View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP
KEJAHATAN PERBANKAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir
dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
AZHARY HAMZAH NASUTION
110200316
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP
KEJAHATAN PERBANKAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
AZHARY HAMZAH NASUTION
110200316
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
DISETUJUI OLEH :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.)
NIP. 195603291986011001
PEMBIMBING I : PEMBIMBING II :
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.) (Dr. Mahmul Sireg, S.H. M.Hum)
NIP. 195603291986011001 NIP.197302202002121001
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
PERAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP KEJAHATAN PERBANKAN
AZHARY HAMZAH NASUTION *
BISMAR NASUTION **
MAHMUL SIREGAR ***
Industri perbankan memiliki peranan yang begitu besar dan dominan
dalam sistem keuangan suatu negara. Di Indonesia, industri perbankan menguasai
sekitar 93% dari total asset industri keuangan, dan selebihnya dikuasai oleh
industri non-bank, seperti asur4ansi dan perusahaan pembiayaan (multi
finance).Maraknya kejahatan perbankan membuat peran pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas perbankan harus mengawasi
perbankan sebaik mungkin, dimana OJK harus mengawasi dan memberantas
kejahatan-kejahatan perbankan. Kejahatan perbankan memiliki banyak modus
untuk melakukan kejahatannya, yang mana bisa merugikan konsumen perbankan
akibat kejahatan-kejahatan yag dilakukan oleh perbankan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
normatif yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data sekunder (bahan hukum)
dilakukan dengan studi pustaka (library research). Data yang terkumpul dianalisis
dengan metode kualitatif.
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia beserta penjelasaanya dapat disimpulkan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan akan bertugas mengawasi Bank, lembaga-lembaga usaha
perasuransian, lembaga – lembaga usaha Pasar Modal, Dana Pensiun, lembaga-
lembaga usaha pembiayaan, Modal Ventura, dan lembaga-lembaga lain yang
mengelola dana masyarakat.
Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 mengamanatkan usaha untuk
memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah amanat konstitusional bagi
seluruh komponen bangsa. Untuk melaksanakan amanat tersebut, diperlukan
peningkatan penguasaan kekuatan ekonomi nasional, baik melalui regulasi sektoral
maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit – unit usaha tertentu dengan
maksud untuk memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kemakmuran
rakyat.
Kata Kunci : Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, Kejahatan Perbankan
* Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
** Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
*** Mahasiswa, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayat, serta
kemudahan yang diberikan oleh-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
pada waktunya. Terima kasih untuk kedua orang tua penulis Alm. H.Syahril
Nasution dan Hj. Jamilah Lubis , dengan penuh kesabaran, telah mengasuh dan
mendidik penulis sejak kecil, berkat do’a, cinta kasih dan dorongannya, serta tidak
lupa mengucapakan terima kasih yang sebesar-besar nya atas bantuan dan
dorongan Prof. Dr. H.Bismar Nasution S.H M.H di mana atas bantuan beliau lah
skripsi ini dapat berjalan dengan baik, sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGAWASAN OTORITAS JASA
KEUANGAN TERHADAP KEJAAHATAN PERBANKAN”, dimana penulisan
skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun
karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan
baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan
demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan berbahagia ini dengan penuh
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution SH., MH selaku Ketua Departemen Hukum
Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU), yang telah memberikan nasihat
dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H, selaku Dosen Hukum Ekonomi
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I, yang sudah
meluangkan waktu dan telah memberikan bimbingan dan saran yang
membangun dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Dr. Mahmul Siregar S.H M. Hum , selaku Dosen Hukum Ekonomi
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing II, yang sudah
meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis dalam rangka perbaikan-
perbaikan terhadap proses penulisan skripsi ini.
8. Untuk Kak Yuna, terima kasih banyak penulis ucapkan atas bantuan serta
saran yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Para Dosen, serta staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis selama di
perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang sudah membantu dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua, terutama bagi mahasiswa hukum dan masyarakat pada umumnya.
Medan, 3 Oktober 2017
Penulis
Azhary Hamzah Nasution
(110200316)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri perbankan memiliki peranan yang begitu besar dan dominan dalam
sistem keuangan suatu negara. Di Indonesia, industri perbankan menguasai sekitar
93% dari total asset industri keuangan, dan selebihnya dikuasai oleh industri non-
bank, seperti asur4ansi dan perusahaan pembiayaan (multi finance). Besarnya
peran industri perbankan ini dipacu oleh lahirnya Keputusan Menteri Keuangan
No. 1062/KMK.00/1988, tanggal 27 Oktober 1988 tentang Pembukaan Kantor
Bank Pemerintah, Bank Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional, dan Bank
Koperasi yang telah mendorong peningkatan jumlah dan kantor bank dengan
pesat. 1
Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor dari sedikit sektor
industri yang menghadapi goncangan strategis (strategic turbulence) terutama
pada dekade trakhir abad 20.2 Dalam praktiknya lembaga keuangan digolongkan
ke dalam dua golongan besar, yaitu: Lembaga keuangan bank dan lembaga
keuangan lainnya. Dalam suatu sistem keuangan mencakup sistem moneter
(otoritas moneter dan lembaga keuangan bank) dan lembaga keuangan bukan
bank.3
1 Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan. (Jakarta, Program Pasca
Sarjana Fakultas Hukum Indonesia, 2003) Hlm.2 2 Dr. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan. (Terrace Book & Library 2005),
hlm.12 3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia(Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2008), hlm. 6
1
Universitas Sumatera Utara
Sistem keuangan (financial system) pada umumnya merupakan suatu
kesatuan sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang
kegiatan utamanya di bidang keuangan adalah menarik dana dari dan
menyalurkannya kepada masyarakat.4
Sistem keuangan di negara-negara Asia, tremasuk Indonesia, telah
mengalami perubahan yang berarti selama dekade 80-an sampai sekarang. Hampir
semua negara Asia melakukan liberalisasi sistem keuangannya yang pada
umumnya disertai dengan kelonggaran modal asing dan pengawasan devisa.5
Mengenai bidang yang digeluti oleh lembaga keuangan bukan bank adalah sektor-
sektor yang berhubungan dengan pembiayaan pembangunan berupa pemberian
kredit jangka menengah atau jangka panjang juga dapat berupa penyertaan modal
dan usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-
bidang tertentu.6
Pendirian suatu perusahaan yang mempunyai wewenang untuk melakukan
penghimpunan dana tersebut harus mendapat izin dari otoritas yang berwenang.
Dalam kenyataannya, banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
penghimpunan dana yang tidak memiliki izin yang resmi dari otoritas yang
berwenang untuk mengeluarkannya. Hal ini menyebabkan penghimpunan dana
yang dilakukan oleh pelaku jasa keuangan tersebut menjadi ilegal. Para pelaku
4 Ibid., hlm.1.
5 Ibid, hlm 3
6 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan menjaring dana masyarakat dengan modus operandi investasi dengan
keuntungan tetap dan tidak wajar.7
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang
perseorangan, badan–badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara,
bahkan lembaga-lembaga pemerintahan untuk menyimpan dana-dana yang
dimilikinya. Melalui kegiatan pengkreditan dan berbagai jasa yang diberikan,
bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian.8 Keberadaan bank dalam
kehidupan masyarakat dewasa ini mempunyai peran yang cukup penting,
dikarenakan lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari
sistem keuangan setiap negara. Kegiatan perbankan di Indonesia diselenggarakan
untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Untuk mencapai tujuan spiritualistis
tersebut, perbankan di Indonesia berasaskan demokrasi ekonomi yang
berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian.9 Prinsip kehati-hatian (prudential principle)
adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan
usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada
masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian
ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan
7Investasi: ada keuntungan, ada risiko,
http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/127/investasi-ada-keuntungan-ada-juga-risikonya (diakses
tanggal 9 Juni 2017). 8Ibid, hlm. 7.
9 Hermansyah, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia
perbankan. Prinsip kehati-hatian ini tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan).10
Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai lembaga intermediasi dan agen pembangunan
masyarakat, perbankan di Indonesia tidak hanya menggunakan prinsip kehati-
hatian saja, akan tetapi juga mengedepankan prinsip kepercayaan, prinsip
kerahasian, dan prinsip mengenal nasabah. Prinsip- prinsip tersebut sangat perlu
untuk tetap dilaksanakan oleh perbankan guna menghindari kemungkinan-
kemungkinan terburuk dalam penyelenggaraan sistem perbankan.
Berdirinya Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK)
menandai dimulainya era baru sistem pengawasan sektor jasa keuangan.11
UU
OJK menata ulang sistem pengawasan sektor jasa keuangan dengan menetapkan
beberapa perubahan mendasar sistem pengawasan yang selama ini diterapkan di
Indonesia. Perubahan mendasar yang dilakukan UU OJK adalah: Pertama,
menerapkan sistem pengawasan terintegrasi. Kedua, memisahkan pengawasan
microprudential dengan pengawasan macroprudential. Ketiga, membentuk Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dan menetapkan Menteri
Keuangan sebagai Koordinator. Keempat, meningkatkan edukasi keuangan dan
perlindungan konsumen jasa keuangan. Kelima, mempertajam peran Lembaga
10
https://kuliahade.wordpress.com/2010/04/19/hukum - perbankan - asas - dan - prinsip -
perbankan (diakses pada tanggal 9 Juni 2016). 11
Zulkarnain Sitompul, “Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan dalam menjaga
stabilitas Sistem Keuangan” (Medan: Makalah disampaikan pada Seminar tentang Keberadaan
Otoritas Jasa Keuangan untuk mewujudkan perkonomian nasional yang berkelanjutan dan stabil,
25 November 2014), hlm.1
Universitas Sumatera Utara
Penjamin Simpanan (LPS) dan terakhir, memperkuat penegakan hukum di sektor
jasa keuangan.12
Otoritas Jasa keuangan (selanjutnya disebut OJK) sebagai lembaga yang
dibentuk salah satunya dengan tujuan untuk melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam pencegahan dan
penanggulangan penghimpunan dana ilegal dengan modus operandi investasi
yang terjadi di masyarakat.13
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.14
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan mengatur hal-hal sebagai berikut:
tugas dan wewenang, struktur keorganisasian, perlindungan terhadap masyarakat,
kerahasiaan informasi, rencana kerja dan anggaran, pelaporan dan akuntabilitas,
hubungan kelembagaan, penyidikan serta sanksi.15
OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan,
pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainnya antara lain melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan,
12
Ibid. 13
Lihat konsiderans UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan 14
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan(Jakarta:Raih Asa Sukses, 2014),
hlm. 57. 15
Ibid, hlm. 55
Universitas Sumatera Utara
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk kewenangan
perizinan kepada lembaga jasa keuangan.16
Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan pada asas independensi, asas
kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas profesionalitas,
asas integritas dan asas akuntabilitas.17
Berdasarkan uraian di muka, maka dibuat judul skripsi “.Peran Pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kejahatan Perbankan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas, dalam
skripsi yang berjudul “Peran Pengawasan Ototritas Jasa Keuangan Terhadap
Kejahatan Perbankan” maka rumusan yang dapat ditarik penulis yaitu :
1. Bagaimana Pengaturan Ototritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Lembaga
Pengawas Jasa Keuangan Menurut Undang-Undang No.21 Tahun 2011?
2. Bagaimana Prinsi-Prinsip Tata Kelola Yang Baik Dalam Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Untuk Menjalankan Tugasnya Sebagai Lembaga
Pengawas Jasa Keuangan?
3. Bagaimana Pengawasan Ototritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Pencegahan
Dan Pemberantasan Kejahatan Perbankan?
16
Ibid 17
Ibid, hlm. 113.
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah :
1. Untuk mengetahui Pengaturan Ototritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Menurut Undang-Undang No.21 Tahun
2011.
2. Untuk mengetahui Prinsi-Prinsip Tata Kelola Yang Baik Dalam Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) Untuk Menjalankan Tugasnya Sebagai Lembaga
Pengawas Jasa Keuangan.
3. Untuk mengetahui Pengawasan Ototritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam
Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Perbankan.
Sementara hal yang diharapkan menjadi manfaat dari adanya penulisan
skripsi ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dan memberikan
sumbangan pemikiran dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya,
perkembangan hukum ekonomi dan khususnya di bidang tanggung jawab OJK
sebagai lembaga baru yang dibentuk salah satunya untuk meningkatkan
perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat dalam penghimpunan dana
ilegal di masyarakat.
2. Manfaat praktis
Universitas Sumatera Utara
Uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis
dan secara umum bagi masyarakat tentang tangung jawab OJK dalam pencegahan
dan penanggulangan penghimpunan dana ilegal di masyarakat dan juga sebagai
bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya yang ingin mengadakan
penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai tanggung jawab OJK sebagai
lembaga yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan edukasi dan perlindungan
konsumen dalam hal penghimpunan dana ilegal.
D. Keaslian Penulisan
Dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh penulis, maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang
berjudul “Peran Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kejahatan
Perbankan”. Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan
penulisan skripsi, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas
cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal menyatakan bahwa “Tidak
ada judul yang sama”.
Penelusuran juga diadakan ke berbagai judul karya ilmiah melalui media
internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan belum ada penulis lain yang
pernah mengangkat topik tersebut. Maka berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil
penelitian yang ada, penelitian mengenai “Peran Pengawasan Otoritas Jasa
Keuangan Terhadap Kejahatan Perbankan” belum pernah ada penelitian dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dalam topik dan permasalahan yang sama. Sekalipun ada, hal tersebut adalah
diluar pengetahuan penulis. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini murni
hasil pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori
dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media
elektronik. Penelitian ini disebut asli sesuai dengan asas keilmuan yaitu jujur,
rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan dibentuk untuk memenuhi amanat dari
Pasal 34 UU BI.18
Tugas pokoknya untuk melakukan pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadap bank-bank dan perusahaan-perusahaan
sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas,
modal ventura, dan perusahaan pembiayan, serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat
independen dalam menjalankan tugasnya, berarti kedudukannya berada di luar
institusi pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada BPK serta
DPR. Rimawan mengatakan bahwa pengawasan diperlukan karena adanya potensi
moral hazard (penyelewengan / penyalahgunaan) oleh para pelaku ekonomi yang
tentunya berdampak negatif terhadap perekonomian.19
18
Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No.6 Tahun 2009
tentang Bank Indonesia (UUBI), menentukan:
a. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
b. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. 19
http://bulaksumuronline.wordpress.com/2011/07/27/optimalisasi - ojk - antara – institus
i- versus –sistem - pengawasan/#more-4 (diakses tanggal 12 Juni 2017).
