View
231
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT
STUDI ATAS KEMENANGAN BUPATI INDRA CATRI DAN WAKIL
BUPATI TRINDA FARHAN SATRIA PADA PEMILUKADA 2015 DI
KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Irfan Saputra
1113112000041
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT
STUDI ATAS KEMENANGAN BUPATI INDRA CATRI DAN WAKIL
BUPATI TRINDA FARHAN SATRIA PADA PEMILUKADA 2015 DI
KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Irfan Saputra
1113112000041
Pembimbing
Dr. A. Ubaedillah, MA
NIP. 196708031996031002
Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2017
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT: STUDI ATAS KEMENANGAN
BUPATI INDRA CATRI DAN WAKIL BUPATI TRINDA FARHAN
SATRIA PADA PEMILUKADA 2015 DI KABUPATEN AGAM,
SUMATERA BARAT
1. Merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Mei 2017
Irfan Saputra
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Irfan Saputra
NIM : 1113112000041
Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan skripsi dengan judul:
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT: STUDI ATAS KEMENANGAN
BUPATI INDRA CATRI DAN WAKIL BUPATI TRINDA FARHAN
SATRIA PADA PEMILUKADA 2015 DI KABUPATEN AGAM,
SUMATERA BARAT
Telah diujikan pada: 27 September 2017.
Jakarta, 12 Mei 2017
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr. Iding Rosyidin Hasan
NIP. 197010132005011003 Dr. A. Ubaedillah, MA.
NIP. 196708031996031002
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT: STUDI ATAS KEMENANGAN BUPATI
INDRA CATRI DAN WAKIL BUPATI TRINDA FARHAN SATRIA PADA
PEMILUKADA 2015 DI KABUPATEN AGAM, SUMATERA BARAT
Oleh
Irfan Saputra
1113112000041
Telah dipertahankan dalam sidang skripsi ini di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 27 September
2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada program Studi Ilmu Politik.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Iding Rosyidin Hasan Suryani, M. Si.
NIP. 19701013200501 1 003 NIP. 19770424 200710 2 003
Penguji I, Penguji II,
Suryani, M. Si. Ana Sabhana Azmy, M.I.P.
NIP. 19770424 200710 2 003 NIDN. 2010018601
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 September
2017.
Ketua Program Studi Ilmu Politik,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Iding Rosyidin Hasan
NIP. 197010132005011003
iv
ABSTRAKSI
Irfan Saputra
Perilaku Politik Elite Adat: Studi atas Kemenangan Bupati Indra Catri dan
Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten
Agam, Sumatera Barat.
Skripsi ini menganalisa tentang perilaku politik elite adat atas kemenangan
Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015
di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Perilaku politik elite adat ini dilihat dalam
kontestasi politik pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam pada 9
Desember 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pertimbangan-pertimbangan (preferensi) elite adat dalam pemilihan kepala daerah
dan faktor- faktor yang mempengaruh elite adat dalam memberikan dukungan
suara untuk memenangkan Indra Catri dan Trianda Farhan Satria. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif analisis dan melakukan
wawancara dengan tokoh terkait dibidang yang berkaitan dengan judul penelitian.
Kontestasi politik yang berlangsung pada pemilihan kepala daerah menjadi
momentum terpenting disaat duel petahana melawan petahana yang sama-sama
merupakan elite adat untuk memimpin daerah, khususnya Kabupaten Agam.
Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori perilaku
politik dan budaya politik. Melalui analisa dari teori ini, peneliti menyimpulkan
bahwa faktor yang mempengaruhi elite adat dalam memberikan dukungan suara
berdasarkan 3 faktor yaitu: faktor sosiologis (kedaerahan, adat), faktor psikologis
(kedekatan emosional) dan faktor pilihan rasional (kebijakan). Di sisi lain,
kemenangan Indra Catri pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Agam sangat
dipengaruhi oleh posisi dan pilihan politik para elite adat (Datuak) yang berada di
wilayah Agam terutama Agam Timur dalam memberikan dukungan terhadap
kemenangan Indra Catri. Apalagi Indra Catri sudah berpengalaman dalam
memimpin suku dan juga seorang petahana dalam memimpin daerah. Selanjutnya,
Indra Catri merupakan seorang pemangku adat (Datuak).
Kata Kunci: Kabupaten Agam, Pemilukada, Perilaku Politik, Elit Adat
(Datuak)
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji beserta syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah
SWT, yang telah memberikan nikmat Iman, nikmat Islam dan nikmat sehat
Wal’afiat serta rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat beserta salam tidak lupa tercurahkan kepada sang
pembawa Risalah, junjungan umat, Imam di waktu Shalat dan panglima di waktu
perang yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman
jahiliyyah yang penuh kegelapan dan kebodohan sampai zaman yang terang-
benderang penuh dengan Ilmu Pengetahuan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjana pada
program studi Ilmu Politik. Adapun dalam proses menyelesaikan penulisan skripsi
ini banyak lika-liku dan tantangan yang dihadapi. Namun, berkat bantuan serta
diiringi doa dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini mampu diselesaikan dengan
baik sesuai target yang telah ditentukan. Maka dari itu, untuk mengungkapkan
rasa syukur yang begitu dalam penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.
Dr. Dede Rosyada, MA.
2. Prof. Dr. Zulkifli selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Dr. Iding Rosyidin Hasan dan Suryani, M.Si, selaku Ketua dan
Sekretaris Program Studi Ilmu Politik.
4. Dr. A. Ubaedillah, MA, selaku Dosen Pembimbing.
5. Seluruh Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Jakarta.
6. Kedua orang tua penulis tercinta yaitu: Bapak Bolon Sutan Bagindo
dan Ibu Lendawati yang telah bersusah payah untuk melimpahkan
kasih sayang untuk penulis, menyemangati serta memberikan
dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil.
7. Kepada adik-adik penulis, Jimmy Pratama Putra, Ari Hartono,
Faurel Muhammad Ilham yang selalu mendukung serta
menyemangati penulis agar selalu sabar dan tabah dalam menjalani
hidup. Disamping itu, penulis ingin menyampaikan salam rindu yang
begitu dalam untuk kalian. Kami dipisahkan oleh jarak antar pulau,
tapi itu bukanlah satu penghalang bagi kami agar mampu
membahagiakan kedua orang tua.
8. Terima kasih banyak kepada para narasumber yang telah bersedia
menyediakan waktu untuk bisa penulis wawancarai terkait masalah
penelitian skripsi yakni Bapak Bupati Agam, Indra Catri, Datuak
Malako Nan Putiah, Bapak Alhadi (Komisioner KPU Agam), Bapak
Eri Efendi (KPU Agam), Bapak Bustamam, Dt. Manindiah, Candra,
Dt. Sidubalang, Nurtias, Dt. Rajo Ruhun, Yosefrizal, Dt. Malano
Basa.
vii
9. Terima kasih kepada tante dan sekaligus Ibu kedua penulis di tanah
perantauan ini, yakni Dr. Ratna Sari Dewi dan Evia Susanti yang
selalu mendukung serta memotivasi penulis agar selalu bersikap
sabar, pantang menyerah dalam mencapai kesuksesan.
10. Selanjutnya untuk sahabat penulis, Aulia Rahman (ul) yang bersusah
payah menyediakan waktu untuk membantu penulis dalam
melakukan penelitian ke kantor Bupati, KPU dan Kesbangpol agar
penelitian penulis lancar dari awal sampai akhir serta memperoleh
hasil yang memuaskan.
11. Teruntuk keluarga besar IKB (Ikatan Keluarga Batu Palano) yaitu:
bang Nop, Zul Ifkar, Nurhayati, Kanda Muhammad Nur Sutan Rajo
Ameh, Alber Oki Sutan Bagindo Basa, kak Os yang telah bersusah
payah untuk terus memotivasi, mendidik penulis agar tetap memiliki
semangat juang yang tinggi disaat penulis mulai merasakan beratnya
ujian dalam menjalani hidup ditanah perantauan ini.
12. Kawan-kawan penulis di kosan Nusantara (4 Menara) yaitu: Mak
Sigid, Nur Ali Hamid dan Faruq Arjuna Hendroy yang selalu
mendukung penulis, meski terkadang kami sering melakukan
perdebatan yang ujung-ujungnya berkelahi. Namun, dibalik semua
itu kalian “is the Best for Me. Kalian sahabat terbaik penulis di
tanah rantau ini. Terima kasih untuk kalian yang selalu menemani,
mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
viii
13. Teman-teman penulis di HMI Komfisip dan kelas Ilmu Politik A dan
B angkatan 2013.
Terima kasih banyak semuanya, semoga Allah SWT membalas dengan
segala kebaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih banyak kekurangan, namun penulis telah berjuang untuk menyusun
skripsi ini dengan sebaik mungkin. Maka dari itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk kelayakan
skripsi ini. Penulis juga berharap semoga setelah selesainya skripsi ini dapat
membantu peneliti lain dalam memperluas gagasan, wawasan maupun
menambah pengetahuan.
Jakarta, 11 Mei 2017
Irfan Saputra
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 10
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 11
E. Metode Penelitian................................................................................. 18
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 20
G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 22
BAB II KERANGKA TEORETIS
A. Perilaku Politik ..................................................................................... 24
B. Elit Adat Minangkabau ........................................................................ 32
C. Budaya Politik...................................................................................... 44
BAB III PROFIL KABUPATEN AGAM
A. Sejarah Kabupaten Agam ..................................................................... 50
1. Profil Kabupaten Agam ................................................................. 51
2. Politik dan Pemerintahan.............................................................. 53
x
B. Organisasi Elite Adat Minangkabu....................................................... 54
1. Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)........... 54
2. Kerapatan Adat Nagari (KAN)...................................................... 57
C. Profil Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria........ 58
D. Relasi Adat dan Politik........................................................................ 59
BAB IV PERILAKU POLITIK ELITE ADAT KABUPATEN AGAM
A. Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam 2015............................... 65
B. Faktor yang mempengaruhi Elite Adat dalam memberikan dukungan suara
Indra Catri.............. .............................................................................. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 84
B. Saran ..................................................................................................... 86
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel IV.I. Data Partai Pengusung Pemilukada Kabupaten Agam 2015............ 68
Tabel IV.II. Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara KPU Kabupaten Agam...... 71
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1. Peta Kabupaten Agam ............................................................... 53
Gambar III.2. Logo pemerintahan Kabupaten Agam........................................ 54
xiii
DAFTAR SINGKATAN
PAR : Partai Adat Rakyat
MTKAAM : Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau
PDI : Partai Demokrasi Indonesia
PPP : Partai Persatuan Pembangunan
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
KPU : Komisi Pemilihan Umum
PAN : Partai Amanat Nasional
PKS : Partai Keadilan Sejahtera
KAN : Kerapatan Adat Nagari
LKAAM : Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
PKI : Partai Komunis Indonesia
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Minangkabau merupakan suku besar yang berada di Provinsi Sumatera
Barat. Disamping itu, Minangkabau juga memiliki adat-istiadat, agama, budaya
serta bahasa khas. Selain itu, Minangkabau juga salah satu daerah yang memiliki
keistimewaan. Sebab, suku tersebut memiliki paham Matrilinial yang mana
secara aturan persukuan berdasarkan garis keturunan Ibu. Di dalam adat
Minangkabau terdapat dua suku besar yaitu Suku Bodi Chaniago dan Suku
Piliang.
Kepemimpinan di Minangkabau yang kekuasaan dipegang oleh dua
pemangku adat, yaitu berasal dari Suku Budi Chaniago bernama: Datuak
Perpatiah Nan Sabatang dan Suku Piliang dipimpin oleh Datuak
Katumangguangan. Kedua penghulu ini merupakan perintis pemerintahan adat
Minangkabau. Penghulu ialah laki-laki yang dituakan dan sangat dihormati pada
suatu suku di Minangkabau. Ia diangkat menjadi seorang pemimpin karena
mengetahui, menguasai dan memiliki pengetahuan mengenai adat.1
Penghulu dipanggil dengan gelar ”Datuak”2. Datuak merupakan gelar
pusaka (kepala kaum atau suku) yang diwariskan atau diturunkan secara turun-
menurun menurut garis keturunan ibu sebagai pemimpin adat. Datuak dikenal
sebagai seorang elite adat di Minangkabau. Datuak memiliki peran dan fungsi
1 Amir MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau (Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Wijaya,2003), h. 67. 2 Firdaus Efendi, The Power Of Minangkabau,Kekuatan Minangkabau(Jakarta: Nuansa
Madani, 2012), h. vi.
2
sebagai pemimpin suku dalam menyelesaikan segala urusan, sengketa,
perselisihan serta pemeliharaan harta pusaka kaum. Peran yang dimiliki oleh
Datuak menjadikan ia sebagai elite adat memiliki posisi yang tinggi dan pengaruh
besar dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.3
Kemudian Datuak juga berusaha dalam memberikan bantuan kepada anak
kemenakan, terutama dalam urusan yang berkaitan dengan pemerintahan. Selain
itu, Datuak juga menjadi penyambung aspirasi yang berasal dari anggota sukunya
dalam pemerintahan nagari, terutama dalam urusan pembagian lahan-lahan, tugas-
tugas pengawasan hutan dan beberapa jenis kepentingan lainnya.4
Meskipun Datuak mempunyai wewenang dan kekuasaan besar dalam
memimpin suku. Tapi Datuak tidak boleh memimpin suku sesuai kehendaknya,
namun, harus memberikan kontribusi besar dalam menyalurkan kepentingan yang
berasal satu suku dengannya. Mengangkat seorang Datuak itu berdasarkan pada
suatu kesepakatan bersama dengan melakukan musyawarah, mumfakat didalam
Rumah Gadang suatu suku dengan menyembelih seekor kerbau sebagai tanda
kebesaran dalam tradisi Minangkabau serta pemberian gelar kebesaran yang telah
dilakukan sejak dahulunya secara turun-temurun.5
Demokrasi yang tumbuh dan kian berkembang di Minangkabau sejak elite
adat berkumpul untuk musyawarah serta mumfakat bersama kaumnya. Dalam
perjalanannya, elite adat dalam memimpin telah melalui beberapa fase mulai dari
zaman kepemimpinan berasal dari tokoh adat yaitu pemerintahan Minangkabau.
3 Amir MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau, h. 68.
4 Ibid.
5Elizabeth Graves, Asal-Usul Elite Minangkabau Modern” Respon terhadap Kolonial
Belanda Abad XIX/XX (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 21.
3
Kemudian saat memasuki Era penjajahan, kepemimpinan tokoh adat (Datuak) di
Minangkabau ini bekerja untuk membantu para kolonial terutama dalam
melancarkan berbagai kepentingan di Minangkabau. Tentu, dalam hal ini Datuak
sangat tidak memihak dalam memandu kepentingan sukunya, Datuak telah
berubah haluan yang mana dimanfaatkan oleh kolonial dalam melakukan
kepentingannya di Minangkabau.6
Penjajah juga telah mengubah karakter dan bentuk lembaga-lembaga
tradisional adat Minangkabau sesuai kebutuhan dan kepentingan Belanda.
Kerapatan Nagari yang menjadi sebuah lembaga pemerintahan terendah dan
penghulu-penghulu dahulunya memimpin nagari secara bersama-sama.
Nagari7sama dengan Republik-republik kecil di kampung-kampung. Elite
Minangkabau beranggapan bahwa sistem pemerintahan haruslah kembali pada
pemerintahan nagari untuk memperoleh tujuan yang diinginkan kedepannya.
Kaum Elite disini adalah pejabat pemerintah daerah, pemuka agama dan pemuka
adat.8
Pada masa awal kemerdekaan sekitar tahun 1950-an, Datuak memiliki
keinginan untuk melangkah dan mengumpulkan kekuatan untuk ikut dalam
6 Musyair Zainuddin, Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal-Usul Adat
Minangkabau (Yogjakarta: Ombak, 2008), h. 16. 7 Nagari secara umum merupakan jati diri dan identitas orang Minangkabau. Oleh sebab itu,
jati diri orang Minangkabau ialah Adat dan Agama. Di sisi lainnya, nagari juga satuan territorial
yang secara politik dan hukum diatur menurut adat yang masyarakat didalamnya menganut sistem
matrilinial yang berasal dari keturunan Ibu. Dalam Minangkabau terdapat dua sistem keselarasan
Adat yakni laras Koto Piliang dan Bodi Chaniago. Koto Piliang adalah sistem pemerintahannya
yang berazaskan otoritas hirarki dan Bodi Chaniago berdasarkan azas Demokrasi. Lihat di
Bartoven Vivit Nurdin,” Antara Negara dan Nagari: Kontestasi Elite Lokal Dalam Rekontruksi
Nagari Di Minangkabau pada Masa Otonomi Daerah,” Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan
Pembangunan (Vol 3, No. 7, Juli-Desember, 2009), h. 7. 8 Bartoven Vivit Nurdin, ”Antara Negara dan Nagari: Kontestasi Elite Lokal Dalam
Rekontruksi Nagari Di Minangkabau pada Masa Otonomi Daerah,” Jurnal Ilmiah Administrasi
Publik dan Pembangunan (Vol 3, No. 7, Juli-Desember, 2009), h. 7.
4
panggung politik. Kekuatan-kekuatan tersebut diaktualisasikan dengan
membentuk sebuah partai lokal yang berbasiskan adat yaitu Partai Adat Rakyat
(PAR) dan Partai Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau
(MTKAAM). Kedua partai ini merupakan wadah dari pemangku adat
Minangkabau pada tahun 1950-an. 9
Populernya kepala Adat dalam panggung politik pada Orde Baru terlihat dari
adanya Datuak mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Kabupaten Agam pada
periode 1971-1987.10
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa seorang
Datuak sebagai kepala adat dapat mencalonkan diri menjadi angota dewan seperti:
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Sejak berakhirnya Rezim Orde Baru yang pada akhirnya menuju reformasi
saat itu banyak elite adat yang masuk ke dalam panggung politik dan mencoba
untuk eksis dalam pemerintahan daerah baik itu, gubernur, bupati, wali kota dan
sebagainya.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah daerah ini diberlakukan sesuai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pemerintahan daerah
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Kemudian diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran masyarakat dan
peningkatan daya saing daerah dengan menggunakan prinsip demokrasi,
9 Yogi Yolanda, ”Elite Tradisional di Panggung Politik: Keterlibatan Pangulu dalam Politik
Orde Baru di Kabupaten Agam.” (1971-1998), h.3. 10
Ibid.
5
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).11
Bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka terdapat keinginan
pemerintahan daerah untuk bisa mengelola daerah secara mandiri. Pemilihan
kepala daerah seperti gubernur, bupati, walikota dan kepala desa dipilih langsung
oleh rakyat. Oleh karenanya, dengan tidak adanya intervensi dari pemerintahan
pusat, maka calon gubernur ataupun bupati harus bertanggungjawab atas
rakyatnya untuk mensejahterakan rakyat.
Partisipasi Politik sangat berkaitan dengan unsur-unsur pemerintahan
demokrasi seperti rasionalitas, kontrol, (responsiveness), aspirasi warga,
flektabilitas, legitimasi dan resolusi konflik.12
Saiful Mujani dalam bukunya yang berjudul “Kuasa Rakyat” terdapat tiga
model yang digunakan ketika melihat kecenderungan seseorang pemilih atau
(voter turnout) yakni: model sosiologis, model psikologis dan model pilihan
rasional.13
Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam pada 9 Desember 2015, diikuti
oleh dua pasangan calon yang akan maju pada Pemilukada Agam. Pemilukada
2015 merupakan duel petahana (head to head) pasangan Bupati dan Wakil Bupati
11
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Lihat di
http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf di unduh pada 20
November 2016. 12
Saiful Mujani dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Pemilih
Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: Mizan
Publika), h. 76. 13
Saiful Mujani dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Pemilih
Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: Mizan
Publika), h. 4.
6
pada periode sebelumnya yang ikut lagi mencalonkan diri dalam pemilihan
Kepala Daerah Kabupaten Agam. 14
Bupati Indra Catri berhasil mencalonkan diri menjadi Bupati dengan
mencari pasangan barunya dengan menggandeng Trinda Farhan Satria sebagai
wakilnya. Begitupun juga Wakil Bupati Irwan Fikri mencalonkan dirinya menjadi
calon Bupati dengan menggandeng pasangan baru untuk menjadi Wakil Bupati
yaitu Chairunnas.15
Faktanya, Bupati Indra Catri (Datuak Malako Nan Putiah) dan Wakil Bupati
Irwan Fikri (Datuak Nagari Batuah) pecah dalam pencalonan pada Pemilukada
2015.
Adapun pasangan Irwan Fikri mampu mengungguli (incumbent) Indra Catri
yang terdapat dari pengumpulan jumlah partai politik pengusung. Menurut asumsi
Indra Catri bahwa saat pendaftaran bakal calon Bupati dan Wakil Bupati di
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Agam mengatakan terjadinya
kontestasi politik pada pemilihan kepala daerah secara (head to head) ini
bukanlah sebuah persoalan. Namun, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi
dikotomi Agam Barat dan Agam Timur.16
Pasangan calon 1 yaitu Irwan Fikri Datuak Nagari Batuah dan Chairunnas
mampu mengumpulkan tiga partai pengusung yaitu Partai Amanat Nasional
14
Artikel Harian Haluan Mencerdaskan kehidupan masyarakat, Partai pengusung Irwan
Fikri Ungguli Indra Catri, di http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/42094/partai-pengusung-
irwan-fikri-ungguli-indra-catri pada 15 Oktober 2016. 15
Ibid. 16
Artikel Harian Haluan Mencerdaskan kehidupan masyarakat, Partai pengusung Irwan
Fikri Ungguli Indra Catri, di http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/42094/partai-pengusung-
irwan-fikri-ungguli-indra-catri pada 15 Oktober 2016.
7
(PAN) yang memiliki sebanyak 6 kursi DPRD, kemudian Partai Demokrat
sebanyak 9 kursi dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) sebanyak 3 kursi dengan
jumlah keseluruhan 18 kursi atau sebanding dengan (40%) dari jumlah pemilih
Kabupaten Agam.17
Sedangkan pasangan calon 2 yaitu Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah
dan Trinda Farhan Satria hanya bisa menggalang dua partai pengusung yaitu
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki 6 kursi di DPRD dan Partai
Gerindra memiliki 4 kursi. Dari keduanya itu mendapatkan 10 kursi atau setara
dengan 22 persen suara dari keseluruhan jumlah pemilih.18
Dengan demikian,
Irwan Fikri tidak bisa dipandang sebelah mata oleh Indra Catri. Apalagi pasangan
Irwan Fikri dan Chairrunnas didukung oleh partai pemenang pemilu legislatif di
Kabupaten Agam yaitu Partai Demokrat.
Berdasarkan hasil rekapitulasi suara yang digelar oleh Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Agam bahwa pasangan calon 1 Irwan Fikri Datuak Nagari
Batuah dan Chairunnas memperoleh 82.272 suara atau (46,42%) dan pasangan
calon 2 yaitu Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah dan Trinda Farhan Satria
memperoleh 94.264 suara atau (53,58%) dari jumlah pemilih 183.081 suara
secara keseluruhan.19
Kedua pasangan calon ini mempunyai selisih suara sebanyak
11,992 suara atau (6,8%). Berkaitan dengan hal ini setidaknya kedua pasangan
tersebut bisa menambah kekuatan dari partai yang tidak ikutserta sebagai
17
Dua Pasang Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Agam Warnai Pilkada, Website resmi
Kabupaten Agam, 29 Juli 2015, di http://www.agamkab.go.id/?agam=berita&se=detik&id=5274
pada 9 Juni 2016. 18
Ibid. 19
Komisi Pemilihan Umum Daerah kabupaten Agam, diunduh, di
https://pilkada2015.kpu.go.id/agamkab pada 8 Juni 2016.
