View
42
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
43
PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN MEMBACA KITAB SUCI DHAMMAPADA DI
KABUPATEN BANYUMAS
(Studi Kasus di Kabupaten Banyumas)
Sujiono
Abstrak
Tujuan penelitian adalah (1) mendeskripsikan peran guru pendidikan agama Buddha dalam
meningkatkan keterampilan membaca Kitab Suci Dhammapada; (2) mendeskripsikan hambatan-hambatan
apa yang dialami dalam meningkatkan keterampilan membaca Kitab Suci Dhammapada; dan (3)
mendeskripsikan bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan dalam meningkatkan keterampilan
membaca Kitab Suci. Subjek penelitian adalah para guru pendidikan agama Buddha dan yang siswa yang
beragama Buddha di Kabupaten Banyumas. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Juli s.d Desember
2016. Jenis penelitian adalah studi kasus. Hasil penelitian yaitu: (1) peran guru dalam meningkatkan
keterampilan membaca Dhammapada yaitu melatih siswa membaca Kitab Suci Dhammapada baik sekolah
maupun di vihara; (2) hambatan-hambatan yang dialami dalam meningkatkan keterampilan membaca Kitab
Suci Dhammapada yaitu; (a) kurang tepatnya siswa dalam membacakan Dhammapada dengan aksara Pāli;
(b) siswa kurang percaya diri saat membaca Kitab Suci Dhammapada; (c) Kurang ketersediaan buku
Dhammapada: (3) cara mengatasi hambatan-hambatan dalam meningkatkan keterampilan membaca Kitab
Suci Suci Dhammapada yaitu: (a) guru perlu memberikan motivasi dan semangat belajar membaca
Dhammapada; (b) guru perlu mengkondisikan suasana pelatihan membaca Dhammapada yang
menyenangkan; (c) mengkondisikan siswa membaca Dhammapada sebelum pembelajaran pendidikan
agama Buddha dimulai; (d) saat pembelajaran yang ada kaitannya dengan Dhammapada guru mengajak
siswa membaca Dhammapada baik dalam bahasa Pāli dan bahasa Indonesia; (e) pelatihan membaca
Dhammapada tidak hanya cukup sekali, namun harus konsisten sesuai dengan jadwal; (f) kepala sekolah
hendaknya menyediakan jadwal pendalaman kitab suci bagi siswa beragama Buddha; (g) perlu diadakanya
pelatihan tentang keterampilan membaca Dhammapada khususnya kepada guru; dan (h) diperlukannya
aplikasi sofwere Dhammapada. Kata kunci: Keterampilan membaca, Dhammapada.
Abstract
This research aims to (1) describe the role of Buddhist Education Teacher to Improve Dhammapada
Reading Skills in Banyumas ; (2) describe the obstacles experienced in improving the Dhammapada
reading skills in Banyumas; and (3) describe the ways to overcome the obstacles in improving the
Dhammapada reading skills. The subjects were the Buddhist education teachers and the Buddhist students
in Banyumas. It was conducted on July - December 2016. The research was a case study. The Results study
are: (1) The roles of teachers in improving the Dhammapada reading skills : trains students to read
Dhammapada both in school and monastery; (2) Obtacles experienced in improving Dhammapada reading
skills; they are (a) the students recited Dhammapada less precisely in Pali alphabet; (b) students were less confidence when reciting Dhammapada; (c) Lack of availability of Dhammapada
books: (3) the ways to overcome the obstacles in improving the Dhammapada reading skills: (a) teachers
need to provide motivation and enthusiasm for learning the way to read Dhammapada; (b) the teachers are
necessary to create pleasant atmosphere in training of Dhammapada reading; (c) conditioning the students
to read Dhammapada before the subject of Buddhist education begins; (d) during the lesson that has to do
with Dhammapada teacher asked students to read Dhammapada both in Pali and Bahasa Indonesia; (e)
reading Dhammapada training is not only once, but it should be consistent with the
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
44 Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
schedule; (f) the principal should provide the schedule of dhamma deepening for Buddhists students;
(g) it is necessary to organize the training on Dhammapada reading skills, especially for the teachers;
and (h) It is needed to build Dhammapada software application.
Keywords: Reading skills, Dhammapada.
Pendahuluan
Kondisi kehidupan senantiasa diliputi
berbagai kondisi baik yang menyenangkan
maupun sebaliknya. Manusia akan berbahagia
jika dalam kehidupan senantiasa tercapai cita-
citanya. Namun manusia akan menderita jika
mengalami kondisi kehidupan yang tidak
diharapkan, seperti berpisah dengan yang
dicinta, tidak tercapai harapannya. Kondisi batin
akan tergoncang ketika menjumpai peristiwa
yang tidak diharapkan. Berbagai peristiwa
tentang kondisi kehidupan menjadi inspirasi
Pangeran Siddharta untuk mencapai Penerangan
Sempurna menjadi Buddha.
Perjuangan Pangeran Siddharta berhasil
menjadi Buddha tepat disaat Purnama Waisak.
Selama 45 tahun Buddha mengajarkan Dhamma
kepada semua makhluk atas dasar cinta kasih.
Setelah Guru Buddha Parinibbana ajaran Beliau
dituliskan kembali oleh para bhikkhu menjadi
Kitab Suci agama Buddha yaitu Tipitaka.
Tipitaka dijadikan pedoman hidup oleh umat
Buddha. Segala perilaku baik pikiran, ucapan,
dan perbuatan berpodoman pada Tripitaka. Hal
ini dilakukan untuk mencapai kehidupan yang
berbahagia dan penuh welas asih.
Bagian Kitab Suci Tipitaka yang paling
populer adalah Dhammapada. Kegiatan
membaca Kitab Suci Dhammapada dewasa ini
semakin jarang dilaksanakan. Hal ini didukung
oleh hasil wawancara yang telah dilakukan
“Kami jarang membaca Dhammapada, biasanya membaca Dhammapada pada saat mau hari raya perayaan hari raya Waisak, Asadha, Magha Puja, dan Asadha serta saat mau lomba.” (CL No. 1 tanggal 2 Juli 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa aktifitas membaca Kitab Suci Dhammapada mulai jarang dilakukan. Hanya mau
menjelang perayaan hari raya keagamaan dan saat
mau lomba saja. Lebih saat dilakukan dengan
guru pendidikan Agama Buddha di Kabupaten
Banyumas, diperoleh informasi sebagai berikut;
Kami biasanya memberikan pelatihan keterampilan membaca Dhammapada pada saat kegiatan pondok Romadhon, selain itu pelatihan keterampilan membaca Dhammapada dilakukan saat mau menjelang hari raya keagamaan, seperti Waisak, Asadha, dan Magha Puja. (CL No. 2 tanggal 2 Agustus 2016).
Berdasarkan informasi di atas dapat
dijelaskan bahwa pelatihan keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada jarang
dilakukan. Pelatihan membaca Kitab Suci
Dhammapada dilakukaan saat bulan Romadhon
yaitu saat kegiatan pesantren kilat dan
menjelang perayaan hari raya keagamaan yaitu
Waisak, Asadha, Magha Puja dan Kathina.
Dewasa ini sering dijumpai perilaku di
masyarakat mulai meninggalkan nilai ajaran
luhur agama. Setiap hari melalui media cetak
dan elektronik mudah sekali diketahui
berbagai perilaku yang tidak bermoral. Hal ini
ditandai berbagai perilaku yang tidak
bermoral, diantaranya perilaku mengambil
barang yang bukan miliknya, sebagaimana
dicontohkan dalam kutipan di bawah ini.
Minggu 31 Juli 2016 pukul 21.00 WIB,
pemilik toko Finawati baru saja menutup
tempat usahanya tersebut. Kedua pelaku yang
telah mengintai, beberapa menit kemudian
langsung beraksi dengan cara membuka paksa
teralis rolling door toko tersebut (sindonews.
com, 1 Agustus 2016). Selanjutnya perilaku
pencurian juga dilakukan oleh Asep (19),
sebagaimana dalam kutipan di bawah ini Asep (19) nekat menyatroni rumah tetangganya di
Perum Bumi Waringin Indah Blok A6 Desa
Waringinjaya, Kedungwaringin, Kabupaten
Bekasi karena terhimpit masalah ekonomi.
