View
238
Download
7
Category
Tags:
Preview:
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Rif’iy Qomarrullah,
Citation preview
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
(Studi Pada Siswa Kelas X SMK Al Ikhlash Panceng Gresik)
Rif’iy Qomarrullah*1
Abstrak
A numbers of researches have been many times conducted in relation to the cooperative instruction with the jigsaw base. This research was conducted by expanding the instruction instrument characterized by the jigsaw type cooperative instruction model as one of alternatives in coping with the physical educational instruction problem. The lack of communication could have effect on the student activities and the learning achievements of physical education in the school, and then it could be formulate the problems as follows: what are the student responses to the application of jigsaw type cooperative instruction instrument?, what are the student learning outcomes in the form of product and process in the jigsaw type cooperative instruction?
The specific purposes of this research was to describe the student responses to the application of jigsaw type cooperative instruction instrument, describe the student learning outcomes in the form of product and process in the jigsaw type cooperative instruction.
In this research used the classroom action research (CAR) design. Subjects in this research were the students of class XB at the Al Ikhlas Vocational Senior High School of Panceng Gresik amounted to 31 students (17 male and 14 female). Data collection technique in this research used the observation, questionnaire, field record, test and, documentation methods. The fundamental material used in this research was the squat style long jump. The times used were 6 times of encounters.
Results are as follows: 1.) Produced FCE recapitulation learning success rate indicates the long jump squat style categories very good results, it shows that students are very pleased with the use type of jigsaw cooperative learning model. 2.) Percentage of observation and mastery learning show student learning outcomes of learning processes and products in the long jump squat style good category. Therefore, the type of jigsaw cooperative learning can help teachers of physical education in the learning process.
The writer hope that this research can be made as reference by the related parties such as teachers, parents, and the further researchers in developing the ability to socially interact with the surrounding environment and can improve the student activities and student learning outcomes in the school by means of jigsaw type cooperative instruction.
1 Alumni S1 Pend. OR FIK Unesa
Kata kunci: kooperatif tipe jigsaw, pendidikan jasmani, prestasi belajar.
Pendahuluan
Tokoh seperti Bacon dan Decrates yang melahirkan tradisi empiris, mereka
mulai mencoba bahwa dunia nyata ke dalam hukum-hukum yang pasti. Hukum-
hukum ini digunakan untuk membantu memprediksi, mengontrol dan
memanfaatkan lingkungan alam. Bahkan manusia diperlakukan sebagai alam yang
dibawa kepada hukum prediksi dan kontrol. Hal-hal yang bersifat kemanusiaan
menjadi objek penelitian seperti alam (Lutan, 2000: 78).
Pada sisi lain, ilmu yang diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat dan ditemukan oleh masyarakat sendiri, tidak ilmiah
dan murahan. Hal inilah yang menjadi perdebatan para ilmuan sosial sehingga
muncul model penelitian alternatif yang diberi nama penelitian tindakan (action
reseach). Tokoh dibalik munculnya penelitian tindakan ini adalah seorang bangsa
Jerman keturunan Yahudi yang bernama Kurt Lewin. Dialah orang yang pertama
memperkenalkan penelitian tindakan (Lutan, 2000: 92).
Adanya suasana diskusi yang dinamis menjadi dasar munculnya suatu
tindakan, sehingga bersamaan dengan lahirnya teori tindakan, lahir pula teori
dinamika kelompok (group dinamic) yang diadopsi oleh berbagai kalangan dalam
upaya memacu terjadinya perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial, termasuk
dalam dunia pendidikan yang diaplikasikan dalam tindakan kelas oleh para guru.
Menurut Wardhani (2008: 1.14), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat.
Menurut Rustam (2004: 1), penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melaksanakan
penelitian tindakan kelas itu terkait dengan komponen pembelajaran, antara lain:
1. Inovasi pembelajaran.
2. Pengembangan kurikulum ditingkat sekolah dan ditingkat kelas.
3. Peningkatan profesionalisme guru (Aqib, 2006: 18).
Berita dari dunia pendidikan kita sangat mengejutkan: disebutkan bahwa
hampir separuh dari lebih kurang 2,6 juta guru di Indonesia tidak layak mengajar.
Kualifikasi dan kompetensinya tidak mencukupi untuk mengajar di sekolah. Yang
tidak layak mengajar atau menjadi guru berjumlah 912.505, terdiri dari 605.217
guru SD, 167.643 guru SMP, 75.684 guru SMA, dan 63.961 guru SMK (Dalton,
2009: 1). Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini
adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan
pembelajaran yang berorientasi pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam tipe, salah
satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (Lie A., 1994: 47) dalam
Masryono (2008: 10) menyatakan bahwa, jigsaw merupakan salah satu tipe
metode pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Sejumlah riset telah banyak
dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar jigsaw. Riset
tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat dalam
pembelajaran semacam itu memperoleh prestasi yang lebih baik, dan mempunyai
sikap yang lebih baik pula terhadap pembelajaran.
Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK)
dengan penerapan pembelajaran yang bercirikan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan
pembelajaran pendidikan jasmani.
Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat di
rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan perangkat pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa berupa proses dan produk pada
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta mengetahui hasil belajar siswa berupa
proses dan produk pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Belajar dan Pembelajaran
Belajar dapat diartikan sebagai suatu tahapan aktivitas yang menghasilkan
perubahan tingkah laku dan mental yang relatif tetap sebagai bentuk respon
terhadap suatu situasi atau sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan (Sya’roni, 2007: 1; Ratumanan 2004:1; dan 1994: 128). Sedangkan
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu upaya menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik sesuai kebutuhan dan minatnya
(Ratumanan 2004: 3; Wikipedia, 2009: 1; dan Rustantiningsih, 2008: 3)
Tujuan belajar sebagaimana diungkapkan oleh Benyamin S. Bloom, dkk
(1977), mereka menghasilkan system klasifikasi yang dikenal dengan istilah
Taxonomy of Educational Objectives dimana tujuan belajar itu sendiri terbagi
menjadi tiga domainatau ranah, yaitu: 1) Domain kognitif, 2) Domain afektif, dan
3) Domain psikomotor. Kemudian tujuan pembelajaran pada hakikatnya mengacu
pada hasil yang diharapkan. Ini berarti bahwa dalam merencanakan pembelajaran,
tujuan pembelajaran ditetapkan lebih dulu, selanjtutnya semua kegiatan
pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai
faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun luar
diri (faktor eksternal) individu. Yang tergolong faktor internal adalah: a) Faktor
jasmaniah (fisiologi), b) Faktor psikologis, dan c) Faktor kematangan fisik
maupun psikis. Yang termasuk faktor eksternal, ialah: a) Faktor sosial, b) Faktor
budaya, dan c) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani dapat diartikan sebagai bagian integral dari pendidikan
secara keseluruhan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan
perubahan holistik yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani,
mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan
aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi (Model Silabus KTSP SMK, 2007: 63;
Mahendra, 2003: 3; dan Samsudin, 2008: 2)
Peneliti menentukan lompat jauh karena faktor kematangan keahlian yang
dimiliki. Selain itu pembelajaran akan berlangsung baik, karena materi lompat
jauh mudah untuk dilaksanakan dan membutuhkan media yang relatif sederhana.
Selain itu secara geografis letak sekolah yang berbatasan langsung dengan bibir
pantai, sehingga mempermudah pembelajaran lompat jauh. Mulai dari modifikasi
lapangan lompat, karakteristik peserta didik, peralatan yang ada dan luas lahan
yang sangat menunjang. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dijelaskan
pengertian lompat jauh sebagai berikut:
Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang
lain yang lebih jauh atau tinggi dengan ancang-ancang lari cepat atau lambat
dengan menumpu satu kaki dan mendarat dengan kaki/anggota tubuh lainnya
dengan keseimbangan yang baik (Widya, 2004: 65). Lompat jauh merupakan
salah satu cabang atletik. Tujuan lompat jauh adalah melompat sejauh-jauhnya
yang diawali dengan gerakan awalan lari (Tim Abdi Guru, 2007: 48). Sedangkan
penentuan lompat jauh gaya jongkok adalah karena gaya ini paling mudah
dipahami dan gerakannya bersifat anatomis, sehingga lebih mudah diajarkan
kepada peserta didik, serta berdasarkan pengalaman dan keterampilan yang
dimiliki oleh peneliti, sehingga akan mempermudah dalam penyampaian
pembelajaran kepada siswa. Sebagai salah satu nomor lompat, lompat jauh terdiri
unsur-unsur: awalan, tumpuan, melayang dan mendarat. Keempat unsur ini,
merupakan suatu kesatuan, yaitu urutan gerak lompat yang tidak terputus. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa hasil lompatan itu dipengaruhi oleh: kecepatan
lari awalan, kekuatan kaki tumpu dan koordinasi waktu melayang di udara dan
mendarat di bak lompat (Yusuf, 1992: 64).
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Dalam pembelajaran kooperatif, dikenal adanya macam-macam tipe,
diantaranya: 1. Tipe Student Team Achievement Division (STAD), 2. Tipe Teams
Games Tournaments (TGT), 3. Tipe Team Assisted Individualization (TAI), 4.
Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC), 5. Tipe Jigsaw, dan 6.
Belajar Bersama (Learning Together) (Ratumanan, 2004: 135).