8
pendukung seperti, Partai Golkar, PKB, PBB, PPP, PDI-Perjuangan dan Partai
Nasdem.20
Menurut Ketua KPU Kabupaten Agam, Alhadi mengasumsikan bahwa
partai yang berkaitan tersebut tidak mendukung pasangan, sebab tidak
mendapatkan kursi di DPRD dan juga tidak mengetahui persoalan kenapa partai
yang bersangkutan tidak memberikan dukungan terhadap pasangan calon.
21Akhirnya pasangan calon 2 yaitu: Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda
Farhan Satria berhasil memenangkan Pemilukada Kabupaten Agam 2015.
Berdasarkan adat Minangkabau suku dipimpin oleh seorang pemimpin
bernama Datuak. Oleh karena itu, fakta yang terjadi dalam Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Agam ini bahwa calon bupati yang berasal dari calon 1 yaitu:
Irwan Fikri merupakan seorang elite adat atau (Datuak) yang memiliki gelar
kebesaran yang berasal dari sukunya yaitu, ”Datuak Nagari Batuah”. Sedangkan
calon bupati yang berasal dari calon 2 yakni, Indra Catri juga merupakan seorang
Datuak yang memiliki gelar kebesaran yang berasal dari sukunya, yaitu: “Datuak
Malako Nan Putiah”. Maka eksistensi elite adat dapat dilihat dari seberapa besar
pengaruhnya terhadap suku dan masyarakatnya.
Hal ini diperjelas dengan fokus penulisan yang penulis teliti dalam melihat
perilaku politik elite adat yang berasal dari Kabupaten Agam untuk menentukan
pilihannya pada Pemilukada 2015 dengan melihat faktor yang mempengaruhi elite
adat dalam kemenangan salah satu calon Bupati dan Wakil Bupati Petahana yang
20
Artikel Harian Haluan Mencerdaskan kehidupan masyarakat, Partai pengusung Irwan
Fikri Ungguli Indra Catri, di http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/42094/partai-pengusung-
irwan-fikri-ungguli-indra-catri pada 15 Oktober 2016. 21
Ibid.
9
keduanya sama-sama berasal dari elite adat (Datuak) itu sendiri. Daerah yang
penulis jadikan sebagai objek penulisan yakni Kabupaten Agam yang merupakan
daerah yang kental akan adat sekaligus kerapatan adat nagari.
Oleh karena itu, Penulis memfokuskan penulisan dengan judul yang diteliti,
Perilaku Politik Elite Adat (Studi atas Kemenangan Bupati Indra Catri dan
Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten
Agam, Sumatera Barat). Penulis meneliti lebih dalam mengenai Perilaku Politik
Elite Adat dalam kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan
Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dengan
melihat faktor apa saja yang diberikan Elite Adat(Datuak) dalam kemenangan
Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada Pemilukada
Kabupaten Agam 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membatasi ruang
dan memfokuskan penulisan dengan merumuskan beberapa masalah untuk
dijawab dalam skripsi ini. Adapun pertanyaan penulisannya adalah:
“Faktor apa saja yang mempengaruhi elite adat dalam memberikan
dukungan suara untuk Indra Catri dan Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015
di Kabupaten Agam ?
10
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan yang
dimaksud dalam penelitian antara lain: Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi elite adat dalam memberikan dukungan suara untuk Indra
Catri dan Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi elite adat dalam memberikan dukungan suara untuk Indra Catri
dan Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam.
11
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini terdapat literatur yang penulis jadikan sebagai
acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan sisi
menarik dan menjadi pembeda dari penulisan skripsi yang sedang penulis teliti.
Adanya tinjauan pustaka penulis temukan sebagai instrumental pembanding
dalam melakukan penulisan mengenai, Perilaku Politik Elite AdatStudi atas
Kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria
Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat”.
Pertama, Skripsi Afdal Fitrah22
yang meneliti pengaruh Lembaga Kerapatan
Adat Nagari (KAN) di Minangkabau dalam Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan
Wakil Bupati Kabupaten Tanah Datar pada Tahun 2010. Penulis mencermati dan
memahami fenomena budaya politik sebagai lembaga dan sistem kepemimpinan
adat tradisional yang turun-temurun dari nenek moyang orang Minangkabau dan
berkembang sampai saat ini di era reformasi.
Karena masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi adat-istiadat
dalam kehidupan sehari-hari maka hal ini memberikan ruang dan peluang praktis
bagi elite tradisional dalam mengaktualisasikan setiap gagasan serta kepentingan
politik yang lebih pragmatis. Begitu juga pengaruh niniak mamak yang
mempunyai gelar “Datuak” dalam musyawarah dan munfakat dinagari yaitu
Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang dewasa ini telah dimanfaatkan sebagai mesin
politik oleh partai politik terhadap Datuak dalam memobilisasi masyarakat dalam
setiap pemilihan umum.
22
Afdal Fitrah, “Pengaruh Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Minangkabau dalam
Pilkada 2010 Kabupaten Tanah Datar”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
12
Dalam penulisan tersebut, penulis menggunakan tipe penulisan deskriptif
kualitatif yang memperoleh data dengan cara wawancara dengan informan-
informan terpilih agar data yang diperoleh relevan. Kesimpulan penulisan bahwa:
Pertama, sistem kepemimpinan di Minangkabau sebagai elite adat/lokal yang
mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan kehidupan
bermasyarakat. Kedua, adanya Budaya Politik dalam Lembaga Kerapatan Adat
Nagari (KAN) yang telah diwarisi secara turun-temurun dalam penyelenggaraan
adat yang menjadi sumber kekuatan politik bagi Elite Tradisional Minangkabau
yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah mulai dari era-pemerintahan
kolonial Hindia-Belanda sampai saat sekarang ini.
Sehingga, Kerapatan Adat Nagari (KAN) semenjak Orde Baru telah menjadi
mesin politik untuk mengumpulkan suara dari Partai Golkar yang sampai
sekarang jaringan ini masih dimanfaatkan oleh pasangan M. Shadiq Pasadigo-
Hendri Arnis dalam dominasi kemenangan pemilihan kepala daerah Bupati dan
Wakil Bupati di Kabupaten Tanah Datar tahun 2010. Berbeda sedikit dengan
penulisan yang akan penulis teliti karena penulis sebelumnya lebih melihat
pengaruh Lembaga Adat/Intitusi Tradisional (Kerapatan Adat Nagari) dalam
Pemilukada 2010 di Kabupaten Tanah Datar. Sedangkan penulisan dari penulis
lebih cenderung melihat pada perspektif lainnya dengan meneliti mengenai
Perilaku Politik Elite Adat terhadap kemenangan pasangan Bupati Indra Catri
Datuak Malako Nan Putiah dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria Pemilukada
2015 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
13
Kedua, Skripsi Fikri Adrian23
yang mencoba menggambarkan Identitas Etnis
dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012 bahwa Indonesia memiliki
beranekaragam etnis dan agama yang merupakan suatu kekayaan sendiri.
Keanekaragaman budaya yang mempunyai nilai seperti tarian, nyanyian,
bangunan bersejarah serta ciri khas lainnya. Di sisi lain, keanekaragaman itu
menghasilkan sebuah identitas tersendiri bagi masyarakat. Dengan adanya
identitas ini terdapat ikatan emosional atau kedekatan terhadap seseorang yang
satu etnis. Identitas bisa muncul melalui adanya kesamaan etnis, ideologi maupun
agama.
Otonomi Daerah telah membuka ruang kebebasan politik kepada etnis
tertentu untuk menunjukkan identitas politiknya. Identitas politik etnis dibangun
oleh elite dalam melakukan sebuah tindakan yang terkait pada kepentingan
wilayah etnis. Sebagian elite memandang bahwa etnisitas dijadikan sebagai alat
untuk mempertahankan kekuasaan, persaingan untuk memperoleh sumberdaya,
menciptakan solidaritas, kebersamaan serta memperkuat identitas dan
membedakan dengan kelompok lainnya.
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode kualitatif, dimana
prosedur penulisan ini menghasilkan data deskriptif analisis yang menggambarkan
hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti mengenai pengaruh
Etnis dalam pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Sumber
data didapatkan dengan cara mewawancarai perwakilan Etnis Jawa, Etnis Betawi,
23
Fikri Ardian, ”Identitas Etnis dalam Pemilihan Kepala Daerah Studi Pemilihan Gubernur
DKI Jakarta Tahun 2012”,(Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
14
Etnis Tionghoa dan masyarakat lainnya sebanyak 10 orang responden. Dalam
penulisannya Fikri Adrian mendapatkan hasil bahwa para elite politik atau calon
kepala daerah seolah-olah sengaja memelihara atau memainkan politik identitas
itu untuk kepentingan politik dan hegemoni kekuasaan. Berbeda dengan penulisan
yang akan penulisteliti bahwa Fikri Ardian lebih cenderung melihat pengaruh
etnisitas dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012 sedangkan penulis
sendiri lebih cenderung pada pilihan politik Elite Adat dalam pemilihan Bupati
Kabupaten Agam Tahun 2015.
Ketiga, Skripsi Irvan Donny Sagala24
yang membahas tentang etnisitas dan
perilaku pemilih dalam melihat persepsi dan preferensi masyarakat etnis Batak
Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Dalam penulisannya Irvan melihat bagaimana peran masyarakat Adat dalam
memberikan dukungan suara terhadap parpol dan kandidat yang maju dalam
Pemilukada. Ternyata dalam temuannya banyak faktor yang akan mempengaruhi
preferensi pemilih dalam menentukan calon pilihannya terutama terdapat pada
etnis yang dianggap sangat penting dalam perilaku pemilih di Indonesia. Penulis
menggunakan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan
dan penulisan lapangan dengan menggunakan angket serta menggunakan 98
responden.
Dalam hasil penulisannya itu diketahui bahwa etnis atau suku Batak sangat
memiliki pengaruh terhadap preferensi pada perilaku pemilih pada pemilihan
24
Irvan Donny Sagala, ”Etnisitas dan Perilaku Pemilih Studi Kasus Persepsi dan Preferensi
Masyarakat Etnis Batak Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo,
Sumatera Utara”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Politik,
Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Sumatera Utara, 2010).
15
Kepala Daerah di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Sebab, etnisitas merupakan
sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan
biologis serta melakukan tindakan menurut pola-pola yang sama. Selain itu, juga
diketahui bahwa partisipasi etnis Batak hanya sebatas memberikan dukungan
suara dalam pemilihan Kepala Daerah Langsung dan kurang aktif dalam
berpolitik praktis. Berbeda dengan penulisan sebelumnya ini bahwa Irvan Donny
Sagala lebih melihat pada preferensi dari etnis Batak dalam pemilihan Kepala
Daerah di Kabupaten Karo Tahun 2010. Sedangkan penulisan yang akan
penulisteliti adalah terkait kecenderungan elite adat dalam memberikan dukungan
suara atau preferensi pada pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam Tahun
2015.
Keempat, Skripsi Ahmad Nurcholis25
dalam penulisannya menitikberatkan
pada analisa monopoli kekuasaan politik sebagai dampak dari keberadaan orang
kuat lokal, bos lokal, dan oligarki lokal. Kekuasaan politik ini setidaknya
melahirkan berbagai bentuk penyimpangan dan juga melahirkan bentuk
pemerintahan model dinasti yang merupakan suatu upaya elite untuk
menempatkan beberapa kroni dan keluarganya dibeberapa pos strategis (Leo
Agustino). Model pemerintahan kekuasaan yang absolute serta dinasti seperti ini
kerapkali mengarah pada perampokan sistemik anggaran negara dan monopoli
berbagai sumber ekokonomi strategis.
Dalam kasus Fuad Amin ini penulis menemukan adanya relevansi antara
aspek orang kuat lokal dengan pondisi awal lahirnya kekuasaan politik yang
25
Ahmad Nurcholis,” Orang Kuat dalam Dinamika Politik Lokal Studi Kasus: Kekuasaan
Politik Fuad Amin di Bangkalan”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
16
berdampak pada kontruksi pemerintahan dinasti. Oleh karena itu, lahirnya
dominasi serta kekuasaan Fuad Amin diuntungkan dengan posisi yang mewarisi
modal kultural sebagai elite keturunan kiai terkemuka disatu sisi lainnya juga
karena posisinya sebagai pengusaha/oligarki lokal dengan kepemilikan harta yang
melimpah. Keberhasilan Fuad Amin menjadi Bupati Bangkalan juga didukung
oleh kultur masyarakat yang masih memegang teguh budaya patrimonial,
sehingga ketergantungan masyarakat pada kekuatan patron (Fuad Amin) yang
masih kental.
Metode yang digunakan oleh penulis adalah dengan menggunakan metode
kualitatif yang dilakukan dengan melalui wawancara mendalam serta telaah
tambahan pada literatur yang dianggap penting. Kesimpulan yang didapatkan oleh
penulis terkait kasus Fuad Amin sebagai orang kuat di Bangkalan ini adalah
bahwa kekuasaan Fuad Amin ini menjadi dominan karena tidak adanya lembaga
hukum setempat yang independen, yang mampu menindak secara tegas segala
penyimpangan yang dilakukan oleh Fuad Amin seperti kasus kekerasan terhadap
aktivis dan berbagai kasus korupsi yang selalu mentah di meja polisi dan
kejaksaan setempat. Fuad Amin memiliki dua kekuatan baik secara formal
maupun informal, Fuad bak seperti raja yang bebas berbuat sekehendak hati tanpa
kontrol yang tidak terbatas.
Berbeda dengan penulisan Ahamad Nurcholis bahwa dia lebih menganalisa
terkait dominasi atau monopoli kekuasaan yang dipegang oleh Orang Kuat atau
Fuad Amin pada pemilihan Bupati di Bangkalan sedangkan penulisan yang akan
17
penulisteliti terkait perilaku politik elite adat dalam memberikan dukungan suara
pada pemilihan Kepala Daerah Tahun 2015 di Kabupaten Agam.
Kelima, Amrianto26
ingin menganalisa mengenai fenomena politik yang
tampak bertolak belakang dalam artian para elite politik saling bersaing sengit dan
saling bekerjasama. Akibatnya tidak pernah ada oposisi di dalam panggung politik
lokal. Ini terjadi karena terjadinya persaingan dalam pemilu yang telah menjelma
menjadi kerjasama dalam pelaksanaan pemerintahan. Penulis melakukan
penulisannya pada dinamika politik lokal di Wakatobi. Sejak dahulunya Wakatobi
telah dikuasai oleh aktor-aktor politik tradisional yang notabenenya elite
tradisional.Kaboru-mboru, talupena (Kumbewaka, tapi-tapi, tanailandu) yang
menjadi tiga kelompok besar dalam memainkan politik lokal yang ada di
kabupaten Wakatobi. Ketiga kelompok inilah yang membuat dinamika politik
begitu kuat diantara elite. Di samping itu, Wakatobi juga mengalami dinamika
politik yang sengaja dimainkan oleh pemerintah pusat di Buton, dimana dari segi
pembagian kekuasaannya menjadi dasar untuk terbangunnya dinamika politik
yang tidak dapat diselesaikan.
Amrianto ini fokus untuk melihat peranan elite tradisional dalam dinamika
politik lokal pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Wakatobi. Penulisannya
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
Hasil temuannya adalah Bidang Ekonomi, adanya hubungan ketergantungan
antara masyarakat dengan bangsawan Wakatobi. Dengan modal ekonomi tersebut
mampu menimbulkan hubungan sangat pemanen antara keduanya yang mana
26
Amrianto, ”Peranan Elite Tradisional dalam Dinamika Politik Lokal pada Pemilihan
Kepala Daerah di Kabupaten Wakatobi”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Negeri Sam Ratulangi, 2014).
18
dengan kebangsawan tersebut orientasi politik tidak akan berpaling kepada
siapapun. Bidang Politik bahwa pilihan politik bangsawan Wakatobi ditempatkan
sebagai tokoh, dimana semua keputusan politik akan selalu dipatuhi dan tidak
berani dilanggar. Kemudian, Bidang Sosial, melihat posisi sosial (kedudukan)
akan berpengaruh kepada masyarakat, dimana dengan struktur itu masyarakat
akan merasa aman dalam lingkungan bermasyarakat dan bangsawan Wakatobi
akan memelihara Adat dan nilai tersebut. Bidang Psikologis, adanya hubungan
emosional antara bangsawan Wakatobi dengan masyarakat dan mengarah kepada
kesetiaan pada bangsawan Wakatobi yang tentunya tidak didasarkan pada
rasionalitas. Sehingga, adanya hubungan erat antara bangsawan Wakatobi dengan
masyarakat yang masih sangat kental dan bersifat kekeluargaan.
Penulis ini lebih cenderung menganalisa terkait peranan elite tradisional
dalam dinamika politik lokal di Wakatobi dan sangat berbeda dengan penulisan
yang akan penulisteliti terkait perilaku politik elite adat dalam pemilihan Kepala
Daerah di Kabupaten Agam Tahun 2015.
E. Metode Penelitian
1. Tipe atau Jenis Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini
merupakan suatu bentuk prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata yang didapatkan secara tertulis maupun lisan dari orang-orang
serta perilaku yang diamati.27
Inti dari sebuah penulisan kualitatif merupakan
sebuahpenulisan yang menggunakan kata-kata dan menimalisir penggunaan
27
Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2009), h. 86.
19
angka. Maka dari itu, sebuah penulisan mengandung analisa terkait keberadaan
suatu hal (what things exist) daripada seberapa banyak jumlah dari hal-hal yang
ada (how many things there are).
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan penulis untuk
mendapatkan data dalam suatu penulisan. Pada penulisan kali ini penulis memilih
jenis penulisan kualitatif. Maka data yang diperoleh harus mendalam, jelas dan
spesifik.
a. Teknik wawancara dalam mengumpulkan data merupakan sesuatu
proses yang dilakukan untuk memperoleh keterangan yang akurat
untuk tujuan penulisan ini. Wawancara merupakan suatu proses
interaksi bahasa yang dilakukan antara dua orang secara langsung
dalam situasi yang berhadapan.28
Penulis melakukan wawancara
dengan narasumber terkait dengan penelitian yang penulis teliti.
Maka dalam hal ini dilakukan dengan Komisioner KPU Kabupaten
Agam Alhadi, Komisioner KPU Kabupaten Agam Divisi Teknis
Eri Efendi, Bupati Agam Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah,
Bustamam Datuak Manindiah sebagai Ketua Lembaga Kerapatan
Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten Agam, kemudian
para pemangku adat/elite adat yakni Candra, Datuak Sidubalang
yang merupakan Datuak atau pimpinan suku Sikumbang,
Yosefrizal, Datuak Malano Basa sebagai Ketua Kerapatan Adat
28
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar penelitian Kualitatif (Tata Langkah dan
Teknik-Teknik Teoritis Data), (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2003,cet. 1), h. 4.
20
Nagari (KAN), dan Nurtias, Datuak Rajo Ruhun yang merupakan
pimpinan suku atau kaum Sipisang.
b. Studi Literatur dan Dokumentasi
Studi literatur dan dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan
data mengenai masalah-masalah yang berkaitan melalui buku,
jurnal, surat kabar, skripsi, tesis, disertasi, media internet dan
lainnya.
3. Jenis dan Sumber Data
Menurut Creswell bahwa seorang penulis tidak bisa hanya tergantung pada
satu macam sumber saja. Akan tetapi, sumber-sumbernya ini harus beragam.
Adapun sumber yang bisa didapatkan oleh penulis adalah berasal dari dokumen,
observasi, wawancara atau informasi audiovisual. 29
Jenis data terbagi 2:
1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang
diteliti baik wawancara dengan informan dan melalui website
resmi pemerintah. Penulis juga mempersiapkan beberapa
pertanyaan yang akan penulis ajukan kepada informan nantinya.
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari buku, skripsi,
dokumen, artikel, jurnal, buletin, majalah ilmiah, surat kabar, dan
internet.
F. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisa data yang terkumpul penulis menggunakan metode
deskriptif analisis merupakan suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat
29
John W. Creswell, ”Research Design: Qualitatif, Quantitatif, and Mixed Method
Approach” (AS: SAGE Publication, 2014), h. 185.
21
gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara
memberikan interpretasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik
penulisan ini mampu memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual serta
akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi dilapangan seputaran Perilaku Politik
Elite Adatdalam memberikan dukungan suara terhadap calon Bupati terutama
dalam kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria
pada Pemilukada Kabupaten Agam 2015.
Dalam penulisan ini penulis mengunakan kerangka teoretis yang akan
menjadi acuan dalam mencari jawaban dari masalah yang akan penulis teliti yaitu:
teori perilaku politik, budaya politik. Untuk pedoman dalam penulisan ini, penulis
menggunakan buku terbitan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sebagai panduan Penyusunan Proposal dan Skripsi yang
diterbitkan secara langsung oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 sebagai pedoman Skripsi agar berjalan sesuai
prosedur dan sistematika yang baik.
22
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusun pembahasan menjadi
beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I, Pendahuluan. Pada bab ini penulis memaparkan terkait latar
belakang masalah, pertanyaan yang menjadi latarbelakang dari masalah yang akan
penulis teliti dalam penulisan ini yaitu, perilaku politik elite adat (studi atas
kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada
Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat). Kemudian tujuan dan
manfaat penulisan, metode penulisan, tinjauan pustaka yang menjadi bahan telaah
atau rujukan dalam melakukan penulisan, metode penulisan yang digunakan dan
sistematika penulisan yang menjadi kerangka awal dalam penyusunan penulisan
ini.
BAB II, Kerangka Teoretis. Pada bab ini penulis menjabarkan kerangka
teori yang digunakan sebagai landasan konseptual guna menjawab pertanyaan
penelitian yang penulis angkat seperti: Perilaku Politik beserta model
pendekatannya, model pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan
pilihan rasional (rational choice), elite adat Minangkabau, budaya politik.
BAB III, Profil Kabupaten Agam. Pada bab ini penulis menjelaskan
tentang profil Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Pada bagian ini juga
dipaparkan Organisasi Elite Adat Minangkabau, profil Bupati Indra Catri dan
Wakil Bupati Trinda Farhan Satria, dan Relasi Adat dan Politik.
BAB IV,Perilaku Politik Elite Adat Kabupaten Agam.Pada bab ini
penulis mengulas faktor yang mempengaruhi elite adat dalam mendukung
23
memberikan suara untuk Indra Catri dan Trinda Farhan Satria pada Pemilukada
2015 di Kabupaten Agam.
BAB V, Penutup. Pada bab ini penulis menjabarkan temuan yang diperoleh
dalam penelitianuntuk dijadikan kesimpulan serta saran untuk untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut.
24
BAB II
KERANGKA TEORETIS
Dalam skripsi ini penulis menggunakan perilaku politik dan budaya politik
sebagai landasan teori. Teori ini sangat menunjang untuk menganalisis dalam
mencari jawaban dari penelitianpenulis yang berjudul Perilaku Politik Elite Adat
(Studi atas Kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan
Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam, Sumatera Barat).
A. Perilaku Politik
Menurut Ramlan Surbakti:30
Perilaku politik dirumuskan sebagai segala sesuatu kegiatan yang berkenaan
dengan pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan
adalah pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi
dua, yaitu fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-
fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat.
Pendekatan perilaku (behavioralisme) ini menjelaskan mengenai individu
yang melakukan kegiatan politik secara aktual dan perilaku individu mempunyai
berbagai macam karakternya. Perilaku politik dijadikan sebagai pendekatan dalam
ilmu politik yang dikembangkan oleh kaum behavioralis dengan menekankan
pada aspek individual sebagai insan politik yang mampu melihat sistem-sistem
dari lembaga politik.31
Adapun dibalik tindakan lembaga politik dan pemerintah, seperti keputusan
pemerintah, tindakan legislatif, keputusan pengadilan dan partai politik. Tindakan
ataupun keputusan politik ini selain tidak hanya ditentukan oleh fungsi (tugas dan
30
Ramlan Surbakti,Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2010), h. 167. 31
David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, penj. Setiawan Abadi (Jakarta: LP3ES;
1987), cet. II, h. 209.