Berdasarkan hasil kutipan tentang berita di
atas dapat dijelaskan bahwa mudahnya
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
seseorang tergoda untuk melakukan tindakan
yang bertentangan dengan Pancasila
Buddhis, yaitu tindakan mengambil barang
yang tidak diberikan.
Kitab Suci yang seyogyanya dijadikan
pedoman hidup dan selalu dibaca, direnungkan
dan dilaksanakan kenyataannya hanya sebatas
peninggalan sejarah belaka. Maraknya perilaku
yang kurang terpuji jika dibiarkan akan
memberikan dampak yaitu semakin rusaknya
mental. Berdasarkan uraikan latar belakang
diatas dan mengingat pentingnya keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada sebagai
upaya menciptakan generasi Indonesia yang
gemar membaca dan menjadi generasi yang
berbudi luhur.
Membaca adalah suatu metode yang kita
pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita
sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu
mengkomunikasikan makna yang terkandung pada
lambang-lambang tertulis (Tarigan, 2008: 8).
Membaca adalah memahami isi ide atau gagasan
baik tersurat, tersirat bahkan tersorot dalam bacaan.
Dengan demikian, pemahamanlah yang menjadi
produk membaca yang bisa diukur, bukan perilaku
fisik duduk berjam-jam di ruang belajar sambil
memegang buku (Saddhono, dan Slamet,
2014:101). Sementara itu, Achmad dan Alek
(2011: 75) menjelaskan bahwa membaca ialah
proses memahami pesan tertulis yang
menggunakan bahasa tertentu yang disampaikan
oleh penulis kepada pembaca. Berdasarkan kutipan
di atas dapat disintesiskan bahwa membaca adalah
proses komunikasi lisan yang dilakukan untuk
memahami sebuah gagasan baik yang tersirat
maupun tersurat melalui sarana tulisan yang
disajikan oleh penulis.
Kegiatan membaca yang dilakukan
dengan baik akan memiliki banyak fungsi.
Menurut Saddhono dan Slamet (2014:101-102)
menyebutkan beberapa fungsi kegiatan
membaca, yaitu: a) Fungsi intelektual; dengan banyak
membaca dapat meningkatkan kadar
intelektualitas, membina daya nalar.
Contohnya sering membaca Kitab Suci
45
Dhammapada kemampuan intelektual
dalam mengembangkan batin menjadi
lebih sabar, penuh welas asih dan tanpa
kebencian. b) Fungsi pemacu kreativitas; Hasil membaca
dapat mendorong, menggerakkan diri kita
untuk berkarya, didukung oleh keleluasaan
wawasan dan pemilihan kosakata. Kegiatan
membaca Kitab Suci Dhammapada akan
memacu kreativitas dalam memahami
aksara Pāli, sehingga kemampuan dalam
berbahasa Pāli akan semakin optimal
sehingga mendorong untuk menulis kalimat
dalam bahasa Pāli. c) Fungsi praktis; kegiatan membaca
dilaksanakan untuk memperoleh
pengetahuan praktis dalam kehidupan,
misalnya panduan pembacaan aksara
Pāli, pembacaan syair dalam Kitab Suci Dhammapada.
d) Fungsi rekreatif; membaca digunakan
sebagai upaya menghibur hati,
mengadakan tamasya yang mengasyikkan.
Contohnya bacaan-bacaan ringan, novel-
novel pop, cerita humor, tabel, Kitab Suci
Dhammapada dan lain-lain. e) Fungsi informatif; dengan banyak
membaca informatif seperti Kitab Suci
Dhammapada dapat memperoleh berbagai
informasi yang sangat diperlukan dalam
kehidupan. Misalnya mengendalikan
kemarahan, kebencian dalam kehidupan
sehari-hari, pikiran menjadi terhindari dari
keserakahan. f) Fungsi religius; membaca dapat
digunakan untuk membina dan
meningkatkan keimanan, memperluas
budi, dan meningkatkan diri kepada
Tiratana. Kegiatan membaca Kitab Suci
Dhammapada yang sering dilakukan akan
mengkondisikan pembaca semakin
memahami ajaran Buddha sehingga
keyakinan (saddha) pada Buddha,
Dhamma, dan Sangha akan semakin
meningkat. g) Fungsi sosial; kegiatan membaca memiliki
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
46
fungsi sosial yang tinggi manakala
dilaksanakan secara lisan atau nyaring.
Dengan demikian kegiatan membaca
langsung dapat dimanfaatkan oleh orang
lain mengarahkan sikap berucap, berbuat
dan berpikir. Contohnya pembacaan
pembacaan Kitab Suci Dhammapada yang
diiramakan dengan baik, baik orang lain
sebagai pendengar akan terhibur sekaligus
mengkondisikan untuk senantiasa
mempraktikkan kebaikan dalam
kehidupan sehari-hari.
h) Fungsi pembunuh sepi; kegiatan membaca
dapat juga dilakukan untuk sekedar
merintang-rintangkan waktu, mengisi
waktu luang. Contohnya membaca
majalah, surat kabar, Kitab Suci
Dhammapada dan lain-lain.
Jadi aktivitas membaca memiliki beberapa
fungsi diantaranya fungsi intelektual, praktis,
rekreatif,informatif,religius,sosial,danpembunuh
sepi. Seseorang yang senantiasa melakukan
aktivitas membaca Kitab Suci Dhammapada
maka kadar intelektualitas dan daya nalarnya
semakin baik. Aktivitas membaca Kitab Suci
Dhammapada yang dilakukan dengan baik akan
menumbuhkan daya kreativitas pada seseorang
berbudi luhur dengan mengendalikan pikiran
dari kebencian, keserakahan, dan kegelapan
batin. Informasi-informasi yang sangat berharga
dari Kitab Suci Dhammapada diperoleh melalui
aktivitas membaca. Melalui aktivitas membaca
Kitab Suci Dhammapada akan memperoleh
informasi tentang nilai-nilai luhur dari ajaran
Guru Buddha dan pentingnya mempraktikkan
ajaran Buddha yang dikemas dalam bentuk syair
sehingga lebih mudah dipahami. Aktivitas
membaca Kitab Suci Dhammapada juga
memiliki fungsi sosial, yaitu akan mengarahkan
seseorang untuk senantiasa mengendalikan
pikiran, ucapan, dan perbuatan.
Adapun manfaat membaca dapat dijelaskan
sebagai berikut; (a) memperoleh banyak
pengalaman hidup; (b) memperoleh pengetahuan
umum dan berbagai informasi tertentu yang sangat
berguna bagi kehidupan; (c) mengetahui
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan
kebudayaan suatu bangsa; (d) dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir di dunia; (e) dapat memperkaya batin,
memperluas cakrawala pandang dan pola pikir,
meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga,
masyarakat, nusa, dan bangsa; (f) dapat
memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat
mengantarkan seseorang menjadi cerdik pandai;
(g) dapat memperkaya perbendaharaan kata,
ungkapan, istilah dan lain-lain yang sangat
menunjang keterampilan menyimak, berbicara,
dan menulis; dan (h) mempertinggi potensial
tiap pribadi dan mempermantap eksistensi
(Saddhono, dan Slamet, 2014:102-103).
Aktivitas membaca Kitab Suci Dhammapada
akan memberikan manfaat dalam memecahkan
persoalan kehidupan misalnya dalam pergaulan,
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Dalam cerita nilai-nilai luhur ditanamkan
pada diri anak melalui penghayatan terhadap
makna dan maksud isi cerita. Anak melakukan
serangkaian kegiatan kognisi dan afeksi, mulai dari
interprestasi, komprehensi, hingga inferensi
terhadap nilai-nilai moral yang terkandung di
dalamnya. Melalui kegiatan ini, transmisi budaya
terjadi secara alamiah, bawah sadar, dan
akumulatif hingga jalin-menjalin membentuk
kepribadian anak. Anak melakukan serangkaian
aktivitas kognisi dan afeksi yang rumit dari fakta
cerita seperti nama tokoh, sifat tokoh, latar tempat,
dan budaya, serta hubungan sebab akibat dalam
alur cerita dan pesan moral yang tersirat di
dalamnya. Makna kebaikan, kejujuran, kerjasama
berakumulasi pada benak anak (Musfiroh,
2008:19-20). Berdasarkan kutipan di atas dapat di
ambil simpulan bahwa aktivitas membaca Kitab
Suci Dhammapada yang dilakukan dengan baik
akan mendatangkan kemanfaatan. Melalui
aktivitas membaca Kitab Suci Dhammapada akan
memperoleh pengetahuan tentang ajaran-ajaran
kebaikan untuk mencapai kebahagiaan. Siswa akan
mendapatkan pesan-pesan moral yaitu tentang
pengembangan cinta kasih, welas asih, mudita,
simpati dan keseimbangan batin. Melalui aktivitas
membaca Kitab Suci Dhammapada
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan akan memperoleh inspirasi perilaku yang sesuai
dengan Dhamma, sehingga dalam diri siswa
akan tumbuh rasa cinta kasih dan kepedulian
terhadap sesama, dan senantiasa mengurangi
kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin.
