View
237
Download
9
Category
Preview:
Citation preview
PETUNJUK TEKNIS
PENYALURAN DAN PEMANFAATAN DANA HIBAH SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2015
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN BIDANG PK DAN PLK
KEGIATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM, PENILAIAN PKPLK DAN PENINGKATAN KOMPETENSI SISWA PKPLK TAHUN 2015
JL. Dr. RADJIMAN NO.6 BANDUNG
2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap warga negara dijamin haknya oleh UUD 1945 (Amandemen) untuk
mendapatkan pendidikan dan bahkan wajib mengikuti pendidikan dasar 9 tahun
yang dibiayai oleh negara. Jaminan hak tersebut termasuk anak penyandang cacat
(anak yang memiliki kelainan) sebagaimana dinyatakan oleh UU No. 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat.
Merujuk kepada Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau Education For All
(EFA), yang merupakan komitmen bangsa-bangsa di dunia dideklarasikan pada
tanggal 26-28 April 2000 di Dakar Senegal, dijelaskan bahwa upaya membangun
kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan yang meliputi enam (6)
aspek, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, Pendidikan
Keaksaraan, Pendidikan Kecakapan Hidup, Kesetaraan dan Keadilan Gender serta
Mutu Pendidikan. Selain Deklarasi Dakar, Pemerintah Indonesia juga ikut
menyepakati Millenium Development Goals (MDG), salah satu kesepakatananya
adalah menghilangkan angka kemiskinan absolut dan kelaparan, memberlakukan
pendidikan dasar yang universal dan menurunkan angka kematian anak. Bangsa
Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan dari keterikatannya terhadap isi
Deklarasi PUS dalam rangka membangun kualitas kehidupan sumber daya
manusia.
Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam PUS sesungguhnya sesuai dengan
isi Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan pemerintah
Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap
warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu
sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliknya tanpa memandang status sosial,
etnis dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara
Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan
untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong
tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
3
Walaupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah proakitf untuk
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk mendapat
akses layanan pendidikan, namun tetap kondisi objektif pemerataan pendidikan
yang mengakses semua anak belum menunjukkan perkembangan yang signifikan,
karena pemerataan akses untuk memperoleh pendidikan belum komprehensif
dirasakan oleh semua masyarakat di seluruh Provinsi Jawa Barat. Ternyata masih
banyak anak-anak usia sekolah termasuk anak-anak berkebutuhan khusus baik
yang permanen maupun yang temporer yang masih terdiskriminasi. Masih banyak
anak-anak yang seharusnya bersekolah tetapi ternyata belum bersekolah dengan
alasan yang bervariasi. Masih banyak sekolah-sekolah yang belum aksesibel dan
masih ada sekolah-sekolah yang kondisi fisiknya masih memprihatinkan. Sarana
dan parasarana pendidikan belum memadai. Masih adanya pendidik dan tenaga
kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi minimal dan kompetensinya perlu
ditingkatkan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Jawa Barat
ini. Pendidikan Inklusif yang merupakan salah satu strategi dalam rangka
menuntaskan wajar dikdas 9 tahaun belum diimplementasikan secara komprehensif
di Provinsi Jawa Barat.
Salah satu strategi yang dipilih oleh Pemerintah dan masyarakat dalam
upaya menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan (9) tahun adalah
pendidikan inklusif. Dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif diharapkan
akan meningkatkan akses layanan pendidikan bagi semua anak dan sekaligus
meningkatkan mutu pendidikan.
Sistem layanan pendidikan inklusif merupakan inovasi kontemporer
pendidikan di Indonesia yang dipandang sebagai terobosan dalam perubahan
pengelolaan pendidikan guna menghadapi dinamika permasalahan pendidikan
yang sangat kompleks, sehingga perubahannya harus diarahkan pada perencana,
pengorganisasian , pelaksanaan serta evaluasinya dalam sistem input-proses-output
sebagai upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan.
