View
119
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
HD
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti
ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa
merupakan terapi pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney
atau dialyzer). Biasanya di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap
kali hemodialisa dibutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat
dialysis lainnya ada yang dilakukan hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama
dialysis 4 jam.
Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat – zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat
melalui membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal.
Hemodialisis sering disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa
terbukti dapat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup penderita gagal ginjal terminal. Dalam suatu proses hemodialisis, darah
penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer
mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah
mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu dialisat mengalir diluar
serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya
proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik
melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif ke dalam
kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah
ke dalam cairan dialisat. Hal ini dapat bermanfaat untuk menyedot kelebihan cairan
tubuh dan sampah-sampah sisa hasil metabolik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang ini
telah dilaksanakan pada banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
yang kompartemen darahnya adalah kapiler selaput semipermeabel (hollow fibre
kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur tertinggi sampai
sekarang adalah 14 tahun.
1
II. DEFINISI
Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah
sedangkan dialisa adalah pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa
menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang
dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini
dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis
yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeable.
Menurut Price dan Wilson, dialisa merupakan suatu proses solute dan
air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari
kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa
peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip
dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke
larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan
tertentu.(15)
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox, hemodialisa didefinisikan
sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran
semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan
untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan
melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar
dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran.
Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi
dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode
yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika
Serikat.(17)
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus
yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan
untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar
dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke
aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula
arteriovenosa) melalui pembedahan.(13)
2
III. INDIKASI
Hemodialisa sebagai terapi penyakit ginjal end-stage digunakan lebih
dari 300.000 orang di Amerika Serikat. Standarisasi terapi ini dimulai pada
tahun 1973 oleh beberapa ahli seperti Kolff, Merrill, Sribner dan Schreiner.
Terapi ini juga mempertimbangkan segi pendidikan, pekerjaan, dan kondisi
kesehatan pasien. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan terapi
berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah
tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau
memperlihatkan gejala klinis lainnya. Penderita tidak boleh dibiarkan terus
menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari
tidak dilakukan lagi.(1)
Klasifikasi Penyakit Ginjal KronikStadium Fungsi Ginjal Laju Filtrasi Glomerulus
(mL/menit/1,73m2)Risiko meningkat Normal > 90, terdapat faktor risikoStadium 1 Normal atau meningkat > 90, terdapat kerusakan ginjal,
proteinuria menetap, kelainan sedimen urin, kelainan kimia darah dan urin, kelainan pada pemeriksaan radiologi.
Stadium 2 Penurunan ringan 60-89Stadium 3 Penurununan sedang 30-59Stadium 4 Penurunan berat 15-29Stadium 5 Gagal Ginjal <15
Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerolus (LFG)
kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia
atau malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi
khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,
asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.(4,5,14)
3
Thiser dan Wilcox menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya dimulai
ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan
kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia
dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa. (17)
Elektif Hemodialisa CITO Hemodialisa
Sindrom uremia Hiperkalemia
HT sulit dikontrol Edema paru
Overload cairan / CHF Asidosis metabolik berat
Persiapan preoperasi Overdosis obat
Oligouria – anuria 3-5 hari Perikarditis / efusi perikard
Profilaksis dini :
Kreatinin > 8-12 mg%
BUN 100 – 123 ng%
Koma
Tabel 2. Indikasi Hemodialisa
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis
adalah laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari < 15 mL/menit,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai pemeriksaan tanda
dan gejala serta pemeriksaan laboratorium, sebagai berikut :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
Penderita dapat mengalami gangguan kesadaran. Adanya gangguan asidosis
metabolik dan atau gejala sindrom uremia seperti mual, muntah dan
anoreksia. Tanda – tanda overload cairan seperti edem, sesak napas akibat
edema paru, serta adanya gangguan jantung. Penderita juga dapat
mengeluhkan sulit kencing (anuria) lebih dari 5 hari.
b. Pemeriksaan Laboratorium ditemukan :
Kreatinin serum > 8 mg/dL
Ureum darah > 200 µ/dL
4
Hiperkalemi
pH darah < 7,1
IV. KONTRAINDIKASI
Menurut Thiser dan Wilcox, kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi
hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi
infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan
keganasan lanjut.(14)
V. AKSES VASKULAR
Akses vaskular sangat penting pada prosedur hemodialisis dengan
tujuan untuk menghubungkan sirkuit darah pasien dengan membran dializer.
