View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga
Sebagai Daya Tarik Pariwisata
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata
Peneliti :
Noni Nugrahaningsih (732013609)
Pembimbing :
Yesaya Sandang, M.Hum.
Program Studi Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Februari 2015
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga
Sebagai Daya Tarik Pariwisata
1Noni Nugrahaningsih,
2Yesaya Sandang
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)
nugrahanoni@gmail.com, 2)
yesayasandang@gmail.com
Abstract
Indonesia is a country with diverse cultures. The diverse cultures can be used as a tourist
attraction that attract tourists. One of the culture that can be dipotential as a tourist attraction is
the batik. Batik is known as a result of the cultural heritage that has been recognized by
UNESCO as an intangible cultural heritage of Indonesia in 2009. The development of batik as a
tourism attraction begins with the introduction of batik as a souvenir, the establishment of a
museum of batik and batik tourist village in which there is learning batik. The development of
batik business into a tourist attraction involves the role of government. Government is the
institution that plays an important role for the development of batik as a tourist attraction. This
study describes how the role of government Salatiga (in this case Disperindagkop and tourism
department Salatiga) to determine the extent of the role played by the employers to make batik
batik as a tourist attraction. This study focuses on the role of government Salatiga through
stimulation of business development and entrepreneurship.
Keywords:
Batik of Salatiga,Batik as a Tourist Attraction, Eentrepreneurial Development and Stimulation
1 Mahasiswi Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen Satya Wacana 2 Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen Satya Wacana
11
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai potensi pariwisata karena kekayaan
alam, sejarah, maupun beragam budaya yang ada. Salah satu program pemerintah dalam slogan
visit Indonesia merupakan ajakan melalui promosi yang dilakukan untuk mengajak wisatawan
berkunjung ke Indonesia. Program tersebut muncul karena besarnya potensi wisata yang ada di
Indonesia dan beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia sebagai negara multikulturalisme.3
Beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia menjadikan Indonesia unggul dalam hal
pariwisata karena kebudayaan yang unik dan berbeda di tiap tempat dapat dijadikan sebagai daya
tarik utamanya. Wisata kebudayaan telah diminati oleh banyak wisatawan, dengan menampilkan
berbagai kebudayaan yang berbeda dan memiliki kekhasan masing-masing di setiap daerah.
Perbedaan inilah yang dirasa unik dan khas sehingga menjadi magnet yang dapat menarik
perhatian wisatawan. Wisatawan mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain didorong
oleh keinginan untuk mengenal, megetahui, atau mempelajari daerah dan kebudayaan
masyarakat lokal (Pitana, 2005: 81). Wisata budaya turut menyumbang pelestarian terhadap
warisan budaya, karena warisan budaya merupakan daya tarik utama yang ditawarkan bagi
wisatawan. Salah satu warisan budaya yang saat ini berkembang dan mampu dijadikan sebagai
salah satu daya tarik dalam pariwisata ialah batik.
Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, pada tahun 2009
batik diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia.4 Batik dikenal sebagai
warisan budaya yang mengandung unsur seni dan sangat bernilai harganya. Setiap seni lukis
batik mendeskripsikan sebuah makna yang terselubung di dalamnya. Seni membatik telah
diwariskan secara turun-temurun hingga saat ini. Inilah sebabnya mengapa batik perlu
dilestarikan dan jika dikelola dengan baik, maka dapat dikembangkan menjadi sebuah potensi
daya tarik wisata. Wisata membatik telah ada di beberapa tempat di Indonesia dengan
didirikannya kampung batik atau museum batik yang di dalamnya selain kegiatan memasarkan
kain batik, namun juga pengunjung dapat melakukan kegiatan belajar membatik.
Berkembangnya industri batik sebagai bagian dalam pariwisata ditandai dengan
berdirinya industri batik, mulai dari pemasaran produk batik sebagai souvenir sehingga mampu
3 Negara multikulturalisme merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan, salah satu contohnya ialah
Indonesia 4 Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
12
mendatangkan pengunjung untuk mengunjungi dan menikmati belanja kain batik, didirikannya
museum batik, dan kampung wisata batik. Batik semakin berkembang luas menjadi tujuan wisata
ketika dibangunnya fasilitas mengenai perbatikan, seperti kampung wisata batik, pasar batik,
bahkan museum batik yang menyimpan barbagai koleksi perbatikan. Beberapa kota di Indonesia
yang telah sukses menjadikan batik sebagai salah satu daya tarik pariwisata misalnya
Pekalongan, Jogjakarta, dan Solo. Kota tersebut mampu mendatangkan para wisatawan baik
dalam negeri maupun manca negara untuk mengunjungi sentra batik yang sudah sangat terkenal
itu. Kota Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik dengan adanya ikon-ikon obyek wisata sebagai
sarana promosi batik yaitu Museum Batik Indonesia, Pasar Grosir Setono, dan Kampung Batik
Kauman. Solo terkenal dengan museum batik Danar Hadi, Kampung Batik Laweyan, Pasar
Klewer, dan lain sebagainya. Sedangkan Jogjakarta juga mempunyai Museum Batik Yogyakarta
yang menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan dan Kampung Batik Ngasem yang
merupakan salah satu kampung sentra penjual batik di kota Jogjakarta.5
Selain kota tersebut, ternyata kota Salatiga juga memiliki batik khas sendiri. Batik khas yang
terkenal di kota Salatiga ialah batik Plumpungan dan Selotigo.6 Setiap kota tentunya memiliki
batik tersendiri dengan corak khas tertentu yang menjadi ciri khas di masing-masing daerah,
demikian halnya dengan kota Salatiga. Batik khas Salatiga memiliki motif dasar yang sangat
khas dengan motif dasar batu yang terinspirasi dari sejarah berdirinya kota Salatiga. Salah satu
batik yang terkenal di Salatiga dan menjadi cikal bakal lahirnya batik-batik Salatiga saat ini ialah
batik Plumpungan. Batik Plumpungan mengacu pada prasasti Plumpungan yang merupakan
sejarah lahirnya kota Salatiga. Batik Plumpungan dipelopori oleh Bapak Bambang Pamulardi,
yang beralamat di Perumahan Puri Satya Permai Blok IV-5, Kemiri, Salatiga. Batik Plumpungan
ditemukan motifnya pada tahun 2004, mulai berkembang pada tahun 2008 sebagai satu-satunya
batik baru di kota Salatiga, dan baru dipatenkan tahun 20117 yang diproduksi dalam skala
industri oleh Usaha Dagang “Prasasti”. Ciri batik Plumpungan ini bergambar dua bulatan sedikit
lonjong berukuran besar dan kecil saling berhimpit yang menyerupai Prasasti Plumpungan. Batik
tersebut diproduksi dalam jenis batik cap dan batik tulis.
