View
242
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
PERANCANGAN SOP DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN
TARGET PERUSAHAAN TERHADAP RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) HPH
DI PT. X
Budi Setiawan, Naning Aranti Wessiani, Yudha Andrian.
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email : setiawan.budi87@gmail.com ; wessiani@ie.its.ac.id ; yandrian@ie.its.ac.id
Abstrak
PT. X merupakan salah satu perusahaan HPH yang berada di Kalimantan Tengah. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan salah satu kontraktor yang bernama PT. Y untuk menjalankan proses produksinya. Di dalam kerja sama tersebut terdapat kontrak yang berisi target yang harus dicapai oleh PT. Y berupa volume produksi dan biaya operasional. Untuk memenuhi target RKT, manajemen harus menetapkan jumlah tenaga kerja dan alat yang diperlukan sebagai faktor produksi utama. Pada penelitian ini membantu PT. Y dalam merumuskan standar proses bisnis dan biaya sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan target RKT dalam situasi lingkungan yang deterministik. Selanjutnya keputusan deterministik yang dihasilkan akan diuji kehandalannya dalam menghadapi beberapa situasi ketidakpastian dengan modifikasi pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo. Pada Penelitian ini menghasilkan standar proses bisnis berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) dan biaya standar sebagai acuan mejalankan proses bisnis perusahaan. Terdapat SOP aktivitas produksi utama yaitu penebangan, penarikan, pengupasan, pemuatan, dan pengangkutan. Pada biaya standar yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa biaya standar bahan baku, tenaga kerja, dan overhead. Pada hasil simulasi Monte Carlo didapatkan probabilitas pencapaian target volume produksi sebesar 85,3% dan total biaya 94%. Kata Kunci : sistem produksi HPH, standar operasional prosedur, biaya standar, simulasi Monte Carlo
Abstract
PT. X is a forest concession company located in central kalimantan. This company cooperates with a contractor called PT. Y to conduct its production process. The cooperation between these two company were sealed by a contract which contains a specific target on production volume and operational cost that needs to be fulfilled by PT. Y. To fulfill annual target, the management must define the number of workers and tools as the main production factor. This research helps PT. Y in composing cost and business process standard as a reference to define worker and tools requirement according to annual target in a deterministic environment condition. The reliability of the deterministic decision will be tested against several uncertainty situation with some modification using PERT approach and monte carlo simulation. The result of this research is a standard business process in the form of a standard operating procedure (SOP) and a standard cost as the reference in conducting company’s business process. The activity included in the SOP are logging, dispatching, paring, loading and unloading. The standard cost produced by this research consist of raw material, worker and overhead. Monte carlo simulation result shows that the probability of achieving production target volume is 85,3% and the probability of achieving total cost target is 94%. Keywords : forest concession production system, standard operating procedure, standard costing, monte carlo simulation
1. Pendahuluan
Pada beberapa tahun terakhir
khususnya pada tahun 2010 ini tercatat di
Direktorat Wilayah Pengelolaan dan
Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan
terdapat 59 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (IUPHHK) dengan total luas
4.067.010 ha di Kalimantan Tengah yang
salah satunya adalah PT. X. PT. X merupakan
salah satu perusahaan yang mendapatkan izin
untuk melakukan pembalakan mekanis di atas
hutan alam yang biasa disebut dengan Hak
Pengusahaan Hutan (HPH). HPH mulai
muncul sejak dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak
Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan
Hasil Hutan. Untuk menjalankan aktivitas
produksinya PT. X bekerjasama dengan salah
satu kontraktor di Surabaya yang bernama PT.
Y.
Kondisi yang terjadi pada PT. Y yaitu
salah satu perusahaan kontraktor dari PT. X,
baru memulai kerjasama khususnya di bidang
produksi HPH. PT. Y mendapatkan
kewenangan dari PT. X untuk melakukan
produksi kayu yang dimulai dari pengambilan
pohon di dalam hutan sampai berupa kayu
gelondongan atau log yang siap
diperjualbelikan. Oleh karena itu, terdapat
sebuah kerjasama atau kontrak antara PT. X
dengan PT. Y. Di dalam kontrak tersebut
terdapat kesepakatan atau target yang harus
dicapai oleh PT. Y selaku kontraktor. Target
tersebut tercantum dalam Rencana Kerja
Tahunan (RKT). Di dalam RKT terdapat target
volume produksi dan biaya operasional yang
harus dicapai oleh PT. Y dalam waktu satu
tahun. Untuk itu perlu adanya usaha yang
perlu dilakukan oleh PT. Y untuk mencapai
target tersebut meskipun dengan kondisi masih
baru bergerak dalam bidang produksi HPH di
hutan Kalimantan Tengah.
Untuk memenuhi target RKT tersebut,
manajemen harus menetapkan jumlah
kebutuhan tenaga kerja dan alat yang
diperlukan sebagai faktor produksi utama
dalam industri ini (variabel keputusan).
Penetapan tersebut bukan hal yang mudah
karena perusahaan belum memiliki
standarisasi bisnis proses dan biaya sebagai
dasar acuan estimasi. Selain itu, tingginya
faktor-faktor ketidakpastian menyebabkan
variabel keputusan harus handal dalam
menghadapi ketidakpastian tersebut.
Penelitian ini membantu PT. Y dalam
merumuskan standar proses bisnis dan biaya
sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah
kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan
target RKT dalam situasi ketidakpastian yang
mungkin terjadi dalam kegiatan operasional
HPH (mengingat karakteristik umum
permasalahan riil yang dominan stokastik
daripada deterministik). Modifikasi
pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo
akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas
keputusan dalam menghadapi situasi
ketidakpastian.
