View
4
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 14
Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT) http://ojs.serambimekkah.ac.id/sjat
Vol. 2 No. 1 Thn. 2020 E-ISSN: 2684-9879
Analysis of Land Supporting Capacity in Development Potential for
Ruminant in Bireuen District
Reza Salima1*, Ika Rezvani Aprita2, Fadlan Hidayat3
1 Prodi Pengelolaan Perkebunan, Politeknik Indonesia Venezuela 2 Prodi Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela
3Prodi Teknologi Pangan, Universitas Serambi Mekkah *Email : reza.salima@poliven.ac.id
Article Info
Article history
Received:
03/17/2020
Received in revised:
05/05/2020
Accepted: 06/29/2020
Abstract
The purpose of this research was to determine thepotential land resource for the forage development. The method used is descriptive
method by direct observation. The results showed that the overall
physiographic conditions of the area in both sites flat to undulating (0-8% slope). All areas are included in the regional development of
farm area (Rantau Panyang and Keude Field) included in the
moderately suitable (S2) with 2 (two) sub-class of S2wa,fh,nr; and
S2wa, fh, lp, nr, in turn, results Actual land suitability evaluation included in the category of moderately suitable land suitability class
(S2) with two sub-classes namely S2wa,fh,lp,nr and S2fh, lp,
nr.There is a difference between areas in the Rantau Panyang and Keude Lapang good views from the species and botanical
composition of the species that dominate in the location of the
Rantau Panyang is Cyperus bifax and Imperata cylindrica in the location of Lapang.
Keywords: land suitability, botanical composition, capacities
Analisis Daya Dukung Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kawasan
Peternakan Ruminansia Di Kabupaten Bireuen
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan potensi sumber daya lahan untuk pengembangan
penghijauan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan observasi langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisiografi keseluruhan area di kedua situs datar hingga
bergelombang (kemiringan 0-8%). Semua area termasuk dalam pengembangan regional area pertanian
(Rantau Panyang dan Keude Field) termasuk dalam kategori sedang cocok (S2) dengan 2 (dua) sub-
kelas S2wa, fh, nr; dan S2wa, fh, lp, nr, pada gilirannya, hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual
termasuk dalam kategori kelas kesesuaian lahan yang cukup cocok (S2) dengan dua sub-kelas yaitu
S2wa, fh, lp, nr dan S2fh, lp, nr. Ada perbedaan antara daerah di Rantau Panyang dan Keude Lapang
pandangan baik dari spesies dan komposisi botani dari spesies yang mendominasi di lokasi Rantau
Panyang adalah Cyperus bifax dan Imperata cylindrica di lokasi Lapang.
Kata kunci: kesesuaian lahan, komposisi botani, kapasitas
S J A T
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 15
PENDAHULUAN
Salah satu strategi utama dalam
pembangunan pertanian yaitu dengan
melakukan Pembangunan kawasan peternakan
yang bertujuan untuk menaikkan kesejahteraan
hidup peternak, menaikkan nilai daya saing
produk pertanian serta dapat memelihara
kelestarian sumber daya pertanian (Saragih,
2000).
Pemerintah Aceh berusaha untuk
mewujudkan hal tersebut dengan langkah
memberikan dukungan kepada para
masyarakat serta pemangku kepentingan pada
daerah yang sangat potensial untuk dilakukan
pembangunan dan pengembangan peternakan,
sebagaimana tercantum dalam Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Peternakan Tahun
2010-2014. Visi yang menjadi landasan dalam
pembangunan peternakan adalah:
“Mewujudkan peternakan yang berdaya saing
dan berkelanjutandengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumberdaya lokal untuk
mewujudkan penyediaandan keamanan
pangan hewani serta meningkatkan
kesejahteraan peternak”.
Sedangkan menurut undang-undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan menyatakan bahwa ruang
lingkup pengaturan penyelenggaraan
peternakan meliputi tanah atau lahan, air,
sumber daya genetik, benih, bibit, bakalan,
pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya,
panen dan pascapanen, pemasaran, dan
pengolahan hasil peternakan.
Hal tersebut harus diselenggarakan
secara sinergis untuk melindungi dan
meningkatkan kualitas sumber daya hewan,
menyediakan pangan yang aman, sehat, utuh,
dan halal serta meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, hewan, dan lingkungan. Selain itu
juga menyediakan jasa dan bahan baku
industri, mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan meningkatkan pendapatan
dan devisa negara, memperluas kesempatan
berusaha dan kesempatan kerja; serta
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kabupaten Bireuen merupakan salah
satu kabupaten di Provinsi Aceh yang memiliki
iklim sesuai untuk pengembangan sektor
peternakan. Daerah ini mempunyai suhu udara
rata-rata 260C dan jumlah hujan yang turun
sekitar 13 hari perbulan.