Dari sekian banyak model pembelajaran, peneliti berkecenderungan
memilih model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan tujuan untuk
meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif,
mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik
melalui aktivitas kelompok. Keunggulan kooperatif tipe jigsaw adalah
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang
diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Meningkatkan bekerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Doantarayasa, 2008:
1). Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat saling ketergantungan
positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa
mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri
dari dua orang atau lebih (Emildadiany, 2008: 3; Kardi, 2003: 15; Ratumanan,
2004: 142; dan Arends, 2008: 13).
Para anggota dari kelompok yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (antar ahli), saling membantu satu dengan lainnya untuk mempelajari topik yang diberikan (ditugaskan) kepada mereka. Kemudian siswa-siswa tersebut kembali kepada kelompok masing-masing (kelompok asal) untuk menjelaskan kepada teman-teman satu kelompok tentang apa yang telah dipelajarinya. Dengan demikian anggota kelompok ahli adalah wakil-wakil dari kelompok asal. Mereka bertanggungjawab mempelajari suatu topik tertentu di kelompok ahli, dan kemudian kembali ke kelompok asal masing-masing untuk menjelaskan kepada rekan-rekannya di kelompok asal (Ratumanan, 2004: 143; dan Muhfida, 2010: 7).
Tim Asal (Lima atau enam anggota yang dikelompokkan secara heterogen
Expert Teams
(Setiap expert team memiliki satu anggota dari masing-masing tim asal)
X X X X X
X X X X X
X X X X X
X X X X X
X X X X X
X X X
X X
Gambar 2.7 Tim-tim Jigsaw (Arends, 2008: 14)
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Desain penelitian
tindakan menurut Jean Moniff (1992: 12) dalam Mahardika ( 2008: 56) terdiri dari
beberapa bentuk desain yang disusun oleh para ahli. Desain dasar penelitian
tindakan oleh Lewin, dimana dia menggambarkan langkah-langkah tindakan
seperti sebuah spiral. Setiap siklus memiliki empat tahap yaitu:
1. Perencanaan.
2. Pelaksanaan.
3. Pengamatan atau observasi.
4. Refleksi.
Desain tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Sikus PTK
Sebelum pelaksanaan siklus guru mempersiapkan instrumen berupa:
1. Catatan yang meliputi “Persiapan, pelaksanaan dan penelitian”.
2. Lembar evaluasi.
3. Lembar observasi.
4. Angket (lembar kuesioner FCE).
Penelitian ini dilakukan dengan tiga siklus, adapun uraian kegiatan pada tiap
siklus adalah sebagai berikut:
a. Siklus I
1) Perencanaan
Mempersiapakan konsep materi yang akan dijadikan bahan
pembelajaran yaitu :
Komptensi Dasar : Mempraktikkan keterampilan atletik dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat dan percaya diri.
Indikator : Melakukan teknik nomor lompat jauh gaya jongkok.
Materi/Pokok Pembelajaran : Lompat jauh gaya jongkok.
2) Tindakan
a) Guru membagi siswa dalam 6 kelompok.
b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran secara berkelompok.
c) Guru memanggil ketua kelompok dan masing-masing diberi materi
pembelajaran.
d) Masing-masing kelompok mengamati dan mendiskusikan materi sesuai
dengan tugasnya secara kelompok.
e) Setelah selesai diskusi, ketua kelompok menyampaikan hasil
pembahasan kelompok.
3) Pengamatan atau observasi
a) Observer melakukan pengamatan sesuai dengan format yang sudah
disiapkan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
b) Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.
4) Refleksi
Data yang dikumpulkan selama tindakan berlangsung kemudian
dianalisis. Berdasarkan hasil analisis ini guru melakukan refleksi, yaitu guru
mencoba merenungkan atau mengingat dan menghubung-hubungkan
kejadian dalam interaksi kelas, mengapa itu terjadi, dan bagaimana hasilnya.
Hasil refleksi akan membuat guru menyadari tingkat keberhasilan dan
kegagalan yang dicapainya dalam tindakan perbaikan.
Hasil refleksi ini merupakan masukan bagi guru dalam merencanakan
dan melaksanakan tindakan perbaikan berikutnya. Refleksi I dapat
dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk mengkaji dan
menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan jalan
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun
kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi.
Kemudian, setelah mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil
refleksi tersebut digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus
II.
b. Siklus II
1) Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan perencanaan tindakan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Identifikasi masalah yang muncul pada siklus II yang belum teratasi dan
penetapan alternatif pemecahan masalah.
b) Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.
c) Pengembangan program tindakan II.
2) Tindakan
Tindakan II berupa implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran
yang telah direvisi untuk mengatasi masalah pada siklus I yang belum
tuntas.