25
wewenang) yang melekat pada lembaga. Akan tetapi, adanya dorongan, persepsi
dan motivasi, sikap dan orientasi, harapan dan cita-cita, ketakutan dan
pengalaman masa lalu individu yang berupaya untuk membuat keputusan
tersebut.32
Dalam perilaku politik terdapat tiga hal pokok yang dijadikan sebagai
unit analisis yaitu, individu aktor politik, agregrasi politik dan tipologi
kepribadian politik. 33
Adapun kategori yang lainnya adalah individu aktor politik meliputi aktor
politik (pemimpin), aktivitas politik dan individu warga biasa.34
Perilaku politik
dapat berupa seperti halnya perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan
pilihan dalam pelaksanaan pemilu. Adapun perilaku politik dibagi dua, yaitu:
a. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.
b. Perilaku politik warga Negara baik secara individu maupun
kelompok.35
Adapun dalam melakukan kajian terhadap perilaku politik, dapat dipilih tiga
unit analisis, yaitu:36
a. Aktor politik meliputi (aktor politik, aktivitas politik dan individu
warga negara biasa).
b. Agregasi politik yaitu: individu aktor politik secara kolektif seperti:
partai politik, birokrasi, lembaga-lembaga pemerintahan.
32
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2010), h. 168. 33
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik h. 169. 34
Ibid. 35
Sujijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik (Semarang: Ikip Semarang Press, 1995), h. 2. 36
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 132.
26
c. Tipologi kepribadian politik yaitu: kepribadian pemimpin seperti:
Otoriter, Machiavelist dan Demokratis.
Perilaku politik yaitu berupa adanya bentuk keikutsertaan dari masyarakat
seperti partisipasi politik. Partisipasi politik ialah kegiatan yang dilakukan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum dan sebagainya.37
Kemudian Hebert
McClosky38
berpendapat mengenai partisipasi bahwa:
“The term political paticipation will refer to those voluntary activities by
which members od a society share in the selection of rulers and directly or
indirectly, in the formation of public police” (Partisipasi politik adalah
kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka
mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses kebijakan umum).39
Partisipasi politik sama dengan kesadaran politik seseorang untuk ikutserta
dalam politik. Karena semakin sadar dirinya memiliki hak dalam politik dan
individu memberikan dukungan berupa hak suara. Kebanyakan kesadaran politik
ini dimulai dari orang berpendidikan, kehidupan yang memadai dan orang-orang
yang terkemuka. Jika seseorang mengetahui kesempatan-kesempatan dalam
melakukan partisipasi yang efektif dalam membuat keputusan, maka mungkin
37
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008), h. 367. 38
Herbert McClosky merupakan seorang pensiunan Profesor Ilmu Politik di Universitas
California, Berkeley yang menggunakan survey sebagai alat untuk mempolopori penelitian dalam
mendapatkan kepercayaan politik, etika, dan ideologis. Lihat di
www.berkeley.edu/news/media/releases/2006/03/16_mcclosky.html pada 6 November 2016. 39
Herbert McClosky, ”Political Participation”, International Encyclopedia of the Social
Sciences, ed. Ke-2 (New York: The Macmillan Company,1972), h. 252.
27
mereka akan percaya bahwa partisipasi itu merupakan sesuatu yang bermanfaat
dan kesadaran yang tumbuh untuk berpartisipasi aktif.40
Partisipasi politik mempunyai tujuan dalam memberikan peluang bagi
kelompok masyarakat yang pada dasarnya memiliki kondisi berbeda baik secara
sosial-ekonomi, etnik-budayanya terutama untuk mengungkapkan kepentingannya
melalui lembaga politik yang mampu mempengaruhi perumusan kebijakan
politik.41
Menurut Saiful Mujani Partisipasi adalah42
Partisipasi dalam pemilihan umum (voter turnout) ialah bentuk partisipasi yang
paling mendasar dalam demokrasi. Semuanya itu berdasarkan pada suatu tindakan
seseorang warga negara biasa yang dilakukan secara sukarela untuk mempengaruhi
keputusan publik.Memilihsejatinya merupakan suatu kegiatan yang dianggap
penting yang menjadi dasar sebuah proses dalam menentukan sesuatu yang
dianggap cocok dan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh seseorang atau
kelompok baik secara ekslusif maupun inklusif.
Memilih menjadi sebuah aktifitas yang dilakukan dalam menentukan
keputusan secara langsung maupun secara tidak langsung.43
Dengan adanya
pilihan politik maka menjadi dasar seseorang individu untuk memberikan
suaranya terhadap calon atau partai yang akan mereka pilih. Pilihan politik ini
tentu didorong oleh adanya kepentingan ekonomi politik pemilih mampu
mengkalkulasikan dalam pilihan politiknya. Seseorang pemilih yang berasal dari
suku Jawa juga akan memilih calon yang orang Jawa, bukan sertamertadiberikan
40
David Held, Models of Democracy(Jakarta: Akbar Tanjung Institut, 2006), h. 248. 41
Elsa Peldi Taher,ed., Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi pengalaman Indonesia
Masa Orde Baru (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), h. 156. 42
Saiful Mujani dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Pemilih
Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru, h. 4. 43
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik(Jakarta: PT. Grasindo, 1992), h. 15.
28
penilaian terhadap calon yang mempunyai integritas maupun kapabilitas yang
tinggi sebagai pemimpin.44
Ada tiga model pendekatan Perilaku Politik yang menjadi landasan dalam
mencari jawaban dari masalah yang akan penulisteliti:
a. Pendekatan Sosiologis
Model Sosiologis merupakan suatu model pendekatan yang berkembang
lebih awal dari model psikologis dan pilihan rasional. Model ini digunakan untuk
menjawab masalah-masalah terkait apa yang akan diteliti. Model ini lahir di Eropa
dan Amerika pada tahun 1950-an, pendekatan sosiologis ini menjelaskan bahwa
perilaku pemilih ini ditentukan oleh karakteristik sosiologis para pemilih,
terutama pada kelas, agama, kelompok etnik/kedaerahan, bahasa dan
sebagainya.45
Dengan adanya beberapa subkultur tersebut tentu memiliki kondisi sosial
yang pada akhirnya bermuara pada bentuk atau tindakan perilaku politik
seseorang tertentu baik kepada warga/masyarakat, kepala suku atau elite adat dan
sebagainya. Inti dari model Sosiologis ini bahwa seseorang harus berpartisipasi
dalam pemilu dengan penuh kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu itu
sendiri. Akan tetapi, kesadaran individu ini muncul pada orang yang mempunyai
riwayat pendidikan tinggi dibandingkan orang yang tidak mempunyai pendidikan.
44
Mujani, Kuasa Rakyat, h. 320. 45
Saiful Mujani dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku
Pemilih Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru
(Jakarta: Mizan Publika), h. 6.
29
Kemudian juga status pekerjaan yang dimiliki seseorang juga dianggap
memperngaruhi keikutsertaan individu dalam pemilu.46
Semuanya itu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan fisik, sosio-kultur
yang relatif sama dan memiliki kepercayaan, nilai dan harapan yang sama
termasuk dalam kaitannya dengan preferensi pilihan politik. Oleh karenanya,
dengan pendekatan sosiologis ini akan melihat para anggota subkultur yang sama
dan cenderung mempunyai pilihan politik yang sama pula.47
b. Pendekatan Psikologis
Model Pendekatan Psikologis ini hadir untuk memperkenalkan budaya
demokrasi atau civic culture dalam menelaah bagaimana budaya partisipasi politik
seorang individu. Model Psikologi ini menyuruh seseorang warga untuk ikutserta
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik yaitu pemilihan kepala daerah dan
Pilpres. Hal ini dilakukan oleh warga bukan hanya karena kondisinya yang lebih
baik secara sosial maupun ekonomi. Akan tetapi, seorang individu merasa tertarik
dengan politik dan mempunyai perasaan tertentu (identitas partai). Setiap warga
memiliki keinginan untuk ikut berpartisipasi politik.48
Meskipun dia terlibat dalam kehidupan (civic) tapi dia tidak memiliki
kemauan untuk berpartisipasi. Oleh karena itu, terdapat beberapa komponen
keterlibatan politik (politicalengagement) adalah informasi politik dan
46
Ibid. 47
Saiful Mujani dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku Pemilih
Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru,h. 20. 48
Ibid., h. 22.
30
pengetahuan politik yang dimiliki oleh seorang individu, (political interest) atau
tertarik politik, (internal efficacy) dan partisanship (identitas partai). 49
Model Psikologis ini sangat mendukung untuk memiliki perasaan dekat,
sikap mendukung dan setia pada partai politik tertentu. Hal ini dinamakan dengan
(partisanship), merupakan suatu kemampuan warga secara psikologis untuk
mengidentifikasikan dirinya terhadap calon kandidat dari partai politik tertentu.
Seorang partisipan memilki kemampuan yang sangat tinggi terutama secara
psikologis untuk mendukung dan memilih partainya dalam pemilu serta berusaha
untuk memenangkan partainya.50
c. Pendekatan pilihan rasional (rational choice)
Merupakan suatu teori tindakan rasional (rational action theory) yang
mempunyai keterkaitan antara Sosiologi Max Weber dengan teori Ekonomi.
Pendekatan ini mulai populer pada Tahun 1990-an yang masuk dalam Asosiasi
Sosiologi Amerika setelah munculnya penerbitan Jurnal Rationality and Society
Tahun 1989. Gambaran sederhana dari pendekatan pilihan rasional ini adalah
manusia selalu dihubungkan dengan sesuatu yang menyangkut cita-cita, cinta,
pendidikan, bekerja, berkeluarga, berorganisasi dan berpolitik. Manusia memiliki
nalar untuk satu pilihan dan menerima resiko atas pilihan tersebut.51
Oleh karena itu, dalam pilihan rasional ini setiap orang yang memilih
dengan menggunakan tindakan rasional maka ia juga memikirkan kegunaan,
memuaskan keinginan dan kebutuhan. Manusia yang memiliki sifat dasar dari
49
Ibid. 50
Ibid., h. 25. 51
Muhammad Rifai, ”Teori Pilihan Rasional”, tersedia di http://ensiklo.com/2015/09/teori-
pilihan-rasional/pada 13 November 2016.
31
makhluk rasional adalah ketika ia mampu menghitung untung-rugi dari setiap
tindakannya.Saat melakukan tindakan warga selalu melihat biaya yang rendah dan
menginginkan keuntungan yang besar.52
Model Rasionalitas pemilih ini bertumpu pada keyakinan bahwa seseorang
Manusia mempunyai kepentingan secara materi. Perilaku tersebut mengandung
motif kepentingan secara material hingga menjadi dasar perilaku politik pemilih.
Termasuk pilihan politik yang didorong oleh kepentingan ekonomi pemilih. Jika
seseorang akan memilih calon kandidat atau partai politik tertentu, jika ia
merasakan atau memperoleh untung hingga keinginannya terpenuhi dan
sebaliknya.53
Terkait dengan hal ini juga rasionalitas pemilih sangat berkaitan dengan hal
yang paling penting seperti isu agama, isu suku dan kedaerahan. Pilihan politik
yang mereka ambil dalam pemilu tentu bukanlah pilihan secara kebetulan dan
mendesak melainkan pemilih tersebut telah melakukan berbagai pertimbang-
pertimbangan serta preferensi tersendiri. Bentuk pendekatan pilihan rasional ini
dapat diaktualisasikan saat setiap warga negara ataupun elite adat yang turut
ikutserta dalam memilih pemimpin baik dalam pemilukada walikota, bupati,
gubernur maupun presiden. Pilihan politiknya itu didasarkan pada pilihan secara
fakta atau keinginan sendiri tanpa ada unsur pengaruh ataupun tekanan dari pihak
lain. Keinginan dalam memilih itu tidak sertamerta dilakukan karena mempunyai
hak pilih saja, akan tetapi dilihat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari
seorang warga atau elite adat dalam memilih seorang calon kandidat.
52
Ibid. 53
Mujani, Kuasa Rakyat, h. 319.
32
Berdasarkan pemaparan teori perilaku politik di atas tentu memiliki arah
kesinambungan dengan penelitian yang akan penulis teliti bahwa Datuak sebagai
pemangku adat Minangkabau yang memiliki hak warga negara untuk ikutserta
dalam politik dalam artian pilihan politik tersendiri. Oleh karena itu, tiga model
pendekatan perilaku yang dijadikan sebagai pisau analisis yakni; model
pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional
yang mampu untuk melihat kecenderungan para elite adat dalam pilihan
politiknya dan memberikan dukungan suara terhadap calon kandidat dalam
Pemilukada 2015 Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sebab, Datuak sejatinya
merupakan seorang elite adat yang paling berpengaruh dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau. Tidak hanya itu, Datuak juga menjadi sebagai penegak
hukum adat (Yuridisial Adat) dan mampu mengayomi, menjaga, memelihara
anak-kemenakannya. Dengan adanya tiga pendekatan politik ini dapat
memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang ada pada masalah penulis teliti.
B Elite Adat Minangkabau
Adat Minangkabau telah memberikan amanah atau kepercayaan kepada
seseorang laki-laki terpilih yang memiliki kesempatan untuk memangku
kepemimpinan dalam adat yang mempunyai gelar (Datuak). Seorang Datuak atau
penghulu mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap permasalahan yang ada
dalam masyarakat terutama dalam anak dan kemenakan yang satu suku
33
dengannya. Itu semua merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
Datuak. Hal ini diperkuat oleh pepatah Adat Minangkabau sebagai berikut:54
“Kusuik manyalasaian
Karuah mampajaniah
Tumbuahnyo ditanam
Tingginya ditanjuang
Gadangnyo diamba”
Artinya Datuak memiliki peranan dalam menyelesaikan segala
permasalahan, sengketa maupun pertikaian yang ada dalam suku.
Menurut adat Bodi Chaniago bahwa seluruh penghulu atau Datuak
mempunyai kedudukan yang sama atau sederajat yang dinamakan dengan
“Penghulu Andhiko”. Andhiko berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Andhika”
yang berartikan dengan memerintah. Sedangkan arti lainnya bahwa penghulu
seandhiko artinya setiap penghulu mempunyai wewenang dan memerintah dalam
suatu suku dalam nagari masing-masing.55
Tidak hanya itu, Datuak juga memiliki
pemimpin mempunyai jiwa besar dan mempunyai pandangan yang luas dalam
menyelesaikan suatu masalah serta memiliki sebuah prinsip sebagai berikut:56
“Tak ado kusuik nan indak salasai
Karuah nan indak janiah”.
Dalam arti bahwa tidak ada kusut yang tidak selesai dan keruh yang tidak
jernih. Setiap masalah ataupun persoalan mampu dicari penyelesaiannya dan jalan
keluarnya.
Secara pengertiannya Datuak merupakan gelar pusako (pusaka) adat yang
berada dalam suatu suku atau kaum yang diberikan kepada seseorang yang
54
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2009), h. 171. 55
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang Ibid., h. 172. 56
Ibid.
34
terpilih dalam suku itu sendiri. Datuak diangkat berdasarkan kesepakatan bersama
dengan kemenakannya melalui upacara adat yaitu menyembelih seekor kerbau.
Datuak memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat
Minangkabau terutama pada kemenakan yang satu suku dengannya.57
Sedangkan
kewajibannya Datuak berusaha untuk menyampaikan segala maksud yang ada
dalam Adat dan memberikan pengajaran dan petunjuk kepada kerabat kaumnya
yang benar serta lurus tujuannya. Beberapa Datuak yang terhimpun dalam jumlah
yang banyak dinamakan dengan (niniak-mamak) yang menduduki sebagai
fungsional adat berdasarkan konsepsi pepatah Minangkabau yaitu:58
“nan gadang basa batuah. Ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek
babarito, bapucuak sabana bulek, basandi sabana padek, bapucuak bulek, baurek
tunggang, bapantang kusuik indak salasai, bapantang karuah indak janiah”.
Artinya adalah setiap persoalan yang tumbuh didalam suku atau kaum
maupun dinagari mampu dicari penyelesainnya melalui musyawarah dan
mumfakat.
a. Kedudukan dan Peranan Datuak atau Penghulu
Pada dasarnya didalam kehidupan masyarakat adat Minangkabau bahwa
penghulu atau datuak memiliki kedudukan dan peranan dalam mengatur segala
aspek kehidupan adat yang berhubungan dengan anak–kemenakan dan
pemerintahan nagari. Sesuai dengan rumusan pepatah pepatah Minangkabau yang
tertulis sebagai berikut:59
57
Dinafirst“Kepemimpinan Masyarakat Minangkabau” di
https://dinarfirst.org/kepemimpinan-dalam-masyarakat-minangkabau/pada 3 Januari 2017. 58
Bunga Rampai, Pengetahuan Adat Minangkabau (Padang: Lembaga Kerapatan Adat
Alam Minangkabau, 2000), h. 53. 59
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang (Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Widya, 1997), h. 68.
35
” Nan tinggi tampak jauah “Yang tinggi tampak jauh
Nan gadang jolong basuo Yang besar mula ketemu
Kayu gadang ditangah padang Pohon besar ditengah padang
Tampek balinduang kapanasan Tempat berlindung kepanasan
Tampek bataduah kahujanan Tempat berteduh kehujanan
Ureknyo tampek baselo Uratnya tempat bersila
Batangnyo tampek basanda Batangnya tempat bersandar
Pai tampek batanyo Pergi tempat bertanya
Pulang tampek babarito Pulang tempat berberita
Biang nan akan menambuakkan Biang yang akan menembus
Gantiang nan akan mamutuihan Genting yang akan memutus
Tampek mangadu sasak sampik”. Tempat mengadu kesulitan.
Berdasarkan pepatah Minangkabau di atas bahwa Datuak sebagai elite adat
di Minangkabau memiliki peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam hidup
dalam satu kaum atau suku.
b. Syarat, Sifat dan Kewajiban menjadi seorang Datuak:60
a. Pengangkatannya berdasarkan adat dalam nagari.
b. Memiliki akal sehat.
c. Laki-laki.
d. Orang yang berasal dari penghulu juga yang berhak memakai dan mewarisi
gelar penghulu yang dipakainya itu.
e. Berilmu pengetahuan tinggi.
f. Memiliki harta.
g. Murah lakunya dan fasih dalam berkata-kata.
h. Memiliki pengetahuan terhadap pekerjaannya.
i. Lapang dan sabar hatinya.
Sifat yang harus dimiliki oleh Datuak dan ditanamkan dalam diri selama
memimpin suku atau sebelum diangkat menjadi seorang kepala adat,di
antaranya:61
a. Teguh pendirian yaitu seorang penghulu/datuak harus berdiri pada
kebenaran.
b. Menyemaikan kebaikan.
c. Memperbaiki pagar-pagar atau keamanan negeri.
d. Mampu menghasilkan pekerjaan negeri.
e. Tahu mana yang salah dan mana yang benar.
60
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang, h. 196-197. 61
Datuak Batuah, Tambo Alam Minangkabau (Payakumbuh: Limbago, 1955), h. 42.
36
f. Mampu menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang terjadi dalam
suku/kaumnya.
Sedangkan kewajiban seorang penghulu atau datuak terdapat empat macam
yang harus ada pada diri seorang Datuak. Yaitu:62
1. Menurut alur yang lurus
Maksudnya ialah seorang Datuak berkewajiban untuk menuruti cara-cara
yang benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
dalam hukum adat, hukum syara’, maupun hukum nasional atau negara. Ini semua
sejatinya didalam hukum adat yaitu “Tali Tigo Sapilin”. Menurut alur tersebut
maksudnya ialah yaitu:
a. Alur Adat merupakan sebuah alur yang dapat dimunfakati seperti alur
tonggak tiang rumah. Intinya, semuanya dapat diperundingkan atau
dimusyawarahkan sesuai alur yang akan dibuat atau dituruti.
b. Alur Pusaka merupakan sebuah alur yang tidak dapat dimunfakati atau
diperundingan seperti alur adat. Sebab, semuanya itu berasal dari
kekuasaan Allah SWT. Contoh: Alqur’an dan Sunnah.
2. Menempuh jalan yang pasar, maksudnya ialah jalan yang biasa dipakai
oleh orang. Dalam artian, setiap sesuatu yang baik itu akan dilakukan
dan setiap yang buruk akan ditinggalkan. Begitupun dengan makanan,
kalau enak sama dimakan, kalau buruk sama dibuang.
62
Edison Ms, Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo Minangkabau, Budaya dan Hukum Adat
di Minangkabau (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2010), h. 194.
37
Di sisi lainnya, pepatah Minangkabau mengatakan“janganlah masuk dari
rusuk, janganlah naik dari jendela”. Maknanya ialah sesuatu itu dapat dijalani
dengan tubuh dan dapat dilalui oleh akal dan ilmu pengetahuan.63
3. Mempunyai harato pusako (harta benda)
Seorang Datuak pada dasarnya mempunyai harta pusaka peninggalan nenek
moyang atau orang-otang tua yang terdahulu, baik berupa sawah, ladang, kolam
ikan, rumah gadang, rangkiang (lumbung padi). Oleh karena itu, disaat seorang
datuak berhasil menjabat dalam kepemimpinan suku maka Datuak secara
langsung membagi sawah atau ladang untuk anak-kemenakannya agar mampu
digarap sesuai bagiannya masing-masing.
4. Memilihara anak kemenakan.
Seorang Datuak berusaha untuk memberikan perlindungan, memelihara
dengan baik anak-kemenakannya baik berada dalam satu suku atau dengan suku
yang lainnya. Untuk itu, dalam menunjang Datuak dalam menjaga anak-
kemenakannya diperlukan kegiatan seperti dibawah ini:64
a. Wilayat: hukum menghukum dalam kampung, pemerintah-
memerintah dalam nagari, yang tua harus dihormati dan yang kecil
harus disayangi.
b. Hikayat: Datuak berupaya untuk menyampaikan hal-hal buruk terkait
sebuah masalah atau kejadian masa lampau, tujuannya adalah agar
anak-kemenakan mampu memilah hal-hal baik dan bisa dijadikan
perbandingan serta pelajaran dan sebagainya.
c. Amanah: memiliki sifat dapat dipercaya sesuai dengan pepatah adat
“bulek indak bepersegi, datar indak bergerigi”. Artinya Datuak selalu
amanah dalam memimpin anak-kemenakannya.
d. Had: segala sesuatu tingkah laku yang diukur dengan baik dalam
artian seorang anak-kemenakan harus mengikuti batasan maupun
aturan yang telah ditetapkan oleh datuaknya. Hukum adat harus ditaati
63
Ibid., h. 195. 64
Edison Ms, Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo Minangkabau, Budaya dan Hukum Adat
di Minangkabau, h. 196.
38
oleh anak-kemenakannya dan tidak boleh melewati batas dalam aturan
yang berlaku.
e. Siasat/strategi: setiap anak-kemenakannya harus selalu patuh dan taat
kepada datuaknya.
Kelima hal di atas harus dimiliki oleh seorang Datuak dalam memilihara
dan menjaga anak-kemenakannya. Meskipun demikian, Datuak memiliki harkat
dan martabat yang harus dijunjung tinggi serta dihormati oleh masyarakat adat
baik satu suku dengannya ataupun dengan suku yang lainnya didalam nagari. Pada
dasarnya kedaulatan seorang Datuak atau penghulu di Minangkabau sebenarnya
tidak lebih seperti kekuatan seorang ketua dalam sebuah organisasi. Sebab,
Datuak dipilih dan diangkat oleh kaumnya berdasarkan kesepakatan bersama.
Hal ini jelas termaktub dalam pepatah Minangkabau, yaitu
“nan diamba gadang dianjuang tinggi, gadangnyo karano diamba tingginyo
karano dianjuang”. (yang diambakan besar dianjung tinggi, besarnya karena
tingginya dianjung).65
Maksudnya adalah kedudukan Datuak terlihat dari sikap hormat dari anak-
kemenakan untuk meninggikan apabila anak-kemenakan meninggikan Datuaknya.
Namun jika anak-kemenakan sudah tidak menghormatinya lagi maka hilang
pulalah marwah dari kehormatan seorang Datuak atau penghulu.