2. Metodologi Penelitian
Secara metodologi penelitian ini
menggunakan pendekatan mix method, yaitu
gabungan antara metode kualitatif dan
kuantitatif. Secara umum metode kualitatif
dilakukan pada awal penelitian yang dilakukan
dengan melakukan wawancara dengan pihak
manajemen perusahaan untuk mengetahui
kebutuhan dan permasalahan yang ada pada
perusahaan. Di sisi lain, metode kuantitatif
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan membuat model perhitungan untuk
mengetahui biaya standar, dimana metode ini
dimanfaatkan untuk mendapatkan gambar
model konseptual pada sistem produksi HPH
yang sesuai dengan kondisi perusahaan.
Tahapan awal yang dilakukan dalam
penelitian adalah mengidentifikasi sistem
produksi HPH sehingga dapat didefinisikan
rumusan masalah dan tujuan dari penelitian.
Berlandaskan informasi kondisi sistem
tersebut selanjutnya dilakukan observasi dan
pembuatan SOP untuk menentukan detail
aktivitas produksi yang sesuai dengan kondisi
perusahaan.
Tahapan selanjutnya adalah
menentukan standar proses dan biaya standar
sebagai proses yang akan menentukan output
yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan
pembuatan model konseptual. Pada tahap ini
dilakukan pembuatan model yang sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya dimana
sistem dimulai dari input berupa target RKT,
jumlah pohon dan harga kayu pada kondisi
sekarang. Data yang digunakan berasal dari
SOP yang dibuat pada tahapan di atas.
Tahapan terakhir pada penelitian ini
adalah dengan melakukan simulasi
menggunakan pendekatan PERT dan metode
simulasi monte carlo dengan menggunakan
software @Risk. Simulasi ini dilakukan untuk
menguji kualitas keputusan atau pencapaian
target produksi perusahaan terhadap
ketidakpastian.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Hak Pengusahaan Hutan PT. X
merupakan salah satu perusahaan anggota
kelompok usaha Korindo Group, yang
memiliki Industri Primer Hasil Hutan Kayu
(IPHHK) PT. KORINDO ARIABIMA SARI
yang berlokasi di Jalan Korindo No. 77
Kelurahan Mendawai, Kecamatan Arut
Selatan, Pangkalan Bun Kotawaringin Barat,
Provinsi Kalimantan Tengah. Kayu yang
dihasilkan dari areal HPH PT. X hampir
seluruhnya digunakan untuk memasok
kebutuhan bahan baku industri tersebut
sehingga sampai sejauh ini perusahaan tidak
menghadapi kesulitan dalam hal pemasaran
kayu bulat yang dihasilkan. Hal ini terkait
dengan tingkat kebutuhan bahan baku industri
yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
jumlah produksi kayu bulat dari hutan alam
sehingga seluruh kayu bulat yang berasal dari
HPH pada Hutan Alam akan relatif mudah
terserap oleh pasar. Pada proses produksinya
PT. X melakukan kerjasama dengan PT. Y
sehingga PT. Y memiliki kewenangan untuk
melakukan pembalakan kayu mekanis atas ijin
dari PT. X.
Kegiatan produksi merupakan
kegiatan yang paling utama pada perusahaan
HPH. Hal ini dikarenakan fokusan untuk
menjalankan bisnis prosesnya adalah
melakukan produksi kayu. Perusahaan HPH
yang mempunyai kewenangan melakukan
pembalakan kayu yang berada di hutan sesuai
dengan ijin yang didapatkan dari Departemen
Kehutanan. Kegiatan produksi hutan
merupakan rangkaian kegiatan yang
mengubah tegakan pohon menjadi potongan
kayu atau log sehingga kayu tersebut memiliki
nilai ekonomis. Kegiatan ini dimulai dengan
penebangan kayu di dalam hutan sampai kayu
berada di dekat sungai besar atau biasa disebut
dengan logpond.
Rencana Kerja Tahunan atau yang
disebut dengan RKT adalah suatu penjabaran,
penyesuaian dan operasionalisasi tahunan dari
Rencana Kerja Lima tahun (RKL). Syarat
penyusunan RKT adalah perusahaan telah
memiliki RKL yang sudah disahkan dan
terdapat rencana blok RKT atau areal kerja
HPH dengan luas dan batas tertentu yang akan
dilakukan penebangan dalam jangka waktu
satu tahun yang disetujui oleh Dinas
Kehutanan. Selain areal kerja, ditentukan juga
target produksi yang harus dicapai oleh
perusahaan dalam waktu setahun dengan jenis
kayu yang telah ditentukan. Rencana kerja
tahunan 2011 PT. X disahkan pada tanggal 11
Januari 2011 dengan No. 522.1.300/3/Dishut.
Pada RKT 2011, PT. X mendapatkan target
IUPHHK 47.410 m³ untuk Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI). Di bawah ini adalah
gambar RKT 2011.
Gambar 3.1 Blok RKT 2011 (Sumber: PT. X)
Blok RKT 2011 merupakan tempat untuk
melakukan aktivitas penebangan yang
lokasinya sudah ditentukan oleh Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah.
Berdasarkan hasil RKT 2011, dapat dijelaskan
target menurut jenis kayunya sebagai berikut :
Tabel 3.1 Target TPTI Menurut Jenis Kayu
No Jenis Kayu Target TPTI
Pohon Volume (M³)
1 Meranti 12.252 26.048 2 Keruing 3.797 7.686 3 Nyatoh 1.230 2.275 4 Bengkirai 966 2.193 5 Agathis 14 54 6 Kempas 558 1.028 7 Komersil lain 3.618 7.259 8 Ulin 94 262 9 Sindur 401 605
Total 22.930 47.410
Rata-rata volume tiap pohon 2,07
Pada penelitian ini jenis kayu
dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok
meranti, bangkirai & keruing, dan kelompok
rimba campuran. Yang termasuk dalam
kelompok meranti adalah kayu meranti,
nyatoh dan agathis sedangkan yang
dikelompokkan rimba campuran adalah
kempas dan komersil lain. Untuk ulin dan
sindur termasuk jenis kayu indah.
Pengelompokan ini dikarenakan melihat harga
dari masing-masing kelompok yang memiliki
perbedaan.