Usaha pertanian khususnya peternakan
secara umum mewarnai struktur ekonomi
agraris di kawasan ini. Pertanian selama enam
tahun terakhir menjadi tiang ekonomi daerah.
Kontribusinya mencapai47.29% terhadap total
perekonomian daerah. Pada periode tahun
2003-2007, data pertumbuhannya meningkat
rata-rata 4.69% pertahun. Kegiatan beternak
berperan cukup besar terhadap pembangunan
struktur ekonomi Bireuen. Potensi padang
pengembalaan mencapai 5,606 hektar
ditambah kebun rumput 175 hektar milik
masyarakat di sepanjang bantaran Krueng
Peusangan. Populasi ternak besar, kecil, dan
unggas di daerah ini tergolong besar di
Provinsi Aceh. Untuk ternak besar,
pertumbuhan populasinya mencapai 5-6%,
ternak kecil 4-5%, dan unggas 7-8% pertahun.
Data Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewanselama tahun 2003-2007, menunjukkan
jumlah produksi daging jenis sapi
mendekati1000 ton, kerbau 213 ton, kambing
4000 ton, dan daging unggas 1.6 juta ton.Jika
dikaitkan dengan ketentuan pola pangan
harapan, seharusnya konsumsi daging
masyarakat Indonesia sebanyak 10.1 kg per
kapita per tahun. Namun, saat ini masyarakat
di Indonesia baru mengonsumsi protein hewani
sebanyak 4.19 gram per kapita per hari,
sehingga negara kita masih memerlukan impor
daging dan sapi potong sekitar 27-30% untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri (Riady,
2004).
Menurut Susetyo (1980) dalam usaha
peningkatan produksi ternak
ruminansiaterdapat hubungan segitiga antara
lahan, makanan ternak dan ternak yang
merupakan satu kesatuan organis yang tak
terpisahkan dalam usaha tani. Bila salah satu
diantaranya tidak ada maka produksi yang
akan dihasilkan tidak akan memuaskan dan
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 16
mungkin akan menyebabkan kegagalan dalam
usaha. Lahan merupakan modal utama sebagai
tempat hidup ternak ruminansiasekaligus
sebagai penghasil hijauan makanan ternak.
Oleh karena itu agar dapat tercapai produksi
ternak yang optimal diperlukan lahan yang
sesuai sebagai lingkungan ekologis ternak dan
mampu menghasilkan hijauan makanan ternak
dalam jumlah dan kualitas yang cukup dan
kontinyu. Hijauan makanan ternak dapat
bersumber dari padang rumput alam atau
dengan melakukan penanaman hijauan
makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan
dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di
suatu wilayah, dan biasanya ketersediaan
hijauan pakan ternak di Indonesia tidak
tersedia sepanjang tahun, dan hal ini
merupakan suatu kendala yang perlu
dipecahkan ( Hasnudi dan Enizar, 2004 ).
Dalam situasi demikian pemerintah
Kabupaten Bireuen harus melakukan suatu
terobosan yang tepat agar potensi
pengembangan peternakan dapat berkembang
dengan baik. Peluncuran program
pengembangan kawasan peternakan Kabupaten
Bireuen dipusatkan di wilayah Kecamatan
Gandapura dan Kecamatan Juli, karena
kawasan dimaksud berpotensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan peternakan.
Kebijakan dengan kriteria meningkatkan
pertumbuhan pembangunan wilayah pedesaan
itu sangat diperlukan, namun demikian
diperlukan kajian yang mendalam dan
komprehensif tentang karakteristik lahan
seperti arahan kesesuaian lahan, luas areal
meliputi kondisi agrofisik, agroklimat, kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Sampai saat ini belum ada data dan
informasi yang akurat serta dipaparkan tentang
karakteristik lingkungan dan agrofisik kawasan
pengembangan peternakan tersebut dapat
meningkatkan semangat masyarakat dalam
berusaha tani.
Pengembangan kawasan peternakan ini
diharapkan menjadi sektor unggulan dalam
memacu peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat khususnya petani
sekaligus menjadi penggerak utama
pembangunan ekonomi daerah Kabupaten
Bireuen.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas
maka dirasa perlu dilakukan kajian dan
penelitian program pengembangan kawasan
peternakan pada pusat-pusat pertumbuhan
(kawasan agribisnis) yang terpilih di
Kabupaten Bireuen termasuk kawasan
agribisnis berbasis peternakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Gandapura dan Kecamatan Juli Kabupaten
Bireuen. Luas keseluruhan kawasan kajian
dalam penelitian mencapai 180 hektar.
