View
231
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
PERENCANAAN KAWASAN MINAPOLITAN DALAM MEMANFAATKAN
POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI KABUPATEN ACEH TIMUR
(FIRMAN DANDY / 147003056)
Latar Belakang
Sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 25/2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-undang No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008, Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka
terjadilah perubahan gradual dalam konsep pembangunan nasional. Perubahan
paradigma pembangunan ini setidaknya terlihat dari aspek perencanaan, aspek
pengelolaan sumber daya, dan aspek kelembagaannya. Dalam aspek perencanaan,
telah terjadi perubahan pendekatan dari top-down menjadi bottom-up. Hal ini berarti
bahwa pembangunan nasional harus tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan
keputusan pelaksanaan pembangunan dengan menggunakan dan memanfaatkan
potensi sumber daya secara optimal. Dengan demikian, daerah akan memutuskan pola
dan bentuk kawasan yang akan dikembangkan dengan produk unggulan potensi
daerah dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah.
Dalam rangka memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada
khususnya yang terkait dengan pengembangan perikanan dalam arti luas maka
diupayakan suatu pendekatan melalui produk yaitu perencanaan pengembangan
kawasan perikanan budidaya (Minapolitan). Konsepsi mengenai pengembangan
kawasan perikanan budidaya dalam penataan ruang lebih diarahkan kepada
bagaimana memberikan arahan pengelolaan tata ruang suatu wilayah perikanan,
khususnya kawasan sentra produksi perikanan nasional dan daerah. Perencanaan
pengembangan kawasan perikanan budidaya (minapolitan) merupakan suatu upaya
untuk memanfaatkan lahan/potensi yang ada dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi dalam pengelolaan dan penataan ruang perikaiaan di pedesaan.
Pengelolaan ruang perikanan budidaya adalah arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan perikanan dan usaha-usaha
berbasis perikanan lainnya dalam skala nasional, sedangkan pengelolaan ruang
kawasan sentra produksi perikanan nasional dan daerah merupakan arah kebijakan
dan strategi pemanfaatan ruang bagi peruntukan perikanan secara umum.
Kriteria Umum Minapolitan
Konsep kawasan adalah wilayah yang berbasis pada keanekaragaman
fisik dan ekonomi tetapi memiliki hubungan erat dan saling mendukung satu sama
lain secara fungsional dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kawasan sentra perikanan budidaya (minapolitan) merupakan kota
perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha
minabisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan perikanan di wilayah sekitarnya.
Kawasan sentra perikanan terdiri dari kota perikanan dan desa-desa sentra
produksi perikanan yang ada disekitarnya dengan batasan yang tidak ditentukan
oleh batasan administratif pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan
memperhatikan skala ekonomi kawasan yang ada.
Pengelolaan ruang diartikan sebagai kegiatan pengaturan, pengendalian,
pengawasan, evaluasi, penertiban dan peninjauan kembali atas pemanfaatan ruang
kawasan sentra perikanan.
Program pengembangan kawasan sentra perikanan adalah pembangunan ekonomi
berbasis perikanan yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai
potensi yang ada, utuh dan menyeluruh, berdaya saing, berbasis
kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Kawasan perikanan yang terdapat di
daerah pedesaan harus dikembangkan sebagai satu kesatuan pengembangan
wilayah berdasarkan keterkaitan ekonomi antara desa-kota (urban-rural
linkages), dan menyeluruh hubungan yang bersifat timbal balik yang dinamis.
Adapun Kriteria umum yang menjadi acuan dalam perencanaan pengembangan
kawasan perikanan budidaya (minapolitan) adalah:
1. Penggunaan lahan untuk kegiatan perikanan harus memanfaatkan
potensi yang sesuai untuk peningkatan kegiatan produksi dan wajib
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup serta mencegah
kerusakannya;
2. Wilayah yang sudah ditetapkan untuk dilindungi kelestariannya dengan
indikasi geografis dilarang untuk dialih fungsikan;
3. Kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas
ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian Amdal
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku;
4. Kegiatan perikanan skala besar, harus diupayakan menyerap sebesar
mungkin tenaga kerja setempat;
5. Pemanfaatan dan pengelolaan lahan harus di lakukan berdasarkan
kesesuaian lahan dan RTRW.