Standar Operasional Prosedur (SOP)
merupakan suatu standar atau pedoman yang
dipergunakan untuk menyelesaikan suatu
proses kerja tertentu. Pada aktivitas produksi
di PT. X dengan kontraktor PT. Y belum
memiliki SOP pada tiap aktivitas kerja
terutama pada bagian produksi dikarenakan
baru memulai pembukaan IUPHHK di Camp
Palikodan sejak bulan Februari 2011. Oleh
karena itu, perusahaan memerlukan SOP
sebagai pedoman dalam melaksanakan
pekerjaan rutin di bagian produksi. SOP pada
aktivitas produksi akan dijadikan sebagai
acuan untuk membuat suatu standar proses
pada sistem produksi. Selain itu, SOP akan
dijadikan sebagai alat komunikasi dan
pengawasan bagi pekerja. Pada penelitian ini
akan berfokus pada pembuatan SOP pada
aktivitas proses produksi. SOP yang akan
dibuat berupa flowchart tiap aktivitas dan
pembuatan formulir-formulir yang harus diisi
oleh tiap pekerja sebagai controlling system.
SOP yang akan dijelaskan adalah SOP
penebangan, SOP penarikan, SOP pengupasan,
SOP Pemuatan, dan SOP Pengangkutan.
Berikut adalah contoh SOP pada aktivitas
produksi penebangan.
Mulai
Mempersiapkan
peralatan
Peralatan siap Perbaikan
Melakukan
pengisian BBM
Mencatat
pemakaian BBM
Data
pemakaian
BBM
Mengisi absensi
Memilih jenis
pohon
Menentukan arah
rebah
Menebang pohon
Membersihkan
cabang dan
ranting
Membuka jalur
winching
Mengisi formulir
hasil kerja
Menyerahkan dan
melaporkan
formulir hasil
kerja ke mandor
produksi
Data hasil
penebangan
Membersihkan
chainsaw dan
alat-alat yang lain
Mengecek
peralatan
Selesai
Data kehadiran
karyawan
Jam kerja
selesai
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Standar Operasional Prosedur
Aktivitas Penebangan
Di Blok RKT 2011
Gambar 3.2 Flowchart Aktivitas Penebangan
Nomor Dokumen : PLKDN.103.01 Tanggal : 01/02/2011
Standar Operasional Prosedur Terbitan :
Aktivitas Penebangan Revisi : 01/05/2012
(Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 1 dari 2
I. Tujuan
Proses aktivitas penebangan
dilaksanakan dengan benar dan
mendapatkan hasil sesuai dengan
target perusahaan.
II. Tanggung Jawab
Operator Chainsaw
Melakukan pemotongan pohon
Membersihkan cabang dan
ranting pohon
Membuka jalur winching
Mengisi formulir hasil kerja
Menyerahkan dan melaporkan
formulir
Nomor Dokumen : PLKDN.103.01 Tanggal : 01/02/2011
Standar Operasional Prosedur Terbitan :
Aktivitas Penebangan Revisi : 01/05/2012
(Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 2 dari 2
III. Dokumen terkait
PLKDN.103.11 Daftar Hasil
Penebangan
PLKDN.103.19 Daftar Absensi Kerja
PLKDN.103.20 Daftar Pemakaian
BBM
PLKDN.103.21 Peta Kerja
IV. Standar Operasional Prosedur
1. Persiapan Peralatan
1.1. Mempersiapkan mesin
chainsaw dengan melakukan
pengecekan pada mesin
chainsaw, memperbaiki
mesin chainsaw jika mesin
mengalami kerusakan.
1.2. Melakukan pengisisan BBM
pada mesin chainsaw dan
mencatat pemakaiannya pada
lembar konsumsi BBM
setiap hari.
1.3. Mengisi Absensi sebelum
melakukan aktivitas
pekerjaan. Dan Jika
berhalangan untuk bekerja,
pekerja harus melapor
kepada mandor produksi.
2. Melakukan Penebangan
2.1 Memilih jenis pohon yang
akan ditebang dengan memilih
pohon yang berdiameter di
atas 40 cm.
2.2 Menentukan arah rebah sesuai
arah penyaradan kayu, dan
melihat posisi pohon, normal
atau miring.
2.3 Membersihkan cabang dan
ranting serta memotong ujung
dan pangkal pohon.
2.4 Membuka jalur winching yang
sesuai dengan arah
penyaradan.
3. Setelah Melakukan Penebangan
3.1 Mengisi formulir hasil kerja.
3.2 Menyerahkan dan melaporkan
formulir hasil kerja kepada
mandor produksi.
3.3 Membersihkan chainsaw dan
alat-alat lain selesai bekerja.
3.4 Memeriksa chainsaw setiap
sore hari untuk persiapan
besoknya. Bagian-bagian yang
perlu diperiksa adalah rantai
gergaji, bilah gergaji, kopling,
saringan minyak dan bahan
bakar, busi, sistem
pembuangan asap, rem rantai,
dan pelindung pegangan
depan.
Biaya standar pada penelitian ini
ditentukan dari data yang diperoleh dari
pengamatan langsung pada obyek amatan.
Data tersebut menjadi input-an dari standar
proses yang akan dijalankan pada alat bantu
pendukung keputusan. Berikut adalah data tiap
aktivitas.
Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas
Dari data di atas dipakai sebagai acuan untuk
standar proses yang didapatkan dari observasi
langsung.
Pada perusahaan HPH, bahan baku
langsungnya berupa sejumlah pohon pada suatu
areal yang sudah mendapatkan ijin di dalam RKT.