Metode proses pengkajian cepat dengan
mengumpulkan seluruh data dan informasi
dengan melibatkan sasaran kegiatan ini
menjadi pilihan dalam melaksanakan
penelitian ini. Data yang telah diperoleh
kemudian dianalisa secara statistic melalui
pendekatan kualitatif dan kuantitatif, untuk
selanjutnya hasilnya diinterpretasikan serta
melihat kecenderungan yang dihasilkan.
Data primer dikumpulkan melalui
metode observasi langsung (survey) lapangan
untuk mendapatkan gambaran fenomena secara
akurat.Kegiatan yang terlebih dahulu
dilakukan Sebelum survey lapangan yaitu
persiapan-persiapan penyusunan administrasi,
persiapan data dasar dan peta rencana kerja,
penyediaan bahan dan peralatan survey,
sedangkan untuk data sekunder diperoleh
melalui kajian kepustakaan, laporan, jurnal,
dan media elektronik (internet).
Metode survey yang dilakukan pada
penelitian ini memiliki dua tahapan langkah
yaitu sebagai berikut; (1) tahapan pertama
yaitu pra survey atau survey pendahuluan yang
bertujuan untuk memperoleh data sekunder, (2)
tahapan selanjutnya adalah survey utama
(lapangan), dimana pada tahap berfungsi
unntuk mendapatkan data primer dan sampel
tanah untuk dianalisis di Laboratorium.
Metode penentuan sampel tanah dilakukan
dengan cara tanah diambil secara acak pada
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 17
tiap titik yang sudah ditentukan secara taktis
dengan frekuensi pengambilan sekitar 1
sampel per 50 hektar atau ditentukan
berdasarkan heterogenitas wilayah. Sampel
tanah yang dianalisis merupakan contoh tanah
komposit dengan aspek analisis C-org, pH,
tekstur tanah, N, P, K, KB dan KTK.Hasil
analisis sampel tanah di laboratorium,
dipergunakan lebih lanjut untuk dilakukan
analisa dan interpretasi untuk menilai tingkat
kesuburan kimia tanah. Padanan penyusunan
harkat kesuburan tanah merujuk pada kriteria
interpretasi sifat-sifat kimia tanah menurut
PPT (1993).
Evaluasi kesesuaian lahan merupakan
hasil penjabaran data tanah dan fisik
lingkungan yang merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan survey dan
pemetaan tanah. Membandingkan
karakteristik/ kualitas lahan (land
characteristics/ quality) dengan persyaratan
tumbuh tanaman/penggunaan lahan (land use/
crop requirements), pada kondisi ini yaitu
tanaman rumput gajah, setaria, dan kelompok
leguminosa menjadi konsep dasar dalam
penentuan data satuan tanah dan lahan pada
daerah survey yang dianalisis melalui ekstraksi
database land unit.
Pada tahap awal analisis kesesuaian
lahan perlu disusun berbagai tipe penggunaan
lahan (Land Utilization Type) yang disesuaikan
dengan tujuan survey tanah. Dalam
pelaksanaannya membutuhkan rincian kualitas
lahan yang dapat diperinci lagi ke dalam satu
atau lebih karakteristik lahan. Kondisi bio-fisik
dipakai sebagai penentuan kualitas dan
karakteristik lahan dalam analisis kesesuaian
lahan.
Kesesuaian lahan tiap komoditas pada
setiap satuan lahan dibedakan atas 4 kelas,
yaitu; sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai
marginal (S3), tidak sesuai (N) (PPT, 2003).
Satuan lahan yang berupa asosiasi atau
kompleks dapat mempunyai 2 sampai 3 kelas
kesesuaian lahan yang berbeda sehingga untuk
mempermudah penggunaannya dilakukan
penyederhanaan kelas kesesuaian lahan.
Kapasitas tampung ternak ditentukan
berdasarkan ketersediaan pakan atau
ransumdengan memperhatikan aspek-aspek
pendekatan yang telah dilakukan oleh Subagio
dan Kusmartono (1988), yaitu sebagai berikut :
Kuantitas produksi hijau dapatdiperkirakan
dengan menggunakan metode cuplikan yaitu
dengan memakai bingkai yang berbentuk
persegi dengan ukuran 1 meter x 1 meter
sebanyak 20 buah. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak pada lapangan. Jumlah
banyaknya sampel ditentukan dengan melihat
homogenitas lahan dengan kriteria sebagai berikut
yaitu penyebaran produksi, komposisi
botani,serta topografi lahan. Hijauan yang
terdapat pada area didalam bingkai selanjutnya
dipotong lebih kurang 5-10cm diatas permukaan
tanah dan selanjutnya ditimbang beratnya.