5 Sumber: http://travel.detik.com/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
6 Hasil wawancara dengan narasumber DISPERINDAGKOP kota Salatiga, 30 Desember 2014 7 Hasil wawancara dengan pegawai Batik Plumpungan, 10 Oktober 2014
13
Contoh motif batik Plumpungan (Sumber: http://fedep.salatigakota.go.id/ diakses terakhir
pada tanggal 24 Februari 2015).
Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban (Handini:
2013), pemerintah Kabupaten Tuban telah menyiapkan hal-hal yang perlu untuk mendukung
pengembangan desa wisata batik Gedog, seperti menetapkan batik Gedog sebagai warisan
budaya, bimbingan masyarakat, pelatihan, memperbaiki jalan menuju ke desa wisata dan
kelembagaan. Jurnal lain mengenai peran pemerintah terhadap pengembangan batik tulis tenun
Gedog (Mukmin, Ariem, dkk) menunjukkan bahwa peran pemerintah sangat membantu, seperti
perluasan pemasaran di dalam dan luar kota dengan fasilitas TI berbasis web, pelatihan
peningkatan keterampilan membatik dan pewarnaan, kursus belajar membatik bagi ibu-ibu dan
remaja putri, serta rencana penetapan beberapa desa sebagai kampung batik. Sedangkan
penelitian terdahulu mengenai peran pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat untuk
mengembangkan Pasar Batik Setono Pekalongan (Ristyanto: 2008), telah melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Upaya tersebut antara lain: pembukaan batas
jalan yang ditengah menuju ke pintu gerbang Pasar Setono Pekalongan, pengaspalan, dan paving
untuk jalan di depan kios, serta tempat parkir tengah dan tempat parkir belakang. Bantuan
pendidikan untuk para pedagang, rehab mushola, meja dan kursi untuk pertemuan, kursi meja
tamu, computer, AC untuk ruangan, dan dinding penyekat kantor, serta almari etalase, payung
berteduh, pengadaan acara seperti Fashion Show Batik, peragaan busana batik, petugas
keamanan, petugas parkir, petugas kebersihan, penjual makanan, dan peliputan Pasar Batik
Setono Pekalongan dalam salah satu acara di televisi swasta (TRANS TV). Penelitian-penelitian
mengenai pengembangan usaha batik menjadi suatu daya tarik pariwisata tidak jauh dari peran
pemerintah. Pemerintah memiliki peranan yang penting dalam pengembangan usaha batik
sehingga dapat menjadi daya tarik pariwisata karena pemerintah merupakan lembaga yang ikut
memberikan stimulasi atau dorongan bagi para pengusaha batik. Stimulasi tersebut dapat berupa
14
bantuan-bantuan yang membuat para pengusaha bertahan dan dapat terus menjalankan bisnis
usahanya.
Berdasar pada penelitian tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui seberapa jauh peran
dinas pariwisata dan disperindagkop kota Salatiga dalam mendukung pengembangan usaha batik
Salatiga sebagai daya tarik pariwisata. Apakah usaha yang telah dilakukan selama ini sudah
cukup optimal untuk membuat batik Salatiga menjadi daya tarik yang dapat mendatangkan
wisatawan. Penelitian ini berfokus kepada peran pemerintah kota Salatiga melalui fungsi
pengembangan wirausaha dan stimulasi.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Peran Pemerintah Kota Dalam Mendukung Batik Khas Salatiga Sebagai Daya
Tarik Pariwisata”. Peran pemerintah kota bagi pengusaha batik yang bergerak dalam UMKM
adalah dengan pengembangan wirausaha dan stimulasi melalui berbagai bantuan, seperti
pemasaran, peningkatan kualitas produk, pinjaman modal, dan sebagainya.
Pertanyaan penelitian ini adalah upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah kota
Salatiga dalam rangka mendukung batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dilihat dari
fokus pengembangan wirausaha dan stimulasi. Apakah usaha-usaha tersebut sudah cukup
optimal untuk menjadikan kota Salatiga sebagai kota dengan daya tarik pariwisata batik seperti
yang ada di kota lain (misalnya Pekalongan, Solo, Jogjakarta).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah kota Salatiga
bagi pengusaha batik yang bergerak dalam rangka mendukung pengembangan batik khas kota
Salatiga sebagai daya tarik pariwisata, dan apakah peran tersebut sudah terimplementasi dengan
baik kepada pengusaha batik Salatiga. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah kota Salatiga untuk dapat mendukung
pengembangan batik khas Salatiga sebagai daya tarik pariwisata.
3. Batik Sebagai Daya Tarik Pariwisata
Segala hasil kekayaan budaya dapat disebut sebagai warisan budaya. Warisan Budaya
mencakup budaya yang berwujud (seperti gedung, monumen, pemandangan alam, buku, karya
seni, dan artefak), budaya yang tidak berwujud (seperti cerita rakyat, tradisi, bahasa, dan
15
pengetahuan), dan warisan alam (termasuk budaya dalam bentuk lanskap, dan keanekaragaman
hayati).8 Pelestarian warisan budaya menjadi tanggung jawab semua generasi saat ini, tanpa
terkecuali supaya warisan budaya tetap terjaga turun-temurun dan tidak punah.
Suatu warisan budaya dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata. Seperti diungkapkan
oleh Picard (2006) bahwa pariwisata mengintegerasikan warisan budaya dalam lintas
perekonomiannya, maka dengan sendirinya pelestarian warisan budaya itu turut terjamin. Hal ini
dikarenakan dapat memberikan motivasi kepada para pengambil kebijakan (pemimpin-pemimpin
negara yang bersangkutan), untuk memotivasi maupun memberikan dana yang diperlukan bagi
pelestarian dan pengelolaan warisan yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian, pariwisata
dapat menghidupkan kembali warisan budaya suatu negara serta memperkaya pengunjungnya
secara kultural (Picard, 2006: 154).
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu dalam
Pertemuan Tahunan World Economic Forum (WEF) 2014 di Davos, Swiss, Minggu (26/1/2014)
menyatakan bahwa:
"Warisan budaya akan menjadi daya tarik wisata berkelanjutan asalkan
dalam menjadi atraksi untuk dikunjungi dan diapresiasi oleh pengunjung
dijaga dan dilindungi, dikembangkan agar komunitas setempat
mendapatkan manfaat dari perkembangan wisata".9
Apa yang diungkapkan oleh Mari Elka Pangestu tersebut, merupakan suatu seruan terhadap
pentingnya pelestarian suatu budaya. Pada satu sisi warisan budaya merupakan daya tarik dalam
pariwisata, namun di sisi lain merupakan suatu kekayaan yang patut dijaga dan dilindungi.
