View
221
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
POTENSI PELANGGARAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK
TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Karisidenan Surakarta)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Oleh:
FIRMANSYAH CAKRA ADY
C 100 140 340
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
POTENSI PELANGGARAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK
TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Karisidenan Surakarta)
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
FIRMANSYAH CAKRA ADY
C 100 140 340
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Hartanto, S.H.,M.H
HALAMAN PENGESAHAN
ii
POTENSI PELANGGARAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK
TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Karisidenan Surakarta)
Oleh:
FIRMANSYAH CAKRA ADY
C 100 140 340
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari: Kamis, 01 November 2018
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Hartanto, S.H.,M.H.
(…………………………)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Muchamad Iksan, S.H., M.H.
(…………………………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Sudaryono, S.H., M.Hum.
(…………………………)
(Anggota II Dewan Penguji)
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
(Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum)
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, Kamis 01 November 2018
Penulis
FIRMANSYAH CAKRA ADY
C 100 140 340
1
POTENSI PELANGGARAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK
TERSANGKA DALAM PENYIDIKAN PERKARA PIDANA
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Karisidenan Surakarta)
Abstrak
Negara Indonesia adalah negara hukum, Perlindungan dan penghormatan terhadap
hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum. Dimana
perlindungan dan penghormatan salah satunya perlu diberikan kepada tersangka
suatu tindak pidana karena di dalam praktiknya tersangka seringkali dilanggar
hak-hak yang dimilikinya. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu (1)
Bagaimana perlindungan hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana?
(2) Bagaimana potensi pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara
pidana?. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
empiris. Hasil penelitian ini yaitu perlindungan hukum hak tersangka pada
penyidikan perkara pidana dilakukan melalui dua cara yaitu preventif yang
ditekankan pada upaya pencegahan untuk terjadinya pelanggaran yang diatur di
dalam beberapa undang-undang dan represif yang ditekankan kepada pemberian
sanksi bagi pelanggar hak-hak tersangka. Potensi pelanggaran hukum hak
tersangka pada penyidikan perkara pidana penulis melakukan wawancara dengan
5 orang yang pernah menjadi tersangka dan menyatakan apabila hak-hak mereka
dilanggar yang disebabkan oleh pengetahuan tersangka, aparat penegak Hukum,
Undang-undang.
Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Tersangka, Penyidikan
Abstrack
The country of Indonesia is a state of law, protection and respect for human rights
are the main pillars in every country of law. Where protection and respect one of
them needs to be given to the suspect a criminal act because in practice the
suspect is often violated by the rights he has. The formulation of the problem in
this study is (1) What is the legal protection of the suspect's rights in criminal case
investigation? (2) What is the potential for violating the legal rights of suspects in
criminal investigations? The research method used in this study is juridical
empirical. The results of this study are the legal protection of the suspect's rights
in criminal case investigation through two ways, namely preventive emphasis on
efforts to prevent violations regulated in several laws and repressions which are
emphasized on sanctions for violating the rights of suspects. Potential violations
of the legal rights of suspects in criminal investigations the author conducts
interviews with 5 people who have been suspects and stated that if their rights are
violated caused by the knowledge of suspects, law enforcement officers, the law.
Keywords: Legal Protection, Suspects, Investigations
2
1. PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum adalah negara yang
menjunjung penegakan hukum dan keadilan untuk mencapai tujuan nasional.
“Prinsip penting negara hukum adalah supremasi hukum yang memiliki jaminan
konstitusional. Supremasi hukum selalu bertumpu pada kewenangan yang
ditentukan oleh hukum.”1
Hukum dengan tegas telah mengatur perbuatan-perbuatan manusia yang
bersifat lahiriyah, dan hukum mempunyai sifat untuk menciptakan keseimbangan
antara kepentingan warga masyarakat. Dengan demikian hukum mempunyai sifat
memaksa dan mengikat, walaupun unsur paksaan bukanlah merupakan unsur yang
terpenting dalam hukum, sebab tidak semua perbuatan atau larangan dapat
dipaksakan. Dalam hal ini, memaksakan diartikan sebagai suatu perintah yang ada
sanksinya apabila tidak ditaati, dan sanksi tersebut berwujud sebagai suatu
penderitaan yang dapat memberikan penjeraan bagi pelanggar.
“Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun
masyarakat.”2 “Dengan adanya hukum dimaksudkan untuk menciptakan
keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Memelihara
keselarasan hidup di dalam masyarakat memerlukan berbagai macam aturan
sebagai pedoman hubungan kepentingan perorangan maupun kepentingan dalam
masyarakat.”3 Akan tetapi tidak sedikit hubungan kepentingan itu mengakibatkan
pertentangan, Oleh karena itu diperlukan suatu hukum acara pidana yang menjadi
saluran untuk menyelesaikan kepentingan apabila terjadi perbuatan melawan
hukum yang diatur dalam hukum pidana
“Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan
adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk
kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Untuk itu diperlukan adanya
1Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-V/2007. Hal. 17
2 Sudikno Mertokusumo, 2008, “Menegnal Hukum (Suatu Pengantar)”, Liberty, Yogyakarta, cet-
4, hal. 40 3 Ibid. Hal. 40
3
kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam
mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat.”4
Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan
pilar utama dalam setiap negara hukum, untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap seorang tersangka maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana harus direalisasikan, khususnya didalam penyidikan perkara
pidana, khusus pada tahap interogasi sering terjadi tindakan sewenang-wenang
dari penyidik terhadap tersangka yang diduga melakukan tindak pidana. Tindakan
ini dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan atau keterangan
langsung dari tersangka, namun cara-cara yang dilakukan seringkali tidak dapat
dibenarkan secara hukum.
Tersangka dalam memberikan keterangan kepada penyidik harus secara
bebas tanpa adanya tekanan atau paksaan dari penyidik sehingga pemeriksaan
dapat tercapai tanpa menyimpang dari yang sebenarnya. Pada tingkat
pemeriksaan, penyidik hanyalah mencatat keterangan yang diberikan tersangka
tanpa harus melakukan tindakan paksa agar tersangka memberikan keterangan
yang dibutuhkan secara bebas. “Seperti kasus yang terjadi terhadap tersangka
narkotika yang ditangkap tanpa surat, dipaksa untuk mengakui kesalahan, disiksa
untuk mengakui perbuatan yang mereka tidak perbuat, mereayasa kasus,
diperdaya untuk membayar sejumlah uang agar bebas, dan diintimidasi menyewa
pengacara karena kasus akan dipersulit atau diperberat.”5
“Cara-cara kekerasan menurut ketentuan KUHAP tidak dapat dibenarkan
karena merupakan tindakan yang melanggar hukum. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana telah memberikan jaminan hukum atas
diri tersangka guna mendapat perlindungan atas hak-haknya dan mendapat
perlakuan yang adil didepan hukum, pembuktian salah atau tidaknya seorang
4 Ibid. Hal. 45
5 Ricky Gunawan, dkk, 2012, Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka di Tingkat
Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkoba di Jakarta, Jakarta: Lembaga
Bantuan Hukum Masyarakat (LBH MASYARAKAT), hal 5.
4
tersangka atau terdakwa harus dilakukan didepan sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum.”6
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : (1) Bagaimana perlindungan
hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana? (2) Bagaimana potensi
pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana? Sementara
itu, tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut (1) Untuk mengetahui potensi pelanggaran perlindungan hukum dan hak
tersangka pada penyidikan perkara pidana (2) Untuk mengetahui keefektifan
penyidik dalam melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-undangan pada
penyidikan.