Kitab Suci agama Buddha adalah Tipitaka
dalam bahasa Pali dan Tripitaka dalam bahasa
Sansekerta. Secara harfiah Tripitaka berarti “Tiga
Keranjang”, maksudnya kumpulan kitab. Kitab
yang pertama Vinaya Pitaka. Vinaya Pitaka terdiri
dari 5 kitab: (1) Parajika; (2) Pacittiya; (3)
Mahavagga; (4) Cullavagga; dan (5) Parivara.
Kitab yang kedua adalah Sutta Pitaka. Sutta Pitaka
terdiri dari 5 kumpulan kitab berbahasa Pali yang
disebut Nikaya, yaitu; (1) Digha Nikaya; (2)
Majjhima Nikaya, (3) Samyuta Nikaya; (4)
Anggutara Nikaya; dan (5) Khuddaka Nikaya.
Kitab yang ketiga adalah Abhidhamma Pitaka,
yang terdiri dari 7 kitab, yaitu; (1)
Dhammasangani; (2) Vibhanga; (3) Dhatukatha; (4) Puggalapannatti; (5) Kathavatthu; (6)
Yamaka; dan (7) Patthana (Mukti, 2003:127-129).
berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan
bahwa kitab suci dalam agama Buddha di Sebut
Tripitaka/Tipitaka. Tripitaka terdiri dari Vinaya
Pitaka, Sutta Pitaka dan Abhidhamma Pitaka.
Kitab Suci Dhammapada merupakan salah
satu bagian kecil dari Kitab Suci Tipitaka.
Dhammapada bagian dari Sutta Pitaka, Khuddaka
Nikāya.Kitab Suci Dhammapada terdiri dari 423
syair terbagi dalam 26 kelompok. Adapun
kelompok dalam Kitab Suci Dhammapada yaitu; 1)
Yamakavaggo (Warta tentang baik berpasangan);
2) Appamādavaggo (Warta tentang
ketidaklengahan); 3) Cittavaggo (Warta tentang
cipta); 4) Pupphavaggo (Warta tentang bunga); 5) Bālavaggo (Warta tentang orang dungu); 6)
Paṇditavaggo (Warta tentang orang bijaksana); 7) Ahantavaggo (Warta tentang orang suci); 8) Sahassavaggo (Warga tentang yang seribu); 9) Pāpavaggo (Warga tentang hal buruk); 10) Daṇḍavaggo (Warga tentang hukuman); 11) Jarāvaggo (Warga tentang ketuaan); 12) Attavaggo (Warga tentang diri); 13) Lokavaggo
(Warga tentang dunia); 14) Buddhavaggo (Warga
tentang Buddha); 15) Sukhavaggo (Warga tentang
47 kebahagiaan); 16) Piyavaggo (Warga tentang
kecintaan); 17) Kodha vaggo (Warga tentang
kemarahan); 18) Malavaggo (Warga tentang
noda); 19) Dhammaṭṭhavaggo (Warga tentang
penegak Dhamma); 20) Maggavaggo (Warga
tentang Jalan); 21) Pakiṇṇakavaggo (Warga
tentang Rampai); 22) Nirayavaggo (Warga
tentang neraka); 23) Nāgavaggo (Warga tentang
gajah besar); 24) Taṇhāvaggo (Warga tentang
kegandrungan); 25) Bhikkhuvaggo (Warga
tentang Bhikkhu); dan 26) Brāhmaṇavaggo
(Warga tentang Brāhmana).
Dhammapada merupakan salah satu bagian
ajaran Buddha yang termuat dalam Sutta Pitaka,
Khuddaka Nikāya yang paling poluler di kalangan
masyarakat umat Buddha. Ajaran-ajaran yang
berbentuk kesusastraan termuat dalam
Dhammapada. Istilah “Dhammapada” berasal dari
kata “dhamma” (“Dhamma”, “kebenaran”, ajaran
Buddha”) dan “pada” (kaki, jejak, keadaan, bagian,
kalimat, syair). Dengan demikian “Dhammapada”
berarti “syair Dhamma”, “bagian Dhamma”, atau
“syair kebenaran”. Kitab ini merupakan sebuah
bunga rampai yang terdiri 423 ayat Dhamma, yang
dilantunkan dan disabdakan Buddha di berbagai
tempat, peristiwa, dan waktu (Widjaja, 2013:26).
Lebih lanjut Dhammadhīro (2014:v-vi)
menjelaskan secara harfiah, kata Dhammapada
berarti jejak ajaran Buddha. Dhammapada adalah
simbol dari tradisi Buddhisme yang masih terjaga
dan terpelihara dengan baik, baik isi maupun
maknanya. Dhammapada memberikan inspirasi
bagi pembaca untuk memiliki kesabaran,
kebijaksanaan, ketenangan, dan kebahagiaan
dalam hidup. Jadi Kitab Suci Dhammapada
merupakan jejak ajaran Buddha yang berbentuk
syair yang terdiri atas 423 ayat Dhamma. Isi Kitab
Suci Dhammapada merupakan pesan langsung
Buddha yang disampaikan kepada para murid
Beliau.
Dhammapada adalah salah satu kitab dari
kumpulan naskah kecil atau Khuddaka Nikāya
dalam Sutta Piṭaka, Tipitaka. Dhammapada
berarti “syair kebenaran”. Kitab ini merupakan
bunga rampai 423 ayat, yang terbagi dalam 26
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
48
kelompok. Setiap ayat Dhammapada disabdakan
oleh Buddha sebagai tanggapan atas suatu kejadian
(Handaka, 2014). Berdasarkan kutipan di atas
dapat dijelaskan bahwa Dhammapada merupakan
kumpulan ajaran Buddha yang berbentuk syair-
syair. Dhammapada diajarkan Buddha sebagai
tanggapan atau sebuah kejadiaan. Dhammapada
berisi ringkasan dari berbagai macam ajaran
Buddha yang terangkum dalam Tipitaka.
Kitab Suci Dhammapada dalam penelitian
ini merupakan syair-syair kumpulan ajaran
Buddha menggunakan bahasa Pāli. Bahasa Pāli
merupakan salah satu bahasa yang digunakan
dalam Kitab Suci Agama Buddha. Pembacaan
bahasa Pāli berbeda dengan pembacaan dalam
bahasa Indonesia hal ini disebabkan dalam
bahasa Pāli ada beberapa lambang aksara
memiliki tanda baca tertentu. Setiap kata dengan
tanda baca tertentu memiliki makna yang
berbeda. Dalam membacakan tes bahasa Pāli
haruslah sesuai dengan tanda baca, sehingga
tidak menimbulkan kesalahan makna.
Adapun panduan pembacaan aksara Pāli,
dalam penelitian ini mengutip dari
Dhammadhīro (2014:xiii-xvi).
Aksara Hidup atau Vokal Aksara hidup atau vokal dalam bahasa
Pāli berjumlah 8 buah, yang menurut panjang
pendeknya dibedakan menjadi dua, yakni: vokal
pendek dan vokal panjang. Kedelapan vokal Pāli
adalah sebagai berikut:
Vokal pendek: a, i, u
Vokal panjang: ā, ī, ū, e, o
Vokal pendek disuarakan separoh tempo
vokal panjang. Pembandingan pendek dan
panjangnya vokal di atas dapat dicermati melalui
pelafalan suku kata dalam bahasa Indonesia
sebagai berikut: Vokal pendek terdapat dalam
pelafalan vokal pada suku kata yang
berkonsonan akhir, sedangkan vokal panjang
terdapat dalam pelafalan vokal pada suku kata
yang tak berkonsonan akhir, terutama sekali
tampak jelas pada suku kata terakhir dalam satu
kata. Khusus untuk vokal e dan o, apabila diikuti
dengan konsonan akhir, dilafalkan pendek.
