View
229
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
POLA RESIPROSITAS DAN PRAKSIS SOSIAL REWANG
PADA MASYARAKAT DESA BOJONEGORO KEDU
TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
WIDAYANTI
NIM. 11540027
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
vi
MOTTO
هى عن الفحشآء والمنكر إن اهلل يأمر بالعدل واإلحسان وإيتآئ ذي القرب وي ن رون والب غي يعظكم لعلكم تذك
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.”1
1 QS. An-Nahl ayat 90.
vii
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:
o Orang tua tercinta Bapak Mundjali dan Ibu Kurniwati yang senantiasa
memberikan do’a dan dorongan serta kasih sayang yang tiada henti.
o Bapak Soehadha yang telah membimbing dan menasehati penulis dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang yang tulus.
o Suami tecinta Mas Ahmad Nova sebagai penyemangat di saat suka maupun
duka.
o Almamater UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
vii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيماحلمد اهلل رب العا ملني وبه نستعني على امورالد نيا والد ين. أشهد أن الإله
إال اهلل وحده الشريك له واشهد أن حممد اعبده و رسوله. اللهم صل عل سيد نا حممد و أله و صحبه امجعني.
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan
kasih sayang, rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.. Shalawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, dan sahabat-
sahabatnya. Amiin.
Skripsi dengan judul “Pola Resiprositas dan Praksis Sosial Rewang Hajatan
pada Masyarakat Desa Bojonegoro Kedu Temanggung ni alhamdulillah telah
selesai disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
strata satu Program Studi Sosiologi Agama pada Fakultas Ushuluddin dan
Pemikran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan
terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak.
Maka tidak lupa penyusun haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. K.H. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D selaku Rektor UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
viii
2. Dr. Alim Roswantoro, S.Ag., M.Ag., selaku Dekan Fakultas Usuhuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Adib Sofia, SS, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Sosiologi Agama
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4. Dr. Moh. Soehadha, S.Sos., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan sabar, teliti, memberikan arahan, kritik dan saran, serta motivasi
sehingga skripsi ini dapat penyusun selesaikan.
5. Terimakasih pula untuk Bapak Dr. Munawar Ahmad, S.S. M.Si. dan Bapak
Masroer, S.Ag. M. Si. Selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan,
kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat penyusun selesaikan.
6. Bapak/Ibu TU Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran administrasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak/Ibu Dosen dan TU Program Studi Sosiologi Agama yang telah
memberikan bekal ilmu terhadap penyusun. yang dengan teliti dan sabar
dalam upaya membantu persyaratan penelitian ini.
8. Bapak/Ibu pengelola perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah
membantu dalam pengumpulan literatur.
9. Ayahanda dan ibunda tercinta yaitu Bapak Munjali dan Ibu Kurniwati yang
telah berjuang dengan segala kemampuan, baik berupa materiil maupun
spiritual untuk kelancaran studi bagi penyusun, sehingga penyusun sampai
juga pada tugas akhir skripsi ini dan dapat terselesaikan.
ix
10. Semua pihak yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Yogyakarta, 20 November 2017
Penulis
Widayanti
NIM. 11540027
x
ABSTRAK
Pola Resiprositas dan Praksis Sosial Rewang pada Masyarakat Desa
Bojonegoro Temanggung merupakan sebuah tradisi adat istiadat turun temurun
yang terus dilestarikan. Rewang hajatan pernikahan lakukan oleh seluruh
masyarakat Desa Bojonegoro dengan cara bergantian, hadir tidaknya seseorang
untuk melakukan rewang hajatan pernikahan di tentukan oleh dimintai tolong atau
tidaknya oleh orang yang mempunyai hajatan pernikahan dikenal dengan istilah
sambatan, yang dimintai tolong terdiri dari saudara dekat dan tetangga dekat.
Rewang hajatan pernikahan bertujuan untuk memperlancar dan mempermudah
acara hajatan perikahan dengan meminta tolong berupa tenaga,uang dan jasa.
Dalam praksis rewang hajatan pernikahan terdapat fenomena pertukaran sosial
ekonomi atau bisa disebut dengan istilah resiprositas.
Penelitian ini merupakan field research atau penelitian lapangan, dengan
secara langsung ke lapangan bertujuan untuk mengetahui secara langsung kondisi
masyarakat Desa Bojonegoro. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan
terlibat langsung yaitu peneliti hadir dan secara langsung ikut dalam aktifitas yang
di lakukan masyarakat dalam melakukan rewang hajatan pernikahan. Peneliti juga
berbaur dengan masyarakat sekitar untuk mendapatkan informasi mengenai
keadaan sosial yang ada. Teori yang digunakan adalah teori pertukaran hadiah
Marcell Mauss, beliau mengemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada pemberian
yang cuma-cuma atau gratis segala sesuatu bentuk pemberian selalu diikuti oleh
pemberian kembali atau imbalan ada pemberian yang tidak menuntut suatu
pengembalian karena transaksi bukan hanya melibatkan antar individu tapi sudah
melibatkan pihak ketiga yaitu Tuhan contohnya adalah sedeqah dengan harapan
imbalan kebaikan.
Penelitian ini mengemukakan bahwa pola resiprositas para pelaku rewang
hajatan pernikahan bersifat lebih kepada gotong royong, tolong menolong dan
solidaritas sosial. Pola-pola pertukaran saat melakukan rewang hajatan adalah
resiprositas sebanding yaitu mengharapkan pengembalian kembali, pengembalian
tidak pada waktu yang sama melainkan menyesuaikan kondisi dan situasi.
Masyarakat mayoritas beragama islam sehingga terdapat nilai-nilai agama yang
diyakini dan dilakukan disisi lain ada tradisi adat istiadat yang terus dijaga dan
dilestariakan, hal tersebut merupakan landasan utama untuk melakukan rewang,
karena menyangkut unsur ketiga yaitu Tuhan maka terdapat pula resiprositas
umum yaitu tidak mengharap kembali apa yang telah di beri dalam nilai yang
sebanding bahkan lebih, pengembalian tidak dapat di definisikan kapan dan dalam
bentuk apa.
Kata Kunci: Rewang, Resiprositas, Hajatan Pernikahan
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... ii
SURAT PERNYATAAN BERJILBAB ........................................................ iii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
ABSTRAK ................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 11
E. Kerangka Teori ........................................................................ 13
F. Metode Penelitian .................................................................... 23
G. Sistematika Pembahasan .......................................................... 28
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN MASYARAKAT DESA
BOJONEGORO KEDU TEMANGGUNG .................................... 31
A. Gambaran Umum Desa Bojonegoro ......................................... 31
B. Keadaan Penduduk Desa Bojonegoro....................................... 39
xii
C. Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 40
D. Keagamaan .............................................................................. 45
E. Adat Istiadat ............................................................................ 48
BAB III POLA RESIPROSITAS SOSIAL REWANG PADA
MASYARAKAT SETEMPAT ...................................................... 51
A. Realitas Sosial Masyarakat Desa Bojonegoro ........................... 51
B. Pelestarian Tradisi Lokal ......................................................... 52
C. Tradisi Rewang Secara Normatif Menurut Adat Jawa .............. 52
D. Pengertian Rewang Hajatan Pernikahan ................................... 53
E. Pengertian Resiprositas ............................................................ 56
F. Pola Praksis Rewang Hajatan Pernikahan ................................ 59
BAB IV NILAI-NILAI AGAMA YANG TERKANDUNG DALAM
PRAKSIS SOSIAL REWANG ...................................................... 72
A. Pengertian Nilai-nilai Keagamaan ............................................ 72
B. Pengertian Nilai-nilai Agama Islam ......................................... 75
C. Nilai-nilai Agama Islam dalam Rewang Hajatan Pernikahan .... 80
BAB V PENUTUP..................................................................................... 82
A. Kesimpulan ............................................................................. 82
B. Saran ....................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 86
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia saling membutuhkan
antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Mereka saling berinteraksi dan