Sedangkan manfaat yang ingin dicapai penulis dalam penelitin ini adalah
sebagai berikut (1) Manfaat Teoritis Dapat menambah dan memberikan ilmu
pengetahuan bagi penulis dan pembaca dalam mendalami ilmu pengetahuan
khususnya manfaat praktis mengenai potensi pelanggaran perlindungan hukum
dan hak tersangka pada penyidikan prkara pidana. (2) Manfaat Praktis (a) Dapat
mengetahui efektifitas penegakan hukum yang dilakukan oleh Penyidik pada
tahap penyidikan terhadap tersangka. (b) Untuk melatih mengebangkan pola pikir
yang sistemastis sehingga dapat meneliti serta menerapkan ilmu yang telah
diperoleh.
2. METODE
“Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum dengan menganalisanya.7” “Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yakni menggunakan pendekatan yuridis empiris yakni
pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan meneliti dataa
sekunder terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan
6 Ibid. Hal. 6
7 Kudzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum, Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal 3.
5
penelitian data primer di lapangan.”8 “Jenis penelitian yang digunakan oleh
penulis adalah penelitian deskriptif yakni penelitian yang merupakan prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki yang menggambarkan atau melukiskan
subyek atau objek penelitian pada saat sekarang.9” “Lokasi yang akan dijadikan
tempat penulis yakni Rutan Kelas 1A Surakarta. “Data yang disajikan dari
sumber-sumber data meliputi data primer dan data sekunder yaitu berupa bahan-
bahan yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.”10
Metode pengumpulan data sebagai berikut: (a) Studi Kepustakaan (b)
Studi Lapangan (c) Wawancara. “Metode Analisis Data menggunakan teknik
deskriptif kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil penelitian terlebih dahulu
kemudian dicocokkan dengan teori yang ada, kmudian dianalisis.”11
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Perlindungan hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana
“Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum merupakan berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman
baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.”12
Yang dimana dalam skripsi ini hendak membahas mengenai
perlindungan hukum hak tersangka pada proses penyidikan perkara pidana oleh
pihak kepolisian.
Di dalam Pasal 14 Undang-undang No 2 Tahun 2002 Polisi dilengkapi
tugas lainnya yang berupa melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Dalam melakukan penyidikan tersebut polisi dengan
berdasarkan bukti permulaan yang cukup dapat menyatakan seseorang sebagai
tersangka. Pengertian tersangka terdapat dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP yang
berbunyi : “seorang yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti 8 Soerjono Soekanto dan Sri Manudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Rajawali Pers, Hal. 53. 9 Soerjono dan Abdul Rahman, 2003, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka, Cipta, Hal. 23.
10 Kudzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Op, cit. Hal 8.
11 Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press), hal. 5. 12
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2010, Mata Kuliah Keahlian Hukum (MKKH) Latihan
Hukum PIdana untuk perguruan tinggi, Jakarta: Sinar Grafika, hal.10.
6
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Oleh karena itu, setelah
seseorang ditetapkan sebagai tersangka karena sudah terdapatnya bukti permulaan
akan dilakukan proses penyidikan guna untuk memperoleh bukti yang cukup.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek
hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan
pelaksanaanya dengan satu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
3.1.1 Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah
sebelumnya terjadi pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
Terkait dengan hak tersangka dalam proses penyidikan di dalam KUHAP
sudah diatur mengenai hak-hak tersangka dalam proses perkara pidana yang tidak
boleh dilanggar oleh penyidik dalam hal memeriksa tersangka. Terkait dengan
perlindungan hukum preventif di dalam melindungi hak-hak tersangka terdapat di
dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:
1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana
Di dalam Kitab undang-undang Hukum acara pidana ini sudah diatur secara jelas
terkait dengan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka yang wajib di lindungi oleh
aparat penegak hukum khususnya penyidik dalam hal melakukan pemeriksaan
terhadap tersangka.