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 1 Undang Undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK
mendefinisikan makna OJK adalah “lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini”. Selanjutnya bahwa dalam struktur organisasi OJK
memiliki Dewan Komisioner (DK) adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat
kolektif dan kolegial. Dimana dalam struktur organisasi OJK dibawah DK
terdapat Kepala Eksekutif yaitu anggota DK yang bertugas memimpin
pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan
tugasnya sebagai DK.
Otoritas Jasa Keuangan berfungsi sebagai pengawas industri jasa keuangan
di Indonesia. OJK didirikan dengan alasan telah terjadinya proses globalisasi
dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi
serta inovasi finansial yang menciptakan suatu sistem keuangan yang kompleks,
dinamis, dan saling terkait. Alasan lainnya adalah banyaknya permasalahan lintas
sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum
optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan , dan terganggunya stabilitas
sistem keuangan serta lemahnya penegakan hukum.20
Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
menyebutkan bahwa perlindungan konsumen dan masyarakat memperoleh
perhatian khusus, yaitu dengan memberikan kewenangan kepada OJK untuk
melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, termasuk
20
Zulkarnain Sitompul, Loc.Cit., hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila
kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat.21
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan). Ilegal adalah tidak menurut hukum dan tidak sah.22
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif,
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan Berdasarkan
hal tersebut, maka penghimpunan dana ilegal dapat diartikan penghimpunan dana
yang tidak menurut hukum dan tidak sah. Artinya penghimpunan dana tersebut
tidak memiliki izin dari otoritas yang berwenang untuk melakukannya atau
memiliki izin namun tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga Otoritas Jasa
Keuangan sebagai lembaga yang mempunyai tujuan salah satunya melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mencegah
dan menanggulangi terjadinya penghimpunan dana ilegal di masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Dengan demikian OJK diharapkan dapat mendukung
kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional,
antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
21
Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 139 22
Definisi ilegal,http://kbbi.web.id/ilegal, terakhir diakses tanggal 12 Juni 2017
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek
positif globalisasi.23
Lebih dari itu OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsi-prinsip tata kelola
yang baik, yang meliputi indpendensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi, dan kewajaran (fairness).24
Ditentukan dalam Pasal 1 angka 20 UU
OJK, ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain. Ex- officio di lembaga OJK tidak dilakukan
melalui seleksi di DPR melainkan bersifat pengangkatan (langsung diangkat)
sebagaimana anggota DK OJK setelah melalui seleksi di Bank Indonesia.
Terdapat pula dalam struktur OJK yakni Dewan Kehormatan yang menurut Pasal
1 angka 21 UU OJK disebut dengan Komite Etik yaitu organ pendukung DK yang
bertugas mengawasi kepatuhan DK, pejabat, dan pegawai OJK terhadap kode
etik.
Amanat dari UU OJK mengamanatkan pembentukan suatu forum yang
disebut dengan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Ditentukan dalam Pasal 1 angka 25 UU OJK definisi FKSSK adalah forum
koordinasi yang dibentuk untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang
anggotanya terdiri atas Menteri Keuangan selaku koordinator merangkap anggota,
Gubernur Bank Indonesia selaku anggota, Ketua Dewan Komisioner Lembaga
Penjamin Simpanan selaku anggota, dan Ketua Dewan Komisioner OJK selaku
anggota. berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 UU OJK di atas, dapat dipahami
makna bahwa keanggotaan dari lembaga OJK terdiri dari Menteri Keuangan
23
Hermansyah, Op Cit, hlm. 217 24
Ibid, hlm 217
Universitas Sumatera Utara
sebagai koordinator, Gubernur BI, DK OJK, dan DK LPS masing-masing sebagai
anggota forum. Dalam forum ini harus dijalankan melalui koordinasi demikian
juga halnya koordinasi dilaksanakan sehari-hari dalam menjalankan tugas dan
kewenangan antar lembaga. Setidaknya melalu koordinasi dapat meminimalisir
kendala-kendala yang membuat terhambatnya sistem perbankan.25
2. Pengertian Lembaga Bank dan Fungsi Bank
Bank merupakan lembaga finansial atau keuangan. Pasal 1 angka 1 UU
Perbankan menyatakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank, mencakup tentang kelembagaan, kegiatan usahanya, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sementara itu, mengenai definisi
bank itu sendiri dinyatakan dalam Pasal 1 angka 2 yaitu bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Definisi seperti ini
tampaknya bersifat sangat umum sehingga perlu dipahami lebih dalam lagi dari
ketentuan dan pasal-pasal selanjutnya dan juga dari pengertian umum yang diakui
secara internasional. Definisi bank menurut Hermansyah adalah lembaga
keuangan yang menjadi tempat bagi orang-orang perseorangan, badan-badan
usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya kepada bank.26
25
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/08/02/ojk-dan-skandal-korupsinya--di-korea-
selatan (diakses tanggal 13 Juni 2017). 26
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ditinjuau Menurut Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga perbankan juga lebaga keuangan yang menjadi perantara antara
pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang
membutuhkan atau kekurangan dana (lacks of funds), tentu membutuhkan dana
yang tidak sedikit dalam menjalankan kegiatan usaha atau operasionalnya27
. Pada
hakikatnya lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-
kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkan ke dalam
masyarakat.28
Rumusan mengenai pengertian bank yang lain, dapat juga kita
temui dalam kamus istilah hukum Fockema Andrea yang mengatakan bahwa bank
adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam
menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan
adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada banker sebagai tertarik, maka bank
dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur
menyediakan uang untuk pihak ketiga.29
G.M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik, berpendapat bahwa bank
adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik
dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari
orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang
giral.30
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diugkapkan di atas, maka dapat
dipahami bahwa bank itu sendiri merupakan suatu badan usaha di bidang
keuangan yang mana menarik dan juga menyalurkan uang dari masyarakat dan
ditujukan kepada masyarakat, penyaluran dana ke masyarakat dilakukan melalui
pemberian kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
27
Ibid. hlm 43 28
Ibid. hlm 43 29
Ibid, hlm. 8. 30
Ibid, hlm 9
Universitas Sumatera Utara
Jika dikaitkan dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1 angka 1 UU
Perbankan, jelas bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang berbadan
hukum dan fungsinya sebagai perantara dari masyarakat yang kelebihan dana ke
masyarakat yang kekurangan atau membutuhkan dana.
Bank sebagai suatu badan hukum menerima dan menyalurkan dana ke
masyarakat untuk melaksanakan suatu kegiatan usaha yang nantinya akan
dilakukan oleh masyarakat di dalam suatu negara. Dalam hal kegiatan usaha bank
pada pokoknya meliputi tiga bentuk kegiatan yaitu menghimpun dana dari
masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan juga memberikan jasa
keuangan. Bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary)
dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta
memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. Dua fungsi utama
yakni menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke masyarakat tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Sebagai suatu badan usaha, bank akan selalu berusaha
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankan.
Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk
menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.31
Posisi bank sangat penting bagi perekonomian suatu negara, oleh karena itu
hukum berkenaan bank sangat penting pula bagi suatu negar. Sekarang ini sedang
dilakukan RUU pembahasan perbankan, maka perlu diamatiapa yang Ann
Seidman, Robert B,. Siedman dan Nalin Abeyesekere, bahwa dalam proses
31
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hlm. 59
Universitas Sumatera Utara
pembangunann undang-undang merupakan alat dikatakan utama pemerintah
melakukan pada lembaga-lembaga Hal tersebut memperjelas tugas pembuat
undang-undang , yaitu membuat undang-undang menjadi efektif dan mampu
membawa perubahan. Suatu indang-undang yang efektif pada keadaan khusus di
suatu negara harus mampu mendorong suatu prilaku yang dituju atau diaturnya.32
F. Metode Penilitian
1. Jenis dan Sifat Penilitian
Jenis metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya dalam UU OJK. Sifat
penelitian adalah deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan hasil analisis
terhadap norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam UU OJK dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara pasal-pasal
terkait yang menyangkut masalah pengawasan OJK terhadap bank.
2. Data penelitian
Data pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 23
Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 jo Undang-
Undang No. 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No.
32
Bismar Nasution, .
Universitas Sumatera Utara
9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/28/PBI/2009
tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor:
12/20/PBI/2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Pengkreditan Rakyat dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, makalah-makalah
seminar, artikel, jurnal, makalah lepas dari internet maupun karya-karya
tulisan yang menyangkut OJK, perbankan, serta kejahatan perbankan dari
internet.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya Kamus Bahasa
Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi terhadap dokumen-dokumen
yang relevan terhadap penelitian ini di perpustakaan (library research) dan
melakukan identifikasi terhadap data. Sehingga data yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilih guna memperoleh pasal-
pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang berhubungan dengan permasalahan
yang sedang diteliti kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan.
4. Analisis data
Universitas Sumatera Utara
Data-data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif yakni memilih
norma-norma dan kaidah-kaidah serta pasal-pasal yang terpenting dalam UU OJK
kemudian menjelaskannya, menguraikannya, memaparkannya dalam bentuk
sistematis dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu
sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data tersebut dijelaskan hubungannya
antara berbagai jenis data, sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan
dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan dan dapat
dilakukan penarikan kesimpulan.33
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran tulisan ini maka penelitian
ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar
belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II berjudul Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) Sebagai
Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Menurut Undang Undang No. 21 Tahun 2011.
Pada bab ini akan dibahas mengenai konsepsi dasar mengenai Otoritas jasa
Keuangan (OJK ) sebagai lembaga independen, Fungsi , tugas dan wewenagn
Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ), serta Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) sebagai
lembaga pengawas jasa keuangan.
33
Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar) (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001), hlm. 196.
Universitas Sumatera Utara
Bab III berjudul Prinsip-Prinsip Tata Kelola Yang Baik Dalam Otoritas
Jasa Keuangan ( OJK ) untuk Menjalankan Tugas nya sebagai Lembaga
Pengawas Jasa Keuangan. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai prinsip tata
kelola yang baik, pengaturan prinsip tata kelola yang baik dalam hukum positif di
Indonesia. Dan Selanjutnya akan dibahas juga mengenai prtinsip tata kelola yang
baik dalam Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) untuk menjalankan tugasnya sebagai
lembaga pengawas jasa keuangan.
Bab IV berjudul Pengawasan OJK Dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Kejahatan Perbankan. Pada bab ini akan dibahas apa yang menjadi pokok dari
semua bab sesuai dengan judul yang telah diangkat di atas yaitu mengenai
Pengawasan OJK Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Kejahatan Perbankan.
Lebih lanjut lagi dalam bab ini akan menjabarkan mengenai sistem pengaturan ,
pengawasan, pencegahan dan pemberantasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan terhadap industri jasa keuangan dalam kejahatan rahasia bank, usaha
bank dan perinzinan bank
Bab V merupakan Bab penutup. Pada bab ini akan menguraikan mengenai
kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan serta
saran-saran atas permasalahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
PENGATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN ( OJK) SEBAGAI
LEMBAGA PENGAWAS JASA KEUANGAN MENURUT NDANG
UNDANG NO. 21 TAHUN 2011
A. Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) sebagai Lembaga Independen
Pasal 2 ayat (2) UU OJK menentukan OJK adalah lembaga yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,bebas dari campur
tangan pihak lain,kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-
undang ini.
Independensi OJK tersebut merupakan salah satu isu penting dalam
membahas peran OJK.Independensi tidak berarti OJK bebas menjalankan
pengaturan dan pengawasan yang mereka inginkan.Independen berarti OJK dapat
menggunakan instrument yang dimilikinya untuk mencapai tutjuan yang telah
ditetapkan oleh sistem politik tanpa adanya campur tangan dari pihak diluar
OJK.Ini yang disebut dengan “instrument independence” bukan “goal
independence”.Konsekwensi independen bagi OJK adalah harus lebih akuntabel
untuk tindakan yang dilakukan dalam pengaturan dan pengawasan secara
transparan.
Terdapat kesepakatan diantara para ahli bahwa independensi suatu
lembaga yang bebas dari campur tangan pemerintah dapat mencapai tujuan tujuan
menjaga lembaga itu lebih baik.
20
Universitas Sumatera Utara
Untuk memahami independnsi lembaga tersebut dapat dikaitkan dengan
independensi bank central.Alan S.Blinder menyatakan bahwa independensi bamk
sentral dapat berarti dua hal.
Pertama,bank sentral memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana
untuk mencapai tujuannya.
Kedua,keputusan-keputusan yang diambil olehnya sulit untuk dibatalkan
oleh cabang-cabang atau lembaga pemerintahan lainnya.34
Kebebasan dalam menetukan bagaimana untuk mencapai tujuannya bukan
berarti bahwa bank sentral dapat menentukan sendiri tujuannya,karena tujuan
bank sentral secara umum tentu saja ditetapkan melalui legislasi yang disepakati
bersama melalui demokrasi.Tapi yang dimaksud adalah bahwa bahwa bank
sentral memiliki diskresi yang luas mengenai bagaiman menggunakan instrument-
instrumennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui undang-
undang.35
Lebih jauh lagi, Blinder menegaskan mengapa independensi bank sentral
menjadi begitu penting.Kebijakan moneter menurut Blinder memerlukan yang ia
sebut sebagai long time horizon ,atau pandangan yang jauh kedepan.Hal ini
karena,pertama,efek-efek yang dihasilkan dari suatu kebijakan moneter,seperti
yang terkait dengan inflasi baru dapat dilihat setelah sekian lama
waktunya,sehingga para decisionmakers tidak bisa langsung melihat hasil kerja
mereka.Kedua,kebijakan-kebijakan moneter memiliki karakteristik yang sama
34
Alam S. Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambridge: The MIT Press,
1998), hal.54. 35
ibid
Universitas Sumatera Utara
seperti halnya aktivitas investasi,yaitu memerlukan sesuatu dibayar dimuka,dan
akan mendapat hasil secara berkala setelah sekian waktu.36
Pendapat independensi bank sentral di muka itu dapat dibuat sebagai
pedoman untuk mengimplementasian independensi OJK sebagaimana diatur oleh
UU OJK.
B. Funsi, Tugas, dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK )
Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan tugas
pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Untuk beroperasi sebagai
lembaga pengawas yang terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan
bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan secara terpadu. Di
Indonesia, tugas tersebut menjadi tanggung jawab Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan yang memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi
dan ketentuan yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan
karakteristik indutri keuangan. Terintegrasinya peraturan juga penting dalam
kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprudential dan pengawasan
macroprudential sebagaimana yang diatur Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan.
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan definisi
tentang pengawasan microprudential ataupun definisi tentang pengawasan
macroprudential. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan hanya menetapkan
bahwa pengawasan microprudential difokuskan pada kesehatan individu Bank
dengan melakukan analisis kesehatan neraca Bank, khususnya terkait dengan
36
Ibid. hal.55.