Selama proses belajar pada siklus kedua ini juga akan dilakukan
observasi menyangkut aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran.
3) Pengamatan atau observasi
a) Observer melakukan pengamatan sesuai dengan format yang sudah
disiapkan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
c) Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.
4) Refleksi
Refleksi II juga dilakukan oleh guru bersama siswa bertujuan untuk
mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus II dengan jalan
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun
kekurangan-kekurangan atau hambatan-hambatan yang masih dihadapi.
Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan berhasil
tidaknya keseluruhan tindakan implementasi pembelajaran di dalam kelas
terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Apabila pada siklus II tujuan PTK
sudah dapat tercapai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan, maka
tidak perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Tetapi apabila tujuan belum
tercapai, maka perlu dilanjutkan siklus berikutnya. Kemudian, setelah
mendapat persetujuan dari kedua belah pihak hasil refleksi tersebut
digunakan untuk memperbaiki rencana tindakan pada siklus III.
Guru dapat membuat jurnal atau catatan seluruh kegiatan PTK yang
telah dilakukannya. Catatan tersebut dapat digunakan untuk menyusun suatu
karya ilmiah yang dapat disebarluaskan menjadi suatu inovasi, dan dapat
dimanfaatkan oleh guru-guru lainnya dalam melaksanakan PTK.
Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan
mengalami kemajuan minimal 10% dari siklus I.
c. Siklus III
1) Perencanaan
a) Pada tahap ini peneliti melakukan perencanaan tindakan dengan langkah-
langkah Identifikasi masalah yang muncul pada siklus II yang belum
teratasi dan penetapan alternatif pemecahan masalah.
b) Menentukan indikator pencapaian hasil belajar.
c) Pengembangan program tindakan III.
sebagai berikut:
2) Tindakan
Pelaksanaan program tindakan III mengacu pada identifikasi masalah
yang muncul pada siklus II, adapun pembelajaran yang dilaksanakan adalah:
a) Guru mengajak siswa untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan dan
penampilannya selama kerja kelompok.
b) Guru melakukan evaluasi terhadap materi atau pokok bahasan yang telah
dipelajari siswa atau kelompok secara individual.
3) Pengamatan atau observasi
a) Observer melakukan pengamatan sesuai dengan format yang sudah
disiapkan dan mencatat semua hal-hal yang diperlukan yang terjadi
selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
b) Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.
4) Refleksi
a) Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus III berdasarkan data
yang terkumpul.
b) Membahas hasil skenario pembelajaran pada siklus III.
Siklus ini berhenti, setelah minimal 75% siswa memenuhi kriteria
ketuntasan minimal (KKM) (Arikunto, 2006: 344), yaitu sedikitnya 23
siswa dari 31 siswa telah dinyatakan tuntas.
Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penelitian menentukan
menggunakan waktu penelitian selama 3 bulan, Maret s.d Mei. Waktu dari
perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester II
Tahun Pelajaran 2009/2010.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive
sampling (Maksum, 2006: 43). Berdasarkan cara tersebut, maka penelitian ini
dilaksanakan di kelas XB SMK Al Ikhlash yang berlokasi di Jalan Raya Pasir
Putih Mulyorejo Dalegan Panceng Gresik Jawa Timur. Jumlah siswa 31 orang,
yang terdiri dari: 17 laki-laki dan 14 perempuan. Setelah data-data yang diperoleh
terkumpul, langkah selanjutnya adalah:
1. Merekap data kuesioner FCE yang diperoleh dalam penelitian dan
memasukkan hasil rekap data kuesioner FCE ke dalam tabel Formative Class
Scoring.
2. Merekap keseluruhan data ketuntasan belajar dengan menggunakan rumus
persentase sebagai berikut:
Persentase = X 100%
Keterangan:n = Jumlah KelasN = Jumlah Total (Maksum, 2007: 8)
Dari persentase tersebut data yang diperoleh dideskripsikan dengan kalimat.
Untuk mempermudah penafsiran terhadap hasil analisis persentase digunakan
klasifikasi persentase berupa penafsiran dengan kalimat bersifat kualitatif, sebagai
berikut: 75%-100% baik, antara 60%-74% cukup, <60% kurang baik (Arikunto,
2006: 344).
Hasil Penelitian
1. Data Formative Class Evaluation (FCE)
Data FCE adalah data yang diperoleh dari hasil pengisian angket FCE
yang bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran dikjasor dari sisi
pendapat siswa yang meliputi tentang: hasil, kemauan, metode dan kerja sama
pada pembelajaran lompat jauh gaya jongkok. Data yang disajikan diperoleh
dari pengisian angket FCE siswa yang dilakuka dalam tiga siklus.