Pengaturan hak-hak tersangka diatur dalam BAB IV Pasal 50 KUHAP
sampai dengan Pasal 68 KUHAP Berikut ini oleh penulis akan uraikan mengenai
beberapa ketentuan hak-hak tersangka yang harus di lindungi oleh penyidik, yaitu
sebagai berikut:
a. hak memperoleh prioritas di dalam penyelesaian perkara,
b. hak untuk mempersiapkan pembelaan.,
c. hak untuk memberikan keterangan secara bebas,
d. hak untuk mendapatkan juru bahasa,
e. hak memperoleh bantuan Hukum,
7
f. hak mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma,
g. hak untuk menghubungi penasihat hukumnya,
h. hak untuk memperoleh kunjungan doketer pribadinya,
i. hak untuk mendapatkan jaminan bagi penangguhannya,
j. hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniawan,
k. hak untuk mengajukan saksi atau ahli yang menguntungkan tersangka,
l. hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
1) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia ini sendiri hak-hak tersangka diatur di dalam BAB III mengenai Hak
Asasi Mnausia dan Kebebasan dasar Manusia, di dalam bagian ke empat hal
memeproleh keadilan, yang diatur di dalam Pasal 17 dan 18.
Pasal 17 yang mengatur mengenai hak setiap orang yang dalam hal ini
juga termasuk tersangka untuk memperoleh suatu keadilan dengan cara
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan. Selain itu juga setiap
tersangka harus di adili ataupun diperiksa oleh penyidik secara bebas dan tidak
memihak oleh siapapun. Di dalam Pasal 18 dijelaskan mengenai penekanan
adanya asas legalitas dan Culpabilitas (Tiada pidana tanpa kesalahan) yang
dimana tersangka harus dianggap tidak bersalah sebelum terbukti secara sah dan
meyakinkan di pengadilan selain itu juga di dalam pasal tersebut juga memberikan
pengeturan terkait dengan tidak boleh dilakukannya asas berlaku surut.
Dengan demikian di dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia memberikan beberapa perlindungan terhadap hak-hak
tersangka yang tidak boleh dilanggar. Dan juga dengan demikian dalam undang-
undang ini mendukung untuk tidak terjadinya kesewenang-wenangan dari pihak
yang berwenang.
2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman
Di dalam undang-undang ini terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai
hak-hak tersangka yaitu sebagai berikut hak tersangka untuk mendapatkan
perlakuan yang sama dihadapan hukum, hak untuk dianggap tidak bersalah
8
sebelum adanya putusan hakim (Asas Praduga tak bersalah), hak untuk
memperoleh ganti kerugian dan rehabilitasi
3.1.2 Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti
denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi
sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Dengan demikian dalam skripsi
ini untuk memberikan perlindungan terhadap tersangka secara represif yaitu
dengan memberikan hukuman kepada aparat penegak hukum yang melanggar
hak-hak tersangka sebagaimana yang dimaksud.
Namun pada praktiknya walaupun di dalam KUHAP sudah diatur mengenai
hak-hak tersangka yang wajib untuk di lakasanakan oleh penyidik namun
pengaturan tersebut tidak dibarengi dengan adanya konsekwensi yuridis bagi
penyidik yang melanggar hak-hak tersangka. Dengan demikian hal ini akan
menimbulkan ketidakpastian hukum. “Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian
hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan
dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan
hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan
berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat
menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang
harus ditaati.”13
“Terkait dengan hal ini penulis telah melakukan wawancara dengan
Sudarmianto, Penyidik Polresta Surakarta.” Terkait dengan penyidik yang
melanggar hak-hak tersangka, dapat diselesaikan melalui dua cara apabila
pelanggaran terhadap tersangka berupa kekerasan fisik maka akan diproses hukum
sebagaimana mestinya sesuai dengan hukum acara pidana Indonesia. Kemudian
selain itu juga Kepolisian Republik Indonesia juga mempunyai Kode etik Profesi
Polri, penegakan Kode etik diatur dalam Perkap No 14 Tahun 2011 tentang Kode
etik Profesi Polri.”14
13
Asikin zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta 14
Sudarmianto, Penyidik Polresta Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Kamis,
Tanggal 11 Mei 2018, Pukul 10:00 WIB.
