View
235
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
1/44
Judul: Pengaruh Faktor-Faktor Konflik Terhadap Kinerja Pegawai Bagian
Umum dan Kepegawaian Pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Provinsi NTB.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah.
Faktor sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat menentukan
bagi pencapaian tujuan perusahaan. Karena sumber daya manusia merupakan
penggerak dari keseluruhan kegiatan perusahaan. Oleh karena itu setiap perusahaan
diharapkan mampu mengelola pegawai dengan baik karena dengan pengelolaan yang
baik akan diperoleh kepuasan dalam bekerja. Dari kepuasan kerja ini diharapkan
pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga diperoleh kinerja pegawai
yang tinggi.
Peran strategis sumber daya manusia dalam organisasi adalah sebagai sumber
daya yang penting dan juga investasi perusahaan yang besar (Jackson 2001;16), dan
CEO yang berhasil adalah mereka yang mampu melihat sumber daya manusia
sebagai asset yang harus dikelola sesuai dengan kebutuhan bisnis (Jocson 1997;3).
Keberhasilan dari suatu organisasi sangat tergantung dari keberhasilan para pimpinan
mengelola sumber daya manusianya.
Sumber daya manusia/ pegawai sebagai tim kerja dalam organisasi dituntut
melaksanakan tugas kerja yang dapat menghasilkan output tertentu dan menjadi
prestasi yang diwujudkan oleh sumber daya manusia/ pegawai tersebut. Untuk
mencapai tujuan (prestasi) tersebut para pegawai tentunya dikelola, digerakkan, dan
diarahkan dengan baik oleh pimpinan. Namun keberhasilan dalam pelaksanaan dari
manajemen sumber daya manusia/ pegawai dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di
mana salah satunya adalah konflik.
1
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
2/44
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976 : 519), kata
"konflik" berarti "pertentangan" atau "percekcokan". Konflik atau pertentangan bisa
terjadi pada diri seseorang (konflik internal) ataupun di dalam kalangan yang lebih
luas. Dalam organisasi istilahnya menjadi "konflik organisasi" (organizational
conflict).
Menurut Nelson dan Quick (1997 : 178) konflik dilihat sebagai suatu situasi
dimana tujuan, sikap, emosi dan tingkah laku yang bertentangan menimbulkan
oposisi dan sengketa antara dua kelompok atau lebih.
Konflik yang tidak diselesaikan akan berkembang dan membahayakan
organisasi. Kemudian, konflik juga adalah suatu perilaku beroposisi. Artinya, orang
yang terlibat konflik akan melakukan hal-hal yang menentang atau menghalangi
usaha lawan. Terakhir, konflik adalah suatu hubungan yang selalu terjadi pada setiap
manusia selama dia melakukan hubungan.
Tosi, Rizzo dan Carrol, (1990:523) mengelompokkan sumber-sumber konflik
menjadi tiga yaitu, (1) Individual characteristic, (2) Situational conditions, (3)
Organizations structure. Karakteristik individu meliputi; perbedaan individu dalam
hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun
pendapat. Situasi kerja terdiri dari: saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama,
perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi,
kekaburan bidang tugas. Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi
yaitu, spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas, perbedaan tujuan,
kelangkaan sumber-sumber, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan
kriteria dalam sistem penggajian.
2
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
3/44
Jadi dari beberapa teori tentang konflik tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
konflik itu sebenarnya dapat mempengaruhi kinerja tergantung dari bagaimana cara
sebuah organisasi tersebut mengelola konflik yang terjadi di lingkungannya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995;503) disebutkan bahwa kinerja
diartikan sebagai suatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan
kerja. Menurut Gibson, dkk (2003: 355),job performance adalah hasil dari pekerjaan
yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja keefektifan kinerja
lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan hasil kerja
personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas
kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga
kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005:1) yang
mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka
mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk
kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi
pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun
prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
lembaga (institutional performance) atau kinrja perusahaan (corporate performance)
terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan
3
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
4/44
(individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan
(corporate performance) juga baik.
Melihat pentingnya peran konflik terhadap kinerja, maka konflik dalam
sebuah organisasi selayaknya harus dikelola dengan sebaik mungkin.
Begitu pula yang terjadi pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provisni NTB. Di mana Kantor ini mempunyai
visi Terwujudnya PNS yang bersih, cerdas, kompeten dan profesional, dan misi
antara lain Meningkatkan kualitas PNS melalui sistem/ pola karier.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti dari pada kantor ini,
banyak sekali kejadian yang mengarah pada konflik. Berikut contoh-contoh yang
paling menonjol yang mewakili dari ketiga penyebab/ faktor-faktor konflik yang telah
disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
1. Banyaknya karyawan yang menggunakan bahasa daerah masing-masing dalam
berkomunikasi. Kejadian seperti ini sering kali membuat terjadinya kegagalan
komunikasi di antara para pegawai, sehingga besar kemungkinan bisa memicu
sebuah konflik dalam organisasi. Hal ini dapat digolongkan sebagai penyebab/
faktor-faktor konflik yang berasal dari karakteristik individu.
2. Adanya beberapa pegawai yang tidak menyadari tugas pokoknya sesuai dengan
job descreption yang telah ditetapkan. Sehingga tugas mereka kadang-kadang
harus diselesaikan oleh tenaga-tenaga kontrak yang berada di sana, dimana
tenaga-tenaga kontrak tersebut yang notabane sebagai tenaga cleaning service.
Hal ini dapat digolongkon dari penyebab/ faktor-faktor konflik yang berasal dari
situasi kerja.
4
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
5/44
3. Terbatasnya sarana dan prasarana kerja. Salah satunya adalah terbatasnya sarana
peralatan komputer yang digunakan untuk bekerja oleh 39 orang pegawai yang
berada di bagian Umum dan kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) Provisni NTB. Dari 39 pegawai yang berada pada bagian Umum dan
kepegawaian, 21 orang di antaranya adalah yang bertugas di bagian administrasi,
sementara sisanya sebagai sopir dan satpam. Untuk mendukung kegiatan
administrasi bagian Umum dan kepegawaian tersebut hanya didukung oleh 1 unit
komputer saja. Jika kita kaitkan dengan pengelompokkan penyebab/ faktor-faktor
konflik maka hal ini termasuk dalam faktor konflik yang berasal dari struktur
organisasi. Kejadian ini sungguh dilematis, sehingga dalam melaksanakan tugas
sehari-hari para pegawai harus menunggu giliran dan kadang sampai berebutan
untuk menggunakan sarana komputer yang ada. Terkadang untuk menyelesaikan
tugasnya terpaksa harus lembur atau dengan mengerjakannya di rumah dengan
fasilitas pribadi. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja, perlu kiranya
diidentifikasi dan kemudian dikelola faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
konflik sedini mungkin hingga bisa menjadi konflik fungsional yang dapat
meningkatkan kinerja.