Hasil rata-rata skor FCE siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Rekap Data Pengolahan FCE Siswa pada Tiap Siklus
Keterangan:A : HasilB : KemauanC : MetodeD : Kerjasama
Dari tabel di atas diketahui bahwa pembelajaran pada siklus I
menunjukkan hasil kategori sedang, siklus II menunjukkan hasil kategori baik,
sedangkan pada siklus III menunjukkan kategori hasil yang sangat baik. Hal ini
dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran dikjasor menurut pendapat siswa
terjadi peningkatan dari siklus I sampai dengan siklus III.
Dari hasil rekapitulasi FCE tingkat keberhasilan model pembelajaran
yang digunakan dapat dilihat dalam beberapa aspek, diantaranya: aspek hasil
dengan rata-rata sangat baik, aspek metode dan kerjasama yang mempunyai
rata-rata baik tiga kali siklus. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diminati oleh siswa. Penerapan
suatu model pembelajaran dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa, letak
geografis sekolah, materi ajar dan tingkat pendidikan peserta didik.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa menurut pendapat siswa, guru
yang baik adalah guru yang mampu memberikan sesuatu yang mengesankan
pada siswa dan memberikan pengalaman gerak baru. Selain itu guru juga harus
mampu mengelola kelas dengan baik, sehingga tercipta suasana yang kondusif
dan siswa dapat melakukan tugas gerak dengan sungguh-sunguh, senang dan
tidak merasa terpaksa.
2. Data Lembar Observasi Kelas Dikjasor
Hasil pengamatan sikap lembar observasi dari kegiatan guru dan siswa
yang meliputi: tugas gerak, feed back, evaluasi, belajar, gerak, kegembiraan,
dan kerjasama (Wijaya, 2006: lampiran 3 halaman 23). Observer dilakukan
oleh tiga orang pengamat, yang terdiri dari:
1. Drs. Nur Salim, S.H. Kepala Sekolah
2. Rofiqul Amin, S. Pd Guru Bahasa Indonesia
3. Al Muhtarom, S.E Kepala Tata Usaha di SMK Al Ilkhlash Panceng Gresik.
Pengambilan data dilakukan saat proses pembelajaran pada tiga siklus,
kemudian hasil ketiga observer tersebut dikumpulkan dan di rata-rata untuk
mendapatkan kesimpulan.
Tabel 2. Hasil Pengamatan pada Tiap Siklus
Selain menggunakan lembar observasi, untuk mengetahui kemampuan
pembelajaran guru, maka digunakan alat penilaian kemampuan guru (APKG).
Dari tabel di atas dapat diketahui persentase keberhasilan pembelajaran hasil
pengamat ke-3 observer pada masing-masing siklus yaitu:
a. Siklus I
Persentase keberhasilan proses pembelajaran pada masing-masing
tahapan adalah sebagai berikut: pada awal pembelajaran sebesar 39,15%;
pada proses pembelajaran sebesar 43,02%; pada akhir pembelajaran sebesar
54,22%; persentase keberhasilan secara keseluruhan pada pertemuan
pertama adalah sebesar 45,46% (kategori kurang baik).
b. Siklus II
Persentase keberhasilan proses pembelajaran pada masing-masing
tahapan adalah sebagai berikut: pada awal pembelajaran sebesar 73,60%;
pada proses pembelajaran sebesar 77,04%; pada akhir pembelajaran sebesar
79,08%; persentase keberhasilan secara keseluruhan pada pertemuan
pertama adalah sebesar 76,57% (kategori baik).
c. Siklus III
HARI/ AWAL PROSES AKHIR
TANGGAL PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN
1 SIKLUS I Selasa, 20 April 2010 39.15% 43.02% 54.22% 45.46% Kurang Baik
4 SIKLUS II Selasa, 11 Mei 2010 73.60% 77.04% 79.08% 76.57% Baik
6 SIKLUS III Selasa, 18 Mei 2010 79.83% 80.27% 82.51% 80.87% Baik
64.19% 66.78% 71.94% 67.64% CukupRerata
KEGIATANNO. RATA-RATA KATEGORI
Persentase keberhasilan proses pembelajaran pada masing-masing
tahapan adalah sebagai berikut: pada awal pembelajaran sebesar 79,83%;
pada proses pembelajaran sebesar 80,27%; pada akhir pembelajaran sebesar
82,51%; persentase keberhasilan secara keseluruhan pada pertemuan
pertama adalah sebesar 80,87% (kategori baik).
d. Rata-rata keseluruhan
Persentase keberhasilan proses pembelajaran pada masing-masing
tahapan adalah sebagai berikut: pada awal pembelajaran sebesar 64,19%;
pada proses pembelajaran sebesar 66,78%; pada akhir pembelajaran sebesar
71,94%; persentase keberhasilan secara keseluruhan pada pertemuan
pertama adalah sebesar 67,64% (kategori cukup).