9
Kemudian terkait dengan Polisi yang melanggar hak-hak yang dimiliki
oleh tersangka diatur di dalam terdapat Pasal 13 ayat 1 PP Nomor 1 Tahun 2003
tentang pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.Kemudian
di dalam Pasal 17 ayat 1 Perkap No 14 Tahun 2011 tentang Kode etik Profesi
Polri yang berhak melakukan penegakan kode etik profesi Polisi adalah:
(1) Propam Polri
(2) Komisi Kode etik Profesi
(3) Komisi banding
(4) Pengembangan fungsi hukum Polri
(5) SDM polri
(6) Propam polri dibidang Rehabilitasi
Kemudian berkaitan dengan anggota polisi yang melanggar hak-hak
tersangka dan yang telah diputus oleh pengadilan sudah terbukti melakukan tindak
pidana atau kesalahan maka sesuai dengan dengan Pasal 1 angka 17 Perkap No 14
Tahun 2011 tentang Kode etik Profesi Polri dilakukan pemberhentian secara tidak
dengan hormat.
Dalam Pasal 12 ayat 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003
Tentang pemberhentian Anggota Polri disebutkan bahwa :
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan
hormat dari dinas kepolisian Negara Republik Indonesia apabila dipidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk
tetap dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Kemudian di dalam Pasal 22 yang berbunyi sebagai beriut :
(1) Sanksi administrative berupa rekomendasi PTDH dikarenakan melalui Sidang
KKEP terhadap:
1) Pelanggaran yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancamn
hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan
2) Pelanggaran yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h, dan huruf i.
10
(2) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (3) huruf a samapai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan
melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran
pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pemberhentian tidak dengan hormat yang selanjutnya di singkat dengan
PTDH adalah pengakhiran masa dinas kepolisian oleh pejabat yang berwenang
terhadap seorang anggota polri karena telah terbukti melakukan pelanggaran
KEPP, profesi dan/ atau tindak pidana. Namun penegakan kode etik profesi ini
hanya bisa dilakukan apabila penyidik benar-benar terbukti melakukan tindak
pidana terhadap tersangka atau pelanggaran kode etik. Sementara itu, pelanggaran
hak-hak tersangka sebagaina besar adalah kewajiban procedural yang diwajibkan,
dengan demikian apabila tidak dilakukan oleh penyidik menimbulkan
konsekwensi konsekwensi yuridis yang berupa BAP yang dibuat oleh penyidik
batal.
Dengan demikian karena minimnya pengaturan terkait dengan sanksi bagi
pelanggaran hak-hak tersangka dengan demikian perlu adanya pembentukan
isntrumen penegakan hukum untuk mengatur hal tersebut. Yang dimana undang-
undang tersebut mengatur secara khusus mengenai sanksi bagi penyidik yang
tidak melakukan kewajibannya untuk tidak melanggar hak-hak yang dimiliki oleh
tersangka.
3.2 Potensi pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara
pidana
Dalam sistem peradilan yang baik, penerapan asas hukum yang dengan tegas
merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. “Suatu asas hukum merupakan
pedoman dalam proses peradilan yang menunjang supremasi hukum. Dengan
menerapkan asas dan mekanisme undang-undang yang benar, maka penjatuhan
pidana dan pemidanaan berjalan sesuai asas peradilan, niscaya peradilan kita
11
dinilai baik. Apabila sebaliknya, tentu saja dinilai sebaliknya pula dan bahkan
sistem peradilan kita dapat dinilai sebagai kemerosotan wibawa hukum.”15
Seperti halnya terkait dengan hak-hak tersangka, di mana di dalam
peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diuraikan di atas
mengatur mengenai banyak sekali hak-hak tersangka di dalam proses peradilan
pidana. Namun ironisnya di dalam pengaturan hak-hak tersangka tersebut tidak
dibarengi dengan adanya sanksi bagi aparat penegak hukum yang melanggar hak-
hak tersangka tersebut.
