View
30
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PRESENTASI KASUS
Tanggal masuk RSUD : 31 Juli 2013
Jam : 18.40 WIB
1. Identifikasi
1) Nama : Ny. F
2) Umur : 35 tahun
3) Agama : Islam
4) Pendidikan : SMP
5) Pekerjaan : IRT
6) Alamat : Waringin Kurung Cilegon
7) Nama suami : Tn. S
8) Pekerjaan suami : Buruh
9) Pendidikan suami : SD
2. Keluhan
Utama : Mulas-mulas sejak 2 hari SMRS
Tambahan : Keluar darah dan lendir dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS
dan air-air merembes dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS.
3. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus Haid : 1 Bulan
Jumlah : 2x ganti pembalut
Lama : 6 hari
HPHT : 10 Oktober 2013
TP : 17 Juli 2013
4. Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, sejak 1 tahun yang lalu (usia 34 tahun).
1
5. Riwayat Kehamilan Sekarang
Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD RSUD Cilegon pada tanggal 31
Juli 2013 pukul 18.40 WIB atas rujukan bidan dengan diagnosa partus tidak maju suspek
disproporsi sefalopelvik. Dua hari yang lalu (29 Juli 2013) saat pasien merasa mulas-
mulas dan keluar darah lendir banyak, pasien memeriksakan diri ke bidan dan didapatkan
dari hasil pemeriksaan dalam bahwa pembukaan sudah 3 cm. Pasien diobservasi oleh
bidan tersebut, hingga hari berikutnya pasien merasa lebih mulas serta keluar air-air
merembes dari jalan lahir, didapatkan pembukaan sudah 4 cm. Tanggal 31 Juli 2013,
pembukaan sudah mencapai 7 cm dan tidak kunjung bertambah meskipun his sudah baik,
pasien kemudian dirujuk ke RSUD Cilegon.
Gerakan janin masih terasa sejak usia kehamilan 4 bulan sampai sekarang. Keluhan
pusing, mual dan muntah disangkal, makan/minum baik, BAB/BAK lancar. Pasien rutin
memeriksakan kehamilan di posyandu setiap bulan. Riwayat minum jamu, merokok, dan
minum obat-obatan selain yang diresepkan selama kontrol kehamilan disangkal.
6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Terdahulu
Ini adalah kehamilan pertama dan belum pernah keguguran.
7. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien menyangkal sebelum hamil memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis,
penyakit jantung, ginjal dan asma.
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit darah tinggi,
kencing manis, penyakit jantung, dan ginjal. Terdapat riwayat asma pada ibu.
9. Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak pernah menggunakan KB.
10. Riwayat Imunisasi
Pasien mengaku mendapatkan imunisasi TT bulan Januari dan Februari 2013 lalu.
2
Pemeriksaan Fisik, 31 Juli 2013
1. Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tek. Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 102x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 37,30C
BB : 49 kg
TB : 139 cm
Ukuran sepatu : 36
2. Status Generalis
Mata : tidak terdapat konjungtiva anemis dan sklera ikterik
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Jantung : Ictus cordis tidak teraba dan tidak terlihat
Bunyi jantung I-II reguler, murmur dan gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : membuncit, striae gravidarum (+)
Ekstremitas : edema pretibial (-/-), varises (-/-), akral hangat.
3. Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Perut membuncit simetris, Tinggi fundus uteri 34 cm, punggung di kanan, presentasi
kepala, penurunan 5/5, his 3x/10’/40”, DJJ 132x/menit, TBJ 3255 gram.