Hasil pengamatan selama tiga siklus di atas menunjukkan bahwa pada
tahap awal pembelajaran, tahap proses pembelajaran, dan tahap akhir
pembelajaran semuanya mengalami peningkatan. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa proses pembelajaran pada siklus I dapat dikategorikan
cukup, siklus II dapat dikategorikan baik, dan siklus III dapat dikategorikan
baik. Oleh karena itu proses pembelajaran berlangsung diharapkan para
guru lebih menerangkan kedisiplinan yang tinggi dan pemberian materi
tugas harus jelas, singkat dan tepat. Ciri kelas dari pembelajaran yang
efektif diantaranya adalah menggunakan waktu dengan tepat, penyampaian
materi pembelajaran yang jelas dan mudah dimengerti.
3. Data Ketuntasan Belajar
Data ketuntasan hasil belajar menunjukkan tingkat keberhasilan belajar
diukur meliputi tiga komponen, yaitu: a) komponen psikomotor (gerak)
mempunyai bobot 50%, b) komponen kognitif (pengetahuan) mempunyai
bobot 30%, c) komponen afektif (sikap) mempunyai bobot 20%. Dalam
penelitan ini ke-tiga komponen ketuntasan hasil belajar di atas diambil pada
saat siswa melakukan tugas gerak siklus I, II dan III. Ketuntasan hasil belajar
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (Penjasorkes) menggunakan
standar penilaian KKM dengan nilai minimum sebesar 65. Dengan demikian
keberhasilan atau ketuntasan hasil belajar pada tiap siklus dapat dicapai apabila
siswa mampu mendapatkan hasil belajar di atas nilai 65. Berikut ini adalah
tabel ketuntasan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa:
Tabel 3. Data Ketuntasan Hasil Belajar Siswa
Keterangan:T : TuntasTT : Tidak Tuntas
Berdasarkan data di atas diperoleh pengertian bahwa persentase
ketuntasan dalam tiga siklus yang dilaksanakan peneliti dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Siklus I hari Selasa 20 April 2010 diantara 31 siswa yang pada kelas XB
SMK Al Ikhlash Panceng Gresik mencapai ketuntasan minimal sebanyak 7
siswa (22,58%) masuk kategori tuntas, dan sebanyak 24 siswa (77,42%)
masuk kategori tidak tuntas.
b. Evaluasi siklus II yang dilaksanakan hari Selasa 11 Mei 2010 diantara 31
siswa yang pada kelas XB SMK Al Ikhlash Panceng Gresik mencapai
ketuntasan minimal sebanyak 15 siswa (48,39%) masuk kategori tuntas, dan
sebanyak 16 siswa (51,61%) masuk kategori tidak tuntas.
c. Evaluasi siklus III yang dilaksanakan hari Selasa 18 Mei 2010 diantara 31
siswa yang pada kelas XB SMK Al Ikhlash Panceng Gresik mencapai
ketuntasan minimal sebanyak 25 siswa (80,65%) masuk kategori tuntas, dan
sebanyak 6 siswa (19,35%) masuk kategori tidak tuntas.
Dari hasil tersebut siklus dapat berakhir karena > 75% siswa memenuhi
KKM, bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
menunjukkan hasil yang baik dan dapat membantu guru dalam peningkatan
prestasi belajar lompat jauh dengan persentase ketuntasan 80,65% pada siklus
III.
Pembahasan
T TT T TT Terendah Tertinggi
1 Siklus I Selasa, 20 Apri 2010 7 24 22.58% 77.42%32 80
2 Siklus II Selasa, 11 Mei 2010 15 16 48.39% 51.61%47 88
3 Siklus III Selasa, 18 Mei 2010 25 6 80.65% 19.35%36 90
Hari/TanggalJumlah Siswa Persentase Nilai
KegiatanNo.
Pembahasan ini akan membahas penguraian penelitian tentang peningkatan
prestasi hasil belajar pendidikan jasmani melalui model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw pada materi lompat jauh gaya jongkok. Dalam pelaksanaan
pembelajaran penjasorkes di sekolah secara umum peran guru masih sangat
dominan sehingga siswa hanya menerima pelajaran dan mereka tidak dapat
belajar dengan tahap perkembangannya. Oleh karena itu maka perlu diberikan
suatu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
dimana siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran.
Tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana
pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan
mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu
maupun pengalaman kelompok. Kunci pembelajaran tipe jigsaw ini adalah
interdependensi setiap siswa terhadap anggota kelompok yang memberikan
informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.