Dalam perjalanan kehidupan masyarakat Minangkabau bahwa Datuak
menjadi elite adat yang sangat dihormati, ditinggikan bahkan disanjung oleh anak-
kemenakannya yang satu suku dengannya, Datuak dengan Datuak yang berasal
dari suku lainnya maupun dengan seluruh elemen masyarakat dalam pemerintahan
nagari. Baik buruknya keadaan masyarakat adat di Minangkabau itu ditentukan
65
Idrus Hakimy DT. Rajo Pangulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di
Minangkabau (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1978), h. 68.
39
oleh baik – buruknya Datuak dalam menjalankan keempat fungsi utamanya.
Adapun pepatah Minangkabau memperkuat Datuak dalam menjalankan fungsinya
yaitu:66
“ Elok Nagari dek penghulu “Baiknya negeri karena penghulu
Elok tapian dek nan mudo Baiknya tepian mandi karena remaja
Elok musajik dek Tuanku Baiknya mesjid karena Tuanku
Elok rumah dek Bundo Kanduang”. Baiknya rumah karena bunda kandung”.67
Pepatah di atas bermakna seorang Datuak atau penghulu mempunyai tugas
yang berat dan peranan yang menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat
adat. Secara tradisi nenek moyang Minangkabau bahwa yang berhak menjadi
seorang penghulu atau datuak adalah seorang pria/laki-laki. Dalam hal ini wanita
tidak diperbolehkan untuk menjadi seorang datuak. Meskipun, datuak diangkat
berdasarkan sistem kekerabatan “Matrilinial” yang secara jelas mengikuti garis
keturunan Ibu. Namun, dalam hal ini tidak sertamerta dapat diartikan bahwa
“wanita yang berkuasa” atau wanita yang mempunyai hak untuk menjadi seorang
Datuak atau kepala adat.
Datuak tidak hanya sendiri dalam menjalankan tugasnya sebagai elite adat
atau sebagai oknum penegak hukum adat (yudisial adat) yang memimpin anak-
kemenakannya dan kontribusinya dalam pemerintahan nagari, namun Datuak
memiliki perkumpulan yang disebut dengan niniak-mamak yang mana merupakan
suatu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Penghulu (Datuak) dalam
suatu nagari di Minangkabau yang terdiri dari beberapa Datuak di sebuah lembaga
adat yang dinamakan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Kerapatan Adat Nagari
66
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang (Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Widya, 1997), h. 68. 67
Ibid.
40
(KAN) merupakan suatu lembaga perwakilan permusyawaratan dan
pemumfakatan adat tertinggi yang telah diwarisi secara turun-temurun sepanjang
adat di tengah masyarakat Nagari di Sumatera Barat. Kerapatan Adat Nagari
(KAN) dari segi keberadaannya, mempunyai peran dalam mengambil keputusan
atas masalah yang menyangkut hajat hidup dan kepentingan orang banyak yang
berada di Nagari.68
.
Datuak secara adat Minangkabau memiliki hierarkhi yang tinggi untuk
dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan kemenakan yang berada satu suku
dengannya. Tidak hanya itu, Datuak juga diminta untuk selalu bertanggungjawab
untuk melaksanakan prinsip-prinsip adat yang mempengaruhi sukunya, mengatur
segenap hubungan yang harmonis antar satu suku dengan suku yang lainnya serta
lingkungan yang lebih luas. Berbagai peranan yang dimiliki oleh seorang Datuak
di Minangkabau yang mana mewakili saran-saran maupun kepentingan anggota
sukunya dalam pemerintahan Nagari.69
Selain itu, Datuak juga mengurus tanah-tanah pusaka (pusako) yang dimiliki
oleh nenek moyang yang berada pada suku tertentu, terutama dalam penggunaan
tanah dilakukan secara bergilir oleh kemenakan Datuak yang bersangkutan.
Keberadaan Datuak di tengah kehidupan bermasyarakat sangat memiliki pengaruh
terhadap kemaslahatan kemenakannya. Hal ini sudah termaktub dalam sebuah
pepatah Minangkabau yaitu:70
68
Hakimi, Dt. Pengulu, Pedoman Niniak Mamak Pemangku Adat. Penerbit Biro
Pembinaan Adat dan Syarak, LKAAM Provinsi Sumatera Barat, h. 90. 69
Elizabeth Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern Respons terhadap Kolonial
Belanda Abad XIX/XX (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 21. 70
Ibid.
41
“Bak baringin ditangah koto, ureknyo tampek baselo, batangnyo tampek basanda,
dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek bataduah kahujanan, tampek balinduang
kapanehan, nan didahulukan salangkah nan ditinggikan sarantiang, ka pai tampek
batanyo, kapulang tampek babarito”.
“Seperti pohon beringin di tengah kota akarnya tempat duduk, batangnya
tempat bersandar, dahannya tempat bergantung, daunnya tempat berteduh, bila
hujan tempat berteduh bila kepanasan, didahulukan selangkah, ditinggikan
seranting, kalau pergi tempat bertanya kalau pulang tempat memberikan berita”.
Maksudnya Datuak senantiasa memilliki kedudukan yang lebih tinggi
dibandingkan jabatan lainnya yang ada dalam masyarakat merupakan suatu
tempat sandaran, mengadu, memberi tahu informasi (kaba barito) maupun tempat
bertanya tentang berbagai permasalahan yang dihadapi warga dalam suatu nagari..
Oleh karenanya, seorang Datuak ialah sebagai pemimpin bagi kaumnya
artinya menempatkan kekuasaan itu menjadi suatu urusan yang kesekian dan lebih
menonjolkan dalam menjalankan amanah kepemimpinan yang dipikulnya. Sebab,
kekuasaan bagi seorang Datuak lahir secara alamiah dan hal itu terpancar dari
harkat martabat serta sifat yang dimilikinya. Elite adat membentuk kekuasaan
untuk mengatur kehidupan anak-kemenakan dan kemaslahatan dalam kehidupan
nagari.71
Adapun dalam kepimpinan Datuak dalam sukunya, Datuak dibantu oleh tiga
orang pembantu yaitu: Manti, Malin dan Dubalang.72
1. Manti
71
Yusrizal Sutan Mangkuto, Nagari Kurai Limo Jorong, Peran dan Fungsi Niniak-Mamak
Alim Ulama sarato Cadiak Pandai di Nagari Kurai Limo Jorong (Bukittinggi: Kristal Multimedia,
2014), h. 4. 72
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang, h. 172-173.
42
Dalam aturan Adat Minangkabau bahwa Manti mempunyai tugas dan
tanggungjawab dalam membantu tugas dari Datuak, antara lain:
a. Memegang bidang tata laksana dan organisasi kepenghuluan yang
diembannya.
b. Manti bertugas sebagai “angin” yang bertugas dalam membawa
informasi dan penghubung antar kaum atau suku ataupun antar Datuak
yang berada dalam lingkup kepenghuluan yang diembannya.
c. Menerima laporan dan pengaduan serta menindaklanjutinya.
d. Memiliki sikap dan berbuat pedoman kepada ajaran agama dan adat
serta kepada apa-apa yang telah diadatkan.
e. Memiliki kemampuan untuk mengurus kegiatan sehari-hari.
2. Malin
Sebagaimana yang telah digambarkan dalam aturan adat yang telah menjadi
tugas dan kewajiban seorang Malin, yaitu:
a. Malin menjalani tugas dan kewajiban seorang malin harus selalu teguh
dan menegakkan agama.
b. Selalu berusaha memelihara dan mengembangkan ajaran-ajaran agama
kepada seluruh kaum dan anak kemenakannya yang ada didalamnya.
c. Mengurus masalah ibadah, masalah keguruan dan masalah kemenakan
yang ada didalamnya.
d. Sesuai dengan syari’at agama bahwa Malin bertugas dan berusaha
dalam mencuci segala yang kotor serta kumuh dalam kaum dan anak
kemenakan.
43
3. Dubalang
Dalam kandungan pepatah Minangkabau yang memiliki tugas dan
kewajiban seorang dubalang, sebagai berikut:73
a. Dubalang (hulubalang) dari Datuak atau Penghulu sebagai atasannya.
b. Dubalang nagari bersama-sama dengan dubalang kepenghuluan
lainnya baik sesuku maupun dengan suku lainnya.
c. Memanfaatkan anggota atau pemuda sebagai anggota sebagai pasukan.
d. Dubalang bertindak sebagai eksekutor dalam hasil kesepakatan atau
keputusan yang diambil oleh musyawarah penghulu atau nagari.
e. Dubalang juga berfungsi sebagai penjaga keamanan dan pertahanan
(Polisi).
Sejauh ini Datuak sebagai elite adat tentu ditengah masyarakat
Minangkabau sangat dihormati, dihargai bahkan kedudukannya lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat biasa dan pejabat nagari. Datuak berupaya
dengan baik untuk menjaga, memelihara, mengayomi seluruh anak-kemenakan
baik yang berada dibawah kekuasaannya maupun dengan suku lainnya. Tidak
hanya itu, Datuak juga menjadi badan yang mengadili atau menegakkan hukum
adat (yuridisial adat) dan tidak seorangpun masyarakat (anak kemenakan) yang
berani untuk melanggar aturan adat yang telah disepakati bersama oleh para elite
adat di Minangkabau.
73
Ibid.
44
C. Budaya Politik
Budaya politik muncul dalam ilmu politik setelah akhir Perang Dunia II
yang menjadi efek terhadap perpolitikan di Amerika Serikat. Teori budaya politik
ini hadir untuk dapat paham mengenai sistem politik. Teori sistem politik yang
diajukan oleh David Easton yang kemudian disebarluaskan oleh Gabriel Almond
dan Sidney Verba. Kajian di lima negara membuat kedua ilmuwan ini
menghasilkan sebuah karya dalam bentuk buku yaitu, “The Civic Culture”Civic
Culture akan menjadi dasar dari budaya politik yang membentuk sebuah
demokrasi.74
Budaya politik pada hakikatnya berpusat pada sebuah imaginasi berdasarkan
konsep pikiran dan perasaan manusia yang diiringi dengan tindakan yang menuju
arah pembangunan dan moderenisasi. Budaya politik memiliki derajat tinggi yang
membentuk aspirasi, harapan, preferensi serta prioritas dalam menghadapi
tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial dan politik. 75
Budaya politik bukanlah suatu kebudayaan modern melainkan suatu
kombinasi antara moderenitas dengan tradisi.76
Budaya Politik menjadi sebuah sikap atau pola tingkah laku individu dan
orientasinya terhadap kehidupan politik dan dipahami oleh anggota suatu sistem
politik. budaya politik melekat pada setiap elemen masyarakat yang terdiri atas
74
Affan Gaffar, Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi(Yogjakarta: Pustaka Pelajar,
1999), h. 99. 75
Alfian & Nazaruddin, ed., Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta: PT Pustaka Utama
untuk Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, 1991), h. 52. 76
Ismid Hadad, Budaya Politik dan Keadilan Sosial (Jakarta: LP3ES, 1979), h. 232.
45
sejumlah individu yang hidup dalam sistem politik tradisional dalam sistem
politik tradisional, transisional maupun modern.77
Budaya politik ini ditinjau dari sebagaimana seorang rakyat bersedia untuk
menjaga integrasi politik. Kematangan budaya politik suatu bangsa menjadi tolak
ukur dalam kesediannya untuk memelihara integrasi politiknya. Bangsa Indonesia
memiliki berbagai macam suku maupun budaya dan berusaha untuk menjaga
integrasi politik serta ruang gerak ikatan-ikatan primodial. Oleh karena itu,
memperkecil ikatan primodial harus meraih target sebuah tindakan sukarela yang
dilakukan secara ikhlas.78
Kehadiran budaya politik menjadi kunci pada sikap yang mengarah pada
orientasi politik dan kebudayaan ekonomi dan religius. Budaya politik yang
berkembang dimasyarakat memiliki acuan pada sistem politik dilakukan
berdasarkan kesadaran, perasaan dan evaluasi penduduk. Dalam hal budaya
banyak terjadi permasalahan atau polemik yang nantinya terjadi proses
akulturasi.79
Menurut Almond dan Verba dalam bukunya yang berjudul Budaya Politik,
Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara mengatakan budaya politik ialah
sikap yang dimiliki oleh individu terhadap sistem politik beragam berdasarkan sikap,
peranan yang dimainkan dalam sistem politik”. 80
77
Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar (Bandung: Sinar
Baru Algensido, 2002), h. 25. 78
Nazaruddin Sjamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), h.
29. 79
Gabriel A. Almond & Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h. 14-15. 80
Ibid.
46
Adapun tiga orientasi yang memicu adanya kebudayaan politik. Di
antaranya: 81
1. Orientasi Kognitif: adanya pengetahuan tentang dan kepercayaan pada
politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input dan outputnya.
2. Orientasi Afektif: adanya perasaan terhadap sistem politik,
peranannya, para aktor dan penampilannya.
3. Orientasi Evaluatif: adanya keputusan dan pendapat tentang obyek-
obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai
dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Berdasarkan orientasi sikap politik warga negara Almond dan Verba
membagi tiga bentuk budaya politik sebagai berikut:82
1. Budaya politik parokial
Budaya politik parokial adalah suatu tipe kebudayaan politik dimana
sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan ekslusif masyarakat
kesukuan, desa, otoritas feodal dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap
sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat
yang bersifat khusus.
2. Budaya politik subjek
Budaya politik subyek adalah cara bagaimana proses peralihan dari
kebudayaan parokial menuju kebudayaan subyek dilakukan pasti akan
mempengaruhi cara bagaimana proses peralihan dari budaya subyek menuju
budaya partisipan berlangsung.
81
Ibid., h. 16. 82
Gabriel A. Almond & Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara, h. 27-31.
47
3. Budaya politik partisipan
Dalam kebudayaan ini masyarakat memiliki partisipasi secara aktif dan
berkomitmen dalam perjalanan sistem politik yang lebih komprehensif.
Pada dasarnya kebudayaan bisa mempengaruhi kondisi ataupun
pembentukan dalam masyarakat. Kebudayaan juga berpijak pada tindakan
(action) dan tingkah laku (behaviour). Menurut E.B Tylor bahwa kebudayaan itu
merupakan sebuah pengelompokkan tradisi yang tersusun secara baik, meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral dan adat serta berbagai kebiasaan
yang diperoleh manusia dalam hidup bermasyarakat.83
Berdasarkan pemaparan teori Budaya Politik di atas yang menjadi pisau
analisis dalam penekanan penelitian penulis. Minangkabau salah satu suku yang
memiliki adat-istiadat serta budaya yang beranekaragam didalamnya baik segi
bahasa, berpakaian, tarian tradisional secara lahirnya menganut sistem
kekerabatan Matrilinial yang susunan kekerabatannya ditarik berdasarkan garis
keturunan Ibu. Harta pusaka pun serta waris juga diturunkan kepada perempuan
atau Bundo Kanduang.
Secara nyata, masyarakat Minangkabau memiliki budaya politik yang
partisipan. Hal ini terlihat dari peraturan nagari yang menuntut peran serta
keaktifan masyarakat yang juga didukung oleh budaya Minangkabau yang
demokratis. Budaya Minangkabau yang demokrasi tentu berbeda sedikit dengan
konsep demokrasi yang telah ada. Kalau demokrasi yang kita kenal mengandung
unsur-unsur kekuasaan mayoritas, suara rakyat, pemilihan yang bebas serta
83
Hari Purwanto, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi (Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), h. 51-52.
48
bertanggungjawab. Kemudian kalau demokrasi yang berkembang di Minangkabau
bahwa masyarakat mewakilkan suara kepada para Datuak yang kemudian rapat
dan bermusyawarah serta mumfakat dalam mengambil keputusan.84
Adat dalam falsafah Minangkabau merupakan kebudayaan yang utuh
berupaya untuk mengatur segala bentuk kehidupan pribadi dan masyarakat yang
berlandaskan pada budi pekerti. Pada dasarnya, adat minangkabau memiliki dasar
pada kehidupan yang belajar dari alam.85
Adat yang tersusun dari rangkaian kata-
kata yang berbentuk pepatah sesuai dengan secara tradisi orang minangkabau
yang selalu menjadikan alam sebagai sumber falsafah dalam membentuk adat
disebut dengan “alam takambang jadi guru”.86
Dalam sebuah kebudayaan yang telah ada secara turun-temurun di
Minangkabau, setiap nagari memiliki geneaologis yang disebut dengan Suku.
Suku menunjukkan identitas asal yang dimiliki oleh seseorang untuk
menunjukkan asal kampung dan keturunannya. Sifat dan tingkah laku orang
Minangkabau sesuai adat dan budayanya, dalam artian sebagaimana Datuak
sebagai pemimpin suku mampu mempertahankan terselenggaranya adat dalam
84
Irawati, Bakaruddin Rosyidi, Aidinil Zetra, 2004. ”Budaya Politik Masyarakat
Minangkabau.” Jurnal Analisa Politik Vol. 2 No. 7 Januari-Juli
2004,dihttp://repository.unand.ac.id/2582/1/Jurnal_04.pdf pada 20 November 2016. 85
Kabar Ranah, ”Macam-macam Adat Minangkabau, di
http://www.kabaranah.com/2014/11/macam-macam-adat-di-minangkabau.html pada 31 Desember
2016. 86
Alam takambang jadi guru maknanya adalah berdasarkan filosofi orang minangkabau
bahwa Alam dijadikan sebagai ajaran, pandangan hidup kata-kata dan pedoman hidup bagi
manusia dalam bertindak, berbaut serta berprilaku. Segala bentuk pepatah-petitih tersebut
berdasarkan kehidupan yang ada di alam semesta ini kemudian dijadikan sebagai aturan, hukum
dan ketentuan adat dihttp://www.kabaranah.com/2014/11/falsafah-alam-takambang-jadi-guru.html
pada 31 Desember 2016.
49
aturan persukuan.87
Eksistensi budaya Minangkabau dapat dicermati pada sebuah
identitas kultural. Eksistensi disini diartikan bahwa pada dasarnya adat
Minangkabau telah menjadi sebuah elemen normatif tertinggi untuk mengatur
segala perilaku masyarakat Minangkabau.88
87
M. A. DT. Kampung Dalam, Menelusuri Jejak Nagari Kurai beserta Lembaga Adatnya
(Bukittinggi, Kristal Multimedia, 2011), h. 138. 88
Latief Dt. Bandaro, dkk, ed, Minangkabau yang Gelisah mencari Strategi Sosialisasi
Pewarisan Adat dan Budaya Minangkabau untuk Generasi Muda (Bandung: Lubuk Agung, 2004),
h. 98.
50
BAB III
PROFIL KABUPATEN AGAM
A. Sejarah Kabupaten Agam
Berdasarkan sejarah, Kabupaten Agam merupakan salah satu Kabupaten
yang memiliki perjalanan sangat panjang dan komplit, baik dibidang
pemerintahan maupun dibidang adat-istiadat. Berawal dari sebuah Kerajaan
Minangkabau yang telah berdiri pada pertengahan abad ke-17 disaat rakyat
Minangkabau telah memanggul senjata untuk melakukan perlawanan terhadap
penjajahan Belanda.89
Kabupaten Agam dulunya itu tidak hanya berada di
Sumatera Barat saja, melainkan juga termasuk pada daerah Limo Koto Kampar
(Bangkinang) yang sekarang sudah masuk dalam Provinsi Riau, daerah
Kabupaten Kerinci (Sungai Penuh) yang sekarang termasuk Provinsi Jambi dan
sebagian dari daerah Tapanuli Selatan (Koto Napan) yang sekarang secara
administrasi telah menjadi Provinsi Sumatera Utara. 90
Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Agam atau sering dikenal
dengan Luhak Agam dirubah statusnya menjadi Afdeling Agam terdiri dari Onder
Afdeling Distrik Agam Tuo, Onder Afdeling Distrik Maninjau dan Onder
Afdeling Distrik Talu. Kemudian pada permulaan Kemerdekaan Republik
89
Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di www.agamkab.go.id pada 9 Januari
2017. 90
Ibid.
51
Indonesia tahun 1945 bekas daerah Afdeling Agam dirubah menjadi
Kewedanaan91
Agam Tuo, Kewedenaan Maninjau dan Kewedenaan Talu.92
Sesuai keputusan yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Militer Sumatera
Tengah No. 171 tahun 1949 bahwa wilayah Kabupaten Agam diperkecil dimana
kewedanaan Talu telah bergabung dengan daerah Kabupaten Pasaman dan
beberapa nagari yang berada disekitar Kota Bukittinggi dialihkan kedalam
lingkungan administrasi Kotamadya Bukittinggi. Keputusan Gubernur Militer
Sumatera Tengah tersebut dikukuhkan dengan Undang-undang No. 12 tahun 1956
mengenai pembentukan Daerah Tingkat II dalam lingkungan Provinsi Sumatera
Tengah, sehingga daerah ini menjadi Daerah Tingkat II Kabupaten Agam. Secara
de facto, pada tanggal 19 Juli 1993 Ibukota Kabupaten Agam berada di Lubuk
Basung yang seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (PP Nomor 8 Tahun 1998).93
A. 1 Profil Kabupaten Agam
Kabupaten Agam94
merupakan nama resmi salah satu kabupaten yang
berada di Provinsi Sumatera Barat. Ibukota Kabupaten Agam yaitu Lubuk
Basung. Nama kabupaten ini didasarkan oleh Tambo Minangkabau, dimana
sebelumnya terdapat beberapa nagari yang berada dalam kawasan kabupaten ini.
Dahulunya, kabupaten ini dikenal dengan nama Luhak Agam. Berdasarkan
91
Kewedanaan berasal dari kata Wedana yang memiliki arti sebagai pembantu pimpinan
wilayah Daerah Tingkat II (kabupaten), membawahkan beberapa camat, pembantu bupati. Dilihat
di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di http://kbbi.web.id/wedanadiunduh pada 30 Desember
2016. 92
Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di www.agamkab.go.id pada 9 Januari
2017. 93
Ibid. 94
Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di www.agamkab.go.id pada 12 Januari
2017.
52
Tambo Alam Minangkabau bahwa kata agam berasal dari bahasa Minang hanya
untuk merujuk kepada nama suatu kawasan, namun jika dirujuk dari bahasa Ibrani
(agam) itu berartikan danau atau kolam, rawa-rawa dan juga serumpun dengan
kata (agamon) yang berarti alang-alang. Kabupaten Agam memiliki daerah seluas
2.232,30 km2 atau (5,29%) dari Luas Provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas
42.229,04 km2.95
Secara geografis, Kabupaten Agam berada pada 00001’34”- 00
028’43”
Lintang Selatan dan 99046’39”-100
032’50” Bujur Timur. Kabupaten Agam
terletak pada kawasan yang sangat strategis yang dilalui antara Jalur Lintas
Tengah Sumatera dan Jalur Lintas Barat Sumatera serta dilalui oleh (Fider Road)
yang menghubungkan Lintas Barat, Lintas Tengah dan Lintas Timur Sumatera
yang berimplikasi untuk mendorong daya saing perekonomian serta kepentingan
dalam memanfaatkan keuntungan geografis.96
a. Sebelah Utara: Agam berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Barat.
b. Sebelah Selatan: Agam berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman.
c. Sebelah Barat: Agam berbatasan dengan Samudera Indonesia.
d. Sebelah Timur: Agam berbatasan dengan Kabupaten Lima Puluh Kota.
Kabupaten Agam memiliki luas wilayah sebanyak 1.804,30 Km2 dengan
jumlah penduduk sekitar 518,695 Jiwa dan terdapat 16 Kecamatan serta 82
95
Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di www.agamkab.go.id pada 9 Januari
2017. 96
Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Agam, 2015 di
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/LAPORAN_PENELITIAN_KESUKARELAAN_WARGA_
DALAM_POLITIK_(POLITICAL_VOLUNTARISM)_DI_KABUPATEN_AGAM.pdf)pada 14
Januari 2017.