Pemeriksaan Dalam
o Inspeksi:
Pengeluaran pervaginam: Blood slym (-)
Vulva & Vagina tidak ada kelainan
o VT :
Portio tebal lunak, pembukaan 7 cm, ketuban (-), kepala Hodge I
4. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 11,8 g/dl
Leukosit : 19.420/uL
Hematokrit : 34,9%
3
Trombosit : 253.000/uL
Gula Darah Sewaktu : 132 mg/dl
SGOT : 12 u/l
SGPT : 8 u/l
Golongan darah : A Rh(+)
HBsAg : non reaktif
Anti-HIV : non reaktif
Diagnosis
G1P0A0 hamil ± 42 minggu, primigravida tua, janin tunggal hidup intrauterin,
presentasi kepala, punggung kanan, inpartu, kala I fase aktif dengan PTM, CPD
Penatalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Observasi tanda-tanda vital
Observasi DJJ, His
Sectio Cessarea
Prognosis
Dubia ad bonam
FOLLOW UP
31 Juli 2013
Jam 20.00 S/ : Mulas semakin sering
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg, N: 100 x/menit,
RR : 22 x/menit, S: 37,4°C
His : 3-4x/10’/40”, DJJ : 140 x/menit
A/ : G1P0A0 hamil ± 42 minggu, primigravida tua, janin tunggal
hidup intrauterin, presentasi kepala, punggung kanan,
inpartu, kala I fase aktif dengan PTM, CPD
P/ : IVFD RL 20 tpm
Observasi tanda-tanda vital, DJJ, His
Persiapkan Operasi: informed consent, pasang kateter,
4
Jam 21.00
Jam 22.00
pasien dipuasakan
S/ : Mulas semakin sering
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg, N: 112 x/menit,
RR : 24 x/menit, S: 37,2°C
His : 4x/10’/40-60”, DJJ : 136 x/menit
A/ : G1P0A0 hamil ± 42 minggu, primigravida tua, janin tunggal
hidup intrauterin, presentasi kepala, punggung kanan,
inpartu, kala I fase aktif dengan PTM, CPD
P/ : IVFD RL 20 tpm
Observasi tanda-tanda vital, DJJ, His
Persiapan Operasi (+)
Pasien dibawa ke OK untuk dioperasi SC
Laporan operasi
Teknik operasi : SCTP (Sectio Cessarea Transperitoneal Profunda)
1. Pasien dalam posisi terlentang dalam spinal anestesi.
2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi.
3. Daerah operasi dipersempit dengan duk steril.
4. Insisi dilakukan di pfannenstiel
5. Insisi diperdalam secara tumpul dan langsung menembus peritoneum dan tampak uterus
6. Plika vesica uterina disayat melintang.
7. Insisi segmen bawah rahim (SBR) secara semilunar, dan dilebarkan secara tumpul.
8. Selaput ketuban dipecahkan dan didapatkan kepala. Pada jam 22.45 WIB, bayi
perempuan dan tidak ditemukan kelainan kongenital. Dilahirkan dengan berat badan
2600 gram dan panjang badan 48 cm.
9. Plasenta dilahirkan secara manual.
10. Uterus dijahit lapis demi lapis, terkunci, kontrol perdarahan dilakukan peritonealisasi
plika vesica uterina.
11. Cavum abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan.
12. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, peritoneum viseral, peritoneum parietal, fascia,
jaringan lunak, subcutis, kulit.