Jenis ternak yang digembalakan, spesies
hijauan di padangan, tipe iklim setempat serta
kondisi tanah padangan menjadi dasar
penentuan besarnya Konsep Proper Use
Factor (PUF). Berat nilai PUFuntuk
penggunaan padangan ringan yaitu sebesar25-
30%, untuk penggunaan padang sedang yaitu
sebesar 40 -45%, sedangkan nilai 60 -70%
diperuntukkan untuk penggunaan padang berat.
Metode ini digunakan untukmemperkirakan
produksi hijauan yang dipengaruhi oleh : (a)
Erodibilitas lahan, yaitu sebuah kondisi
dimana suatu lahan sangat mudah mengalami
erosi dengan hamparan vegetasi yang rendah,
Hijauan dipanen tidak boleh terlalu banyak
jumlahnya menjadi solusi terbaik pada jenis
lahan ini. (b) Pola pertumbuhan kembali
hijauan. Kondisi dimana hijauannya memiliki
pola pertumbuhan setelah panen yang lambat,
maka untuk menentukan perkiraan jumlah
ternak yang akan dipelihara sebaiknya tidak
memperhitungkan semua hijauan yang ada.(c)
Prediksi Jenis dan jumlah ternak yang akan
dipelihara, dimana semakin banyak injakan
ternak terhadap rerumputan yang disebabkan
oleh banyaknya jenis dan jumlah ternak yang
mengakibatkan tidak 100% hijauan yang ada
dapat dikonsumsi ternak.
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 18
Perkiraan kebutuhan luas tanah per
bulan,didasari pada kemampuan ternak
mengkonsumsi hijauan.Contoh : Seekor ternak
sapi dewasa membutuhkan 35 kilogram
rumput per hari (10% dari bobot badan) maka
per bulan diperlukan 35 kilogram x 30 = 1050
kilogram (1.05 ton) hijauan. Bila produksi
hijauan 8 ton per hektar, maka luas lahan
yang dibutuhkan seekor sapi dewasa per
bulan adalah 1.05/8 = 0.13 hektar.
Memprediksi kebutuhan luas tanah per
tahun. Suatu padangan memerlukan waktu
agar hijauan yang telah dikonsumsi ternak
tumbuh kembali dan siap untuk digembalai
lagi. Periode waktu ini disebut sebagai periode
istirahat. 70 hari merupakan waktu istirahat
yang dibutuhkan oleh suatu kawasan padang
rumput tropika yang sudah digembalai
selama 30 hari. Untuk memperkirakan
kebutuhan luas tanah per tahun digunakan
rumus Voisin yaitu sebagai berikut :
(Y - 1) s = r
dimana :
Y = Angka konversi luas tanah yang
dibutuhkan per tahun terhadap
kebutuhan per bulan
s = Periode merumput
r = Periode ist irahat
Perhitungan kapasitas tampung ternak
jenis sapi, kambing atau domba dapat
menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh
Reksohadiprodjo (1985). Jenis ternak memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan kebutuhan
konsumsi pakannya. Menurut Reksohadiprodjo
(1984), ternak herbivora membutuhkan 8
kilogram BK/hari/ST.
Kapasitas Tampung Padangan Alam.
Produksi hijaun yang dapat dikonsumsi
menjadi dasar penentuan kapasitas tampung
padang rumput alam. Urutan perhitungan
adalah sebagaiberikut (Reksohadiprodjo,
1985):
Produksi Hijauan kilogram per hektar =
Rata-rata BB cuplikan (kg/m2)*104 m2/ha
Hijauan tersedia (kilogram per hektar) = PUF
* Produksi hijauan (kg/ha)/tahun
Pada penelitian ini penggunaan lahan
padang penggembalaan atau Proper Use Factor
(PUF) diasumsikan pada tingkat yang sama pada
kedua Kawasan, Gandapura dan Juli yakni 45 %
karena pada umumnya kelas tanah yang
dilaokasikan untuk peternakan termasuk
golongan sedang dan ringan.
Kebutuhan hijauan (berat basah) perbulan
diasumsikan 1.176 kg/ST yang didasarkan atas
kebutuhan bahan kering sebesar 8 kg/hari/ST
(BB = 350 kg).
Y adalah angka konversi luas tanah yang
dibutuhkan dari per bulan menjadi per tahun
sebesar 3.33 berdasarkan rumus Voisin yaitu :
Y = (R/S) + 1
dengan S adalah lama periode merumput yang
ditentukan selama 30 hari, dan R adalah lama
periode istirahat yang ditentukan selama 70
hari.