Sehingga untuk melibatkan warisan budaya ke dalam daya tarik pariwisata, memerlukan
perhatian khusus dalam menjaga dan melindunginya.
Pariwisata yang mengutamakan warisan budaya sering dikenal dengan istilah pariwisata
budaya. Dengan adanya kebudayaan yang diangkat menjadi salah satu daya tarik pariwisata
misalnya, akan membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di tempat tersebut.
Bahkan masyarakat dapat ikut terlibat untuk melestarikan budaya dan bahkan sebagai pelaku
kebudayaan tersebut, yang saat ini dikenal dengan istilah pariwisata berbasis masyarakat
(Community Based Tourism).
8 Sumber: http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015 9 Sumber: http://travel.kompas.com/ diakses terakhir pada tanggal 20 Januari 2015
16
Batik merupakan salah satu warisan budaya asli Indonesia yang sudah tidak asing lagi di
telinga seluruh masyarakat Indonesia. Batik dikenal oleh masyarakat luas sebagai seni yang
sangat berharga nilainya. Seni batik di Indonesia telah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit
dan terus berkembang pada raja-raja berikutnya dan akhirnya menyebar ke pelosok wilayah
Indonesia (Hidayat dan Putut, 2008: 605). Secara etimologi kata batik berasal dari bahasa Jawa,
yaitu”tik” yang berarti titik / matik (kata kerja, membuat titik) yang kemudian berkembang
menjadi istilah ”batik”.10
Pada awalnya batik merupakan pakaian yang hanya dikenakan oleh
para raja dan keluarga, serta pengikutnya. Namun, seiring perkembangan waktu batik dikenakan
oleh masyarakat luas, bahkan semakin berkembang dan mendunia, sehingga batik sering
dikenakan pada acara-acara formal tertentu bahkan masa kini batik sering dibuat sebagai
seragam di lembaga pemerintah maupun swasta.
Yang paling menarik dari membatik adalah seni melukisnya yang menggunakan canting.
Canting merupakan alat yang dipakai untuk menuliskan pola batik ke atas kain dengan cairan
malam. Cairan malam itu sendiri merupakan pewarna alami yang dipakai untuk membatik.
Bahan-bahan pewarna yang dipakai tersebut terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang
dibuat sendiri, antara lain dari pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat
dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Bahan tersebut yang kemudian dicampur
dan dijadikan sebagai bahan pewarna alami untuk membatik atau yang sering disebut dengan
istilah “malam”.
Batik yang semakin mendunia ini telah dilirik sebagai daya tarik wisata yang mengenalkan
batik sebagai souvenir yang diminati maupun cara membatik sebagai tujuan utama wisatawan
berkunjung. Salah satu upaya pengenalan akan batik adalah dengan diberlakukannya aturan
untuk mengenakan kain batik bagi pengunjung Candi Borobudur yang mengenakan celana
pendek. Cara ini selain untuk menghormati tempat ibadah umat beragama di Indonesia, juga
sebagai upaya untuk melestarikan perbatikan di Indonesia. Selain itu, dengan diadakannya acara
festival yang mengusung tema batik akan semakin menambah daya tarik pariwisata terhadap
batik.
Sebutan kota batik untuk kota Pekalongan sudah akrab di telinga masyarakat luas. Ini karena
industri batik di kota Pekalongan berkembang dengan sangat pesat. Bahkan inovasi
perkembangan produk dan motif mampu mendorong tumbuhnya industri kreatif sub-sektor
10 Sumber: http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/ diakses terakhir pada tanggal 19 Januari 2015
17
fesyen, desain dan kerajinan serta menciptakan pusat-pusat atau kampoeng-kampoeng wisata
minat khusus belanja batik secara signifikan (Poerwanto: 2012). Di Pekalongan, perkembangan
terus dilakukan mulai dari inovasi motif yang meliputi warna dan pola, serta produk baru dalam
bentuk selendang atau syal, kain sarung, kerudung, aksesoris rumah tangga, korden, handuk, kemeja,
lukisan dinding, alas kaki. Perkembangan pesat inilah yang menyebabkan Pekalongan terkenal
sebagai kota tujuan wisata belanja batik. Bahkan hadirnya museum batik yang tidak saja ada di
kota Pekalongan, namun ada pula di Solo dan Jogjakarta merupakan usaha untuk
membangkitkan batik sebagai tujuan wisata yang melestarikan warisan budaya Indonesia.
4. Peran Pemerintah Dalam Fungsi Pengembangan Wirausaha dan Stimulasi
Pariwisata merupakan industri yang melibatkan banyak pihak. Salah satu pihak yang
berperanan penting ialah pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Menurut Hall and Williams (2008: 91), salah satu peran pemerintah dalam pariwisata yang
sangat penting ialah peran pemerintah melalui pengembangan wirausaha dan stimulasi.
Pemerintah dalam hal ini memberikan bantuan bagi para pengusaha agar dapat berdiri sendiri
dan berfokus pada wirausaha. Berdasarkan Undang-Undang No.20.Tahun.2008. Tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Bab VI) mengenai pengembangan usaha, dinyatakan bahwa
pemerintah ikut memfasilitasi pengembangan usaha, baik itu produksi dan pengolahan;
pemasaran untuk memperluas jaringan dalam mempromosikan produk; peningkatan SDM
melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; serta pengembangan desain dan teknologi.
Melalui stimulasi bagi pengembangan wirausaha ini pemerintah dapat memberikan bantuan
seperti memperluas jaringan dan kerjasama antara pengusaha dan pelanggan dalam hal
pemasaran, pemberdayaan, ataupun pinjaman modal. Sehingga para pengusaha dapat
meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan. Berikut merupakan bagian dari pengembangan
wirausaha dan stimulasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota Salatiga mendukung
pengembangan batik sebagai daya tarik dalam pariwisata :
a. Perencanaan
Pada dasarnya tujuan perencanaan adalah upaya untuk menyediakan informasi tindakan
kebijaksanaan, inovasi, dan solusi teknis bagi proses alokasi sumber daya publik, pengarahan
masyarakat, serta optimasi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Edgell mengungkapkan
bahwa :
18
“Strategic planning in the tourism industry is usually a
policy/planning/management tool to assist the tourism entity (national
tourism office, destination, local community) in organizing to accomplish
its desired goals, while focusing on available resources for obtaining the
greatest benefits.” (Edgell, et al), 2008: 299)
Strategi perencanaan dalam pariwisata menjadi alat yang digunakan untuk membantu
pengembangan pariwisata, baik itu pemerintah yang terlibat dalam pariwisata, daya tarik
pariwisata, serta masyaraka lokal itu sendiri. Perencanaan dalam pariwisata memegang fungsi
dalam rangka menyediakan sumber daya yang diharapkan serta dapat memperoleh keuntungan
yang besar bagi semua pihak. Lebih jauh lagi Edgell menyatakan :
[......] “The strategic tourism plan is no more, and no less, than a set of
decisions about what to do, why to do it and how to do it.” (Edgell, et al),
2008: 299)
Pendapat tersebut menyatakan bahwa rencana dalam pariwisata berfokus kepada : cara yang
akan dilakukan dalam pengembangan pariwisata, mengapa menggunakan cara tersebut, serta
bagaimana cara tersebut dilakukan. Dalam kegiatan pariwisata peran pemerintah melalui
perencanaan ialah merancangkan berbagai upaya yang akan dilakukan ke depan untuk mencapai
sebuah tujuan yang diharapkan.