Perusahaan akan membayar sejumlah uang
tertentu kepada pemerintah melalui Departemen
Kehutanan. Pada Peraturan Pemerintah No. 59
tahun 1998 dijelaskan tentang tarif atas jenis
penerimaan negara bukan pajak pada Departemen
Kehutanan dan Perkebunan. Penerimaan tersebut
disebut Provisi Sumber Daya Hutan atau PSDH
dengan ketentuan kayu bulat yang mempunyai
ukuran diameter 30 cm ke atas untuk jenis kayu
meranti dan rimba campuran dengan biaya 6% per
m³ dari harga kayu. Untuk perhitungannya dapat
dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Tabel Perhitungan Biaya Bahan Baku
Hasil dari perhitungan didapatkan pada RKT 2011
biaya standar bahan baku langsung sebesar Rp
4.805.376.000.
Tenaga kerja langsung merupakan faktor
yang fundamental dalam aktivitas produksi karena
jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi
kebutuhan dari mesin yang digunakan serta akan
berimbas pada konsumsi BBM. Untuk
menentukan biaya standar tenaga kerja dengan
melihat upah standar dari pekerja dan dan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan. Untuk upah tenaga
kerja langsung tiap aktivitas produksi dapat dilihat
pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Upah Tenaga Kerja Langsung
Untuk hasil perhitungan biaya tenaga kerja
langsung pada tiap aktivitas produksi dapat dilihat
pada tabel berikut ini. Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung
(Lanjutan)
Biaya standar overhead merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai
bahan-bahan yang mendukung aktivitas produksi.
Biaya overhead pada penelitian ini berupa biaya
bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja
tidak langsung, dan biaya BBM.
Pada biaya bahan baku tidak langsung
ditentukan oleh Iuaran Hak Pengusahaan Hutan
(IHPH) yang tercantum pada Peraturan
Pemerintah No. 59 tahun 1998. Pada peraturan
tersebut dijelaskan mengenai pembayaran IHPH
dengan tariff Rp 50.000 per hektar luas areal yang
disetujui pada RKT. Selain itu perusahaan juga
dikenai beban untuk dana reboisasi sebesar $ 16
untuk kelompok jenis meranti dan $ 13 untuk
kelompok rimba campuran. Hal ini termaktub
Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas (lanjutan)
dalam Peraturan Pemerintah No. 92 tahun 1999
tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan
pajak pada Departemen Kehutanan dan
Perkebunan. Pada tabel 3.3, dijelaskan bahwa
iuran HPH sebesar Rp 65.000.000 dan iuran Dana
Reboisasi sebesar Rp 6.834.960.000 sehingga
biaya standar bahan baku tidak langsung dapat
dihitung sebesar Rp 6.899.960.000.
Pada biaya tenaga kerja tidak langsung
ditentukan oleh upah karyawan bulanan. Pada
upah karyawan bulanan tersebut sudah
memperhitungkan pencapaian target hasil
produksi tiap bulannya yaitu 5926,25 m³. Hal ini
diperhitungkan karena akan mempengaruhi premi
dari tiap karyawan. Pada lampiran 1 dapat
diketahui biaya standar tenaga kerja tidak
langsungnya sebesar Rp 125.306.750,-. per bulan.
Biaya BBM pada penelitian ini
dipengaruhi oleh jumlah mesin yang dibutuhkan
serta harga BBM yang berlaku di tempat
penelitian. Pada tiap aktivitas produksi, jumlah
mesin yang dibutuhkan sama dengan jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan kecuali pada
aktivitas pengupasan yang tidak membutuhkan
mesin untuk menjalankan aktivitasnya. Pada
aktivitas penebangan biaya BBM tidak
diperhitungkan, dikarenakan biaya BBM
ditanggung oleh operator chainsaw. Harga BBM
yang berlaku di tempat penelitian berkisar Rp
10.250 per liter untuk solar dan Rp 19.000 per
liter untuk oli med 40 . Berikut adalah tabel
perhitungan biaya BBM. Tabel 3.7 Biaya BBM
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya
BBM per tahun adalah Rp 10,237 Milyar.
Pada perancangan alat bantu pendukung
keputusan dalam penelitian ini berupa sebuah
aplikasi yang dapat digunakan untuk
merencanakan kebutuhan tenaga kerja sehingga
dapat digunakan untuk melihat biaya tenaga kerja
maupun yang lainnya. Alat bantu ini diawali
dengan pembuatan model konseptual. Model
konseptual alat bantu pendukung keputusan pada
proses produksi HPH ini terdiri input, proses, dan
output. Pada proses dipengaruhi oleh standar
proses yang mendetailkan setiap aktivitas pada
proses. Berikut adalah model konseptual dari alat
bantu.
Gambar 3.3 Model Konseptual Alat Bantu Pendukung
Keputusan
Pada alat bantu pendukung keputusan
menggunakan data input untuk mengawali
prosesnya. Data input yang digunakan adalah
target Rencana Kerja Tahunan, luas areal, rata-
rata volume pohon, jumlah pohon tiap jenisnya
(meranti, bangkirai&keruing, rimba campuran),
dan harga kayu tiap jenis. Data input tersebut akan
diproses pada model perhitungan dengan
menggunakan formulasi yang ada untuk
menghasilkan output. Model perhitungan yang digunakan
untuk memproses input menggunakan formulasi
matematis. Formulasi yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Rata-rata volume tiap pohon = target RKT :
jumlah pohon
2. Prestasi kerja tiap operator = hasil kerja per
hari x rata-rata volume pohon
3. Rencana produksi per tahun = jumlah
pohon x volume pohon
4. Target prestasi kerja per hari = rencana
produksi per tahun : jumlah hari kerja per
tahun
5. Jumlah operator = target prestasi kerja per
hari : prestasi kerja tiap operator
6. Biaya tenaga kerja langsung penebang =
(volume meranti x upah)+(vol.
bangkirai&Keruing x upah) +(vol. R.
Campuran x upah)
7. Biaya BBM = jumlah mesin x kebutuhan
BBM x harga BBM
Form input adalah bentuk visualisasi
alat bantu pendukung keputusan untuk
memasukkan data input. Berikut tampilan kotak
dialog input.