bersosialisasi untuk membangun pergaulan hidup dengan cara berkomunikasi,
berkerjasama dan bertikai sehingga terbentuklah suatu masyarakat. untuk
mencapai kehidupan bersama dan saling memahami dalam masyarakat
diperlukan interaksi sosial antar sesama manusia, Interaksi sosial adalah kunci
utama dalam kehidupan bermasyarakat atau sosial.1
Bentuk dari interaksi sosial adalah aktifitas tolong menolong dan
gotong royong, pengertian gotong royong adalah bekerja bersama-sama, atau
bantu membantu sesama manusia bentuk tersebut dapat mempererat tali
persaudaraan atau hubungan batin yang akan membentuk perasaan bersatu dan
solidaritas sosial. Solidaritas secara bahasa diartikan kebersamaan,
kekompakan, empati, simpati, tenggang hati, dan tenggang rasa.2 Solidaritas
sosial merupakan perasaan yang secara kelompok memiliki nilai-nilai yang
sama dan kewajiban moral untuk memenuhi peran (role expetitation) meliputi
saling membantu, saling perduli, bisa berkerjasama dalam mendukung
pembangunan di desa baik secara tenaga, keuangan dan sebagainya.3
1 Soerjono Soekanto ,Sosiologi Suatu Pengantar(Jakarta:Rajawali,2004),hlm.61.
2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 2005),hlm.551. 3 Zulkarnain Nasution, Solidaritas Sosial Partisipasi Masyarakat Desa
Transisi(Malang:UMM Pers.2009)hlm.3.
2
Masyarakat dapat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi,
mengekang dan menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Betrand
berpendapat masyarakat merupakan hasil dari suatu periode perubahan budaya
dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat bukan hanya sekedar jumlah
penduduk saja melainkan sebagai suatu sistem yang dibentuk dari hubungan
mereka, sehingga menampilkan realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri
sendiri, hubungan antar anggota ini membentuk suatu kumpulan manusia serta
menghasilkan suatu kebudayaan.4
Kebudayaan adalah wujud ideal dan bersifat abstrak yang tidak dapat
diraba berada di pikiran manusia berupa gagasan, ide, norma, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dalam setiap kebuadayaan terdapat terdapat unsur-unsur yang
juga dimiliki oleh berbagai kebudayaan lain. Koentjoroningrat menyebutnya
sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal meliputi sistem religi dan
upacara keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan
peralatan. Tiap-tiap unsur kebudayaan universal tersebut menjelma kedalam
tiga wujud kebudayaan yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks ide-ide, gagasan, nilai,
norma, dan peraturan.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia di dalam suatu masyarakat.
4 Darsono Wisadirana, Sosiologi Pedesaan(Malang:UMM Press 2005)hlm.23.
3
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.5
Masyarakat Desa Bojonegoro termasuk dalam wilayah Jawa Tengah
dan mayoritas beragama islam. Budaya dan agama bercampur baur dan
berpadu menjadi satu kesatuan yang harmonis, keduanya berjalan beriringan
dan tidak menimbulkan konflik. Dalam masyarakat jawa terdapat tiga siklus
lingkaran hidup (life cycle) meliputi kelahiran, perkembangan dan kematian.6
Apabila ada salah satu warga sedang mempunyai siklus lingkaran hidup harus
diumumkan dan diberitahukan kepada masyarakat dengan tujuan memberitahu
dan meminimalkan kesalah pahamaman, di desa bojonegoro hukumnya
bersifat wajib walupun tidak tertulis sudah menjadi kesepakatan bersama.
Siklus lingkaran hidup kelahiran adalah memberitahukan bahwa ada anak
yang baru lahir ke dunia, dan masyarakat wajib untuk menjenguk tilek bayi
dengan membawa amplop berisikan uang sekitar Rp.20.000–Rp.50.000.
Siklus perkembangan adalah memberitahukan bahwa ada yang memiliki
hajatan pernikahan, atau khitanan. Siklus kematian adalah memberitahu
masyarakat bahwa ada yang meninggal dunia, masyarakat menolong dengan
membuatkan kubur, mengurus mayat, memberi sejumlah uang berdasarkan
kas warga per RT, dan ibuk-ibuk memberikan beras. Siklus lingkaran hidup
(Life cycle) berputar dan terus terjadi selama manusia hidup dalam
masyarakat. siklus tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi. Sebagian
besar besar masyarakat desa bojonegoro berprofesi sebagai petani sangat
berpengaruh besar terhadap masih dilestarikannya seremonial-seremonial
5 Koentjoroningrat, Pengantar Ilmu Antropologi(Jakarta: Rineka Cipta 1990)hlm.186. 6 Koentjaraningrat, Beberapa pokok Antropologi Sosial(Jakarta:Dian Rakyat
1992)hlm.92.
4
yang berkaitan dengan siklus lingkaran hidup tersebut. Intensitas menggelar
kegiatan seperti hajatan dan slametan tidak jarang ditemukan di pedesaan,
salah satunya yakni hajatan pernikahan.
Pernikahan berasal dari kata nikah, pengertian nikah menurut bahasa
berarti menggabungkan dan mencampurkan, Sedangkan menurut istilah
syari’at nikah adalah suatu akad yang di lakukan oleh laki-laki dan wali
perempuan dikarenakan akad tersebut hubungan badan menjadi halal di
hadapan Tuhan dan masyarakat pada umumnya.7 Hajatan berasal dari kata
hajat yang berarti kehendak atau keingingan, hajatan adalah acara seperti
resepsi dan selamatan keinginan, kehendak atau keperluan.8 Pada acara
hajatan pernikahan agama islam ada walimatul ursy, yaitu perhelatan pesta
atau kenduri yang di laksanakan dalam pernikahan. Sedangkan sebagian besar
ulama ahli fiqih berpendapat bahwa sebaiknya hukum mengadakan walimatul
ursy sesuai dengan keadaan dan kemampuan dari pihak-pihak yang
mengadakannya, mengingat agar dalam melakukan hajatan pernikahan tidak
ada keborosan, kemubaziran, sifat angkuh dan membanggakan diri.9 Namun
seiring perkembangan zaman, masyarakat Desa Bojonegoro tidak begitu
memperhatikan hukum fiqih dalam agama islam. Pada prakteknya masyarakat
yang mengadakan hajatan pernikahan secara umum memembuat walimatul
ursy atau pesta pernikahan secara meriah, pernikahan tidak hanya sah secara
agama melalui akad ijab Kabul namun ada anggapan dalam masyarakat bahwa
7 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqih Keluarga(Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2006)hlm.3.
8 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 2005),hlm.291-292. 9 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1993),hlm.108.
5
pernikahan hanya dilakukan sekali seumur hidup, orang yang mempunyai
hajat namun tidak mengadakan pesta hajatan secara meriah akan dianggap
tidak mampu dan tidak memiliki cukup uang serta tidak dapat mengku projo
(tidak dapat menjaga kehormatan). Sebagaimana hasil wawancara salah satu
masyarakat di Desa Bojonegoro:
“Saya pernah mengadakan hajatan pernikahan dan saya berusaha
mengadakan pesta tersebut secara meriah itu sudah kewajiban saya
sebagai orang tua untuk membahagiakan anak yang akan menikah
sekali seumur hidup, peristiwa itu merupakan sesuatu yang sakral dan
penting dalam hidup anak saya. Alasan lain untuk mengadakan pesta
dikarenakan sudah umumnya di masyarakat pesta di adakan secara
meriah bagi yang mampu, ada istilah mereka bisa kenapa saya tidak
bisa. Pesta merupakan kehormatan dan kewajiban yang harus saya
lakukan dan untuk mendapatkan kembali apa yang pernah saya berikan
dulu kepada kerabat dan tentangga dekat saya, yakni saya melakukan
rewang dimana saya telah memberikan bantuan tenaga dan uang
sumbangan”10
Untuk memperlancar suatu pesta hajatan pernikahan biasanya
masyarakat meminta tolong kepada tetangga dekat dan kerabat dekat untuk
membantu disebut dengan istilah rewang. Sebagaimana hasil wawancara
dengan ibu Narti sebagai berikut:
“Rewang dalam bahasa jawa berasal dari dua kata yaitu re dan wang,
Re yaitu rembugan dan wang adalah ewang-ewang”. Rewang adalah
wujud keharmonisan dalam kekerabatan antara masyarakat satu
dengan yang lain, dan merupakan perilaku sosial, kesadaran sosial
dalam bentuk bantuan terhadap orang lain agar bebanya menjadi
ringan selain itu juga untuk bersosialisasi dan menjaga komunikasi
dalam masyarakat.11
10 Wawancara dengan Ibu Narti, masyarakat Desa Bojonegoro pada 18 November 2017. 11 Wawancara dengan Ibu Narti, warga Desa Bojonego Kedu Temanggung pada tanggal