1. Akses vaskular sementara
Metoda ini melalui pembuluh darah vena yaitu femoral dan vena
jugularis interna. Kerugian metoda ini pasien kurang nyaman, 3 kali
tusukan vena femoral per minggu, tidak boleh bergerak selama 5 jam
sesi dialisis, mungkin perdarahan bila salah sasaran tusukan (arteri
femoralis). Kendala teknik akses vena femoral terutama pasien dengan
edema anasarka dan keadaan darurat medik. Akses vaskular melalui
vena jugularis interna dengan menggunakan silastic twin catheter atau
double lumen catheter merupakan metoda cukup memuaskan dan
nyaman untuk pasien. Metoda ini dapat digunakan untuk beberapa
minggu sampai fistula AV standar siap untuk dipakai prosedur
hemodialisis.
2. Akses vaskular permanen
2.1. Fistula arteriovenosa (AV) standar
5
Belding H. Sribner dkk. pertama kali menggunakan akses vaskuler
permanen bentuk external arteriovenous (AV) shunt. Kelemahan
teknik ini sering menimbulkan masalah; seperti infeksi, ruptur akibat
trauma, sering menganggu kehidupan sehari-hari. Cimino dan
Brescia (1966) menganjurkan teknik baru yaitu internal
arteriovenous (AV) shunt. Pada saat ini telah tercapai kesepakatan
universal bahwa subcutaneous arteriovenous radiocephalic fistula
merupakan metoda pilihan pertama untuk akses vaskular.
2.2. Metode alternatif
Pada pasien usia lanjut terutama disertai diabetes kegagalan fistula
AV sering dijumpai setelah bertahun-tahun menjalani hemodialisis
reguler. Kegagalan fistula ini mungkin disebabkan proses
aterosklerosis. Maka diperlukan teknik lain, yaitu autogenous atau
allogenous vein grafts dan prosthetic.
3. Komplikasi arteriovenosa
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain : stenosis,
clotting, infeksi (lokal maupun sistemik), aliran darah berlebihan
(resiko high-output failure), iskemia distal, aneurisma venosa
dilatasi, perdarahan akibat ruptur aneurisma, edema lengan atau
tungkai akibat stenosis vena sentralis, dan hematoma lokal.
VI. PROSES HEMODIALISA
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi,
osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan
melaui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki
konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif
yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Karena pasien tidak dapat
6
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovelemia (keseimbangan cairan).
Sistem tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan
berdifusi dari cairan dialisat ke dalam darah pasien dan mengalami metabolisme
untuk membentuk bikarbonat. Darah yang sudah dibersihkan kemudian
dikembalikan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena.
Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu
saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk
menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa
metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan
hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang
akan masuk ke dalam mesin hemodialisa. Hemodialisa dilakukan pada penyakit
gagal ginjal terminal yaitu dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung
ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah
pasien dialirkan dan dipompa ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput
permiabel buatan (artificial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen
dialisat dialairi cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan
komposisi elektrolit yang sama dengan serum normal dan tidak mengandung
sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan
mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi
yang tinggi kearah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama
di kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialysis, air juga berpindah dari
kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan
tekanan hidrostatik negative pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air
disebut dengan ultrafiltrasi.(1,2,3,4)
Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan
hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat
dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah
dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan
menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur
7
tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga
meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa
dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan
dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk
mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin
juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood
(QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik.
Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat
untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung
udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke
dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka
hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm
untuk berbagai parameter.(12,13,15)
Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran
semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain
untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah dialisat
ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan
sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut
kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah
tabung-tabung kecil ini, dan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini
sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya
banyak tabung kapiler.(7,8,9,15)
Menurut PERNEFRI waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan
dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan
frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu
dengan QB 200–300 mL/menit. Pada akhir interval 2–3 hari diantara
hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi.
Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah
merah rusak dalam proses hemodialisa.
8
Price dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan
meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal.
Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau
masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa
rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar
dari 4 sampai 6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan
keadaan pasien.(15)
VII. KOMPOSISI DIALISAT
Cairan dialysis adalah cairan yang digunakan pada proses hemodialisa,
terdiri dari campuran air dan elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir
sama dengan serum normal dan mempunyai tekanan osmotic yang sama dengan
darah. Fungsi cairan dialysis adalah mengeluarkan dan menampung cairan serta
sisa-sisa metabolisme dari tubuh, serta mencegah kehilangan zat-zat vital dari
tubuh selama dialisa.
Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati
komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki
gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Urea,
kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke
dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Kerugian
cairan asetat adalah bersifat asam sehingga dapat menimbulkan suasana asam di
dalam darah yang akan bermanifestasi sebagai vasodilatasi. Vasodilatasi akibat
cairan asetat akan mengurangi kemampuan vasokonstriksi pembuluh darah
yang akan diperlukan tubuh untuk memperbaiki gangguan hemodinamik yang
terjadi selama hemodialisis. Keuntungan cairan bikarbonat adalah dapat
memberikan bikarbonat ke dalam darah yang akan menetralkan asidosis yang
biasa terdapat pada pasien gagal ginjal terminal dan tidak menimbulkan
vasodilatasi. (15)
9
Cairan dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau
zat antara lain :
1. NaCl / Sodium Chloride
Natrium merupakan determinan utama osmolalitas dialisat. Konsentrasi
natrium dalam dialisat paling sedikit harus sama dengan plasma untuk
mencegah kehilangan natrium akibat proses difusi. Dialisat hiponatremi
dapat menyebabkan episode hipotensi, sakit kepala dan kram otot. Pada
umumnya konsentrasi natrium dalam dialisat sekitar 140 mmol/L sudah
cukup untuk eleminasi cairan sebanyak 3-4 L tanpa efek samping.
2. CaCl2 / Calium Chloride
Konsentrasi kalium dalam dialisat 2 mEq/L, digunakan untuk
mengeluarkan retensi kalium selama periode antar hemodialisis dan
selama prosedur hemodialisis 4-5 jam. Konsentrasi kalium dapat
ditingkatkan sampai 3-4 mEq/L sesuai kebutuhan, khususnya
hipokalemia pada akhir sesi hemodialisis untuk mencegah cardiac
arrhytmia terutama pasien usia lanjut.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride
Hipermagnesemia akut dapat menyebabkan gangguan konduksi
atrioventrikular dan intraventrikular, dan depresi sistem saraf.
Hipermagnesemia kronik mempunyai peranan pada patogenesis
osteodistrofi renal dan kalsifikasi jaringan ikat. Rekomendasi
konsentrasi magnesium dalam konsentrat dialisat 0,5-0,75 mmol/L (1,15
mEq/L).
4. Kalsium
Konsentrasi kalsium dalam dialisat harus cukup tinggi untuk mencegah
keseimbangan negatif selama hemodialisa. Konsentrasi kalsium dalam
dialisat 3,25 – 3,5 mEq/L.