Gambar 3.4 Form Input pada Alat Bantu Pendukung
Keputusan
Setelah form input diisi sesuai dengan
kondisi RKT, kemudian ditekan tombol ok untuk
memunculkan output secara keseluruhan pada
aktivitas yang ada dalam proses. Output yang
dihasilkan adalah rencana produksi kayu,
kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan mesin,
kebutuhan BBM, rencana produksi kayu, biaya
tenaga kerja dan BBM, serta perkiraan
pendapatan. Sedangkan untuk output tiap aktivitas
akan muncul ketika tombol aktivitas produksi
pada kotak proses ditekan. Tampilan output tiap
aktivitas akan muncul kebutuhan tenaga kerja,
kebutuhan mesin, kebutuhan BBM, biaya BBM,
dan biaya tenaga kerja.
Untuk melihat hasil output dan biaya
standar dari bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan biaya BBM dapat mengklik tombol
output pada kotak output. Tampilan output biaya
standar dapat dilihat di bawah ini, baik output standar per bulan maupun output standar per
tahun.
Gambar 3.5 Output per Tahun
Gambar 3.6 Output per Bulan
Setelah diketahui hasil keputusan,
kemudian dilakukan pengujian keputusan
terhadap ketidakpastian dari hasil perhitungan
pada alat bantu pendukung keputusan. Pengujian
dilakukan dengan melakukan simulasi Monte
Carlo yaitu melakukan percobaan pada elemen
kemungkinan dengan menggunakan sampel
random acak. Percobaan ini dilakukan dengan
software @Risk untuk memudahkan melakukan
simulasi.
Pada simulasi ini data yang disimulasikan
berdistribusi pert menggunakan taksiran-taksiran
atau estimasi untuk menentukan suatu kondisi
yang realistis. Tiga macam taksiran tersebut
adalah most likely, optimistic, dan pessimistic. Model pert pada dasarnya menjabarkan proses
taksiran secara ilmiah ke dalam distribusi Beta
sehingga bisa diketahui bagaimana proses
penaksiran pada variabel data yang ada. Distribusi
beta adalah salah satu distribusi teoritik yang
dapat digunakan sebagai model pembuat
keputusan. Sedangkan pada simulasi Monte Carlo
adalah membuat nilai dari tiap variabel yang
menyusun model dengan menghitung hasil
variabel di masa lalu. Kemudian membangun
distribusi kemungkinan kumulatif untuk tiap-tiap
variabel serta menentukan interval angka random
untuk tiap variabel. Setelah disimulasikan akan
didapatkan hasil kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi secara realistis. Variabel data yang
disimulasikan diperoleh dari kuesioner yang diisi
oleh manager dari perusahaan amatan. Variabel
data tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi
Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi (Lanjutan)
Model yang dibuat disimulasikan dengan
software @Risk dengan iterasi 1000 untuk
menentukan volume produksi dan total biaya.
Pada variabel data jumlah hari kerja per tahun
dibangkitkan (generate) sampai 180 hari kerja per
tahun.
Setelah dilakukan simulasi, didapatkan
hasil pada software @Risk yang dijelaskan pada
gambar berikut ini :
Gambar 3.7 Output Volume Produksi per Tahun
Gambar 3.8 Output Total Biaya per Tahun
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa
probabilitas untuk mencapai volume produksi
tersebut adalah 85,3 %. Sedangkan probabilitas
total biayanya adalah 94 %.
Dari hasil simulasi juga bisa dilihat
faktor kritis yang paling berpengaruh terhadap
hasil output yaitu random hari baik untuk volume
produksi maupun total biaya. Di bawah ini
gambar faktor yang berpengaruh terhadap output.
Gambar 3.9 Faktor Kritis Output
4. Analisis dan Interpretasi Data
Pada perusahaan HPH, proses produksi
atau aktivitas produksi merupakan sesuatu yang
paling utama. Proses produksi akan menentukan
hasil produksi dari suatu perusahaan. Proses
produksi diawali dengan kegiatan penebangan.
Tahap penebangan sangat penting dalam
kelancaran kegiatan produksi hutan secara
keseluruhan. Lancar atau tidaknya kegiatan
penebangan akan berdampak pada lancar tidaknya
kegiatan berikutnya karena aktivitas dari proses
produksi berjalan berurutan. Pada proses
penebangan dilakukan pada petak tebang yang
berada di dalam hutan. Petak tebang tersebut
sudah ditentukan lokasi maupun tempatnya pada
RKT. Oleh karena itu, operator chainsaw harus
mengetahui areal yang akan ditebang agar tidak
keluar dari areal yang ditentukan pada RKT.
Karena jika keluar dari RKT perusahaan akan
menerima sanksi dari Dinas Kehutanan
dikarenakan melanggar izin yang telah ditetapkan.
Untuk menghindari hal tersebut, operator
chainsaw bertempat tinggal di dekat petak tempat
penebangan dengan menggunakan camp tarik.
Dengan demikian, operator chainsaw tidak keluar
masuk hutan tiap hari sehingga dapat mengurangi
aktivitas non produktif.
Karyawan yang bekerja di PT. X ini
dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan
karyawan borongan. Pada karyawan tetap, sistem
pengupahannya menggunakan sistem bulanan
yang sudah ditetapkan komponen gajinya.
Komponen untuk karyawan bulanan terdapat gaji
pokok, tunjangan bulanan, uang makan dan premi.
Pada gaji pokok besarnya disesuaikan dengan
jabatannya sama halnya dengan tunjangan gaji.
Yang berhak menerima tunjangan gaji hanya
beberapa jabatan saja seperti personalia, mandor
produksi, dan chief mechanic. Hal ini dikarenakan
jabatan-jabatan tersebut memiliki tanggung jawab
yang lebih berat dibandingkan jabatan-jabatan
yang lain. Uang makan yang diberikan pada
karyawan besarnya seragam rata-rata yaitu Rp
300.000,-. Uang makan dari seluruh pekerja tidak
diberikan kepada karyawannya karena uang
tersebut digunakan untuk makan sehari-hari
pekerja. Uang makan tersebut dikoordinir oleh
tukang masak yang ada di camp. Premi adalah
bagian dari pendapatan yang diperoleh karyawan
bulanan. Premi dihitung dengan mengalikan nilai
premi dengan hasil produksi pada bulan tersebut.