b. Legislasi dan Regulasi
Fungsi legislasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan
atau pembuatan kebijakan, sedangkan regulasi merupakan suatu aturan yang menjadi payung
untuk membuat kebijakan. Tanpa adanya suatu fungsi legislasi dan regulasi dalam pariwisata,
maka kegiatan pariwisata tidak akan dapat berjalan karena tidak ada suatu aturan yang
memberlakukan suatu kebijakan dan perundang-undangan dalam kegiatan tersebut (Hall, 2008:
91).
c. Koordinasi
Menurut Siagian (dalam Fajriana: 2014) koordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari
usaha bersama untuk memperoleh kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama
pula. Melalui sidang yang dilakukan para Menteri Pariwisata APEC ke-8 di Macau, Tiongkok,
pada pertengahan September 2014, Ketua Harian Tim Koordinasi, Menparekraf Mari Pangestu
menjelaskan bahwa semua anggota APEC, termasuk beberapa negara maju, telah
mengidentifikasi bahwa pariwisata merupakan pilar perekonomian sehingga penting untuk
19
membangun komitmen serta koordinasi antara Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait di
tingkat paling tinggi. Misalnya negara Amerika Serikat, yang pertama kalinya telah membentuk
National Travel and Tourism Office (sebelumnya hanya di tingkat negara bagian) untuk
koordinasi antar K/L dan melaksanakan brand Amerika Serikat (USA). Australia memiliki
platform terintegrasi antara perdagangan, investasi, dan pariwisata sebagai platform “diplomasi
ekonomi”. Korea Selatan juga memiliki visi dari Kepala Negaranya untuk meningkatkan kualitas
hidup dan ekonomi kreatif melalui pariwisata.11
Koordinasi merupakan kunci dalam pariwisata untuk membangun sebuah kerjasama yang
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik itu antara masyarakat, lembaga
pemerintah, maupun non-pemerintah. Apabila koordinasi yang dilakukan tidak saling
bertentangan dan terintegerasi maka pembangunan pariwisata secara ekonomi dapat terealisasi
secara berkelanjutan dan inklusif.
d. Promosi
Promosi merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menarik para konsumen.
Promosi dalam pariwisata tentunya melibatkan banyak pihak, baik itu pemerintah maupun
swasta. Promosi wisata adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran pariwisata dan
dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan kesempatan-kesempatan menguasai
pasar (Lifska: 2008). Dalam pariwisata, apabila promosi berhasil dilakukan maka akan menarik
minat wisatawan, dan mereka tidak akan sungkan mengeluarkan uang untuk berkunjung (dan
selama kunjungan) di tempat wisata tersebut.
Pada bagian ini pemerintah dapat melakukan promosi dengan cara membuat strategi
pemasaran yang baru, menghasilkan branding yang hendak ditampilkan sebagai daya tarik
pariwisata, menentukan target pasar yang akan dituju, dan juga memfasilitasi jalur-jalur
distribusi agar produk yang ada dapat terserap bagi pangsa pasar lokal maupun internasional
(Hall, 2008: 91).
e. Perlindungan
Perlindungan terhadap warisan budaya yang harus menjadi perhatian serius. Pariwisata
budaya tidak dapat dikatakan sebagai pariwisata budaya lagi apabila warisan budaya yang
menjadi produk utamanya sudah tidak lagi ada. Di Indonesia banyak kasus mengenai
11 Sumber : http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/ diakses terakhir pada tanggal 24 Februari 2015
20
kebudayaan yang dijiplak dan diambil oleh pihak lain. Salah satu penyebabnya ialah karena
masih kurangnya perlindungan yang dikeluarkan, seperti peraturan pemerintah ataupun
penindakan tegas melalui ancaman tindak pidanan bagi yang melanggar. Salah satu prinsip kode
etik pariwisata dunia menyatakan bahwa:
“Kebijakan dan kegiatan pariwisata harus diarahkan dalam rangka
penghormatan terhadap warisan kekayaan seni, arkeologi dan budaya,
yang harus dilindungi dan diserahkan kepada generasi penerus;
pemeliharaan secara khusus harus diberikan guna pelestarian dan
peningkatan monumenmonumen, tempattempat suci dan museum,
demikian pula tempattempat bersejarah atau arkeologis, yang harus
dibuka secara luas bagi kunjungan wisatawan; umum harus didorong
agar dapat masuk ke dalam kekayaan dan monumenmonumen budaya
swasta / pribadi, dengan menghormati hakhak pemiliknya, demikian
pula ke dalam bangunanbangunan keagamaan, tanpa merugikan
normanorma agama.”12
Ini berarti pemerintah memiliki peran yang sangat krusial untuk melindungi berbagai aset
warisan budaya, khususnya yang berhubungan dengan pariwisata. Hal ini dapat dilakukan
dengan memberikan peraturan pemerintah bagi yang melanggar. Apabila pemerintah tidak
melakukan tindakan tegas bagi siapapun yang melanggar peraturan tersebut, segala warisan
budaya dapat dengan mudahnya dijiplak dan diambil alih oleh pihak lain.
5. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penggambaran
secara kualitatif fakta, data, atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka, melainkan
berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan
sistematis (Wibowo, 2011: 43). Oleh sebab itu data yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan
dalam penelitian ini antara lain:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian, seperti data yang
diperoleh dari kuesioner yang dibagikan atau dari wawancara langsung dengan objek penelitian
12 Kode etik pariwisata dunia pasal (4) ayat (2)
21
(Maryati dan Suryawati, 2006: 110). Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini melalui
data primer, maka akan dilakukan teknik wawancara.
Wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara
pewawancara dengan responden (Budiarti dan Anggraeni, 2003: 40). Wawancara digunakan
untuk mendapatkan data dari tangan pertama (primer). Teknik wawancara pada penelitian ini
akan ditujukan pemerintah kota Salatiga yang terkait dengan batik khas Salatiga sebagai daya
tarik pariwisata, yaitu dinas pariwisata kota Salatiga dan dinas perindustrian, perdagangan, dan
UMKM (disperindagkop) kota Salatiga, dan pengusaha batik Salatiga.
Wawancara dilakukan dengan kepala dinas pariwisata dan dinas perindustrian, perdagangan,
dan UMKM mengenai peran pemerintah terhadap batik khas Salatiga terkait dengan
pengembangan usaha batik Salatiga menjadi daya tarik pariwisata berfokus kepada
pengembangan wirausaha dan stimulasi. Wawancara kemudian juga dilakukan kepada salah satu
pengusaha batik Salatiga, yaitu pemilik batik Plumpungan untuk mengetahui apakah data hasil
temuan yang diperoleh dari instansi pemerintah sama dengan data yang diperoleh dari pengusaha
batik. Dengan demikian hasilnya akan dapat ditarik kesimpulan, apakah usaha yang dilakukan
pemerintah tersebut sudah cukup optimal dan sudah dapat membuat batik di Salatiga berpotensi
sebagai daya tarik pariwisata.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah keterangan yang diperoleh dari pihak kedua, baik berupa orang
maupun catatan, seperti buku, laporan, buletin, dan majalah yang sifatnya dokumentasi (Waluya,
2007: 79). Dalam penelitian ini data sekunder didapatkan dari :
1) Studi pustaka dan berbagai literatur-literatur mengenai peran pemerintah dalam
membantu pengembangan usaha batik yang berpotensi sebagai daya tarik pariwisata.
2) Dokumen-dokumen yang berasal dari instansi-instansi yang terkait, dan dapat dijadikan
sebagai acuan untuk mengembangkan pariwisata kota Salatiga, khususnya dokumen yang
menyangkut batik Salatiga sebagai salah satu warisan budaya.
6. Temuan & Pembahasan
Dalam penelitian ini data diambil dari wawancara langsung kepada dua belah pihak. Yang
pertama kepala dinas pariwisata kota Salatiga, yang kedua kepala UMKM disperindagkop kota
Salatiga, kemudian peneliti melakukan wawancara kepada pengusaha batik Plumpungan untuk
22
mengetahui apakah kinerja dinas yang terkait tersebut sudah diimplementasikan secara maksimal
kepada usaha batik Salatiga.
a) Pemberdayaan
Pemberdayaan terhadap batik Plumpungan telah dilakukan oleh disperindag kota Salatiga
dengan mengadakan latihan membatik atau magang dan melalui studi banding ke kota lain.
1. Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu melalui penyelenggaraan belajar-
mengajar untuk meningkatkan kemampuan, misalnya dengan diadakannya latihan
membatik. Berikut petikan pernyataan dari Bapak Amin selaku kepala bagian UMKM
disperindag kota Salatiga, 30 Desember 2014 :
“Pembinaan SDM melalui magang atau latihan membatik mulai dari
proses awal sampai proses akhir, kerjasama ini dilakukan dengan dinas
provinsi Jawa Tengah.”
2. Studi banding di tempat pengrajin batik. Perencanaan ini dipersiapkan dengan tujuan
untuk memperoleh pengalaman membatik dari kota lain yang sudah lebih dikenal
dibanding Salatiga. Berikut penuturan Bapak Amin :
“Yang kedua ialah melalui studi banding di tempat pengrajin batik yang
lebih maju, seperti Lasem, Solo, Sragen, Balai industri kerajinan batik
Jogjakarta.”
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengusaha batik, batik Plumpungan pernah
mengikuti kegiatan pemberdayaan, seperti latihan membatik dan studi banding ke tempat
pengrajin batik seperti Solo, Lasem, Sragen, yang diadakan oleh pemerintah kota Salatiga.
Berikut penuturan Ibu Titi selaku pekerja usaha batik Plumpungan, Sabtu 21 Maret 2015 :
“Batik kami pernah mengikuti studi banding ke kota pengrajin batik yang
lain, seperti Semarang, Solo, Lasem, Sragen. Bahkan tahun lalu batik
kami juga pernah menjadi tuan rumah dalam acara latihan membatik
untuk memunculkan bibit-bibit baru pembatik di kota Salatiga
(pengembangan SDM), dengan pelatih dari sini dan dihadiri oleh batik
se-Kodia Salatiga.”
Memunculkan jiwa pembatik di kota Salatiga tidaklah semudah menumbuhkan pengrajin
batik di kota Pekalongan yang memang notabene adalah pengrajin batik mulai dari usia anak-
anak sampai usia dewasa. Menurut penuturan dari Bapak Bambang Pamulardi, pelatihan
23
membatik yang diadakan di batik Plumpungan dari 20 orang (baik itu remaja putri maupun ibu
rumah tangga) hanya 20 yang dapat bertahan meneruskan latihan membatik sampai mahir.
Bahkan pelatihan membatik supaya benar-benar mahir membutuhkan waktu yang tidak singkat,
yakni maksimal 6 bulan latihan membatik. Oleh sebab itu pemberdayaan untuk meningkatkan
SDM yang berkompeten masih perlu lebih dilakukan lagi di kota Salatiga.
b) Perlindungan
Perlindungan dari dinas pariwisata dan disperindag terkait kepada usaha batik terdiri atas:
1. Undang-Undang No.10.Tahun.2009 Tentang Kepariwisataan
Dalam melaksanakan tugasnya, dinas pariwisata kota Salatiga berlandaskan kepada
Undang-Undang No.10.Tahun.2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang tersebut
mengatur seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pariwisata, termasuk usaha
pengembangan pariwisata. Pada pasal 17 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara:
a. Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi; dan
b. Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha
skala besar.
Ini berarti bahwa dinas pariwisata kota Salatiga melalui undang-undang tersebut harus
mampu untuk ikut mengambil bagian dalam pengembangan segala macam bentuk usaha
yang terkait dengan usaha pariwisata, khususnya yang bergerak dalam UMKM. Bukan
hanya berfokus kepada objek daya tarik wisata, wisatawan, termasuk usaha bisnis yang
kecilpun dinas harus turut memberikan perhatiannya.