5. Asetat
Presipitasi bikarbonat mungkin didapatkan karena keberadaan ion
kalsium dan magnesium. Upaya untuk mencegah presipitasi bikarbonat
10
diperlukan subsitusi sumber sodium asetat sebagai salah satu pilihan
alternatif. Pada pasien hemodialisis maximum acetate utilization rate
diperkirakan 3,0 – 3,5 mmol/kg/jam. Bila digunakan high-efficiency
dialyzer, kecepatan pergerseran asetat dari dialisat mungkin melebihi
kemampuan metabolisme hepar sehingga menyebabkan hiperasetatemia.
Presentasi klinik hiperasetatemia meliputi hipotensi, kram otot, sakit
kepala, mual dan muntah.
6. Bikarbonat
Bikarbonat merupakan zat pengganti yang penting dalam cairan dialisis,
karena lebih fisiologis untuk koreksi asidosis metabolik dibandingkan
dengan dialisat asetat. Berbeda dengan dialisat asetat, konsentrasi
bikarbonat darah dan pH meningkat gradual selama prosedur
hemodialisa dan kenaikan pasca hemodialisis dapat dihindari sehingga
pasien bebas dari gejala. Rekomendasi konsentrasi bikarbonat dalam
cairan dialisis 26-36 mmol/L.
7. Klorida
Konsentrasi anion klorida sama dengan konsentrasi total kation
(terutama natrium) minum konsentrasi asetat atau anion bikarbonat
untuk mempertahankan electrochemical neutrality dari cairan dialisis.
Rekomendasi konsentrasi klorida dalam dialisat bervariasi antara 105
dan 120 mEq/L.
8. Glukosa
Hemodialisis menggunakan dialisat bebas glukosa (glucose free
dialysate). Sejumlah glukosa akan bergeser dari darah ke kompartemen
dialisat diperkirakan 25-30 g setiap kali prosedur hemodialisa.
Kehilangan glukosa selama prosedur hemodialisis mungkin
menyebabkan dialysis associated symptoms seperti sakit kepala,
mual,dan muntah pasca hemodialisa. Bila prosedur hemodialisis
menggunakan dialisat tanpa glukosa tubuh akan kehilangan aminoacid
cukup tinggi yaitu 10 gram per sesi hemodialisis. Kehilangan aminoacid
11
dibatasi hanya sekitat 1-3 gram per sesi hemodialisis bila menggunakan
cairan dialisis mengandung glukosa. Aminoacid wasting bersama
dengan peningkatan katabolisme protein dapat merangsang kehilangan
glukosa ke kompartemen dialisat, dan mungkin diikuti keseimbangan
negatif protein. Rekomendasi konsentrasi glukosa dalam cairan dialisis
antara 1-2 gram/L untuk pasien nefropati diabetik dan usia lanjut.
Dialysat bikarbonat dan/atau dialisat mengandung glukosa diduga
merupakan media subur untuk pertumbuhan bakteri dan pembentukan
endotoksin, merupakan resiko tinggi dialysate contamination. Teknik
disinfeksi ketat disertai pemeliharaan mesin hemodialisis dan sirkuit
water treatment sangat penting. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah
ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam
dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia.
Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi yang
tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat
perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.
VIII. MANAJEMEN PASIEN HEMODIALISA
1. Sesi hemodialisis pertama
Durasi hemodialisis pertama harus singkat (2 atau 3 jam) untuk mencegah
penurunan drastis konsentrasi urea serum dan sindrom disequilibrium.
2. Monitoring selama sesi hemodialisis berikutnya
2.1. Vascular connection
Insersi jarum arterial harus lebih distal dari insersi venosa untuk
mencegah resirkulasi darah.