Menurut salah seorang pegawai hal ini merupakan beberapa contoh masalah
yang ada pada kantor tersebut, masih banyak masalah lain yang sulit untuk
dijabarkan. Jika permasalahan-permasalahan seperti yang disebutkan di atas tidak
dikelola dengan baik dikhawatirkan akan menjadi konflik yang disfungsional dan
akan berpengaruh kurang baik terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB, untuk prestasi kerja 39
5
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
6/44
pegawai jika dilihat dari Daftar Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (DP3)
termasuk tergolong stabil peningkatannya. Penilaian DP3 biasanya dilakukan oleh
atasan langsung masing-masing pegawai. Untuk penilaian DP3 38 pegawai Bagian
Umum dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB
dilakukan oleh Kepala Sub Bagian. Sedangkan untuk kepala Sub Bagian sendiri
dinilai oleh atasannya langsung, yaitu Sekertaris Badan (SEKBAN).
Penilaian dari DP3 terdiri dari beberapa komponen item penilaian dan salah
satunya adalah prestasi kerja/ kinerja. Penilaian prestasi kerja/ kinerja di lingkungan
kantor ini dinilai dari hasil kerja yang dicerminkan melalui kecepatan dalam
menyelesaikan pekerjaan (quantity of work), kualitas kerja yang dicapai berdasarkan
syarat-syarat yang telah ditetapkan (quality of work), luasnya pengetahuan mengenai
pekerjaan dan keterampilannya (job knowledge), keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul,
kesediaan untuk bekerja sama dengan orang sesama pegawai (cooperative),
kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja
(Dependability) dan keramahtamahan (Personal qualities).
Oleh sebab itu perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengukur sejauh
mana tingkat faktor-faktor konflik yang ada pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provisni NTB serat
pengaruhnya terhadap kinerja.
1.2. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
1.2.1. IdentifikasiMasalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi
permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
6
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
7/44
1) Banyaknya karyawan yang menggunakan bahasa daerah masing-masing
dalam berkomunikasi.
2) Adanya beberapa pegawai yang tidak menyadari tugas pokoknya sesuai
denganjob description yang telah ditetapkan.
3) Terbatasnya sarana dan prasarana kerja. Salah satunya adalah terbatasnya
sarana peralatan komputer yang digunakan untuk bekerja.
4) Stabilnya peningkatan nilai DP3 dari para pegawai.
1.2.2. Perumusan Masalah
Dari masalah-masalah yang teridentifikasi tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1) Apakah faktor-faktor konflik seperti karakteristik individu, situasi kerja,
struktur organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan
terhadap kinerja Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB?
2) Apakah faktor-faktor konflik seperti karakteristik individu, situasi kerja,
struktur organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial
terhadap kinerja Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB?
3) Manakah faktor konflik yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
kinerja Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka dalam
penelitian ini, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor konflik seperti karakteristik
individu, situasi kerja, struktur organisasi secara simultan terhadap kinerja
Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
7
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
8/44
2) Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor konflik seperti karakteristik
individu, situasi kerja, struktur organisasi secara parsial terhadap kinerja Kantor
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
3) Untuk mengetahui faktor konflik yang mempunyai pengaruh paling dominan
terhadap kinerja bagian Umum dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna
antara lain sebagai berikut :
1) Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk mencapai kebulatan studi
program strata satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
2) Secara teoritis diharapkan sebagai sarana penerapan teori-teori yang didapat dari
literatur-literatur dibangku kuliah khusunya manajemen sumber daya manusia.
3) Secara praktek, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
informasi yang dijadikan pertimbangan dalam membuat kebijaksanaan dalam
memanajemen konflik yang ada pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB sehingga dapat meningkankan
kinerja di masa yang akan datang.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berkenaan dengan permasalahan yang penulis ajukan, ada beberapa
penelitian terdahulu yang patut disimak, yaitu :
8
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
9/44
1. Marietje (1999) dengan judul Pengaruh Penggunaan Teknik Pengendalian
Konflik Terhadap Kinerja Karyawan PT. Asuransi Jiwasraya Manado
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh teknik
pengendalian konflik terhadap kinerja, obyek penelitian adalah karyawan PT.
Asuransi Jiwasraya Manado. Pengambilan sampel dilakukan dengan
Convinience sampling dan pengambilan responden dilakukan dengan teknik
stratifieds random sampling. Sampel diambil 50 karyawan. Teknik analisis
yang dipergunakan adalah korelasi linier berganda.
Hasil penelitian menemukan bahwa sistem pengendalian konflik
dengan model kompromi mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-
sama ingin mengetahui pengaruh konflik terhadap kinerja. Bedanya adalah:
Marietje menganalisis pengaruh penggunaan teknik
manajemen konflik terhadap kinerja.
Sedangkan penulis meneliti pengaruh faktor-faktor
konflik terhadap kinerja.
2. Maherani (2008) dengan judul Pengaruh Konflik Peran Ganda Dan Fear Of
Success Terhadap Kinerja wanita Berperan Ganda.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh
dari konflik peran ganda terhadap kinerja, fear of success terhadap kinerja,
dan konflik peran ganda bersama fear of success terhadap kinerja. Metode
yang digunakan dalam pengumpulan yang digunakan berupa kuesioner.
Subjek penelitian ini adalah 36 orang ibu bekerja yang bekerja di PT Tempo
9
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
10/44
Nagadi, ABN Amro (RBS), Dinas Kesehatan, dam Ibu bekerja yang tinggal di
perumahan Kemang Pratama dan teknik analisis data yang digunakan adalah
regresi ganda.
Hasil penelitian yang tidak mendukung hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini, nampaknya disebabkan karena jumlah subjek yang
terlalu kecil untuk mewakil populasi dari berbagai jenis pekerjaan dan dapat
disebabkan karena responden yang sangat heterogen.
Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-
sama ingin mengetahui pengaruh konflik terhadap kinerja. Bedanya adalah:
Maherani menganalisis Konflik Peran Ganda Dan Fear
Of Success Terhadap Kinerjawanita Berperan Ganda.