18 November 2017.
6
Tradisi rewang hajatan pernikahan yang ada di Desa Bojonegoro
secara turun temurun dilestarikan oleh masyarakat setempat dan sudah
membudaya sebagai bentuk kegiatan tolong menolong dalam masyarakat.
Selanjutnya sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:
“Dalam suatu hajatan pernikahan umumnya penyelenggara hajatan
dalam mengadakan hajatannya akan meminta bantuan kepada kerabat
keluarga dan tetangga dekat untuk mempelancar, mengurangi beban
dan mempermudah acara hajatan. Sebelum acara hajatan dilaksanakan
pemilik hajat dalam meminta bantuan untuk melakukan rewang
biasanya mereka secara langsung mendatangi sendiri ke rumah saudara
dekat dan tetangga dekat dikenal dengan istilah sambatan, karena
menurut masyarakat dalam hal ini lebih baik mendatangi saudara dan
kerabat dekat dengan orangnya sendiri daripada di wakilkan dengan
alasan untuk lebih menghargai dan menghormati dalam hal meminta
bantuan untuk rewang mengenal batasan yakni tidak semua
masyarakat namun hanya saudara dekat, kerabat dekat dan tetangga
dekat.”12
Geertz berpendapat bahwa dalam suatu upacara hajatan pernikahan,
pihak yang menyelenggarakan hajatan dapat berharap melalui sumbangan-
sumbangan uang yang akan diterima serta kembalinya uang yang pernah
disumbangkan kepada tetangga dan kerabat di masa lalu pada upacara-upacara
hajatan yang pernah mereka selenggarakan.13
Penyelenggara hajatan
pernikahan dapat berharap melalui bantuan tenaga, waktu, uang bahkan bahan
makanan yang pernah mereka berikan juga dulu pada kerabat dekat dan
tetangga dekat. Ini merupakan wujud dari hubungan timbal balik atau
resiprositas yang ditemukan dalam kegiatan gotong royong. Rewang
menimbulkan kewajiban membalas dalam kehidupan masyarakat yang disebut
12
Wawancara dengan Ibu Rati, warga Desa Bojonegoro Kedu Temanggung pada tanggal
18 November 2017. 13 Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi dalam masyarakat jawa (Jakarta: PT Dunia
Pustaka jaya 1983)hlm.74.
7
resiprositas atau hubungan timbal balik pada waktu hajatan pernikahan. warga
yang melakukan rewang hajatan diharuskan membantu dalam bentuk tenaga,
memberikan sejumlah uang yang disebut dengan sumbangan, terdapat
pertukaran jasa dan penghormatan, dan menjadi kewajiban yang harus
dilakukan di masyarakat Desa Bojonegoro Kecamatan Kedu Kabupaten
Temanggung.
Dalam hal ini ada pertukaran sosial ekonomi dan dinilai sangat
bermakna untuk saling membalas, artinya setiap pemberian akan di catat
dalam ingatan dan hati yang pada suatu saat nanti akan dibalas sebanding
bahkan lebih. Resiprositas melandasi pola-pola saling bantu yang khas pada
perayaan-perayaan(rites de passage), seperti pesta pernikahan, apabila
kewajiban-kewajiban seremonial suatu keluarga melampaui kemampuan
mereka, baik dalam hal tenaga kerja maupun dalam hal keperluan-keperluan
materil. Dalam hal yang demikian, keluarga yang membantu mengetahui
bahwa dapat mengharapkan balas jasa yang kira-kira sepadan dikemudian
hari. Kewajiban untuk membalas budi merupakan suatu prinsip moral yang
paling utama yang berlaku bagi hubungan baik antara pihak-pihak yang
sederajat maupun antara pihak-pihak yang tidak sederajat. keberadaan
resiprositas atau timbal balik ditunjang oleh struktur masyarakat yang egaliter
yaitu suatu masyarakat yang ditandai oleh rendahnya tingkat stratifikasi sosial,
sedangkan kekuasaan politik relatif terdistribusi merata dikalangan
8
warganya.14
Orang yang melakukan resiprositas terkait dengan motif seperti
harapan untuk mendapatkan prestise sosial(penghargaan, kemuliaan,
kewibawaan, popularitas, sanjungan dan berkah). Tradisi rewang berasal dari
akar kebudayaan masyarakat jawa yang bersifat guyub rukun(kolektif) serta
mementingkan kebersamaan ketimbang sifat individual(urip dewe-dewe).
Dalam kehidupan bermasyarakat dan yakni intropeksi diri dalam pergaulan
yang ditunjukan dengan sikap malu (isin), sungkan (segan), tau diri dan
toleran inilah yang menjadi moral dalam kehidupan orang jawa.
Tradisi rewang merupakan pola pertukaran sosial ekonomi atau pola
resiprositas jangka panjang ini merupakan wujud dari nilai kebersamaan, pola
pertukarannya lebih panjang dari jual beli dan proses resiprositas dapat
berlangsung sepanjang hidup seorang warga dalam masyarakat bahkan sampai
diteruskan ke keturunannya.
Fenomena pertukaran sosial ekonomi pelaku rewang hajatan diatas
adalah sesuatu yang hal menarik yakni tentang adanya timbal balik atau
pertukaran sosial ekonomi dalam pertukaran tersebut individu memberikan
dan menerima pemberian barang atau jasa karena kewajiban sosial. Terdapat
kewajiban memberi, menerima dan mengembalikan kembali pemberian dalam
bentuk yang sama atau berbeda. Dengan melakukan resiprositas orang tidak
hanya mendapatkan barang tetapi dapat memenuhi kebutuhan sosial yakni
penghargaan baik ketika berperan sebagai pemberi ataupun penerima.
14 James C Scoot, The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in
southeast Asia, diterjemahkan Hasan Basari(Jakarta:LP3ES 1994)hlm.256-257.
9
Jika penulis lihat dan amati, tradisi rewang hajatan memiliki pengaruh
terhadap pola resiprositas atau pertukaran sosial ekonomi, prosesnya
melibatkan seluruh masyarakat Desa Bojonegoro Kecamatan Kedu Kabupaten
Temanggung dalam melaksanakan tradisi tersebut. Dan terkait dengan itu
semua tentang cara keberagamaan orang jawa memiliki khas tersendiri dan
tentu saja memiliki dampak pada nilai-nilai keagamaan.
Dengan melihat hal-hal yang terjadi maka penulis berusaha
mengungkap keberadaan pola resiprositas rewang lebih lanjut, yang
merupakan budaya atau peninggalan dari leluhur yang tetap dilestarikan,
dijaga dan dipertahankan oleh masyarakat setempat sampai sekarang.
Penelitian ini diharapkan mampu memaparkan terkait masalah yang penulis
teliti yaitu Pola Resiprositas dan Praksis Sosial Rewang pada Masyarakat
Desa Bojonegoro Kedu Temanggung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola Resiprositas dalam tradisi rewang di Desa Diwek
Bojonegoro Kedu Temanggung?