2.2. Heparinisasi
Pada proses dialisis terjadi aliran darah di luar tubuh. Pada keadaan ini
akan terjadi aktivasi sistem koagulasi darah dengan akibat timbulnya
bekuan darah. Karena itu pada dialisis diperlukan pemberian heparin
12
selama dialisis berlangsung. Ada tiga teknik pemberian heparin, yaitu
teknik heparin rutin, heparin minimal, dan bebas heparin. Pada teknik
heparin rutin, teknik yang sering digunakan sehari-hari, heparin
diberikan dengan cara bolus diikuti dengan continous infusion. Pada
keadaan dimana resiko perdarahan sedang atau berat digunakan teknik
heparin minimal dan teknik bebas heparin. Contoh beberapa keadaan
risiko perdarahan berat misalnya pada pasien dengan perdarahan
intraserebral, trombositopenia, koagulopati, dan pascaoperasi dengan
perdarahan.
2.3. Aktivitas pasien
Pasien dapat beraktivitas seperti membaca, menonton, dan lain-lain.
Namun sebaiknya dibatasi.
2.4. Pengawasan klinik selama sesi hemodialisis
Tekanan darah, denyut nadi, tekanan pada blood line dan dialisat dan
ultrafiltration rate harus selalu dicatat, berat badan pre dan pasca
hemodialisis.
3. Komplikasi intradialitik
3.1. Komplikasi teknik
Resiko Teknik Presentasi Klinik
Udara masuk sirkuit darah Emboli udara
Dialisat hipotonik Hemolisis masif
Dialisat hipertonik Hipernatremia, haus, sakit kepala,
bendungan paru dan kejang
Dialisat overheated Hemolisis dan pembekuan darah
Pertukaran bikarbonat dengan
konsentrasi acid
Alkalosis hebat
Diskoneksi tabung darah Perdarahan, kolapse
13
3.2. Komplikasi terkait hemodialisis
3.2.1. Hipotensi terkait hemodialisis
Etiologi paling sering berhubungan dengan penurunan volume
plasma, kegagalan efek vasokontriksi, dan faktor jantung
terutama pada pasien nefropati diabetik dan usia lanjut.
Manajemen hipotensi disertai kram otot : ultrafiltration rate
dan blood flow rate dikurangi, pasien posisi trendelenberg,
berikan infus garam fisiologis 100-500 ml, atau garam
hipertonis sebanyak 10-20 ml dalam waktu 3-5 menit.
3.2.2. Kram otot
Kram otot (betis) disebabkan penurunan volume CES akibat
peningkatan ultrafiltation rate atau konsentrasi Na dalam
konsentrat tidak adekuat. Pemberian garam fisiologis atau
hipertonis merupakan terapi pilihan pertama.
3.2.3. Mual, muntah dan sakit kepala
Tidak jarang merupakan salah satu presentasi klinik
disequilibrium syndrome.
3.2.4. Sakit dada
Harus dicurigai sebagai kegawat daruratan yang berhubungan
dengan angina, infark miokard, atau perikarditis, atau
berhubungan dengan hemolisis akut atau reaksi anafilaktoid.
3.2.5. Gatal
Etiologi deposit kristal kalsium-fosfor (hiperparatiroidisme),
kulit kering, alergi terhadap obat (heparin), dan pelepasan
histamin. Terapi kausal dan simptomatis (diphenhydramine,
ketotifen).
3.2.6. Febris
Berhubungan dengan reaksi pirogen atau infeksi
mikroorganisme.
14
4. Komplikasi interdialitik
Komplikasi selama periode antar hemodialisis lebih sering berhubungan
dengan gangguan keseimbangan air dan elektrolit (natrium dan kalium).
Presentasi klinik dengan bendungan paru akut, asidosis, dan hiperkalemia,
merupakan keadaan darurat medik memerlukan terapi hemodialisis akut.(15)
5. Pemantauan evaluasi jangka panjang
Setiap pasien baru dilakukan penilaian yang meliputi pemeriksaan fisik
lengkap dan penunjang sebagai berikut : (14)
Darah perifer lengkap
Elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca, P)
HBsAg
Anti HCV, HIV
Foto dada
EKG/Ekokardiografi
Bila tidak ada indikasi khusus, maka dilakukan pemeriksaan sesuai
jadwal berikut ini :
Na, K, Ca, P, Ureum (tiap 3 bulan)
SI, TIBC, Ferritin
HBsAg, Anti HCV, analisa gas darah, EKG (tiap 6 bulan)
Ekokardiografi (tiap 3 tahun)
Pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan adalah :
Mg (khusus untuk aritmia) dan PTH tiap tahun
Radiologik, densitometer tulang dan HIV pada keadaan khusus.