Sedangkan penulis meneliti pengaruh faktor-faktor
konflik terhadap kinerja.
3. Listyarini (2008) dengan judul Pengaruh Motivasi, Pola Kepemimpinan,
konflik Peran, Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi, pola
kepemimpinan, konflik peran, dan stres kerja terhadap kinerja karyawan dan
untuk mengetahui di antara variabel motivasi, pola kepemimpinan, konflik
peran, dan stres kerja, variabel manakah yang berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Perusahaan Umum Jasa Tirta I Direktorat Pengelolaan Bengawan
Solo Teknik analisis yang dipergunakan adalah korelasi linier berganda.
Hasil penelitian menemukan bahwa faktor insentif mempunyai
pengaruh yang paling signifikan terhadap peningkatan kinerja.
10
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
11/44
Relevansinya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-
sama ingin menganalisis pengaruh insentif terhadap kinerja. Bedanya adalah:
Listyarini selain meneliti pengaruh faktor konflik juga
meneliti faktor motivasi terhadap kinerja.
Sedangkan penulis hanya meneliti pengaruh faktor-
faktor konflik terhadap kinerja saja.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Konflik
1) Pengertian Konflik
Terdapat perbedaan pandangan para pakar dalam mengartikan konflik.
Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan dalam mengartikan konflik, yaitu
pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan sosial.
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain
disampaikan oleh Ruchyat dan Winardi. Ruchyat (2001:2) mengemukakan
konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang. Senada dengan
pendapat ini Winardi (2004:169) mengemukakan konflik individu adalah konflik
yang terjadi dalam individu bersangkutan. Hal ini terjadi jika individu 1) harus
memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya
tarik yang sama, 2) harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama
tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan 3) harus mengambil keputusan
sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun
negatif yang berkaitan dengannya.
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan sosial adalah seperti
yang disampaikan oleh Cummings dan Alisjahbana. Cummings (1980:41)
11
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
12/44
mendefinisikan konflik sebagai suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang
atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam
pendapat dan tujuan mereka. Alisjahbana (1986:139) mengartikan konflik sebagai
perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masyarakat
yang akan mencapai nilai yang sama.
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan organisasi antara
lain dikemukakan oleh para pakar berikut. Luthans (1985) mengartikan konflik
sebagai ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi.
Dubrint (1984:346) mengartikan konflik sebagai pertentangan antara individu atau
kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling
menghalangi dalam pencapaian tujuan. Winardi (2004:1) mengemukakan bahwa
konflik adalah oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Sedarmayanti (2000:137)
mengemukakan konflik merupakan perjuangan antara kebutuhan, keinginan,
gagasan, kepentingan ataupun pihak saling bertentangan, sebagai akibat dari
adanya perbedaan sasaran (goals); nilai (values); pikiran (cognition); perasaan
(affect); dan perilaku (behavior). Stoner (1986:550) menyatakan bahwa konflik
organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota
organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau
aktivitas kerja dan/atau pandangan yang berbeda.
2) Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi
Robbins (2003:137) mengemukakan tiga pandangan mengenai konflik,
yaitu pandangan tradisional (Traditional view of conflict), pandangan hubungan
12
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
13/44
manusia (human relations view of conflict), dan pandangan interaksonis
(interactionism view of conflict).
Pandangan tradisional menganggap semua konflik buruk. Konflik
dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan, perusakan
dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik memiliki
sifat dasar yang merugikan dan harus dihindari. Pandangan tradisional ini
menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para pegawai.
Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan
peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu
tidak terelakan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan konflik.
Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan adakalanya konflik membawa
manfaat pada kinerja kelompok.
Sementara pendekatan hubungan manusia menerima konflik, pendekatan
interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif,
tenang, damai serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap
kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, sumbangan utama dari
pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin kelompok untuk
mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik. Dengan
adanya pandangan ini menjadi jelas bahwa untuk mengatakan bahwa konflik itu
seluruhnya baik atau buruk tidaklah tepat. Apakah suatu konflik baik atau buruk
tergantung pada tipe konflik.
13
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
14/44
Secara teoretik Robbins (1996:438), mengemukakan terdapat dua tipe
konflik, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional
adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan
kinerja organisasi. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi
di antara kelompok yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian
tujuan organisasi.
Winardi (2004) menggambarkan pandangan kuno dan pandangan modern
tentang konflik yang menjadi pembeda antara konflik masa lalu dan konflik masa
kini dalam organisasi.
3) Proses Terjadinya Konflik
Konflik tidak terjadi secara seketika, melainkan melalui tahapan-tahapan
tertentu. Robbins (2003) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu
tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial; tahap kognisi dan personalisasi;
tahap maksud; tahap perilaku; dan tahap hasil.
Gambar 1 Proses Konflik dari Robbins (2003)
Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial
Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang
menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu
langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik
Maksud
penanganan konflik
Bersaing
Kerjasama
Berkompromi
Menghindari
Mengakomodasi
Maksudpenanganan konflik
Bersaing
Kerjasama
Berkompromi
Menghindari
Mengakomodasi
Kondisi
Antesenden
Komunikasi
Struktur
Variabel Pribadi
Kondisi
Antesenden
Komunikasi
Struktur
Variabel Pribadi
Konflik yang
dipersepsikan
Konflik yang
dipersepsikan
Konflik yang
dirasakan
Konflik yang
dirasakan
Perilaku
terbuka
Perilaku
pihak
Reaksi Orang
lain
Perilaku
terbuka
Perilaku
pihak
Reaksi Orang
lain
Kinerja
KelompokMeningkat
Kinerja
Kelompok
Meningkat
KinerjaKelompok
Menurun
Kinerja
KelompokMenurun
TAHAP I
Oposisi atau
ketidakcocokan
potensial
TAHAP II
Kognisi dan
Personalisasi
TAHAP III
Maksud
TAHAP IV
Perilaku
TAHAP V
Hasil
14
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
15/44
itu harus muncul. Demi sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang
sebagai kasus atau sumber konflik) telah dimampatkan ke dalam tiga kategori
umum: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif
sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau
ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden
hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh,
dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah
persoalan konflik cenderung didefinisikan.
Tahap III: Maksud
Maksud berada di antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-
terangan mereka. Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu
cara tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan-konflik:
bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif),
menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif
dan tidak tegas), dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan
kekooperatifan)
Tahap IV: Perilaku
Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk
melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini
mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai
hasil perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku
terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orsinil.