Dari hasil perhitungan nilai kapasitas
tampung, maka dapat dihitung kapasitas
tampung total dan kapasitas tampung bagi sapi
atau kambing yaitu sebagai berikut :
Kt = K * L
Dimana :
K = Kapasitas Tampung (ST/ha)
Kt = Kapasitas tampung total (ST)
L = Luas padang rumput alam (ha)
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Lokasi dan Potensi
Agrofisik
Kabupaten Bireuen merupakan salah
satu Kabupaten di Provinsi Aceh hasil
pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara yang
dibentuk dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 1999, dengan letak
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 19
geografis pada 40.54’ – 50.18’ lintang utara dan
0960.20’ – 0970.21’ bujur timur. Klasifikasi
iklim wilayah Kabupaten Bireuen menurut
pembagian Mohr, Schimidt dan Ferguson
termasuk iklim C dengan nilai Q = 48.33%
(Lakitan, 1994).
Curah hujan di wilayah Bireuen berkisar
122.99 mm per bulan, dengan rata-rata hari
hujan 13 hari per bulan. Pada bulan Oktober
sampai Desember mempunyai curah hujan
bulanan mencapai maksimal dengan curah
hujan tertinggi 254.2 mm per bulan.
Sedangkan jumlah curah hujan paling rendah
terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan
sebesar 34.4 mm per bulan.Rata-rata suhu
udara bulanan 260C, bulan-bulan terpanas
terjadi pada bulan Maret-April dan Mei.
Kondisi iklim yang demikian meyebabkan
terbentuknya habitat vegetasi padang
penggembalaan yang banyak dimanfaatkan
oleh peternak sebagai tempat menggembalakan
ternaknya.
Sedangkan lokasi kawasan
pengembangan peternakan sebagai objek
penelitian terpilih yaitu Desa Rantau Panyang
Kecamatan Juli dan Desa Keude Lapang
Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen.
Letak secara administrasi lokasi
penelitianmasing-masing kawasan
pengembangan peternakan disajikan pada peta
Gambar 1.
Luas Kabupaten Bireuen secara
keseluruhan adalah 1,931.49 km2 atau
193,149.47 ha. Kawasan pengelolaan
peternakan rencananya dipusatkan Kabupaten
Bireuen meliputi areal seluas 180 ha. Kawasan
tersebut meliputi 2 (dua) desa yakni Rantau
Panyang dan Keude Lapang. Adapun luas
wilayah kawasan pengembangan peternakan di
Kabupaten Bireuen dirinci berdasarkan desa
dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Rencana Pengembangan Kawasan Peternakan
Beserta Luas Arealnya
Kecamatan Desa Luas Wilayah
(Ha)
Persentase
(%)
J u l i
Gandapura
Rantau Panyang
Keude Lapang
70,00
110,00
38,89
61,11
Jumlah 180,00 100,00
Sumber : Karakteristik Lahan Bireuen
Gambar 1. Peta orientasi lokasi pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli dan Ganda Pura
Kab. Bireuen
Gambar 2. Peta lokasi pusat rencana
pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli
Kab. Bireuen
Gambar 3. Peta lokasi rencana pengembangan kawasan peternakan Kec. Ganda Pura Kab.
Bireuen
Lahan-lahan yang ditunjukkan pada
Tabel 1. Diperuntukkan untuk penggunaan
seperti lahan perkebunan HMT, dan lahan
pengembalaan. Lokasi rencana pengembangan
kawasan peternakan di Kecamatan Juli dan
Gandapura secara administrasi disajikan pada
peta Gambar 2 dan 3.
Kawasan pengembangan terletak di
Kawasan Krueng Simpo Desa Rantau Panyang
Kecamatan Juli diarahkan untuk
pengembangan ternak ruminansia (sapi dan
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 20
kambing). Daerah ini dikhususkan sebagai
kawasan pengembangan pembibitan (breeding
center) ternak sapi dengan luas wilayah
pengembangan HMT mencapai70 hektar.
Desa Keude Lapang Kecamatan Gandapura,
dengan luas kawasan sekitar 110 hektar
menjadi daerah pengembangan II, wilayah ini
ditujukan sebagai kawasan pembibitan ternak
ruminansia, pengembangan padang
pengembalaan dan penyediaan hijauan
makanan ternak dengan penanaman rumput
dengan sistem pola cut dan carry, serta
dukungan pengembangan sentra pemasaran
ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen.
3.2. Fisiografi dan Penggunaan Lahan
Hasil analisis digitasi peta landsat
(2005) yang disertai hasil pengamatan dan
pengukuranlapangan dengan menggunakan
abney level diketahui bahwa areal rencana
pengembangan kawasan peternakan Kabupaten
Bireuen di masing-masing lokasi mempunyai
fisiografi dari datar sampai berombak
dengankemiringan lahan dari 0-8%.