Kriteria Khusus Minapolitan
Kriteria khusus pengembangan kawasan perikanan budidaya antara lain adalah:
1. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah;
2. Mempunyai sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong kegiatan
ekonomi sektor lain dalam kawasan itu sendiri maupun di kawasan sekitarnya;
3. Memiliki keterkaitan kedepan (daerah pemasaran produk-produk yang
dihasilkan) maupun ke belakang (suplai kebutuhan sarana produksi) dengan
beberapa daerah pendukung.
4. Memiliki kemampuan untuk memelihara sumber daya alam sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mampu menciptakan kesejahteraan
ekonomi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat.
5. Memiliki luasan areal budidaya esiting minimal 200 Ha
Pengembangan kawasan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sesuai
dengan arah kebijakan ekonomi nasional, yaitu:
1. Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan;
2. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan
kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif
berdasarkan kompetensi produk unggulan di setiap daerah;
3. Memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi, agar mampu
bekerjasama secara efektif, efisien dan berdaya saing;
4. Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman
sumber daya perikanan budidaya dan budaya lokal;
5. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan memberdayakan para
pelaku sesuai dengan semangat otonomi daerah
6. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat daerah (khususnya pembudidaya ikan) dengan kepastian dan
kejelasan hak dan kewajiban semua pihak;
7. Memaksimalkan peran pemerintah sebagai fasilitator dan pemantau
seluruh kegiatan pembangunan di daerah.
Suatu kawasan sentra perikanan budidaya yang sudah berkembang harus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut di dominasi
oleh kegiatan perikanan budidaya dalam suatu sistem yang utuh dan
terintegrasi mulai dari:
a. Subsistem minabisnis hulu (up stream minabusiness) yang mencakup:
penelitian dan pengembangan, sarana perikanan, pemodalan, dan lain-
lain;
b. Subsistem usaha perikanan budidaya (on farm minabusiness) yang
mencakup usaha: pembenihan ikan, pembesaran ikan dan penyediaan
sarana perikanan budidaya;
c. Subsistem minabinis hilir (down stream minabusiness) yang meliputi:
industri-industri pengolahan dan pemasarannya, termasuk perdagangan
untuk kegiatan ekspor,
d. Subsistem jasa-jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi
minabisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, pendidikan,
penyuluhan, infrastruktur, dan kebijakan pemerintah.
2) Adanya keterkaitan antara kota dengan desa (urban-rural linkages) yang
bersifat timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan perikanan
budidaya di pedesaan mengembangkan usaha budi daya (on farm) dan
produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota
menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budi daya dan
minabisnis seperti penyediaan sarana perikanan antara lain: modal,
teknologi, informasi, peralatan perikanan dan lain sebagainya;
3) Kegiatan sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut didominasi oleh
kegiatan perikanan budidaya, termasuk didalamnya usaha industri
(pengolahan) produk perikanan, perdagangan hasil-hasil perikanan
(termasuk perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan minabisnis
hulu (sarana perikanan dan permodalan), minawisata dan jasa pelayanan;
4) Infrastruktur yang ada dikawasan diusahakan tidak jauh berbeda
Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan perikanan budidaya
harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Memiliki sumber daya lahan dan perairan yang sesuai untuk
mengembangkan komoditi perikanan budidaya, yang dapat dipasarkan atau
telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan);
2) Memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan
sistem dan usaha perikanan, seperti misalnya: jalan, sarana
D E S A K OTA KECiL KOTA BESAR/OUTIET
Kedudukan Kawasan Minapolitan Dalam Keterkaitan Kota-Desa-
Pasar
irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi,
fasilitas perbankan, sarana produksi pengolahan hasil perikanan, dan fasilitas
umum serta fasilitas sosial lainnya;
3) Memiliki sumber daya manusia yang mau dan berpotensi untuk
mengembangkan kawasan perikanan budidaya secara mandiri.
Pembangunan kawasan adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan
hubungan saling ketergantungan dan interaksi antara sistem ekonomi (economic
system), masyarakat (social system), dan lingkungan hidup beserta sumber daya
alamnya (ecosystem), dimana setiap sistem ini memiliki tujuannya masing-masing.
Secara umum, tujuan dari pengembangan kawasan minapolitan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1.Membangun masyarakat pedesaan, beserta sarana dan prasarana yang
mendukungnya;
2.Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan;
3.Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat;
4.Mendorong pemerataan pertumbuhan dengan mengurangi kesenjangan antar
daerah;
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan konservasi sumber daya
alam untuk kesinambungan pembangunan daerah.