IX. DIALISIS PERITONEAL
15
Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu
penanganan pasien GGA maupun GGK, menggunakan membran peritoneum
yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi.
Keuntungan dialisis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara
teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup efisien dan tidak memerlukan
fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan di setiap rumah sakit. Dialisis
peritoneal dapat berupa :
a) Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD). Dilakukan 3-5 kali perminggu
dan tiap kali dialisis selama 8-14 jam. Jadi pada prinsipnya sama seperti
HD kronik hanya waktu yang diperlukan setiap kali dialisis lebih lama
karena efisiensinya jauh dibawah HD.
b) Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD). Dilakukan tiap hari dan
dilakukan waktu malam hari, penggantian cairan dialisat sebanyak 3-4
kali. Cairan dialisis terkahir dibiarkan dalam kavum peritoneum selama
12-14 jam. Pada waktu malam cairan dialisis dibiarkan dalam kavum
peritoneum selama 2,5-3 jam.
c) Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Dilakukan 3-5 kali
per hari, 7 hari per minggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam
kavum peritoneum (dwell-time) lebih dari 4 jam. Pada umumnya dwell-
time pada waktu siang 4-6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam. CAPD
memberikan klirens ureum sama dengan yang dicapai HD 15 jam per
minggu.
Untuk dialisis peritoneal akut biasa dipakai stylet-catheter (kateter
peritoneum) untuk dipasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum,
sehingga ujung kateter terletak dalam cavum Douglasi. Setiap kali 2 liter cairan
diaisis dimasukkan dalam kavum peritoneum melalui kateter tersebut.
Membran peritoneum bertindak sebagai membran dialisis yang memisahkan
antara cairan dialisis dalam kavum peritoneum dan plasma darah dalam
pembuluh darah di peritoneum. Sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin,
16
kalium, dan toksin lain yang dalam keadaan normal dikeluarkan melalui ginjal,
pada gangguan faal ginjal akan tertimbun dalam plasma darah. Karena
kadarnya yang tinggi akan mengalami difusi melalui membran peritoneum dan
akan masuk dalam cairan dialisat dan dari sana akan dikeluarkan dari tubuh.
Sementara itu setiap waktu cairan dialisat yang sudah dikeluarkan diganti
dengan cairan dialisat yang baru.
Susunan cairan dialisat mengandung elektrolit dengan kadar seperti
pada plasma darah normal. Komposisi elektrolit cairan dialisat bervariasi. Pada
umumnnya cairan dialisat tidak mengandung kalium, karena tujuannya untuk
mengeluarkan kalium yang tertimbun karena terganggunya fungsi ginjal. Bila
DP dilakukan pada pasien dengan kadar kalium dalam batas normal, untuk
mencegah terjadinya hipokalemia, dalam cairan dialisat dapat ditambahkan
kalium 3,5 – 4,5 mEq/liter cairan dialisat. Heparin ditambahkan dalam cairan
dialisat dengan tujuan untuk mencegah pembentukan fibrin yang dapat
mengganggu aliran cairan, biasanya diberikan pada permulaan dialisat dengan
dosis 500-1000 U tiap 2 liter cairan.
Indikasi pemakaian DP, antara lain GGA, GGK, gangguan
keseimbangan cairan, elektrolit, atau asam basa, intoksikasi obat atau bahan
lain, keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya. Kontraindikasi
absolut tidak ada. Kontraindikasi relatif yaitu keadaan yang kemungkinan
secara teknis akan mengalami kesulitan atau memudahkan terjadinya
komplikasi seperti gemuk berlebihan, perlengketan peritoneum, peritonitis
lokal, operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi, kelainan
intraabdomen yang belum diketahui sebabnya, luka bakar dinding abdomen
yang cukup luas terutama bila disertai infeksi atau perawatan yang tidak
adekuat.
