View
309
Download
41
Category
Preview:
Citation preview
SIFAT TERMO DINAMIKA FLUIDA
Teknik kimia universitas sriwijaya 2011
U = energi dalam
S = entropi
V = volume
•
H dan S bervariasi dengan
temperatur dan tekanan
Informasi ini terdapat
didalam turunan :
Misalkan turunan temperatur. Persamaan (2.20) mendefinisikan kapasitas panas pada tekanan yang konstan :
turunan parsial dalam dua persamaan ini
diberikan oleh persamaan (2.20) dan (6.17)
Ketergantungan tekanan terhadap energi dalam
didapatkan oleh deferensiasi persamaan
U = H – PV
Koefisien dT dan dP dalam persamaan (6.20) dan
(6.21) dihitung dari kapasitas panas dan data PVT
Persamaan (6.18) – (6.20) ditulis dalam bentuk
alternatif dengan penghilangan terhadap
ekspansititas volume oleh persamaan (3.2) dan
terhadap konpresibilitas isotermal K oleh
persamaan (3.3)
Temperatur dan volume sering merupakan
variabel independen dari pada temperatur dan
tekanan. Hubungan sifat yang sangat berguna
adalah energi dalam dan entropi. Yang
diperlukan disini adalah turunan
• Hubungan sifat fundamental untuk fluida homogen dengan komposisi konstan diberikan oleh persamaan (6.7) – (6.10) menunjukkan bahwa setiap sifat termodinamika U, H, A, dan G secara fungsional terkait dengan pasangan khusus variabel. Secara khusus,
• Energi Gibbs ketika diberikan sebagai fungsi T dan P maka energi Gibbs tersebut bertindak sebagai fungsi pembangkit untuk sifat termodinamika lainnya, dan secara implisit mewakili informasi sifat secara lengkap.
Secara defenisi energi Gibbs residual adalah :
Dimana G dan Gig adalah merupakan nilai aktual dan nilai
gas ideal dari energi Gibbs pada temperatur dan tekanan
yang sama. Sifat residual lainnya didefinisikan dengan
cara yang sama. Volume residual didefinisikan :
(6.40)
Karena V = ZRT/P, volume residual dan faktor
kompresibilitas didefinisikan
(6.41)
Definisi untuk sifat residual umum adalah :
Dimana M adalah nilai molar dari sifat termodinika
ekstensif , seperti V, U, H, S, atau G. Ingat bahwa M dan
Mig, sifat aktual dan gas ideal, adalah pada temperatur
dan tekanan yang sama.
Persamaan (6.37), ditulis untuk kasus khusus gas ideal,
menjadi :
Memotong persamaan ini dari persamaan (6.37) memberikan :
Hubungan sifat fundamental untuk sifat residual
berlaku pada fluida dengan komposisi konstan. Bentuk
terbatas adalah :
Sebagai tambahan, persamaan untuk energi Gibbs, G =
H – TS, dapat juga ditulis untuk kasus khusus gas
ideal, Gig = Hig - TSig ; dengan deferensiasi
Entropi residual adalah :
Diferensiasi pers. (6.46) terhadap temperatur menurut pers.
(6.44) menghasilkan :
Entropi residual didapat dari kombinasi pers. (6.45) – (6.47) :
Faktor kompresibilitas didefinisikan sebagai Z = PV/RT; nilai Z
dan (δZ/δT)P didapat dari data PVT eksperimen, dan kedua integral
dalam pers. (6.46) – (6.48) dihitung dengan metode numerik atau
secara grafik. Sebaliknya, kedua integral dihitung secara analitis
ketika Z ditulis sebagai fungsi T dan P dengan persamaan keadaan
volume-eksplisit. Jadi, data PVT yang diberikan atau persamaan
keadaan yang sesuai, kita dapat menghitung HR dan SR dan semua sifat
residual lainnya. Hal inilah yang menjadi hubungan langsung
denganeksperimen yang membuat sifat residual menjadi penting dalam
aplikasi termodinamika.