Secara legalitas formal perundang-undangan dan peraturan yang dapat
dijadikan landasan implementasi pendidikan inklusif telah ada. Lahirnya
paradigma pendidikan inklusif tersebut sarat dengan muatan kemanusiaan dan
penegakan hak-hak azazi manusia. Inti (core) dalam paradigma pendidikan inklusif
4
yaitu sistem pemberian layanan pendidikan dalam keberagamaan, dan falsafahnya
yaitu menghargai perbedaan semua anak. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa : “Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu” (Pasal 5
ayat 1) dan “Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan emosional, mental,
intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus” (Pasal 5 ayat 2).
Lebih jelas lagi pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa : “Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa” (Pasal 32 ayat 1), dan
“Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil , dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. (Pasal 32 ayat
2). Mengenai penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia secara khusus
dituangkan pada penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 15 sebagai berikut :(…) Pendidikan khusus
merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Secara lebih jelas lagi mengenai Pendidikan Inklusif yaitu pada
Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan/atau Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
mengembangkan Pendidikan Inklusif yang tujuannya bermuara pada upaya
peningkatan akses dan mutu pendidikan bagi semua anak (Educational for All).
Kegiatan yang telah dilakukan antara lain mulai tahun 2003 melaksanakan uji coba
implementasi pendidikan inklusif di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat
(Setiap Kabupaten/Kota 3 SD).
Menyadari betapa besar dan beratnya tugas Pemerintah dalam bidang
pendidikan yang dapat mengakses atau mengakomodasi semua anak, Pemerintah
5
Provinsi Jawa Barat bertekad untuk pro aktif dalam mengembangkan pendidikan
inklusif.
Kewenangan Pemerintah Provinsi dalam memfasilitasi penyelenggaraan
pendidikan inklusif dijelaskan secara rinci pada Permendiknas Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, kewajiban Pemerintah
Provinsi antara lain :
• Membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif. (Pasal 6 ayat 3)
• Membantu penyediaan tenaga pembimbing khusus bagi satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif yang memerlukan sesuai dengan
kewenangannya. (Pasal 10 ayat 4)
• Membantu meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif. (Pasal 10 ayat 5)
• Memberikan bantuan profesional kepada satuan pendidikan penyelenggara
pendidikan inklusif melalui kelompok kerja pendidikan inklusif. (Pasal 11 ayat
2 dan ayat 3)
• Melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan
kewenangannya. (Pasal 12)
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan yang dapat mengakses semua
anak, maka di sekolah umum perlu adanya pendidik dan tenaga kependidikan
yang memiliki kualifikasi dan kompetensi standar dalam menyelenggarakan
pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus. Untuk memenuhi hal
tersebut maka Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Sekolah perlu mengadakan
program atau kegiatan yang dapat meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pentingnya kegiatan
ini seperti tertuang pada Pasal 41 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional, bahwa: ”Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan
pendidikan inklusif harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai
kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan
khusus”.
Di samping komponen pendidik dan tenaga kependidikan maka dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif harus dilengkapi dengan beberapa
6
komponen pendukung lainnya, baik sarana dan prasarana, biaya, dan kebijakan
atau regulasi yang mendukung pendidikan inklusif dari sekolah/pemerintah daerah.
Dalam upaya pelaksanaan program pendidikan inklusif tersebut maka
diperlukan dana operasional sekolah yang khusus atau spesisik dan memadai
sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik untuk mendukung implementasi
pendidikan inklusif. Hal ini karena kebutuhan biaya sekolah umum yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif lebih kompleks dibandingkan dengan
sekolah umum yang tidak menyelenggarakan pendidikan inklusif. Kaitannya
dengan penyediaan dana penyelenggaraan pendidikan inklusif, pada tahun 2015
ini, program pemberian dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
sebanyak 750 sekolah.