Terkait dengan Potensi pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan
perkara pidana di kota Surakarta, dalam hal ini penulis telah melakukan
wawancara dengan beberapa narasumber yaitu terdakwa yang telah dijatuhi
pidana di RUTAN Kelas 1 A kota Surakarta, dimana dari wawancara yang
dilakukan terhadap 5 (lima) terpidana beberapa tindak pidana. Berikut ini akan
penulis uraikan hasil wawancara, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Daniel umur 23 tahun sebagai terpidana tindak pidana narkoba,
ketika dilakukan wawancara, “menurutnya ia mengaku tidak dapat memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik, contoh konkrit kasusnya yaitu, ketika
dilakukan proses penyidikan, tersangka selalu ditekan di intrograsi selama jangka
waktu yang sangat lama, tak jarang juga saat proses penyidikan berlangsung ia
diperlakukan dengan tidak baik, dan ditekan hingga membuat ia tidak dapat
memberikan keterangan secara bebas.”16
Kedua, Tan Anugrah umur 25 tahun terpidana tindak pidana
penganiayaan. “Saat diperiksa oleh penyidik ia tidak mendapat bantuan dari
seorang penasihat hokum, karena dalam hal ini tersangka tidak tahu apabila bisa
mengajukan penasihat hukum dan dari pihak penyidik juga tidak memfasilitas.
Pada akhirnya karena tidak ada penasihat hukum mendampingi saat pemeriksaan
15
Bambang Waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 43. 16
Daniel, Terpidana, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Mei 2018, Pukul
09:00 WIB.
12
dipenyidikan, tersangka merasa tertekan dan tidak dapat memberikan keterangan
yang bebas, karena sudah ditekan oleh beberapa penyidik.”17
Ketiga, Arief Kristianto, umur 27 tahun, terpidana tindak pidana UUPA
pelecahan seksual. “Pada saat menjadi tersangka mengaku apabila saat
pemeriksaan oleh penyidik tidak dipekenankan untuk menghubungi atau
memberikan kabar kepada keluarganya. Jadi pada saat pemeriksaan dilakukan
tidak ada sanak keluarga dan bantuan hukum yang ia peroleh.”18
Keempat, Mohammad Samsul Arifin, umur 26 tahun terpidana tindak
pidana UUPA19
saat diawancari oleh penulis, Mohammad Samsul Arifin mengaku
apabila ketika dilakukan pemeriksaan di dalam tahap penyidikan, ia tidak di
damping oleh kuasa hukum dan juga dia tidak dapat memberikan secara bebas,
pada saat pemeriksaan di pengadilan, ia merasa diintimidasi dan dan diberi
pertanyaan yang selalu menyudutkan, dengen demikian pelaku tidak dapat
memberikan keterangan secara bebas.
Kelima, Ugik umur 40 tahun, terpidana tindak pidana penganiayaan, 20
ketika dilakukan wawancara menurutnya ia mengaku tidak dapat memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik, contoh konkrit kasusnya yaitu, ketika
dilakukan proses penyidikan, tersangka selalu ditekan di intrograsi selama jangka
waktu yang sangat lama, tak jarang juga sat proses penyidikan berlangsung ia
diperlakukan dengan tidak baik, dan ditekan hingga membuat ia tidak dapat
memberkan keterangan secara bebas.