15
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
16/44
Tahap V: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan
suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi
kinerja kelompok.
4) Sumber-sumber Konflik
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan
tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat
bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan
memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya.
Sumber-sumber konflik organisasi menurut pandangan Feldman dan
Arnold (1983: 513) dapat dilihat pada gambar 3. Feldman dan Arnold menyatakan
bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar
kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan
koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan
pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam
rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol
organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian
kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan
secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.
Tosi, Rizzo dan Carrol (1990:523) mengelompokkan sumber-sumber konflik
menjadi tiga yaitu, (1) Individual characteristic, (2) Situational conditions, (3)
Organizations structure. Karakteristik individu meliputi; perbedaan individu dalam
hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun
16
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
17/44
pendapat. Situasi kerja terdiri dari: saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama,
perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi,
kekaburan bidang tugas. Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi
yaitu, spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas dalam tugas,
perbedaan tujuan, kelangkaan sumber-sumber, adanya pengaruh dan kekuasaan
ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.
5) Bentuk-bentuk Konflik
Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam-macam konflik yang
melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Beberapa kejadian
konflik telah diidentifikasi menurut jenis dan macamnya oleh sebagian penulis
buku manajemen, perilaku organisasi, psikolog maupun sosiologi.
Adapun bentuk-bentuk konflik menurut Handoko (1995:349) dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Konflik dalam diri individu
Konflik ini merupakan konflik internal yang terjadi pada diri
seseorang. (intrapersonal conflict). Konflik ini akan terjadi ketika individu
harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang
mana yang harus dipilih untuk dilakukan. Konflik dalam diri individu, terjadi
bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia
harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
kemampuannya.
Menurut Winardi (2004:169), terdapat tiga tipe konflik pada tingkat
individu, yaitu:
17
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
18/44
1) Konflik Mendekat-mendekat (Approach-approach Conflict)
Konflik demikian meliputi suatu situasi di mana seseorang harus memilih
antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya
tarik yang sama. Contoh: apabila individu harus memilih antara tindakan
menerima sebuah promosi yang sangat dihargai di dalam organisasi yang
bersangkutan dan menerima pekerjaan baru yang menarik yang ditawarkan
oleh perusahaan lain.
2) Konflik Menghindari-menghindari (Avoidance-avoidance Conflict)
Sebuah situasi yang mengharuskan seseorang memilih antara dua macam
alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali.
Contoh: apabila kita menghadapi pilihan transfer pekerjaan ke kota lain
yang berada pada lokasi yang tidak menyenangkan atau di PHK oleh
organisasi di mana kita bekerja.
3) Konflik Pendekatan-menghindari (Approach-avoidance Conflict)
Konflik ini meliputi sebuah situasi di mana seseorang harus mengambil
keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki
konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya. Contoh:
apabila seseorang diberi tawaran promosi yang menjanjikan gaji lebih
besar, tetapi yang juga sekaligus mengandung tanggung jawab yang makin
meningkat dan yang tidak disukai.
b. Konflik antar individu
Konflik antar individu (interpersonal conflict) bersifat substantif, emosional
atau kedua-duanya. Konflik ini terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu
tertentu, tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.
18
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
19/44
c. Konflik antar anggota dalam satu kelompok
Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik
subtantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika
anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data
yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional
terhadap suatu situasi tertentu.
d. Konflik antar kelompok
Konflik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan
persepsi, perbedaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.
e. Konflik antar bagian dalam organisasi
Tentu saja yang mengalami konflik adalah orang, tetapi dalam hal ini orang
tersebut "mewakili" unit kerja tertentu. Menurut Mulyasa (2004:244) konflik
ini terdiri atas:
1) Konflik vertikal. Terjadi antara pimpinan dengan bawahan yang tidak
sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. Misalnya
konflik antara kepala sekolah dengan guru.
2) Konflik horizontal. Terjadi antar pegawai atau departemen yang memiliki
hierarki yang sama dalam organisasi. Misalnya konflik antar tenaga
kependidikan.
3) Konflik lini-staf. Sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang
keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini.
Misalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi.
4) Konflik peran. Terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu peran.
Misalnya kepala sekolah merangkap jabatan sebagai ketua dewan pendidikan.
19
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
20/44
f. Konflik antar organisasi
Konflik antar organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan
pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap
organisasi lain. Misalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu
organisasi masyarakat.
6) Mengatasi dan Mengelola Konflik dalam Organisasi
Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau
merugikan bagi kelangsungan organisasi. Oleh karena itu, pimpinan organisasi
dituntut memiliki kemampuan manajemen konflik dan memanfaatkan konflik
untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Menurut Winardi (2004) berpendapat bahwa, manajemen konflik meliputi
kegiatan-kegiatan; (1) Menstimulasi konflik, (2) Mengurangi atau menekan
konflik, dan (3) Menyelesaikan konflik.
Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan
produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum memenuhi standar kerja
yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu; (a)
memasukkan anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda
dengan norma-norma yang berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi
jabatan dan pembagian tugas-tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang
bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan
cara menawarkan insentif, promosi jabatan ataupun penghargaan lainnya, (e) memilih
pimpinan baru yang lebih demokratis.
Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan
menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap
20
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
21/44
unit/bagian. Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-
tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik,
menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara
bersama, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul
sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok.
Penyelesaian konflik (conflict resolution) merupakan tindakan yang
dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik.
Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut Winardi (2004)
adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.
2.2.2. Kinerja
Bernardin dan Russel (dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian
atau kinerja sebagai berikut : performance is defined as the record of outcomes
produced on a specified job function or activity during time period. Prestasi atau
kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari
pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan
kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan
hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak
terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005:1) yang
mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka
21
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
22/44
mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk
kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Menurut Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil
kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita mengenal
tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan pegawai, maka
kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja unit, dan
kinerja pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat kinerja karyawan adalah prestasi
aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan.
Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan
sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan
dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan
tersebut terhadap karyawan lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat
disimpulkan bahwa pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung
substansi pencapaian hasil kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja
maupun prestasi kerja merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang. Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja
lembaga (institutional performance) atau kinrja perusahaan (corporate
performance) terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja
karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja
perusahaan (corporate performance) juga baik.
22
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
23/44
1) Syarat Penilaian Kinerja
Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan
penilaian kinerja yang efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur
secara objektif; dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes,
2003:136).