Harapannya dengan adanya uang premi tersebut
bisa menambah semangat para pekerja bulanan.
Dari kesemua komponen tersebut rata-rata gaji
dari karyawan bulanan adalah di atas Upah
Minimum Regional (UMR) yang ada di
Kalimantan Tengah yaitu Rp 1.134.580,-
(Sidauruk, 2011).
Pada sistem pengupahan untuk
karyawan borongan dibagi dalam dua komponen
yaitu uang makan dan premi. Premi ditentukan
oleh hasil kerja dari masing-masing karyawan.
Hal ini dapat menjadi motivasi untuk karyawan
agar bekerja lebih baik dan menghasilkan output yang maksimal bagi perusahaan sehingga gaji
yang didapatkan oleh karyawan maksimal juga.
Dengan adanya sistem borongan juga akan
menghindarkan dari kinerja karyawan yang
bermalas-malasan.
Standar operasional prosedur yang telah
dibuat digunakan sebagai pedoman untuk
menjalan aktivitas produksi. SOP tersebut berisi
flowchart dimana flowchart tersebut menunjukkan
alur yang harus dijalani oleh seorang karyawan
dalam hal ini operator. SOP yang dibuat terdiri
dari SOP aktivitas penebangan, aktivitas
penarikan, aktivitas pengupasan, aktivitas
pemuatan 1, aktivitas pengangkutan 1, aktivitas
bongkar muat, aktivitas pengangkutan 2, dan
aktivitas pembongkaran.
SOP dari masing-masing aktivitas
produksi HPH berisi nomer dokumen yang
digunakan sebagai inisial dari jenis aktivitasnya.
Keuntungan bagi karyawan dengan adanya SOP
adalah SOP digunakan karyawan untuk
mengetahui tanggung jawab yang harus dilakukan
oleh karyawan tersebut. Sedangkan keuntungan
bagi perusahaan adalah perusahaan mendapatkan
hasil yang sesuai dengan target perusahaan. Di
dalam SOP juga dijelaskan dokumen-dokumen
yang terkait dengan aktivitas tertentu sehingga
akan mempermudah dalam hal administrasi an
controlling. Controlling yang dilakukan oleh
perusahaan juga bisa dengan melihat SOP, apakah
karyawan sudah melakukan pekerjaan dengan
baik atau belum. Pada SOP yang telah dibuat
dapat dilihat dalam 3 hal yaitu kegiatan atau
aktivitas, tugas atau tanggung jawab, dan prosedur
kerja. Di dalam SOP yang dibuat terdapat
aktivitas atau kegiatan yang mengidentifikasi
fungsi utama dalam suatu pekerjaan dan langkah-
langkah yang diperlukan dalam menjalankan
fungsi kegiatan tersebut. Tugas atau tanggung
jawab merupakan suatu kewajiban yang harus
dipenuhi oleh masing-masing karyawan. Tugas
atau tanggung jawab tersebut mendeskripsikan
jabatan tertentu. Deskripsi tugas berdasarkan
fungsi atau posisi bukan individual. Jadi,
sekelompok orang akan memiliki fungsi atau
peran yang sama. Pada prosedur kerja diperoleh
langkah-langkah yang penting untuk
melaksanakan pekerjaan. Prosedur kerja memiliki
peranan yang penting bagi perusahaan karena
memberikan pengawasan yang lebih baik
mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana
pekerjaan tertentu dilakukan oleh karyawan.
Pada RKT 2011, biaya standar bahan
baku langsung berasal dari iuran Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH) sedangkan untuk biaya
standar bahan baku tidak langsung berasal dari
pembayaran dana reboisasi dan Iuran HPH. Untuk
iuran PSDH sebesar 6% dari harga kayu per m³.
Untuk biaya standar bahan baku langsung per m3
adalah Rp 324.000 sedangkan biaya standar bahan
baku tidak langsung per m3 adalah jumlah dari
iuran DR dan IHPH per m3 yaitu Rp 406.348.
Total biaya standar bahan baku sebesar Rp
730.348, jika diprosentasekan sebesar 49 % dari
pendapatan perusahaan per m³ untuk jenis kayu
meranti.
Pada biaya tenaga kerja merupakan
biaya yang paling rendah dibandingkan dengan
biaya-biaya yang lain. Pada RKT 2011 biaya
standar tenaga kerja langsung sebesar Rp 985 juta
sedangkan biaya standar tenaga kerja tidak
langsung besarnya Rp 1,002 Milyar. Hal ini
dikarenakan pembayaran upah tenaga kerja tidak
bergantung pada jumlah tenaga kerja tetapi
besarnya upah tenaga kerja bergantung pada
jumlah volume produksi. Jika volume produksi
besar maka upah yang diterima oleh tenaga kerja
juga besar. Besarnya upah tenaga kerja untuk
jenis pekerjaan tertentu dipengaruhi oleh jenis
kayu. Aktivitas produksi yang upah tenaga
kerjanya dipengaruhi oleh jenis kayu adalah
penebangan, penarikan dan pengangkutan 2. Rata-
rata upah untuk jenis kayu bangkirai dan keruing
lebih besar dibandingkan dengan jenis kayu yang
lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.3. Alasan
lain dikarenakan harga kayu keruing lebih mahal
dibandingkan dengan kayu meranti dan kayu
rimba campuran sehingga upah tenaga kerja untuk
jenis kayu bangkirai dan keruing lebih tinggi.
Jika dilihat pada gambar 3.5 output per
tahun terlihat bahwa biaya BBM merupakan
biaya yang cukup besar dikeluarkan oleh
perusahaan sekitar Rp 10 Milyar dengan harga
solar Rp 10.250 per liter dan Oli Med 40 seharga
Rp 19.000 per liter. Hal ini terlihat dari harga
BBM yang ada merupakan harga BBM non
subsidi sehingga harganya lebih mahal
dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi.