53
Desa/Nagari dan 467 Jorong.97
Kecamatan Palembayan merupakan kecamatan
yang terluas dari beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Agam dengan luas
349,81 Km2 sedangkan kecamatan Banuhampu merupakan kecamatan terkecil
dengan luas daerah 28,45 Km2. Kemudian jumlah Penduduk Kabupaten Agam
sekitar 466.978 Jiwa yang terdiri dari 229.186 Jiwa jenis kelamin Laki-laki dan
237.792 Jiwa dari jenis kelamin Perempuan.
Gambar III.1. Peta Kabupaten Agam
Sumber: Website Pemerintahan Kabupaten Agam
http://www.agamkab.go.id.
A.2 Politik dan Pemerintahan
Pada politik dan pemerintahan Kabupaten Agam dibagi atas 16 Kecamatan
yang terdiri dari 82 nagari dan 467 jorong. Dari 16 Kecamatan tersebut,
Kecamatan Tanjung Raya memiliki nagari sebagian yaitu 9 nagari dan 53 jorong.
97
Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di http://www.agamkab.go.id diunduh
30 Desember 2016.
54
Gambar III.2. Logo Pemerintahan Kabupaten Agam
Sumber: Website Pemerintahan Kabupaten Agam terdapat di
www.agamkab.go.id
B. Organisasi Elit Adat Minangkabau
B.1 Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)
Merupakan sebuah lembaga Kerapatan Adat yang berada dibawah
kekuasaan niniak mamak atau Datuak di tingkat Provinsi hingga Kabupaten.
LKAAM ini bertugas untuk mengawasi Kerapatan Adat Nagari ( KAN). Tidak
hanya itu, secara realita bahwa organisasi ini didirikan sebagai wadah dalam
penyaluran aspirasi komunitas adat menyangkut dalam penerapan nilai-nilai adat
dalam masyarakat Minangkabau.98
Pembentukkan wadah organisasi LKAAM ini muncul bukanlah dari
masyarakat, akan tetapi ini merupakan sebuah inisiatif dari aparat pemerintah. Hal
ini berawal disaat munculnya sebuah gagasan dari Panglima Komando Antar
Daerah Letjen TNI Ahmad Yunus Mokoginta dan Panglima Kodam III/17
Agustus. Pada awalnya masyarakat Sumatera Barat sangat optimis dengan
terbentuknya wadah LKAAM ini, sebab dengan berdirinya lembaga adat ini maka
98
M. Sayuti Datuak Rajo Pangulu, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (Padang:
LKAAM, 2010), h. 2.
55
berbagai kepentingan komunitas adat akan terlindungi dari berbagai macam
intervensi kepentingan-kepentingan pihak diluarnya. 99
Pada awal kemerdekaan Indonesia, semua kepentingan komunitas adat
didaerah diwakili oleh sebuah majelis adat yang dinamakan: Majelis Tinggi
Kerapatan Adat Alam Minangkabau (MTKAAM). Sejatinya, majelis kerapatan
adat ini telah memperlihatkan fungsi dan peranannya dalam mempertahankan
kepentingan etnik disaat Kerapatan Adat Nagari (KAN) tidak dimasukkan dalam
kepemimpinan Nagari sesuai dengan Maklumat Residen Sumatera Barat No. 20
dan 21 Mei 1946. Pada Pemilu pertama tahun 1955, LKAAM membentuk satu
kekuatan dalam panggung politik di Sumatera Barat yaitu: Partai Kerapatan Adat.
Sebenarnya hal utama yang mewadahi Datuak atau Penghulu membentuk
organisasi Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) adalah
kalangan Militer Orde Baru. 100
Semuanya itu didorong oleh keinginan untuk membersihkan para Datuak
yang terlibat dengan kegiatan Partai Komunis. LKAAM dan ABRI yang bertugas
dalam menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) di Ranah Minang. Oleh
karenanya, tidaklah heran bahwa organisasi Datuak (niniak mamak) ini sangat
dekat dengan pemerintah dan kalangan ABRI. Kemudian Ketua LKAAM sendiri
dipegang oleh Baharuddin Dt. Rangkayo Basa yang merupakan kepala jawatan
Penerangan Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan, Kapten Saafroedin Bahar
(Perwira Kodam) juga sekaligus menjabat sebagai Ketua DPD Golongan Karya
yang duduk dalam sekretariat LKAAM sendiri. Dengan demikian, organisasi ini
99
Ibid. 100
M. Sayuti Datuak Rajo Pangulu, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau, h. 6.
56
lebih jelas memperlihatkan perannya sebagai perpanjangan tangan pemerintah dan
Golongan Karya. 101
Menjelang Pemilu tahun 1971, organisasi LKAAM ini memperlihatkan
peran aktifnya dalam mensosialisasikan kekuatan politik Orde Baru, terutama
dalam mencari dukungan masyarakat diwilayah pedesaan. Pada akhirnya
Golongan Karya menjadi kekuatan mayoritas dalam masyarakat daerah Minang.
Sebelum lengsernya Presiden Soeharto yang merupakan peralihan dari zaman
Orde Baru ke zaman Reformasi, LKAAM dengan kesepakatan bersama antara
para Datuak (niniak-mamak) dengan anak-kemenakan berupaya untuk
memenangkan Golongan Karya. Setelah Reformasi pada Musyawarah Besar ke
VIII pada 8 Juni 1999, maka LKAAM sebagai Lembaga perkumpulan para kepala
adat sepakat bersama untuk menyatakan diri tidak berada dibawah sebuah Partai,
tetapi di atas semua Partai. Artinya, LKAAM sudah menjadi lembaga yang
independen dan netralitas. 102
Pada saat ini, lembaga ini secara akomodatif telah
memanfaatkan otoritasnya dalam bidang adat, terutama dalam mensukseskan
pembangunan daerah sendiri.
Hal ini dibuktikan dalam memasyarakatkan Perda No. 13 Tahun 1983
tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Provinsi Daerah
Tingkat I Sumatera Barat. Peran lembaga Datuak ini telah mampu
mengembalikan Pemerintahan Desa ke Pemerintahan Nagari sesuai dengan
amanat UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian,
dengan lahirnya Perda No 2 Tahun 2000 tentang ketentuan pokok Pemerintahan
101
Ibid. 102
M. Sayuti Datuak Rajo Pangulu, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (Padang:
LKAAM, 2010), h. 8.
57
Nagari, yang diubah dengan Perda No 2 Tahun 2007 tentang pokok-pokok
Pemerintahan Nagari. 103
Oleh karenanya, saat ini LKAAM bersama Pemda Sumatera Barat
melaksanakan penerapan hidup bernagari sesuai dengan falsafah hidup
Minangkabau yaitu: ”Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah.
B.2 Kerapatan Adat Nagari (KAN)
Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan sebuah lembaga perkumpulan
para ninik mamak atau Datuak di Minangkabau yang berada di tingkat nagari
yang bertugas sebagai penjaga dan pelestari adat dan budaya Minangkabau.104
Terbentuknya kerapatan adat ini pada dasarnya berkenaan dengan adanya suatu
keputusan dalam menyelesaikan masalah untuk kepentingan masyarakat dan anak
nagari. Oleh karenanya, tentu dalam menyelesaikan setiap masalah anak nagari
atau kemenakan sekalipun tidak terdapat dalam undang-undang pemerintahan
nagari. Untuk itu, Datuak atau niniak mamak yang bergabung dalam kerapatan
adat didalam nagari yang berupaya untuk menyelesaikan segala permasalahan
secara musyawarah dan mumfakat.
Keberadaan Kerapatan Adat Nagari ditengah masyarakat sangat diinginkan,
adanya lembaga tersebut dapat berupaya untuk mempertahankan kelestarian adat
dan mampu untuk menjadi mitra dalam membangun kemajuan dalam
pemerintahan nagari. Sejajarnya posisi KAN dan Wali Nagari, kedua lembaga
tersebut mampu saling bekerjasama untuk mengurus serta mengatur pemerintahan
103
Ibid. 104
Kamardi Ilyas Dt. P. Simulie, dan M. Sayuti Dt. Rajo Penghulu, Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah (Padang: Sako Batuah, 2002), h. 113.
58
nagari. Sehingga, segala keputusan yang diambil oleh Wali Nagari itu berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh elite adat (Datuak).105
Para anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN) terdiri dari niniak mamak yang
bergelar Datuak atau Penghulu, mereka semua dikatakan sebagai ujung tombak
dalam menegakkan hukum adat di nagari maupun tingkat provinsi. Demi
terlaksananya Kerapatan Adat Nagari (KAN), pemerintah daerah mengatur
dengan peraturan daerah tingkat I Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 pada bab
VII, Pasal 19 ayat 1 dan 2 tentang fungsi serta peranan Kerapatan Adat Nagari
(KAN) di Sumatera Barat yakni KAN dijadikan sebagai suatu organisasi yang
memiliki wewenang sebagai lembaga pembantu pemerintah dalam mengusahakan
kelancaran dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang terutama dalam
adat-istiadat, kemasyarakatan dan budaya di Minangkabau.106
C. Profil Bupati Indra Catri, Dt. Malako Nan Putiah dan Wakil Bupati
Trinda Farhan Satria
1. Bupati Indra Catri, Dt. Malako Nan Putiah
Indra Catri, Dt. Malako Nan Putiah merupakan seorang Bupati Agam yang
ke-17 sekaligus Petahana pada periode 2016 sampai dengan 2020 yang berhasil
memenangkan pemilukada 2015 lalu. Beliau lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat,
4 April 1961. Dari segi Pendidikan beliau pernah menempuh kuliah Strata 1 di
Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1987. Indra Catri merupakan
105
Irhash, Lembaga Kerapatan Adat Nagari Alam Minangkabau, di
http://www.irhash.com/2010/10/lembaga-kerapatan-adat-alam-minangkabau.htmlakses pada
tanggal 04 Maret 2017 106
Ibid.
59
seorang Politisi dari Partai Gerindra. Selain itu, beliau juga seorang pemangku
adat (Datuak) yang berasal dari suku Melayu.107
2. Wakil Bupati Trinda Farhan Satria
Trinda Farhan Satria merupakan Wakil Bupati Agam terpilih pada
pemilukada 9 Desember 2015. Farhan berhasil mendampingi Bupati Indra Catri,
lahir di Maninjau, 28 September 1969, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Trinda
Farhan Satria seorang politisi yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
D. Relasi Adat dan Politik
Sesuai dengan keputusan Presiden Soeharto dalam mengeluarkan Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang mengakibatkan
terjadinya perubahan dari Desa menjadi Nagari. Di dalam adat istiadat
Minangkabau bahwa pemerintahan nagari merupakan otoritas tertinggi berada
pada Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang memiliki anggota berasal dari kalangan
penghulu/Datuak serta pejabat adat lainnya, seperti malin, manti, dan dubalang.
Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang menjadi lembaga hukum adat atau dikenal
dengan nama (yuridis adat) berupaya untuk mengadili segala masalah atau
pertikaian yang terjadi didalam suku atau bahkan dalam ruang lingkup nagari.108
Selain itu, nagari dikenal sebagai sebuah organisasi kehidupan masyarakat
desa yang berada pada pemerintahan terendah dibawah naungan kecamatan yang
membentuk kesatuan wilayah, adat dan sekaligus kesatuan administrasi
pemerintahan. Kemudian juga nagari telah membentuk sebuah kesatuan
107
Profil Bupati Kabupaten Agam terdapat di http://www.agamkab.go.id Diunduh pada 26
April 2017. 108
Sri Zul Chairiyah, Nagari Minangkabau dan Desa di Sumatera Barat, Dampak
Penerapan UU No 5 Tahun 1979 tentang Sistem Pemerintahan Desa (Padang: Kaukus Perempuan
Penyelenggara Pemilu Sumatera Barat (KP3SB), h. 35.
60
masyarakat yang berada dibawah aturan hukum adat. Secara tradisional pemimpin
dalam masyarakat Minangkabau adalah Datuak atau penghulu. Datuak dalam
memimpin nagari berada dalam suatu kelembagaan kolektif yakni Kerapatan Adat
Nagari. Namun, untuk menjalankan sistem pemerintahan nagari itu terdapat
aturan secara tradisi sosial-politik nagari yang berlaku sebagai berikut:109
a. Lareh Koto Piliang sebagaimana buah tradisi dari Datuak
Katumangguangan yang memiliki sifat aristrokrat yakni pemerintah
berpusat kepada beberapa aristrokrat.
b. Lareh Bodi Chaniago sebagaimana buah tradisi dari Datuak Perpatiah
Nan Sabatang yang memiliki sifat Demokrasi yang terdiri dari para
anggota dewan Datuak yang memiliki kedudukan yang sama.
Pemerintahan nagari berdasarkan kedua kelarasan ini juga berkonsekuensi
terhadap perbedaan struktur kepemimpinan Datuak atau penghulunya. Oleh
karenanya, didalam suku atau kelarasan Koto Piliang para Datuak bergabung
dalam suatu dewan Datuak dimana pada prinsipnya adalah sesuai pepatah adat
Minangkabau: “Bajanjang naiak, batanggo turun, bapucuak bulek baurek
tunggang”. Artinya setiap dewan Datuak atau penghulu memiliki hak untuk
mengambil keputusan terakhir sesuai dengan adat aristrokrasi. Sedangkan pada
kelarasan Bodi Chaniago para Datuak juga bergabung kedalam dewan Datuak
yang pada dasarnya memakai prinsip: “Duduak samo randah, tagak samo tinggi.
109
Latief Dt. Bandaro, Minangkabau yang Gelisah mencari Strategi Sosialisasi Pewarisan
Adat dan Budaya Minangkabau untuk Generasi Muda (Bandung: Lubuk Agung, 2004), h. 98.
61
Artinya semua keputusan berada pada munfakat dan musyawarah bersama para
Datuak .110
Pemerintahan adat saat itu dipimpin oleh dua orang Datuak yang
kharismatik yakni Datuak Katumangguangan yang berasal dari suku Koto Piliang
dan Datuak Perpatiah Nan Sabatang dari suku Bodi Chaniago yang bersusah
payah dalam pembentukan nagari di Minangkabau. Keduanya tersebut merupakan
pedoman untuk menjalankan roda pemerintahan di nagari.111
Perbedaan yang terlihat antara Datuak Katumangguangan dan Datuak
Perpatiah Nan Sabatang yang mana pada adat yang dibawa oleh Datuak
Katumangguangan dari suku Koto Piliang ini mempunyai kharakteristik Datuak
pucuak, Datuak pucuak merupakan Datuak atau penghulu yang berada dalam
satu wilayah nagari atau kecamatan memiliki satu Datuak yang mengepalai
beberapa Datuak lainnya. Tentu, dalam hal ini segala keputusan yang ditetapkan
oleh Datuak pucuak dalam pemerintahan adat atau nagari, maka semua elite adat
yang berada dibawah wewenang Datuak pucuak harus menyepakati bersama
terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Datuak pucuak. 112
Sedangkan kharakteristik adat yang dibawa oleh Datuak Perpatiah Nan
Sabatang ini semuanya adalah Datuak pucuak, tentu sangat berbeda dengan adat
Datuak Katumangguangan. Para elite adat memiliki derajat dan kedudukannya
sama sesuai dengan pepatah Minangkabau: ”Duduak samo randah, tagak samo
tinggi”. Artinya: semua kedudukan dan derajat Datuak disini sama tidak ada
110
Ibid., h. 99. 111
Latief Dt. Bandaro, Minangkabau yang Gelisah mencari Strategi Sosialisasi Pewarisan
Adat dan Budaya Minangkabau untuk Generasi Muda, h. 2. 112
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam MinangkabauTatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2007), h. 98.
62
perbedaan yang memisahkan. Dalam memutuskan atau menetapkan dalam
menyelesaikan masalah itu berdasarkan musyawarah serta munfakat “barajo ka
munfakaik”.113
Relasi elite adat dan politik sebenarnya sudah terjalin sejak lama yang mana
nagari sebagai kesatuan adat memiliki kebebasan dalam mengurus serta mengatur
kehidupan nagarinya sesuai dengan adat yang berlaku. Jika ditelusuri bahwa
sebenarnya nagari bukanlah kata asli yang berasal dari Minangkabau, melainkan
suatu kata yang diambil dari bahasa sanskerta yaitu “nagara” yang dibawa oleh
bangsa Hindu yang menetap ditengah-tengah masyarakat Minangkabau. Didalam
pembagian nagari telah dibagi dengan pengelompokkan-pengelompokan dalam
suku-suku.114
Pada masa kekuasaan Raja Adityawarman di Minangkabau, nagari
merupakan sebuah daerah yang otonom dalam lingkungan konfederasi kerajaan
Minangkabau yang memiliki hak untuk mengurus urusannya sendiri. Tidak hanya
itu, nagari memiliki kedudukan otonom penuh sebagai republik desa dibawah
pimpinan seorang penghulu/Datuak . Kepemimpinan Datuak ini tentu dilakukan
secara terorganisir dibawah naungan Kerapatan Adat Nagari (KAN).115
Meskipun pemerintahan nagari telah mengatur kehidupan bermasyarakat di
dalam nagari namun, penghulu atau Datuak telah mewakili sukunya masing-
masing dalam kerapatan adat nagari (KAN) baik dalam menyelesaikan masalah
yang ada dalam nagari. Hal ini telah termaktub dalam pepatah Minangkabau atau
113
Ibid. 114
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang (Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2007), h. 83. 115
Sri Zul Chairiyah, Nagari Minangkabau dan Desa di Sumatera Barat, Dampak
Penerapan UU No 5 Tahun 1979 tentang Sistem Pemerintahan Desa, h. 2.
63
petuah adat yaitu,“kusuik buluah paruah manyalasaikan, kusuik paruah bulu
manyasalasaikan.116
Dalam artian apabila terjadi suatu masalah atau sengketa
maka yang mesti menyelesaikan adalah pihak dari suatu suku atau kaum. Jadi
tidak boleh ada ikutcampur dari pihak lain atau pihak ketiga untuk menyelesaikan
suatu masalah. Oleh karenanya, yang berhak menyelesaikan adalah Datuak atau
niniak- mamak yang menjabat sebagai kepala kaum atau suku yang bersangkutan.
Relasi antara elite adat dan politik terutama dalam pemerintahan nagari
sudah lama terjalin dengan baik, sejak adanya hubungan elite adat yang berada
dalam naungan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dengan pemerintahan nagari
sejalan dan saling memiliki pengaruh antar satu dengan yang lainnya. Tidak hanya
itu, secara struktural pemerintahan nagari mempunyai wewenang sebagai lembaga
eksekutif yang menjalankan pemerintahan yang dikepalai oleh wali nagari, badan
kerapatan nagari sebagai lembaga legislatif yang terdiri dari perwakilan tiap-tiap
jorong dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang mempunyai wewenang sebagai
lembaga yudikatif. 117
Dalam pemerintahan nagari Datuak menggunakan hukum adat sebagai
pedoman dalam menunaikan tugasnya di persukuan yang mana menjadi dasar
kekuasaan dalam kaum dan nagarinya. Dalam artian, Demokrasi yang tercipta
dalam masyarakat Minangkabau menurut adat ialah demokrasi yang berada
dalam pengawasan atau naungan hukum adat yang menjadi sebuah kekuatan
dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari. Oleh karenanya, para masyarakat
116
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat Warisan
Nenek Moyang Orang Minang, h. 98. 117
Sri Zul Chairiyah, Nagari Minangkabau dan Desa di Sumatera Barat (Dampak
Penerapan UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Sistem Pemerintahan Desa) (Padang: Kaukus
Perempuan Penyelenggara Pemilu Sumatera Barat, 2008), h. 5.
64
atau anak kemenakan yang berada dalam satu suku harus mengikuti apa yang
telah menjadi aturan yang berlaku dalam hukum adat.
Secara hakikat pada sistem pemerintahan nagari bahwa wali nagari yang
menjabat sebagai pemimpin dalam nagari serta menjalankan adat istiadat
sebagaimana telah berlaku secara turun-temurun. Begitu juga kepala adat/Datuak
yang senantiasa memerintah dalam suku yang pada dasarnya saling mempunyai
hubungan timbal balik dengan pemerintahan nagari.118
Nagari dan
pemerintahannya terutama dalam adat Minangkabau sejalan dalam melaksanakan
roda pemerintahan dan tidaklah mungkin dapat dipisahkan, sebab nagari
merupakan kesatuan masyarakat hukum adat serta adat salingka nagari.119
118
Musyair Zainuddin, Implementasi Pemerintah Nagari Berdasarkan Hak Asal-Usul Adat
Minangkabau (Yogjakarta: Ombak, 2008), h. 22. 119
Ibid, h. 20.
65
BAB IV
PERILAKU POLITIK ELITE ADAT KABUPATEN AGAM
A. Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam 2015
Pemilihan kepala daerah merupakan cerminan dari demokratisasi politik
lokal yang dilakukan dengan cara pemilihan secara langsung untuk mewujudkan
sistem demokrasi. Bentuk partisipasi maupun keikutsertaan masyarakat yang
dilibatkan secara langsung untuk memilih pemimpinnya, baik dalam pemilihan
gubernur, bupati ataupun walikota.120
Pelaksanaan Pemilukada ini dapat dilihat
serta dipastikan wujud partisipasi secara aktif, kemudian perilaku politik setiap
elemen seluruh lapisan masyarakat terutama elite adat, masyarakat biasa, elite
politik dan sebagainya. Pemilihan kepala daerah ini seiring dengan perjalanan
politik yang panjang dan tarik-menarik antara kepentingan elite adat/lokal dan
kehendak publik, kepentingan pusat dan daerah, maupun antara kepentingan
nasional dan kepentingan internasional.121
Memilih merupakan suatu hak yang harus dimiliki oleh setiap warga negara
untuk menentukan pilihan kepala daerah didalam setiap Pemilukada. Pemilukada
juga memberikan sebuah ruang kepada tokoh masyarakat lokal ataupun elite adat
berupaya untuk mengaktualisasikan setiap gagasan atau kepentingan politik demi
kemashalahatan masyarakatnya.
120
Rahmat Hollyson MZ dan Sri Sundari, Pilkada Penuh Euforia, Miskin Makna (Jakarta:
Bestari (Anggota IKAPI, 2015), h. 42. 121
Joko J. Prihatmoko, Mendemokratiskan Pemilu: Dari sistem sampai elemen teknis
(Yogjakarta: Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Wahid
Hasyim Semarang, 2008), h. 157.
66
Dengan adanya peran penting yang dilakukan oleh elite adat didalam
masyarakat merupakan suatu kekuatan yang mampu membawa perubahan di
daerah. Sumatera Barat, khususnya di Kabupaten Agam salah satu daerah yang
kental dengan adat dan budayanya. Di samping itu, pelaksanaan demokrasi dapat
diwujudkan dengan baik di Kabupaten Agam, hal ini dapat dibuktikan dari
kontribusi elite adat atau Datuak dalam melakukan sosialisasi kepada anak-
kemenakannya agar menggunakan hak pilihnya dengan baik. Pemangku adat
berupaya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak golput dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam. Budaya politik partisipan
yang tinggi oleh kalangan elite adat, sehingga mampu membuat masyarakat
sangat antusias dalam memilih pemimpin didaerah.
Pemilukada Kabupaten Agam 2015 merupakan Pemilukada duel dua
petahana (head to head) pasangan Bupati dan Wakil Bupati yang menjabat pada
periode sebelumnya yang ikut lagi mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Agam pada 9 Desember 2015. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 13 huruf k Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota.122
Penyelenggeraan pemilihan kepala daerah secara
langsung tentunya tidak selalu berjalan dengan mulus. Namun, seringkali terjadi
122
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
67
konflik yang tidak bisa dihindarkan, misalnya terjadi konflik horizontal antara
sesama pendukung ataupun simpatisan calon kepala daerah. 123
Konflik ini disebabkan oleh pergesekan antara pendukung pasangan calon
kepala daerah, atau karena ketidakpuasan pendukung pasangan calon dengan hasil
perhitungan suara. Menurut Eri Efendi selaku Komisioner Pemilihan Umum
Agam:
Proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam yang disalenggarakan
tepatnya pada 9 Desember 2015 berjalan dengan lancar, aman dan tertib.