Dana bantuan sekolah umum yang menyelenggarakan pendidikan inklusif
untuk membiayai (1) Penjaringan dan pendataan anak/peserta didik berkebutuhan
khusus, (2) Identifikasi, asesmen dan intervensi peserta didik berkebutuhan khusus,
(3) Penerimaan Siswa Baru Seting Pendidikan Inklusif, (4) Sosialisasi Pendidikan
Inklusif (5) advokasi (pendampingan) pembelajaran seting pendidikan inklusif, dan
(6) operasional sekolah seting pendidikan inklusif
Agar pemberian dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
ini terlaksana dengan baik maka perlu disusun Petunjuk Teknis Penyaluran dan
Pemanfaatan Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif untuk menjadi
acuan sekolah penyelenggara dan pihak-pihak terkait lainnya.
B. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa
Barat (Berita Negara Tanggal 4 Juli 1950);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor
4301);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan lembaran Negara
Nomor 4437); jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
7
Peraturan Pemerintah Penagganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Stándar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 41 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4496);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang pendanaan Pendidikan;
7. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan
Nasional tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara;
8. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor
22/KEP/MENKO/KERSA/IX/2006 tentang Pembentukan Tim Koordinasi
Nasional Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara’;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Semilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Satuan Pendidikan;
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar
Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan
Tunalaras;
12. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana dan Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB;
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
15. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 15 Tahun 2000 tentang Dinas
Daerah Provinsi Jawa Barat jo Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 tentang
8
Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 tentang Dinas Daerah
Provinsi Jawa barat
16. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 07 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan;
17. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 72 Tahun 2015 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan
18. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 34 tahun 1999 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar di Jawa Barat;
19. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD)
C. TUJUAN BANTUAN HIBAH SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Secara umum pemberian dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif bertujuan untuk meringankan beban masyarakat atau sekolah umum yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif dalam menyelenggarakan pendidikan yang
mengakses semua anak/peserta didik, termasuk anak/peserta didik berkebutuhan
khusus (yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa).
Secara khusus pemberian dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif bertujuan untuk menyediakan dana sekolah umum penyelenggara
pendidikan inklusif yang tidak dialokasikan dari dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), yaitu untuk :
1. Identifikasi dan asesmen 10%
2. Intervensi peserta didik berkebutuhan khusus 15%
3. Penerimaan Siswa Baru Seting Pendidikan Inklusif 10%
4. Sosialisasi Pendidikan Inklusif 10%
5. Workshop Implementasi peningkatan komptensi tenaga penidik di sekolah
Inklusif 20%
6. Advokasi (pendampingan) pembelajaran seting pendidikan inklusif 10 %
7. Operasional sekolah seting pendidikan inklusif. 25 %
9
D. SASARAN DAN BESAR BANTUAN HIBAH SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Sasaran
Sasaran kegiatan bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yaitu 750
(tujuh ratus lima puluh) sekolah penyelengara pendidikan inklusif mulai satuan
pendidikan SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA dari setiap kabupaten/kota yang
sudah terdaftar di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
2. Besar Bantuan
Besaran biaya bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif setiap
sekolah/satuan pendidikan (SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA);
Besaran biaya terlampir
E. WAKTU PENYALURAN DANA HIBAH
Dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif akan diberikan atau
disalurkan sekaligus. Berikut diuraikan tentang waktu, pengajuan, verifikasi dan
penyaluran bantuan belanja hibah tahun 2015 sebagai berikut :
NO KEGIATAN WAKTU
2014 2015 1 Sosialisasi Hibah Januari 2014
2 Pengajuan Proposal Januari- Pebruari 2014
3 Input RKPD On Line tahap Pertama Pebruari 2014
4 Verifikasi awal proposal yang masuk ke Dinas Pendidikan
Pebruari 2014
4 Input RKPD On Line tahap Dua (Finalisasi data CPCL)
Maret 2014
5 Penetapan CPCL penerima bantuan HIBAH 2015
Januari- pebruari 2015
6 Pengajuan Proposal dan kelengkapan dokumen Pencairan bantuan Hibah 2015 dari Gugus
Pebruari 2015
7 Verifikasi Dokumen Proposal dan kelengkapan dokumen Pencairan bantuan Hibah 2015
Maret 2015
10
NO KEGIATAN WAKTU
2014 2015 8 Penyusunan NPHD pencairan Hibah
2015 April 2015
9 MoU April 2015
10 Penyusunan Dokumen-dokumen pencairan ke Pemda Provinsi Jawa Barat
Mei 2015
11 Izin prinsip dari Biro keuangan Mei 2015
12 Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM)
Juni 215
13 Terbit (Surat Perintah Pencairan Danaq (SP2D)
Juli 2015
14 Dana Hibah disalurkan ke rekening penerima Hibah
Agustus 2015
15 Proses pencairan oleh penerima Hibah
Agustus 2015
16 Laporan Bahwa dana Hibah sudah diterima oleh penerima Hibah (copy rekening)
Agustus 2015
17 Laporan penggunaan dana Hibah Oktober 2015
.