Sedangkan dari sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Siagian
(2008:223-224) menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan
tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi,
hasil penilaian kinerja sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan
keputusan tentang berbagai hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan
dan pelatihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi,
sistem balas jasa, serta berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya
manusia. Berdasarkan kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus
dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara
rasional serta diterapkan secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.
Dengan demikian, dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para
pegawai harus terdapat interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan
dan bagian kepegawaian
2) Metode Penilaian Kinerja
Terdapat beberapa metode dalam mengukur prestasi kerja, sebagaimana
diungkapkan oleh Gomes (2003:137-145), yaitu :
23
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
24/44
1. Metode Tradisional. Metode ini merupakan metode tertua dan paling sederhana
untuk menilai prestasi kerja dan diterapkan secara tidak sistematis maupun
sistematis. Yang termasuk kedalam metode tradisional adalah : rating scale,
employee comparation, check list, free form essay, dan critical incident. (a)
Rating scale. Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan
banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor
untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif, ketergantungan,
kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya. (b) Employee
comparation. Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan
cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai lainnya. Metode
ini terdiri dari: (1) Alternation ranking: yaitu metode penilaian dengan cara
mengurutkan peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang terendah sampai
yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. (2) Paired
comparation: yaitu metode penilaian dengan cara seorang pegawai dibandingkan
dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai alternatif keputusan
yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah pegawai yang
relatif sedikit. (3) Porced comparation (grading) : metode ini sama dengan
paired comparation, tetapi digunakan untuk jumlah pegawai yang relative
banyak. (c) Check list. Metode ini hanya memberikan masukan/informasi bagi
penilaian yang dilakukan oleh bagian Umum dan kepegawaian. (d) Freeform
essay. Dengan metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang
berkenaan dengan orang/karyawan/ pegawai yang sedang dinilainya. (e) Critical
incident Dengan metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai
tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan kedalam buku
24
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
25/44
catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku
bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
2. Metode Modern. Metode ini merupakan perkembangan dari metode
tradisional dalam menilai prestasi kerja. Yang termasuk kedalam metode
modern ini adalah : assesment centre, Management By Objective
(MBO=MBS), dan human asset accounting.
Assessment centre. Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan
tim penilai khusus. Tim penilai khusus ini bisa dari luar, dari dalam,
maupun kombinasi dari luar dan dari dalam.
Management by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai
langsung diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan
dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan
sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran
perusahaan.
Human asset accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai sebagai
individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai
dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat
mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
3) Sistem Penilaian Kinerja
Sistim penilaian kinerja adalah suatu cara dan metodologi penilaian serta
pengukuran kinerja individu yang akan membantu individu pegawai dalam
meningkatkan kemampuan serta produktifitasnya. Penilaian hasil kerja pegawai
dilaksanakan untuk kurun waktu satu tahun, diawali dengan penyusunan rencana
kerja, pelaksanaan bimbingan dan pengarahan serta penilaian akhir.
25
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
26/44
Bimbingan dan pengarahan adalah suatu langkah atasan langsung untuk
membimbing pegawai agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Bimbingan
dan pengarahan dapat dilakukan setiap tiga bulan. Dengan cara ini diharapkan
pegawai akan mampu mengenal, memahami dan melaksakan pekerjaannya sesuai
harapan instansi.
Penilaian akhir adalah keputusan dari pejabat penilai mengenai kinerja
pegawai. Pegawai diharapkan dapat mengetahui semua kelebihan dan
kekurangannya atas hasil evaluasi selama satu tahun terhadap goal dan standar yang
ditentukan dalam sasaran kerja. Penilaian akhir ini dinyatakan dalam sebutan dan
angka sebagai berikut:
(1) Katagori 5 = sangat baik nilainya antara 81 100.
Artinya : secara keseluruhan hasil kerja pegawai jauh melebihi dan melampaui
persyaratan tugas seluruh lingkup kerja yang bersangkutan mampu
menyelesaikan tugas-tugasnya secara prima dan mengagumkan hampir tanpa
arahan serta dapat diandalkan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya secara tepat waktu dengan kualitas prima. Ia sangat
kreatif, inovatif dan proaktif serta selalu menjadi tauladan rekan sekerjanya.
(2) Kategori 4 = baik, nilainya antara 61 -80
Artinya : secara keseluruhan hasil kerja pegawai dengan konsisten melampaui
persyaratan tugas dalam seluruh lingkup pekerjaannya, serta melaksanakan dengan
baik dan tepat waktu. Untuk tugas-tugas yang komplek membutuhkan sedikit
rahan. Dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan selalu menyelesaikan tuga-
tugasnya dengan tingkat kualitas tinggi. Kreatif, inovatif, dan proaktif dan mampu
membantu rekan sekerjanya.
26
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
27/44
(3) Katagori 3 = Cukup baik, nilainya antara 41 60
Artinya : secara keseluruhan hasil kerja pegawai memenuhi persyaratan, dalam
beberapa hal melampaui persyaratan yang ditentukan. Yang bersangkutan mampu
menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik hampir untuk seluruh lingkup
kerjanya. Dalam menghadapi dan menyelesaikan tugas-tugas yang komplek
membutuhkan bimbingan dan bantuan. Pengetahuan dan keterampilan cukup
baik, mampu mencerna dan melaksanakan ide baku serta proaktif.
(4) Katagori 2 = Kurang, nilainya antara 21 40
Artinya : secara keseluruhan hasil kerja pegawai mampu memenuhi
persyaratan minimum tugas. Yang bersangkutan masih memerlukan
bimbingan, petunjuk dan arahan hampir dalam semua seluruh tugas.
Kecepatan belajar biasa, pengetahuan dan keterampilan cukup,
(5) Katagori 1 = Tidak memenuhi syarat minimum, nilai < 20
Artinya : Secara keseluruhan hasil kerja pegawai tidak memenuhi persyaratan
minimum meskipun telah mendapatkan bimbingan, petunjuk dan arahan.
2.2.3. Pengaruh Konflik terhadap Kinerja Organisasi
Suatu konflik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Yuniarsih, dkk.
(1998:115), mengemukakan bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam organisasi,
akan tetapi konflik antar kelompok sekaligus dapat menjadi kekuatan positif dan
negatif, sehingga manajemen seyogyanya tidak perlu menghilangkan semua konflik,
tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi
mencapai tujuan. Beberapa jenis atau tingkatan konflik mungkin terbukti bermanfaat
jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.