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu
Pengetahuan Contoh:
can-di: a terlafalkan pendek; i terlafalkan panjang. pin-tu: terlafalkan pendek; u terlafalkan panjang. jum-pa: terlafalkan pendek; a terlafalkan panjang. go-res: terlafalkan panjang; e terlafalkan
pendek, dsb.
Pelafalan vokal pendek dan panjang
dalam bahasa Pāli bisa diperbandingkan dengan
pendek dan panjangnya vokal di atas. Aksara Mati atau Konsonan
Aksara mati dalam bahasa Pāli berjumlah
33 buah, yaitu;
k kh g gh ṅ
c ch j jh ñ
ṭ ṭh ḍ ḍh ṇ
t th d dh n
p ph b bh m
y r l v s h ḷ ṁ Ada beberapa lambang dan pelafalan konsonan
Pāli yang kurang umum pemakaiannya dalam
bahasa Indonesia: · Konsonan: kh, gh, cb, jb, ṭb, ḍb, tb, db, pb,
dan bb, adalah suatu fonem, bernada
kasar. Pelafalannya dilakukan dengan
menyuarakan lambang konsonan pertama
yang sama dengan awal penyuaraannya
lambang dengan membuka pita suara
sedikit demi sedekit baru kemudian
dibuka lebar setelah vokal yang mengikuti
dilafalkan. · Konsonan yang bertanda titik bawah, yakni:
ṭ, ṭb, ḍ, ḍb, ṇ, dan ḷ ber-artikulasi daerah
depan lidah (daerah di antara tengah dan
ujung lidah). Cara pelafalannya, daerah
depan lidah (daerah antara tengah langit-
langit dan pangkal gigi atas). contoh: Pembunyian kata bahasa Jawa kuthuk (kuṭuk)
yang berarti anak ayam berbeda dengan kata
kutuk yang berarti serapah. · Konsonan t, tb, d, db, dan n kelimanya ber-
artikulasi di ujung lidah. Cara pelafalannya,
ujung lidah tersebut disentuhkan ke daerah
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
gigi depan.
contoh:
Pembunyian kata bahasa Jawa wedi yang
berarti takut berbeda dengan kata wedhi
(weḍi) yang berarti pasir. · Aksara ṅ dan ṁ, dilafalkan seperti ng; dan
ṅg dilafalkan ngg. contoh: saṅkhārā
dibaca: sang-khā-rā. sukhaṁ: dibaca su-
khang. aṅguttara dibaca: ang-gut-ta-ra. · Aksara ñ dilafalkan seperti ny; dan ññ
dilafalkan seperti nny. contoh:
ñāṇa dibaca nyā-ṇa. paññā dibaca: pan-
nyā. · Konsonan h yang terletak setelah
konsonan lain dilafalkan bersamaan
dengan konsonan tersebut.
contoh:
mayhaṁ dibaca may-(y)hang; tumhaṁ
dibaca tum-(m)hang, dsb. · Konsonan v dilafalkan seperti konsonan
w, bukan f. · Pada satu suku kata yang berkonsonan
akhir, aksara akhir tetap diusahakan
dilafalkan.
contoh:
buddhaṁ dibaca: bud-dhang, bukan bu-
dhang atau bū-dhang. Dhammaṁ dibaca:
dham-mang, bukan dha-mang atau dhā-
mang. Pembacaan syair
pembacaan wacana dalam bentuk syair
dilakukan dengan mengikuti perbaris hingga
kata yang ada di masing-masing baris terbaca
habis lalu dilanjutkan ke baris berikutnya. contoh: Na hi verena verāni s a m m a n t ī d h a
kudācanaṁ averena ca sammanti esa dhammo sanantano. setelah „Na hi verena verāni‟ dibaca, pembacaan
diteruskan ke baris yang sama, yakni
„sammantīdha kudācanaṁ. Bahasa Pāli dan Intonasi Pengucapan dalam bahasa Pāli dilakukan
49 dengan nada datar. Berbahasa Pāli adalah bahasa
bertekanan, yaitu tiap suku katanya mengandung
tekanan, tekanan ringan dan tekanan berat.
Tekanan ringan (lahu) terdapat pada suku kata
yang bervokal pendek (tanpa diikuti konsonan
akhir), contoh: sugatibhava. Sedangkan tekanan
berat (garu) terdapat pada suku kata yang bervokal
panjang atau berkonsonan akhir, contoh:
sammāsambuddho. Suku kata bertekanan ringan
dibacakan dengan tempo pendek, dengan cara
pembacaannya, begitu vokal dalam suku kata
bertekanan ringan tersebut dibacakan, sekedar
cukup dapat dikenali jenis vokal yang dibacakan,
segera mungkin pembaca beranjak menuju ke
pembacaan suku kata berikutnya, kalaupun suku
kata berikutnya itu adalah bagian dari kata
berikutnya. Suku kata bertekanan ringan yang
berada di akhir satu baris atau di tempat-tempat
yang rasanya perlu untuk berhenti bisa dilafalkan
dengan tekanan berat. Suku kata bertekanan berat
ada beberapa jenis, dibacakan dengan tempo
panjang, dengan masing-masing dibacakan dengan
cara sebagai berikut: a. Untuk suku kata yang terdapat vokal
panjang, pembaca membacakan vokal
panjang dalam suku kata tersebut agak
panjang, kira-kira dua kali tempo vokal
pendek, baru menuju kepembacaan
selanjutnya.
contoh:
pāṇātipātā veramaṇī : pa(a)-ṇa(a)-ti-
pa(a)-ta(a) ve(e)-ra-ma-ṇi(i)
sīlesu susamāhito : si(i)-le(e)-su su-sa-ma(a)-hi-to(o)
b. Untuk suku kata yang terdapat konsonan
akhir jenis bunyi selancar (ṅ, ñ, ṇ, n, m, y,
r, l, v, s, h, l, m), pembaca setelah
membacakan vokal dalam suku kata
tersebut, membacakan konsonan akhir
dengan bertahan menyuarakan konsonan
tersebut barang sebentar, baru menuju
kepembacaan suku kata selanjutnya.
contoh:
Bhagavantaṁ saranaṁ : bha-ga-van(n)-
taṁ(ṁ) sa-ra-naṁ(ṁ)
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
50
Dhammañcare : dham(m)- mañ(ñ)-ca-re(e)
c. Untuk suku kata yang terdapat konsonan
akhir jenis bunyi macet (k, g, c, j, ṭ, ḍ, t, d,
p, b), pembaca setelah membacakan vokal
dalam suku kata tersebut, membacakan
konsonan akhir dengan bertahan dalam
kesenyapan barang sebentar, baru menuju
kepembacaan suku kata berikutnya.
Contoh:
Sabbasampattisiddhiya: sab(-)-ba-sam(m)-
pat(-)-dhi-ya(a)
Niccaṁ vuḍḍhāpacāyino: nic(-)-caṁ(ṁ)
vuḍ(-)-ḍha(a)-pa-ca(a)-yi-no(o).