Komplikasi dapat berupa komplikasi mekanis, komplikasi metabolik
dan komplikasi radang. Komplikasi mekanis yaitu perforasi organ abdomen,
perdarahan yang dapat menyumbat kateter, gangguan drainase (aliran cairan
dialisat), bocornya cairan dialisat, serta perasaan tidak enak dan sakit dalam
17
perut. Komplikasi metabolik yaitu gangguan keseimbangan cairan, eletrolit, dan
asam basa, gangguan metabolisme karbohidrat pada pasien DM, kehilangan
protein yang terbuang lewat cairan dialisat, dan sindrom disequilibrium.
Komplikasi radang yaitu infeksi alat pernapasan, sepsis, dan peritonitis.(3)
X. SARAN DAN KESIMPULAN
Hemodialisa merupakan pengganti terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan
keseimbangan air dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan
kompartemen larutan dialisat melalui selaput semipermeabel yang bertindak
sebaagai ginjal buatan. Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat
nitrogen yang toksik dari dalam darah pasien ke dializer tempat darah tersebut
dibersihkan dan kemudian dikembalikan ketubuh pasien. Ada tiga prinsip yang
mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Bagi
penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik
atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien.
Dialisis peritoneal adalah salah satu bentuk dialisis untuk membantu
penanganan pasien GGA maupun GGK, menggunakan membran peritoneum
yang bersifat semipermeabel. Melalui membran tersebut darah dapat difiltrasi.
Keuntungan dialisis peritoneal bila dibandingkan dengan hemodialisis, secara
teknik lebih sederhana, cukup aman serta cukup efisien dan tidak memerlukan
fasilitas khusus, sehingga dapat dilakukan di setiap rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Wijaya, Awi Mulyadi;dr. Rabu, 27 Januari 2010.
http://www.infodokterku.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:terapi-pengganti-ginjal-atau-
renal-replacement-therapy-rrt&catid=29:penyakit-tidak-
menular&Itemid=18. Terapi Pengganti Ginjal atau Renal Replacement
Therapy (RRT).
2. Daugridas, JT. Cronic Hemodyalisis Prescription : A Urea Kinetic
Approach. Daugirdas JT, Ing TS (Eds) Handbook of Dialysis 3dh edition by
Lippincott Williams and Willkins Publisers 2000 : 12-47.
3. Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. Hemodialisis. Dalam Buku AJar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi IV,
4. Xue JL, Ma JZ, Louis TA, Collins AJ: Forecast of the number of patients
with end-stage renal disease in the United States to the year 2010. J Am Soc
Nephrol 12:2753-2758, 2001.
5. Albert Lasker : Award for Clinical Medical Research. J Am Soc Nephrol
13:3027-3030, 2002.
6. Kinchen KS, Sadler J, Fink N, et al: The timing of specialist evaluation in
chronic kidney disease and mortality. Ann Intern Med 137:479-486, 2002
7. Vanholder R, De Smet SR: Pathophysiologic effects of uremic retention
solutes. J Am Soc Nephrol 10:1815-1823, 1999.
8. Jonathan Himmelfarb, MD. Hemodialysis Complications. American Journal
of Kidney Disease, vol 45, No.6 (June); 2005: pp 1125-1131.
9. Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien,
Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta.
10. Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC,
Jakarta.
11. Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9.
EGC, Jakarta.
19
12. Havens, L. & Terra, R. P, 2005, Hemodialysis. Terdapat pada:
http://www.kidneyatlas.org.
13. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
14. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi–
Bagian Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.
15. Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
16. Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information,
Terdapat pada: http://www.patients.uptodate.com.
20
Recommended