2. Undang-Undang No.20.Tahun.2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Disperindagkop kota Salatiga dalam melaksanakan tugas untuk melindungi
UMKM berlandaskan kepada Undang-Undang No.20.Tahun.2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah. Semua kegiatan yang menyangkut batik khas, dan berbagai bidang
yang dikelola oleh UKM berpayung kepada regulasi tersebut. Dengan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yang turut memberikan bantuan dalam usaha pemberdayaan,
pengembangan usaha, pembiayaan, penjaminan, dan kemitraan.
24
Sudah jelas bahwa disperindagkop merupakan dinas yang paling memberikan pengaruh
yang lebih banyak dibanding dinas pariwisata dalam membantu pengembangan batik
Salatiga yang bergerak dalam bisnis UMKM. Itulah sebabnya dalam hal pengembangan
kualitas produk, pengemasan produk yang menarik, dan pemasaran sehingga produk yang
ditawarkan diminati pasar merupakan tugas dari disperindagkop kota Salatiga.
Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang meliputi aspek :
a. Pendanaan;
b. Sarana dan prasarana;
c. Informasi usaha;
d. Kemitraan;
e. Perizinanan usaha;
f. Kesempatan berusaha;
g. Promosi dagang; dan
h. Dukungan kelembagaan.
3. HAKI
Baik disperindagkop maupun dinas pariwisata kota Salatiga, menyangkut mengenai hak
cipta, hak paten dan hak merek berlandas kepada HAKI. Berikut penuturannya :
“Mengenai perlindungan batik Salatiga, kami tidak memiliki peraturan
khusus yang mengkhususkan batik, namun batik masuk ke dalam HAKI
sebagai aset yang dilindungi.” (Wawancara dengan Bapak Selso
Vicenete, selaku kepala Dinas Pariwisata kota Salatiga, 23 Desember
2014).
Batik khas Salatiga merupakan HAKI yang berupa benda tak berwujud. Kata
„intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir,
atau produk pemikiran manusia (the creation of the human mind). HAKI terdiri dari 3 ruang
lingkup, yaitu hak cipta, hak paten dan hak merek, yang masing-masing memiliki hukum
undang-undang perlindungan. Hak cipta subjeknya adalah penciptanya yang diatur dalam
Undang-Undang No.12.Tahun.1997 atau Undang-Undang Hak Cipta (UUHC). Hak paten
diberikan negara kepada penemu atas hasil temuannya. Hak paten diatur dalam Undang-Undang
25
No.13.Tahun.1997 atau Undang-Undang Paten (UHP). Sedangkan hak merek yang berupa merek
dagang, jasa atau kolektif diatur dalam Undang-Undang No.14.Tahun.1997 atau dapat juga
disingkat Undang-Undang Merek (UUM).
Hukum perlindungan yang khusus untuk melindungi batik sebagai warisan budaya yang
dilindungi memang belum ada. Selama ini mengenai perlindungan, batik berpayung kepada
HAKI mengenai hak cipta, hak paten, serta hak merek. Yang menjadi masalah bukanlah undang-
undang yang mengatur perlindungan mengenai batik, namun sanksi tegas yang dilakukan bagi
barang siapa yang melanggarnya.
Batik Plumpungan sudah dipatenkan oleh pemerintah kota Salatiga dan sudah masuk ke
dalam ijin hak cipta. Berikut beberapa motif batik Plumpungan yang sudah masuk ke dalam hak
cipta :
- Motif Kawung Plumpungan 2009 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049419
- Motif Selotigo 2006 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049769 058464
- Motif Rosa JM 2009 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 058468
- Motif Leren Kemiri 2007 : Hak Cipta No. 049769 dan Hak Cipta No. 049418
Motif batik Plumpungan yang sudah memiliki hak cipta membuktikan bahwa pemerintah
sudah memberikan perlindungan yang cukup baik bagi batik Plumpungan selama ini.
Perlindungan mengenai hak cipta memberikan rasa aman kepada para pengusaha batik, sehingga
batik tidak akan dengan mudahnya dapat dijiplak oleh pihak lain.
c) Promosi
Salah satu upaya untuk membuat batik dikenal luas oleh masyarakat, ialah melalui
promosi dalam upaya peningkatan pemasaran. Contoh kerjasama pemerintah dalam bidang
promosi ini misalnya melalui SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti Bapermas (Badan
Pemberdayaan Mayarakat), Disperindagkop, Dishubkombudpar, Bapeda melalui FEDEP (Forum
of Economic Development & Employment) sebagai wadah stakeholder untuk memperkuat
kemandirian organisasi dalam usaha ekonomi dan pengembangan SDM yang dikelola secara
profesional dan produktif, Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) kota Salatiga.
Berdasarkan wawancara yang peneliti telah lakukan kepada dinas pariwisata dan
disperindagkop terhadap promosi batik khas Salatiga, disperindagkop bekerja sama dengan dinas
26
pariwisata mengadakan pameran melalui event-event yang terselenggara, baik di dalam kota
maupun keluar kota, seperti Solo, Semarang, Jakarta, dan Bandung. Pameran tersebut dilakukan
selama ini sekitar satu sampai dua kali dalam setahun, dan pameran diadakan oeh perusahaan-
perusahaan yang bertindak selaku Event Organizer (EO) di luar kota Salatiga. Fungsinya ialah
sebagai cara untuk menjual produk khas kota Salatiga sehingga pengunjung yang tertarik tehadap
produk khas Salatiga dapat membeli produk khas Salatiga. Berikut pernyataan dari Bapak Selso
Vicenete, selaku kepala Dinas Pariwisata kota Salatiga, 23 Desember 2014 :
“Tugas Dinas Pariwisata terhadap batik khas ialah sekedar melakukan
promosi yaitu dengan melakukan pameran ke luar-luar kota, bahkan
rencana tahun depan dapat merambah ke luar negeri supaya orang-
orang tahu bahwa Salatiga mempunyai batik khas. Dengan demikian
mereka yang tertarik akan mencarinya di internet, kemudian tertarik
untuk membelinya. Pada saat pemilihan duta wisata tingkat provinsi
Jawa Tengah setiap tahunnya, selama 5 hari berturut-turut di karantina,
mbak dan mas dari Salatiga mengenakan batik khas Salatiga.”
Meskipun batik khas kota Salatiga belum seramai di pasaran, seperti batik Pekalongan
maupun Jogjakarta dan Solo, namun batik khas kota Salatiga sudah mulai dilirik oleh konsumen.
Melalui beberapa pameran yang pernah diadakan di luar kota, atas kerjasama dengan dinas
Pariwisata kota Salatiga maka batik khas Salatiga sudah mulai dikenal di kota lain. Dengan
lahirnya batik khas kota Salatiga ini, merupakan upaya untuk melestarikan salah satu warisan
budaya di Indonesia dan juga sebagai ajang promosi pariwisata kota Salatiga.