11
BAB II PENDIDIKAN INKLUSIF DAN KEGIATAN BANTUAN HIBAH
SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Untuk menyamakan persepsi tentang pendidikan inklusif dan kegiatan
bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, dalam Bab II ini akan
diuraikan menjadi beberapa sub-bab, sebagai berikut :
A. PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-
sama dengan peserta didik pada umumnya.
2. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif bertujuan:
a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;
b. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik
sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.
3. Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa
Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mengikuti
pendidikan secara inklusif pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
Peserta didik yang memiliki kelainan terdiri atas:
a. tunanetra;
b. tunarungu;
12
c. tunawicara;
d. tunagrahita;
e. Tunadaksa;
f. tunalaras;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autis;
j. memiliki gangguan motorik;
k. menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif
lainnya;
l. memiliki kelainan lainnya;
m. tunaganda.
4. Penunjukkan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a. Pemerintah kabupaten/kota menunjuk minimal satu sekolah dasar, dan satu
sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan satu satuan
pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang
wajib menerima peserta didik
b. Satuan pendidikan selain yang ditunjuk oleh kabupaten/kota dapat
menerima peserta didik
5. Penerimaan Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa
a. Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah.
b. Sekolah/Satuan pendidikan mengalokasikan kursi peserta didik paling
sedikit satu peserta didik dalam satu rombongan belajar yang akan diterima.
c. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan, peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa tidak
ada yang mendaftar maka satuan pendidikan dapat menerima peserta didik
pada umumnya (normal).
6. Penjaminanan Penyelenggaraan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
13
b. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumberdaya pendidikan
inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
c. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya
pendidikan inklusif.
7. Kurikulum dan Pembelajaran Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a. Kurikulum
Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan
kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
b. Pembelajaran
Pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik.
8. Penilaian Hasil Belajar, Ujian
a. Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan
b. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas
standar nasional pendidikan wajib mengikuti Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional (UASBN)/Ujian Nasional (UN)
c. Peserta didik yang menyelesaikan pendidikan dan lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan mendapatkan ijazah yang blankonya
dikeluarkan oleh Pemerintah.
d. Peserta didik yang memiliki kelainan yang menyelesaikan pendidikan
berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di
bawah standar nasional pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar
yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
e. Peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat belajar dapat melanjutkan
pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan
pendidikan khusus.
f. Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran
berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar nasional
14
pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan
yang bersangkutan.
9. Guru Pembimbing Khusus (GPK)
a. Pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit satu orang
guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif.
b. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang tidak ditunjuk
oleh pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit satu
orang guru pembimbing khusus.
c. Pemerintah kabupaten/kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang
pendidikan khusus bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.
d. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu penyediaan tenaga
pembimbing khusus bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif yang memerlukan sesuai dengan kewenangannya.
e. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu meningkatkan kompetensi
di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif.
f. Peningkatan kompetensi dapat dilakukan melalui:
1) pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan
tenaga kependidikan (P4TK);
2) lembaga penjaminan mutu pendidikan (LPMP);
3) perguruan tinggi (PT);
4) lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya di lingkungan
pemerintah daerah, Departemen Pendidikan Nasional
dan/atau Departemen Agama.