Diterapkan pada enthalpi dan entropi, Pers. (6.41)
ditulis :
Jadi, H dan S mengikuti keadaan gas-ideal dan sifat
residual, dengan cara penambahan. Ungkapan umum untuk
Hig dan Sig didapat dari integrasi pers. (6.23) dan
(6.24) dari keadaan gas-ideal pada kondisi referensi T0
dan P0 sampai pada keadaan gas-ideal T dan P:
Ingat bahwa untuk tujuan komputasi integral dalam pers.
(6.49) dan (6.50) digunakan
Persamaan (6.49) dan (6.50) dapat ditulis kembali dengan
memasukkan kapasitas panas rataan :
Dimana HR dan SR didapat dari pers. (6.47) dan (6.48). Untuk
tujuan komputasi, kapasitas panas rataan digunakan :
Bila V, H, dan S diketahui pada kondisi T dan P yang
diberikan, sifat termodinamika lainnya mengikuti ungkapan
berikut.
Ketika faktor kompresibilitas didapatkan dari persamaan virial
dua , di ungkapkan :
Persamaan (6.46) menjadi :
Oleh persamaan (6.44) :
Atau ,
Subsitusi persamaan (6.53) dan (6.54) ke dalam persamaan (6.45) didapatkan :
Persamaan (6.46) – (6.48) tidak sesuai dengan persamaan
keadaan tekanan explisit, dan harus diubah agar V (atau densitas
ρ) menjadi variabel integrasi. Dalam aplikasi, ρ lebih cocok
ketimbang V, dan persamaan PV = ZRT, ditulis :
Diferensiasi pada T konstan menghasilkan :
Penggabungan dengan persamaan (6.56), didapat :
Subsitusi untuk dP/P, persamaan (6.46) menjadi :
Dimana integral dihitung pada T konstan. Ingat juga bahwa ρ
0 ketika P 0.
Persamaan untuk HR didapat dari persamaan (6.42), ditulis :
Pembagian oleh dT dan dibatasi terhadap ρ konstan menghasilkan :
Diferensiasi persamaan (6.56) menghasilkan turunan pertama pada
ruas kanan, dan diferensiasi persamaan (6.57) menghasilkan turunan
kedua. Subsitusi menghasilkan :
Entropi residual didapat dari persamaan (6.45).
Persamaan virial tiga – ungkapan, persamaan (3.39) merupakan
persamaan keadaan tekanan explisit sederhana :
Subsitusi ke dalam persamaan (6.57) dan (6.58)
menghasilkan :
Aplikasi persamaan diatas, cocok untuk gas pada tekanan
sedang, memerlukan data untuk baik koofisien virial kedua
maupun ketiga.
Persamaan keadaan kubik umum oleh persamaan (3.41) :
Turunan dengan persamaan ini adalah lebih cocok ketika
digunakan untuk mendapatkan nilai Z dengan densitas ρ
sebagai variabel bebas. Oleh karena itu pembagian
persamaan (3.41) oleh ρRT dan subsitusi V = 1/ ρ.
Didapatkan :
Dimana,
Kedua kuantitas diperlukan untuk menghitung
integral, Z – 1dalam persamaan (6.57) dan (δZ/δT) ρ
dalam persamaan (6.58), didapatkan :
Integral persamaan (6.57) dan (6.58) sekarang
dihitung sebagai berikut :
Kedua persamaan ini disederhanakan menjadi :
Persamaan keadaan umum menggambarkan dua kasus untuk
perhitungan integral ini :
Aplikasi persamaan ini adalah lebih sederhana ketika ρ
dihilangkan terhadap Z. Oleh persamaan (3.47) dan definisi
Z :
Persamaan Van der Waals merupakan persamaan yang
digunakan dalam kasus dua dan menghasilkan I = /Z.