Disperindagkop bekerjasama dengan dinas pariwisata dalam mempromosikan batik khas
kota Salatiga. Disperindagkop membantu dalam pembuatan beberapa item yang digunakan untuk
mempromosikan batik khas melaui pameran yang akan diadakan, seperti pembuatan leftleat,
brosur, iklan melui media internet, dan lain sebagainya yang diperlukan untuk mempromosikan
batik khas. Disperindagkop juga berkewajiban untuk membantu dalam promosi pemasaran batik
khas, termasuk selama pameran diadakan yang bekerjasama dengan dinas pariwisata.
Berdasar data yang diperoleh dari pengusaha batik, promosi yang telah dilakukan
pemerintah kota Salatiga salah satunya melalui pameran memang merupakan cara yang efektif
untuk menarik minat pasar. Namun, pameran saja belum cukup untuk menjadikan batik khas
Salatiga sebagai daya tarik pariwisata. Bukan hanya menyebarkan produk motif kain dan baju
batik ke media cetak maupun internet, namun penyebarluasan proses pembuatan batik dari awal
27
hingga akhir juga akan dapat menarik minat konsumen, sehingga pengetahuan konsumen
mengenai batik akan lebih luas. Dengan cara tersebut, tidak menutup kemungkinan wisatawan
mempunyai niat untuk berkunjung ke kota Salatiga karena ingin belajar cara membatik.
Disperindag bekerjasama dengan dinas pariwisata ikut memberikan bantuan promosi bagi
pengusaha batik Plumpungan dengan mengikutkan batik Plumpungan ke beberapa pameran yang
diadakan di dalam kota maupun luar kota, seperti Jakarta, Batam, Solo, Semarang, Bandung.
Dan juga bantuan lain berupa pembuatan leaflet dan reklame sebagai alat untuk mempromosikan
batik Salatiga dalam acara pameran.
“Bapeda dan Disperindag sering memanggil kami untuk mengikutkan
batik Plumpungan ke pameran-pameran khususnya ketika ada event-
event tertentu. Biasanya dinas memberikan surat undangan sekitar dua
minggu sebelum kegiatan tersebut diadakan. Disperindag biasanya
membantu membuatkan leaflet dan reklame untuk mempromosikan batik
dalam acara pameran” (Penuturan Ibu Titi, Sabtu 21 Maret 2015)
d) Modal
Disperindagkop kota Salatiga telah berupaya memberikan bantuan pinjaman modal
melalui lembaga perbankan maupun non perbankan. Misalnya, melalui Kredit Usaha Rakyat
(KUR) yang memberikan bantuan pinjaman tanpa jaminan, dengan bunga yang ringan yaitu 7%
per tahunnya, atau melalui BUMN yang bunganya 6% per tahun.
Menurut pengusaha batik Plumpungan pemberian bantuan pinjaman modal yang
dilakukan dinas, pengusaha merasa bahwa masih belum adanya campur tangan dari dinas terkait
untuk memberikan bantuan pinjaman modal. Pengusaha berusaha mencari pinjaman modal
sendiri tanpa melalui perantara dengan dinas yang terkait. Berikut penuturan Bapak Bambang
Pamulardi selaku pemilik usaha batik Plumpungan, Sabtu 21 Maret 2015 :
“Dinas tidak pernah memberikan bantuan modal kepada batik
Plumpungan. Pinjaman mopdal kami cari langsung melakui KUR (Kredit
Usaha Rakyat) langsung ke bank, tanpa perantara dari dinas.”
Namun menurut penuturan beliau dan juga Ibu Titi pegawainya, dinas pernah
memberikan bantuan berupa alat-alat membatik seperti tong isi air, kompor gas, tabung gas isi
15kg, canting, wajan, dan kompor minyak. Semua alat tersebut tujuannya ialah supaya dapat
28
digunakan untuk pelatihan membantik sehingga memunculkan SDM baru yang berkompeten.
Dengan demikian diharapkan supaya dapat menumbuhkan jiwa pembatik di Salatiga.
e) Kerjasama
Dinas pariwisata bekerjasama dengan pemerintah provinsi Jawa tengah dalam
mengikutkan batik Salatiga ke dalam ajang pameran pada event-event yang diselenggarakan.
Berikut penuturan Bapak Selso :
“Dinas pariwisata bekerja sama dengan disperindag Salatiga dan
pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan mengikutkan batik khas ke
pameran yang diadakan di luar kota, seperti Solo, Semarang, Jakarta,
dan yang terakhir kemarin di Bandung. Batik khas juga ikut ditampilkan
dalam acara karnaval yang diadakan setiap setahun sekali di kota ini,
biasanya batik khas tersebut ditampilkan dalam berbagai kostum yang
dipakai oleh model.”
Sedangkan kerjasama yang dilakukan oleh disperindagkop antara lain :
a. Kerjasama dengan lembaga pemerintah yaitu:
- Badan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), seperti Bapermas (Badan Pemberdayaan
Mayarakat), Disperindagkop, Dishubkombudpar.
- Bapeda melalui FEDEP (Forum of Economic Development & Employment) sebagai
wadah stakeholder untuk memperkuat kemandirian organisasi dalam usaha ekonomi dan
pengembangan SDM yang dikelola secara profesional dan produktif.
- Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) kota Salatiga.
b. Kerjasama dengan pemerintah daerah kota lain untuk mengikutkan batik Salatiga dalam
beberapa pameran yang dilakukan.
c. Bantuan pinjaman modal melalui lembaga perbankan maupun non perbankan. Misalnya,
melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberikan bantuan pinjaman tanpa jaminan,
dengan bunga yang ringan yaitu 7% per tahunnya, atau melalui BUMN yang bunganya
6% per tahun.
d. Kerjasama dengan para pengrajin batik yang didatangkan dari kota lain untuk membantu
pelatihan membatik bagi para pengrajin batik Salatiga.
Selain kerjasama dengan lembaga pemerintah, batik Plumpungan juga bekerjasama dengan
lembaga non pemerintah, seperti pengusaha tekstil yang ada di Pekalongan untuk mendatankan
29
bahan baku, dan juga masyarakat sekitar, seperti mahasiswa pecinta batik yang ikut mengambil
bagian dalam mempromosikan batik dalam media internet, seperti facebook, twiter, instagram.
7. Kesimpulan & Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa peran
pemerintah kota Salatiga terhadap batik Salatiga sebagai daya tarik pariwisata dalam hal
pengembangan wirausaha dan stimulasi belum dapat dikatakan optimal. Dalam hal modal,
pengusaha masih mengeluhkan mengenai masalah pinjaman modal yang saat ini belum
mendapatkan bantuan, bahkan pengusaha mengembangkan usahanya melalui modal sendiri.