27
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
28/44
Dengan demikian konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi
merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan
kontribusinya bagi pencapaian tujuan organisasi. Hunsaker (2001:481)
mengemukakan bahwa konflik itu bukan sesuatu yang negatif, tetapi hal itu secara
alami akan tetap ada dalam setiap organisasi. Bagaimanapun konflik itu bila
dikelola dengan baik maka konflik dapat mendukung percepatan pencapaian
tujuan organisasi. Ketika konflik dikelola secara baik, dapat menumbuhkan
kreativitas, inovasi dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan
positif bagi pengembangan organisasi.
Sejalan dengan pendapat di atas, Bodine (1998:35) mengemukakan bahwa
konflik itu terjadi secara alami dan bagian vital dalam kehidupan. Ketika konflik
dapat dipahami secara wajar, ia dapat menjadi peluang dan kreativitas dalam
pembelajaran/pendidikan. Konflik secara sinergis dapat menumbuhkan kreativitas
baru, kadang-kadang tidak dapat diduga sebelumnya. Tanpa konflik tidak akan
terjadi perubahan bagi pengembangan pribadi maupun perubahan masyarakat.
Mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka pendekatan yang
baik untuk diterapkan para manajer adalah pendekatan yang mencoba
memanfaatkan konflik sedemikian rupa sehingga konflik dapat memberikan
sumbangan yang efektif untuk mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan. Konflik
sesungguhnya dapat menjadi energi yang kuat jika dikelola dengan baik, sehingga
dapat dijadikan alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak dapat dikendalikan
mengakibatkan kinerja organisasi rendah. Hal senada juga diungkapkan oleh
Depdikbud (1983) yang dikutip oleh Koswara (1994: 2), bahwa selain mempunyai
nilai positif, konflik juga mempunyai kelemahan, yaitu :
28
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
29/44
a. Konflik dapat menyebabkan timbulnya perasaan "tidak enak" sehingga
menghambat komunikasi.
b. Konflik dapat membawa organisasi ke arah disintegrasi.
c. Konflik menyebabkan ketegangan antara individu atau kelompok.
d. Konflik dapat menghalangi kerja sama di antara individu mengganggu saluran
komunikasi.
e. Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi tujuan organisasi.
Untuk itu pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat
dimanfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai
perubahan-perubahan yang dikehendaki sehingga tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan hal ini Robbins (2003:162) mengemukakan bahwa
konflik dapat konstruktif maupun destruktif terhadap berfungsinya suatu
kelompok atau unit. Tingkat konflik dapat atau terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Ekstrim manapun merintangi kinerja. Suatu tingkat yang optimal adalah kalau ada
cukup konflik untuk mencegah kemacetan, merangsang kreativitas,
memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk
perubahan, namun tidak terlalu banyak, sehingga tidak mengganggu atau
mencegah koordinasi kegiatan.
Tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan dapat merintangi
keefektifan dari suatu kelompok atau organisasi, dengan mengakibatkan
berkurangnya kepuasan dari anggota, meningkatnya kemangkiran dan tingkat
keluarnya pegawai, dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Tetapi bila
konflik itu berada pada tingkat yang optimal, puas diri dan apatis seharusnya
29
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
30/44
diminimalkan, motivasi ditingkatkan lewat penciptaan lingkungan yang
menantang dan mempertanyakan dengan suatu vitalitas yang membuat kerja
menarik, dan sebaiknya ada sejumlah pegawai yang keluar untuk melepaskan
yang tidak cocok dan yang berprestasi buruk dari organisasi itu.
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual penelitian
adalah sebagai berikut :
Gambar : 1 Kerangaka Konseptual Penelitian
Keterangan gambar:
: pengaruh secara simultan
: pengaruh secara parsial
2.4. Hipotesis
2.4.1. Diduga faktor-faktor konflik seperti Karakteristik Individu, Situasi kerja dan
Struktur Organisasi berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja
pada pegawai bagian Umum dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
30
Faktor-faktor
Konflik (X)
Karakteristik
Individu (X1)
Situasi kerja (X2)
Struktur Organisasi
(X3)
Kinerja Pegawai (Y)
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
31/44
2.4.2. Diduga faktor-faktor konflik seperti Karakteristik Individu, Situasi kerja dan
Struktur Organisasi berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kinerja
pada pegawai bagaian Umum dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
2.4.3. Diduga faktor struktur organisasi mempunyai pengaruh yang paling
dominan terhadap kinerja pada pegawai bagian Umum dan kepegawaian
pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) NTB.
3. Metode Penelitian
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Menurut Sugiono
(2004;11), penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel atau lebih.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan atau pengaruh
faktor-faktor konflik terhadap kinerja pegawai pada bagian Umum dan kepegawaian
pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) NTB.
3.2. Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian dilakukan pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB Jln. Pemuda Mataram.
Ada beberapa pertimbangan yang mendasar memilih kantor ini sebagai
tempat penelitian :
1) Karena Kantor ini merupakan Lembaga yang bertugas untuk menyiapkan dan
meningkatkan kualitas Aparatur pemerintah di wilayah Nusa Tenggara Barat.
31
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
32/44
2) Banyaknya karyawan yang menggunakan bahasa daerah masing-masing
dalam berkomunikasi.
3) Adanya beberapa pegawai yang tidak menyadari tugas pokoknya sesuai
dengan job descreption yang telah ditetapkan.
4) Terus meningkatnya nilai DP3 para pegawai.
5) Terbatasnya sarana dan prasarana kerja. Salah satunya adalah terbatasnya
sarana peralatan komputer yang digunakan untuk bekerja.
3.3. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sensus. Metode sensus adalah metode pengambilan sampel di mana
sampel yang digunakan adalah keseluruhan dari anggota populasi.
3.4. Penentuan Responden
Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data yang berkaitan dengan
faktor-faktor konflik terhadap kinerja pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB yang berjumlah
39 pegawai.
3.5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
4.5.1. Teknik Pengumpulan Data
1) Interview/ Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlandaskan kaidah dan
tujuan penelitian. Adapun tujuan dalam penelitian ini peneliti ingin
32
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
33/44
mengetahui permasalahan terkait dengan faktor-fakor konflik dan kinerja pada
pegawai Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian
Daerah (BKD) NTB.
2) Dokumentasi, adalah proses mengumpulkan data, mempelajari, serta
memahami dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti seperti dokumen kepegawaian.