Oleh karena itu, tidak terdapat gugatan dari pihak manapun dalam
penyelenggaraan pemilukada ataupun dalam proses pengumuman hasil
akhir pemilukada. Semuanya ini sesuai dengan ketentuan dan ketetapan oleh
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam.124
Adapun pemilihan kepala daerah tahun 2015 ini berlangsung satu putaran
saja yang diikuti sebanyak 2 pasangan calon yang berkontestasi politik di daerah
Kabupaten Agam. Pasangan Calon 1 yaitu Irwan Fikri Datuak Nagari Batuah
(wakil petahana) berpasangan dengan Chairunnas dan pasangan calon 2 yaitu
Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah (Petahana) berpasangan dengan Trinda
Farhan Satria. Pasangan calon 1 diusung oleh tiga partai politik yaitu Partai Partai
Amanat Naional (PAN), Partai Demokrat, dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
dengan mendapatkan 18 kursi secara keseluruhan di DPRD. Sedangkan pasangan
calon 2 diusung dua partai politik yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai
Gerindra dengan mendapatkan 6 Kursi di DPRD. Oleh karena itu, untuk melihat
jelas partai pendukung beserta perolehan suaranya, maka lihat tabel dibawah ini:
123
Ibid.,h. 14. 124
Wawancara dengan dengan Eri Efendi (Komisioner KPU Kabupaten Agam Divisi
Teknis Tahun 2015) 16 Maret 2017.
68
Tabel IV.1. Data Partai Pengusung Pemilukada Kabupaten Agam Periode
2016-2021125
Nomor
Urut
Nama Pasangan Partai
Pendukung
Jumlah
Kursi di
DPRD
Jumlah
Perolehan
Suara
1 Irwan Fikri Datuak
Nagari Batuah
DanChairunnas
1.Demokrat
2. PAN
3. Hanura
18 ( 40,00 %)
73849
(33,77%)
2 Indra Catri Datuak
Malako Nan Putiah
Dan
Trinda Farhan Satria,
1. PKS
2. Gerindra
10 (22,22 %)
47702
(21,82 %)
Sumber: PPID Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam.
Tabel di atas dapat dilihat bahwa dari dukungan partai politik pengusung
pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam pasangan calon yang berhasil banyak
memperoleh jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah
partai pendukung pasangan calon Irwan Fikri Datuak Nagari Batuah dan
Chairunnas dengan mendapatkan 18 kursi. Menurut Eri Efendi selaku Komisioner
KPU Kabupaten Agam Divisi Teknis mengutarakan bahwa selain partai politik
pengusung yang mendukung para pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati,
namun juga terdapat para pendukung lainnya yaitu para pemangku adat (Datuak),
alim ulama dan cadiak pandai yang membantu berhasilnya pemilukada Kabupaten
Agam 2015 yang lalu. Akan tetapi, terkait dukungan khusus dari para pemangku
adat atau Datuak untuk memenangkan salah satu calon merupakan sebuah
125
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Agam.
69
perjuangan dalam pemilukada. Sehingga, KPU hanya fokus melihat partai politik
pengusung pasangan calon.126
Berdasarkan data yang didapatkan dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Agam sesuai dengan keputusan Nomor 55 Tahun 2015 tentang penetapan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Agam Tahun 2015 bahwa akan diuraikan dibawah ini daftar pemilih tetap
pada Pemilukada Kabupaten Agam 2015 sebagai berikut:
Dari jumlah pemilih tetap Laki-laki sebanyak 162.656 jiwa dan
Perempuan sebanyak 169.129 jiwa dengan jumlah keseluruhan pemilih sebanyak
331.785 Jiwa. Kemudian, terdapat pemilih tambahan terdaftar dalam daftar
pemilih tetap dengan jumlah pemilih Laki-laki sebanyak 1974 jiwa dan
Perempuan sebanyak 1751 Jiwa. Pada akhirnya jumlah pemilih secara
keseluruhan menjadi 335.510 Jiwa.127
Pemilihan Kepala Daerah yang berlangsung di Kabupaten Agam tahun 2015
merupakan Kontestasi politik petahana melawan petahana yang keduanya sama-
sama mempunyai gelar (Datuak) atau tergolong elite adat untuk menjabat menjadi
pemimpin di daerah. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara
pemilu Kepala Daerah di Kabupaten Agam berjalan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Agam dalam
Keputusan KPU Kabupaten Agam Nomor 55 Tahun 2015 tentang penetapan
126
Wawancara dengan dengan Eri Efendi. 127
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam.
70
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati Agam Tahun 2015. 128
Hal ini berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang mana telah
diubah menjadi Undang-undang Nomor 2015 tentang penetapan peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan
gubernur, bupati dan walikota menjadi Undang-undang. 129
128
Komisi Pemilihan Umum, Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Agam (Agam: Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam,
2015). 129
Alhadi, Model DB1-KWK Penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Agam Tahun 2015 (Agam: KPU Agam, 2015).
71
Tabel. IV. 2. Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara oleh KPU Kabupaten
Agam 17 Desember 2015130
No Nama Kecamatan Calon Bupati Dan Wakil Bupati
1 2 Jumlah Suara Sah
1 Ampek Nagari 6.012 2.531 8.543
2 Banuhampu 4.096 8.671 12.767
3 Baso 1.395 12.578 13.973
4 Canduang 2.181 6.817 8.998
5 IV Angkek 5.342 9.439 14.781
6 IV Koto 2.654 6.456 9.110
7 Kamang Magek 3.721 5.124 8.845
8 Lubuk Basung 18.017 8.920 26.937
9 Malalak 1.556 2.231 3.787
10 Matur 3.352 3.816 7.168
11 Palupuh 2.428 3.644 6.972
12 Palembayan 7.041 3.770 10.811
13 Sungai Pua 3.372 5.277 8.649
14 Tanjung Mutiara 5.991 4.141 10.132
15 Tanjung Raya 9.544 4.161 13.705
16 Tilatang Kamang 5.570 6.688 12.258
Jumlah Suara 82.272 94.264 176.536
Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam.
Berdasarkan dari tabel di atas hasil rekapitulasi penghitungan dari suara
pemilu Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Agam, maka KPU Kabupaten Agam
130
Komisi Pemilihan Umum, Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Agam (Agam: Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam,
2015).
72
mengeluarkan keputusan mengenai penetapan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2015 bahwa Pemilihan
Kepala Daerah Kabupaten Agam pada 9 Desember 2015 dimenangkan oleh
pasangan calon 2 yakni Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah dan Trinda Farhan
Satria dengan jumlah perolehan suara akhir 94,264 dari jumlah 176,536 suara
secara keseluruhan. Perolehan suara pasangan calon 1 Irwan Fikri DatuakNagari
Batuah dan Chairunnas dengan jumlah perolehan suara 82,272 dari jumlah 176,
536 suara sah dan diringi dengan 6,545 suara tidak sah.
B. Faktor yang mempengaruhi Elite Adat dalam Memberikan Suara
untuk Kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan
Satria Pemilukada 2015, Kabupaten Agam
Adapun preferensi politik elite adat (Datuak) dalam pemilihan kepala
daerah Kabupaten Agam 2015 memiliki karakteristik tersendiri dalam
memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap kandidat yang akan mereka
pilih.
Menurut Ramlan Surbakti bahwa perilaku politik berkaitan dengan kegiatan
yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan
politik.131
Pada dasarnya, sebuah perilaku terutama dalam hal berkaitan dengan
politik didorong oleh material. Maka dari itu, perilaku politik pemilih dalam
pilihan politik juga didasari oleh sebuah kepentingan ekonomi pemilih. Tidak bisa
dipungkiri bahwa pemilih selalu menghitung situasi yang mampu dilihat dari
131
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2010), h. 167.
73
untung-rugi pilihan tersebut. Selain itu, pemilih cenderung mempunyai pilihan
atau keyakinan untuk memilih partai tertentu. Tentu, ini sangat bersangkutan
dengan perasaan untung untuk memenuhi kemauan tersebut.132
Sistem demokratisasi memberikan ruang keterbukaan terutama dalam era
otonomi daerah yang menjadi peluang bagi daerah untuk mengembangkan diri
seluas mungkin. Hal ini kemudian menjadi sebuah bentuk lokalitas yang berada
dalam suatu ruang politik dengan berbagai unsur yang terdapat di dalamnya
seperti, identitas etnis, ras, agama dan budaya yang memiliki hak politik
sederajat.133
Di sisi lain, Datuak sejatinya seorang pemimpin didalam suatu kaum/suku
memiliki pengaruh dan berperan penting dalam mewujudkan cita-cita demokrasi
di daerah. Hal ini terlihat dari bentuk keikutsertaan elite adat dalam memilih
pemimpin di daerah Provinsi Sumatera Barat khususnya wilayah Kabupaten
Agam. Dengan melihat pengaruh yang dimiliki elite adat dalam memberikan
suara untuk Indra Catri. Menurut seorang elite adat bernama Candra, Datuak
Sidubalang:
Adapun pilihan politik atau pertimbangan-pertimbangan yang diberikan oleh
niniak-mamak menentukan pilihan, tentu melihat dengan baik bagaimana kriteria
dari pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang akan berkontestasi dalam
pemilukada. Meskipun, dua kandidat yang maju dalam pemilihan kepada daerah
Kabupaten Agam kemarin merupakan seorang pemangku adat juga, namun di balik
semua itu para Datuak melihat keunggulan (kebijakan) masing-masing baik dari
segi prestasi yang mereka lakukan pada periode sebelumnya. Oleh karena itu,
meskipun Indra Catri dan Irwan Fikri merupakan dua orang Datuak yang menjabat
sebelumnya pada pemerintahan Kabupaten Agam, tapi Datuak melihat salah satu
132
Saiful Mujani, William Liddle, Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat Analisis tentang
Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta:
Anggota IKAPI, 2012), h. 319. 133
Dede Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi
(Yogjakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 71-72.
74
dari pasangan calon yang memiliki keunggulan dan kemampuan dalam menjabat
pada pemerintahan periode sebelumnya.134
Ternyata, ditemukan bahwa Indra Catri yang mampu memimpin daerah
Kabupaten Agam baik itu periode sebelumnya dengan membuat kebijakan
mengenai revivalitasi adat. Hingga para Datuak berupaya untuk mendukung Indra
Catri dengan melihat prestasi atau kemampuan yang dimiliki oleh Indra Catri
tersebut.
Selain itu, Nurtias, Datuak Rajo Ruhun mengasumsikan bahwa
pertimbangan yang dimiliki oleh para pemangku adat khususnya diwilayah Agam
bagian Timur ini dalam pemilihan kepala daerah 2015, berdasarkan pada Pilihan
politik secara individu Datuak namun nantinya membuat kesepakatan bersama
secara musyawarah dan munfakat. Semuanya itu dilihat dari kebijakan yang bagus
dan mampu membawa perubahan serta kemajuan dalam pembangunan daerah.
Hal ini sesuai dengan ajaran adat Lareh Bodi Chaniago yang mempunyai nilai-
nilai demokrasi didalamnya. Di sisi lain juga para pasangan calon yang
berkontestasi politik di Agam ini mampu menerapkan pemerintahan yang sesuai
dengan pepatah Minangkabau: ”Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah.” Dalam artian bahwa kepemimpinan didaerah haruslah mampu
menyelaraskan antara ajaran adat dengan ajaran agama dan selalu berpedoman
pada Alqur’an dan Sunnah.
Meskipun, kedua pasangan calon bupati yang maju dalam Pemilukada tahun
2015 itu memang sama-sama berasal dari pemangku adat. Namun, para Datuak
salah satunya memilih bukan hanya karena calon berasal dari kalangan penghulu
134
Wawancara dengan elite adat Candra, Datuak Sidubalang pada 10 Maret 2017.
75
atau Datuak. Akan tetapi, lebih cenderung melihat pada prestasi calon Bupati
beserta kinerjanya selama ini dalam membangun daerah, sedaerah dan memiliki
kedekatan emosional dengan pemangku adat lainnya. Apalagi para calon yang
maju ialah sama-sama bupati dan wakil bupati yang menjabat pada periode
sebelumnya.135
Jadi, dalam memilih ataupun memberikan preferensi pemangku adat tidak
langsung menetapkan pilihan politik, akan tetapi lebih melihat kriteria, prestasi
atau kinerja yang dilakukan oleh calon kandidat tersebut. Siapapun yang akan
berkompetisi untuk membangun daerah siapapun itu, baik dari kalangan Datuak,
alim ulama, cadiak pandai harus mampu membawa kemajuan daerah serta
mewujudkan pemerintahan yang baik, kehidupan beragama dan meningkatkan
norma adat yang berlandaskan prinsip ajaran Adat Minangkabau”Adat Basandi
Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ mangato, Adat Memakai.136
Di samping itu, menurut Candra, Datuak Sidubalang bahwa pemangku adat
dalam memberikan pertimbangan itu sebenarnya tidak terlepas dari pandangan
elite adat terhadap kapabilitas calon kepala daerah. Namun, satu hal yang lebih
penting adalah disaat salah satu calon Bupati berhasil memimpin kembali pada
pemerintahan Kabupaten Agam harus mampu memegang teguh dalam
menerapkan nilai-nilai adat dalam pemerintahan daerah terutama dalam membuat
peraturan berdasarkan hukum adat dan hukum Undang-undang.137
Datuak merupakan seorang pemangku adat yang sangat berpengaruh dalam
masyarakat baik didalam ruang lingkup suku dan masyarakat luas. Menurut Indra
135
Wawancara dengan Nurtias, Datuak Rajo Ruhun pada 7 Maret 2017. 136
Wawancara dengan Candra Datuak Sidubalang. 137
Wawancara dengan Candra Datuak Sidubalang pada 10 Maret 2017.
76
Catri, Datuak Malako Nan Putiah sebagai Bupati Agam (Petahana) bahwa
dukungan maupun pilihan politik yang dilakukan oleh para pemangku
adat/penghulu salah satu terlihat dari kebijakan yang dibuat pada periode
sebelumnya terkait merevitalisasi adat-istiadat, adat salingka nagari, pusako
salingka kaum, upacara adat, dan pelatihan untuk pemangku adat (Datuak). Oleh
karena itu, dari sinilah para Datuak/niniak-mamak memiliki empati serta
kesepakatan secara musyawarah dan munfakat dalam memberikan dukungan
suara terhadap kemenangan dalam pemilihan kepala daerah tahun 2015 lalu.138
Menurut Almond dan Verba bahwa budaya politik sebagai suatu sikap
orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik maupun peranan warga
negara dalam sistem itu.139
Di samping itu terdapat orientasi terhadap sistem
politik berdasarkan pandangan atau sikap antara sesama warga. Sikap atau
pandangan ini sangat berkaitan dengan rasa kepercayaan (trust) dan permusuhan
(hostility) yang terjalin antara warga negara, kelompok maupun golongan. Maka
dari itu, perasaan demikian terlihat pada sikap seseorang terhadap
pengelompokkan yang ada disekitarnya, terutama dalam bentuk kelas, etnis,
kedaerahan.140
Dalam hal ini, budaya politik yang berada pada wilayah Kabupaten
Agam ini khususnya para elite adat/Datuak adalah budaya politik partisipan. Para
Datuak berpartisipasi secara aktif dalam memberikan dukungan suara terhadap
para calon pemimpin di daerah Agam.
138
Wawancara dengan Bupati Agam Indra Catri, DT. Malako Nan Putiah pada 20 Maret
2017. 139
Alfian dan Nazaruddin Sjamsuddin,ed. Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta: PT.
Pustaka Utama Grafiti, 1991), h. 21. 140
Ibid., h. 22.
77
Maka dari itu, Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah mengutarakan bahwa
para Datuak atau pemangku adat membentuk kesepakatan bersama untuk
berkontribusi secara aktif dalam memberikan suara. Di sisi lainnya, Datuak
didengar oleh masyarakat dan mampu memberikan preferensi pada pemilihan
kepala daerah Kabupaten Agam 2015 lalu.141
Faktor yang mempengaruhi elite adat atau Datuak dalam memberikan
preferensi memilih pemimpin di daerah. Secara realita pada Pemilukada ini
sebuah kombinasi pasangan calon bupati/wakil bupati antara wilayah Agam Barat
dan Agam Timur ataupun sebaliknya.
Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa dalam menentukan pilihan terhadap
calon dan partai seorang pemilih baik dari kalangan elite ataupun masyarakat
biasa selalu memberikan berbagai pertimbangan berdasarkan pada kedaerahan,
suku atau ras. Hal ini tentu bukan hanya dalam memberikan pertimbangan secara
instrumental. Dapat dikatakan bahwa seseorang calon dinilai mempunyai
integritas serta kapabilitas tinggi dalam memimpin. Di samping itu, terdapat isu-
isu teknis yang utama berkaitan dengan berbagai masalah yang berlaku bagi
semua warga terlepas dari kelompok-kelompok identitas sosial atau kulturalnya.
142
Menurut Alhadi, pada dasarnya dari sisi pencalonan itu diawali oleh Indra
Catri dan diakhiri oleh Irwan Fikri. Saat itu juga sempat terjadi kekhawatiran
apakah tidak ada lawan untuk Indra Catri, namun pada akhirnya ternyata Irwan
141
Wawancara dengan Bupati Agam Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah. 142
Saiful Mujani, William Liddle, Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat Analisis tentang
Perilaku Pemilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta:
Anggota IKAPI, 2012), h. 320.
78
Fikri yang menjadi lawan Indra Catri dalam kontestasi politik pada pemilukada
2015 yang lalu. Dua pasangan calon Bupati tersebut merupakan dua putra terbaik
Agam dan sama-sama memangku jabatan sebagai pemangku adat yang
mempunyai gelar Datuak. Akan tetapi, walau demikian dari segi pengabdian di
wilayah Kabupaten Agam, Indra Catri yang telah lama mengabdi kepada
masyarakat maupun kepada para Datuak dibandingkan Irwan Fikri. Oleh
karenanya, dari sisi itu banyak pengaruh terhadap kemenangan Bupati Indra
Catri.143
Kemenangan Bupati Indra Catri dalam Pemilihan Kepala Daerah
Kabupaten Agam salah satunya dipengaruhi oleh faktor kedaerahan. Sebab salah
satunya dilihat dari perhitungan jumlah pemilih atau masyarakat di wilayah Agam
Timur lebih banyak dibandingkan wilayah Agam Barat. Wilayah Agam Timur
yang terdiri dari 11 Kecamatan (Baso, Canduang, Ampek Angkek, Kamang
Magek, Tilatang Kamang, Palupuah, Sungai Pua, Banuhampu, IV Koto dan
Malalak). Sedangkan Agam Barat yang terdiri dari 6 Kecamatan (Matur, Tanjung
Raya, Palembayan, Lubuk Basung, Tanjung Mutiara dan Ampek Nagari).Di sisi
lain, Pemilukada 2015 sebagai kontestasi politik duel para Petahana (pasangan
Bupati dan Wakil Bupati yang menjabat pada periode sebelumnya) yang masing-
masing mewakili Agam Timur dan Agam Barat. 144
Dapat dilihat bahwa Bupati Indra Catri merupakan Bupati Agam periode
2010-2015 yang berasal dari Baso (Agam Timur) berpasangan dengan Trinda
Farhan Satria yang merupakan Anggota DPR Provinsi Sumatera Barat yang
143
Wawancara dengan Alhadi (Ketua Komisioner KPU Kabupaten Agam) pada 16 Maret
2017. 144
Wawancara dengan Alhadi (Ketua Komisioner KPU Kabupaten Agam).
79
berasal dari Maninjau- Tanjung Raya (Agam Barat) bertarung melawan Irwan
Fikri yang merupakan Wakil Bupati periode 2013-2015 yang berasal dari
Maninjau-Tanjung Raya (Agam Barat) berpasangan dengan Chairunnas Anggota
DPRD Agam pada Tahun 2009-2014 yang berasal dari Kamang (Agam Timur).145
Kemenangan Calon Bupati dari Agam Timur memperkuat bukti bahwa
pengaruh “kedaerahan” Agam Timur dan Agam Barat itu sangat kentara.
Indikasinya dapat dilihat dari kemenangan Bupati Indra Catri yang diperoleh dari
11 Kecamatan di Agam Timur. Meskipun demikian, menurut Bustamam, DT.
Manindiah bahwa pilihan politik pemangku adat dengan masyarakat salah
satunya bersandar pada pepatah Minang “caro basuku tagak disuku, caro
banagari tagak dinagari,”artinya: Orang Agam Timur memilih Calon Bupati dari
Agam Timur, Orang Agam Barat memilih Calon Bupati dari Agam Barat.146
Isu
kedaerahan ini seringkali muncul disaat akan diselenggarakan pemilihan kepala
daerah. Oleh karenanya, ini salah satu faktor yang mempengaruhi elite adat dalam
memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Indra Catri, DT. Malako Nan
Putiah dan Trinda Farhan Satria dalam pemilihan kepala daerah Agam pada 2015
lalu.
Konsep demokrasi dianggap suatu sistem politik, maka partai-partai politik
memiliki daya tarik-menarik atau berlomba untuk mendapatkan suara masa
pemilih. Disamping itu, para elite cenderung terbuka terbuka dan direkrut atas
kemampuan yang dimiliki oleh elite tersebut dan mampu mengatur dalam
masyarakat. Untuk itu, elite mempunyai peranan yang sangat besar dalam
145
Ibid. 146
Wawancara dengan Bustamam Datuak Manindiah (Ketua Lembaga Kerapatan Adat
Alam Minangkabau Kabupaten Agam) tanggal 3 April 2017.
80
mempengaruhi dan menetapkan sebuah keputusan. Oleh karenanya, elite tidak
hanya memiliki peran dalam memutuskan masalah politik. Akan tetapi, perannya
lebih kepada memilih orang yang bersedia dalam membuat keputusan politik.147
Selain itu, realitanya bahwa pilihan politik para elite adat (Datuak) dalam
menentukan pilihan saat memilih calon Bupati pada pemilukada Kabupaten Agam
pada 9 Desember 2015. Semua elemen niniak-mamak mendukung calon Bupati
yang berasal dari kalangan elite adat juga dan mampu menerapkan nilai-nilai
tradisi adat pada kepemimpinan Bupati terpilih nantinya. Menurut pandangan
Bustamam, Datuak Manindiah bahwa para Datuak memilih Bupati dengan
memberikan suara terhadap kemenangan Indra Catri dan Trinda Farhan Satria
karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:148
a. Faktor Sosiologis (Kedaerahan/Adat). Datuak memilih calon Bupati yang
sama-sama berasal dari daerah Agam Timur, dalam artian sedaerah. Maka,
secara realita bahwa Indra Catri merupakan seorang calon Bupati sekaligus
pemangku adat (Datuak) yang berasal dari suku Melayu di wilayah Agam
bagian Timur. Di sisi lainnya seadat juga salah satu faktor penentu atau
yang mempengaruhi elite adat/pemangku adat dalam memberikan dukungan
suara terhadap kemenangan Indra Catri, DT. Malako Nan Putiah dan Trinda
Farhan Satria pada pemilihan kepala daerah Agam 2015 lalu. Faktor
kedaerahan dan seadat ini memperkuat bukti bahwa perilaku politik elite
adat dengan anak-kemenakannya salah satunya bersandar pada pepatah
Minang “caro basuku tagak dinagari, caro banagari tagak dinagari,”
147
SP. Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), h. 211-212. 148
Wawancara dengan Bustamam Datuak Manindiah (Ketua Lembaga Kerapatan Adat
Alam Minangkabau Kabupaten Agam).
81
artinya: Orang Agam Timur pilih Calon Bupati dari Agam Timur, Orang
Agam Barat pilih Calon Bupati dari Agam Barat. Di sisi lainnya, Indra Catri
selama menjadi Datuak sangat dekat dengan para pemangku adat lainnya.