2. Bagaimana nilai-nilai agama yang terkandung dalam praksis sosial
rewang?
10
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan manusia pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai,
begitu pula dengan penelitian ini. berdasarkan rumusan permasalahan diatas,
tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Kegunaan teoritis
Kegunaan teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
memperkaya pengembangan keilmuan baru di bidang akademis dan dapat
berguna bagi dunia pendidikan terkait pola resiprositas pada tradisi rewang
dan nilai-nilai praksis sosial di Indonesia. Selain itu penelitian itu dapat
mengembangkan pengetahuan sosial agama yang berkaitan dengan
kebudayaan tradisi masyarakat.
2. Kegunaan praktis
Kegunaan praktis ini terdiri dari kegunaan untuk peneliti,
akademisi dan masyarakat umum. Bagi peneliti, penelitian ini dapat
digunakan untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di bangku
perkuliahan, serta mampu melihat realitas permasalahan sosial disekitar
tempat tinggal, dan bermanfaat untuk pengetahuan dan pengalaman
sebagai bekal terjun ke dalam lingkungan bermasyarakat.
Masyarakat umum, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan menambah wawasan tentang pola
resiprositas dan praksis sosial rewang pada masyarakat desa bojonegoro
kedu temanggung, untuk selanjutnya dijadikan acuan dalam bersikap dan
berperilaku.
11
Kegunaan praktis selanjutnya yakni untuk akademisi, penelitian ini
diharapkan dapat melengkapi atau sebagai sumber referensi bagi para
akademisi dalam penelitian berikutnya mengenai kajian tentang pola
resiprositas tradisi rewang dalam kehidupan sosial mupun keagamaan
masyarakat.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian terhadap penelitian-penelitian
terdahulu. Buku-buku atau sumber lain yang menunjang penelitian. Dari
tinjauan pustaka, dengan judul skripsi “Pola Resiprositas dan Praksis Sosial
Rewang di Desa Bojonegoro Kedu Temanggung” penulis menemukan
beberapa hasil penelitian (skripsi) diantaranya:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh saudara Ali mustafi, fakultas
syari’ah dan hukum yang berjudul walimah dalam perkawinan, menyimpulkan
adanya penyalahgunaan walimah untuk mengadakan sumbangan dalam
hajatan, hal itu digunakan untuk mengurangi beban pemilik hajat. Skripsi ali
mustafi sama-sama menjelaskan mengenai sumbangan dalam hajatan, yang
berbeda dengan penulisan ini ialah mengkaji pelaku sumbangan pelaku
rewang lebih luas lagi yakni pada pola resiprositas atau pertukaran sosial
dalam sumbang menyumbang dan adanya kewajiban untuk menerima
sumbangan dan mengembalikan sumbangan.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh saudara fawari, fakultas syari’ah dan
hukum prodi al-ahwal asy-ayakhsiyyah yang berjudul Tinjaun hukum islam
12
terhadap sumbangan dalam hajatan pada pelaksanaan walimah dalam
perkawinan di Desa Rima Balai Kec.banyumas III Kab. Banyuasin Sumatra
Selatan, penelitian ini membahas tentang masyarakat desa Rima pada
praktiknya pelaksanaan sumbangan dalam hajatan memakai sistem lelang
yaitu penawar dengan tawaran tinggi adalah pemegangnya dan perbuatan ini
merupakan manifestasi tradisi tolong-menolong dalam masyarakat. Penelitian
yang dilakukan saudara fawari hanya terfokus pada sistem sumbangan yang
ada pada masyarakat Rima Balai, fawari tidak menyentuh sama sekali
mengenai rewang dan perilaku rewang yang ada dalam pelaksanaan hajatan.
Inilah yang membedakan dengan penulis.15
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh saudara A.Zahid, fakultas ushuluddin
dan pemikiran islam dalam skripsinya yang berjudul Pola rent-cultural
berbasis agama masyarakat longos sumenep Madura(studi tentang tradisi
tompangan di desa longos,sumenep,madura). Kesamaan penulisan saudara
zahid dan penulis adalah sama-sama membahas pertukaran sosial namun beda
tokoh dan teorinya. A. Zahid menjelaskan mengenai tradisi tompongan yang
ada di Madura, dengan sistem rentenir dan mengakibatkan pemiskinan bagi
masyarakat. Pemuka agama dan kyai malah ikut melestarikan budaya
tompangan tersebut, sehingga terjadilah cultural-rent.16
Keempat, skripsi yang ditulis oleh saudara Rhespa Laeli Nurmardiani,
fakultas ushuluddin dan pemikiran islam dalam skripsinya yang berjudul
15 Fawari, “Tinjauan Hukum Terhadap Sumbangan dalam Hajatan pada Pelaksanaan
Walimah dalam Perkawinan di Desa Rima Kec. Banyuasin Sumatra Selatan”, Skripsi tidak
diterbitkan, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (2010). 16 A.Zahid, “Pola Rent-Cultural Berbasis Agama Masyarakat Longos Sumenep Madura”,
Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (2015).
13
Solidaritas Pola Sumbang Menyumbang Masyarakat Desa(Studi Praktik
Sumbang Menyumbang Dalam Acara Hajatan di Padukuhan Kepuhan, Desa
Argorejo, Kecamatan Sedayu, bantul-Yogyakarta). Dalam penulisannya sama-
sama membahas mengenai sumbang-menyumbang namun penulis
memfokuskan pada perilaku rewang hajatan. Rhespa lebih menekankan pada
solidaritas pola sumbang menyumbang pada masyarakat. Sedangkan penulis
membahas mengenai pola pertukaran sosial ekonomi pelaku rewang yang ada
di Desa Bojonegoro, Kedu, Temanggung.17
E. Kerangka Teori
Dalam tradisi rewang hajatan terdapat gejala sistem pertukaran dan
mempunyai peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap barang dan jasa.
Menurut Dalton resiprositas merupakan pola pertukaran sosial-
ekonomi. Dalam pertukaran tersebut, individu memberikan, menerima barang
atau jasa karena kewajiban sosial, ada kewajiban untuk memberi, menerima
dan mengembalikan kembali pemberian dalam bentuk yang sama atau
berbeda. Dengan melakukan resiprositas orang tidak hanya memenuhi barang
tetapi dapat memenuhi kebutuhan sosial yaitu penghargaan baik ketika
berperan sebagai pemberi ataupun penerima. Dalam pola resiprosits terdapat
hubungan simetris yakni hubungan sosial dengan masing-masing pihak
17
Rhespa Laeli Nurmardiani, “Solidaritas Pola Sumbang Menyumbang Masyarakat
Desa(Studi Praktik Sumbang Menyumbang dalam acara hajatan di padukuhan Desa Argorejo
Kecamatan Sedayu Bantul Yogyakarta )”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga (2015).
14
menempatkan diri dalam kedudukan dan peranan yang sama ketika proses
pertukaran sosial.18
Dalam setiap penulisan memiliki titik awal dan kejelasan atau landasan
berfikir untuk memecahkan suatu masalah. Sehingga perlu disusun kerangka
teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut
mana masalah tersebut akan disoroti. Untuk menganalisis data yang diperoleh,
penulis menggunakan teori pertukaran hadiah yang dipopulerkan oleh Marcell
Mauss. Marcell Mauss lahir di sebuah kota kecil, Lorraine, Prancis pada
tanggal 10 Mei 1872 dan meninggal selama Perang Dunia II yaitu pada tahun
1950. Ia berasal dari keluarga Yahudi, ia belajar ilmu filsafat pada sebuah
universitas di Bordeaux dan cara berfikirnya menjadi sangat terpengaruh oleh
ahli-ahli filsafat Perancis, O. Hamelin dan A.V. Espinas. Kemudian Mauss
pindah ke Paris dan belajar ilmu perbandingan agama, bahasa sansekerta, dan
filologi hindu beliau belajar di Universitas Ecole Pratique Des Hautes
Etudesm, di Paris. Ia kemudian belajar di Universitas College De France
bidang sosiologi pada tahun 1931. Karir beliau adalah guru besar agama
primitif di Universitas Ecole De Hautes Etudes Pratique Paris pada tahun
1902, Pendiri Institut Etnologi Universitas Paris pada tahun 1925, mengajar di
Universitas College De France pada tahun 1931 sampai 1939. Pada tahun
1898 di perancis khususnya paris terbit suatu majalah mengenai ilmu sosiologi
berjudul L’Annee Sociosogique yang di pimpin oleh suatu kelompok ahli-ahli
peneliti massyarakat di bawah pimpinan ahli sosiologi Emile Durkheim.