Pembelajaran atletik khususnya lompat jauh merupakan salah satu cabang
olahraga yang masuk dalam kurikulum pendidikan di sekolah, oleh karena itu
dalam rangka menumbuhkan peningkatan kualitas siswa pada pembelajaran
lompat jauh gaya jongkok diperlukan bentuk-bentuk model pengajaran yang
bervariasi dan menarik bagi siswa agar menimbulkan rasa senang dan gembira
sehingga kemampuan siswa dalam pembelajaran lompat jauh menjadi meningkat.
Teknik dasar lompat jauh terdiri dari: a) awalan, b) tumpuan atau tolakan, c)
melayang, d) pendaratan.
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian untuk mengetahui
kualitas proses dan hasil belajar pendidikan jasmani melalui model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw. Dalam hal ini pengukuran dilakukan pada beberapa tolak
ukur meliputi: a) pendapat siswa FCE, b) observasi (pengamatan), c) penilaian
ketuntasan belajar, d) perbandingan hasil belajar per-siklus.
Sesuai rumusan masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian tentang
pembelajaran lompat jauh gaya jongkok melalui model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw, dapat diketahui sebagai berikut:
Tabel 4. Perbandingan FCE, Lembar Observasi, dan Ketuntasan BelajarKegiatan FCE Lembar Observasi Ketuntasan BelajarSikus I 3 45.46% 22.58%Sikus II 4 76.57% 48.39%Sikus III 5 80.87% 80.65%
Tabel 5. Perbandingan Kategori FCE, Lembar Observasi, dan Ketuntasan BelajarKegiatan FCE Lembar Observasi Ketuntasan BelajarSikus I Sedang Kurang Baik Kurang BaikSiklus II Baik Baik Kurang BaikSiklus III Sangat Baik Baik Baik
Berdasarkan tabel di atas diperoleh pengertian bahwa terjadi peningkatan
tiap siklus, dan pada siklus III dari ketiga instrumen penelitian yang digunakan
peneliti untuk penelitian, pembelajaran lompat jauh dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut pendapat siswa berada dalam
kategori sangat baik, dari lembar observasi dan tingkat ketuntasan belajar
menunjukkan kategori baik, oleh karena itu siklus dapat berakhir. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dalam pembelajaran lompat jauh gaya jongkok dapat membantu guru
dalam pembelajaran. Selain itu, ketuntasan belajar dengan persentase yang cukup
tinggi membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran ini dalam
pembelajaran penjas di SMK Al Ikhlash Panceng Gresik khususnya pembelajaran
lompat jauh sangat efektif untuk diterapkan. Hal ini sebaiknya pemberian
pembelajaran model kooperatif ini dijadikan sebagai acuan bagi para guru
pendidikan jasmani dalam usaha meningkatkan kemampuan lompat jauh gaya
yang lain.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, maka pemberian
pembelajaran harus berpedoman pada teori dan prinsip pembelajaran yang benar.
Oleh karena itu merupakan tuntunan dan kebutuhan bagi seorang guru pendidikan
jasmani yang menguasai sumber informasi terbaru yang dapat dipercaya mengenai
pembelajaran lompat jauh agar dalam pembelajaran lebih efektif dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Simpulan
Hasil penelitian tentang peningkatan prestasi hasil pendidikan jasmani
melalui model pembelajaran tipe jigsaw, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari data hasil rekapitulasi FCE tingkat keberhasilan pembelajaran lompat jauh
gaya jongkok menunjukkan kategori hasil sangat baik, hal tersebut
menunjukkan bahwa siswa sangat senang dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Dari data hasil rekapitulasi lembar observasi dan ketuntasan belajar
menunjukkan hasil belajar siswa berupa proses dan produk pada pembelajaran
lompat jauh gaya jongkok termasuk kategori baik. Oleh karena itu
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat membantu guru dalam proses
pembelajaran pendidikan jasmani dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Guru
Penggunaan model pembelajaran tipe jigsaw dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif rujukan dalam pengembangan proses pembelajaran di sekolah.
2. Orang tua
Orang tua dapat juga menerapkan model pembelajaran kooperatif sebagai
proses pembelajaran dirumah. Seperti halnya ketika menyelesaikan pekerjaan
rumah, orang tua dan anak saling bekerja sama dalam melaksanakan tugas di
rumah.
3. Peneliti Lain
Agar kedepan dapat terjadi perubahan yang lebih baik, maka peneliti lain
diharapkan:
a. Memahami karakteristik setiap tipe yang ada dalam pembelajaran
kooperatif.
b. Sebelum eksperimen dilakukan, hendaknya peneliti memahami dan
memperhatikan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif serta
kondisi yang ada pada diri subjek penelitian.