Maka dari itu, para elite adat memutuskan dukungan suaranya untuk
memilih Bupati Indra Catri.
b. Faktor Psikologis (Kedekatan Emosional), adanya kedekatan emosional
yang telah lama dibangun dan terjalin dengan baik oleh Indra Catri saat
memegang jabatan sebagai pemangku adat, dekat dengan Datuak, anak-
kemenakan maupun masyarakat luas, baik sebelum ataupun setelah
menjabat sebagai kepala daerah. Oleh karena itu, hal inilah yang menarik
simpati para pemangku adat lainnya untuk mendukung Indra Catri menjadi
Bupati selanjutnya pada periode 2016-2021.
c. Faktor Pilihan Rasional (Kebijakan), pada dasarnya pada pilihan rasional
ini elite adat lebih cenderung melihat serta memberikan penilaian secara
maksimal pada kebijakan yang dibuat Indra Catri, DT. Malako Nan Putiah
selalu berpedoman pada ajaran adat dan agama Islam pada pemerintahan
daerah Agam pada periode sebelumnya. Faktor Kebijakan-kebijakan
tersebut terutama dalam mewujukan daerah Agam yang bernuansa nilai-
nilai agama Islam dan tradisi adat/budaya Minangkabau. Di antaranya
dengan melakukan revitalisasi nilai-nilai tradisi dalam adat seperti:
meningkatkan penerapan adat-istiadat, adat salingka nagari, pusako (pusaka)
salingka kaum, upacara-upacara adat, dan pelatihan-pelatihan untuk
pemangku adat, seni dan tarian Minangkabau seperti: randai, silek (pencak
82
silat), saluang. Kemudian juga, kebijakan Indra Catri lainnya dalam nuansa
religi/keagamaan, Indra Catri melakukan peremajaan Mesjid, meningkatkan
mutu Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), Tempat Pendidikan Alqur’an
(TPA) dan menghidupkan tradisi lama yakni mengaji di surau.
Dari ketiga faktor di atas juga merupakan hal pokok yang mempengaruhi
elite adat/Datuak dalam memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Indra
Catri DT. Malako Nan Putiah dan Trinda Farhan Satria pada pemilihan kepala
daerah Kabupaten Agam 2015. Tidak ada satupun pengaruh dari pihak lainnya
untuk mempengaruhi Datuak dalam mendukung Indra Catri untuk menjadi
Bupati Agam pada periode 2016-2021.
Kemudian, Yosefrizal Datuak Malano Basa mengasumsikan bahwa Datuak
memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Indra Catri Datuak Malako
Nan Putiah itu dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran falsafah adat Bodi Chaniago
bahwa “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”, artinya semua niniak-mamak
yang memimpin kaum berkumpul untuk membuat sebuah kesepakatan bersama
secara musyawarah serta munfakat. Maka dari itu, semua pemangku adat
memutuskan dan sepakat untuk memberikan dukungan suara untuk Indra Catri
Datuak Malako Nan Putiah. Di samping itu, hal yang menarik bahwa Datuak
merupakan seorang leader (pemimpin) dalam ruang lingkup suku dan memiliki
peranan penting serta pengaruh besar dalam memajukan daerah.149
Berdasarkan hal itu bahwa terpilihnya kembali Indra Catri menjadi bupati
agam pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam 2015, tidak bisa dipungkiri
149
Wawancara dengan Yosefrizal Datuak Malano Basa pada 3 April 2017.
83
bahwa terdapat peran para pemangku adat (Datuak) dalam memberikan dukungan
suara untuk kemenangan Indra Catri. Karena disatu sisi pada pemerintahan
periode sebelumnya, Indra Catri sudah berhasil membawa perubahan di daerah
Agam. Adapun prestasi dimiliki oleh Indra Catri yang unggul dalam membuat
kebijakan ialah salah satunya dalam meningkatkan dan menumbuhkan kembali
nilai tradisi adat Minangkabau yang sudah mulai meredup di Agam atau dikenal
dengan revitalisasi adat. Disamping itu, Indra Catri juga salah satu seorang
pemangku adat yang berada di daerah Agam Timur. Sehingga, faktor yang
mempengaruhi elite adat dalam memberikan dukungan suara untuk
kemenangannya, pertama, secara sosiologisnya elite adat memberikan dukungan
untuk Indra Catri karena disebabkan oleh kedaerahan, kesukuan dan sama-sama
menjadi seorang pemangku adat dan berasal dari wilayah Agam Timur. Kedua,
secara psikologis, kedekatan Indra Catri dengan para Datuak lainnya yang
menjadikan satu nilai lebih dalam menarik simpati elite adat untuk memberikan
dukungan suara untuk Indra Catri. Ketiga, pilihan rasional, kebijakan yang
dirancang oleh Indra Catri pada periode sebelumnya yaitu dengan merevitalisasi
adat dan juga menerapkan kebijakan yang didalamnya terdapat unsur sesuai
dengan pepatah minangkabau yaitu:” Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah”.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam berlangsung sengit dan
demokratis. Dalam hal ini, calon Bupati Agam pada saat itu keduanya adalah
putra daerah yang sangat diakui eksistensi dan kapabilitasnya dibidang politik
serta kemasyarakatan. Kontestasi politik Kabupaten Agam kali ini merupakan
kontestasi politik atau duet antara petahana (incumbent) melawan petahana yang
telah menjabat pada periode sebelumnya.
Kemenangan dari Indra Catri ini tidak lepas dari campur tangan para Datuak
yang berada di wilayah Agam bagian Timur. Perlu diketahui bahwas Datuak
adalah seorang pemangku adat yang merupakan kepala suku/kaum yang berupaya
dalam memimpin anak-kemenakannya. Datuak itu adalah orang yang dituakan
dan sangat dihormati oleh anak-kemenakannya (didahulukan salangkah,
ditinggikan sarantiang).
Disamping itu, para Datuak memiliki pilihan politik yang bagus dalam
memberikan preferensi maupun dukungan suara untuk kemenangan Indra Catri.
Hal ini tentu berdasarkan beberapa faktor yang memperngaruhi Datuak dalam
pilihan politiknya untuk mendukung Indra Catri. Adapun faktor yang
mempengaruhi Datuak dalam memberikan dukungan suara untuk kemenangan
Indra Catri salah satunya berdasarkan faktor kedaerahan. Hal ini terlihat dari
jumlah pemilih wilayah yang berada di Agam Timur lebih banyak yang terdiri
dari 11 kecamatan dibandingkan wilayah yang berada di Agam Barat yang hanya
85
5 kecamatan. Sehingga, ini menjadi bukti bahwa jumlah pemilih (Datuak) yang
berada diwilayah Agam bagian Timur lebih dominan dan memberikan suara untuk
mendukung Indra Catri. Sebab, hal ini sesuai dengan pepatah minang “caro
basuku tagak disuku, caro banagari tagak dinagari”. Intinya ialah seorang
pemilih yang berada dari satu nagari ataupun kecamatan yang termasuk Agam
Timur akan cenderung memilih Bupati yang berasal dari Agam Timur dan begitu
dengan wilayah Agam bagian Barat.
Selanjutnya, para Datuak memberikan dukungan suara untuk Indra Catri itu
didasarkan pada kapabilitas dan jiwa kepemimpinan (leadership) yang telah ada
pada dirinya dan sejak Indra Catri menjabat sebagai pemangku adat dan
diimplementasikan ketika ia menjabat sebagai Bupati Agam pada periode
sebelumnya. Selain itu, adanya kedekatan emosional yang dibangun, terjalin
dengan baik antara Indra Catri dengan para Datuak yang lain dan memberikan
ruang pilihan politik dari para Datuak untuk memberikan dukungan suara untuk
Indra Catri.
Apalagi masyarakat dan pemangku adat (Datuak) telah melihat kinerja Indra
Catri pada pemerintahan sebelumnya terutama dalam melakukan upaya penerapan
tradisi adat (revitalisasi adat), hingga akhirnya ia dengan sangat mudah
mendapatkan suara dari rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa anak-kemenakan
berada dibawah perintah seorang pemangku adat (Datuak), maka secara otomatis
masyarakat akan cenderung kepada pilihan Datuak. Walaupun masyarakat
sesungguhnya memiliki hak pilih 100% untuk menentukan pilihannya masing-
masing pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Agam.
86
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyadari terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penulisan skripsi maupun dalam penelitian. Penulis merasakan
bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Penulis memberikan
saran untuk peneliti selanjutnya yang membahas kasus yang serupa mengenai
perilaku politik elite adat, elite lokal dalam pemilihan gubernur, bupati atau
walikota dapat dikembangkan dengan variabel yang lebih banyak dan dapat
dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda yaitu penelitian kuantitatif.
Sebab, dalam pembahasan ini sangat menarik untuk dikaji karena
demokratisasi lokal didaerah berjalan dengan baik saat terjadi kontestasi politik
pemangku adat untuk menjadi pemimpin didaerah. Hal ini disadari bahwa tidak
terjadi yang namanya dinasti politik maupun kekuasaan oligarki yang terjadi
dalam lingkungan para elite adat maupun pemerintahan daerah. Wujud demokrasi
dapat diaktualisasikan dengan baik pada pemilihan kepala daerah Kabupaten
Agam 2015.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Almond, Gabriel A & Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bina Aksara, 1984.
Amir, MS, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minangkabau
Jakarta: PT. Mutiara Sumber Wijaya, 2003.
Apter, David E, Pengantar Analisa Politik, penj. Setiawan Abadi. Jakarta:
LP3ES; 1987.
Batuah, Datuak, Tambo Alam Minangkabau. Payakumbuh: Limbago, 1955.
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Creswell, John W, Research Design: Qualitatif, Quantitatif, and Mixed Method
Approach. AS: SAGE Publication, 2014.
Dt, Kampung Dalam M. A, Menelusuri Jejak Nagari Kurai beserta Lembaga
Adatnya. Bukittinggi, Kristal Multimedia, 2011.
Dt, Bandaro Latief, Minangkabau yang Gelisah mencari Strategi Sosialisasi
Pewarisan Adat dan Budaya Minangkabau untuk Generasi Muda. Bandung:
Lubuk Agung, 2004.
Dt, Pengulu Hakimi, Pedoman Niniak Mamak Pemangku Adat. Penerbit Biro
Pembinaan Adat dan Syarak, LKAAM Provinsi Sumatera Barat.
Datuak, Rajo Pangulu M. Sayuti, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau.
Padang: LKAAM, 2010.
Dt, Sanggoeno Diradjo Ibrahim, Tambo Alam Minangkabau Tatanan Adat
Warisan Nenek Moyang Orang Minang. Bukittinggi: Kristal Multimedia,
2009.
Efendi, Firdaus, The Power Of Minangkabau,Kekuatan Minangkabau. Jakarta:
Nuansa Madani, 2012.
Elsa, Peldi Taher, ed. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi pengalaman
Indonesia Masa Orde Baru. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994.
Gaffar, Affan, Politik Indonesia Transisi menuju Demokrasi.Yogjakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Graves, Elizabeth, Asal-Usul Elite Minangkabau Modern” Respon terhadap
Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.
Hadad, Ismid, Budaya Politik dan Keadilan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1979.
Hanafie, Haniah dan Suryani, Politik Indonesia. Ciputat: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Hakimy, Idrus DT. Rajo Pangulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di
Minangkabau. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1978.
Harrison, Lisa, Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Held, David, Models of Democracy. Jakarta: Akbar Tanjung Institut, 2006.
Hollyson, MZ Rahmat dan Sri Sundari, Pilkada Penuh Euforia, Miskin Makna.
Jakarta: Bestari, Anggota IKAPI, 2015.
Kantaprawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar.
Bandung: Sinar Baru Algensido, 2002.
Mangkuto, Yusrizal Sutan, Nagari Kurai Limo Jorong, Peran dan Fungsi Niniak-
Mamak Alim Ulama sarato Cadiak Pandai di Nagari Kurai Limo Jorong
.Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2014.
Mariana, Dede dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi.
Yogjakarta: Graha Ilmu, 2008.
McClosky, Herbert, ”Political Participation”, International Encyclopedia of the
Social Sciences, ed. Ke-2. New York: The Macmillan Company, 1972.
Ms Edison, Nasrun Dt. Marajo Sungut, Tambo Minangkabau, Budaya dan Hukum
Adat di Minangkabau. Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2010.
Mujani, Saiful dan William Liddle, Kuasa Rakyat, Analisis tentang Perilaku
Pemilih Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca
Orde Baru. Jakarta: Mizan Publika, 2012.
Nazaruddin, Alfian, ed. Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta: PT Pustaka
Utama untuk Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, 1991.
Prihatmoko, Joko J, Mendemokratiskan Pemilu: Dari sistem sampai elemen teknis
Yogjakarta: Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian
Masyarakat, Universitas Wahid Hasyim Semarang, 2008.
Purwanto, Hari, Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Rampai, Bunga, Pengetahuan Adat Minangkabau. Padang: Lembaga Kerapatan
Adat Alam Minangkabau, 2000.
Sastroatmodjo, Sujijono, Perilaku Politik. Semarang: Ikip Semarang Press, 1995.
Sjamsuddin, Nazaruddin, Integrasi Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia,
1989.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar penelitian Kualitatif, Tata
Langkah dan Teknik-Teknik Teoritis Data.Yogjakarta: Pustaka Pelajar,
2003, cet. 1.
Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2010.
Zainuddin, Musyair , Implementasi Pemerintahan Nagari Berdasarkan Hak Asal-
Usul Adat Minangkabau. Yogjakarta: Ombak, 2008.
B. Jurnal
Vivit, Nurdin Bartoven, ”Antara Negara dan Nagari: Kontestasi Elit Lokal Dalam
Rekontruksi Nagari Di Minangkabau pada Masa Otonomi Daerah,” Jurnal
Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan. Vol 3, No. 7, Juli-Desember,
2009.
Yolanda, Yogi, ”Elite Tradisional di Panggung Politik: Keterlibatan Pangulu
dalam Politik Orde Baru di Kabupaten Agam.” 1971-1998.
C. Skripsi
Amrianto, ”Peranan Elit Tradisional dalam Dinamika Politik Lokal pada
Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Wakatobi”, Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Sam Ratulangi, 2014.
Ardian, Fikri, ”Identitas Etnis dalam Pemilihan Kepala Daerah Studi Pemilihan
Gubernur DKI Jakarta Tahun 2012”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Donny, Sagala Irvan, ”Etnisitas dan Perilaku Pemilih Studi Kasus Persepsi dan
Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba pada Pemilihan Kepala Daerah
Langsung Kabupaten Karo, Sumatera Utara”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Politik, Jurusan Ilmu
Pemerintahan, Universitas Sumatera Utara, 2010.
Fitrah, Afdal, ”Pengaruh Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) Di
Minangkabau dalam Pilkada Tahun 2010 di Kabupaten Tanah Datar,”
Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Nurcholis, Ahmad, ”Orang Kuat dalam Dinamika Politik Lokal Studi Kasus:
Kekuasaan Politik Fuad Amin di Bangkalan,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2016.
D. Internet
Artikel Harian Haluan Mencerdaskan kehidupan masyarakat, Partai pengusung
Irwan Fikri Ungguli Indra Catri, tersedia di
http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/42094/partai-pengusung-irwan-
fikri-ungguli-indra-catri; internet; diunduh pada 15 Oktober 2016.
Artikel Harian Haluan Mencerdaskan kehidupan masyarakat, Partai pengusung
Irwan Fikri Ungguli Indra Catri, tersedia di
http://harianhaluan.com/mobile/detailberita/42094/partai-pengusung-irwan-
fikri-ungguli-indra-catri; internet; diunduh pada 15 Oktober 2016.
Dua Pasang Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Agam Warnai Pilkada,
Website resmi Kabupaten Agam, 29 Juli 2015, tersedia di
http://www.agamkab.go.id/?agam=berita&se=detik&id=5274; internet;
diunduh pada 8 Juni 2016.
Dinafirst “ Kepemimpinan Masyarakat Minangkabau”, tersedia di
https://dinarfirst.org/kepemimpinan-dalam-masyarakat-minangkabau;
internet; diunduh pada 3 Januari 2017.
Herbert McClosky Profesor Ilmu Politik, tersedia di
www.berkeley.edu/news/media/releases/2006/03/16_mcclosky.html;
internet; diunduh pada 6 November 2016.
Irawati, Bakaruddin Rosyidi, Aidinil Zetra, 2004. ”Budaya Politik Masyarakat
Minangkabau.” Jurnal Analisa Politik Vol. 2 No. 7 Januari - Juli 2004,
tersedia di http://repository.unand.ac.id/2582/1/Jurnal_04.pdf; internet;
diunduh pada 20 November 2016.
Irhash, Lembaga Kerapatan Adat Nagari Alam Minangkabau, tersedia di
http://www.irhash.com/2010/10/lembaga-kerapatan-adat-alam
minangkabau.html; internet; diunduh pada 04 Maret 2017.
Kabar Ranah, ”Macam-macam Adat Minangkabau, tersedia di
http://www.kabaranah.com/2014/11/macam-macam-adat-di-
minangkabau.html; internet; diunduh pada 31 Desember 2016.
Komisi Pemilihan Umum Daerah kabupaten Agam, tersedia di
https://pilkada2015.kpu.go.id/agamkab; internet; diunduh pada 9 Juni 2016.
Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Agam, 2015. Tersedia di
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/LAPORAN_PENELITIAN_KESUKA
RELAAN_WARGA_DALAM_POLITIK_(POLITICAL_VOLUNTARISM
)_DI_KABUPATEN_AGAM.pdf; internet; diunduh pada 30 Desember
2016.
Muhammad Rifai, ”Teori Pilihan Rasional”, tersedia di
http://ensiklo.com/2015/09/teori-pilihan-rasional; internet; diunduh pada 13
November 2016.
Situs resmi Website Pemerintahan Kabupaten Agam, [website resmi]; tesedia di
www.agamkab.go.id, diunduh pada 9 Januari 2017.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersedia di
http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daera
h.pdf; internet; diunduh pada 20 November 2016.
E. Dokumen
Alhadi, Model DB1-KWK Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan
Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Agam Tahun 2015. Agam: KPU
Agam, 2015.
Komisi Pemilihan Umum, Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan
Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Agam. Agam: Komisi Pemilihan
Umum Kabupaten Agam, 2015.
F. Wawancara
Wawancara bersama Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau
LKAAM , Bustamam, Dt. Manindiah pada 3 April 2017.
Wawancara bersama pemangku adat Suku Pisang Nurtias, Dt. Rajo Ruhun pada 7
Maret 2017.
Wawancara bersama pemangku adat Suku Sikumbang Candra, Dt. Sidubalang
pada 10 Maret 2017.
Wawancara bersama Ketua Kerapatan Adat Nagari, KAN Yosefrizal, Dt. Malano
Basa pada 3 April 2017.
Wawancara bersama Bupati Agam Indra Catri, Dt. Malako Nan Putiah pada 20
Maret 2017.
Wawancara bersama Ketua Komisioner KPU Kabupaten Agam Alhadi pada 16
Maret 2017.
Wawancara bersama Komisioner KPU Kabupaten Agam Divisi Teknis Eri Efendi
pada 16 Maret 2017.
Lampiran 1
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Ketua Lembaga
Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Bustamam, Dt. Manindiah.
Wawancara ini dilakukan secara langsung pada tanggal pada 3 April 2017, Pukul
13:45 WIB.
Irfan : apa saja pertimbangan-pertimbangan (preferensi) Bapak
selaku Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau dalam menentukan
pilihan dalam pemilukada 2015 di Kabupaten Agam?
DT. Manindiah : Bagi saya sendiri yang pertama bahwa dari segi
kelembagaan adat tentu selaku Datuak (niniak- mamak) bersifat netral dalam
pemilukada dan tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun, baik dari partai
politik pendukung pasangan calon dan lain sebagainya. Namun, satu hal yang
paling penting bagi saya dalam memberikan pertimbangan maupun preferensi
terhadap sebuah pilihan calon Bupati, tentu saya memilih calon yang berasal dari
seorang Datuak juga, sebab kami sama-sama menjabat sebagai pemangku adat.
Meskipun, pada pemilukada kemarin yang maju berkontestasi adalah sama-sama
seorang Datuak, namun saya lebih memilih Datuak yang sedaerah dengan saya.
Perlu diketahui bahwa Datuak adalah seorang pemimpin, pemimpin untuk suku
atau kaumnya dan yang lebih luas lagi pemimpin untuk masyarakat lainnya.
Pilihan politik saya dalam memilih Bupati Indra Catri itu terlihat bahwa Indra
Catri merupakan seorang Datuak yang memiliki jiwa kepemimpinan yang bagus
terhadap anak-kemenakan dan masyarakat. Indra Catri, Datuak Malako Nan
Putiah yang sangat dekat dengan para niniak-mamak lainnya dibandingkan
lawannya calon Bupati Irwan Fikri, Datuak Nagari Batuah. Pada periode
sebelumnya Bupati Indra Catri telah berupaya dalam meningkatkan penerapan
nilai-nilai Adat serta tradisi Budaya Minangkabau. Kemudian, daripada itu Indra
Catri sangat dekat dengan masyarakat begitupun dengan para pemangku adat
(Datuak) lainnya. Kebijakan-kebijakan dalam pemerintahan Kabupaten Agam
pada periode sebelumnya, sudah terlihat bagus diiringi dengan nilai-nilai Adat dan
Agama sesuai dengan pepatah falsafah Minangkabau yaitu, “Adat basandi Syara’,
Syara’ basandi Kitabullah. Sehingga, atas dasar itulah kami selaku niniak-mamak
mendukung Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah untuk menjadi Bupati Agam
kembali.
Irfan : Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi para elite adat
(Datuak) dalam memberikan dukungan suara untuk kemenangan Indra Catri dan
Trinda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam? Jika ditinjau
dari Pendekatan: Sosiologis, psikologis dan Pilihan Rasional.
DT. Manindiah : Bagi saya pribadi bahwa faktor yang mempengaruhi
Datuak dalam memberikan dukugan suara untuk kemenangan Indra Catri dan
Trinda Farhan Satria pada pemilukada 2015 kemarin adalah salah satunya, secara
pendekatan Sosiologis yaitu sedaerah, seadat. Kenapa saya katakan sedaearah dan
seadat, sebab Bupati Indra Catri merupakan seorang anak nagari yang berasal dari
wilayah Agam Timur dan juga menjabat sebagai pemangku adat/datuak. pilihan
politik niniak mamak dengan masyarakat salah satunya bersandar pada pepatah
Minang “caro basuku tagak dinagari, caro banagari tagak dinagari,” artinya:
Orang Agam Timur pilih Calon Bupati dari Agam Timur, Orang Agam Barat pilih
Calon Bupati dari Agam Barat. Disisi lainnya, Indra Catri selama menjadi Datuak
sangat dekat dengan para pemangku adat lainnya. Kami sebagai Datuak tentu
memilih calon Bupati yang berasal dari Datuak juga. Secara Psikologis, Indra
Catri sangat dekat dengan masyarakat dan para Datuak sehingga menarik simpati
masyarakat maupun para niniak-mamak untuk mendukung Indra Catri. Kemudian,
secara Pilihan Rasional, Kebijakan-kebijakan Indra Catri bagus pada periode
sebelumnya dan telah berupaya untuk meningkatkan nilai-nilai adat Tradisi
Minangkabau. Tidak kalah penting bahwa Indra Catri telah memperlihatkan
karakternya sebagai kepemimpinnya yang baik.
Irfan : Bagaimana peran dan kontribusi Lembaga Kerapatan
Adat Minangkabau dalam mensukseskan pemilukada 2015, Kabupaten Agam
kemarin?
DT. Manindiah : Dari segi peran dan kontribusi LKAM adalah untuk
melakukan sosialisasi kepada anak-kemenakan agar mampu menggunakan hak
suara dengan baik pada Pemilukada. Akan tetapi, LKAM tidak melakukan
kampanye kepada masyarakat. Sebab, LKAM bersifat netral.
