kurang dengan perolehan skor 29 dan 15.
Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik
untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1
siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan
peningkatan yang terjadi dalam motivasi mengikuti
keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan
. Berikut ini adalah tabel
peningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan
perbendaharaan kata yang dikuasai siswa kelas D1
Tabel 14. Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran
D1-B SLB Negeri Salatiga
Subyek
AG
AR
IH
% tuntas
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran
Bahasa Indonesia mengalami peningkatan
dilihat bahwa hasil evaluasi siswa
ketuntasan, dan pada siklus II
evaluasi belajar dapat dilihat pula dalam grafik sebagai berikut :
Gambar 7. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
AG: 75
Has
il E
valu
si S
isw
a
cxxii
ningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan
perbendaharaan kata yang dikuasai siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas
B SLB Negeri Salatiga
Hasil Evaluasi Belajar Keterangan
SK I SK II
75 95 Meningkat
65 85 Meningkat
45 65 Meningkat
66,67% 66,67% Meningkat
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran
mengalami peningkatan. Dari kondisi pada siklus I
dilihat bahwa hasil evaluasi siswa sebesar 66,67% dapat mencapai
, dan pada siklus II tetap yaitu 66,67%. Peningkatan hasil
evaluasi belajar dapat dilihat pula dalam grafik sebagai berikut :
. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
B SLB Negeri Salatiga
1
AG: 75
AR : 65
IH : 45
AG : 95
AR : 85
IH : 60
ningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan
B SLB Negeri Salatiga.
Bahasa Indonesia Kelas
Keterangan
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran
kondisi pada siklus I dapat
dapat mencapai
66,67%. Peningkatan hasil
. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia
cxxiii
Dari grafik diatas tampak jelas bahwa pada siklus I telah tampak 2
dari 3 siswa telah dapat mencapai batas minimal ketuntasan. Pada silkus II
pencapaian nilai dari 3 siswa mengalami peningkatan. Tetapi masih ada satu
siswa yang belum mencapai batas ketuntasan dengan perolehan nilai < 62.
Secara umum dari siklus pertama dan kedua telah tampak adanya
peningkatan kualitas pembelajaran (baik proses maupun hasil) dalam
meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB
Negeri Salatiga. Dari hasil-hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa dengan
pembelajaran yang dilakukan menggunakan media yang menarik yaitu
media komputer dalam aplikasi powerpoint dapat meningkatnya motivasi
belajar Bahasa Indonesia siswa sehingga mempengaruhi adanya
peningkatan keterampilan bicara (pelafalan kata) dan ketuntasan belajar
siswa yang pada akhirnya perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara
kelas D1-B dapat meningkat.
Tabel 15. Hasil Tindakan Ditinjau dari Indikator Keberhasilan PTK
Aspek yang Dinilai Siklus I Siklus II
Motivasi siswa 1 dari 3 siswa
(33,33%)
2 dari 3 siswa
(66,67%)
Keterampilan bahasa
(pelafalan kata )
1 dari 3 siswa
(33,33%)
2 dari 3 siswa
(66,67%)
Nilai Ketuntasan
Hasil Evaluasi
2 dari 3 siswa
(66,67%)
2 dari 3 siswa
(66,67%)
Ditinjau dari indikator keberhasilan PTK, dapat dilihat bahwa telah
terjadi peningkatan pada indikator yang telah direncanakan dimulai sejak
siklus I sampai pada siklus II. Pada siklus I motivasi siswa dan keterampilan
bicara (melafalkan kata) siswa masih belum memenuhi indikator PTK yaitu
sebesar 33,33% sehingga dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II.
Pada siklus II, baik motivasi siswa, keterampilan bicara siswa maupun nilai
cxxiv
hasil ketuntasan telah dapat mencapai indikator PTK dengan hasil 2 dari 3
siswa atau sebesar 66,67% dapat memenuhi indikator PTK. Pada evaluasi
hasil pembelajaran perbendaharaan kata, ditemukan bahwa 1 siswa belum
mencapai nilai ketuntasan dengan perolehan nilai < 62. Sesuai dengan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas, guru kelas
mengakui bahwa dalam kesehariannya siswa tersebut sulit dalam mengingat
kembali pelafalan maupun panulisan kata-kata yang telah dipelajari
sehingga siswa tersebut memerlukan waktu lebih lama dalam pengulangan
pembelajaran bila dibandingkan dengan 2 siswa lainnya.
cxxv
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan perbendaharaan kata
anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang berjudul “Penggunaan Media
Komputer untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara
Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”, maka sebagai implikasinya adalah untuk
meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara seorang guru yang
mangajar Bahasa Indonesia sangat sesuai bila menggunakan media komputer.
C. Saran
1. Bagi Kepala Sekolah :
a. Hendaknya kepala sekolah menambah ketersediaan media komputer yang
ada di sekolah sebagai sarana dan prasarana pembelajaran bagi anak
tunarungu wicara.
b. Hendaknya diadakan sosialisasi dan pelatihan kepada guru-guru dalam
memanfaatkan media komputer sebagai salah satu media untuk
meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.