Universitas Sumatera Utara
kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha. Tujuan pengawasan
microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan ancaman efek
menular kebangkrutan Bank terhadap perekonomian. Lingkup pengawasan
microprudential yang dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan mulai 1 januari 2014
adalah tugas pengaturan dan pengawasan Perbankan yang meliputi hal-hal
berikut:
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi:
a. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin
usaha Bank.
b. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi :
a. Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
terhadap simpanan, dan pencadangan Bank.
b. Laporan Bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja Bank.
c. Sistem informasi debitur.
d. Pengujian kredit (credit testing).
e. Standar Akuntansi Bank.
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian Bank, meliputi:
a. Manajemen risiko.
b. Tata kelola Bank.
Universitas Sumatera Utara
c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.
d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan Perbankan.
4. Pemeriksaan Bank
Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa selain
lingkup pengawasan diatas, merupakan tugas dan wewenang Bank
Indonesia yang disebut sebagai pengaturan dan pengawasan
macroprudential. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan
macroprudential tersebut peran Otoritas Jasa Keuangan adalah membantu
Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada industri
Perbankan. Konsepsi dan transformasi Otoritas Jasa Keuangan keterikatan
antara kebijakan macroprudential dengan kebijakan microprudential yang
mana terdapat pada Pasal 39 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan
yang menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa
Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan dan pengawasan di bidang Perbankan antara lain :
a. Kewajiban pemenuhan modal minimum Bank.
b. Sistem informasi Perbankan yang terpadu.
c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta
asing, dan pinjaman komersial luar negeri.
d. Produk Perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha Bank lainnya,
antara lain kartu kredit, kartu debet, dan internet Banking.
e. Penentuan institusi Bank yang masuk kategori systemically important
Bank.
Universitas Sumatera Utara
f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan
informasi.37
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia beserta penjelasaanya dapat disimpulkan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan akan bertugas mengawasi Bank, lembaga-lembaga usaha
perasuransian, lembaga – lembaga usaha Pasar Modal, Dana Pensiun, lembaga-
lembaga usaha pembiayaan, Modal Ventura, dan lembaga-lembaga lain yang
mengelola dana masyarakat. Dengan demikian, Otoritas Jasa Keuangan akan
mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, direktorat jenderal
Lembaga Keuangan, badan pengawas pasar modal, dan institusi-institusi
pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan :
1. Asas Kepastian Hukum
Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Asas Kepentingan Umum
Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
3. Asas Keterbukaan
Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
37
Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal. 84 – 90.
Universitas Sumatera Utara
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
4. Asas Profesionalitas
Adalah asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas,
fungsi, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap berlandaskan
pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
5. Asas Akuntabilitas
Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari
setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan
yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan .
Yang termasuk mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor
jasa keuangan yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan adalah :
a. Membuat peraturan di bidang jasa keuangan.
b. Melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan.
c. Mewajibkan penyampaian informasi, dokumen, dan laporan kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
d. Mengeluarkan perintah tetulis.
e. Melakukan pemeriksaan berkala.
f. Menunjuk pengelola statuter dan melakukan tindakan dalam rangka
pemberesan.
Universitas Sumatera Utara
g. Mengalihkan sebagian atau seluruh porto folio usaha.
h. Melakukan penyidikan.
2. Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan
diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif sehingga peraturan tersebut
berdaya guna dan berhasil guna.
3. Melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pemahaman dan
memelihara kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan.
Pemahaman publik yang baik terhadap sektor jasa keuangan akan
membuat masyarakat dapat lebih mampu mengendalikan dan melindungi
diri sendiri dalam bertransaksi di bidang jasa keuangan. Kepercayaan
publik terhadap sektor jasa keuangan akan tumbuh dan terpelihara apabila
sektor jasa keuangan tersebut menjadi sehat, kompetitif, stabil, dan aman.
4. Melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan yang wajar
terhadap konsumen dari sektor jasa keuangan. Pemberian perlindungan
kepada konsumen sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan.
5. Mengurangi tingkat kejahatan keuangan.
Dalam melaksanakan tugasnya , Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk:
1. Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya Otoritas Jasa Keuangan dapat
membuat peraturan pelaksanaan yang mencakup secara luas mengenai
sektor jasa keuangan dan kegiatannya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Universitas Sumatera Utara
dirancang untuk memenuhi tujuan sebagaimana dimaksud peraturan
perundang-undangan di bidang jasa keuangan, termasuk juga peraturan
untuk mengurangi kejahatan keuangan.
2. Memberi dan mencabut izin untuk melakukan kegiatan di bidang jasa
keuangan.
Yang dimaksud dengan izin meliputi persetujuan, pengesahan, pendaftaran
dan pernyataan pendaftaran kegiatan di bidang jasa keuangan yang
dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan.
3. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan kegiatan sektor jasa
keuangan.
4. Melakukan tindakan tertentu untuk mengurangi pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan dan tingkat
kejahatan keuangan.
Yang dimaksud dengan “melakukan tindakan tertentu untuk mengurangi
kejahatan keuangan”, antara lain :
a. Pemberian perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk
membuat dan menerapkan sistem pengendalian internal yang mampu
mendeteksi, mencegah atau mengurangi kejahatan keuangan, misalnya
memonitor nasabah dengan prinsip “know your customers”.
b. Menunjuk dan menetapkan pengelola statuter untuk mengambil alih
pengendalian dan pengelolaan Lembaga Jasa Keuangan yang
terindikasi terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam
kejahatan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
5. Melakukan wewenang lain yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan di bidang jasa keuangan.
6. Mengenakan sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan perundang–
undangan di bidang jasa keuangan.
`Sementara itu, wewenang Otoritas Jasa Keuangan di bidang Perbankan
adalah wewenang pembuatan dan penetapan ketentuan yang bersifat
microprudential, antara lain :
1. Untuk bidang kelembagaan Bank, antara lain mengenai perizinan untuk
pendirian, pembukaan kantor, kepemilikan, kepengurusan, merger,
konsolidasi dan akuisisi Bank, pencabutan izin usaha, pembubaran,
likuidasi Bank, termasuk pengaturan kelembagaan terhadap money
changer.
2. Untuk bidang kegiatan usaha Bank, antara lain mengenai sumber dana,
penyediaan dana, dan aktivitas bidang jasa.
3. Untuk pengelolaan Bank, antara lain mengenai Likuiditas, Rentabilitas,
Solvabilitas, laporan-laporan, permodalan Bank dan kecukupan modal
(capital adequacy ratio), dan penunjukan Bank untuk melakukan kegiatan
tertentu.
4. Untuk pembinaan dan pengawasan Bank, antara lain mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank dan tindak lanjut pembinaan dan pengawasan
Bank.
5. Ketentuan microprudential lainnya, seperti pemeringkatan Bank umum,
pengaturan kualitas aset, cadangan piutang, penetapan batas maksimum
pemberian kredit, sistem informasi debitur, restrukturisasi utang,
Universitas Sumatera Utara
kerahasiaan Bank, penetapan pemenuhan persyaratan kelayakan dan
kepatutan.38
Dalam hal fungsi pengawasan sektor keuangan secara umum dapat dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1. Macroprudential supervision, bertujuan membatasi krisis keuangan yang
dapat menghancurkan ekonomi secara riil, berfokus pada konsekuensi atas
tindakan institusi sistematis terhadap pasar keuangan antara lain dengan
cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan serta
melakukan penilaian mengenai potensi dampak kegagalan institusi
keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan suatu negara.
2. Microprudential supervision, bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan
Lembaga Keuangan secara individu. Regulator menetapkan peraturan
yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan
melalui dua pendekatan, yaitu analisis laporan Bank (off-site analysis) dan
pemeriksaan setempat (on-site visit) untuk menilai kinerja dan profil risiko
serta kepatuhan Lembaga Keuangan terhadap peraturan yang berlaku.
3. Conduct of business supervision, menekankan pada keselamatan
konsumen sebagai klien atas kecurangan dan ketidakadilan yang mungkin
terjadi.
Sementara itu, fungsi dasar-dasar yang dimiliki lembaga pengatur dan
pengawas meliputi :
a. Prudential regulation bagi keamanan dan kesehatan Lembaga
Keuangan.
38
Ibid., Hal. 96 – 101.
Universitas Sumatera Utara
b. Stabilitas dan integritas sistem pembayaran.
c. Prudential supervision Lembaga Keuangan.
d. Pengelolaan regulasi bisnis, seperti peraturan mengenai bagaimana
perusahaan mengelola bisnis dengan pelanggannya.
e. Pengelolaan pengawasan bisnis.
f. Penetapan jaring pengaman, seperti lembaga penjamin simpanan dan
peran lender of last resort yang dimiliki oleh Bank Sentral.
g. Bantuan Likuiditas bagi stabilitas sistemik, seperti bantuan Likuiditas
bagi lembaga tidak solven.
h. Penanganan lembaga yang tidak solven.
i. Resolusi krisis.
j. Isu-isu terkait dengan integritas pasar.39
C. Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) sebagai Lembaga Pengawas Jasa
Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan
seperti Industri Perbankan, Pasar Modal, Reksadana, Perusahaan Pembiayaan,
Dana Pensiun, dan Asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu
lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu di perhatikan, hal
ini karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung
keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut.40
Indonesia yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap
sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
39
Ibid., Hal. 236 – 238. 40
Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal 127.
Universitas Sumatera Utara
keuangan oleh satu institusi, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa
Keuangan terbentuk dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011.
Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak
Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan
(LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang No.21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor
Jasa Keuangan di Indonesia .
Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan itu sejalan dengan
pendapat Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang
mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang merupakan alat utama
pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Pembentukan Otoritas
Jasa Keuangan merupakan bentuk atau model “single–regulator supervision”
dimana kontrol atas sektor keuangan diserahkan pada satu otoritas tunggal yang
terpisah dari Bank Sentral. Otoritas ini bertanggung jawab atas semua pasar dan
intermediaries finansial, dan mengemban tugas untuk mewujudkan semua sasaran
regulasi (stabilitas, transparansi dan perlidungan investor).
Langkah Indonesia membentuk Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa
keuangan yang terintegrasi mengikuti jejak berbagai negara di dunia yang terlebih
Universitas Sumatera Utara
dahulu melakukannya. Norwegia contohnya, sejak Tahun 1986 telah mendirikan
Kredittilsynet yang berperan sebagai regulator atas kegiatan Perbankan, Investasi
non-Bank, Asuransi, Real Estate maupun Audit. Pada Tahun 2000 lembaga ini
diberikan kewenangan untuk mensupervisi Oslo Stock Exchange. Di Swedia,
lembaga yang serupa dibentuk pada Tahun 1991 dan diberi nama
Finansipektionen, begitu pula dengan Korea yang memiliki Financial Supervisory
Services (FSS). Briault mengemukakan bahwa manfaat dari pembentukan Unified
Regulator, antara lain :
1. Harmonisasi, konsolidasi dan rasionalisasi prinsip-prinsip, aturan-aturan
dan pedoman yang dikeluarkan oleh berbagai regulator atau tercantum
dalam legislasi yang sudah berlaku, dan pada saat yang sama tetap
memperhatikan bahwa apa yang tepat bagi satu jenis usaha, pasar atau
pelanggan belum tentu tepat untuk yang lain.
2. Proses tunggal untuk berbagai urusan seperti perizinan, dengan standar
dan database yang sama.
3. Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren atau supervisi berbasis
resiko dalam industri jasa keuangan, yang memungkinkan sumber daya
dan berbagai beban yang diberikan kepada semua perusahaan dalam
Regulated Industry untuk dialokasikan secara lebih efektif dan efisien
berdasarkan resiko-resiko yang dapat diderita oleh konsumen jasa
keuangan.
4. Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren dalam penegakan dan
disiplin namun pada saat yang sama tetap memperhatikan kemungkinan
atau kebutuhan atas diferensiasi.
Universitas Sumatera Utara
5. Selain regulator tunggal juga adanya skema tunggal dalam penanganan
komplain dan kompensasi konsumen/nasabah.41
Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak
Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan
(LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999
tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang No.21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor
Jasa Keuangan di Indonesia .
Otoritas Jasa Keuangan juga akan berfungsi sebagai pengawas industri
Perbankan. Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa
fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor
Jasa Keuangan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam hal ini
pengawasan sektor jasa keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang mengatakan
bahwa pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan sebaiknya dilakukan oleh institusi tunggal. Di pihak lain ada
aliran yang berpendapat pengawasan sektor jasa keuangan lebih tepat apabila
dilakukan oleh beberapa institusi.
41
Bismar Nasution, “Sosialisasi Kepada Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Peralihan Fungsi
Pengawasan Industri Keuangan”, 29 November 2013, Hal 1-3.
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor keuangan jasa keuangan, telah lebih dahulu diterapkan
oleh Skandinavia sekitar tahun 1980an. Selanjutnya, Inggris menerapkan sistem
pengawasan yang terintegrasi tersebut tahun 1998 dengan mendirikan United
Kingdom Financial Supervisory Authority, begitu juga Jepang tahun 1998
membuat Financial Supervisory Authority (FSA) yang juga melakukan
pengintegrasian fungsi pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sementara itu,
Australia membentuk Australian Prudential Regulation Authority (APRA) yang
fungsinya sama dengan FSA.
Berbeda dengan Amerika Serikat, dimana pengawasan terhadap sektor
jasa pengawasan terhadap sektor jasa tetap dilakukan oleh beberapa institusi. SEC
misalnya mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri perbankan diawasi
oleh bank sentral (the Fed), FDIC, dan OCC.
Sementara itu, Indonesia pada awalnya menerapkan sistim pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi
sistim pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan oleh satu institusi setelah lahirnya “Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan” (“UUOJK”) yang berlaku
tanggal 22 November 2011. Dengan itu pengawasan keseluruhan sektor jasa
keuangan di Indonesia dilakukan oleh isntitusi tunggal, yaitu “Otoritas Jasa
Keuangan” (“OJK”)42
42
Bismar Nasution, Strutur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan.Disampaikan
pada Focus Group Discussion “Konstitusionalitas Eksistensi Otoritas Jasa Keuangan” ,
dilaksanakan Mahkamah Konstitusional RI, Jakarta, tanggal 21 Oktober 2014.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu,perlu pengintegrasian pengawasan OJK secara maksimal,
agar tujuan pengawasan itu tercapai. Pengawasan lembaga jasa keuangan pada
prinsipnya terbagi atas dua jenis,yaitu pengawaasan dalam rangka mendorong
lembaga-lembaga itu untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga
kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang
mendorong agar lembaga jasa keuangan secara individual tetap sehat serta mampu
memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision).