5) Kelompok kerja guru/kepala sekolah (KKG/KKKS),
kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS), musyawarah
guru mata pelajaran (MGMP), musyawarah kepala sekolah
(MKS), musyawarah pengawas sekolah (MPS), dan
sejenisnya.
15
10. Bantuan Profesional
a. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif berhak memperoleh
bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah
kabupaten/kota.
b. Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat memberikan
bantuan profesional kepada satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
c. Bantuan profesional dapat dilakukan melalui kelompok kerja pendidikan
inklusif, kelompok kerja organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat,
dan lembaga mitra terkait, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
d. Jenis dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
1) bantuan profesional perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi;
2) bantuan profesional dalam penerimaan, identifikasi, asesmen, prevensi,
intervensi, kompensatoris dan layanan advokasi peserta didik;
3) bantuan profesional dalam melakukan pengembangan kurikulum,
program pendidikan individual, pembelajaran, penilaian, media dan
sumber belajar serta sarana dan prasarana yang aksesibel;
e. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif dapat bekerja sama
dan membangun jaringan dengan satuan pendidikan khusus (Sekolah Luar
Biasa), perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga rehabilitasi, rumah
sakit, puskesmas, klinik terapi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan masyarakat.
11. Pembinaan dan Pengawasan
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota melakukan
pembinaan dan pengawasan pendidikan inklusif sesuai dengan
kewenangannya.
12. Penghargaan
Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif,
satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif, dan/atau pemerintah
daerah yang secara nyata memiliki komitmen tinggi dan berprestasi dalam
menyelenggarakan pendidikan inklusif .
16
13. Sanksi
Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang terbukti melanggar
ketentuan diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
B. PENGERTIAN HIBAH SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
“Hibah Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif” adalah Kegiatan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan untuk membantu biaya
operasional penyelenggaan pendidikan inklusif. Secara detail jenis kegiatan yang
boleh dibiayai dari dana Bantuan Sekolah Penyelengara Pendidikan Inklusif
dibahas pada bab berikutnya.
C. SEKOLAH PENERIMA BANTUAN SEKOLAH PENYELENGGARA
PENDIDIKAN INKLUSIF
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif yang akan menerima bantuan
sebanyak 750 sekolah. Sekolah yang akan menerima bantuan tersebut ditetapkan
dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dengan
memperhatikan rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
Daftar sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dapat yang mendapat
bantuan, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat dapat dilihat pada lampiran.
D. KELOMPOK KERJA PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
Untuk memfasilitasi bantuan profesional penyelenggara pendidikan inklusif
di sekolah umum, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat membentuk Kelompok
Kerja Pendidikan Inklusif. Surat Keputusan pembentukan kelompok kerja
pendidikan inklusif dapat dilihat pada lampiran.
Pembentukan kelompok kerja pendidikan inklusif ini perlu dilakukan di
setiap Kabupaten/Kota. Setiap Kabupaten/Kota yang belum memiliki Kelompok
Kerja Pendidikan Inklusif perlu segera membentuknya.
17
E. TIM MANAJEMEN/KELOMPOK KERJA PENDIDIKAN INKLUSIF
SEKOLAH
Agar penyelenggaraan pendidikan inklusif dan pelaksanaan bantuan
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif terlaksana dengan baik, maka di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu dibentuk Tim Manajemen
/Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Sekolah dengan susunan sebagai berikut :
Penanggung Jawab : Kepala Sekolah
Manajer/Ketua Pokja : Guru (SD/MI)/Wakasek (Bagi SMP/MTS/SMA
/SMK /MA/MAK)
Anggota : 1. Guru
2. Guru
3. Guru
4. Guru
18
BAB III
MEKANISME PELAKSANAAN
A. MEKANISME ALOKASI
Pengalokasian dana Hibah bantuan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif dilaksanakan sebagai berikut :
1. Atas dasar data jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
kabupaten/kota, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menetapkan alokasi
dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif tiap kabupaten/kota
berdasarkan rekomendasi/usulan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
2. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
melakukan verifikasi ulang data jumlah sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif tiap kabupaten/kota sebagai dasar dalam menetapkan atau menunjuk
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang akan mendapat bantuan.
3. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menetapkan sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif yang akan menerima dana Bantuan Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusif
B. PENYALURAN DAN PENGAMBILAN DANA HIBAH BANTUAN
SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Mekanisme penyaluran dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif
a. Syarat penyaluran dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif
1) Bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang belum memiliki
rekening Bank Jabar, harus membuka rekening atas nama sekolah
(tidak boleh atas nama pribadi)
2) Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mengirimkan nomor
rekening tersebut kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
b. Penyaluran dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
1) Penyaluran dana dilakukan satu kali pada Bulan Mei 2015.
19
2) Penyaluran dana dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat melalui Bank Pemerintah (Bank Jabar), dengan tahap-tahap
sebagai berikut :
a) Kegiatan Peningkatan Bina Promosi dan Kompetensi Siswa PK dan
PLK Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengajukan Surat
Permohonan Pembayaran Langsung (SPP-LS) dana Bantuan
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif sesuai dengan kuota.
b) Unit terkait di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melakukan
verifikasi atas SPP-LS dimaksud, kemudian menerbiatkan Surat
Perintah Membayar Langsung (SPM-LS)
c) Dinas Pendidikan Provinsi selanjutnya mengirimkan SPM-LS
dimaksud kepada Biro Keuangan Setda Provinsi Jawa Barat
d) Biro Keuangan Setda Provinsi Jawa Barat melakukan verifikasi
terhadap SPM-LS untuk selanjutnya menerbitkan SP2D yang
dibebankan kepada rekening Kas Daerah
e) Dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif yang
telah dicairkan dari Kasda melalui Bank Jabar Cabang
Kabupaten/Kota sesuai dengan Perjanjian Kerjasama antara Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Bank Jabar.
2. Pengambilan Dana Hibah
a. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyerahkan data rekening sekolah
penerima dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif kepada
Biro Keuangan Setda Jawa Barat
b. Biro Keuangan melalui Bank Jabar, mentransfer dana sekaligus ke setiap
rekening sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
c. Pengambilan dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
dilakukan oleh Kepala Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
20
C. PENGGUNAAN DANA HIBAH BANTUAN SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Penggunaan dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
harus didasarkan pada kesepakatan antara Tim Manajemen /Kelompok Kerja
Pendidikan Inklusif Sekolah, dewan guru dan komite sekolah/yayasan
penyelenggara pendidikan.
Penggunaan dana Bantuan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif dapat
digunakan sesuai dengan kebutuhan untuk membiayai kegiatan-kegiatan,
sebagaiberikut :
1. Penjaringan dan pendataan peserta didik berkebutuhan khusus
2. Identifikasi, asesmen dan intervensi peserta didik berkebutuhan khusus
3. Penerimaan Siswa Baru Seting Pendidikan Inklusif
4. Sosialisasi Pendidikan Inklusif
5. Advokasi (pendampingan) pembelajaran seting pendidikan inklusif,
6. Operasional sekolah seting pendidikan inklusif lainnya.
D. LARANGAN PENGGUNAAN DANA HIBAH BANTUAN SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan
2. Dipinjamkan kepada pihak lain
3. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas berkaitan dengan
implementasi dan/atau pengembangan pendidikan inklusif
4. Menanamkan saham
5. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung penyelenggaraan pendidikan
inklusif
21
E. MEKANISME PEMBELIAN BARANG/JASA DI SEKOLAH
Pembelian barang/jasa dilakukan oleh Tim Manajemen /Kelompok Kerja
Pendidikan Inklusif Sekolah, dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut
:
1. Tim Manajemen /Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif Sekolah yang
selanjutnya disebut tim harus menggunakan prinsip keterbukaan dan ekonomis
dalam menentukan barang/jasa dan tempat pembeliannya
2. Tim harus memperhatikan kualitas barang/jasa serta ketersediaan dan
kewajaran harga.