2. Bagi guru :
a. Guru hendaknya mencoba memanfaatkan media komputer dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan perbendaharaan kata
siswa tunarungu wicara.
b. Guru hendaknya dapat memotivasi siswa untuk mencoba memanfaatkan
media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak.
cxxvi
3. Bagi siswa tunarungu wicara:
a. Sebaiknya siswa mulai berlatih untuk menggunakan media komputer dalam
usaha meningkatkan perbendaharaan kata yang dimilikinya.
b. Hendaknya siswa lebih memacu diri untuk meningkatkan perbendaharaan
kata dengan menggunakan media komputer.
cxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Aji Sujudi. 2005. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Perkalian dan Pembagian Menggunakan Media Komputer pada Siswa Kelas II SD Muhammadiyah Plus Salatiga Tahun Pelajaran 2004/2005. Semarang :Skripsi UNNES (belum diterbitkan)
Anderson, Ronald H. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Terjemahan Yusufhadi Miarso (dkk). Jakarta : CV. Rajawali
Basuki Wibawa & Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung : CV. Maulana.
Castrogiovanni, Andrea. 2008. Incidence and Prevalence of Communication Disorders and Hearing Loss in Children. Journal Edision 2008
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2006. Informasi Pendididkan Anak Tunarungu . http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-tunarungu.html ( 28 Februari 2010 : 19.50)
Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja .1995. Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Fonny, Fidelis E.Waruwu, & Lianawati. 2006. Resiliensi dan Prestasi Akademik Pada Anak Tunarungu. Jurnal Provitae. 2, no 1, Mei 2006
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&search=perbendaharaan+kata&fulltext=Cari (26 Maret 2010, 19.58 )
cxxviii
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php (26 Maret 2010, 19.58)
IGAK Wardhani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka
Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat : Gaung Persada Press
Mohammad Efendi. 2008 . Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara
Murni Winarsih. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional
Nana Suarna. 2008. Microsoft Office Powerpoint 2007. Bandung : CV Yrama Media
Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pengalaman Lapangan (PPL) Program Studi PGPLB. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Penerbit Andi. 2007. Mahir dalam 7 Hari Microsoft Office Powerpoint 2007. Yogyakarta: CV Andi Offset
cxxix
Priyatna Hadinata. Kontribusi Iklim Kelas Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMA. kontribusi_iklim_kelas_Priyatna_Hadinata_edit.pdf - Adobe Reader. ( 28 Februari 2010 : 20.03)
Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. 1982. Panduan bagi Penulis Buku untuk murid Sekolah Dasar dalam Penggunaan Kosakata dan Kalimat. Jakarta : Departeman P & K.
Slamet. 2007. Penggunaan Media Pembelajaran Powerpoint Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Sejarah Di Sma Al-Azhar 3 Bandar Lampung. http://one.indoskripsi.com/node/2827 (13 Januari 2010: 20.18)
Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)
Sudarwan Danim. 1994. Media Komunikasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta
Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta
Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Thomas M. Bohman, Lisa M. Bedore, Elizabeth D. Pe a, Anita Mendez-Perez, & Ronald B. Gillam. 2010. “What You Hear and What You Say: Language Performance in Spanish-English Bilinguals” . International Journal Of Bilingual Education And Bilingualism. 13, 325 – 344.
cxxx
Thomas Wibowo Agung Sutjiono . 2005. “Pendayagunaan Media Pembelajaran”. Jurnal Pendidikan Penabur . No.04,Th.IV.
Undang-undang SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional. 2009. Bandung : Fokusmedia
Universitas Kristen Petra. 2002. Perancangan Audio Visual. http://Digilib.Petra.Ac.Id/Jiunkpe/S1/Jdkv/2002/Jiunkpe-Ns-S1-2002-42498005-839-Teori_Warna-Chapter4.Pdf (29 Desember 2009: 20.20)
Wahana Komputer. 2003. Menggunakan Microsoft Powerpoint 2003. Semarang : Wahana Komputer dan Penerbit Andi.
Windratie Maryadie. 2009. Fungsi Warna Tidak Hanya Untuk Memberi Makna Tertentu.http://kosmo.vivanews.com/news/read/28105arti_dan_efek_warna_pada_otak ( 28 Februari 2010 : 19.45).
Witarsih Fitri Yani. 2006. Efektifitas Media Kotak Abjad Baba Dan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Tunarungu . http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0612106-135954/ (13 Januari 2010: 19.10).
Yefvie. 2008. ABD vs Cochclea Implan. http://tunarungu.wordpress.com (29 Desember 2009: 20.20).
Yildiz Uzuner, Güzin Icden, Umit Girgin, Ayse Beral, & Gonul Kırcaali-Iftar. 2005. “ An Examination Of Impacts Of Text Related Questions On Story Grammar Acquisition Of Three Turkish Youths With Hearing Loss” . The International Journal of Special Education. 20, No.2.
Recommended