4.5.2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yaitu daftar
pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan tiap
pertanyaan merupakan jawaban yang mempunyai makna dalam menguji
hipotesa (Nazir, 1999:246). Adapun dalam penelitian ini kuesioner penelitian
dibagi menjadi dua, yaitu koesioner faktor-faktor konflik dan kuesioner kinerja
pegawai.
3.6. Jenis dan Sumber Data
3.6.1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini pada dasarnya adalah data
kualitatif yang kemudian diubah dalam bentuk skor sehingga menjadi data
kuantitatif.
3.6.2. Sumber Data
1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari kuesioner (angket) yang
diberikan pada para pegawai bagian Umum dan kepegawaian pada Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
NTB.
33
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
34/44
2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari informan,
laporan-laporan penelitian, literatur, dan instansi terkait.
3.7. Identifikasi Variabel dan Klasifikasi variabel
3.7.1. Identifikasi Variabel
Berdasarkan pada perumusan masalah dan perumusan hipotesa yang diajukan
penelitian ini, maka variabel-variabel yang akan dianalisis sebagai berikut:
1. Faktor-faktor Konflik kerja:
a. Karakteristik Individu
Karakteristik individu meliputi; perbedaan individu dalam hal nilai-nilai,
sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat.
b. Situasi kerja
Situasi kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerja sama,
perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan
komunikasi, kekaburan bidang tugas.
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi meliputi: spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam
tugas dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumber-sumber, adanya
pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.
2. Kinerja
a. Hasil kerja yang dicerminkan melalui kecepatan dalam menyelesaikan
pekerjaan (quantity of work),
b. Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat yang telah
ditetapkan (quality of work),
34
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
35/44
c. Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya (job
knowledge),
d. Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan persoalan yang timbul,
e. Kesediaan untuk bekerja sama dengan orang sesama pegawai
(cooperative),
f. Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja (Dependability),
g. Keramahtamahan (Personal qualities)
3.7.2. Klasifikasi Variabel
Variabel yang diidentifikasikan di atas diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Variabel Bebas (Independent Variable), adalah variabel yang besar kecil
nilainya tidak dipengaruhi oleh variabel lain, yang termasuk dalam variabel ini
adalah Faktor-faktor Konflik.
2) Variabel Terikat (Dependent Variable), adalah variabel yang besar kecil
nilainya dipengaruhi oleh variabel lain, yang termasuk dalam variabel ini
adalah kinerja pegawai.
3.8. Definisi Operasional Variabel
3.8.1. Faktor-faktor Konflik
Variabel faktor-faktor konflik (X) adalah faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya konflik pada Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) NTB yang terdiri dari 3 variabel utama, yaitu:
1. Karakteristik Individu (X1)
35
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
36/44
Karakteristik individu adalah tanggapan responden mengenai perbedaan
individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian,
persepsi ataupun pendapat yang terjadi pada pegawai bagian Umum dan
kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
2. Situasi kerja (X2)
Situasi kerja adalah tanggapan responden mengenai situasi di mana pegawai
bagian Umum dan kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
NTB mempunyai saling ketergantungan untuk menjalin kerja sama, perbedaan
pendapat antar bagian, perbedaan status, kegagalan komunikasi, kekaburan
bidang tugas.
3. Struktur Organisasi (X3)
Struktur organisasi adalah tanggapan responden mengenai bagaimana pegawai
bagian Umum dan kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
NTB terkait dengan spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas
dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumber-sumber, adanya pengaruh
dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.
3.9. Kinerja
Kinerja (Y) adalah hasil kerja yang dicerminkan melalui kecepatan
dalam menyelesaikan pekerjaan (quantity of work), kualitas kerja yang dicapai
berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan (quality of work) oleh
pimpinan bagian Umum dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilan (job knowledge), keaslian
gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk
36
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
37/44
menyelesaikan persoalan yang timbul, kesediaan untuk bekerja sama dengan
orang sesama pegawai (cooperative), kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja (Dependability), keramahtamahan (Personal
qualities) pegawai bagian Umum dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
3.10. Prosedur Analisis Data
Skala likert digunakan untuk menngukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam
penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Metode skala likert ini dilakukan dengan cara memberi nilai atau bobot
terhadap masing-masing atribut berdasarkan pada pertanyaan yang terdapat pada
lembar kuisioner, berikut adalah contoh skornya.
Sangat setuju ( Skor 5)
Setuju ( Skor 4)
Cukup Setuju ( Skor 3)
Kurang Setuju ( Skor 2)
Tidak Setuju ( Skor 1)
Menurut Arofikri Utada dalam Ardianyah, (2008: 25) kriteria penilaian
dari hasil skoring adalah sebagai berikut:
Range = 8,05
15
5=
=
terendahtertinggi
Sangat Setuju = Tertinggi 1(Range) = 5-1 (0,8) = 4,2
Setuju = Tertinggi 2(Range) = 5-2 (0,8) = 3,4
37
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
38/44
Cukup Setuju = Tertinggi 3(Range) = 5-3 (0,8) = 2,6
Kurang Setuju = Tertinggi 4(Range) = 5-4 (0,8) = 1,8
Tidak Setuju = Tertinggi 5(Range) = 5-5 (0,8) = 1
Setelah diketahui nilainya, selanjutnya dikelompokkan menjadi 5 kategori
seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Pengukuran Variabel
No Variabel Indikator Kriteria Skor Kategori
1. Faktor-faktor Konflik
a. Karakteristik Individu
b. Situasi kerjac. Struktur Organisasi
1= sangat setuju
2= setuju3= kurang setuju
4= tidak setuju5= sangat tidak setuju
4,20-5,00 = Sangat Besar
3,40-4,19 = Besar2,60-3,39 = Sedang
1,80-2,59 = Kecil1,00-1,79 = Tidak ada
2. Kinerja 1= sangat setuju
2= setuju3= kurang setuju
4= tidak setuju5= sangat tidak setuju
4,20-5,00 = Sangat tinggi
3,40-4,19 = Tinggi2,60-3,39 = Cukup
1,80-2,59 = Rendah1,00-1,79 = Sangat rendah
3.11. Uji Validitas dan Realibilitas
3.11.1. Uji Validitas
Uji validitas dimaksud untuk menyatakan sejauh mana data yang tertampung
pada suatu kuesioner akan mengukur apa yang akan diukur. Dalam penelitian ini
akan mengukur mengenai faktor-faktor konflik dan kinerja pegawai bagian Umum
dan kepegawaian pada Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Kantor Badan
Kepegawaian Daerah (BKD) NTB.