Dalam konteks bank misalnya, sasaran yang ingin dicapai oleh macro economics
supervision adalah bAgaiman mengerahkan dan mendorong bank serta sekaligus
mengawasinya, agar dapat ikut berperan dalam berbagai program pencapaian
sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum uadalah
mengupayakan ntuk mendorong pertumbuhan ekonomi,kemantapan neraca
pembayaran, perluasan lapangan kerja, kestabilan moneter maupun upaya
pemerataan pendapatan dan kesempatann berusaha.Tujuan dari prudential
supervision adalah mengupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan
aman,serta keseluruhan industry perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara
kepercayaan masyarakat. Ini berarti bahwa setiap bank dari sejak awal harus harus
dijauhkan dari segala kemungkinan risiko yang timbul.dengan demikian, bank
perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-
kurangnya mengingatkan mengenai perlunya penanganan risiko secara seksama,
dan bahkan jika perlu melarang bank melakukan kegiatan tertentu yang
mengandung risiko tinggi.
Teori pengawasan bank mengajarkan bahwa sistem pengawasan bank
yang ideal dari sudut kepentingan semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga
Universitas Sumatera Utara
sistim perbankan yang sehat, akan tercapai apabila ototritas pengawas bank dapat
dengan mudah melakukan pengawasannya secara efektif serta semua bank yang
diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila bank
yang diawasi jumlahnya sedikit atau diupayakan menjadi sangat minimal, dan
semua kegiatan bank sampai pada hal yang paling teknis diatur melalui
seperangkat aturan yang ketat dan pembatasan ruang gerak usaha bank melalui
berbagai aturan yang bersifat larangan.
Dalam Ketentuan Peralihan UU OJK, tepatnya Pasal 55 ditentukan bahwa:
1) Sejak tanggal 31 Desemmber 2012, fumgsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal,Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari
Bank Indonesia ke OJK.
Dengan demikian untuk menjawab pertanyaan kapan waktu yang tepat
memulai beroperasinya OJK dapat dilihat dari ketentuan Pasal 55 tersebut.Apabila
sejak tanggal 31 Desember 2012 fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasaa keuangan selain sektor perbankan beralih kepada OJK,
maka untuk sektor sektor perbankan baru beralih kepada OJK sejak tanggal 31
Desember 2013. Hal itu dapat diterima karena alasan, data menunjukkan bahwa
industry keuangan kita 90% lebih di antaranya dikuasai oleh industry perbankan.
Belum terjadi konvergensi yang dalam di antara industri keuanga tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kalaupun ada produk hybrid dalam jasa keuangan sifatnya masih sederhana dan
volumenya belum besar sehingga belum dapat dikatakan sebagai masalah krusial
yang dapat menimbulkan masalah sistemik. Produk hybrid adalah produk yang
merupakan perpaduin antara produk perbankan, asuransi atau pasar modal murni
sehingga dalam hali ini bank hanya berfungsi sebagai penjual (agent) dan
mendapatkan komisi (fee) dari jasanya tersebut. Ambil contoh produk hybrid
yang baru dikenal di Indonesia yaitu bancassurance yang memeiliki dua
pengertian yaitu: Pertama, a bank that can offer banking,insurance lending and
investment product to customer. Kedua, a French term referring to the selling of
insurance through a bank’s established distribution channel. Di negara-negara
Eropa yang menganut universal banking system produk ini sudah lama
berkembang dan dilakukan sesuai dengan pengertian bancassurance yang
pertama. Di Indonesia produk ini masih murnio produk perusahaan asuransi yang
ditawarkan atau dijual melalui jalur distribusi (distribution channel) perbankan
sehingga lebih tepat dengan pengertian bancassurance yang kedua. Hal ini sesuai
dengan undang-undang perbankan yang melarang bank melakukan kegiatan
asuransi. Larangan ini sesuai pula dengan sistem perbankan yang dianut oleh
Indonesia, yaitu commercial banking system. Keuntungfan bank menjual produk
hybrid tersebut adalah selain menerima komisi juga sekaligus dapat memperbesar
customer base dan menjaga loyalitas nasabah.43
43
The Economist, 30 Agustus 2003.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK DALAM OTORITAS
JASA KEUANGAN (OJK) UNTUK MENJALANKAN TUGASNYA
SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS JASA KEUANGAN
A. Pengertian Prinsip Tata Kelola yang Baik
Salah satu yang mengakibatkan runtuhnya perekonomian Indonesia
disebabkan oleh karena tidak adanya Good Corporate Governance di
dalampengelolaan perusahaaan. Kajian Booz-Allen dan Hamilton pada tahun
1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate governance Indonesia
dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Singapura dan Jepang adalah yang
paling rendah
Selanjutnya kajian yang dibuat oleh Bank Dunia menunjukkan lemahnya
penerapan corporate governance merupakan factor yangmenentukan parahnya
krisis di Asia.44
Pada tahun 1980 an mulai terlihat sisi buruk dari manajemen professional,
khususnya di Amerika Serikat. Dengan model manajemen one tieer system,
dimana lembaga komisaris menjadi satu dengan lembaga direksi. Meskipun
terdapat direksi independent namun tetap saja kontrol tidak bisa efektif. Para
eksekutif korporat kemudian menjadi pemilik modal baru, dimana mereka
menjalankan organisasi sesuka hati, mengambil keuntungan terbesar untuk
mereka sendiri melalui mekanisme gaji, tunjangan, bonus, hak atas saham dan
deviden dan sebagainya. Berbeda dengan model Eropa yang masih banyak
44
Bismar nasution, Pencegahan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Kredit, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan,” PT. Bank Rakyat Indonesia,
Medan, tanggal 12-13 Maret 2002.
39
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pola two tieer system, dimana terdapat pemisahan yang tegas antara
lembaga kekomisarisan dan lembaga kedireksian. Seperti halnya dalam politik,
masalahnya adalah siapa yang mengawasi pengawas. Para manajemen
professional bukan saja pengelola yang diberi kepercayaan pemiliknya untuk
menjadikan korporat menjadi sehat dan menguntungkan, namun mereka adalah
pengawas dari korporat.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa perkataaan governance pada
mulanya digunakan dalam dunia usaha dan konsep governance ini mempunyai
arti yang penting dalam keberhasilan usaha, sehingga konsep Good Governance
menjadi populer, dan lembaga-lembaga dunia seperti PBB, Bank Dunia dan IMF
meletakkan Good Governance sebagai kriteria Negara-Negara yang baik dan
berhasil dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk
memperoleh bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah
standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan.
Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai adminstrasi
pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang menjadi Agent
of change dari suatu masyarakat berkembang/developing di dalam Negara
berkembang. Agent of change karena perubahan yang dikehendakinya, menjadi
planned change (perubahan yang berencana), maka disebut juga Agent of
Development. Agent of Development diartikan sebagai pendorong proses
pembangunan dan perubahan masyarakat bangsa. Pemerintah mendorong melalui
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program, proyek-proyek, dan peran
perencanaan dalam anggaran. 45
Grup Penasehat Bisnis Sektor Organitation for Economic Coperation and
Developmenr (OECD) menetapkan empat prinsip good corporarte governance,
yaitu prinsip keadilan (fairness), keterbukaan (transparency), tanggungjawab
(accountability) dan pertanggungjawaban (responsibility).46
Seperti prinsip
transparansi yang dapat pula berfungsi sebagai tindakan pencegahan. Karena
berfungsi menutup celah antara bisnis dan politik.47
Berkaitan dengan good governance, Holly J. Gregory Dan Marsha E.
Simms saat membicarakan pengelolaan perusahaan (corporate governance),
menyinggung “apa dan mengapa pengelolaan perusahaan penting”. Gregory dan
Simss membuat pernyataan dengan mengutip pendapat James D. Wolfensohn
yang mengatakan, bahwa dalam dunia ekonomi saat ini, pengelolaan perusahaan
tersebut, sebagaimana pemerintah negara.” Selanjutnya istilah good corporate
governance dapt juga mencakup segala aturan hukum yang ditujukan untuku
memungkinkan suatu perusahaan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan
pemegang saham dan publik.48
Berdasarkan dokumen kebijakan UNDP
,
disebutkan : Tata pemerintahan adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik
dan administrasi guna mengelola urusan-urusan Negara pada semua tingkat. Tata
pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga
dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan
45
http://khafidsociality.blogspot.com/2011/07/penerepan-prinsip-prinsip-good.html, Tanggal 23
Juni 2017, pukul 23.00 WIB 46
Bismar nasution, Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan Penyalahgunaan
Kredit, Loc.Cit 47
Bismar Nasution,, Prinsip Transparansi Mutlak Dalam Good Governanace, Harian Jurnal
Indonesia 6 Maret 2007, Hlm 4 48
Bismar Nasution, Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan Penyalahgunaan
Kredit, Loc.Cit
Universitas Sumatera Utara
mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani
perbedaan-perbedaan diantara mereka. Jelas bahwa good governance adalah
masalah perimbangan antara negara, pasar dan masyarakat.49
Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat disimpulkan
bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi
pembangunan masyarakat yang solid dan bertanggung jawab secara efektif
melalui pembuatan peraturan dan kebijakan yang absah dan yang merujuk pada
kesejahteraan rakyat, pengambilan keputusan, serta tata laksana pelaksanaan
kebijakan.
B. Pengaturan Prinsip Tata Kelola yang Baik dalam Hukum Positif di
Indonesia
Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 mengamanatkan usaha untuk
memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah amanat konstitusional bagi
seluruh komponen bangsa. Untuk melaksanakan amanat tersebut, diperlukan
peningkatan penguasaan kekuatan ekonomi nasional, baik melalui regulasi sektoral
maupun melalui kepemilikan negara terhadap unit – unit usaha tertentu dengan
maksud untuk memberikan manfaat yang sebesar – besarnya bagi kemakmuran
rakyat.50
Berdasarkan amanat pasal yang disebutkan diatas dan sejalan dengan tuntutan
reformasi yang berkaitan dengan aparatur Negara adalah perlunya mewujudkan
administrasi Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan
49
Dikutip dari artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang Pembangunan
Manusia Berkelanjutan”, dalam Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan Tata
Pemerintahan di Indonesia (Partnership for governance Reform in Indonesia). 2000 50
Lihat dalam penjelasan UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
maka menuntut penggunaan konsep Good Governance sebagai kepemerintahan yang
baik, relevan dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ide dasarnya sebagaimana
disebutkan Tangkilisan adalah bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal
dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai
regulator maupun sebagai Agent of Change.
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Good Governance awalnya digunakan
dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun sebuah
konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan
manajemen professionalnya, maka ditetapkan Good Corporate Governance.
Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalam Governance Corporate adalah:
transparansi, akuntabilitas, fairness, responsibilitas, dan responsivitas.51
Prinsip-prinsip Good Governance diatas cenderung kepada dunia usaha,
sedangkan bagi suatu organisasi publik bahkan dalam skala Negara prinsip-
prinsip tersebut lebih luas menurut UNDP melalui LAN yang dikutip
Tangkilisan52
menyebutkan bahwa adanya hubungan sinergis konstruktif di antara
Negara, sektor swasta atau privat dan masyarakat yang disusun dalam sembilan
pokok karakteristik Good Governance, yaitu:
1. Partisipasi (Participation)
Dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau
keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan
tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat
51
Nugroho. T. Rianto. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:
Gramedia. Hal. 216 52
Tangkilisan, Hessel Nogi S.Manajemen publik Jakarta Grasindo. Hal. 11
Universitas Sumatera Utara
pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu,
partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang di dalam
suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakatnya, di
luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Setiap warga Negara mempunyai suara
dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas
dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara secara berpartisipasi secara konstruktif.
2. Penerapan Hukum (Fairness).
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama
hukum untuk hak azasi manusia.Sebagai stakeholder dalam penerapan hukum,
masyarakat selalu dituntut partisipasi aktifnya dalam menghidupkan cahaya
hukum, agar hukum tetap memberikan pencerahan dalam realita kehidupan
masyarakat dan memberikan arah bagi perjalanan peradaban bangsa. Masyarakat
yang sehat dituntut untuk selalu menyediakan bahan bakar keadilan yaitu
kejujuran dan keberanian agar perjalanan masyarakat dan negara tidak
menyimpang dari tujuan bersama. Dalam pemahaman terhadap good governance
maka aparat hukum tidak mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum
tersebut, peran serta masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih
tenggelam dalam keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan dan
kegiatan lainnya, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan serta hasil-hasil yang dicapai.53
Transparansi merupakan upaya
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi Transparansi merupakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi Transparansi merupakan upaya
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi Transparansi merupakan upaya menciptakan kepercayaan timbal balik
antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi Transparansi merupakan upaya
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi
yang akurat dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
53
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri. 2002. Hal:18
Universitas Sumatera Utara
4. Responsivitas (Responsiveness)
Responsivitas adalah daya tanggap birokrasi pemerintah untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas pelayanan, dan mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat sehingga tidak terdapat keluhan dari masyarakat pengguna jasa.
Responsivitas juga menunjuk pada keselarasan antar program dan kegiatan
pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.54
Lembaga-lembaga dan
proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Orientasi (Consensus Oreintation)
Setiap karyawan yang tergabung dalam suatu organisasi memiliki orientasi kerja
masing-masing dan kemungkinan besar karyawan satu dengan lainnya
mempunyai orientasi kerja yang berbeda pula, dan apabila orientasi yang
dipersepsikannya ini dapat tercapai maka karyawan akan merasakan kepuasan
kerja dan bekerja dengan maksimal. Good Governance menjadi perantara
kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan
yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
6. Keadilan (Equity)
Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan
kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan
kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang
memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang
sama dari kekayaan bersama. Semua warga Negara, baik laki-laki maupun
54
Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 117
Universitas Sumatera Utara
perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan ataupun menjaga
kesejahteraan mereka dan terlibat di dalam pemerintahan.
7. Efektivitas (Effectivness)
Efektivitas merupakan penilaian hasil pengukuran dalam arti tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektivitas perlu diperhatikan sebab
mempunyai efek yang besar terhadap kepentingan orang banyak.55
Dalam artian
setiap organisasi dan lembaga-lembaga harus memberikan pelayanan yang
dibutuhkan masyarakat luas dengan menggunakan sumber daya yang ada
semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan berdasarkan visi dan misi yang
sudah diterapkan.