Dari wawancara yang telah dilakukan oleh penulis di atas maka dapat
disimpulkan apabila masih banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum terkait dengan pelaksanaan proses pemerksaan di tingkat
penyidikan terhadap tersangka. Menurut penulis potensi-potensi tersebut
timbulkan karena disebebkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
17
Tan Anugrahumur, Terpidana, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Mei
2018, Pukul 09:25 WIB. 18
Arief Kristianto, Terpidana, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Mei
2018, Pukul 09:50 WIB. 19
Mohammad Samsul Arifin, Terpidana, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Jumat,
Tanggal 4 Mei 2018, Pukul 10:15 WIB. 20
Ugik, Terpidana, Wawancara Pribadi, Surakarta, Pada Hari Jumat, Tanggal 4 Mei 2018, Pukul
10:35 WIB.
13
1) Pengetahuan tersangka
Pengetahuan tersangka ini sangat penting terkait dengan potensi pelanggaran hak-
hak tersangka saat proses penyidik, karena dalam hal ini kemampuan pengetahuan
tersangka terkait dnegan proses hukum masih sangat rendah. Dengan demikian
tersangka tidak memilki kesempatan untuk melakukan pembelaan atas diirinya.
Hal ini sebagaimana yang terjadi di beberapa pengakuan terdakwa yang pernah
menjadi terangka dimana seluruh tersangka tidak mengetahui mngenai pengaturan
yang mengatur hak-hak tersangka.
Dengan demikian, perlu adanya edukasi terhadap masyarakat khususnya
terhadap tersangka agar masyarakat mengetahui setiap-setiap proses ketika
mereka sedang berhadapan hukum, karena dalam hal ini aparat penegak hukum
jarang memberikan pengetahuan mengenai hak-hak tersangka terkait dengan
proses pemeriksaan pada tahap penyidikan, maka dengan demikian potensi
adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penyidik terkait dengan proses
pemeriksaan akan mudah terjadi.
2) Aparat penegak Hukum (Penyidik)
Aparat penegak hukum dalam hal ini memiliki peran yang sangat sentral
khususnya penyidik terkait dengan adanya potensi pelanggaran terhadap hak-hak
tersangka. Karena dalam hal ini penydik adalah pelaku pelanggaran hak-hak
tersangka. Dari beberapa kasus yang telah diuraikan diatas, dapat diketahui
apabila penyidik melakukan pelanggaran hak tersangka maskudnya untuk
mempemudah proses pemeriksaan terhadap tersangka, dengan demikian aparat
penegak hukum berusaha untuk menghindari gangguang-gangguan yang ada pada
proses pemeriksaan, seperti penasihat hukum akan memberikan bantuan hukum
dan polisi merasa akan kesulitan untuk memeriksa hal tersebut. Dengan demikian
potensi pelanggaran hak-hak tersangka faktor utamanya yaitu dari aparat penegak
hukum itu sendiri.
3) Undang-undang
Hal ini terkait dengan pengaturan hak-hak tersangka yang tidak di barengi adanya
sanksi bagi aparat penegak hukum. hal ini akan mendorong aparat penegak hukum
untuk melakukan pelanggaran terhadap hak-hak tersangka. Karena aparat penegak
14
hukum akan berfikir tidak takut karena tidak ada sanksi yang mengaturnya.