Dengan perhitungan integral, persamaan (6.57)
dan (6.58) menghasilkan :
Kuantitas Tr(dq/dTr) didapat dari
persamaan (3.51) :
Subsitusi untuk kuantitas ini
menghasilkan :
Secara umum, untuk dua fase dan suatu spesies murni yang muncul
pada kesetimbangan :
imana G dan G merupakan energi Gibbs molar tiap fase.
Jika temperatur sistem dua fase berubah, maka tekanan juga harus
berubah dalam hubungan dengan tekanan uap dan temperatur uap jika dua
fase terus muncul dalam kesetimbangan. Karena persamaan (6.66) terlibat
dalam perubahan ini :
Substitusi ekspresi untuk dG dan dG seperti yang diberikan oleh
persamaan (6.10) menghasilkan :
Disusun kembali menjadi :
Perubahan entropi S dan perubahan volume V merupakan
perubahan yang terjadi ketika sejumlah spesies kimia murni
diubah dari fase ke fase pada temperatur dan tekanan
kesetimbangan. Integrasi persamaan (6.8) untuk perubahan ini
menghasilkan panas laten transisi fase:
Jadi, S = H / T, dan substitusi menghasilkan:
Yang merupakan persamaan Clapeyron. Secara khusus, kasus
penting transisi fase dari liquid l ke uap v, ditulis :
* *
Ditulis untuk volume, hubungannya adalah :
Dimana V adalah volume sistem pada basis molar dan jumlah total mol adalah n = nv + nl. Pembagian oleh n menghasilkan :
dimana xl dan xv merupakan fraksi sistem total dari liquid dan uap. Karena xl = 1 - xv
semua hubungan ini ditulis
dalam persamaan :
(6.73a)
dimana M mewakili V, U, H,
S, dll. Bentuk lainnya yang
kadang digunakan :
(6.73b)
Persamaan Wagner
menggambarkan tekanan uap
reduksi sebagai fungsi
temperatur reduksi :
(6.72)
Dimana dan A, B, C, dan
D merupakan konstanta
temperatur/entropi
tekanan/entalpi (biasanya ln P
vs H)
entalpi/entropi (disebut
diagram Mollier)
* * *
• Gambar (6.2) – (6.4) menunjukkan bentuk umum dari tiga diagram umum. Gambar ini berdasarkan data untuk air, tapi karakter umumnya adalah sama untuk semua zat.
• Titik kritis disimbolkan dengan huruf C, dan berupa pada zat yang melalui titik ini menggambarkan keadaan liquid jenuh (pada sebelah kiri) dan keadaan uap jenuh (sebelah kanan C)
• Diagram Mollier (gambar 6.4) umumnya tidak mengikutsertakan data volume
• Dalam daerah uap atau gas, garis untuk konstan dan super heat muncul
adalah air pada temperatur di bawah
titik didihnya
adalah uap dalam daerah superheat
Air masuk dalam boiler dan dipanaskan pada tekanan
konstan (garis 1-2 dalam gambar 6.2 dan 6.3) sampai
pada temperatur jenuhnya. Dari titik 2 ke titik 3 air
menguap, temperatur tetap konstan selama proses. Seiring
dengan panas ditambahkan, uap menjadi superheated
sepanjang garis 3-4. pada diagram tekanan/entalpi
(gambar 6.2) proses keseluruhan digambarkan oleh garis
horizontal terhadap tekanan boiler. Karena
kompresibilitas liquid adalah kecil untuk temperatur
dibawah Tc, sifat perubahan liquid sangat lambat
terhadap tekanan. Jadi pada digram TS (gambar 6.3) garis
tekanan konstan dalam daerah liquid berada sangat dekat,
dan garis 1-2 hampir berhimpit dengan kurva liquid
jenuh.
Proses adiabatik dapat balik
adalah hisentropik dan
digambarkan pada diagram TS
berupa garis vertikal. Karena
alur yang diikuti oleh fluida
pada turbin adiabatik dapat balik
dan compresor hanya berupa garis
vertikal dari tekanan awal sampai
tekanan akhir. Hal ini juga benar
pada diagram HS atau diagram
Mollier.