Pengembangan kawasan di Desa Rantau
Panyang Kecamatan Juli mempunyai fisiografi
yang lebih lengkap yaitu bentuk tanah datar
sampai bergelombang, sedangkan wilayah
pengembangan kawasan di Desa Keude
Lapang Kecamatan Gandapura mempunyai
fisiografi datar. Fisiografi lahan areal
pengembangan kawasan peternakan Kabupaten
Bireuen dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa areal
pengembangan kawasan peternakan di Desa
Rantau Panyang Kecamatan Juli
mempunyaibentuk fisiografi berbukit dengan
kemiringan lahan mencapai 15-25%,
sedangkan di Desa Keude lapang Kecamatan
Gandapura mempunyai bentuk wilayah datar
sampai bergelombang dengan kemiringan
lahan 0-8%.Pada kedua lokasi tersebut,
terdapat juga daerah lahan yang dapat menjadi
persedian untuk pengembangan kawasan
peternakan Kabupaten Bireuenpada masa yang
akan datang yaitu areal lahan kering yang
berupa, tanah tandus, padang alang – alang
serta semak belukar yang masih terdapat
disekitar Desa Keude Lapang. Tabel 2. Luas wilayah dan fisiografi areal pengembangan
kawasan peternakan Kabupaten Bireuen
Kecamatan Desa Fisiografi Lereng
(%)
Luas
Ha %
Juli
Rantau
Panyang
Berbukit
15-25
70.00
38,89
Gandapura
Keude
Lapang
Datar -
Bergelombang
0-8
110,00
61,11
Total 180 100
Sumber : Hasil digitasi peta landsat dan pengamatan lapangan
3.3. Kesesuaian Lahan
Kesesuaiaan lahan adalah kecocokan
suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Kesesuian lahan biasanya dievaluasi untuk
dapat dilihat pada kondisi saat ini (present)
atau setelah diadakan perbaikan
(improvement). Analisis kesesuaian lahan
merupakan interpretasi data tanah dan fisik
lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan survey dan pemetaan tanah.
Data satuan tanah dan lahan di daerah
survey digunakan dalam analisis melalui
ekstraksi database land unit, dimana dengan
melihat perbandingan karakteristik/kualitas
lahan (land characteristics/quality) dengan
persyaratan tumbuh tanaman/penggunaan
lahan (land use/crop requirements) yaitu
tanaman hijauan makanan ternak (HMT)
dalam kasus penelitian ini.
Hasil analisis sampel tanah komposit
pada setiap lokasi pengembangan kawasan
peternakan Kabupaten Bireuenmenunjukkan
nilai yang hampir sama antara daerah satu dan
daerah lainnya. Pada Tabel 3 dapat dilihat
hasil analisis beberapa sifat fisika dan kimia
tanah.
Tabel 3 memperlihatkan bahwa sifat
kimia tanah lokasi pengembangan kawasan
peternakan Kabupaten Bireuen yang berada di
daerah Kecamatan Juli, dan Kecamatan
Gandapura hampir sama. Kapasitas tukar
kation (KTK) berkisar antara 18.00 sampai
dengan 19.10 me per 100 gram tanahdan
tergolong dalam kategori sedang, dan untuk K-
dd tanah mempunyai kriteria sedang dengan
nilai 0.34-0.38 me per 100gram. Range nilai
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 21
persentase kejenuhan basa (KB) berkisar
antara 31.60% s/d 35.80% dan tergolong dalam
kriteria rendah sampai sedang, pH tanah agak
masam yaitu berkisar antara 5.35 sampai
dengan5.63 dengan kriteria masam sampai
agak masam, dan kandungan C-organik tanah
tergolong dalam kriteria rendah dengan nilai
1.12% sampai dengan 1.15%.
Tabel 3. Hasil analisis sifat kimia sampel tanah komposit
areal pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen
Karakteristik Tanah Kawasan
Juli Gandapura
KTK (me/100g) 19,10 18,00 Kejenuhan Basa (%) 35,80 31,60
pH (H2O) 5,35 5,63 C-Organik (%) 1,15 1,12 K-dd (me/100g) 0,38 0,34
Kelompok Tekstur Agak Halus Agak halus
Sumber:Hasil analisis Laboratorium Analisis Tanah dan
TanamanFakultas Pertanian Unsyiah
Hasil analisa data juga menunjukkan
bahwa secara umum status kesuburan tanah di
lokasi areal pengembangan kawasan Desa
Rantau Panyang Kecamatan Juli dan Desa
Keude Lapang Kecamatan Gandapura
termasuk dalam kriteria rendah
Analisis kesesuaian lahan untuk
pengembangan tanaman Hijauan Makanan
Ternak (HMT) di areal pengembangan
kawasan peternakan Kabupaten Bireuen
memperlihatkan hasil terdiri dari jenis
kelompok rumput-rumputan (Gramineae) dan
leguminosa (Leguminoseae). Petunjuk
penyusunan kelas kesesuaian lahan untuk jenis
– jenis komoditi merujuk pada kriteria yang
dikeluarkan oleh PPT tahun 2003.