6. Mendorong pemanfaatan ruang desa yang efisien dan berkelaniutan.
Lingkup Wilayah Kabupaten Aceh Timur
Kawasan Minapolitan Kabupaten Aceh Timur meliputi lima kecamatan yang memiliki
batas pantai, yaitu:
I. Kecamatan Darul Aman 1. Meunasah Blang 2. Seunebok Aceh3. Bagok Dana Sa4. Teupin Drum5. Matang Pineng6. Kuala Idi cut7. Seunebok Baroh
8. Kp. Keude9. Gampong Baru10. Beunot
II. Kecamatan Idi Rayeuk 1. Alu Dua Muka O2. Alu Dua Muka S3. Tanjong Kapai4. Seuneubok Rambung5. Uleu Blang6. Calok Geulima7. Kuala Peudawa Puntong8. Teupin Jaring9. Alue Tengkorak10. Seuneubok Rayeuk11. Kampong Baro
III. Kecamatan Idi Timur 1. Matang Rayeuk PP2. Matang Rayeuk3. Matang Bungong
IV. Kecamatan Peudawa 1. Kampoeng keudee2. Matang Reyeuk3. Alue ei itam4. Kampoeng Kuala5. Paya dua6. Kampoeng keudee
V. Kecamatan Peureulak Barat 1. Alue Bu Jalan Baroh2. Alue Bu Jalan3. Paya Gajah
Kebutuhan Prasarana Penunjang Minapolitan
Didalam penerapan konsep minapolitan, akan dikembangkan suatu strategi penataan
ruang baru yang secara keseluruhan memiliki arah utama pada tuingkat pelayanan dan
penyebaran pembangunan di sepanjang kawasan pesisir pantai, termasuk pengembangan ruang
dan pengembangan sistem perekonomian masyarakat setempat agar didapatkan suatu hasil yang
maksimal dengan pengembangan wilayah yang efisien.
Salah satu kebutuhan dalam pengembangan suatu wilayah adalah adanya dukungan
Prasarana Dasar, tentunya prasarana yang akan dikembangkan di lokasi minapolitan ini sedikit
berbeda dengan pegembangan prasarana dasar kota yang bisasanya dikembangkan dalam
penataan ruang perkotaan, perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan orientasi pengembangan,
jika di dalam perencanaan pengembangan perkotaan umum, lebih berorientasi pada posisi
penduduk sebagai dasar perhutungan kebutuhan prasarana dasar yang memiliki standar
pengembangan yang sudah baku, namun dalam perencaan prasarana dasar minapolitan lebih
cenderung direncanakan terhadap kemungkinan pengembangan perekonomian pantai dan
sebagian dari prasarana dasar ini memiliki kriteria yang belum distandarisasi secara umum
(generalisasi).
Kebutuahn prasaran yang akan dikembangkan di kawasan minapolitan ini, sebagian
sudah ada, namun sebagian masih memerlukan pengkajian ulang, baik untuk besaran maupun
untuk lokasi penempatan, yang diperlukan ini meliputi :
• Jalan pelabuhan
Jalan ini merupakan akses terdekat menuju pelabuhan, jalan sudah dibuat pada saat ini
fisiknya sudah 80 %. Untuk selanjutnya jalan ini beroperasi 24 jam secara penuh baik
untuk melayani bongkar muat barang, maupun pasokan kebutuhan operasional
pelabuhan samudra
• Jalan penghubung
Jalan penghubung yang dimaksud adalah jalan yang menghubungkan ”jalan
pelabuhan” dengan jalan propinsi, jalan ini hampir secara keseluruhan tidak memenuhi
persyaratan sebagai jalan penghubung, selain badan jalan nya sempit juga terlalu
banyak belokan yang akan mempersulit manuver kendaraan angkutan ukuran besar,
untuk pengembangan jalan ini diperluka pembebasan lahan disepanjang jalan
penghubung.
• Jalan sirkulasi dan pengaturan lalu-lintas
Pertemuan antara jalan penghubung dengan jalan propinsi merupakan suatu simpul
yang diperkirakan akan mengalami kendala terutama pada jam-jam sibuk, sehigga
pada simpul ini diperlukan pengaturan sirkulasi lalu lintas yang baik agar tidak terjadi
kecelakaan atau hambatan yang berarti.