18 Sjafrin Sairin, Pengantar Antropologi Ekonomi(Yogyakarta: Pustaka Pelajar
2002)hlm.42
15
Anggota-anggota lain yang bergabung salah satunya adalah Marcell Mauss, H.
Beuchat, M. David, A. Bianconni, R. Hertz, L. Levy-Bruhl dan lain-lain.
Marcell Mauss pada tahun 1925 menulis karangan yang mengenai fungsi dari
pranata tukar menukar hadiah dalam kehidupan masyarakat, bearjudul Essai
sur le Don dan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris berjudul The Gift pada
tahun 1954 membuatnya terkenal dalam kalangan ilmu antropologi masa
kini.19
Teori pemberian diperkenalkan oleh Marcell Mauss yang
dikembangkan berdasarkan konsep gejala sosial. Gejala – gejala sosial tidak
bisa dipahami secara parsial (sebagian dari suatu keseluruhan) melainkan
harus di dilihat keterkaitan antara satu gejala dengan gejala yang lain secara
menyeluruh. Mauss berpendapat tukar menukar benda dan jasa bukanlah
sesuatu yang mekanik (mahir menggunakan mesin) melainkan lebih pada
suatu transaksi moral guna memupuk hubungan-hubungan antar individu
maupun kelompok. Selanjutnya Mauss mengatakan bahwa pada dasarnya
tidak ada pemberian yang bersifat Cuma-Cuma tetapi secara implisit ia
menuntut “pemberian kembali” itu diadakan khusus pada waktu yang berbeda.
Dengan demikian proses pertukaran menghasilkan lingkaran kegiatan yang
berlangsung terus menerus dari suatu periode ke periode yang lain bahkan dari
satu generasi ke generasi yang selanjutnya. Berbeda dengan masyarakat
modern yang berorientasi ekonomis, pemberian dalam masyarakat kuno
(arkhaik) lebih ditekankan pada nilai estetika, keagamaan, moral, dan hukum
19 Koentjaraningrat,Sejarah Antropologi I (Jakarta: UI-Press, 1987), hlm. 102-103.
16
adat. Pemberian itu muncul dari kontrak atau perjanjian yang bersifat sangat
sederhana, bernuansa mitologis, dan sakral. Dalam kebudayaan perjanjian
pertama yang dilakukan manusia adalah dengan roh-roh nenek moyang dan
dewa-dewa. Kontrak ini dilandasi oleh keyakinan bahwa seseorang harus
mengorbankan sesuatu kepada dewa dan kemudian dewa akan membalasnya
sesuai dengan pengorbanan dari yang telah melaksanakan berkorban.
Pengorbanan kepada dewa dan pemberian kepada sesama manusia tujuanya
untuk membeli perdamaian atau kebahagiaan.
Adapun bentuk dari-bentuk dan fungsi pemberian dalam masyarakat
kuno (arkhaik) mrnghasilkan sistem “pertukaran pemberian” tidak hanya
melibatkan individu melainkan juga kelompok atau masyarakat secara luas,
dalam hubungan ini setiap pemberian merupakan cerminan dari sistem tukar
menukar di mana si pemberi dan si penerima saling mengimbangi
“kehormatan” atau harga diri masing-masing. Pemberian tidak bisa hanya
dinilai dari segi fisiknya tetapi harus dipahami sebagai prestation dalam
konteks sistem makna masyarakat setempat.
Dalam masyarakat bersahaja, hampir tidak ditemukan bentuk
pertukaran melalui pasar yang bernuansa profit atau keuntungan secara
finansial. Pertukaran itu dilangsungkan melalui kontrak-kontrak yang
melibatkan kewajiban-kewajiban suku dan keluarga. Sementara yang
dipertukarkan mencakup barang dan sistem prestasi menyeluruh (system of
total prestation) mencakup tukar menukar, penghargaan, hiburan, upacara,
bantuan tentara, perempuan, anak-anak, tari-tarian, pesta-pesta serta
17
menyelenggarakan psar malam. Kesemua aktifitas tersebut dapat menjadi
landasan solidaritas antar individu dalam masyarakat apalagi dalam
masyarakat kuno (arkhaik). Fenomena tersebut juga terjadi di wilayah
Polinesia dan Melanesia. Di Amerika Barat laut tepatnya di Tringit dan Haida
memiliki kekhasan tersendiri yakni terdapat pottlatch (memberikan makanan
atau konsumsi). Pada musim dingin orang-orang kaya setempat biasanya
mengadakan festival berupa pesta makan-makan, meramaikan pasar malam
sebagai tempat pertukaran antar kelompok-kelompok suku, serta
melaksanakan upacara keagamaan. Selama kegiatan festival itu berlangsung
berbagai pihak melakukan kontrak atau pernjanjian Melalui kesempatan itu
juga dilangsungkan berbagai upacara pernikahan, kultus dewa agung, totem,
penyembahan roh nenek moyang, baik secara kelompok maupun individu.
Di kalangan masyarakat Polinesia, pemberian yang benar-benar dalam
bentuk pottlatch tidak ditemukan. Pemberian hanyalah berupa persembahan
sistem prestasi menyeluruh berdasarkan perjanjian permanen diantara klan
berdasarkan prinsip komunal. Contohnya adalah upacara perkawinan adat
Samoa terdapat tukar menukar tikar, perhiasan antar pemimpin, pemberian
dalam upacara kelahiran, sunatan, anak perempuan menginjak usia pubertas,
upacara penguburan dan perdagangan. Upacara-upacara tersebut merupakan
pertukaran prestise (mana) yang sekaligus menunjukkan kekayaan dari pihak
yang melaksanakan pemberian.
Pemberian yang sudah diterima wajib untuk diimbali (pemberian
kembali) pada saat yang lain. Ide tentang kewajiban memberikan imbalan
18
dilandasi oleh keyakinan dan hukum akan kehilangan mana, otoritas dan
kekayaan khususnya bagi orang yang mengabaikan pembayaran kembali
tersebut. Pemberian Oala (harta kekayaan yang bersifat laki-laki) dan Tonga
(harta kekayaan yang bersifat perempuan) pada prinsipnya tidak membuat
orang tua yang melakukan upacara menjadi kaya. Namun mereka menilai
pemberian yang diterima dalam upacara itu sebagai kehormatan besar, dan
pada saat yang lain mereka harus membalasnya kembali. Dalam masyarakat
Polinesia Oala apalagi Tonga mengandung makna sebagai harta kekayaan
yang tidak bisa dihabiskan, demikian pula tikar perkawinan, perhiasan dan
jimat-jimat yang dibawaseorang perempuan yang baru kawin dianggap
sebagai harta yang sebenarnya. Bahkan Tonga diyakini dapat membuat orang
menjadi kaya, berkuasa dan berpengaruh.