13. Operasi selesai.
5
Post - op
1 Agustus 2013 S/ : Nyeri Jahitan (+) PPV (+) Flatus (-) Mobilisasi (-) ASI (-)
BAK terpasang kateter
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg, N: 110 x/menit,
RR : 22x/menit, S: 36,4°C
TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, BU (+)
A/ : P1A0 Post SCTP a/i primitua H aterm PTM, CPD H1
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone inj 2x1 gr vial IV
Tramadol supp 3x1
Cytrostol III tab / rectal (ekstra)
2 Agustus 2013 S/ : Nyeri Jahitan (+) PPV (+) Flatus (+) Mobilisasi (+) ASI (+)
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg, N: 96 x/menit,
RR : 22x/menit, S: 36,7°C
A/ : P1A0 Post SCTP a/i primitua H aterm PTM, CPD H2
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone inj 2x1 gr vial IV
Tramadol supp 3x1
Cytrostol III tab / rectal (ekstra)
3 Agustus 2013 S/ : Tidak ada keluhan
O/ : KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg, N: 84 x/menit,
RR : 22x/menit, S: 36°C
A/ : P1A0 Post SCTP a/i primitua H aterm PTM, CPD H3
P/ : Amoxicilin tab 3x500 mg
Asam mefenamat tab 3x500 mg
BC/Vit C 1x1
Pasien boleh pulang
6
DISKUSI
I. IDENTIFIKASI
Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD RSUD Cilegon pada tanggal
31 Juli 2013 pukul 18.40 WIB atas rujukan bidan dengan diagnosa partus tidak maju
suspek disproporsi sefalopelvik. Dua hari yang lalu (29 Juli 2013) saat pasien merasa
mulas-mulas dan keluar darah lendir banyak, pasien memeriksakan diri ke bidan dan
didapatkan dari hasil pemeriksaan dalam bahwa pembukaan sudah 3 cm. Pasien
diobservasi oleh bidan tersebut, hingga hari berikutnya pasien merasa lebih mulas
serta keluar air-air merembes dari jalan lahir, didapatkan pembukaan sudah 4 cm.
Tanggal 31 Juli 2013, pembukaan sudah mencapai 7 cm dan tidak kunjung bertambah
meskipun his sudah baik, pasien kemudian dirujuk ke RSUD Cilegon. Gerakan janin
masih terasa sejak usia kehamilan 4 bulan sampai sekarang. Keluhan pusing, mual
dan muntah disangkal, makan/minum baik, BAB/BAK lancar.
Pasien dioperasi seksio sesaria atas indikasi partus tidak maju, usia ibu yang sudah 35
tahun dan hamil pertama, serta adanya disproporsi sefalopelvik atau cephalopelvic
diproportion (CPD).
II. PERMASALAHAN
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Faktor predisposisi apa yang didapatkan pada pasien ini ?
3. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah adekuat?
III. ANALISA KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Dari Anamnesa, didapatkan:
Usia ibu 35 tahun
Kehamilan ini adalah kehamilan pertama, belum pernah mengalami keguguran
sebelumnya
HPHT: 10 Oktober 2013
Pasien sudah merasa mules-mules dan keluar darah lendir sejak 2 hari SMRS
Keluar air-air merembes dari jalan lahir 1 hari SMRS
Pembukaan 7 cm yang menetap lebih dari 2 jam
7
Berdasarkan anamnesis, diagnosis yang dapat disimpulkan yaitu
1. Ibu primigravida tua
2. Usia kehamilan saat ini + 42 minggu
3. Partus tidak maju (PTM)
Dari Pemeriksaan Fisik, didapatkan:
Tinggi badan: 139 cm, ukuran sepatu: 36
Tinggi fundus uteri 34 cm, punggung di kanan, presentasi kepala, penurunan
5/5, his 3x/10’/40”, DJJ 132x/menit, TBJ 3255 gram.
Pengeluaran pervaginam: Blood slym (-)
VT : Portio tebal lunak, pembukaan 7 cm, ketuban (-), kepala Hodge I
Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat diperkirakan adanya disproporsi sefalopelvik
atau cephalopelvic diproportion (CPD) dilihat dari predisposisi tinggi badan pasien
dan penurunan kepala 5/5 dan masih berada di Hodge I meskipun pembukaan
sudah 7 cm dan his baik.
2. Faktor predisposisi apa yang didapatkan pada pasien ini ?
Faktor predisposisi yang mungkin pada pasien ini adalah :
a. Primigravida
b. Usia 35 tahun
c. Tinggi badan 139 cm
d. Ukuran sepatu 36
3. Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah adekuat?
Dengan adanya diagnosis tersebut, maka talaksana persalinan direncanakan adalah
rehidrasi dengan pemberian infus Ringer Laktat, observasi tanda-tanda vital, his,
DJJ, serta lakukan operasi seksio sesaria segera. Kehamilan pada pasien ini,
adalah kehamilan pada usia tua berhubungan dengan kehamilan yang berisiko
tinggi. Insidensi komplikasi baik komplikasi obstetri maupun medis juga
meningkat pada primitua. Kelahiran pada primigravida tua cenderung berlangsung
lebih lama atau dengan seksio sesarea.