Lampiran 2
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara dengan pemangku adat Suku Pisang
Nurtias, Datuak Rajo Ruhun pada 7 Maret 2017.
Irfan : Assalamu’alaikum wwb Mak Datuak ?
Dt. Rajo Ruhun : Wa’alaikum Salam wwb.
Irfan : Baiklah Mak Datuak, saya mulai wawancaranya?
Dt. Rajo Ruhun : Baiklah, silahkan.
Irfan : Apakah Mak Datuak mengikuti Pemilihan Umum Kepala
Daerah Bupati dan Wakil Bupati pada 9 Desember 2015 yang lalu di Kabupaten
Agam?
Dt. Rajo Ruhun : ya, tentu saja saya mengikuti Pemilihan Bupati dan Wakil
Bupati tersebut dan memilih calon bupati yang menjadi pilihan saya.
Irfan : Bagaimana Pilihan Politik mak Datuak sebagai seorang
Elit Adat dalam Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam?
Dt. Rajo Ruhun : Bagi saya pribadi sebagai niniak mamak yang memimpin
suku beserta anak kemenakan. Pilihan politik saya terutama dalam pemilukada
kemarin, saya memilih calon Bupati yang memang benar jelas kerjanya dan
mampu membawa perubahan serta kemajuan dalam pembangunan daerah. Seperti
kita ketahui bahwa kedua pasangan calon Bupati yang maju dalam Pemilukada
tahun 2015 itu memang sama-sama berasal dari niniak mamak juga. Tentu secara
jelas, kedua pasangan calon itu memiliki gelar atau jabatan yang sama seperti saya
sebagai Datuak yang memimpin suku di Nagari. Sehingga , dalam memilih atau
menetapkan pilihan politik, saya melihat bukan sertamerta karena calon berasal
dari kalangan penghulu atau datuak juga tapi lebih cenderung pada prestasi calon
Bupati beserta kinerjanya selama ini dalam membangun daerah dan sangat bagus
relasinya dengan niniak mamak juga bagus. Apalagi kita lihat para calon yang
maju sama-sama Bupati dan Wakil Bupati yang menjabat sebelumnya. Jadi,
dalam memilih saya tidak langsung menetapkan pilihan politik saya, akan tetapi
saya melihat kriteria, prestasi atau kinerja yang dilakukan oleh calon kandidat
tersebut meskipun tergolong seorang Datuak atau niniak mamak. Disisi lain,
pilihan politik saya, saya lebih berkenaan kepada calon yang sesuai antara
perbuatan, kinerjanya serta mampu bekerja dengan baik di daerah Agam ini dalam
artian tidak ada kebohongan dalam menjalani tugas. Kejujuran yang harus
diterapkan dalam memimpin daerah, janganlah sampai seperti pepatah adat kita
Minangkabau :” balawan siang, bakawan malam. Maka kebenaran tidak akan ada
didalamnya. Siapapun yang akan berkompetisi untuk membangun daerah siapun
itu, baik dari kalangan Datuak, alim ulama, cadiak pandai harus mampu
membawa kemajuan daerah serta mewujudkan pemerintahan yang baik,
kehidupan beragama dan meningkatkan norma adat yang berlandaskan Prinsip
Minangkabau” Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ mangato,
Adat Memakai.
Irfan : Apa saja pertimbangan-pertimbangan niniak mamak
dalam memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Bupati Indra Catri dan
Wakil Bupati Trianda Farhan Satria pada Pemilukada 2015 ?
Dt. Rajo Ruhun : mengenai pertimbangan-pertimbangan saya dalam
memberikan dukungan suara, saya melihat pada keprofesionalitasan kinerja
Bupati Indra Catri dalam pemerintahan di Kabupaten Agam pada periode yang
lalu. Sehingga, dengan bagusnya kinerja yang dilakukan Bupati maka saya secara
pribadi mendukung secara penuh agar bapak Bupati Indra Catri memenangkan
pemilukada 2015 kemarin. Satu catatan yang penting harus diketahui, meski calon
kandidat Bupati Agam itu keduanya berasal dari niniak-mamak, hal yang menjadi
pertimbangan bagi saya adalah saya melihat kapabilitas, prestasi yang dilakukan,
kemudian kedekatannya dengan niniak mamak (datuak) dan masyarakat lainnya.
Irfan : Faktor apa saja yang mempengaruhi Datuak dalam
memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil
Bupati Trianda Farhan Satria ?
Dt. Rajo Ruhun : Secara pribadi, faktor yang mempengaruhi saya dalam
mendukung ataupun memberikan dukungan suara kepada kemenangan bapak
Bupati Indra Catri adalah sebagai berikut: faktor Sedaerah yang mempengaruhi
saya untuk memilih bapak Bupati Indra Catri yang sama-sama anak daerah Agam
bagian Timur. Faktor Seadat artinya bapak Bupati sama-sama memiliki jabatan
sebagai niniak mamak (Datuak) seperti saya yang dibawah naungan adat Bodi
Chaniago Datuak Perpatiah Nan Sabatang. Demikian, pilihan politik niniak
mamak dengan masyarakat salah satunya bersandar pada pepatah Minang “caro
basuku tagak dinagari, caro banagari tagak dinagari,” artinya: Orang Agam
Timur pilih Calon Bupati dari Agam Timur, Orang Agam Barat pilih Calon
Bupati dari Agam Barat. Saya memberikan dukungan suara untuk bapak Bupati
Indra Catri berdasarkan pada kepemimpinan beliau dalam menjalankan tugas
didaerah sangat baik, kinerja serta kebijakannya bagus pada periode sebelumnya.
Tapi saya sebagai niniak-mamak lebih cenderung secara pilihan rasional tanpa ada
pengaruh dari pihak manapun, baik itu partai politik atau ketua Kerapatan Adat
Nagari (KAN) dan sebagainya.
Lampiran 3
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara dengan pemangku adat Suku Sikumbang
Candra Datuak Sidubalang pada 10 Maret 2017.
Irfan : Sebagai seorang Elit Adat atau Datuak, Bagaimana Pilihan
Politik Mak Datuak dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam 2015 yang
lalu ?
DT. Sidubalang : Secara Adat niniak mamak pribadi, dari segi pilihan
politik dalam pemilukada 2015 yang lalu, sebetulnya mamak melihat kriteria
calon Bupati atau wakil Bupati yang akan maju dalam Pilkada, dalam artian
siapapun yang akan maju dalam pilkada baik berasal dari niniak-mamak atau
diluar niniak-mamak haruslah mampu memakmurkan masyarakat dengan
prestasi-prestasi yang dilakukan serta membawa perubahan didaerah. Disisi lain,
para Bupati yang terpilih harus selaras serta mampu menerapkan nilai-nilai adat
didalam pemerintahan daerah. Hukum adat dengan hukum Undang-undang dalam
pemerintahan harus sejalan dengan baik.
Irfan : Apa saja pertimbangan-pertimbangan niniak mamak dalam
memberikan dukungan suara terhadap kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil
Bupati Trianda Farhan Satria?
DT. Sidubalang : kalau mengenai pertimbangan dalam memberikan
dukungan suara ini terhadap bapak Bupati Indra Catri, DT. Malako Nan Putiah.
Hal mendasar yang menjadi pertimbangan bagi mamak sendiri adalah disaat
beliau menjabat menjadi Bupati pada periode sebelumnya, dalam membuat
kebijakan sangat bagus dan dekat dengan masyarakat. Prestasi-prestasi banyak
diterbitkan dalam membawa kemajuan di Agam ini. Beliau mampu membawa
daerah kearah yang lebih baik sesuai dengan slogan daerah kita: “ Agam Madani,
Mandiri dan Berprestasi”.
Irfan : Bagaimana pengaruh KAN dalam Pemilukada Kabupaten
Agam 2015 kemarin terhadap kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati
Trianda Farhan Satria?
DT. Sidubalang : Terkait bagaimana pengaruh Kerapatan Adat Nagari
(KAN) dalam Pemilukada terhadap kemenangan Bapak Bupati Indra Catri dan
wakilnya itu sama sekali tidak ada pengaruh KAN untuk memobilisasi suara
niniak-mamak dalam mendukung bapak Bupati. Para Datuak secara independent
dalam memilih dan menetapkan siapa calon Bupati yang dipilih memang sesuai
atau berkenaan dihati masing-masing niniak-mamak. Tentu dalam diri mamak
sendiri tidak ada yang mempengaruhi mamak untuk mendukung atau memilih
bapak Bupati Indra Catri. Namun, ini semua adalah keinginan dan inisiatif mamak
sendiri. Nah, di zaman Reformasi ini tentu sangat berbeda pada zaman Orde Baru.
Kalau dizaman reformasi tidak ada paksaan, ajakan, pengaruh dari lembaga
Kerapatan Adat Nagari untuk memutuskan para Datuak dalam memilih atau
menjadi tim sukses calon Bupati. Sedangkan, di zaman Orde Baru memang
banyak terjadi pengaruh dari Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) untuk
mendukung suara terhadap calon yang berasal dari Partai Golkar. Semua Datuak
mau atau tidak mau harus memaksakan diri untuk mendukung Partai Golkar. Pada
saat kampanye Golkar banyak niniak-mamak yang bergabung dalam partai
dengan melakukan kegiatan kampanye menggunakan pakaian baju niniak-mamak,
seperti: Saluak, Salempang dan lainnya kepada anak-kemenakan yang satu suku
dengannya.
Lampiran 4
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Ketua Kerapatan
Adat Nagari, KAN Yosefrizal, Dt. Malano Basa pada 3 April 2017.
Irfan : Bagaimana Pilihan Politik Bapak selaku Datuak dan Ketua
Kerapatan Adat Nagari pada Pemilukada 2015, Kabupaten Agam?
DT. Malano Basa : Menurut saya bahwa pilihan politik yang saya miliki pada
pemilukada 2015 kemarin, saya lebih cenderung pada Bupati Indra Catri. Karena
pada dasarnya beliau seorang Datuak dan juga sekaligus pemimpin kaum. Selama
beliau memimpin didaerah Kabupaten Agam pada periode sebelumnya telah
memperlihatkan kinerja yang bagus dan menambah nilai plus terhadap para
niniak-mamak/datuak di Minangkabau terutama di Kabupaten Agam ini. Oleh
karena itu, saya memilih beliau karena berdasarkan falsafah adat Bodi Chaniago
bahwa “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”, artinya semua niniak-mamak
yang memimpin kaum berdasarkan kesepakatan bersama secara musyawarah serta
munfakat. Sehingga, Datuak-datuak melakukan kesepakatan memilih Bupati Indra
Catri kembali. kebijakan-kebijakan mengenai adatnya bagus dan membuat
masyarakat serta para elit adat mendukung kembali Indra Catri Datuak Malako
Nan Putiah menjadi Bupati untuk periode selanjutnya.
Irfan : Apakah ada pengaruh dari Lembaga Kerapatan Adat Nagari
(KAN) untuk memenangkan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan
Satria pada Pemilukada 2015 kemarin?
DT. Malano Basa : Dari Lembaga KAN sendiri tidak ada melakukan
kampanye ataupun mempengaruhi pemilih baik dari kalangan elit adat maupun
masyarakat untuk memenangkan Bupati Indra Catri. Sebab, Kerapatan Adat
Nagari bersifat Netral. Akan tetapi, diluar kelembagaan para Datuak yang
berkumpul di ruang Balai Adat dan melakukan kesepakatan bersama untuk
mendukung Bupati Indra Catri Datuak Malako Nan Putiah. Hal ini tentu
berpedoman pada azaz adat yang terkandung dalam Lareh Bodi Chaniago.
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Wawancara
bersama Bupati Agam Indra Catri, Dt. Malako Nan Putiah pada 20 Maret 2017.
Irfan : Bagaimana Dukungan dari Niniak Mamak/ Elit Adat
dalam Kemenangan Bapak menjadi Bupati terpilih pada Pemilukada 2015 di
Kabupaten Agam kemarin?
Indra Catri : Mengenai hal itu secara fakta bahwa Niniak
Mamak/Datuak banyak memberikan dukungan kepada saya. Sebab, niniak mamak
didengar oleh masyarakat untuk melakukan sosialisasi kepada anak-
kemenakannya. Disisi lainnya bahwa saya dipilih kembali untuk menjadi Bupati
Agam adalah dukungan dari Niniak Mamak. Sebab, saya juga adalah seorang
Penghulu atau Niniak-Mamak. Inilah, faktor kunci dari kemenangan saya pada
Pemilukada kemarin.
Irfan : Apa saja kebijakan Bapak dalam pemerintahan Kabupaten
Agam terutama terkait memajukan Nilai-nilai Adat maupun Tradisi
Minangkabau?
Indra Catri : Banyak sekali, dalam hal ini saya mendukung secara
penuh untuk merevitalisasi adat-istiadat, Adat salingka nagari, Pusako salingka
kaum, upacara-upacara adat, dan pelatihan-pelatihan untuk pemangku adat
Irfan : Bagaimana Relasi Lembaga Kerapatan Adat Alam
Minangkabau (LKAAM), Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Pemerintahan
Daerah?
Indra Catri : Menurut saya, khusus di ruang lingkup wilayah
Kabupaten Agam ini sangat unik, kenapa saya katakan unik? Sebab, di Agam ini
terdapat yang namanya Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) dan saat ini
ditambah menjadi Muspida plus yang mana meliputi: Pengadilan, Ketua DPR,
Kejaksaan, Dandim, Kapolres. Nah, kemudian di pemerintahan Kabupaten Agam
ini ditambahkan dengan unsur-unsur niniak-mamak (Datuak) dengan Bundo
Kanduang. Ini semua akan menjadi kuat, sehingga dalam mengambil suatu
keputusan, pemerintahpun mampu memberikan pertimbangan-pertimbangan
terhadap kearifan lokal dan meningkatkan nilai-nilai tradisi adat-istiadat, agama.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas terdapat unsur niniak mamak yakni
Ketua LKAAM, Bundo kanduang dan Agama (MUI). Sehingga, ketiga unsur
tersebut akan berjenjang sampai ketingkat pemerintahan nagari di Kabupaten
Agam ini.
Irfan : Menurut Bapak, Bagaimana Relasi Adat dan Politik di Era
Reformasi ini?
Indra Catri : Menurut saya, pada masyarakat Minangkabau terutama di
Agam ini jika tidak memiliki adat, maka akan menjadi kacau. Sehingga, adat dan
politik sangat berdekatan dan sejalan baik terlihat dalam pemerintahan daerah
sampai pada pemerintahan nagari. Kita mampu melihat bahwa terdapat keteduhan
yang ditanamkan dari Adat, persaingan yang tidak kasar, itu adalah unsur-unsur
adat didalamnya. Disisi lain, juga terdapat nilai-nilai agama terutama, moral.
Moralitas dalam berpolitik harus ditanamkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ini. Sehingga, politik tanpa adat, politik tanpa moral maka semua akan
semakin buruk. Apalagi, kebanyakan orang mengira bahwa perpolitikan di
Indonesia ini sudah kebablasan atau Demokrasi yang sudah terpuruk. Pada
akhirnya, di Minangkabau khususnya di Agam itu tidak terjadi, sebab ajaran Adat,
ajaran Agama masih diperhatikan dalam berpolitik. Walau bagaimanapun,
didalam kepengurusan Partai-partai politik di Minangkabau terutama di Agam
banyak berasal dari pemangku adat (niniak-mamak), ulama-ulama dan
sebagainya.
Irfan : Bagaimana peran dan kontribusi LKAAM dalam
mensukseskan pemilukada 2015 di Kabupaten Agam kemarin?
Indra Catri : Dalam hal ini tentu peran dan kontribusi niniak-mamak
yang tergabung dalam lembaga LKAAM ini memberikan sosialisasi kepada
masyarakat agar tidak Golput pada pemilihan kepala daerah kemarin, untuk
menggoalkan salah satu calon atau memihak tentu LKAAM tidak bisa, sebab
lembaga ini sangat netral. Para niniak-mamak menghimbau agar tingkat
partisipasi masyarakat tinggi dan tidak ada konflik horizontal di tengah-tengah
masyarakat.
Lampiran 6
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Wawancara
bersama Ketua Komisioner KPU Kabupaten Agam Alhadi pada 16 Maret 2017.
Irfan :Bagaimana pandangan Bapak terkait proses pemilihan Kepala
Daerah Bupati dan Wakil Bupati 2015 di Kabupaten Agam dari segi kontestasi
politik antar petahana lawan petahana?
Alhadi :Menurut saya bahwa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Agam
yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2015 itu pada dasarnya terjadi (feat to
feat) antara Bupati dengan Wakil Bupati. Nah, pada awalnya memang dari sisi
pencalonan diawali oleh Bapak Indra Catri dan diakhiri oleh Bapak Irwan Fikri.
Saat itu, sempat terjadi kekhawatiran apakah tidak ada lawan untuk bapak Indra
Catri, namun pada akhirnya ternyata Irwan Fikri yang menjadi lawan Indra Catri
dalam kontestasi politik pemilukada 2015 kemarin. Oleh karena itu, pada
dasarnya bahwa dua orang ini merupakan dua putra Agam yang sama-sama
terbaik, akan tetapi, walaupun demikian namun Bapak Bupati Indra Catri telah
lebih dulu dan lama mengabdi di Kabupaten Agam ini dibandingkan Irwan Fikri.
Sehingga, dari sisi itu banyak pengaruh terhadap kemenangan bapak Bupati Indra
Catri.
Irfan :Menurut bapak sebagai Ketua KPU, Bagaimana pengaruh
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau terhadap kemenagan Bapak Bupati
Indra Catri dan Wakil Bupati Trinda Farhan Satria pada Pemiluka 2015 di
Kabupaten Agam?
Alhadi :Meskipun ada, karena pada dasarnya LKAAM merupakan sebuah
lembaga Kerapatan Adat yang selalu menjadi Muspida plus dan sekarang telah
berganti nama menjadi Porkopinda. Di Agam sendiri saya pikir itu tidak
berpengaruh karena para pemilih-pemilih di Agam itu sangat cerdas dan tidak bisa
dipengaruhi oleh lembaga tertentu untuk mengoalkan salah satu calon. LKAAM
pun tidak mampu untuk mempengaruhi niniak-mamak ataupun masyarakat di
Kabupaten Agam. Oleh karenanya, para pemilih menggunakan preferensi mereka
masing-masing untuk memilih kandidat sesuai rasionalitas yang mereka miliki
meskipun faktor kedaerahan sangat kentara pada pemilukada 2015 itu.
Irfan : Menurut Bapak pada Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil
Bupati 2015 di Kabupaten Agam kemenangan Bapak Bupati Indra Catri adalah
sebuah kemenangan karena faktor kedaerahan atau apa?
Alhadi : Oke, seperti yang telah saya sampaikan tadi bahwa di satu sisi
Bapak Indra Catri lebih dahulu mengabdikan diri dan menanamkan kebaikan
dalam pemerintahan di Agam ini dibandingkan oleh Bapak Irwan Fikri. Tentu
dalam kedekatan dengan elit adat (Datuak) maupun masyarakat, Bapak Indra
Catrilah yang lebih dekat sebab tidak dipungkiri bahwa Indra Catri juga sebagai
Penghulu/Datuak. Meski disisi lain Irwan fikri juga adalah seorang Penghulu,
namun dengan sesama Datuak/Niniak Mamak beliau tidak begitu dekat
dibandingkan Indra Catri. Kemudian lain daripada itu, sejak dari dulu sampai
sekarang sudah terjadi pengkotak-kotakan atau pemisahan antara Agam bagian
Barat dengan Agam bagian Timur. Nah, ketika diadakan Pemilu Isu kedaerahan
ini dibangkitkan lagi dan pada akhirnya salah satu hal yang menjadi kemenangan
Bapak Indra Catri adalah dukungan niniak-mamak (Datuak), masyarakat nagari-
nagari dengan kedaerahan beliau yakni, Agam Timur. Sehingga, faktor
kedaerahan juga mempengaruhi kemenangan Bupati Indra Catri dan Wakil Bupati
Trinda Farhan Satria.
Lampiran 7
TRANSKRIP WAWANCARA
Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan dengan Wawancara
bersama Komisioner KPU Kabupaten Agam Divisi Teknis Eri Efendi pada 16
Maret 2017.
Irfan : Bagaimana Proses jalannya Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan
Wakil Bupati yang berlangsung di Kabupaten Agam pada Tahun 2015?
Eri Efendi : Proses Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati
Kabupaten Agam Tahun 2015 telah terselenggara dengan lancar, aman dan tertib
sesuai ketentuan dan ketatapan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Agam.
Pemilihan Kepala Daerah kali ini berlangsung satu putaran saja karena calon
kandidat hanya 2 pasang. Pemilukada Agam 2015 berjalan damai tanpa ada
gugatan dari pihak manapun. Akan tetapi, terdapat sedikit masalah yaitu
Demonstrasi yang dilakukan oleh massa pendukung pasangan calon 1, demo ini
dilakukan oleh sekelompok massa dukungan pasangan calon 1 Irwan Fikri dan H.
Chairunnas karena ketidakpuasan terhadap hasil akhir pemilihan kepala daerah.
Namun, secara proses relatif tidak terjadi permasalahan ataupun sengketa dalam
pemilukada di Kabupaten Agam tahun 2015 yang lalu.
Irfan : Dalam Pelaksanaan Pemilukada 2015 kemarin, apakah ada
dukungan khusus dari Elit Adat/Datuak dalam kemenangan Bupati Indra Catri?
Eri Efendi : Mengenai dukung ataupun mendukung dalam pemilukada 2015
itu, KPU sendiri lebih melihat pada Partai Politik pengusung para calon kandidat
Bupati dan Wakil Bupati. Dukungan dari berbagai kelompok baik dari niniak-
mamak, alim ulama maupun cerdik pandai maupun perorangan untuk
memenangkan satu kandidat atau lainnya itu pada dasarnya adalah perjuangan
masing-masing calon itu sendiri. Kalau dukungan formal menurut KPU adalah
salah satunya memenuhi syarat untuk dicalonkan dan terdapat partai politik
pengusungnya. Jadi, khusus pada Pemilukada Agam 2015 itu terdiri dari 2
pasangan calon dan diusung oleh partai politik.
Irfan : Menurut KPU sendiri bagaimana peran dan kontribusi Lembaga
Kerapatan Adat Alam Minangkabau/Kerapatan Adat Nagari (LKAAM/KAN)
dalam mensukseskan Pelaksanaan Pemilukada 2015 di Kabupaten Agam?
Eri Efendi : Dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil
Bupati tanggal 9 Desember 2015 di Kabupaten Agam. KPU melakukan kerjasama
dengan lembaga-lembaga Adat baik itu LKAAM, KAN dalam mensukseskan
pemilukada tersebut. Niniak-mamak (Datuak) sangat mendukung dalam
pelaksanaan pemilu, sebagai contoh, disaat pelaksaan acara Adat di lembaga
Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) niniak-mamak memberikan
kesempatan kepada KPU untuk mensosialisasikan pemilu. Oleh karena itu,
lembaga LKAAM/KAN bukan melakukan dukung ataupun mendukung para
pasangan calon. LKAAM khususnya di Kabupaten Agam ini sangat bersifat
netral.
Lampiran 8
Bersama : Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Bapak
Bustamam, Datuak Manindiah.
Lampiran 9
Bersama: Elite Adat (Datuak) suku Sipisang, Bapak Nurtias, Datuak Rajo Ruhun.
Lampiran 10
Bersama Elite Adat (Datuak) suku Sikumbang yakni Bapak Candra, Datuak
Sidubalang.
Lampiran 11
Bersama Elit Adat (Datuak) Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) yakni Bapak
Yosefrizal, Datuak Malano Basa.
Lampiran 12
Bersama Bupati Agam Bapak Indra Catri, Datuak Malako Nan Putiah.
Lampiran 13
Bersama Komisioner KPU Kabupaten Agam, Bapak Alhadi.
Lampiran 14
Bersama Komisioner KPU Divisi Teknis Kabupaten Agam, Bapak Eri Efendi.
Recommended