Dengan demikian aparat penegak hukum bebas melakukan pemeriksaan
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan Pertama,
Perlindungan hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Perlindungan Hukum Preventif, yaitu di dalam
perlindungan hak-hak tersangka terdapat di dalam beberapa perturan perundang-
undangan yaitu (a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
pidana (KUHAP) dalam BAB IV Pasal 50 KUHAP sampai dengan Pasal 68
KUHAP (2) Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
diatur di dalam pasal 17 dan 18.(3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan kehakiman, (2) Perlindungan Hukum Represif, berupa sanksi seperti
denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi
sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Terkait dengan penyidik yang
melanggar hak-hak tersangka kepolisian Indonesia dapat diselesaikan melalui dua
cara apabila pelanggaran terhadap tersangka berupa kekerasan fisik maka akan
diproses hukum sebagaimana mestinya sesuai dengan hukum acara pidana
Indonesia bagik dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan
pengadilan hingga pelaksanaan putusan itu sendiri kemudian selain itu juga
Kepolisian Republik Indonesia juga mempunyai Kode etik Profesi polri, Kedua,
Potensi pelanggaran hukum hak tersangka pada penyidikan perkara pidana
disebebkan oleh beberapa factor yaitu (1) Pengetahuan tersangka, kemampuan
pengetahuan tersangka terkait dnegan proses hukum masih sangat rendah (2)
Aparat penegak Hukum (Penyidik), penyidik adalah pelaku pelanggaran hak-hak
tersangk, penyidik melakuka pelanggaran hak tersangka maskudnya untuk
mempemudah proses pemeriksaan terhadaptersangka, (3) Undang-undang, Hal ini
terkait dengan pengaturan hak-hak tersangka yang tidak dibarengi adnaya sanksi
bagi aparat penegak hukum.
Dalam Skripsi ini penulis memberikan saran yaitu, Pertama, untuk
pemerintah republik Indonesia agar memberikan edukasi kepada masyarakat
15
khususnya berkaitan dengan hak-hak tersangka yang dimilki mereka ketika
sedang berhadap dengan proses hukum khususnya proses pemeriksaan di
penyidikan. Kedua, untuk aparat penegak hukum khususnya kepolisian republic
Indonesia, dilakukan melakukan penyidikan terhadap tersangak, sebaiknya tetap
mengindahkan aturan-aturan dan hak-hak tersangka, agar hak-hak yang dimiliki
oleh tersangka tidak dilanggar olehnya. Ketiga, Untuk tersangka agar berani
membela diri ketika terjadi pelanggaran dari hak-hak mereka. Selain itu juga perlu
melek hukum terkait dengan apa saja hak yang mereka punyai ketika sedang
melakukan proses hukum di penyidikan. Keempat, Untuk Dewan Perwakilan
Rakyat untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang memberikan
sanksi kepada penyidik atau aparat penegak hukum apabila mereka melakukan
pelanggaran terhadap tersangka. Agar potensi pelanggaran terhadap tersangka
dapat ditekan dengan seminimal mungkin.
PERSANTUNAN
Penulis mengucapkan terimakasih dan mempersembahkan karya ilmiah ini
kepada: Pertama, kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa
dalam pembuatan karya ilmiah ini. Kedua, saudara yang telah memberikan
semangat kepada penulis untuk menulis karya ilmiah ini. Ketiga, teman yang
selalu memberikan semangat, memberi masukan dan membantu dalam penulisan
karya ilmiah ini. Keempat, Bapak Hartanto, S.H.,M.Hum selaku dosen
pembimbing pembuatan karya ilmiah ini yang telah memberikan bimbingan,
nasihat dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati, Khudzaifah dan Kelik Wardiono, (2004), Metode Penelitian Hukum,
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gunawan, Ricky, dkk, (2012), Membongkar Praktik Pelanggaran Hak Tersangka
di Tingkat Penyidikan: Studi Kasus Terhadap Tersangka Kasus Narkoba
di Jakarta, Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH
MASYARAKAT).
16
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil, (2010), Mata Kuliah Keahlian Hukum
(MKKH) Latihan Hukum PIdana untuk perguruan tinggi, Jakarta: Sinar
Grafika.
Mertokusumo, Sudikno, (2008), “Menegnal Hukum (Suatu Pengantar)”, Liberty,
Yogyakarta, cet-4.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-V/2007.
Soekanto, Soerjono dan Sri Manudji, (2000), Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Pers.
Soekanto, Soerjono, (2008), Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
Soerjono dan Abdul Rahman, (2003), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka,
Cipta.
Waluyo, Bambang, (2004), Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika. Zainal, Asikin, (2012), Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Rajawali Press.
Recommended