Dengan mengutip catatan yang ditulis Hertz, Mauss berpendapat
bahwa di kalangan orang Maori tukar menukar diantara suku-suku atau
keluarga yang sudah saling mengenal, dilakukan tanpa suatu ketentuan (saling
menyetujui, persetujuan kedua belah pihak). Hanya saja dilandasi oleh suatu
kepercayaan, di mana masyarakat Maori meyakini bahwa Tonga merupakan
kendaraan dari mana yang bersifat gaib, keagamaan dan memiliki kekuatan
supranatural yang melekat pada pemberian tersebut. Tonga diyakini dapat
menghancurkan seseorang yang telah menerima sutu pemberian, tetapi tidak
bersedia melakukan kewajiban untuk membalas hadiah, oleh karena itu
muncul motivasi dari pihak yang pernah menerima pemberian untuk
melakukan imbalan, terutma untuk menghindri segala bentuk mala petaka.
19
Penghargaan tehadap “prestasi total” sebagaimana dikemukakan di
atas bukan hanya membawa kewajiban memberi hadiah di pihak lainnya,
“penolakan memberi hadiah sama artinya dengan penolakan untuk menerima
hadiah”. Hal ini mengandung makna sebagai penolakan untuk saling
berhubungan (pershabatan), bahkan juga bisa diartikan sebagai ungkapan
penentangan (perang) terhadap pihak lain dalam masyarakat setempat.
Untuk menjelaskan hakikat pemberian dalam masyarakat bersahaja
antara lain Marcell Mauss mengutip pendapat Redcliffe Brown sebagai
berikut: tukar menukar yang berlangsung dalam masyarakat Andaman
berlangsung berlangsung tanpa ikatan (dalam arti murni bersifat suka rela).
Tukar menukar itu tidak melibatkan individu-individu tertentu, tetapi juga
melibatkan kelompok atau keluarga, artinya adalah tukar menukar tersebut
tidak ditekankan tujuan finansial, melainkan berdimensi moral, terutama untuk
mencerminkan tingkat kedermawanan masing-masing pihak. Oleh karena itu
masing-masing pihak berlombauntuk memberikan hadiah yang lebih bernilai
tinggi, misalnya dalam kaitan dengan pemberian dalam perkawinan.
Pemberian itu diharapkan dapat membina ikatan yang kuat dan harmonis
antara kedua kelompok kekerabatan.
Sementara itu tukar menukar pada berbagai kelompok kekerabatan
dalam masyarakat Melanesia merupakan cerminan dari Pottlatch yang lebih
tinggi mutunya, dalam konteks ini dapat dicontohkan sistem Pilu-pilu di
dalam masyarakat Kaledonia Baru dan sistem kula di kepulauan Trobriand.
Dengan mengutip dokumen yang dibuat Leenhardt, Mauss mengatakan bahwa
20
Pilu-pilu bagi masyarakat kaledonia Baru bukan hanya terbatas pada sistem
pesta dan pemberianhadiah, melainkan juga persembahan pada roh nenek
moyang. Di pihak lain Kula yang sering dipahami sebagai “sistem
perdagangan berputar” dalam masyarakat Trobriand pada hakikatnya juga
menjadi saling memberi dan menerima donor ketika berlangsung berbagai
kunjungan yang bersifat berkala atau periodik, dalam hubungan ini
pengunjung umumnya berperan sebagai penerima pemberian dari pihak
penerima kunjungan dan pada kesempatan lain (tahun berikutnya) giliran si
pemberi yang akan melakukan kunjungan dan merekapun berperan sebagai si
penerima pemberian dari partner mereka di daerah tujuan. Kegiatan ini
menggambarkan tukar menukar non finansial yang terjadi dalam sistem kula
di kalangan masyarakat di kepualauan Trobriand.
Upacara menyampaikan benda-benda yang saling dipertukarkan itu,
umumnya berlangsung dengan khusuk dan bernuansa religius atau keagamaan.
Yang terpenting di antara benda-benda yang dipersembahkan itu adalah
vuygu’a yaitu semacam mata uang yang terbuat dari mwali(kerang yang telah
digosok dan dibentuk sebagai hiasan lengan untuk dipakai pada peristiwa-
peristiwa penting). Indah untuk peempuan yang diyakini sebagai sumber
kekayaan orang Trobiand bahkan menurut Mauss pemberian hadiah yang
dilakukan oleh seorang suami dalam masyarakat Trobiand kepada istrinya
haruslah dilihat sebagai suatu bentuk imbalan atas pelayanan seksual yang
diberikan sang istri terhadap suaminya tersebut.20
20 Https://PDF.Repository.unp.ac,id.>EMIZAL AMRI. Diakses pada 18 November 2017.
21
Marcell Mauss melihat fenomena masyarakat kuno dalam membentuk
asumsi teori pertukaran hadiah, beliau berpendapat bahwa “segala sesuatu
baik berupa barang atau jasa yang di pertukarkan oleh masyarakat sebagai
wujud prestasi tukar menukar dalam pemberian hadiah”. Sesama manusia
melakukan tukar menukar benda atau jasa, menunjukkan fakta bahwa
memberi hadiah sama dengan memberi rasa santun atau memberi sari
kehidupan dari si pemberi kepada si penerima, dengan diterimanya suatu
benda yang diberikan maka diartikan bahwa si penerima pemberian telah
menerima santunan atau sari kehidupan si pemberi. Oleh karena itu si
penerima pemberian tidak dapat menolaknya karena penolakkan itu sama
dengan penghinaan atau tidak menghargai terhadap si pemberi tersebut atau
sama dengan suatu penolakan dalam hubungan sosial atau persahabatan.21
Hal tersebutlah yang menyebabkan mengapa pemberian tersebut harus
diimbali dengan pemberian kembali kepada si pemberi oleh si penerima
hadiah, secara tak langsung dan disadari dalam masyarakat terdapat suatu
bentuk penekanan atau kewajiiban untuk memberi dan menerima. Mauss
mengemukakan” pada dasarnya tidak ada pemberian yang cuma-cuma atau
gratis”, Segala sesuatu bentuk pemberian selau diikuti oleh suatu pemberian
kembali atau imbalan dan kewajiban dari mengembalikan barang yang
berharga merupakan suatu keharusan atau kehormatan muka akan hilang
untuk selamanya jika tidak dilakukan.22
21
Marcell Mauss, Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno (Jakarta: yayasan
Obor Indonesia, 1992), hlm. 16 22 Marcell Mauss, Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno(Jakarta: yayasan
Obor Indonesia,1992), hlm. 60.
22
Hasil dari wujud interaksi tersebut menunjukkan perbedaan maksud
dan tujuan yang berbeda dalam suatu pertukaran yang semula. Saling tukar
menukar dalam pemberian prestasi terwujud sebagai saling tukar menukar
pemberian. Pemberian hadiah menurut Mauss mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Pengembalian benda yang diterima tidak dilakukan pada saat bersamaan
pemberian hadiah itu diterima, tetapi pada waktu yang berbeda sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku, jika pemberian imbalan diberikan
pada waktu bersamaan namanya barter atau tukar menukar.
2. Pengembalian pemberian hadiah yang diterima tidak boleh berupa barang
yang sama dengan diterima tetapi dengan benda yang berbeda yang
mempunyai nilai sedikit lebih tiggi dari pada hadiah yang telah diterima
atau setidak-tidaknya sama dengan itu, tidak diperbolehkan
mengembalikan pemberian hadiah nilainya lebih sedikit dari yang
diterima.
3. Benda-benda pemberian yang diterima tidak dilihat sebagai benda dengan
nilai harfiah tetapi sebagai mana atau prestasi, karena benda-benda
tersebut dipercayai berisi mana atau kekuatan gaib yang oleh mauss di
golongkan ke dalam suatu kategori yang dinamakan Prestation atau
prestasi.
Melihat dari ciri-ciri saling tukar menukar pemberian prestasi yang
dijelaskan di atas, rewang hajatan yang ada di desa diwek merupakan
23
kepentingan moral, dengan tujuan dari tukar menukar ini adalah untuk
menjalin interaksi atau persahabatan antara dua orang atau lebih.