8. Akuntabilitas (Acoountability)
Akuntabilitas menurut Lawton dan Rose
dapat dikatakan sebagai sebuah proses
dimana seorang atau sekelompok orang yang diperlukan untuk membuat laporan
aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah atau belum ketahui untuk
melaksanakan pekerjaan mereka.56
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai
kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan
untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya
untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Para
pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil (civil
society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Strategi visi (Strategic vision)
55
Soewarno Handayaningrat. 1985. Sistem Birokrasi Pemerintah. Hal. 16 56
http://wwwbutonutara.blogspot.com/2012/01/pengertian-akuntabilitas.html
Universitas Sumatera Utara
Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang
tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia,
bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Prinsip-prinsip diatas merupakan suatu karakteristik yang harus dipenuhi dalam
hal pelaksanaan good governance yang berkaitan dengan kontrol dan
pengendalian, yakni pengendalian suatu pemerintahan yang baik agar cara dan
penggunaan cara sungguh-sugguh mencapai hasil yang dikehendaki stakeholders.
Penerapan Good Governance kepada pemerintah adalah ibarat masyarakat
memastikan mandat, wewenanang, hak dan kewajibannya telah dipenuhi dengan
sebaik-baiknya. Disini dapat dilihat bahwa arah ke-sembilan dari Good
Governance adalah membangun the professional government, bukan dalam arti
pemerintah yang dikelola para teknokrat, namun oleh siapa saja yang mempunyai
kualifikasi professional, yaitu mereka yang mempunyai ilmu dan pengetahuan
yang mampu mentransfer ilmu dan pengetahuan menjadi skill dan dalam
melaksanakannya berlandaskan etika dan moralitas yang tinggi.
Berkaitan dengan pemerintah yang dikelola siapa saja yang mempunyai
kualifikasi professional mengarah kepada kinerja SDM yang ada dalam organisasi
publik sehingga dalam penyelenggaraan good governance didasarkan pada kinerja
organisasi publik, yakni responsivitas (Responsiveness), responsibilitas
(Responsibility), dan akuntabilitas (Accountability).57
5 prinsip good governance
sebagai indikator dari prinsip-prinsip good governance, yaitu:
57
Mulyawan, Budi. 2009.Pengaruh Pelaksanaan Good Governance terhadap Kinerja Organisasi
(Studi pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palembang). Medan: FISIP-USU. Hal: 12
Universitas Sumatera Utara
1. Akuntabilitas mengacu pada seberapa besar pejabat politik dan kegiatan
organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh
rakyat, maka dengan sendirinya akan selalu mempresentasikan
kepentingan rakyat. Dalam konteks ini kinerja organisai publik dinilai baik
apabila sepenuhnya atau setidaknya sebagian besar kegiatannya didasarkan
pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan para wakil
rakyat. Semakin banyak tindak lanjut organisasi atas harapan dan aspirasi
pejabat politik, maka kinerja organisasi tersebut akan semakin baik.
Konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik atau pemerintah seperti
pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal
juga seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu
kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau
kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang
berkembang di dalam masyarakat.
2. Transparansi dapat diartikan sebagai sikap membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif. Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses
pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.
58Transparansi harus seimbang dengan kebutuhan akan kerahasiaan
58
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
lembaga yang memberikan informasi maupun informasi-informasi yang
mempengaruhi hak privasi individu. Keterbukaan turut membawa
konsekuensi adanya pengawasan dan penilaian yang berlebih-lebihan dari
masyarakat dan bahkan oleh media massa untuk memastikan alokasi dan
peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien, serta sesuai dengan
kerangka anggaran yang ditentukan. Kewajiban akan keterbukaan harus
diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas
dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang bisa mereka
berikan pada siapa informasi tersebut diberikan59
3. Tujuan penegakan hukum antara lain adalah untuk menjamin adanya kepastian
hukum yang juga merupakan salah satu asas umum penyelenggaraan negara.
Setiap tidakan aparat hukum baik pada tingkat penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, maupun upaya hukum, eksekusi dan eksaminasi harus selalu
berpegang kepada aturan hukum (rule of law)
yang juga merupakan ciri dari good governance. Penegakan hukum tidak
hanya dimaksudkan untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap pelanggar
hukum; penegakan hukum juga dimaksudkan agar pelaksanaannya harus
selalu berpedoman kepada tata cara atau prosedur yang telah digariskan
oleh undang-undang dengan memperhatikan budaya hukum yang hidup di
masyarakat terutama harus mampu menangkap rasa keadilan yang hidup
di masyarakat60
59
http://paulusmtangke.wordpress.com/transparansi-mewujudkan-good-governance/. 60
Noor, Azamul Fadhly.2007. Good Governance dan Penegakan Hukum.
http://azamul.wordpress.com/2007/06/13/good-governance-dan-penegakan-hukum/. Diakses pada tanggal 24
juni 2017 pukul 02:32
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemahaman terhadap good governance, maka aparat hukum tidak
mungkin bekerja sendiri di dalam penegakan hukum tersebut, peran serta
masyarakat mutlak diperlukan atau kita harus memilih tenggelam dalam
keterpurukan akibat pesatnya arus globalisasi.
4. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.61
Berdasarkan pernyataan Tangkilisan tersebut maka disebutkan bahwa
responsivitas mengacu pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan
yang diberikan oleh organisasi publik dengan kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi publik, maka
kinerja organisasi tersebut akan semakin baik. Responsivitas dimasukkan sebagai
salah satu indikator Good Governance karena responsivitas secara langsung
menggambarkan kemampuan suatu organisasi publik dalam menjalankan misi dan
tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Responsivitas yang sangat rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan
antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan
kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik.
Organisasi yang memiliki tingkat responsivitas yang rendah dengan sendirinya
juga akan memiliki kinerja yang rendah.
61
Tangkilisan, Hessel Nogi S. Ibid. Hal. 117
Universitas Sumatera Utara
5. Keadilan adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak
dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan
menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan
bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama. Semua warga
Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan ataupun menjaga kesejahteraan mereka dan terlibat di
dalam pemerintahan.
C. Prinsip Tata Kelola Yang Baik Dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Untuk Menjalankan Tugasnya Sebagai Lembaga Pengawas Keuangan
Pada dasarnya Undang-Undang tentang Otoritas Jasa (OJK) Keuangan memuat
ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang
memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.62
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di
dalam sektor jasa keuangan terselengara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dengan demikian, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan
sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing
nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain,
meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di
sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
62
HERMANSYAH, Op.Cit. Hlm
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari itu, OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi, dan kewajaran (fairness).Secara kelembagaan, OJK berada di luar
pemerintah,yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan
pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan
pemerintah karena pada hakikatnya OJK merupakan otoritas di sktor jasa
keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan yang kuat engan
ototritas lain, dalam hal ini otoyitas fiskal dan moneter.oleh sebab itu, lembaga ini
juga melibatkan keterwakilan unsure-unsur dari kedua otoritas tersebut secara ex-
officio. Keberadaan ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja
sama, dan harmonisasi kebijakan dibidang fiskal, moneter, dan sektor jasa
keuangan.Ini diperlukan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional
dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan
koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara
stabilitas sistem keuangan
Unrtuk m.ewujudkan koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan
yang baik, OJK harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaran urusan
pemerintah yang berintekrasi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan
pemerintahan lain dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia
yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun
1945.
Berkaitan dengan uraian, di atas Hamud M.Beelfas mengemukakan,
bahwa alasan didirikannya OJK disebabkan pengawasan atas industri jasa
Universitas Sumatera Utara
keuanagan dengan struktur seperti sekarang dianggap sudah tidak memadai.63
Dengan adanya OJK , pengawasan atas semua industri jasa keuangan akan
disatukan ke dalam satu atap, yaitu perbankan, pasar modal, asuransi, dana
pensiun, dan lembaga keuangan nonbank. Undang-Undang hanya mengecualikan
industri perdagangan berjangka saja dari pengawasan OJK. Selain itu, latar
belakang didirkannya OJK ini juga karena makin rumitnya produk keuangan serta
pemasaran atas produk ini dilakukan lintas industri seperti produk pasar modal
(seperti reksadana) ditawarkan juga oleh bank atau produk asuransi juga
ditawarkan bank (bancassurance).
Beranjak dari urain di atas, dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya
pembentukan Undang-Undang OJK itu secara garis besar didasarkan pada tiga
landasan, yaitu landasan yuridis, landasan filosofis dan landasan sosiologis. Hal
ini sejalan dengan urain Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.
Berikut ini dijelaskan secara singkat mengenai ketiga landaasan yang dimaksud,
yaitu :
A. Landasan yuridis
Secara yuridis pembentukan Undang-Undang OJK dilandasi oleh Undang-
Undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Hal ini secara tegas
diatur dalam ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No.3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia tang mengamanatkan pembentukan lembaga
pengawas sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-
badan lain yang menyelenggarakan pengelollan dana masyarakat.
63
Lihat wawancara Hamud M. Balfas dengan medianotaris.com yang dimuat dalam
http://www.medianotaris.com/ototritas_jasa_keuangan_hatihati_investasi_bodong_berita155.html.
dikutip pada tanggal 3 Juni 2017
Universitas Sumatera Utara
Selengkapnya bunyi ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 3 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia adalah:
a. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan yang indepependen, dan dibentuk dengan undang-
undang.
b. Pembentukan lembaga penggawasan sebagaimana dimaksud ayat 1
akan dilaksanakan padaselambat-lambatnya 31 Desember 2002.
Dengan demikian, pada hakikatnya ketentuan Pasal 34 dimaksud
memberikan ototritas pengatur dan pengawasan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri perbankan,
pasar modal, (sekuritas), dan industri keuangan nonn bank (asuransi, dana
pensiun, sekuritaas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelollan dana masyarakat).
Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan ini disebut Otoritas Jasa
Keuangan atau OJK.
B. Landasan sosiologis.
Secara singkat landasan sosiologis ini dapat dijelaskan bahwa peran
pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK harus diarahkan
untuk menciptakan efisien, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen,
serta memelihara mekanisme pasar yang sehat.Untuk itu, prinsip kesetaraan
(level playing field), pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada
prinsip-prinsip keadilaqn dan transparansi harus diterapkan sedemikian
rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur,
efisien dan produktif, dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat.OJK harus menempatkan dirinya secara proporsional dan
mengayomi berbagai kepentingan dari pelaku industri dan pemangku
kepentingan lainnya. Apabila seluruh pemangku kepentingan (stakeholder)
industri keuangan dapat menata prilakunya sendiri, OJK dpat menjadi
fasilitator terhadap pasar. Fungsi surveillance dari OJK melalui sistem
pengaturan dan pengawasan menjadi penting.
C. Landasan filosofis
Mengenai landasan filosofis ini dapat dikemukakan bahwa OJK dibentuk
dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa
keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelnjutan
dan stabil. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-
prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi , akuntabilitas,
pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Akhirnya setelah melalui proseslegislasi oleh DPR dan pemerintah sejak
tahun 2010, pada tanggal 22 November 2011 disetujui dan disahkan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang dimuat
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, dan
tmbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253.
Asas-Asas Otoritas Jasa keuangan
Dalam Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangandikatakan
bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK harus berlandaskan
kepada asas-asas sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.Asas Kepastian Hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan OJK.
2.Asas Kepentingan Umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahtareraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
3.Asas Keterbukaan, yakni asas ysng membukakan diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan OJK dengan tetap memerhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara,
termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.
4.Asas Profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaa tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pada
kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.Asas Integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan
OJK.
6.Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Adapun dalam penjelasan umum UU OJK dikemukakan bahwa OJK dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewnang OJK, dengan tetap sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenglenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan
umum.
4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif
tentang penyelengaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memerhatikkan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta
rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
5. Asas profesionalitaas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6. Asas integritas,yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelengaraan
Otoritaas Jasa Keuangan.
Universitas Sumatera Utara
7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa asas-asas OJK yang dimuat
dalam penjelasan Umum Undang-Undang OJK pada prinsipnya berdasarkan dan
mengacu pada asas –asas OJK dalam “Naskah Akademik Pembentukan OJK”.
Hanya saja dalam penjelasan umum ditambahkan satu asas baru yaitu asas
independensi.64
64
Hermansyah, S.H., M.Hum, Op.Cit Hal 216-224
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENGAWASAN OJK DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
KEJAHATAN PERBANKAN
A. Pencegahan Dan pemberantasan Kejahatan Rahasia Bank
Sistem keuangan terdiri dari dua kata, yaitu “sistem” dan
“keuangan”.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem adalah perangkat
unsur yang secara terstruktur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas,
sedangkan keuangan diartikan sebagai seluk-beluk uang atau urusan uang. Dalam
pengertian yang lain, keuangan diartikan sebagai pengetahuan teori dan praktik
mengenai keuangan keuangan yang mencakup uang , kredit, perbankan, trust, dan
sebagainya.Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat merumuskan bahwa pada
dasarnya sistem keuangan adalah suatu sistem yang dibentuk oleh lembaga-
lembaga yang mempunyai kompetensi yang berkaitan dengan seluk-beluk di
bidang keuangan.
Menurut Dr. Insukindro, M.A., dalam bukunya, Ekonomi Uang dan Bank,
sistem keuangan (financial system) pada umumnya merupakan suatu kesatuan
sistem yang dibentuk dari semua lembaga keuangan yang ada dan yang kegiatan
utramanya di bidang keuangan adalah menarik menarik dana dari dan
mentalurkan dana kepada masyarakat. Keberadaan sistem keuangan ini
diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermedation) dan lembaga transmisi yang mampu menjembatani
60
Universitas Sumatera Utara
merekaq yang kelebiihan dana dan kekurangan dana, serta memperlancar
transaksi ekonomi.65
Kata perbankan dalam bahasa inggris disebut banking. Dalam Black’s
Law Dictionary dirumuskan bahwa banking adalah:
“The business of banking,as defined by law and customs, consist in the
issue of notes payable on demand intended to circulate as money,when the
banks are banks issue, in receving deposits payable on demand, in
discounting commercial paper, making loans of money on collateral
security, buying, and selling exchange, negotiating loans, and dealing in
negotiable securities issued by the government, state and national, and
municipal and other corporation”.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses
melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan.
Mengenai bagaimana sistem perbankan di Indonesia tentu segala
sesuatunya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998.
65
Ibid, Hlm 1-2
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan mengenai sistem perbankan di Indonesia ini mencakup
permasalahan: (1)asas, fungsi, dan tujuan perbankan; (2) jenis dan usaha bank, (3)
perizinan, pemilikan, dan bentuk hukum bank; dan (4) persyratan dan prosedur
pendirian bank.
Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat kita ketahui dari
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomorkan yang mengemukakan bahwa, 10
Tahun 1998 tentang Perbankan bahwa, “Perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian.” Menurut penjelasan resminya yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi
adalah demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatisn sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan di atas tidak ada penjelasannya secara
resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat
di dalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan
usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara
cermat, teliti, dan professional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat.
Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan
usahanya haruus selalu mematuhiseluruh peraturan perundang-undangan yang
berlaku secara konsisten dengan didasari iktikad baik Kepercayaan masyarakat
merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank, dalam
arti tanpa adanya keprcayaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu
menjalankan kegiatan usahanya.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai fungsi perbankan dapat dilihat dlam ketentuan pasal 3 UU
Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah
suatu penghimpun dan penyalur dana masyarakat.” Dari ketentuan ini tercermin
fungsi bank sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus
of funds) dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lacks of funds).
Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang stratewgis dan tidak
semata-mata berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang
nonekonomis sperti masalah menyangkut stabilitas nasional yang mencakup
antara lain stabilitas politik dan stabilitas sosial.Secara lengkap mengenal hal ini
diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi:
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasioal dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa bank umum (commercial banks)
itu terdiri dari bank devisa nasional baik pemerintah maupun swasta, bank
nondevisa swasta nasional dan bank asing campuran. Kegiatan utama bank umum,
kecuali bank umum nondevisa, adalah menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan, memberi kredit untuk tujuan modal
kerja maupun investasi, serta melakukan transaksi perdagangan luar negeri.
Mengenai jenis bank yang dikenal di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang membagi bank dalam dua
jenis,yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Universitas Sumatera Utara
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau7 berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Adapun yang dimaksud dengaqn
bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembyaran.
Selain itu,bank umum dapat megkhususkan diri untuk melasanakan
kegiatan tertentu atau memeberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan
tertentu. Yang dimaksud dengan “mengkhususkan diri untuk melaksanakan
kegiatan tertentu” adalah antara lain melaksanakan kegiatan pembiayayan jangka
panjang, kegiatan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha
ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor nonmigas, dan
pengembangan pembangunan perumahan.66
Industri perbankan memiliki peran yang begitu besar dan dominan dalam
sistem keuangan suatu negara. Di Indonesia , industri perbankan menguasia sekitar
93% dari total asset industri keuangan,dan selebihnya dikuasai oleh industri non-
bank, seperti asuransi dan perusahaan pembiayaan (multi finance).Besarnya peran
industri perbankan ini dipacu oleh lahirnya keputusan Menteri Keuangan No.
1062/KMK.00/1988, tanggal 27 Oktober 1988 tentang Pembukaan Kantor Bank
Pemerintah, Bank Koperasi yang telah mendororng peningkatan jumlah dan kantor
bank dengan pesat.Jumlah Bankl Umum pada Oktober 1988 sebanyak 124 buah,
termasuk 13 Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Periode 1988-1997
jumlahnya meningkat menjadi 240 Bank. Setelah terjadinya krisis ekonomi dan
66
Ibid, Hal 18-21
Universitas Sumatera Utara
perbankan di Indonesia pada bulan Juli 1997, jumlah bank umum terus menururn
dengan adanya pencabutan izin usaha, pembekuan kegiatan usaha dan merjer antar
bank, sehingga jumlahnya per 2 Juli 2002 tinggal 145 bank. Krisis perbankan yang
terparah dalam sejarah perbankan Indonesia ini telah mengakibatkan lebih dari
seratus ribu banker dan karyawan kehilangan pekerjaan.
Krisis yang dialami Indonesia bermula suatu gejolak pada pasar valuta
asing yang ditandai terdepresiasinya mata uang rupiah secara drastis akbat
contagion-effect kepanikan keuangan regional, setelah mata uang Thailand (Bath)
mengalami depresiasidrastis pada awal Juli 1997.Menghadapi gejolak tersebut
perekonomian nasional yang mengidap berbagai kelemahan struktural pada sektor
perbankan dan sektor riil, tidak mampu bertahan dan terbawa arus sehingga
mengalami kerusakan berat. Proses melemahnya nilai tukar secara drastic
kemudian beruabah cepat menjadi krisis keuangan, dan dalam waktu singkat
diikuti dengan memburuknya keadaan sektor riil dan akhirnya perekonomian
nasional mengalami krisis.
Salah satu penyebab utama terjadinya krisis perbankan adalah karena
sangat kurangnya penereapan good corporate governance yang bukan saja pada
industri perbankan, tetapu juga pada sektor swasta lainnya dan sektor
pemerintahan, termasuk Bank Indonesia . Dalam pada itu, industri perbankan
kurang transparan, sehingga kurang memungkinkan adanya kontrol langsung dari
masyarakat.
Oleh sebab itu, untuk melakukakn program restrukturisasi perbankan
sekarang ini setidak-tidaknya terdapat dua hal yang harus dilakukan . Pertama,
Universitas Sumatera Utara
penyelesaian asset bermaslah, dan Kedua, mengupayakan terciptanya good
corporate governance. Dengan demikian, tanpa mengubah ketentuan rahasia bank
akan sangat sulit untuk menyelesaikan asset bermasalah dan menciptakan good
corporate governance.
Untuk mengantisipasi kemungkinan berulangnya krisis semacam
itu,organisasi seperti G7 , the Bastle Committee, The World Bank dan International
Monetary Fund, Otoritas Pengawas Bank di Amerika Serikat seperti Office of the
Controller of the Currency (OCC) dan Federal Deposit Insurance Corporation
perbankan dengan cara menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure).
Dalam hal ini, salah satu cara untuk meningkatkan keterbukaan adalah dengan
melakukan perubahan pada ketentuan rahasia bank dalam arti luas.67
Ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan, pihak bank
wajib memberikan perlindungan dengan cara menjaga kerahasiaan nasabah
penyimpan dan simpanannya. Karena pada bank yang memerlukan kepercayaan
masyarakat yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya
di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau
memanfaaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan, misalnya dalam
bentuk Undang-Undang atau perjanjian ,bahwa pengetahuan bank mengenai
nasabah dan simpanannya tidak disalahgunakan oleh pihak bank. Dalam ruang
lingkup ini, rahasia bank mengandung “pengertian yang relative sempit” dan dapat
dikategorikan sebagai private goods karena simpanan setiap individu pada bank
memiliki sifat eksklusif untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, setidak-tidaknya ada
lima yang mendasari kewajiban bank untuk merahasiakan segala sesuatu tentang
67
YUNUS HUSEIN Op,Cit Hlm 1-3
Universitas Sumatera Utara
nasabah dan simpanannya, yaitu: (1) personal privacy; (2) hak yang timbul dari
hubungan perikatan anatar bank dan nasabah; (3) peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (4) kebiasaan atau kelaziman dalam dunia perbankan; dan (5)
karakteristik kegiatan usaha bank sebagai suatu “lembaga kepercayaan” yang harus
memegang teguh kepercayaan nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Namun
demikian, berdasarkan Pasal 41-44A Undang-Undang No.7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, rahasia
bank dapat dibuka untuk kepentingan umum, antara lain, dala hal sengketa anatar
bank dan nasabahnya di pengadilan perdata. Di lain pihak industri perbankan
sebagai lembaga kepercayaan memerlukan ketentuan rahasia bank, Karena adanya
ketentuan rahasia bank ini menyebabkan nasbah percaya dan mau menyimpan
uangnya di bank. Dengan demikian ketentuan rahasia bank ini dapat dikatakan
sebagai publik goods bagi seluruh industri perbankan.
Boleh dikatakan bahwa Bank berfungsi sebagai “jantung” dari pasar uang
dalam menunjang perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, keberadaan asset
bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga karena
kepercayaan masyarakat dibutuhkan bank untuk: (1) meningkatkan efisiensi bank
dan fungsi intermediasi; (2) mencegah terjadinya bank runs and panics. Selain itu,
kepercayaan masyarakat sangat diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai
yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus.
Dengan demikian , apabila kepercayaan masyarakat ini hilang maka rush
merupakan suatu keniscayaan.
Pentinganya kepercayaan masyarakat terhadap bank telah menciptakan
hubungan kepercayaan (fiduaciary) antara bank dengan nasabahnya. Hubungan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan ini dapat terjadi karena bank memiliki fungsi dan peran yang unik di
tengah masyarakat, yaitu sebagai sandaran kepercayaan dan tempat yang aman
menyimpan uang. Di samping itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya bank
juga terlibat dengan masalah-maslah internal dan individu-individu (nasabah),
sehingga peranan bank telah melampaui hubungan tradisional anatar debitur dan
kreditur. Dengan karakteristik bank seperti itu, maka hubungan bank dengan
nasabahnya adalah hubungan kepercayaan (fiduciary) yang dipandang sebagai
salah satu pondasi usaha perbankan.68
Kerahasiaan bank merupakan jiwa dari sistem perbankan yang didasarkan
pada kelaziman dalam praktek perbankan, perjanjian/kontrak antara bank dengan
nasabah, serta peraturan tertulis yang ditetapkan oleh negara.69
Adanya ketentuan rahasia bank adalah antara lain untuk kepentingan
nasabah agar terlindung kerahasiaan yang menyangkut keadaan keuangannya. Di
samping itu, ketentuan rahasia bank itu diperuntukkan juga bagi kepentingan
bank, agar bank dapat dipercaya dsan kelangsungan hidupnya terjaga.70
Di Indonesia, pengaturan rahasia bank lebih dititikberatkan pada alasan
untuk kepentingan bank, seperti terlihat dalam penjelasan Pasal 40 Undang-
Undang No.7 Tahun 1992tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No.10 Tahun 1998, yang menyebutkan kerahasiaan ini
diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Perbedaan titik tolak di dalam
mengatur rahasia bank ini disebabkan karena adanya perbedaan budaya dan
68
Ibid,, hal 116-118 69
Ibid,, hal 134 70
Ibid,, hal 145
Universitas Sumatera Utara
filosofi di antara berbagai negara tersebut. Negara Barat, seperti Amerika Serikat
dan Belanda mempunyai budaya yang sangat menghargai individualism, sehingga
ketentuan rahasia bank dibuat terutama untuk melindungi kepentingan nasabah,
yaitu privacy. Bahkan di Amerika Serikat yang memperoleh perlindungan dari
ketentuan rahasia bank tidaklah semua nasabah. Yang mendapat perlindungan
adalah nasabah perorangan dan partnership dengan maksimum 5 orang peserta.
Dalam beberapa kasus di pengadilan kadangkala dirahasiakan ,agara tidak
diketahui oleh umum.
Sementara itu, Indonesia mempunyai nilai-nilai budaya yang
mengutamakan kolektifitas atau kebersamaan atau kepentingan masyarakat,
sehingga dalam mengatur rahasia bank kepentingan banklah yang menjadi
pertimbangan utama. Dalam hal ini, kepentingan bank dianggap sama dengan
kepentingan umumkarena begitu pentingnya peranan bank di dalam
perekonomian suatu negara, yang dalam hal ini perbankan berfungsi sebagai
perantara keuangan (financial intermediary), sarana untuk transmisi kebijakan
moneter dan pelaku utama di dalam sistem pembayaran nasional.
Di samping itu, sebelum berlakunya Undang-Undang No.10 Tahun 1998,
menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, pengertian mengenai
“nasabah” belum jelas, apakah meliputi nasabah penyimpan dana saja, ataukah
juga meliputi nasabah peminjam dana dan nasabah pemakai jasa bank. Menurut
A.A Baramuli yang harus dilindungi seharusnya nasabah kreditur saja, yaitu
penyimpan dana saja. Sementara menurut Rasjim Wiraatmadja, baik penyimpan
dana maupun peminjam dana bank harus dilindungi dalam ketentuan rahasia
bank. Karena kalau tidak demikian, maka kepercayaan masyarakat terhadap dunia
Universitas Sumatera Utara
perbankan semakin menurun. begitu juga dengan mantan nasbah bank, apakah
termasuk juga yang dilindungi kerahasiaan atau tidak, belum terdapat pengaturan
yang jelas. Perbedaan titik tolak ini membawa konsekuensi lebih lanjut pada
ketentuan yang mengatur pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank.71
Dalam hal itu terdapat pula kejahatan-kejahatan terjadi akibat adanya
rahasia bank ini, dalam hal ini harus ada pencegahan dan pemberantasan
kejahatan bank.
B. Pencegahan Dan Pemberantasan Kejahatan Usaha Bank
Pasal 49 ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a. Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. Menghilangkan atau tidak memasukkan ata menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suikan atau pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja
71
Ibid,, hal 146-148
Universitas Sumatera Utara
mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau
merusak catatan pembukuan tersebut;
Diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan
paling lam 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliiar rupiah) dan paling banyak
200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Pasal 9 ayat (2) Pasal 49 UU Perbankan menyebutkan bahwa, anggota
dewan komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja :72
Dapat digolongkan ke dalam dua cara. Pertama, dilakukan dengan
memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingan diri sendiri secara melawan
hukum. Kedua, mismanagement berat berupa tindakan ceroboh yang oleh hakim
pasti dikecualikan dari prinsip business judgement.
Kejahatan “orang dalam” sangat erat kaitannya dengan dominasi terhadap
kebijakan dan administasi oleh seorang atau beberapa orang dan lemahnya
pengawasan baik pengawasan yang dilakukan oleh pengawas internal maupun
eksternal (regulator). Di samping itu, berbagai ketentuan yang berlaku
menyebabkan turunnya tingkat pengawasan internal, sehingga kegagalan bank
yang disebabkan oleh penipuan oleh orang dalam menjadi lebih tinggi.
Dalam hal ini terjadi suatu tindak pidana di bidang perbankan yang
dilakukan oleh orang dalam terdapat beberapa undang-undang yang dapat dan
biasanya diterapkan yaitu Pertama. KItab undang-undang Hukum Pidana.
Ketentuan KUHP yang biasa dipakai misalnya pasal 263 (pemalsuan), 372
7272
Dr. Zulkarnain Sitompul,, Op.Cit Hal 267
Universitas Sumatera Utara
(penggelapan), 374 (penggelapan dalam jabatan), 378 (penipuan), 362
(pencurian), dll. Pasal-pasal KUHP diterapkan biasanya apabila bank menjadi
korban dari suatu tindak pidana misalnya kasus pembobolan BNI 46 New York
oleh salah seorang mantan pegawainya dikenakan pasal 362 KUHP (pencurian).
Kedua, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diterapkan terhadap kasus yang menimpa bank pemerintah. UU ini dipergunakan
untuk memudahkan menjerat pelaku, mengenakan hukuman yang berat dan
memperoleh uang pengganti atas kerugian negara.
Ketiga, UU Perbankan. Ketentuan dalam undang-undang ini biasanya
diterapkan apabila komisaris, Direksi, Pegawai dan pihak terafiliasi dengan bank
(“orang dalam”) atau orang yang mengaku7 menjalankan usaha bank sendiri
sebagai pelakunya.