Adanya tanda partus tak maju, yaitu pembukaan yang tidak bertambah dalam 2
jam serta disproporsi sefalopelvik, ditambah adanya penyulit yaitu primitua, maka
tatalaksana tepat adalah seksio sesarea.
8
TINJAUAN PUSTAKA
I. PRIMIGRAVIDA TUA
Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Wanita yang pertama
kali hamil sedangkan umurnya di bawah 20 tahun disebut primigravida muda. Usia terbaik
untuk seorang wanita hamil antara usia 20 tahun hingga 35 tahun. Sedangkan wanita yang
pertama hamil pada usia di atas 35 tahun disebut primigravida tua (Manuaba, 2007). Kurang
lebih 10% wanita dari kelompok sosial ekonomi yang lebih baik, menunda kehamilan sampai
usia lebih dari 35 tahun (Kristina, 2011). Primigravida muda termasuk di dalam kehamilan
risiko tinggi (KRT) dimana jiwa dan kesehatan ibu dan atau bayi dapat terancam. Risiko
kematian maternal pada primigravida muda jarang dijumpai dari pada primigravida tua.
Dikarenakan pada primigravida muda dianggap kekuatannya masih baik (Manuaba, 2007).
Usia <20 tahun organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan
perkembangan kejiwaan belum matang sehingga belum siap menjadi ibu dan menerima
kehamilannya. Usia >35 tahun organ reproduksi mengalami perubahan yang terjadi karena
proses menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu
peningkatan umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti sistim
kardiovaskuler, ginjal, dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan
memperberat tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu
dan janin). (Rochjati, P., 1990).
Penelitian yang dilakukan Eke and Eleje (2009) menunjukkan bahwa primigravida tua
secara signifikan berhubungan dengan risiko tinggi anemia, diabetes mellitus, malpresentasi,
hiperemesis gravidarum dan IUGR serta risiko tinggi terhadap disproporsi sefalopelvik, fetal
disstres, kala II lama dan perdarahan post partum. Preeklamsia juga terjadi pada kehamilan
pada ibu dengan usia ≥ 35 tahun, diduga akibat hipertensi yang diperberat oleh kehamilan
(Cunningham, 2006).
Aspek sosial dapat menimbulkan kesulitan tumbuh kembang janin dan penyulit saat
proses persalinan berlangsung. Pengawasan terhadap mereka perlu juga diperhatikan karena
dapat terjadi hipertensi karena stres pekerjaan, hipertensi dapat menjadi pemicu
preeklamsia/eklamsia, diabetes melitus, perdarahan antepartum, abortus, persalinan
premature, kelainan kongenital, ganggguan tumbuh kembang janin dalam rahim (Manuaba,
2007).
9
II. PARTUS TAK MAJU
Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya pembukaan serviks dalam 2 jam
dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam (Prawihardjo, S., 2009). Partus tak maju
(persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat turun karena
faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat
juga terjadi pada rongga panggul atau pintu bawah panggul. (WHO, 2002). Partus tak maju
yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukan kemajuan pada
pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. (Mochtar, R.,
1998)
1. Penyebab Partus Tak Maju
Penyebab partus tak maju yaitu :
a. Disproporsi sefalopelvik (pelvis sempit atau janin besar)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi
yang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala
janin dalam perbandingan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada disproporsi
sefalopelvik atau tidak. (Prawihardjo, S., 2009)
Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati panggul.
Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang efisien, letak,
presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan kepala janin untuk
mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek, kedudukan abnormal,
ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin. Kehamilan pada ibu dengan tinggi badan < 145 cm dapat
terjadi disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul ibu tidak sebanding dengan
kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat dan akan menimbulkan
komplikasi obstetri. (Hakimi, M., 2003; Huda, N.L., 2005)
Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis, hal ini akan
menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis dengan selamat.
Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis
normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit.
Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia kehamilan 37 minggu
karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala belum mencapai ukuran lahir normal.
10
Gambar 1. Ruang Panggul
1) Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)
Pembagian tingkatan panggul sempit
o Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline
o Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative
o Tingkat III : C.V = 6-8 cm = Ekstrim
o Tingkat IV : C.V = 6 cm =Mutlak (absolut)
Pembagian menurut tindakan
o C.V = 11 cm……...………Partus Biasa
o C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan
o C.V = 6-8 cm …………….SC primer
o C.V = 6 cm ………………SC mutlak (absolut)
Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang
dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah Conjugata Diagonalis (C.D) maka
inlet dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5 cm.
2) Kesempitan pintu tengah panggul (midpelvis)
Terjadi bila:
a) Diameter interspinarum 9 cm, atau
b) Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior
kurang dari 13,5 cm.
11
Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontgen pelvimetri. Dengan
pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan kesempitan midpelvis
kalau:
spina menonjol, partus akan tertahan disebut midpevic arrest
side walls konvergen
ada kesempitan outlet
Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu partus sesudah kepala
melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya merupakan
kontraindikasi untuk forsep karena daun forsep akan menambah sempitnya
ruangan.
3) Kesempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet)
Adalah bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior <15 cm.
Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
menyebabkan perineal rupture yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga
kepala janin terpaksa melalui ruangan belakang.
(Prawihardjo, S., 2009; Mochtar, R., 1998)
b. Abnormalitas sistem reproduksi
Abnormalitas sistem reproduksi misalnya tumor pelvis, stenosis vagina kongenital,
perineum kaku dan tumor vagina.
c. Presentasi yang abnormal
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan kepala yang sulit
lahir pada presentasi bokong. (Dipta, T.P. 2010)
1) Presentasi Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah antara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan panggul, saat
persalinan kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul sehingga
persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan
kondisi normal kecuali bila bayi kecil atau pelvis luas, persalinan dilakukan dengan
tindakan caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering pada
primigravida.
12
2) Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu
sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas
panggul menjelang persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah
ketuban pecah, bahu dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan
atau lengan keluar dari vagina. Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari
janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang
terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan
dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.
3) Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput menempel
pada punggung janin dan dagu merupakan bagian terendah. Presentasi muka terjadi
karena ekstensi pada kepala, bila pelvis sempit atau janin sangat besar. Pada wanita
multipara, terjadinya presentasi muka karena abdomen yang menggantung yang
menyebabkan punggung janin menggantung ke depan atau ke lateral, seringkali
mengarah kearah oksiput. Presentasi muka tidak ada faktor penyebab yang dapat
dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi tetapi 34% presentasi muka terjadi
pada primigravida.
Gambar 2. Presentasi puncak kepala, presentasi dahi, presentasi muka
d. Abnormalitas pada janin
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin misalnya: Hidrosefalus,
pertumbuhan janin lebih besar dari 4.000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.
e. Kelainan his dan meneran
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan hambatan pada
jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, jika tidak dapat diatasi dapat
megakibatkan kemacetan persalinan. His yang normal dimulai dari salah satu sudut di
fundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan
13
adanya dominasi kekutan pada fundus uteri, kemudian mengadakan relaksasi secara
merata dan menyeluruh. Baik atau tidaknya his dinilai dengan kemajuan persalinan,
sifat dari his itu sendiri (frekuensinya, lamanya, kuatnya dan relaksasinya) serta
besarnya caput succedaneum.
Adapun jenis-jenis kelainan his sebagai berikut:
1) Inersia uteri
His bersifat biasa, yaitu fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian lain. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontaksi berlangsung terlalu
lama dapat meningkatkan morbiditas ibu dan mortalitas janin. Keadaan ini
dinamakan dengan inersia uteri primer. Jika setelah belangsungnya his yang kuat
untuk waktu yang lama dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini
persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama (hingga menimbulkan kelelahan otot
uterus) maka inersia uterus sekunder jarang ditemukan2.