F. Metode Penelitian
Metode pada dasarnya berarti instrument yang digunakan oleh peneliti
untuk mengumpulkan data atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan.23
Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang mendalam (In Depth),
Jenis penelitian yang akan digunakan penulis adalah jenis penelitian lapangan
(field research),24
penelitian yang di gunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu
penyusunan langsung peneliti berdasarkan masalah yang diambil yaitu tentang
pola resiprositas dan praksis sosial rewang pada masyarakat di Desa
Bojonegoro Kedu Temanggung.
Penulis memilih Desa Bojonegoro sebagai lokasi penelitian
dikarenakan hampir semua orang yang melakukan rewang hajatan dan
pertukaran sosial ekonomi dalam bentuk sumbangan pada masyarakat
setempat relatif baik. Maka dari itu, penulis ingin melihat bagaimana
pertukaran sosial ekonomi yang terjadi pada pelaku rewang hajatan dan
bagaimana nilai-nilai agama yang terkandung dalam praksis sosial rewang
sehingga mereka bisa menjalin hubungan yang baik.
Penelitian lapangan skripsi ini adalah mengambil data sebanyak-
banyaknya dari informan mengenai latar belakang masalah yang di teliti.
23
Moh. Shuhada, Metodologi Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif) (Yogyakarta:
Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 34. 24 Lilik, Aslichati, dkk, Metode Penulisan Sosial, cet. Ke-7 (Jakarta: Universitas Terbuka,
2011), hlm. 330.
24
1. Sumber Data
Penelitian ini mengambil data dari data primer dan data sekunder.
Data primer ditetapkan dari hasil observasi yang dilakukan di Desa
Bojonegoro, Kedu, Temanggung. Peneliti melakukan observasi yang
dilakukan pada tanggal 1 Januari 2017 di Desa Bojonegoro, serta
wawancara yang dilakukan pada saat itu, selain itu observasi juga
dilakukan dengan observasi partisipasif, dimana peneliti tinggal di Desa
Bojonegoro. Sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari data-data
yang ada di desa, dan literatur yang berhubungan dengan pembahasan
sebagai bahan acuan.
2. Obyek dan Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi obyek peneliti adalah Pola
Resipositas dan Praksis Soial Rewang pada Masyarakat Desa Diwek
Bojonegoro Kedu Temanggung, sedangkan subyeknya adalah para pelaku
rewag dalam hajatan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan:
a. Pengamatan dan pengamatan terlibat(participant observation)
Peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan hadir dan
melihat aktifitas yang di lakukan masyarakat saat melakukan rewang
hajatan pernikahan dan melihat segala aktifitas di luar aktifitas rewang
dan pola resiprositas masyarakat. Peneliti melakukan pengamatan dan
partisipasi aktifitas masyarakat, peneliti juga melakukan observasi
25
partisipasi dengan tinggal di Desa Bojonegoro sehingga penulis dapat
mengetahui aktifitas masyarakat Desa Bojonegoro, dan non partisipatif
penulis hanya mengamati serangkaian kegiatan yang penulis tidak
dapat ikut terlibatkan didalamnya. Karena rewang hajatan yang penulis
amati lebih dari 5 hajatan, dan itu merupakan hajatan dulu yang sudah
berlangsung maka digunakan observasi non partisipatif. Untuk hajatan
yang baru-baru saja diadakan peneliti menggunakan observasi
partisipatif. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, adapun
pelaksanaan observasi ini dilakukan dalam waktu 2,5 bulan yaitu dari
tanggal 1 September sampai 22 November 2017.
Dalam penelitian ini, partisipasi observasi dilakukan secara
bertahap. Pertama dilaksanakan selama satu minggu pada tanggal 1
September sampai 7 September 2017 dalam observasi ini, peneliti
melakukan penelitian observasi dengan ikut serta dalam rewang
hajatan di salah satu warga Desa Bojonegoro. Peneliti juga mengamati
pola pertukaran yang dilakukan masyarakat saat melalukan rewang.
b. Narkubo Achmadi menyatakan wawancara adalah proses tanya jawab
yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih
bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau keterangan-keterangan(Narkubo-Achmadi,2002: 83-99). Peneliti
dalam melakukan kegiatan wawancara menggunakan alat-alat sebagai
berikut, yaitu daftar pertanyaan, buku catatan, kamera(untuk
mengambil foto atau dokumentasi) dan melakukan rekaman suara.
26
Peneliti mewawancarai sekitar 14 orang informan. Wawancara
dilakukan door open the door, yaitu dari satu pintu rumah kepintu
yang lain secara langsung peneliti mendatangi rumah warga.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data langsung dari
masyarakat, dan masyarakat yang teribat dalam aktifitas pertukaran
sosial ekonomi. Sealin itu peneliti juga melakukan wawancara
mendalam, peneliti melaukan wawancara dengan informan kunci.
Informan instansi pemerintahan Bapak Siyono untuk
mendapatkan informasi tentang struktur masyarakat Desa Bojonegoro.
Informan tokoh masyarakat Bapak Nuryadi untuk mendapatkan
informasi tentang keagamaan masyarakat Desa Bojonegoro. Informan
sesepuh masyarakat Bapak Nuryadi untuk mendapatkan informasi
tentang sejarah awal mula Desa Bojonegoro.
Informan masyarakat yang melakukan rewang yaitu Ibu Narti,
Ibu Rati, Ibu Mur, Ibu Tinah, Bapak Sabar, Bapak Teguh, Bapak Hadi,
Bapak Rahayu, Bapak Asmadi, Bapak Triyanto, dan Bapak Walgito
untuk mendapatkan informasi tentang pertukaran sosial dan ekonomi
yang terjadi pada rewang hajatan pernikahan. Dalam melakukan
wawancara penulis sebagian besar menggunakan pendekatan informal
dengan metode”snow bolling” (bola salju) untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam.
27
4. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang di
gunakan dalam metodologi penelitian sosial metode ini mengumpulkan
data yang langsung ditujukan kepada subjek penelitian.25
Selama praksis sosial rewang hajatan berlangsung, penulis
berusaha mendokumentasikan semua aktifitas yang berhubungan dengan
pelaksanaan pertukaran sosial ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat
desa bojonegoro kedu temanggung dari awal hingga akhir. Metode ini
digunakan untuk menyempurnakan data-data yang diperoleh dari metode
observasi dan wawancara. Dokumentasi ini meliputi gambar atau foto,
kegiatan, dan tulisan-tulisan yang dapat dijadikan sebagai rujukan.
5. Penelusuran Pustaka
Penulis juga melakukan dan mengkaji dari sumber tertulis dan dari
internet untuk memperkuat data yang diperoleh di lapangan. Penulis
mengambil sumber tersebut dari Kepala Desa Bojonegoro Kedu
Temanggung, dan mengambil sumber tersebut dari desa setempat. data ini
membantu penulis untuk mengetahui kondisi geografis, demografis,
ekonomis, pendidikan, agama dan sosial kultur masyarakat.
6. Teknik Analisis Data
Penulis mengadakan pengumpulan data yang berhubungan dengan
tema, setelah itu data terkumpul kemudian menelaah data tersebut dengan
analisa dan diinterpretasikan sesuai dengan wawasan penulis sehingga
25 Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),hlm.70.
28
diperoleh pengertian yang jelas. Dengan demikian penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yang dalam studi ini akan dioperasikan melalui
deskriptif yaitu langkah-langkah melakukan reintrepetasi objek tentang
fenomena sosial yang terdapat dalam masalah yang diteliti.26
Penyajian
merupakan hasil dari penelitian lapangan, penyajian data ini dilakukan
dengan cara menyederhanakan bahasa informasi agar mudah untuk
dipaparkan dan memudahkan dalam penarikan kesimpulan.
7. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan sosiologi agama. Penelitian ini tidak hanya fokus pada Pola
Resiprositas dan Praksis Sosial Rewang pada Masyarakat Desa
Bojonegoro Kedu Temanggung, akan tetapi lebih kepada anggapan Nilai-
nilai Agama yang terkandung dalam prasis sosial rewang hajatan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh hasil penelitian yang sistematik dan baik, maka
pembahasan dalam penelitian skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan guna mengantarkan
pembahasan hasil penelitian secara menyeluruh dan sistematis serta menjadi
pijakan yang kokoh dalam mencari jawaban dari pokok masalah, yang terdiri
dari delapan sub bab yaitu latar belakang masalah alasan memilih judul,
batasan dan rumusan masalah sebagai titik fokkus untuk mengurai objek
26 Jacob Verdenbergt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat(Jakarta: Gramedia,
1984), hlm. 34
29
penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab Kedua, berisi deskripsi umum mengenai Desa Diwek Bojonegoro
Kedu Temanggung, diantarannya Letak Geografis, Struktural di Desa,
keadaan penduduk, kehidupan sosial, budaya, pendidikan, agama, dan keadaan
ekonomi masyarakat Desa Diwek Bojonegoro Kedu Temanggung
Bab Ketiga, memaparkan mengenai pola resiprositas dan praksis sosial
rewang di desa diwek bojonegoro kedu temanggung.
Bab Keempat, memaparkan mengenai nilai-niali agama yang
terkandung dalam sosial praksis rewangg hajatan.
Bab Kelima, penulis akan membahas tentang penutup yang terbagi
menjadi dua sub bab yaitu kesimpulan yang berisi jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang ada di rumusan masalah serta kritik dan saran mengenai
penelitian dan diakhiri dengan kata penutup.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis yang penulis paparkan,
maka penulis dapat menyimpulkan beberapa point penting terkait dengan
judul“Pola Resiprositas dan Praksis Sosial Rewang pada Masyarakat Desa
Bojonegoro Kedu Temanggung”, adapun hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Praksis Rewang Hajatan Pernikahan yang terjadi di Desa Bojonegoro
merupakan salah satu kebiasaan (tradisi) yang sudah berjalan lama
ditengah masyarakat Desa Bojonegoro dalam melaksanakan acara hajatan
pernikahan. Rewang merupakan sebutan untuk orang-orang khusus yang
dimintai tolong pemilik hajat untuk bersama-sama menyelesaikan acara
pernikahan. Proses minta tolong ini dikenal dengan istilah sambatan.
Berpegang pada praksis kehidupan sosial yang rukun, gotong royong
tolong menolong dan solidaritas sosial.
2. Masyarakat Desa Bojonegoro dalam melakukan rewang hajatan
pernikahan Pada dasarnya dilandasi oleh semangat solidaritas dan gotong
royong yang tinggi antar sesama warga masyarakat tanpa mengharapkan
pamrih yang belebih.
Namun terdapat fenomena yang muncul yang sebenarnya ada
namun tidak begitu di sadari oleh masyarakat pada umumnya yaitu adanya
84
sebuah pertukaran sosial ekonomi yang berorientasi lebih ke nilai ekonomi
dan berharap kembalinya kembali modal yang sudah di berikan dahulu.
Ada hubungan yang bersifat simetris dan tidak memandang status sosial
suatu masyarakat.
Melakukan beberapa pola pertukaran sosial ekonomi yang disebut
dengan resiprositas, dalam pertukaran tersebut berupa, uang, waktu dan
tenaga. Masyarakat membaur menjadi satu dan bekerja secara bersama-
sama untuk segera menyelesaikan acara hajatan dan mengoptimalkan
acara hajatan agar berlangsung secara baik.
3. Nilai-nilai agama dan tradisi kebudayaan masyarakat menjadi landasan
dasar dalam melakukan rewang hajatan pernikahan karena hampir seluruh
masyarakat Desa Bojoegoro beragama islam. Dengan anggapan mendapat
ridho Allah juga mendapatkan keuntungan yang bersifat materil, yaitu
apabila suatu saat melakukan acara hajatan akan ada yang membantu
berupa uang, tenaga dan pikiran. Siklus pola yang berlangsung secara
terus menerus ini seperti sebuah tabungan dan harus di laksanakan sebagai
suatu kewajiban sebagai mahluk sosial dan beragama.
4. Adanya hukum norma berupa gunjingan bila ada salah satu individu tidak
melakukan rewang dengan baik dan benar di Desa Bojonegoro.
5. Ada perbedaan cara rewang di kota dan di desa, di kota sudah
menggunakan sistem upah dan di desa masih menggunakan sistem
pertukaran sosial ekonomi.
85
B. Saran
Berdasarkan penelitian tersebut penyusun dapat memberikan saran
sebagai berikut:
1. Semangat gotong royong, tolong menolong, rukun dan solidaritas sosial
haruslah di jaga dan dipertahankan untuk kepentingan individu dan
bersama karena berlangsung secara lama dan berulang dan masyarakat
satu yang lainnya saling membutuhkan tidak bisa hidup sendiri.
2. Pola pertukaran sosial ekonomi atau resiprositas yang dilakukan dalam
masyarakat sesuai dan tidak tumpang tindih maksudnya adalah besarnya
nilai uang atau barang sama atau kalau bisa bahkan lebih mengingat hal
tersebut sebagai tabungan dan salah satu penunjang dalam terlaksananya
acara hajatan pernikahan yang baik.
3. Dalam melakukan rewang hajatan sebaiknya pelaku rewang hajatan
bersungguh-sungguh dalam melakukan rewang baik itu dalam hal jasa,
maupun uang untuk menghindari hukum norma berupa gunjingan.
DAFTAR PUSTAKA
A.Zahid. 2015. “Pola Rent-Cultural Berbasis Agama Masyarakat Longos
Sumenep Madura”. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga.
Ahimsa Putra, Heddy Shri. 1988. Minawang Hubungan Patron-Klien di Sulawesi
Selatan. Yogyakarta: Gajah Mada Univesity Press.
Aslichati, Lilik, dkk. 2011. Metode Penulisan Sosial. cet. Ke-7. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Damarsanti, Santi. “Penggunaan Tata Ruang Pada Tradisi Tarub di Desa Bojong
Mungkid Magelang” dalam http:www.jurnal Perspektifarsitektur.com
diakses 4/12/2015.
Effendi Tukiran, Sofian. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Fawari. 2010. “Tinjauan Hukum Terhadap Sumbangan dalam Hajatan pada
Pelaksanaan Walimah dalam Perkawinan di Desa Rima Kec. Banyuasin
Sumatra Selatan”. Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga.
J Goodman, George Ritzer Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
MA, Morissan, dkk. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana.
Mauss, Marcell. 1992. Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno.
Jakarta: yayasan Obor Indonesia.
Nasution, Zulkarnain. 2009. Solidaritas Sosial Partisipasi Masyarakat Desa
Transisi. Malang: UMM Press.
Sairin, Sjafri. 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Shuhada, Moh. 2008. Metodologi Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif).
Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Sugiyono, 2013. Skripsi Thesis dan Disertasi. Bandung: Alfabeta.
Suradi. 2015. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Buwuhan dalam
Pelaksanaan Hajatan, Studi Kasus di Desa Kendayakan Kecamatan Terisi
Kabupaten Indramayu”. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Verdenbergt, Jacob. 1984. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Wisadirana, Darsono. 2005. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.
CURRICULUUM VITAE
A. Data Diri
Nama : Widayanti
Tempat/ Tanggal Lahir : Temanggung, 22 Juli 1993
Alamat : Diwek Bojonegoro Kedu Temanggung
B. Data Orang Tua
Nama
Bapak : Mundjali
Pekerjaan : Perangkat Desa
Ibu : Kurniwati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Diwek Bojonegoro Kedu Temanggung
C. Riwayat Pendidikan
UIN Sunan Kalijaga di Yogyakarta Fakultas Ushuludin Angkatan
2011-2018
MA AL-HUDA di Temanggung Tahun 2008 – 2011
MTsN Kedu di Temanggung Tahun 2005 – 2008
MI Bojonegoro di Temanggung Tahun 2001 – 2005
Recommended