Adapun teknik yang digunakan dalam menghitung validitas adalah dengan
menggunakan teknik korelasi product momentdengan level signifikan 5% pada
program SPSS. Versi 16.0 For Windows.
38
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
39/44
Menurut Masrun (1979) dalam Sugiyono (2006:240) bila nilai r hitung lebih
besar dari nilai r kritis (r hitung r tabel = 0,30) maka instrumen dikatakan valid,
dan jika sebaliknya dikatakan tidak valid.
3.11.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk
mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu (Sugiyono, 2006:273).
Reliabilitas menunjukkan pada konsisten dan stabilitas hasil skala pengukuran
tertentu. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan formula alpha
pada program SPSS. Versi 16.0 For Windows.
Instrumen dikatakan andal (reliabel) bila memiliki nilai cronbach alfa
sebesar 0,6 atau lebih, bila lebih kecil dari 0,6 maka dinyatakan tidak reliabel
(Sugiyono, 2006:228).
3.12. Uji Asumsi Klasik
Berdasarkan pada alat analisis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
analisis regresi linear berganda maka akan dapat dilakukan dengan pertimbangan
tidak adanya pelanggan terhadap asumsi-asumsi klasik, yaitu normalitas,
multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas (Gujarati, 1995:153).
3.12.1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan untuk menguji apakah
data atau suatu model regresi, variabel independen, variabel dependen atau
keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik
memiliki distribusi normal atau mendekati normal.
Uji normalitas data dilakukan dengan Kolmogorov Smirnov, dengan
ketentuan bila probabilitas > 0,05 : data distribusi normal. Selain itu normalitas
39
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
40/44
data suatu model regresi dapat diidentifikasi dari gambar Scatter Plot. Apabila
Scatter Plot membentuk atau mendekati garis diagonal, maka distribusi data
model regresi dapat dikatakan normal.
3.12.2. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya
hubungan linear yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel
independen dari model yang diteliti (Gujarati, 1995:157). Multikolinieritas akan
mengakibatkan kesalahan standarnya menjadi tidak terhingga, sehingga
menimbulkan bias spesifikasi.
3.12.3. Autokorelasi
Autokorelasi disebut juga sebagai korelasi serial yaitu korelasi yang terjadi
di antara anggota observasi yang berbentuk time series. Gujarati (1995:201),
menyatakan bahwa autokorelasi adalah kondisi yang berurutan di antara gangguan
yang masuk ke dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi
dalam penelitian ini menggunakan Durbin-Watson test. Autokorelasi terjadi
apabila nilaiDurbin-Watson testnya mendekati 2 dikatakan menjadi autokorelasi.
3.12.4. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model
regresi yang homoskedastisitas menunjukkan tidak terjadi heteroskedastisitas
artinya variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap.
40
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
41/44
Uji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat sebaran titik-titik
secara acak pada grafik yang tidak membentuk pola tertentu dengan jelas, baik di
atas atau di bawah angka 0 pada sumbu Y.
3.13. Analisa Statistik
3.13.1. Regresi Linear Berganda
Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Linear Berganda,
suatu teknik yang bertujuan untuk mengetahui sumbangan atau pengaruh variabel-
variabel independen terhadap variabel dependen. Regresi berganda digunakan
karena terdapat dua variabel yaitu variabel bebas X (independen) dan variabel
terikat Y (dependen), lalu akan dihitung dengan cara menghitung atau mencari
nilai Y (dependen) yang lain berdasarkan nilai X yang sudah ada. Model
matematis dari analisis regresi berganda adalah:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + e
(Sugiyono, 2007)
Di mana :
Y = kinerja
a. = konstanta
b1...b3 = koefisien regresi
X1 = Karakteristik individu
X2 = Situasi kerja
X3 = Struktur Organisasi
E = Error.
3.13.2. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS Versi
16.0. for windows, dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis yang diajukan.
41
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
42/44
Pengujian hipotesis menggunakan uji statistik dengan cara berikut:
1) Uji Hipotesis I
Uji F : digunakan untuk mengetahui signifikansi seluruh koefisien regresi (secara
simultan) dengan langkah sebagai berikut:
a) Menguji ada tidaknya pengaruh semua variabel bebas (X) secara simultan
terhadap variabel dependen (Y).
(1) Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, berarti tidak ada pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen.
(2) Ho : b1 b2 b3 b4 b5 = 0, berarti ada pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen.
b) Menentukan tingkat signifikansi (a). Penentuan signifikansi dilakukan dengan
membandingkan F hitung dengan nilai F tabel (yaitu dengan probabilitas
tingkat kesalahan 5% (persen) pada df = (n-k) ; (k-l), di mana n merupakan
jumlah amatan dan k merupakan jumlah sampel) dan jika terdentifikasi:
Fhitung < Ftabel : Ho diterima
Fhitung > Ftabel : Ho ditolak
Gambar 2. Daerah penerimaan hipotesis dengan uji F
42
Ftabel= 2,56
Daerah
penerimaan Ho
Daerah
penolakan Ho
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
43/44
2) Uji Hipotesis II
Uji t : digunakan menguji pengaruh masing-masing variabel secara parsial.
1. Menuju ada tidaknya pengaruh variabel independen tertentu (X) secara
individu terhadap variabel dependen (Y).
Ho = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel dependen.
Ho 0, berarti terdapat pengaruh variabel X terhadap variabel dependen.
2. Menentukan tingkat signifikansi (a). Penentuan signifikansi dilakukan
dengan membandingkan t hitung dengan nilai t tabel (yaitu dengan
probabilitas tingkat kesalahan 5% (persen) pada df = n-k), dengan n
merupakan jumlah amatan dan k merupakan jumlah sampel dan jika
teridentifikasi:
thitung < ttabel : Ho diterima
thitung > ttabel : Ho ditolak
Kesimpulan
a. Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak artinya ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
c. Jika t hitung > = -t tabel, maka Ho diterima artinya tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
d. Jika t hitung < t tabel, maka Ho ditolak artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
43
7/30/2019 Proposal Konflik Kinerja
44/44
3) Uji Hipotesis III
Berdasarkan hasil perhitungan uji t maka dapat ditentukan variabel bebas
yang paling dominan mempengaruhi variabel terikat yaitu dengan melihat
besarnya nilai signifikansi masing-masing variabel terikat. (Nata Wirawan,
2002:304)
Di mana nilai signifikansi t hitung didapatkan pada saat melakukan
pengujian Hipotesis II. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan adalah
dengan cara memilih nilai t hitung yang paling besar.
44
Recommended