Selain itu kebutuhan BBM untuk tiap mesin lebih
besar dibandingkan kebutuhan standar mesin-
mesin pada umumnya di perusahaan lain. Faktor
yang mengakibatkan hal tersebut bisa dikarenakan
mesin-mesin yang digunakan untuk aktivitas
produksi merupakan mesin-mesin yang sudah
berumur lebih dari 10 tahun dengan efisiensi
sekitar 60 %. Hal ini bisa meyebabkan pemakaian
BBM yang boros. Selain itu pemakaian BBM
yang boros dibandingkan pada umumnya,
dikarenakan medan jalanan yang dilalui oleh
mesin-mesin tersebut membutuhkan tenaga yang
ekstra untuk melaluinya. Jika dilihat dari lokasi
tempat produksi di daerah gunung, jalanan yang
dilalui oleh mesin kebanyakan batu-batuan dan
tidak beraspal. Untuk itu membutuhkan konsumsi
BBM yang lebih, Inilah sebabnya kenapa
perusahaan HPH kebanyakan berusaha untuk
meminimalisir pemakaian BBM yang akan
berdampak pada penurunan total biaya.
Pada target RKT, untuk output volume
produksi 47.410 m³ dan total biaya tidak lebih dari
10 milyar bisa dilihat probabilitas pencapaiannya
pada gambar 3.7 dan gambar 3.8 dari hasil
simulasi monte carlo. Probabilitas total output tebang per tahun nilainya 85,3 %. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan
untuk mencapai target produksi memiliki
probabilitas 85,3 %. Angka ini sudah cukup
menunjukkan bahwa hasil keputusan memiliki
kepercayaan 85,3 % pada output volume
produksi.
Pada output total biaya per tahun
menunjukkan bahwa probabilitas kesesuaian hasil
simulasi dengan hasil keputusan pada alat bantu
pendukung keputusan sebesar 94 %. Hal ini
menunjukkan bahwa model yang ada dalam alat
bantu pendukung keputusan merepresentasikan
kondisi sebenarnya dalam faktor total biaya
dengan probabilitas pencapaian 94 %.
Dari gambar 3.9 diketahui bahwa faktor
yang sangat mempengaruhi output dari volume
produksi dan output total biaya adalah random
hari. Hal ini terlihat bahwa hasil sensitifitasnya
kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena
assessmen jumlah hari pesimis, moderate, dan
optimis sangat signifikan bedanya (112, 160, dan
180 hari). Jumlah hari pada aktivitas produksi
sangat menentukan output hasil pencapaian target
produksi. Jika jumlah hari produksi menurun akan
mempengaruhi hasil pencapaian target produksi.
Selain itu jika jumlah hari produksi rendah akan
menurunkan jumlah biaya produksi dengan kata
lain jumlah hari produksi berbanding terbalik
dengan total biaya.
5. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan dari penelitian ini terkait dengan
sistem produksi HPH bahwa pada RKT 2011
terdapat 8 aktivitas yang dilakukan pada sistem
produksi sehingga didapatkan delapan jenis SOP
yaitu SOP penebangan, SOP penarikan, SOP
pengupasan, SOP pemuatan , SOP pengangkutan
1, SOP bongkar muat, SOP pengangkutan 2, dan
SOP pembongkaran pada sistem produksi HPH di
PT. X. SOP ini akan digunakan sebagai acuan
atau pedoman untuk melakukan aktivitas
produksi.
Pada RKT 2011, biaya standar bahan
baku didapatkan dari iuran PSDH dengan besar
Rp 4.805.409.780. Sedangkan biaya standar bahan
baku tidak langsung diperoleh dari pembayaran
dana reboisasi dan IHPH sebesar Rp
6.638.912.210. Pada biaya standar tenaga kerja
langsung sebesar Rp 985.824.093 dan biaya
standar tenaga kerja tidak langsung sebesar Rp
1.002.454.000. Biaya BBM yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebesar Rp 10.237.920.000. Kesemua
biaya ini akan menjadi acuan perusahaan untuk
mengendalikan biaya yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan.
Dari hasil simulasi diketahui bahwa
kemungkinan pencapaian target produksi RKT
2011 sebesar 85,3 % dengan kemungkinan total
biaya yang dikeluarkan memiliki kepercayaan 94
%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil keputusan
yang dihasilkan bia mewakili kondisi yang
sebenarnya.
Dalam pengembangan SOP yang
dihasilkan, sebaiknya perusahaan melakukan
pengontrolan secara berkala terhadap setiap
aktivitas produksi yang dilakukan oleh karyawan.
Pengontrolan tersebut perlu dilakukan oleh orang
tertentu yang bertugas sebagai time keeper
sehingga tidak dibebankan hanya kepada mandor
produksi. Selain itu, sebaiknya perusahaan perlu
melakukan evaluasi terhadap SOP yang
dijalankan oleh karyawan untuk mengetahui
kinerja dari karyawan dan diperlukan suatu
kerjasama antar karyawan untuk menjalankan
SOP dengan baik.
Untuk pengembangan penelitian ini, bisa
dikembangkan dengan melakukan penilaian
aktivitas produksi dengan menggunakan
pendekatan sistem dinamik.
6. Daftar Pustaka
Atmoko, T.2010.Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah. <URL : http://e-
dokumen.kemenag.go.id>. Diakses 29
desember 2010.
Barat, D. K.2011.Permohonan Ijin IUPHHK
pada Hutan Alam. <URL :
http://kehutanan.kalbarprov.go.id>. Diakses
17 Februari 2011.
Baridwan, Zaki.2002. Sistem Akuntansi:
Penyusunan Prosedur dan Metode, Edisi
5.Yogyakarta:BPFE
Basundoro, A. S.2008. Pengembangan
Perangkat Lunak Sistem Manufaktur
pada PT. Krama Yudha Ratu Motor
dengan Studi Kasus Pengelolaan
peralatan Berbasis Web Sistem
Manufaktur. Bandung: Jurusan Teknik
Mesin ITB.