Pada jenis demikian ini, beberapa tradisi
pembacaan menggunakan ekor suara ṅ, ñ,
ṇ, n, m, dengan ketentuan sebagai berikut:
ekor suara ṅ mengikuti konsonan akhir k
dan g
contoh:
cakkaṁva vahato padaṁ: cak(ṅ)-kaṁ(ṁ)-
va va-ha-to(o) pa-daṁ(ṁ)
ekor suara ñ mengikuti konsonan akhir c
dan j
contoh:
nic(ñ)-caṁ(ṁ) vuḍ(ṇ)-ḍha(a)-pa-ca(a)-yi-
no(o)
ekor suara ṇ mengikuti konsonan akhir ṭ
dan ḍ
contoh:
nic(ñ)-caṁ(ṁ) vuḍ(ṇ)-ḍha(a)-pa-ca(a)-yi-
no(o)
ekor suara n mengikuti konsonan akhir t
dan ḍ
contoh:
appamattā na mīyanti: ap(m)-pa-mat(n)-
ta(a) na mi(i)-yan(n)-ti(/i)
ekor suara m mengikuti konsonan akhir p
dan b
contoh:
manopubbaṅgamā: ma-no(o)-pub(m)-
baṅ(ṅ)-ga-ma(a)
d. Sesekali suku kata bertekanan berat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
terbentuk dari vokal panjang (ā, ī, dan ū)
dan diikuti konsonan akhir. Untuk suku
kata demikian, vokal panjang dibacakan
sesuai ketentuan butir a, dan konsonan
akhir dibacakan sesuai ketentuan butir b
dan c. Bahasa Pāli dan pelantunan
Pelantunan di sini dimaksudkan
mengalunkan dengan ritme lagu, atau
melagukan. Pelantunan wacana Pāli telah
banyak dilakukan oleh masyarakat Buddhis di
banyak wilayah termasuk di Indonesia, terutama
dalam bentuk syair (Kitab Suci Dhammapada).
Membacakan wacana Pāli dengan melantunkan,
dengan demikian bisa dilakukan. Sedikit catatan
dalam hal ini adalah pembaca tetap perlu
mengindahkan ketentuan tata baca dan tata
tekanan bahasa dalam bahasa Pāli. Irama
pelantunan pembacaan Kitab Suci Dhammapada
dalam penelitian ini menggunakan irama
Sarabanña. Dalam pembacaan Kitab Suci
Dhammapada terdapat tiga intonasi yaitu
magadha, sarabannya, dan samyoga.
Berdasarkan wawancara dengan Dr.
Santacitto dapat dijelaskan membaca dengan
menggunakan magadha yaitu membaca Kitab Suci
Dhammapada nada normal yaitu fase perfase.
Samyoga artinya kombain, atau dikombinasi.
Maka dalam pembacaan wacana Pāli baik paritta
dan Dhammapada dengan menggunakan cara
samyoga akan saling sambung menyambung,
seperti kita baca Jaya Paritta. Sarabanya adalah
sebuah cara pembacaan dengan cara sedikit
mendayu seperti dilagukan, ada intonasinya.
Membaca ajaran Guru Buddha dengan
menggunakan sarabanya sudah tercatat dalam
Tipitaka terdapat dalm Udana. Pembacaan
athakavagga dengan menggunakan sarabanya
dilakukan Bhikkhu Sonakuti Khana, murid
Bhikkhu Mahakacayana, ketika diminta oleh Guru
Buddha untuk membacakan athakavagga. Guru
Buddha sangat memuji Bhikkhu Sonakuti Khana
saat membacakan athakavagga dengan
menggunakan sarabanya, suaranya jelas, lagunya
jelas. Pembacaan dengan menggunakan intonasi
sarabanya juga dilakukan oleh
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Upasika Velukandhaki pagi-pagi membacakan
parayanavagga bagian dari Sutta Nipata, yang oleh
Sang Buddha diajarkan kepada 16 murid dari
Bavali. Suatu kali saat pembacaan ini ada dewa
yang datang memuji suara dari Velukandhaki.
Ajaran Buddha yang terdapat dalam Kitab
Suci Dhammapada bila dibaca dengan tekun
akan menjadi kekuatan untuk menghadapi
berbagai macam persoalan. Kondisi kehidupan
yang diliputi kebahagiaan dan ketidakpuasan
akan mengkondisikan batin seseorang menjadi
terpengaruh. Misalnya berpisah dengan orang
yang dicinta akan menyebabkan batin menjadi
tergoncang. Bahkan peristiwa kematian akan
menyebabkan kesedihan bagi yang ditinggalkan.
Maraknya tanyangan televisi yang kurang
mendidik misalnya pergaulan bebas,
penyalahgunaan narkoba akan berpengaruh
terhadap pikiran, ucapan, dan perbuatan generasi
muda. Disinilah pentingnya membaca Kitab Suci
Dhammapada sebagai penguat batin supaya
memiliki batin yang seimbang dan tidak mudah
terpengaruh terhadap ketidaksenangan.
Melalui syair-syair Kitab Suci Dhammapada
Buddha mengajak para siswa Beliau untuk
mencapai memahami berbagai kondisi kehidupan
yang diliputi kesenangan dan ketidaksenangan.
Sebagai siswa yang beragama Buddha sangat
diharapkan senantiasa membaca Kitab Suci
Dhammapada dalam kehidupan sehari-hari tanpa
rasa malas. Dhammapada merupakan dasar bagi
pembelajaran dan panduan spiritual untuk
mencapai tiga tujuan utama dalam ajaran Buddha;
kesejahteraan di sini dan saat ini, kelahiran yang
baik pada kehidupan berikutnya, dan tercapainya
keterbebasan batin dari dukha. (Handaka, 2014).
Berdasarkan kutipan di atas dapat disintesiskan
bahwa membaca Kitab Suci Dhammapada penting
dilakukan sebagai upaya untuk mencapai tujuan
dalam agama Buddha. Melalui pesan-pesan moral
yang terkandung dalam syair-syair Dhammapada
dapat menjadi sebuah dasar berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga terwujud siswa
beragama Buddha yang berbudi luhur.
Setelah membaca secara keseluruhan
51 pembaca seyogyanya membaca beberapa ayat atau
satu kelompok setiap hari tanpa rasa malas, secara
seksama, sembari merenungi ayat-ayat tersebut,
memiliki kemengenaannya terhadap kehidupan,
lalu menerapkannya sebagai pedoman perilaku.
Jika ini dilakukan secara berulang, dengan
kegigihan dan ketekunan, Dhammapada akan
membimbing pembacanya menemukan
kebahagiaan yang jauh lebih besar daripada apa
pun yang ada di dunia ini (Handaka, 2014).
Kegiatan membaca Kitab Suci Dhammapada akan
mendatangkan manfaat dalam kehidupan ini
maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Aktivitas membaca Dhammapada akan
membimbing kesiapan mental dalam menghadapi
kondisi kehidupan. Pesan-pesan moral yang
terkandung dalam Kitab Suci Dhammapada dapat
menguatkan batin dari segala bentuk kebenciaan,
keserakahan, dan kegelapan batin.
Penelitian ini tentunya tidak terlepas dari
penelitian terdahulu. Adapun penelitian relevan
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sudiarti
(2015) dengan judul “Peningkatan Keterampilan
Membaca Teks Arab Gundul melalui Aktifitas
Membaca Intensif Berbasis Gramatikal: Studi
Kasus Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab IAIN
STS Jambi” dalam Jurnal FENOMENA,
Volume 7, No 1, 2015. Hasil penelitian Sudiarti
menjelaskan bahwa Peningkatan ketrampilan
membaca teks arab tanpa syakal setelah
diadakan pelatihan dan pembelajaran, maka
hasilnya meningkat, walaupun pada awal
sebelum pembelajaran, tampak hasil nilai
mereka sangat rendah, tapi setelah diadakan
pembelajaran kemampuan mahasiswa
mengalami peningkatan (Sudiarti, 2015:42).
Relevansi penelitian ini dengan penelitian
Sudiarti yaitu peneliti sama-sama mengkaji
keterampilan membaca, dan peneliti sama-sama
menggunakan studi kasus. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian Sudiarti yaitu penelitian ini
berfokus pada keterampilan membaca Kitab
Suci Dhammapada sedangkan Sudiarti berfokus
pada keterampilan membaca Teks Arab Gundul.
Penelitian relevan lainnya yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Miftakhul, dkk (2013)
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
52
dalam Journal of Arabic Learning and Teaching
LISANUL ARAB 2 (1) (2013). yang berjudul
Pengoptimalan Keterampilan Membaca Bahasa
Arab dengan Model Pembelajaran Tutor Sebaya Di
Kelas VII H MTs Negeri Kendal Tahun
2012/2013. Hasil penelitian Miftakhul
menjelaskan, terjadi pengoptimalan keterampilan
membaca bahasa Arab dengan model pembelajaran
tutor sebaya. Hal ini dapat diketahui berdasarkan
nilai rata-rata dari siklus I dan siklus II, yaitu:
pertemuan pertama siklus I 56,3, pertemuan kedua
siklus I 65,5. Dan pertemuan pertama siklus II 77,5
dan pertemuan kedua siklus II 84,1. Dari hasil
tersebut diperoleh prosentase kenaikan dari
pertemuan I ke pertemuan II sebesar 16,3%,
pertemuan II ke pertemuan III 18,3%, dan dari
pertemuan III ke pertemuan IV sebesar 8,5%.