2) His yang terlalu kuat
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam
waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam disebut
partus presipitatus. Sifat his normal, tonus otot diluar his juga normal,
kelainannya hanya terletak pada kekuatan his. Bahaya dari partus presipitatus
bagi ibu adalah perlukaan pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan
perineum. Sedangkan bagi bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak
karena bagian tersebut menglami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
3) Kekuatan uterus yang tidak terkoordinasi
Disini kontraksi terus tidak ada koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah
dan bawah, tidak adanya dominasi fundal, tidak adanya sinkronisasi antara
kontraksi daripada bagian-bagiannya. Dengan kekuatan seperti ini, maka tonus
otot terus meningkat sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang terus menerus dan
hipoksia janin. Macamnya adalah hipertonik lower segment, colicky uterus,
lingkaran kontriksi dan distosia servikalis
Kelainan Meneran
Terkadang pada persalinan kala I fase aktif terdapat usaha-usaha ibu untuk meneran
tanpa sadar akibat adanya kontraksi uterus hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya
odema pada genetalia sehingga partus tak maju dapat terjadi.
14
f. Pimpinan partus yang salah
Pimpinan persalinan yang salah dari penolong juga bisa menjadi salah satu penyebab
terjadinya partus tak maju. Seringkali penyebab partus tak maju ini adalah
berhubungan dengan pengawasan pada pelaksanaan pertolongan persalinan yang tidak
adekuat yang bisa disebabkan ketidaktahuan, ketidaksabaran, atau bisa juga karena
keterlambatan merujuk.
2. Komplikasi Persalinan yang Terjadi Pada Partus Tak Maju
a. Ketuban pecah dini
Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil. Bila kepala tertahan pada pintu atas
panggul, seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang menyentuh os
internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih mudah terjadi.
b. Pembukaan serviks yang abnormal
Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena kepala janin
tidak dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang sama, dapat terjadi edema
serviks sehingga kala satu persalinan menjadi lama. Namun demikian kala satu dapat
juga normal atau singkat, jika kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah
panggul. Dalam kasus ini hanya kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama
menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi.
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya, jika serviks
berdilatasi secara memuaskan, maka ini biasanya menunjukan bahwa kemacetan
persalinan telah teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa dilaksanakan (bila
tidak ada kemacetan pada pintu bawah panggul). (WHO, 2002)
c. Bahaya ruptur uterus
Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu dari
kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju yang tidak
dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu berkisar 3-15%
dan angka kematian bayi berkisar 50%. Bila membran amnion pecah dan cairan
amnion mengalir keluar, janin akan didorong ke segmen bawah rahim melalui
kontraksi. Jika kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga
menjadi berbahaya menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus
dapat terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang, yang menyebabkan kontraksi
menjadi lemah atau berhenti sehingga ruptur uterus berkurang.
15
Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi, pada nulipara
terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea.
Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan penanganan
dapat berakibat fatal.
d. Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung kemih,
serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis
mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada
jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis, yang dalam
beberapa hari diikuti dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-
vaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara kandung
kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada diantara rektum dan vagina). Fistula
umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang sangat lama dan biasanya terjadi
pada nulipara, terutama di negara-negara yang kehamilan para wanitanya dimulai
pada usia dini. (WHO, 2002)
e. Sepsis puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat
antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah
persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c
atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau
busuk dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. (Wijayanegara,
H., 1983)
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada kasus partus lama dan
partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan
meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.(WHO, 2002)
3. Pengaruh Partus tak maju Pada Bayi
a. Perubahan-perubahan tulang-tulang kranium dan kulit kepala
Akibat tekanan dari tulang-tulang pelvis, kaput suksedaneum yang besar atau
pembengkakan kulit kepala sering kali terbentuk pada bagian kepala yang paling
dependen dan molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin
mengakibatkan perubahan pada bentuk kepala. Selain itu dapat terjadi sefalhematoma
atau penggumpalan darah di bawah batas tulang kranium, terjadi setelah lahir dan
dapat membesar setelah lahir. (WHO, 2002; Wijayanegara, H., 1983)
16
b. Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24 jam maka dapat
mengakibatkan kematian janin yang disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada
plasenta dan korda umbilikus. Janin yang mati, belum keluar dari rahim selama 4-5
minggu mengakibatkan pembusukan sehingga dapat mencetuskan terjadinya
koagulasi intravaskuler diseminata (KID) keadaan ini dapat mengakibatkan hemoragi,
syok dan kematian pada maternal. (WHO, 2002)
4. Tanda partus tak maju
Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik dan
mental yang dapat diobservasi dengan : (WHO, 2002)
a. Dehidrasi dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
b. Demam
c. Nyeri abdomen
d. Syok (nadi cepat, anuria, ekteremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah rendah) syok
dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis.
5. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar
tetap sehat atau tidak sakit.
Untuk menghindari risiko partus tak maju dapat dilakukan dengan :
1) Memberikan informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama
kehamilan dan persalinan.
2) Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia reproduksi
pra-nikah.
3) Meningkatkan program keluarga berencana bagi ibu usia reproduksi yang sudah
berkeluarga.
4) Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi.
5) Antenatal Care dengan yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan pada ibu
hamil terutama risiko tinggi
6) Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan panggul pada primigravida.
7) Mengajurkan untuk melakukan senam hamil.
8) Peningkatan pelayanan medik gawat darurat.
17
9) Menyediakan sarana transportasi dan komunikasi bagi ibu-ibu yang melahirkan
dirumah (Maternity Waiting Home) apabila terjadi komplikasi, sehingga harus di
rujuk ke fasilitas yang lebih baik. (WHO, 2002)
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi, yaitu :
1) Diagnosis dini partus tak maju meliputi
a) Pemeriksaan Abdomen
Tanda-tanda partus tak maju dapat diketahui melalui pemeriksaan abdomen
sebagai berikut :
Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelvis karena kepala tidak dapat
turun
Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu mengalami
kontraksi yang lama dalam persalinanya maka kontraksi dapat berhenti
karena kelelahan uterus)
Uterus dapat mengalami kontraksi tetanik dan bermolase (kontraksi uterus
bertumpang tindih) ketat disekeliling janin.
Cincin Band/Bandles ring; cincin ini ialah nama yang diberikan pada
daerah diantara segmen atas dan segmen bawah uterus yang dapat dilihat
dan diraba selama persalinan. Dalam persalinan normal, daerah ini disebut
cincin retraksi. Secara normal daerah ini seharusnya tidak terlihat atau
teraba pada pemeriksaan abdomen, cincin bandl adalah tanda akhir dari
persalinan tidak maju. Bentuk uterus seperti kulit kacang dan palpasi akan
memastikan tanda-tanda yang terlihat pada waktu observasi.
b) Pemeriksaan Vagina
Tanda-tandanya sebagai berikut :
Bau busuk dari drainase mekonium
Cairan amniotik sudah keluar
Kateterisasi akan menghasilkan urine pekat yang dapat mengandung
mekonium atau darah
Pemeriksaan vagina: edema vulva (terutama jika ibu telah lama
mengedan), vagina panas dan mengering karena dehidrasi, pembukaan
serviks tidak komplit. Kaput suksedaneum yang besar dapat diraba dan
18
penyebab persalinan macet antara lain kepala sulit bermolase akibat
terhambat di pelvis, presentasi bahu dan lengan prolaps.
c) Pencatatan Partograf
Persalinan macet dapat juga diketahui jika pencatatan pada partograf
menunjukan :
Kala I persalinan lama (fase aktif) disertai kemacetan sekunder
Kala II yang lama
Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 permenit, bau busuk dari
drainase mekonium sedangkan frekuensi jantung janin normal 120-160
permenit)
Pembukaan serviks yang buruk walaupun kontraksi uterus yang kuat.
