View
217
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
layouter: nuryono
RADAR SURABAYA l RABU, 31 MEI 2017 HALAMAN 62
MESKI Surabaya me rupakan Kota Metropolitan, namun sisa sejarah tetap ter jaga. Tengok saja Kampung Lawas Maspati, yang terletak di derah Bubutan.
Kampung Lawas Maspati diresmikan tahun lalu. Alasannya, kampung Maspati wajib dijaga, kare na banyak peninggalan se jarah di sana. Salah satunya adalah adanya makam Mbah Buyut Suruh. Yakni makam pasangan suami istri Raden Karyo Sentono dan Mbah Buyut Suruh, yang diyakini sebagai kakek dari Prabu Sa wunggaling. “Dua pasangan ini dikenal memi liki jiwa sosial yang ting gi,” ujar Ketua RW 8 Kam pung
SATU lagi kampung legendaris di Surabaya. Ya, kam pung Ketandan. Kampung ini berada di kawasan Jalan Tunjungan.
Akses masuk ke kampung Ketandan cukup indah. Meski aksesnya be rupa gang kecil yang le bar nya sekitar dua meter, te tapi pandangan mata ini akan dibuat terpana. Be ragam goresan mural nan ceria seolah menjadi pe nyambut tamu yang da tang.
Di Ketandan, ada pula masjid AnNur yang dibangun ta hun 1914. Arsitekturnya masih kuno, dengan dua pin tu kayu membuat sua sana masjid tampak adem. “Dulu, awalnya ini adalah langgar (mu
shola). Na mun, sudah lama menjadi masjid,” ujar Ketua RW kampung Ketan dan, Indra Bagus.
Ada juga joglo tua terbuat dari kayu, didominasi warna coklat. Beberapa pil ar besar kokoh me nyangga bangunan berse jarah. Jo glo tersebut sering digunakan sebagai tempat per temuan penting. Bahkan, pada saat Prepcom III UN Habitat tahun lalu, Risma menyambut tamu kehormatan di joglo tua ini.
Tepat di belakang joglo, terdapat makam Mbah Buyut Tondo yang dipercaya sebagai sesepuh kampung Ke tandan. “Sampai saat ini makam terus kami ra wat,” jelasnya. (gus/nug)
Ketandan,Kampung Tua di Surabaya
Kampung Lawas Maspati, Bubutan, Surabaya
Maspati, Sabar Swastono. Makam tersebut hingga ki
ni masih terjaga. Hal itu membuat nuansa kuno pada kampung lawas ini sangat terasa.
Di kampung itu pula,
terdapat Rumah Ongko Loro. Rumah ini dibangun ta hun 1907, dan arsitekturnya masih asli dan terjaga sampai kini. Dulunya, rumah ini digunakan Sekolah Rakyat (SR). Tujuannya, untuk mengu rangi warga yang buta huruf kala itu. “Kami memang selalu merawat dan menjaga kondisi rumah ongko loro ini,” lanjut pria 69 tahun ini.
Kesan lawas kampung itu makin terasa karena banyak pula rumah rumah tua di sana. Usia bangunan ratarata lebih dari 75 tahun. Gaya arsitekturnya se derhana. Pengunjung yang datang ke sana pun, seolah dibawa ke mesin waktu. Mereka bak berada
dalam masa lalu, saat Belanda maupun Jepang masih berkuasa. Nuansa kuno itu dipadu apik dengan sentuhan modern. beberapa mural tampak
menghiasi. Rumah kuno juga tak lepas dari goresan mural. Paduan klasik dan modern ini membuat anda wajib berkunjung ke Kampung Lawas Maspati.
“Maspati me rupakan representasi ke besaran Belanda dan Je pang di Surabaya. Kam pung ini mampu menjaga budaya dan kearifan lokal biar tidak punah,” terangnya.
Upaya melestarikan bu daya, juga tampak di kam pung ini. Tak sulit melihat anak bermain permainan tra disional, seperti engkle hing ga egrang. “Ini yang bakal membuat budaya dan kea rifan lokal Surabaya tetap terjaga,” kata Sabar. (gus/nug)
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
USAHA: Sejumlah warga Kampung Lawas Maspati, Surabaya, saat berkegiatan membuat handy craft.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
DOLANAN: Sejumlah anak bermain di depan makam Mbah Buyut Tondo, yang merupakan leluhur di kampung lawas Ketandan.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
TURIS: Pada hari-hari tertentu, Kampung Lawas Maspati di-kun jungi wisatawan asing, yang disuguhi jajanan tradisional.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
TERHORMAT: Pendopo Balai Budaya Cak Markeso yang berada di tengah-tengah kampung Ketandan, sempat menjadi destinasi penyelenggaraan Prepcom 3 saat digelar di Surabaya.
ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
LAWAN PENJAJAH: Salah satu tempat tinggal pejuang veteran, yang juga dijadikan sebagai markas pejuang Surabaya.
Recommended