(Miftakhul, dkk., 2013:20-21). Penelitian
Miftakhul, dkk., dan penelitian ini memiliki
relevansi yaitu sama-sama mengkaji keterampilan
membaca terkait kegiatan keagamaan. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian Miftakhul,
dkk.,yaitu penelitian ini berfokus pada
keterampilan membaca Kitab Suci Dhammapada,
sedangkan penelitian Miftakhul, dkk., berfokus
pada keterampilan membaca bahasa Arab.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat penelitian ini adalah Kabupaten
Banyumas. Waktu pelaksanaan penelitian ini
adalah bulan Juli s.d November 2016. Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Jenis penelitian adalah studi kasus.
studi kasus merupakan proses penelitian dimana
peneliti mengamati perilaku individu yang
dilakukan secara mendalam untuk menghimpun
data terkait proses aktifitas membaca Kitab Suci
Dhammapada serta peran guru dalam
meningkatkan keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas.
Data dan sumber data berasal dari (a)
informan; (b) tempat dan peristiwa; dan (c)
dokumen). Informan dalam penelitian ini adalah
guru pendidikan agama Buddha dan siswa
beragama Buddha di Kabupaten Banyumas.
Tempatnya yaitu sekolah-sekolah formal di
Kabupaten Banyumas yang terdapat siswa
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
beragama Buddha. Peristiwa disini terkait peran
guru dalam meningkatkan keterampilan membaca
Kitab Suci Dhammapada di Kabupaten Banyumas.
Dokumen yaitu dokumen-dokumen pendukung
yang menggambarkan peran guru pendidikan
agama Buddha dalam meningkatkan keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada di Kabupaten
Banyumas.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan melalui wawancara, observasi.
Validitas data yang pergunakan dalam
penelitian ini adalah; (a) trianggulasi data; dan
trianggulasi metode. Trianggulasi dalam
penelitian ini berfungsi untuk memperjelas data
dalam penelitian sehingga diperoleh data
penelitian yang valid.
Pada penelitian ini teknik analisis data
menggunakan model analisis interaktif
(interactive model of analysis).
HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Lokasi penelitian adalah di Kabupaten
Banyumas. Wilayah Kabupaten Banyumas
terletak di sebelah Barat Daya dan bagian dari
Propinsi Jawa Tengah. Batas wilayah Kabupaten
Banyumas, yaitu: sebelah Utara berbatasan
dengan Gunung Slamet, Kabupaten Tegal, dan
Kabupaten Pemalang. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Cilacap. Sebelah
Barat berbatasan dengan Kabupaten Cilacap dan
Kabupaten Brebes. Sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Kebumen, dan Kabupaten Banjarnegara. Subjek
penelitian adalah para guru dan siswa
pendidikan agama Buddha di Kabupaten
Banyumas. Guru Pendidikan Agama Buddha di
Kabupaten Banyumas berjumlah 10. Jumlah
siswa yang beragama Buddha berjumlah 160. 1. Bagaimana peran guru Pendidikan Agama
Buddha dalam meningkatkan
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas?
Kitab Suci Dhammapada merupakan salah
satu bagian dari Kitab Suci Tipitaka.
Dhammapada mengandung pesan-pesan
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
kebaikan yang menjadi warisan luhur Guru
Agung Buddha Gotama. Keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada bagi
siswa sangatlah penting. Pembacaan Kitab
Suci Dhammapada dapat mengkondisikan
siswa tertarik dan semakin percaya diri
dengan ajaran Guru Agung Buddha Gotama.
Ayat-ayat dalam Kitab Suci Dhammapada
bisa menjadi dasar pola pikir dan perilaku
siswa baik di sekolah maupun di rumah. Isi
Dhammapada mengajarkan untuk
menghindari perbuatan jahat, namun
sebaliknya dianjurkan untuk melakukan
perbuatan baik secara jarmani, ucapan dan
pikiran. Siswa beragama Buddha jika
mempraktikkan isi Kitab Suci Dhammapada
tentunya akan hidup berbahagia. Siswa akan
senantiasa bergaul dengan teman-teman
yang baik dan tidak terjerumus dalam
pergaulan. Siswa akan menghindari
penyalahgunaan narkoba yang menjadi
perusak generasi muda.
Kitab Suci Dhammapada dituliskan
dengan menggunakan bahasa Pāli.
Keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada dapat membantu siswa
memahami tata cara membaca bahasa Pāli
secara baik dan benar. Tesk bahasa Pāli
terikat oleh tanda baca misalnya pelafalan
panjang dan pendek suatu huruf, huruf
vocal dan huruf konsonan. Ketepatan
dalam membaca bahasa Pāli sesuai dengan
kaidah sangat berpengaruh terhadap
makna dari teks Dhammapada.
Isi Kitab Suci Dhammapada yang dibaca
siswa akan memberikan sebuah pemahaman
bahwa isi Kitab Suci Dhammapada sangat
relevan dalam kehidupan saat ini. Hal ini
menunjukkan bahwa Dhamma yang telah
diajarkan Guru Agung Buddha 2600 tahun
yang lalu sangat relevan dengan kondisi saat
ini. Siswa menjadi semakin mempercayai
keberan Dhammapada sehingga keyakinan
siswa tidak akan mudah goyah.
Keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada dapat
53 meningkatkan kepercayaan pada diri siswa
sehingga menjadi pemberani dan penuh rasa
percaya diri serta tidak mudah minder. Sifat
pemberani sangat penting sebagai bekal
siswa untuk mempersiapkan diri sebagai
pemimpin dimasa yang akan datang. Guru
Agung Buddha Gotama dalam Kitab Suci
Dhammapada menjelaskan tentang
pentingnya menjadi diri yang penuh
semangat, dan tidak minder. Bila ajaran
yang terkandung dalam Kitab Suci
Dhammapada dipraktikan dalam pergaulan
tentunya tercipta generasi muda beragama
Buddha yang penuh percaya diri dan tidak
mudah minder. Guru pendidikan agama Buddha di
Kabupaten Banyumas memiliki peran
dalam meningkatkan keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada. Peran
guru dalam meningkatkan keterampilan
membaca Dhammapada yaitu melatih
siswa membaca Kitab Suci Dhammapada.
Selain sebagai pelatih guru menjadi
penyelenggara perlombaan membaca
Kitab Suci Dhammapada antar vihara.
Lomba membaca Kitab Suci
Dhammapada dilaksanaan menjelang
peringatan Hari Tri Suci Waisak dan saat
Dhammacamp. Selain sebagai pelatih
guru juga sebagai juri dalam lomba
membaca Kitab Suci Dhammapada. Pelatihan membaca Kitab Suci
Dhammapada dilakukan saat di sekolah
menyelenggarakan kegiatan Pesantren Kilat.
Selain saat Pesantren Kilat guru juga
melatih siswa membaca Kitab Suci
Dhammapada saat di vihara walaupun tidak
secara rutin. Saat pembelajaran guru
memperkenalkan Kitab Suci Dhammapada
serta membimbing membaca Dhammapada.
Guru membimbing siswa membaca Kitab
Suci Dhammapada dengan menekankan
pada panjang pendeknya nada dan aturan
dalam pembacaan bahasa Pāli. Guru memberikan pelatihan membaca
Kitab Suci Dhammapada selain dilakukan
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
54
di sekolah formal juga disekolah nonformal.
Contohnya saat penyelenggarakan SMB
(Sekolah Minggu Buddha). Guru melatih
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di vihara biasanya dilakukan
saat menjelang Hari Raya Waisak dan
persiapan perlombaan. Adapun perlombaan
yang telah diikuti seperti sippa Dhamma dan
Svayamvara.
Guru telah mengkondisikan siswa untuk
terampilmembacaKitabSuciDhammapada.