Pola pengaturan lalu lintas ini bisa dengan cara mengalokasikan lalu lintas satu jalur
penuh, pengaturan satu jalur periodik, atau bahkan bisa dengan mengalihkan sirkulasi,
kesemuanya itu memerlukan pengkajian khusu dalam penentuan-nya
• Pelayanan Air Bersih
Umumnya pelayanan air bersih dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang akan
dilayaninya, di kawasan minapolitan ini, cara perhitungan seperti itu hanya akan
memenuhi sebagia saja dari kebutuhan total, dengan demikian perhitungan kebutuah
air bersih yang akan dilaksanakan bukan berdasarkan jumlah penduduk namun
berdasarkan jumlah fasilitas pendukung serta jumlah pengunjung yang diangap
sebagai penduduk yang memerlukan pelayanan pada siang hari saja (setengah
kebutuhan pelayanan), untuk memenuhi kebutuhan air bersih ini mungkin juga
diperlukan terobosan baru dengan membangun instalasi pengolah air bersih mandiri
yang terpisah-pisah, cara ini selain memudahkan pengontrolan/pemantauan, juga bisa
memangkas biaya pendistribusian air bersih.
• Pelayanan Energi Listrik
Dengan adanya wacana pembanguan, tentunya akan dikembangkan berbagai fasilitas
yang enderung membutuhkan adanya pasokan energi listrik yang jauh lebih besar lagi,
sementara ini untuk beberapa lokasi di pantai Kabupaten Aceh Timur pelayanan
jaringan listrik belum bisa dipenuhi secara keseluruhan, dengan demikian diperlukan
sutu terobosan baru dala penambahan pasokan energi listrik ini, apakah dengan
menggaunakan pembangkit terapung atau jenis pemabngkit listrik lainya yang dapat
memenuhi perkembangan kebutuhan di masa depan berkaitan dengan penerapan
konsep minapolitan.
• Pelayanan Telekomunikasi
Meski sekarang ini dalam berkomuniaksi jarak jauh boleh dikatakan tidak terdapat
hambatan, namun pada kondisi tertentu apalagi jika berkaitan dengan komunikasi antar
negara, tetap saja memerlukan adanya jaringan komunikasi resmi yang jauh lebih
murah (fax/telegram/internet), sedangkan untuk komunikasi lokal bisa di dukung oleh
komunikasi nir kabel/celluler
• Fasilitas Bangunan Pendukung
Kondisi eksisting bangunan penunjang yang akan dimanfaatkan sebagai p[usat-pusat
pelayanan minapolitan sebagian sudah terbangun dan beroperasi, namun masih uga
diperlukan semacam bangunan (front office) yang dapat menapung dan melayani
sirkulasi kegiatan perekonomian minapolitan secara terpisah dan berdiri sendiri,
bangunan ini akan menampung kegiatan dan pelayanan informasi bagi pembeli (buyer)
maupun pemasok (supplyer), dengan tata cara dan ketentuan yang diberlakukan di
kawasan minapolitan, dari bangunan ini informasi mengenai harga harian, jumlah stok
ikan yang ada di gudang dan rencana penyebaran dan pendistribusian barang
dilaksanakan. Bangunan ini bisa dilengkapi dengan fasilitas perbankan (BPD)
misalnya untuk menjaring pergerakan/aliran dana yang bisa menjadi asupan baru bagi
pendapatan daerah.
Selain bangunan tersebut yang lebih utama adalah tersedianya bangunan gudang
penyimpanan ikan (cool storage), dimana dalam bangunan ini diatur sirkulasi
pemasukan dan pengeluaran komoditas berdasarkan permintaan, penyimpanan maupun
berdasarkan waktu penyimpanan, bangunan ini memerlukan pasokan energi listrik
yang cukup besar terutama untuk mengaktifkan sistem pendingin yang akan
berlangsung secara terus menerus.
Selain Pelabuhan induk (pelabuhan samudra) terdapat beberapa pelabuhan kecil lainya
di sepanjang kaewasan minapolitan ini, kondisi pelabuhan kecil ini beragam ada yang
80% fisiknya sudah terwujud ada juga yang baru 20% saja terwujud, masih diperlukan
adanya semacam pendekatan dengan masyarakat nelayan terutama kepada pemilik
tambak (pemilik tanpa surat) agar mau merelakan tambak yang lokasinya persisi di
depan pelabuhan sebagai areal untuk manuver perahu penagkap ikan keluar masuk
pelabuhan, kondisi ini menunjukkan bahwa secara faktual fasilitas yang sudah tersedia
di kawasan minapolitan Kabupaten Aceh Timur, memang sudah memiliki arah
pengembangan yang signifikan dalam mendukung pengembangan konsep minapolitan
secara keseluruhan.
Recommended