• Persamaan 6.47 dan 6.48 diletakkan ke dalam bentuk umum dengan substitusi hubungan:
• Didapatkan persamaan:
• Jadi, nilai HR/RTc dan SR/R dapat ditentukan
sekali saja dan untuk semua pada temperatur reduksi dan tekanan dari data faktor kompresibilitas umum.
• Korelasi untuk Z didasarkan atas persamaan (3.54) :
• Diferensiasi menghasilkan:
• Substitusi untuk Z dan (δ Z/ δ Tr)Pr dalam persamaan (6.74) dan (6.75) menghasilkan :
• Bila ungkapan pertama pada ruas kanan
persamaan (termasuk tanda minus)
digambarkan oleh (HR)0/RTc dan (SR)0/R
dan bila ungkapan yang mengikuti , bersama dengan tanda minus,
digambarkan oleh (HR)1/RTc dan
(SR)1/R, maka :
• Nilai kuantitas yang dihitung
(HR)0/RTc, (HR)1/RTc, (S
R)0/R, (SR)1/R
seperti yang ditentukan oleh Lee dan
Kesler sebagai fungsi Tr dan Pr.
• Namun hubungan koefisien virial
kedua umum berlaku untuk tekanan
rendah membentuk basis hubungan
analitis dari sifat residual.
Persamaan yang menghubungkan B
dengan fungsi B0 dan B1 diturunkan
dalam sec 3.6 :
• Karena B,B0 dan B1 merupakan
fungsi temperatur saja,
diferesiasi terhadap Tr didapat:
• Persamaan (6.54) dan (6.55) dapat ditulis :
• Penggabungan tiap persamaan ini dengan persamaan sebelumnya didapat :
• B0 dan B1 yang bergantung pada temperatur reduksi diberikan oleh persamaan (3.61) dan (3.62). Diferensiasi persamaan ini menghasilkan ekpresi untuk dB0/dTr dan dB1/dTr
• Jadi persamaan ulang diperlukan
untuk aplikasi persamaan (6.78) dan
(6.79) adalah :
• Untuk perubahan dari keadaan 1
ke keadaan 2, tulis persamaan
(6.49) untuk kedua keadaan :
• Perubahan entalpi untuk proses
tersebut, H = H2 – H1,
merupakan perbedaan antara dua
persamaan ini :
• Dengan cara yang sama, oleh
persamaan (6.50) :
• Persamaan tersebut dapat di
tulis dalam bentuk lainnya :
• Jadi dalam gambar (6.6) alur aktual
dari keadaan 1 dan keadaan 2 (garis
putus-putus) digantikan oleh alur
perhitungan 3 tahap :
• Langkah 1 1ig : Proses
hipotetikal yang mengubah gas riil
menjadi gas ideal pada T1 dan P1.
Perubahan entalpi dan entropi pada
proses ini adalah :
• Langkah 1ig 2ig : perubahan dalam
keadaan gas ideal dari (T1,P1) ke
(T2,P2) untuk proses ini,
• Langkah 2ig 2 : proses hipotetik
lainnya yang mengubah gas ideal
kembali menjadi gas riil pada T2 dan
P2. Disini,
• Meskipun tak ada basis teoritis
untuk perluasan korelasi umum ke
campuran, hasil pendekatan untuk
campuran sering didapat dengan
parameter kritis semu hasil dari
aturan pencampuran sederhana
menurut definisi:
• Nilai yang didapat adalah campuran dan temperatur kritis semu dan tekanan, Tpc dan Ppc, yang menggantikan Tc dan Pc untuk mendefenisikan parameter reduksi semu :
• Persamaan tersebut mengantikan Tr dan Pr untuk membaca masukan dari tabel appendiks E, dan mendapatkan nilai Z oleh persamaan (3.54), HR/RTpc oleh persamaan (6.76), dan SR/R oleh persamaan (6.77).
Recommended