Sebagai perbandingan di Malaysia setiap director atau pejabat bank
dinyatakan bertanggungjawab secara pribadi apabila memberikan fasilitas kredit
melampaui batas yang ditentukan atau diluar persyratan yang telah ditetapkan
atau bertentangan dengan pedoman atau perjanjian, dihukum lima tahun penjara
atau denda 5 juta ringgit.73
Peran pengawasan internal sangat penting untuk mencegah terjadinya
kkejahatan perbankan.Salah satu alat pengawasan dilakukan oleh unit kerja
kepatuhan. Fungsi kepatuhan bank adalah fungsi independen yang
mengidentifikasi, menilai, memberikan nasehat, memonitor dan melaporkan
risiko kepatuhan bank yaitu risiko sanksi hukum, kerugian keuangan atau
73
Ibid,, Hal 270-271
Universitas Sumatera Utara
kehilangan reputasi yang kemungkinan diderita bank akibat kegagalan bank
mematuhi hukum, kode etik dan standar praktik perbankan yang berlaku. Bulan
oktober 2003 lalu Basel Committee on Banking Supervision, Bank for
International Settlement (BIS) mengeluarkan consultative document
International settlement (BIS) mengeluarkan consultative document tentang
compliance function pada bank yang berisi 10 prinsip yang harus dimiliki agar
fungsi kepatuhan pada suatu bank berjalan efektif.
`Pertama, pengurus bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan
manajemen risiko kepatuhan bank. Pengurus harus menyetujui kebijakan
kepatuhan (compliane policy) bank termasuk dokumen-dokumen resmi tentang
pembentukan fungsi kepatuhan. Paling sedikit sekali setahun , pengurus harus
mengkaji ulang kkebijakan kepatuhan bank dan implementasinya untuk menilai
sejauh mana bank telah mengelola risiko kepatuhan secara afekktif. Kebijakan
kepatuhan bank tidak akan efektif apabila tidak ada komitmen yang jelas dari
pengurus untuk meningkatkan nilai-nilai kejjuran dan integritas pada perusahhan.
Patu terhadap peraturan perundang-undangan serta standard merupakan alat
penting untuk mencapai tujuan.
Kedua, manajemen senior bank bertanggungjawab menyusun kebijakan
kepatuhan dan menjamin dilakukannya observasi dan melaporkan
implementasinya ke pengurus. Manajemen senior juga bertanggungjawab
melakukan penilaian apakah (kebijakan kepatuhan) masih memadai. Harus ada
suatu kebijakan tertulis yang mengidentifikasi kan masalah utama risiko
kepatuhan yang dihadapai bank dan menjelaskan bagaimana bank bermaksud
mengendalikannya. Kebijakan tersebut harus berisikan prinsip dasar yang harus
Universitas Sumatera Utara
diikuti oleh seluruh staf (termasuk manajemen senior). Untuk kejelasan dan
tarnsparansi diperlukan adanya pembedaan antara standar yang berlaku untuk
seluruh stafstaf dan standar untuk staf tertentu. Kewajiabn senior manaqjemen
adalah matuhan dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan menjamin bahwa
kebijakan kepatuhan dijalankan dengan penuh tanggungjawab dan tindakan-
tindakan perbaikan dan disiplin dijalankan apabila ada pelanggaran.
Ketiga, manajemen senior bank bertanggungjwab menyusun suatu fungsi
kepatuhan yang permanen dan efektif sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan
bank. Manajemen senior harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk menjamin bank dapat bergantung pada fungsi kepatuhan yang permanen
dan efektif.
Keempat, fungsi kepatuhan bank harus memiliki status formal dalam bank.
Hal ini dapat dilakukan dengan memuatnya dalam anggaran dasar yang
menguraikan kedudukan, kewenangan, dan independensi fungsi kepatuhan.
Kelima, funsi kepatuhan bank harus independen. Fungsi kepatuhan harus
mampu menjalankan tugas atas inisiatif sendiri di seluruh departemen yang ada
pada bank dimana terdapat risiko kepatuhan. Fungsi kepatuhan haryus bebas
melapor kepada manajemen senior dan pengurus atas setiap kecurigaan dan
kemungkinan adanya senior dan pengurus atas setiap kecurigaan dan
kemungkinan adanya pelanggaran yang ditemukan dalam investigas tanpa takut
mendapat balasan dan ketidaknyamanan dari manajemen dan staf lainnya. Fungsi
kepatuhan harus memiliki hak atas inisiatif sendiri dalam berkomunikasi dengan
staf lainnya dan memiliki akses atas setiap catatan atau dokumen yang diperlukan
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalankan tugasnya. Independensi juga mensyaratkan bahwafungsi
kepatuhan diberikan sumber daya yang cukup untuk dapat menjalankan tugas
secara efektif. Anggaran dan skim kompensasi untuk staf kepatuhan harus
konsisten dengan tujuan fungsi kepatuhan sehingga tidak harus tergantung pada
kinerja keuangan berbagai lini bisnis lainnya.
Keernam, peranan fungsi kepatuhan adalah mengidentifikasi, menilai dan
memonitor risiko kepatuhan yang dihadapi bank dan memberikan nasehat dan
laporan kepada manajemen senior dan pengurus mengenai risiko tersebut.
Ketujuh, pimpinan fungsi kepatuhan bertanggungjawab atas dato-day
management atas efektifitas fungsi kepatuhan.
Kedelapan, staf yang menjalankan tanggung jawab kepatuhan harus
memiliki kualifikasi, pengalaman dan profesionalisme serta kualitas pribadi agar
dapat melaksanakan tugas secara efektif.
Kesembilan, fungsi kepatuhan [pada bank yang memiliki kegiatan usaha di
luar negeri harus disusun dengan baik dan cermat agar maslah-masalah
kepatuhan tersusn dalam kerangkan kebijakan kepatuhan secara menyeluruh.
Dan terakhir, cakupan dan luasnya kegiatan fungsi kepatuhan harus dikaji
ulang secara berkala oleh internal audit.74
C. Pencegahan Pemberantasan Kejahatan Perizinan Bank
Berbicara mengenai fraud dan Tindak Pidana Perbankan tidak bisa
disatukan dan dipersepsikanadalah hal yang sama kecuali yang ditimbulkan yaitu
74
Ibid,, Hal 276-278
Universitas Sumatera Utara
merugikan pihak lain (dalam hal ini bank dan/atau nasabah). Fraud sejatinya
merupakan salah satu risiko melekat (inherent risk) dalam risiko operasional
yang bersumber dari factor manusia. Sedangkan Tindak Pidana Perbankan
(Tipibank) merupakan suatu perbuatan yang pelakunya diancam hukuman pidana
berdasarkan undang-undang. Unsur dari tindak pidana adalah subjek (pelaku)
dan wujud perbuatan baik yang bersifat positif yaitu melakukan suatu perbuatan,
maupun negatif yaitu tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukan.
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor No.13/ 28 /DPNP, tertanggal
9 Desember 2011, fraud didefinisikan adalah tindakan penimpangan atau
pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau pihak lain,
yaqng terjadi di lingkungan Bank dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan
keuangan baik secara langsung maupum tidak langsung.\
Perlu kita ketah7ui dahulu bahwa secara terminology Tindak di Bidang
Perbankan bernbeda dengan Tindakk Pidana Perbankan (Tipibank). Tindak
pidana di bidang perbankan ialah segala jenis perbuatan yang melanggar hukum
yang berhubungandengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank, baik bank
sebagai sasaran maupun sebagai sarana, tindak pidana di bidang perbankan
merupakan tindak pidana yang tidak hanya mencakup pelanggaran terhadap
Undang-Undang Perbankan saja, melainkan mencakup pula tindakkan pidana
penipuan, penggelapan, pemalsuan, dan tindak pidana lain sepanjang berkaitan
dengan lembaga pperbankan (Pratywi Precilia Soraya, Lex Crimen Vol. II/No.
2/Apr-Jun/2013). Sedangkan Tipibank lebih tertuju kepada perbuatan yang
dilarang, diancam pidana yang termuat khusus hanya dalam Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
Perbankan dan Undang-Undang Perbankan Syariah (Buku Saku Pahami dan
Hindari, OJK).
Peraturan mengenai perbankan dimulai dari Undang-Undang nomor 14
tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan sebagaiamana telah diubah dengan undang-undang
Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Ruang lingkup tipibank yang terdapat dalam UU Perbankan dan UU
Perbankan Syariah meliputi:
1. Tindak pidana berkaitan dengan perizinan
2. Tindak pidana berkaitan dengan rahasia bank
3. Tindak pidana berkaitan dengan pengawasan bank
4. Tindak pidana berkaitan dengan kegiatan pengawasan bank
5. Tindak pidana berkaitan dengan pihak terafiliasi
6. Tindak pidana berkaitan dengan pemegang saham
7. Tindak pidana berkaitan dengan ketaatanterhadap ketentuan
UU perbankan membedakan sanksi pidana kedalam dua bentuk yaitu,
kejahatan dan pelanggaran. Tipibank dengan kategori kejahatan terdir dari tujuh
pasal yaitu:
1. Pasal 46.
2. Pasal 47.
3. Pasal 47 A.
4. Pasal 48 ayat (1)
5. Pasal 49.
6. Pasal 50, dan
Universitas Sumatera Utara
7. Pasal 50 A.
Sedangkan Tipibank dengan kategori Pelanggaran dengan sanksi pidan ayang
lebih ringan daripada tindak pidana yang digolongkan sebagai kejahatan terdiri
dari satu pasalyaitu Pasal 48 ayat (2).
Dalam UU Perbankan syariah tidak membedakan sanksi tipibank dan
mencantumkannya ke dalam delapan pasal, yaitu Pasal 59 sampai Pasal 66.
Mengingat5 peran Perbankiansangat vital dalam perekonomian terlebih lagi
industri perbankan berpondasikan kepercayaan (trust) dalam menjalankan
kegiatan operasionalnya. Maka sangat diperlukan pemahaman yang mendalam
terhadap pejabat bankagar memiliki karakter dan kompetensi guna menghindari
Fraud dan Tipibank.
OJK selaku otoritas tunggal Pengawas Jasa Keuangan berupaya
menekan/mencegah terhadap penyimpangan ketentuann perbankan khususnya
fraud dan tipibank.75
Dalam SURAT EDARAN BI No.No. 13/ 28 /DPNP, TERTANGGAL 9
Desember 2011, Perihal Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum
Dalam rangka penguatan sistem pengendalian intern Bank dan sebagai
pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5029), serta mempertimbangkan terungkapnya
75
http://id.linkeld.com.memahami_dan_menghindari_tindak_pidana_perbankan_(tipibank)
Universitas Sumatera Utara
berbagai kasus fraud yang merugikan nasabah dan/atau Bank maka perlu diatur
ketentuan mengenai penerapan strategi anti fraud bagi Bank Umum dalam suatu
Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini,yang
selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensionaldan/atau Bank Umu7m yang
melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
2. Yang dimaksud dengan fraud dalam ketentuan ini adalah tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk
mmengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak
lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh
keuntungan keuangan baiksecara langsung maupun tidak langsung.
3. Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern, khususnya
untuk mengendalikan fraud, Bank wajib memiliki dan menerapkan
strategi anti fraud yang efektif, yang paling kurang memenuhi acuan
minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam lampiran 1
4. Strategi anti fraud merupakan bafgian dari kebijakan strategis yang
penerapannya diwujudkan dalam sistem pngendalian Fraud (fraud
control system).
5. Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif,
Bank wajib memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut:
a. Kondisi lingkunagn internal dan ekstrna;
b. Kompleksitas kegiatan usaha;
Universitas Sumatera Utara
c. Potensi, jenis, dan risiko fraud; dan
d. Kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
6. Bank yang telah memiliki strategi fraud, namun belum memenuhi
acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam
lampiran 1, wajib menyesuaikan dan menyempurnakana strategi
anti fraud yang telah dimiliki.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Dalam rangka mengendalikanrisiko terjadinya fraud, Bank wajib
menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dengan
penguatan pada beberapa aspek, antar lain sebagai berikut:
1. Pengawasan Aktif Manajemen
Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko secara umum,
kewenangan, tugas, dan tanggung jawwab Dewan Komisaris dan
Direksi mencakup pula hal-hal yang terkait dengan pengendalian
fraud. Keberhasilan penerapan strategi anti fraud secara
menyeluruh sangat tergantung pada arah dan semangat dari Dewan
Komisaris dan Direksi Bank wajib menumbuhkan budaya dan
kepedulian anti fraud pada seluruh jajaran organisasi Bank.
2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban
Dalam meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti fraud,
Bank wajib membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani
penerapan strategi anti fraud dalam organisasi Bank. Pembentukan
unit atau fungsi ini harus disertaidengan wewenang dan tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab yang jelas. Unit atau fungsi tersebut bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Utama serta memiliki hubungan
komunikasidan pelaporan secara langsung kepada Dewan
Komisaris.
3. Pengendalian dan Pemantauan
Pengendalian dan pemantauan fraud merupakan salah satu aspek
penting sistem pengendalian intern Bank dalam mendukung
efektifitas penerapan strategi anti fraud.pemantauan Fraud perlu
dilengkapi dengan sistem informasi yang memadai sesuai dengan
kompleksitas dan tingkat risiko terjadinya fraud pada Bank.
III. STRATEGI ANTI FRAUD
Strategi anti fraud yang di dalam penerapannya berupa sistem
pengendalian fraud, memiliki 4 (empat) pilar sebagai brikut:
1. Pencegahan
Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian fraud
yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengurangi potensi
risiko terjadinya fraud, yang paling kurang mencakup anti Fraud
awareness, identifikasi kerawanan, dan know your employee.
2. Deteksi
Pilar deteksi merupakan bagian bagian dari sistem pengendalian
fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengidentifikasi
dan menemukan fraud dalam kegiatan usaha Bank, yang mencakup
paling kurang kebijakan dan mekanisme whistleblowing, surprise
audit, dan surveillance system.
Universitas Sumatera Utara
3. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi
Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian dari
system pengendalian fraud yang paling kurang memuat langkah-
alam rangka memantau dan mengevaluasi langkah dalam rangka
menggali informasi (investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan
sanksi atas fraud dalam kegiatan usaha Bank
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut merupakan bagian dari
sistem pengendalian fraud yang paling kurang memuat langkah-
langkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi fraud, serta
mekanisme tindak lanjut.
IV. PELAPORAN DAN SANKSI
1. Dalam rangka memantau penerapan strategi anti fraud, Bank wajib
menyampaikan kepada Bank Indonesia, hal-hal sebagai berikut:
a. Strategi anti fraud, sebagaimana dimaksud pada angka III, paling
lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
b. Laporan penerapan strategi anti fraud,b setipa semester untuk
posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat 10 (sepuluh)
hari kerja setelah akhir bulan laporan, dengan format dan
cakupan sebagaimana dimaksud dalam lampiran 2. Laporan nini
harus disampaikan terhitung sejak laporan posisi akhir bulan Juni
2012.