Tabel 4 memperlihatkan hasil evaluasi
lahan secara aktual untuk hijauan makanan
ternak jenis rumput-rumputan di daerah
pengembangan kawasan peternakan Kabupaten
Bireuen. Berdasarkan Tabel tersebut
menunjukkan bahwa semua areal yang berada
pada daerah pengembangan kawasan
peternakan (Rantau Panyang Kecamatan Juli
dan Keude Lapang Kecamatan Gandapura)
termasuk dalam kelas cukup sesuai (S2)
dengan 2 (dua) sub kelas yaitu S2wa,nr; dan
S2wa,fh,lp,nr (peta Gambar 4 dan 5).
Tabel 4. Kelas Kesesuaian lahan aktual untuk
tanaman rumput-rumputan di areal pengembangan
kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Kelas/Sub
Kelas Kesesuaian
Luas
Kecamatan Desa ha %
Juli S2wa,nr Rantau
Panyang
70,0 38,89
Gandapura S2wa,fh,lp,nr Keude
Lapang
110,0 61,11
Total 180 100
Sumber: Hasil analisis
Keterangan : wa = ketersediaanaAir; nr =retensi hara;
fh =bahaya banjir; lp = penyiapan lahan
Gambar 4. Peta kesesuaian lahan aktual untuk
hijauan makanan ternak (HMT) di daerah
pengembangan kawasan peternakan Kec. Juli Kab. Bireuen
Gambar 5. Peta kesesuaian lahan aktual untuk
hijauan makanan ternak (HMT) didaerah
pengembangan kawasan peternakan Kec. Gandapura Kab. Bireuen
Ketersediaan air terutama pada musim
kemarau dengan rata-rata curah hujan tahunan
1463.08 mm per tahun, dan lamanya banjir < 1
bulan), serta tingkat kesuburan tanah yang
rendah menjadi faktor pembatas utama yang
menjadi ciri dari Lahan-lahan dengan sub kelas
S2wa,nr. Jenis tipe lahan ini di kawasan
Rantau Panyangmemiliki sebaran dengan total
luas areal mencapai 70.00 hektar (38.89%).
Selain faktor pembatas penggunaan
yang telah diuraikan diatas, Lahan-lahan yang
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal. 14 - 26 2020 | 22
termasuk dalam kategori sub kelas
S2wa,fh,lp,nr mempunyai faktor pembatas
tambahan. Faktor pembatas penggunaan lahan
untuk budidaya tanaman rumput-rumputan
dimaksud adalah kondisi lahan yang
menyangkut dengan penyiapan lahan yang
berupa batuan permukaan yang mencapai 5-
15% dengan ukuran beragam antara <0.5 -
1.5cm2. Lahan sub kelas ini terdapat di dalam
kawasan Keude Lapang dengan luas areal
110.00 hektar (61.11%).
Hasil evaluasi kesesuaian lahan aktual
untuk areal pengembangan tanaman hijauan
makanan ternak dari kelompok tanaman jenis
leguminosa dapat dilihat pada Tabel 5, dari
Tabel tersebut dapat diketahui bahwa lahan
pengembangan kawasan peternakan Rantau
Panyang dan Keude Lapang termasuk dalam
kategori kelas kesesuaian lahan cukup sesuai
(S2) dengan dua sub kelas kesesuaian yaitu
S2nr dan S2fh,lp,nr.
Tabel 5. Kelas Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman jenis Leguminosa pada areal pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Kelas/Sub
Kelas Kesesuaian
Luas
Kecamatan Desa ha %
Juli S2nr Rantau Panyang
70,00 38,89
Gandapura S2fh,lp, nr Keude Lapang
110,00 61,11
Total 180 100
Sumber: Hasil analisis
Keterangan : nr =retensi hara; fh =bahaya banjir;
lp = penyiapan lahan
Lahan-lahan untuk penanaman hijauan
makanan ternak dari jenis Leguminosa dengan
tipe sub kelasS2nr ini terdapat di kawasan
Rantau Panyang dengan total luas areal
mencapai 70.00 ha (38.89%). Lahan tipe ini
memiliki tingkat kesuburan yang rendah
sebagai faktor pembatas penggunaan lahan.