3. Proses pembelian barang/jasa harus diketahui oleh Kepala Sekolah
22
BAB IV TATA TERTIB PENGELOLAAN DANA HIBAH BANTUAN SEKOLAH
PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
A. DINAS PENDIDIKAN PROVINSI
1. Menetapkan jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang akan
mendapat bantuan hibah .
2. Menyalurkan dana bantuan hibah ke sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif
3. Bersedia untuk diaudit oleh lembaga yang berwenang
4. Tidak diperkenankan melakukan pemaksanaan dalam pembelian barang dan
jasa dalam pemanfaatan dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
5. Dilarang bertindak menjadi distributor ata pengecer barang kepada sekolah
yang bersangkutan.
B. SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF (TIM MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH/MANAJER PENDIDIKAN INKLUSIF)
1. Aktif menyelenggarakan pendidikan inklusif
2. Mengelola dana bantuan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif secara
transparan dan bertanggung jawab.
3. Bersedia diaudit oleh lembaga yang berwenang
4. Dilarang bertindak menjadi distributor atau pengecer barang kepada sekolah
yang bersangkutan.
23
BAB V MONITORING, SUPERVISI DAN PELAPORAN
Agar Kegiatan ini berjalan dengan lancar dan transparan maka perlu dilakukan
monitoring dan supervisi, serta pelaporan kegiatan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
A. MONITORING DAN SUPERVISI
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Kegiatan Peningkatan
Kesejahteraan Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Pengembangan Kurikulum PK
PLK Tahun Anggaran 2011 melakukan monitoring (pemantauan) dan sepervisi
(pembinaan dan penyelesaian masalah) terhadap kegiatan Hibah sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif yang dilakukan oleh pengelola kegiatan dan
kelompok kerja pendidikan inklusif Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Komponen utama yang dimonitor dan disupervisi antara lain :
1. Alokasi dana sekolah penerima bantuan hibah
2. Penyaluran dan pemanfaatan dana hibah
3. Administrasi keuangan
4. Pelaporan
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melalui Kelompok Kerja Pendidikan
Inklusif Kabupaten/Kota bersama-sama Kelompok Kerja Pendidikan Inklusif
Provinsi Jawa Barat melakukan supervisi dalam rangka pemanfaatan dana kegiatan
pengembangan pendidikan inklusif, yang diimplementasikan dalam bentuk
kegiatan penjaringan dan pendataan peserta didik berkebutuhan khusus,
identifikasi, asesmen dan intervensi peserta didik berkebutuhan khusus,
penerimaan peserta didik baru (PPDB) seting pendidikan inklusif, sosialisasi
pendidikan inklusif, advokasi (pendampingan) pembelajaran seting pendidikan
inklusif, dan operasional sekolah seting pendidikan inklusif lainnya.
24
B. PELAPORAN SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam pelaksanaan
Kegiatan Hibah Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif, Sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif diwajibkan untuk melaporkan hasil kegiatannya
kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui Kegiatan Peningkatan
Kesejahteraan Pendidik, Tenaga Kependidikan dan Pengembangan Kurikulum PK
PLK Tahun Anggaran 2015.
Sistematika laporan sebagai berikut :
1. Judul laporan :
Laporan Pelaksanaan Kegiatan dan Pertanggungjawaban Hibah Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA/MAK
………………….) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota ……………………
Tahun Anggaran 2015.
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Dasar Hukum
D. Sasaran Kegiatan
5. Bab II. Profil Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
A. Visi dan Misi Sekolah
B. Keadaan Peserta Didik (Peserta didik pada umumnya dan peserta didik
yang memiliki kelainan)
C. Keadaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
D. Sarana dan Prasarana Pendukung Pendidikan Inklusif
6. Bab III. Realisasi Pemanfaatan Dana Hibah Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif
A. Deskripsi Kegiatan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
B. Laporan Pertanggungjawaban Keuangan
7. Bab IV. Penutup
25
BAB VI PENGAWASAN DAN SANKSI
A. PENGAWASAN
Kegiatan pengawasan yang dimaksud adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengurangi atau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan
wewenang, kebocoran dan pemborosan keuangan negara, pungutan liar dan bentuk
penyelewengan lainnya.