Carter, W., & Usry, M. F.2005. Cost Accounting
13th Edition. Singapore: Thomson.
Djati, B. S. L. 2007. Simulasi Teori dan
Aplikasinya. Yogyakarta:ANDI.
Frenky.2010.DefinisiSistem.<URL:http://fr3nky8
9.blogspot.com>. Diakses 2 Desember
2010.
Horngren, C., & Foster, G.2005. Cost
Accounting: A Managerial Emphasis 12th
edition.New Jersey:Prentice Hall.
Kartadinata, A.2000. Akuntansi dan Analisis
Biaya. Jakarta: Rineka Cipta.
Laodesyamri.2010. Sistem Biaya Standar. <URL
: http://id.shvoong.com>. Diakses 30
Desember 2010.
Matz, A., & Usry, M. F. (1980). Cost
Accounting: Planning and Control,
Seventh Edition.Filiphina:South-Western
Publishing Co.
Mulyadi.1993. Akuntansi Biaya. Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Mulyadi.2007. Sistem Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat.
Pardede, B.2009. Konsep Dasar Produksi.
<URL : http://www.stttelkom.ac.id>.
Diakses 10 Desember 2010.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.20/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara
Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam
Pada Hutan Produksi Melalui
Permohonan.
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang
Hak Pengusahaan Hutan dan Hak
Pemungutan Hasil Hutan.
Peraturan Pemerintah No. 06 2007 tentang Tata
Hutan Dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan
Hutan.
Peraturan Pemerintah No. 03 2008 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata
Hutan Dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan. Sidauruk, M.2011. Upah Minimum Provinsi
(UMP) 2011 Naik. <URL :
http://www.gajimu.com>. Diakses 3 Juni
2011.
Simamora, H.1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta:Salemba Empat.
Supriyono, R.2000. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN.
Supriyono, R.1999. Sistem Pengendalian
Manajemen. Yogyakarta:PT BPFE.
Sutanto.2009. Model Simulasi Monte Carlo.
<URL : http://sutanto.staff.uns.ac.id>.
Diakses 2 Juni 2011.
Willson, J. D., & Campbell, J. B.1991.
Controllership, the Work of the
Managerial Accountant. New York: John
Wiley & Sons.
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Gaji Standar Karyawan Bulanan
No Nama Jabatan Gaji Pokok Tunjangan Uang
Makan Premi
Total Pendapatan
1 Amalludinnor Personalia 1.500.000
500.000 300.000
888.938
3.188.938
2 Andri Sugiar Staf Logistik 1.500.000
- 300.000
592.625
2.392.625
3 Budi Santoso Mandor Produksi
2.000.000
1.000.000 300.000
5.037.313
8.337.313
4 Edi Heriono Driver 1.300.000
- 300.000
1.481.563
3.081.563
5 Vimala Cakra Netra ADM P'Bun
1.300.000
- 300.000
-
1.600.000
6 Syaifulloh Muhyaddin
Logistik P'Bun
1.300.000
- 300.000
-
1.600.000
7 Ismawati Jurmas P'Bun
800.000
- 300.000
-
1.100.000
8 Simba Sudarsono
Mekanik/ Welder
2.000.000
- 300.000
1.185.250
3.485.250
9 Sukiman Mechanik 2.500.000
- 300.000
1.777.875
4.577.875
10 Suryadi Mechanik 2.000.000
- 300.000
1.777.875
4.077.875
11 Yopie Formes Chief Mekanik
2.500.000
1.000.000 300.000
2.963.125
6.763.125
12 Sius Arman Driver Dump Truck
1.500.000
- 300.000
888.938
2.688.938
13 Darman Pengukuran 1.500.000
- 300.000
592.625
2.392.625
14 Masto Pembantu Mekanik
1.300.000
- 300.000
888.938
2.488.938
15 Nendra Pembantu Mekanik
1.300.000
- 300.000
888.938
2.488.938
16 Imamat Hardianto Ka. Logistik
2.000.000
1.000.000 300.000
1.185.250
4.485.250
17 Dodi Apriadi Pengukuran 1.500.000
- 300.000
592.625
2.392.625
18 Heriyanto Mekanik 1.750.000
- 300.000
1.185.250
3.235.250
19 Robby Martinus Tireman 1.500.000
- 300.000
1.185.250
2.985.250
20 Siswanto Mekanik Elektrik
2.750.000
- 300.000
1.185.250
4.235.250
21 Suroso Pembantu Mekanik
1.300.000
- 300.000
592.625
2.192.625
22 Suwadak Ka. Satpam 1.500.000
500.000 300.000
1.185.250
3.485.250
23 Masa Perminyakan 1.300.000
- 300.000
592.625
2.192.625
No Nama Jabatan Gaji Pokok Tunjangan Uang
Makan Premi
Total Pendapatan
24 Irwanto Bag. Perminyakan
1.300.000
- 300.000
592.625
2.192.625
25 Bibit Juru Masak 800.000
- 300.000
592.625
1.692.625
26 Mistini Juru Masak 800.000
- 300.000
592.625
1.692.625
27 E f i. H Juru Masak 800.000
- 300.000
592.625
1.692.625
28 Suminah Juru Masak 800.000
- 300.000
592.625
1.692.625
29 Yakobus Beker Satpam / Jaga Malam
1.000.000
- 300.000
592.625
1.892.625
30 Nurudin Pembantu mekanik
1.300.000
- 300.000
592.625
2.192.625
31 Kuswaji Driver/Mekanik
750.000
- 300.000
1.185.250
2.235.250
32 Darius CP. Manager Camp
5.000.000
- 500.000
17.778.750
23.278.750
33 Soni Manager Produksi
5.000.000
- 350.000
5.926.250
11.276.250
Total
125.306.750
Recommended