Universitas Sumatera Utara
c. Setiap fraud,yang diperkirakan berdampak negatif secara
signifikan terhadap bank dan/atau nasabah,termasuk yang
berpotensi menjadi perhatian publik, paling lambat 3 (tiga) hari
kerja setelah Bank mengetahui terjadinya Fraud. Laporan
dimaksud paling kurang memuat nama pelaku, bentuk
penyimpanan/jenis, fraud, tempat kejadian, informasi singjat
mengenai modus, dan indikasi kerugian. Pelaporan tersebut tidak
mengurangi kewajiban Bank untuk melakukan langkah-langkah
sesuai dengan strategi anti fraud yang dimiliki.
2. Strategi anti fraud dan laporan sebagaimana dimaksud pada angak 1,
disampaikan kepada Bank Indonesia derngan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2,
Jakartta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di Wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia, atau
b. KantorBank Indonesia setempat, bagi bank yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
3. Elanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administrative
sesuai peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 TANGGAL 19
Mei 2003tentang penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneswia Nomor 4292),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 (Lembaran Negara Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 5029), yaitu:
a. Sanksi administrative sesuai pasal 34, dan
b. Untuk pelanggaran penyampaian strategi dan laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, dikenakan pula sanksi
kewajiban membayar sesuai Pasal 33.76
Disiplin pasar dapat didefinisikan sebagai stakeholder memonitor dan
mempengaruhi perusahaan agar meningkatkan kinerja.Oleh karena disiplin pasar
dipercaya sebagai sarana pengawasan bank yang efektif. Salah satu syarat agar
disiplin pasar dapat berfungsi secara efektif adalah tersedianya informasi tepat
waktu, akurat dan relevan bagi pelaku pasar. Untuk itu maka keterbukaan dan
transparansi merupakan suatu keharusan, meskipun belum cukup untuk dapat
bekerjanya disiplin pasar secara efektif. Apabila pemerintah dengan alasan too big
too fail tidak membiarkan suatu bank bangkrut, maka tidak ada insentif bagi
stajeholder unruk melakukan monitoring karena risiko mereka telah diproteksi
pemerintah. Kecuali untuk suatu kondisi tertentu, yaitu dampak sangat buruk bagi
perekonomian atau stabilitas keuangan, pemerintah harus menghindari
memberikan jaminan bagi seluruh kreditur bank. Pengecualian tersebut dikenal
dengan system risk exception.
Pentingnya disiplin pasar telah diakui oleh The Basel Committee on Banking
Supervision Bank for International Settlement dengan menetapkannya sebagai
pilar ketiga Basel II yang akan diterapkan mulai tahun 2006. Pilar ketiga
mengusulkan peningkatan disiplin pasar dengan memperluas persyaratan
76
SURAT EDARAN BI No.No. 13/ 28 /DPNP, tertanggal 9 Desember 2011, Perihal Strategi Anti
Fraud bagi Bank Umum
Universitas Sumatera Utara
keterbukaan bagi bank. Satu hal yang perlu diingat, transparansi adalaha journey
not a destination.
Aspek penting dalam pencapaian Good Corporate Governance pada industri
perbankan antara lain adalah penerapan transparansi kondisi keuangan bank.
Transparansi kondisi keuangan bank dapat dipercaya dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan karena akan mengurangi
kesenjangan informasi mengenai kondisi bank bagi para pelaku pasar.
Untuk peningkatan transparansi kondisi keuangan, bank wajib menyusun
dan menyajikan Laporan Keuangan yang terdiri dari:
1. Laporan Tahunan ;
2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulan ;
3. Laporan Keuangan Publikasi Bulanan; dan
4. Laporan Keuangan Konsolidasi.77
Bank Indonesia berdasarkan undang-undang diberikan kewenangan untuk
mengawasi bank. Kewenangan tersebut mencakup empat aspek, yaitu power to
regulate, power to control dan power to impose sanction.
Power to lisence, atau kewenangan dalam mengatur perizinan bank, adalah
kewenangan dasar yang pertama dan merupakan proses pengawasan bank yang
paling awal. Dengan kewenangan ini dapat ditetapkan persyaratan untuk
beroperasi sebagai bank. Tidak setiap orang atau perusahaan dapat mendirikan
dan mengoperasikan bank. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk pendirian suatu
bank minimal meliputi tiga aspek, yaitu 1) Akhlak dan moral para calon pemilik
dan pengurus suatu bank, yaitu tidak pernah melakukan perbuatan yang
77
Dr. Zulkarnain Sitompul,, Op.cit hal 164
Universitas Sumatera Utara
merugikan negara dan tercela di bidang perbankan, sedang bagi calon pengurus
harus memiliki integritas dan kapabilitas tertentu; 2) Kemampuan penyediaan
dana sampai jumlah minimal tertentu sebagai modal disetor bank; 3)
Kesungguhan para calon pemilik/pengurus untuk melakukan kegiatan perbankan.
Dengan adanya persyaratan ini, seleksi yang ketat terhadap kehadiran suatu bank
dari awal. Sejalan dengan adanya pengaturan tentang tata cara perizinan pendirian
suatu bank, maka ditetapkan pula bahwa kegiatan usaha bank yang dilakukan
tanpa izin dapat diancam dengan sanksi pidana.
Power to regulate, memungkinkan otoritas pengawas mengatur kegiatan operasi
bank berupa ketentuan dan peraturan sehingga dapat terciptanya suatu sistem
perbankan yang sehat, sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat atas
kecukupan dan kualitas pelayanan jasa perbankan.
Power to control, merupakan kewenangan dasar yang diperlukan oleh setiap
otoritas pengawas bank, agar dalam melaksanakan kegiatan pengawasan dapat
dengan jelas mengetahui batasan-batasan wewenang dalam melakukan
pengawasan bank. Di lain pihak bank-bank juga menyadari bahwa meereka juga
diawasi dalam stiap kegiatannya.
Power to impose sanction, kewenangan pengawasan tidak efektif apabila
pengawas tidak diberikan kewenangan untuk menetapkan dan menjatuhkan sanksi
kepada setiap bank yang kurang atau tidak memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan oleh perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa
bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan
Universitas Sumatera Utara
professional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat
yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspek-
aspek di dalam individual bank yang diharapkan dapat melindungi pengembalian
dana masyarakat. Tujuan umum pengawasan dan pembinaan bank adalah
menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek yaitu
perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan
perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perkonomian
nasional.
Pemeliharaan kepentingan masyarakat dapat tercipta dengan mengupayakan agar
secara individual bank beroperasi dengan sehat dan efisien. Dengan demikian
akan tercipta perbankan yang aman serta mampu memenuhi kewajibannya kepada
para deposan. Perbankan harus berkembang secara wajar sehingga pelyanan jasa
perbankan dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perbankan sebagai pusat
teknologi dan inovasi mampu secara aktif mencar dan mencar dan
mengembangkan potensi ekonomi yang belum tergali di dalam masyarakat. Bank
harus dapat tumbuh, namun pertumbuhan tersebut hendaknya berlangsung secara
wajar. Bank yang sehat dan efisien bermanfaat bagi perkembangan ekonomi dan
dapat menunjang pengendalian moneter.
Transparansi di bidang perbankan sebaiknya semakin ditingkatkan dengan
meliputi pelaksanaan kebijakan dibidang perbankan,misalnya perumusan
kelembagaan dan sasaran yang jelas dari kebijakan di bidang perbankan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di samping itu, masyarakatperlu
diniformasikan mengenai keadaan bank tempat mereka menyimpan uang, apakah
Universitas Sumatera Utara
cukup baik atau tidak. Para nasabah juga ingin mngetahui, dimana saja banknya
itu melakukan penanaman dan bagaimana risikonya. Informasi seperti ini, apabila
tidak dapat disajikan secara individual, dapat saja disajikan secara individual,
dapat saja disajikan secara sektoral atau regional s periodik, misalnya tiga bulan
sekali78
78
Ibid,, Hal 219-220
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas maka kesimpulan skripsi ini saya
simpulkan OJK merupakan suatu lembaga baru yang dirancang untuk melakukan
pengwasan secara ketat lemabaga keuangan seperti Perbankan, Pasar Modal,
Reksadana, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun, dan Asuransi. Adapuntujuan
utama pendirian OJK adalah:
1. Meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa
keuanagan
2. Mengegakkan peraturan perundang-undangandi bidang jasa keuangan
3. Meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan
4. Melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan
Sasaran OJK juga agar tidak terjadi krisis keuangan spserti yang terjadi
pada tahun 1997-1998 yang lalu tidak terulang kembali.OJK juga harus berthgas
semaksimal mungkin dalam mengawasi dan menjaga stabilitas keuangan yang
pada masa-masa sekarang ini sangat rawan dan beresiko tinggi seperti kejahatan
perbankan dan pencucian uang.OJK harus dibangun dengan adanya komunikasi
yang efektif antar lembaga terkait, seperti berkoordinasi dengan Bank Indonesia
dan aparat-aparat yang terkait dalam mengatasi kejahatan-kejahatan di Perbankan
dan lembaga keuagan lainnya. Seperti kejahatan yang dilakukan Bank Century
dalam menjalankan praktek usaha banknya yang merugikan negara dan
nasabahnya,yang tak lain karena kelalaian pengawasan dalam mengawasi bank
Universitas Sumatera Utara
tersebut yang mana pengawasan pada saat itu dilakukan oleh Bank Indonesia
sendiri.
Maka dari itu OJK didirikan agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang dan
melakukan pengawasan yang ekstra agar tidak terjadi lagi dan selalu berfokus
dalam mengawsi bank-bank yang ada di Indonesia.Serta selalu mengawasi
kesehatan bank-bank di Indonesia agar masyarakat selalu percaya terhadap
industri Perbankan di Indonesia.
OJK selaku pengawas keuangan harus melakukan pengawasan yang serius
dan melakukan pengawasan yang baik yang selalu menikuti aturan perundang-
undangan yang berlaku, dan mensosialisasikan pemahaman publik mengenai jasa
keuangan agar masyarakat mengerti tentang jasa keuangan dan tingkat
kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap industri perbankan.
Serta melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan dari hal-hal
penyalahgunaan dana para konsumen yang dilakukan pihak-pihak lembaga
keuangan agar dana konsumen selalu aman dari praktek-praktek pencurian atau
penggelapan yang dilakukan pihak lembaga keuangan.
B. Saran
Adapun saran yang dapat dijadikan pertimbangan buat keberlangsungan dan
kemajuan OJK di kemudian hari adalah:
1. Otoritas Jasa Keuangan harus menonjolkan profesionalitas dan
integritas dalam menjalankan kegiatannya, jangan ada terpengaruh
terhadap kepentingan-kepentingan segelintir oknum ataupun kelompok
yang berpotensi merugikan negara dan meragukan kinerja OJK.
Universitas Sumatera Utara
2. Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaannya harus lebih dekat kepada
masyarakat luas dan memberikan edukasi agar kepercayaan masyarakat
kepada lembaga keuangan terus meningkat.
Serta OJK harus selalu bekerjasama yang sinergi antara Otoritas Jasa Keuangan
dan Bank Indonesia agar tercapainya efektifitas fungsi Pengawasan khususnya di
bidang Perbankan,agar stabilitas ekonomi negara selalu terjaga.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Sitompul, Zulkarnain. Problematika Perbankan, Cet-1. Bandung: BooksTerrace
& Library, 2005
Hermansyah.Hukjum Perbankan Nasional Indonesia, Cet-1, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2005
Husein, Yunus.Rahasia Bank Versus privasi Kepentingan, Cet-1 Jakarta: Program
Pasca Sarjana Fakultas Hukum Indonesia, 2003
Sutedi. Adrian.Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Cet-1, Jakarta: Raih Asa
Sukses, 2014
Ss. Kusumaningtuti. Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankian di
Indonesia. Cet-2, Jakarta Rajawali Pers, 2010
Usman. Rahcmadi, Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2003
Sugono. Bambang. Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta : PT.
Grafindo Persada, 2001
Nasution, Bismar, “Sosialisasi Kepada Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Peralihan
Fungsi Pengawasan Industri Keuangan”, 29 November 2013
Bismar Nasution, Penerapan Good Corporate Governance Dalam Pencegahan
Penyalahgunaan Kredit
Rianto. T. Nugroho. 2004. Kebijakan Publik, Formulas, Implementasi dan
Evaluasi. Jakarta: Gramedia
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional & Departemen Dalam Negeri. 2002
Soewarno Handayaningrat. 1985. Sistem Birokrasi Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Budi. Mulyawan .Pengaruh Pelaksanaan Good Governance terhadap Kinerja
Organisasi (Studi pada Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Palembang).
Medan: FISIP-USU 2009
B. Perundang-undangan
Republik Indonesia, UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan
Pasal 34 UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 jo UU No.6 Tahun 2009
tentang Bank Indonesia (UUBI)
Republik Indonesia, UU No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Republik Indonesia, SURAT EDARAN BI No.No. 13/ 28 /DPNP, tertanggal 9
Desember 2011, Perihal Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum
C. Internet
http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/127/investasi-ada-keuntungan-ada-juga-
risikonya (diakses tanggal 9 Juni 2017).
https://kuliahade.wordpress.com/2010/04/19/hukum - perbankan - asas - dan -
prinsip - perbankan (diakses pada tanggal 9 Juni 2016).
https://kuliahade.wordpress.com/2010/04/19/hukum - perbankan - asas - dan -
prins http://bulaksumuronline.wordpress.com/2011/07/27/optimalisasi - ojk - antara –
institus i- versus –sistem - pengawasan/#more-4 (diakses tanggal 12 Juni
2017).ip - perbankan (diakses pada tanggal 9 Juni 2016). hlm.1
Definisi ilegal,http://kbbi.web.id/ilegal, terakhir diakses tanggal 12 Juni 2017
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/08/02/ojk-dan-skandal-korupsinya--di-
korea- selatan (diakses tanggal 13 Juni 2017).
http://wwwbutonutara.blogspot.com/2012/01/pengertian-akuntabilitas.html
http://paulusmtangke.wordpress.com/transparansi-mewujudkan-good-governance/.
Noor, Azamul Fadhly.2007. Good Governance dan Penegakan Hukum.
http://azamul.wordpress.com/2007/06/13/good-governance-dan-penegakan-
hukum/. Diakses pada tanggal 24 juni 2017 pukul 02:32
http://id.linkeld.com.memahami_dan_menghindari_tindak_pidana_perbankan_(ti
pibank)
Universitas Sumatera Utara
Recommended