Daftar PustakaAdisasmita, M. Y . 1992. Olahraga Pilihan Atletik. Jakarta: Ditjen Dikti.Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.Arend, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar Untuk Pembelajaran).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.Bloom, Benyamin S. (Ed). 1977. Taxonomy of Educational Objectives: Book I:
Cognitive Domain. New York: Longman Inc.BSNP. 2007. Model Silabus KTSP SMK. Jakarta: Depdiknas.BSNP. 2007. Model Penilaian Kelas KTSP SMK. Jakarta: Depdiknas.BSNP. 2007. Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Jasmani olahraga
dan Kesehatan. Jakarta: DepdiknasDalton, Wilian. 2009. Menuju Guru Pendidikan Jasmani Yang Profesional
(Online), (http://wiliandalton.blogspot.com/2009/03/menuju-guru-pendidikan-jasmani-yang.html , diakses 21 April 2009).
Doantarayasa. 2008: Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Online), (http://ipotes.wordpress.com/2008/05/15/pembelajaran-kooperatif-tipe-jigsaw/, diakses 8 Maret 2008)
DIT. PSMK. 2008. Teknik Penyusunan RPP. Jakarta: Depdiknas.DIT. PSMK. 2008. Pengembangan Silabus. Jakarta: Depdiknas.DIT. PSMK. 2008. Bimtek Penyusunan KTSP SMK. Jakarta: Depdiknas.Emildadiany, Novi. 2008. Cooperative Learning Teknik Jigsaw (Online),
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/, diakses 8 Maret 2009).
Lutan, Rusli, dkk. 2000. Penelitian Penjaskes. Jakarta: Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Ditjen Dikdasmen.
Kardi, Suparman,dkk. 2003. Pengantar Pada Pengajaran dan Pengelolaan Kelas. Surabaya: Unesa University Press.
Mahardika, I. M. S. 2008. Metodologi Penelitian. Surabaya: Penkep FIK Unesa.Mahendra, Agus. 2003. Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Ditplb Depdiknas.Maksum, Ali. 2006. Diktat Mata Kuliah Metodologi Penelitian Dalam Olahraga.
Surabaya: FIK Unesa.Maksum, Ali. 2006. Payung Penelitian Pendidikan Jasmani dan Mekanisme
Pengajuan Skripsi Mahasiswa. Makalah disampaikan dalam Semiloka Identifikasi Masalah-Masalah Penelitian Pendidikan Jasmani Menuju Penelitian Payung tanggal 17 April 2006 di FIK Unesa. Surabaya 2006.
Maksum, Ali. 2007. Statistik Dalam Olahraga. Surabaya: FIK Unesa.Maryono. 2008. Kualitas Proses dan Hasil Belajar Biologi Melalui Pengajaran
dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Madrasah Aliyah Ponpes Nurul Haramain Lombok Barat NTB (Online), (http://www.geocities.com/maryono_80/BABI.doc, diakses 8 Maret 2009).
Muhfida. 2010. Model Pembelajaran. (Online), (http://www.muhfida.com/, diakses 10 Maret 2010).
Ratumanan, Tanwey Gerson. 2004. Belajar Dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.
Rustam, dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dirjen Dikti.
Rustantiningsih. 2008. Implikasi Pendidikan, Pembelajaran dan Pengajaran (Online), (http://re-searchengines.com/rustanti30708.html, diakses 21 April 2009).
Samsudin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SD/MI. Jakarta: Prenada Media Group.
Satori, Djama’an. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.Slavin, R. E. 2008. Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). Bandung:
Nusa Media.SMK Al Ikhlash. 2009. Kurikulum SMK Al Ikhlash. Gresik: YPP Al Ikhlsh.SMK Al Ikhlash. 2009. Silabus Mapel Penjasorkes. Gresik: YPP Al Ikhlash.Syah, Muhibin. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Sya’roni, Irham. 2007. Hakikat Belajar (Online), (http://pojokpenjas.
wordpress.com/2007/11/27/hakikat-belajar/, diakses 3 Maret 2009).Tim Penyusun Pertama. 2000. Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya:
Unesa University Press.Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan dan Penialian Skripsi. Surabaya: Unesa
University Press.Tim Bina Karya Guru. 2006. Pendidikan Jasmani Untuk Kelas III. Jakarta:
Erlangga.Tim Abdi Guru. 2007. Penjasorkes Untuk Kelas V. Jakarta: Erlangga.Wardhani, I.G.A.K, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.Widya, M.D.A. 2004. Belajar Berlatih Gerak-gerak Dasar Atletik Dalam
Bermain. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Wikipedia, 2009. Pembelajaran (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/
Pembelajaran, diakses 11 Juni 2009).Wijaya, Agus Made, dkk. 2006. Hibah Penelitian, Asisten Deputi Bidang
Pemberdayaan Olahraga Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Surabaya: Unesa.
Recommended