Guru berupaya menciptakan siswa yang
beragama Buddha yang memiliki perilaku
baik. Ajaran dalam Dhammapada dijadikan
pedoman bagi guru dalam menumbuhkan
sifat-sifat baik dalam diri siswa. Saat
pembelajaran guru melatih untuk terampil
membaca Kitab Suci Dhammapada. Guru
juga memberikan penjelasan tentang setiap
arti yang terkandung dalam syair-syair
Dhammapada yang telah di baca.
Berdasarkan uraikan di atas menunjukan
peran guru pendidikan agama Buddha di
Kabupaten Banyumas dalam meningkatkan
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada yaitu melatih siswa membaca
Kitab Suci Dhammapada baik di sekolah
formal maupun di sekolah nonformal seperti
Sekolah Minggu Buddha (SMB).
2. Hambatan-hambatan apa yang dialami
dalam meningkatkan keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada di
Kabupaten Banyumas?
Keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas
belum optimal. Hambatan-hambatan yang
dialami dalam meningkatkan keterampilan
membaca Kitab Suci Dhammapada yaitu
kurang tepatnya cara membaca teks
bahasa Pāli. Pembacaan dalam Kitab Suci
Dhammapada bahasa Pāli sangat terikat
pada tanda baca. Siswa masih kurang
mampu membacakan Dhammapada sesuai
kaidah tanda baca dalam bahasa Pāli.
Akibatnya sering terjadi kesalahan bahkan
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
penyimpangan makna.
Siswa mengalami kesulitan dalam
membaca teks Dhammapada bahasa Pāli.
Akibatnya terjadi kesalahan saat berlatih
membaca Kitab Suci Dhammapada. Huruf
yang seharusnya dilafalkan panjang
namun dilafalkan pendek. Begitu pula
huruf yang seharusnya dilafalkan pendek,
dilafalkan panjang. Siswa juga mengalami
kesulitan perihal intonasi dalam membaca
Kitab Suci Dhammapada. Kurang fokus
menjadi penyebab siswa belum menguasai
pelafalan tanda baca dan intonasi dalam
membaca Kitab Suci Dhammapada.
Penyebab siswa tidak memahami tanda baca
karena semangat belajar membaca
Dhammapada masih belum optimal. Saat
siswa diminta membaca masih malu. Siswa
kurang percaya diri saat berlatih membaca
Kitab Suci Dhammapada. Saat guru
memberikan tugas membaca Dhammapada
secara bergantian banyak yang tidak mau.
Siswa sering mengalami kesalahan dalam
membacakan huruf vocal dan konsonan.
Siswa kurang terbiasa dalam membaca
bahasa Pāli sehingga mengalami kesulitan
dalam membacakan syair Dhammapada.
Siswa saat membaca satu syair berpindah ke
syair yang lain sering lupa cara membaca
syair sebelumnya. Saat membaca
Dhammapada siswa terlalu cepat sehingga
sering mengalami kesalahan.
Kurang ketersediaan buku Kitab Suci
Dhammapada juga menjadi hambatan
dalam meningkatkan keterampilan
membaca Dhammapada. Tempat
pembelajaran yang kurang mendukung juga
menjadi permasalahan dalam meningkatkan
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada. Kurang buku serta tempat
pembelajaran yang mendukung
pembelajaran menyebabkan siswa menjadi
kurang optimal dalam belajar. Ada beberapa
sekolah saat pembelajaran Dhammapada
belum menyediakan tempat yang memadai,
sehingga keterampilan
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
membaca Dhammapada belum optimal.
Beberapa siswa tempat tinggal jaraknya
berjauhan, sehingga kurang optimal dalam
berlatih membaca Kitab Suci
Dhammapada. Beberapa siswa mengalami
ketergantungan dalam hal kehadiran. Jika
ada teman yang tidak hadir cendrerung
diikuti oleh teman lainnya. Banyak tugas
dari sekolah menjadi salah satu penyebab
kurang optimalnya keterampilan membaca
Kitab Suci Dhammapada. 3. Bagaimana cara mengatasi hambatan-
hambatan dalam meningkatkan
keterampilan membaca Kita Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas?
Kurang optimalnya keterampilan membaca
Kitab Suci Dhammapada disebabkan oleh
berbagai hambatan baik dari segi siswa
maupun sarana dan prasarana pendukung.
Berbagai hambatan yang muncul dalam
meningkatkan keterampilan membaca Kitab
Suci Dhammapada menuntut perhatian dan
solusi pemecahanya. Cara mengatasi
hambatan-hambatan dalam meningkatkan
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas yaitu
guru memberikan motivasi dan semangat
belajar membaca Kitab Suci Dhammapada.
Guru mengkondisikan suasana pelatihan
membaca Kitab Suci Dhammapada yang
menyenangkan. Guru hendaknya tidak
mudah memarahi siswa jika mengalami
kesalahan dalam membaca Kitab Suci
Dhammapada sesuai dengan kaida bahasa
Pāli. Jika siswa melakukan kesalahan
hendaknya segera ditunjukkan pembacaan
secara benar dengan penuh keramahan. Saat
melatih keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada hendanya tidak membentak-
bentak siswa. Mengkondisikan siswa
membaca Kitab Suci Dhammapada setiap
hari. Mengkondisikan siswa membaca Kitab
Suci Dhammapada sebelum pembelajaran
pendidikan agama Buddha dimulai sehingga
siswa tidak merasa
55
asing dengan Kitab Suci Dhammapada.
Saat pembelajaran yang ada kaitannya
dengan isi Kitab Suci Dhammapada guru
juga melatih siswa membaca Kitab Suci
Dhammapada baik dalam bahasa Pāli dan
bahasa Indonesia. Disetiap akhir pelatihan
guru perlu memberikan evaluasi sehingga
dapat diketahui letak kesalahan siswa
dalam membaca Kitab Suci Dhammapada.
Jadi siswa diberikan kondisi sering
membaca, maka keterampilan siswa
dalam membaca Kitab Suci Dhammapada
akan semakin optimal.
Proses pelatihan membaca Dhammapada
peran guru sangat penting. Guru hendaknya penuh
semangat dalam melatih siswa membaca
Dhammapada. Guru perlu memberikan motivasi
kepada siswa bahwa siswa mampu membaca Kitab
Suci Dhammapada. Guru hendaknya
membangkitkan rasa percaya diri pada diri siswa,
sehingga rasa optimisme siswa muncul. Pelatihan
membaca Kitab Suci Dhammapada dilakukan
secara rutin. Melalui jadwal pelatihan yang rutin
siswa akan semakin terampil membaca Kitab Suci
Dhammapada. Pelatihan dalam membaca Kitab
Suci Dhammapada tidak hanya cukup sekali,
namun harus konsisten sesuai dengan jadwal. Guru
dan siswa harus berkomitmen terhadap jadwal
pelatihan membaca Kitab Suci Dhammapada yang
telah disepakati. Menjaga konsentrasi saat
membaca Kitab Suci Dhammapada. Saat berlatih
membaca Kitab Suci Dhammapada hendaknya
lebih memahami tata cara membaca kaidah tata
bahasa Pāli. Konsentrasi hendaknya dijaga supaya
terhindar dari kesalahan pembacaan wacana Pāli.