Bantuan pemerintah melalui promosi berupa pameran yang sering diadakan masih kurang
optimal membantu bagi batik Salatiga untuk lebih mengembangkan usaha menjadi daya tarik
wisata membatik seperti kota lain. Dalam promosi tersebut batik Salatiga lebih dikenal sebagai
produk untuk dikemas dan dibawa sebagai buah tangan. Pemerintah selama ini belum
memperkenalkan batik bagi masyarakat luas sebagai daya tarik pariwisata di kota Salatiga,
karena beberapa kendala, antara lain : belum adanya fasilitas yang dibangun seperti kampung
batik seperti Kampung Batik Laweyan di kota Solo atau Kampung Batik Kauman di kota
Pekalongan, lokasi batik Plumpungan yang kurang strategis, serta SDM yang masih terbatas.
Melihat penelitian terdahulu yang pernah dilakukan pada batik tenun Gedog Tuban,
menunjukkan bahwa peran pemerintah telah membantu banyak, seperti perluasan pemasaran,
pelatihan membatik, bahkan pembangunan fasilitas yang dilakukan oleh pemerintah. Dukungan
luas dari pemerintahpun selalu mengalir bagi rencana penetapan kampung batik. Menurut Bapak
Bambang Pamulardi yang pernah memberikan usulan untuk membuat kampung batik di Salatiga
kepada dinas pemerintah, namun usulan tersebut kurang ditanggapi dan pemerintah masih
kurang aktif untuk ikut mengembangkan batik Salatiga ini. Meskipun sudah dilakukan pelatihan
membatik dan studi banding untuk meningkatkan kualitas produk, namun perlu ada fasilitas
lainnya yang mendukung batik Salatiga supaya dapat dikembangkan sebagai daya tarik
pariwisata.
Selain fasilitas yang masih kurang untuk dijadikan sebagai daya tarik pariwisata, pemerintah
juga kurang ikut ambil bagian dalam pemasaran. Menurut pemilik usaha batik Plumpungan,
sebelum pameran diadakan, promosi yang dilakukan melalui media televisi (TVRI) waktu itu
30
untuk mempromosikan batik masih dilakukan oleh pengusaha sendiri tanpa campur tangan pihak
pemerintah.
Rekomendasi bagi pemerintah sebagai pihak yang dapat mengambil peran penting bagi
pengembangan industri UMKM batik, seharusnya pemerintah dapat melakukan upaya yang lebih
optimal untuk meningkatkan batik sehingga menjadi daya tarik pariwisata. Misalnya dengan
adanya pelatihan membatik, pemerintah mengembangkan potensi desa-desa yang berpotensi
untuk membatik menjadi kampung wisata batik. Dengan demikian potensi batik yang dimiliki
oleh batik Salatiga, tidak hanya sekedar sebagai produk yang dipasarkan ke luar dan dalam kota,
namun mampu menarik minat wisatawan sebagai aktivitas berwisata sebagai wisata edukasi
budaya.
Selain itu, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai batik sebagai daya tarik pariwisata di
kota Salatiga mengenai inovasi pengembangan produk meliputi mutu dan kualitas sehingga
Salatiga memiliki produk yang unggul dan tidak kalah saing dengan batik di kota lain.
31
Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal
Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi.2003. Pengantar Epidemiologi, E/2. Jakarta: EGC.
Edgell, David L.,dkk. 2008. Tourism Policy and Planning: Yesterday, Today and
Tomorrow. Oxford OX2 8DP, UK 30 Corporate Drive, Suite 400, Burlington, MA 01803, USA.
Fajriana, Nur, 2014, “Koordinasi Kepala Desa Dalam Pembangunan Infrastruktur Di
Desa Suatang Keteban Kecamatan Pasir Belengkong”. Volume 2, Nomor 2,
http://ejural.ip.fisip.unmul.ac.id.
Hall, Michael and Williams, Allan M. 2008.Tourism and Innovation. First published
2008 by Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon.
Handini, Yuslinda Dwi & Sisbintari, Ika. 2013. Jurnal Ilmiah Pariwisata : “Batik Gedog
Tuban: Mempertahankan Warisan Budaya Melalui Penciptaan Pengetahuan dan Pengembangan
Desa Wisata”. Vol. 18 No.2 Hal. 74-89.
Hidayat, Komaruddin dan Widjanarko, Putut (ed). 2008. Reinventing Indonesia:
Menemukan Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Penerbit MIZAN.
Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi 3. Jakarta: Esis.
Mukmin, Ariem, dkk. “Implementasi Rencana Strategi Pemerintah Dalam
Pengembangan Usaha Batik Tulis Tenun Gedog”. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Fakultas
Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang. Vol. 1, No. 6, Hal. 1131-1140.
Novalina, Lifska. 2008. “Peranan Promosi Wisata Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Bandung Dalam Meningkatkan Motivasi Wisatawan Terhadap Kota Bandung dan Sekitarnya”.
Progdi Bahasa Jepang Fakultas Bahasa Universitas Widyatama
Bandung.http://repository.widyatama.ac.id
Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia).
32
Pitana, I. Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi
Offset.
Poerwanto dan Sukirno, Zakaria Lantang. 2012. “Inovasi Produk Dan Motif Seni Batik
Pesisiran Sebagai Basis Pengembangan Industri Kreatif Dan Kampung Wisata Minat Khusus”.
Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol. 1, No. 4.
Prinsip-prinsip kode etik pariwisata dunia. Organisasi Pariwisata Dunia (yang bersidang
umum di Santiago, Chili). Oktober 1999.
Ristyanto, Muhammad. 2008. “Potensi Pasar Batik Setono Sebagai Salah Satu Aset
Wisata Belanja Di Kota Pekalongan”. Jurnal Tugas Akhir Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Bandung:
PT Setia Purna Inves.
Wibowo, Wahyu. 2011. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
Internet
Asal Kata Batik. http://indonesia.gunadarma.ac.id/batik/index.php/
Gambar motif batik Salatiga. http://fedep.salatigakota.go.id/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
Menparekraf Warisan Budaya Daya Tarik Pariwisata. http://travel.kompas.com/
Museum Batik Jogjakarta. http://travel.detik.com/
Pengertian HAKI : http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm/
33
Pentingnya Koordinasi untuk Meningkatkan Potensi Pariwisata Indonesia.
http://indonesiatravelmagz.com/travel/index.php/
Warisan Budaya. http://www.ecoflores.org/id/warisan+budaya/
Website Pemkot Salatiga. http://www.pemkot-salatiga.go.id/
Recommended