Pengawasan kegiatan Hibah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif meliputi
pengawasan melekat dan pengawasan fungsional internal.
1. Pengawasan melekat
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
masing-masing instansi kepada bawahannya. Prioritas utama adalah
pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota kepada
Sekolah.
2. Pengawasan fungsional internal
Instansi pengawas fungsional yang melakukan pengawasan kegiatan Hibah
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif secara internal adalah Inspektorat
Provinsi Jawa Barat. Instansi tersebut bertanggungjawab untuk melakukan
audit sesuai dengan kebutuhan lembaga terebut atau permintaan instansi yang
akan diaudit.
B. SANKSI
Sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan negara dan/atau
sekolah dan/atau siswa akan dijatuhkan oleh aparat/pejabat yang berwenang.
Sanksi kepada oknum yang melakukan pelanggaran dapat diberikan dalam
bentuk,misalnya :
1. Penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan dan undang-undang
yang berlaku (pemberhentian, penurunan pangkat, dan mutasi kerja)
2. Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi, yaitu pengembalian dana
Hibah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang terbukti disalahgunakan
kepada satuan pendidikan atau ke kas daerah.
26
3. Penerapan proses hukum, yaitu mulai proses penyelidikan, penyidikan dan
proses peradilan bagi pihak yang diduga atau terbukti melakukan
penyimpangan dana Hibah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
27
BAB V PENUTUP
Petunjuk Teknis dan Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Hibah Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif disusun dalam rangka memberikan acuan secara
teknis kepada para pengguna langsung dana Hibah sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.
Untuk itu sosialisasi Juknis Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Hibah Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif dilakukan kepada semua pihak, dengan maksud
agar sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat yang terkait secara langsung
ataupun tidak langsung dengan penyaluran, pengelolaan dan pengunaan dana Hibah
dapat memiliki pengetahuan, pengertian, pemahaman dan persepsi yang sama tentang
proses penyaluran dan pemanfaatan Dana Hibah Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif, sehingga dapat terwujud mekanisme pengelolaan dana Hibah sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di Provinsi Jawa Barat sebagaimana yang
diharapkan.
Bandung, Plt KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT
cap ttd
Dr. Ir. H. Ahmad Hadadi, M.Si Pembina Utama Madya
NIP. 19611231 198703 1 042
28
LAMPIRAN :
SISTEMATIKA PROPOSAL DANA HIBAH SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN
INKLUSIF TAHUN ANGGARAN 2015
1. Judul laporan :
Proposal Dana Hibah Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SD
………………….) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota ……………………
Tahun Anggaran 2015.
2. Kata Pengantar
3. Daftar Isi
4. Bab I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Tujuan
c. Dasar Hukum
d. Sasaran Kegiatan
5. Bab II. Profil Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a. Visi dan Misi Sekolah
b. Keadaan Peserta Didik (Peserta didik pada umumnya dan peserta
c. didik yang memiliki kelainan)
d. Keadaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
e. Sarana dan Prasarana Pendukung Pendidikan Inklusif
6. Bab III. Rencana Kegiatan dan Pemanfaatan Dana Hibah Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a. Rencana Kegiatan
1) Penjaringan dan pendataan peserta didik berkebutuhan khusus
2) Identifikasi, asesmen dan intervensi peserta didik berkebutuhan khusus
3) Penerimaan Siswa Baru Seting Pendidikan Inklusif
4) Sosialisasi Pendidikan Inklusif
5) Advokasi (pendampingan) pembelajaran seting pendidikan inklusif
6) Operasional sekolah seting pendidikan inklusif .
7. Bab IV. Penutup
Recommended