2) Melakukan penanganan secepat mungkin untuk mencegah terjadinya komplikasi,
partus tak maju berisiko mengalami infeksi sampai ruptur uterus dan biasanya
ditangani dengan tindakan bedah, seksio caesarea, ekstraksi cunam atau vacum
oleh sebab itu harus dirujuk kerumah sakit.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat dan kematian, yaitu :
Rehidrasikan pasien untuk mempertahankan volume plasma normal dan
menangani dehidrasi, ketosis dengan memberikan natrium laktat 1 liter dan
dekstrosa 5% 1-2 liter dalam 6 jam.
Pemberian antibiotik untuk mencegah sepsis puerperalis dan perawatan intensif
setelah melahirkan.
Seksio sesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (Cunningham, 2006). Operasi seksio sesarea lebih aman
dipilih dalam menjalani proses persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang
mengalami kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya seksio sesarea,
yaitu bilamana didiagnosis panggul sempit atau fetal distress didukung data pelvimetri. Bagi
ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka seksio sesaria adalah pilihan yang tepat dalam
menjalani proses persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007)
Indikasi dilakukannya seksio sesarea ada indikasi medis dan indikasi sosial. Indikasi
medis dalam seksio sesarea mencakup tiga faktor penentu dalam proses persalinan yaitu
power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway
19
(keadaan jalan lahir), dan passenger (janin yang dilahirkan). Mula-mula indikasi seksio
sesaria hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan
terjadinya trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada
jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan
yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger.
Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio sesaria, misalnya mengejan lemah,
ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan
kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak jantung,
primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu
atas panggul, dan anak menderita fetal distress (Kasdu, 2003).
Indikasi sosial pada seksio sesarea, merupakan indikasi relatif, yaitu kelahiran lewat
vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat seksio
sesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya. Misalnya terjadi pada infertilitas
ibu, abortus berulang kali, dan sebagainya (Oxorn, 2003).
20
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, I.M. 2000. Perawatan Maternitas dan Ginekologi. Edisi 1 Jilid 2, Bandung. : IAPK
Padjajaran.
Cunningham, F.G. et al. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Dipta, T.P. 2010. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Partus Tak Maju Rawat Inap Di RS
Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. Sumatera Utara: FK USU.
Eke, A.C. Eleje G.U. 2009. The Pregnancy Outcome in Elderly Primigravida: Five Year
Review. 10.3252/pso.eu.FIGO2009.
Fauzi, D.A. 2007. Operasi Caesar Pengantar dari A sampai Z. Jakarta : Edsa
Hakimi, M., 2003. Ilmu kebidanan Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta : Yayasan
Essentia Medica.
Huda, N.L., 2005. Hubungan Status Reproduksi, Status Kesehatan, Akses Pelayanan
Kesehatan dengan Komplikasi Obstetri di Banda Sakti Lhokseumawe. Jurnal Kesmas.
Vol. 1. No. 6. Juni 2007.
Kasdu, D.2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspaswara.
Kristina, E. 2011. Tingkat Pengetahuan WUS Tentang Kehamilan di Atas Umur 35 Tahun.
Sumatera Utara: FK USU.
Mahkota.
Manuaba I. B. G., 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC, pp 401-31
Mochtar, R., 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Oxorn, H. 2003. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medika.
Prawihardjo, S., 2009. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.
Rochjati, P., 1990. Strategi Pendekatan Risiko Untuk Ibu Hamil Oleh Ibu-Ibu PKK Dengan
Menggunakan Skor Prakiraan di Kabupaten Sidoarjo. Airlangga Universitiy Press.
WHO, 2002. Modul Persalinan Macet. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Wijayanegara, H., 1983. Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri dan Fisiologi Fakultas
Kedokteran Unpad. Bandung : Eleman.
.
21
Recommended