Keterlibatkan pengelola sekolah, pihak
pemerintah dan pihak terkait memiliki peran
penting dalam meningkatkan keterampilan
membacaKitabSuciDhammapada.Kepalasekolah
hendaknya menyediakan jadwal pendalaman kitab
suci bagi siswa beragama Buddha. Melalui jadwal
pendalaman kitab suci, maka siswa yang beragama
Buddha akan memperoleh kondisi belajar Kitab
Suci Dhammapada disekolah secara optimal di
sekolah formal. Seringnya pelatihan membaca
Kitab Suci maka keterampilan
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
56
membaca Kitab Suci Dhammapada akan semakin
optimal. Pihak Pemerintah dalam hal ini Dirjen
Bimas Buddha maupun Sekolah Tinggi Agama
Buddha perlu mengadakan pelatihan tentang
keterampilan membaca Kitab Suci Dhammapada
khususnya kepada guru sebagai bekal melatih
siswa. Guru sebagai penyelenggara pendidikan
memerlukan petunjuk teknis yang sesuai dengan
kaidah cara membaca Kitab Suci Dhammapada
yang berbentuk CD. Pihak pemerintah melalui
Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha
hendaknya menyiapkan pedoman cara membaca
Kitab Suci Dhammapada sesuai dengan kaida
pembacaan Pāli wacana dalam bentuk aplikasi
sehingga di downloud. Perguruang tinggi dalam
hal ini STAB sebagai penyelenggara tri dharma
perguruan tinggi hendaknya keterlibatan kampus
dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat
yaitu lebih dioptimalkan keterlibatan mahasiswa
dalam memberikan pelatihan membaca Kitab Suci
Dhammapada bagi masyarakat.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penilitian dan
pembahasan yang telah diuraiakan, maka peneliti
dapat mengambil simpulan, yaitu:
Peran guru dalam meningkatkan
keterampilan membaca Dhammapada yaitu melatih
siswa membaca Kitab Suci Dhammapada. Selain
sebagai pelatih guru menjadi penyelenggara
perlombaan membaca Kitab Suci Dhammapada
antar vihara dan saat Dhammacamp. Guru juga
melatih siswa membaca Kitab Suci Dhammapada
saat kegiatan SMB walaupun tidak secara rutin.
Saat pembelajaran guru memperkenalkan Kitab
Suci Dhammapada serta membimbing membaca
Dhammapada. Saat pembelajaran guru melatih
untuk terampil membaca Kitab Suci Dhammapada.
Hambatan-hambatan yang dialami dalam
meningkatkan keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada yaitu kurang tepatnya dalam
membacakan aksara Pāli. Akibatnya terjadi
kesalahan saat berlatih membaca Kitab Suci
Dhammapada. Siswa juga mengalami
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
kesulitan perihal intonasi dalam membaca Kitab
Suci Dhammapada. Siswa kurang percaya diri
saat berlatih membaca Kitab Suci Dhammapada.
Kurang ketersediaan buku Kitab Suci
Dhammapada juga menjadi hambatan dalam
meningkatkan keterampilan membaca
Dhammapada.
Cara mengatasi hambatan-hambatan dalam
meningkatkan keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada di Kabupaten Banyumas yaitu guru
memberikan motivasi dan semangat belajar
membaca Kitab Suci Dhammapada. Guru
mengkondisikan suasana pelatihan membaca Kitab
Suci Dhammapada yang menyenangkan.
Mengkondisikan siswa membaca Kitab Suci
Dhammapada sebelum pembelajaran pendidikan
agama Buddha. Saat pembelajaran yang ada
kaitannya dengan isi Kitab Suci Dhammapada
guru juga melatih siswa membaca Kitab Suci
Dhammapada baik dalam bahasa Pāli dan bahasa
Indonesia. Guru hendaknya membangkitkan rasa
percaya diri pada diri siswa, sehingga rasa
optimisme siswa muncul. Pelatihan membaca
Kitab Suci Dhammapada dilakukan secara rutin.
Kepala sekolah hendaknya menyediakan jadwal
pendalaman kitab suci bagi siswa beragama
Buddha. Pihak Pemerintah dalam hal ini Dirjen
Bimas Buddha maupun Sekolah Tinggi Agama
Buddha perlu mengadakan pelatihan tentang
keterampilan membaca Kitab Suci Dhammapada
khususnya kepada guru. Pihak pemerintah melalui
Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Buddha
hendaknya menyiapkan pedoman cara membaca
Kitab Suci Dhammapada sesuai dengan kaida
pembacaan Pāli wacana dalam bentuk aplikasi
sehingga di downloud. B. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka
peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Siswa hendaknya meningkatkan
semangatnya mengikuti pelatihan
membaca Kitab Suci Dhammapada di
sekolah maupun di SMB. 2. Saat mengikuti pelatihan membaca Kitab
Suci Dhammapada, hendaknya siswa
lebih konsentrasi sehingga tidak sering
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
mengalami kesalahan. 3. Siswa hendaknya lebih giat meningkatkan
keterampilan membaca Kitab Suci
Dhammapada. 4. Guru hendaknya meningkatkan kemampuan
dalam hal cara membaca Kitab Suci
Dhammapada dengan memperhatikan
kaidah pembacaan wacana Pāli.
5. Guru hendaknya dalam memberikan
pelatihan membaca Kitab Suci
Dhammapada mengkondisikan suasana
yang menyenangkan. 6. Kepala sekolah hendaknya menyediakan
jadwal pendalaman Kitab Suci Tipitaka
bagi siswa yang beragama Buddha. 7. Kepala sekolah hendaknya menyedian
ruang pembelajaran yang memadai bagi
siswa beragama Buddha. 8. Kepala sekolah hendaknya menyediakan
buku Dhammapada bagi siswa beragama
Buddha walaupun jumlahnya cukup
terbatas. 9. STAB hendaknya lebih optimal dalam
melaksanakan pengabdian kepada
masyarakat terutama memberikan
pendampingan bagi guru dalam
meningkatkan keterampilan membaca
Kitab Suci Dhammapada. 10. Pihak pemerintah dalam hal ini Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha
Kementerian Agama Republik Indonesia
hendaknya menyelenggarakan pelatihan
membaca Kitab Suci Dhammapada serta
menyediakan sofwere aplikasi tentang
Kitab Suci Dhammapada.
DAFTAR PUSTAKA Achmad dan Alek. 2011. Bahasa Indonesia
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Dhammadhīro. 2014. Pustaka Dhammapada
Pāli-Indonesia. Tanggerang Selatan: Saṅgha Theravāda Indonesia.
Hidayah, Miftakhul, Retno Purnama Irawati, dan
Zaim Elmubarok. 2013. Pengoptimalan
57
Keterampilan Membaca Bahasa Arab
dengan Model Pembelajaran Tutor
Sebaya di Kelas VII H MTS Negeri
Kendal Tahun 2012/2013. Journal of
Arabic Learning and Teaching LISANUL
ARAB 2 (1) (2013). pp17-22. Miles, B. Matthew dan A. Michael Hubermen.
2014. Qualitative Data Analysis:
Analisis Data Kualitatif. Penerjemah
Tjetjep Rohendi Ronidi. Jakarta:
Universitas Indonesia. Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Mukti, Wijaya Krishnanda. 2013. Wacana
Buddha Dharma. Jakarta: Yayasan
Dharma Pembangunan dan Sangha
Agung Indonesia. Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Memilih, Menyusun,
dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia
Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana. Neuman, W. Lawrence. 2016. Social Research
Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches: Metodologi Penelitian
Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. (Alih bahasa Edina T.
Sofia). Jakarta Barat: PT Indeks. Patton, Michael Quinn. 2009. How to Use
Qualitative Methods in Evaluation :
Metode Evaluasi Kualitatif. (alih
bahasa. Budi Puspo Priyadi).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pemerintah Kabupaten Banyumas. http://www.
banyumaskab.go.id, diunduh tanggal 01
Oktober 2016. Saddhono, Kundharu, dan St. Y. Slamet. 2014.
Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
Indonesia Teori dan Aplikasi. Edisi 2.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Stake, Robert E. 1992. “Studi Kasus Kualitatif”
dalam Norman K. Denzin dan Yvonna
S. Lincoln (Ed) The Sage Handbook of
Qualitative Research (Thrid Edition):
penerjemah Dariyanto: Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudiarti, Sri. 2015. Peningkatan Keterampilan
Membaca Teks Arab Gundul Melalui Aktifitas
Membaca Intensif Berbasis Gramatikal Studi
Kasus Mahasiswa
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
58 Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan
Bahasa dan Sastra Arab IAIN STS Jambi. Jurnal FENOMENA, Volume 7, No 1, 2015. pp31-44.
Sutopo, H.B.. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Edisi-2. Surakarta: Univiersitas Sebelas Maret.
Tarigan, Henry Guntur, 2008. Membaca sebagai
suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Vijjānanda, Handaka. 2014.
Dhammapada. Jakarta: Ehipassiko Foundation.
Widjaja, Hendra. 2013. Dhammapada Syair
Kebenaran. Jakarta: Ehipassiko Foundation.
Yin, R.K. 2015. Case Study Research Design
and Methods: Studi Kasus Desain dan Metode. (Alih bahasa M. Djuazi Mudzakir). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asosiasi Dosen & Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Recommended