Lahan dengan sub kelasS2fh,lp,nri
hanya terdapat di kawasan Keude Lapang
dengan luas areal mencapai 110.00 hektar
(61.11%), dimana faktor lingkungan menjadi
faktor pembatas penggunan lahan pada jens
lahan dengan sub kelas ini. Selain faktor
pembatas yang sudah diuraikan diatas jenis
tipe lahan ini memiliki faktor pembatas lainnya
yang berupa kondisi lahan yang berupa batuan
lepas yang tersebar pada permukaan tanah
dengan persentase berkisar 5-15% yang dapat
mempengaruhi penyiapan lahan.
3.4. Kapasitas Tampung
Vegetasi Hijauan yang terdapat dilokasi
pada umumnya sama yakni ; Cyperus bifax,
Cyperus rotundus, Themeda arguens, Panicum
maximum, Imperata cylindrica, Star grass dan
Brachiaria decumbens, dengan komposisi
botani masing-masing spesies seperti terlihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Botani (%) Spesies Hijauan di areal
pengembangan kawasan peternakan Kabupaten Bireuen Lokasi
Spesies Hijauan Rantau Panyang
Keude
Lapang Cyperus bifax (Rumput teki) 34,67 30,05
Themeda arguen* (Rumput merayap) 10,41 11,08 Cyperus rotundus* (Rumput teki) 22,67 20,40 Panicum maximum* (Rumput benggala) 10,89 - Imperata cylindrica* ( Alang-alang) 16,98 38,47 Star grass* (Rumput bintang) 2,22 -
Brachiaria decumbens* (Rumput BD) 2,16 -
Jumlah 100,00 100,00
* Jenis yang lebih disukai
Sumber : Hasil Survey
Tabel 6 memperlihatkan adanya
perbedaan antara areal di Desa Rantau
Panyang dan Desa Keude Lapang baik dilihat
dari spesies dan komposisi botaninya. Pada
areal pengembangan peternakan di Desa
Rantau Panyang terlihat memiliki jumlah
spesies hijauan yang lebih banyak
dibandingkan dengan padangan di Desa Keude
Lapang. Namun hanya satu spesies yang
terlihat tidak disukai, sedangkan paling disukai
oleh ternak ruminansia yaitu Themeda Arguen,
Cyperus rotundus, Panicum maximum,
Imperata cylindrica, Star grass dan Brachiaria
decumbens. Produksi hijauan keempat spesies
ini sebesar 3.704 kg/ha atau sekitar 65,33%
dari seluruh produksi hijauan. Sedangkan di
Desa Keude Lapang terdapat tiga spesies yang
dikonsumsi oleh ternak ruminansia yaitu
Themeda Arguen, Cyperus rotundus dan
Imperata cylindrica. Produksi ketiga spesies
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 23
-
ini sebesar 2926 kilogram per hektar atau
sekitar 69.95% dari seluruh produksi hijauan.
Sementara itu berdasarkan komposisi
botaninya, terlihat pada tabel 6 bahwa spesies
hijauan yang mendominasi di lokasi Desa
Rantau Panyang adalah Cyperus bifax sebesar
dengan komposisi sebesar 34.67%. Sedangkan
spesies hijauan yang mendominasi lokasi Desa
Keude Lapang adalah Imperata cylindrica
dengan komposisi sebesar 38.47%. Bila dilihat
dari spesies hijauan yang dikonsumsi ternak
ruminansia, nampak bahwa jenis hijauan di
kedua lokasi tersebut termasuk dalam jenis
rerumputan (graminae) dan sedikit sekali
ditemukan hijauan jenis legume.Kenyataan ini
secara umum mencerminkan rendahnya
kualitas hijauan di areal pengembangan
peternakan Kabupaten Bireuen.
Berdasarkan hasil diatas, maka dapatlah
dikatakan bahwa padangan di Desa Keude
Lapang memiliki kualitas dan kuantitas hijauan
yang lebih rendah dari padangan di Desa
Rantau Panyang. Secara kualitas terlihat bahwa
jumlah atau keragaman spesies rumput yang
dikonsumsi ternak ruminansia di padangan
Keude Lapang lebih sedikit dari pada
padangan Rantau Panyang Keragaman spesies
ini tentunya berpengaruh terhadap kualitas gizi
HMT, karena semakin tinggi keragaman
hijauan yang dikonsumsi maka cenderung
semakin tercukupi pula kelengkapan zat-zat
makanan yang dibutuhkan oleh ternak.
Sedangkan secara kuantitas terlihat
bahwa terdapat perbedaan produksi hijauan di
padangan Desa Keude Lapang dan padangan
Rantau Panyang, masing-masing yaitu sebesar
3704 kg per ha dan 2926 kg per ha. Bila
dibandingkan dengan data dari Dinas
Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kabupaten
Bireuen (2008) pada beberapa lokasi padang
pengembalaan yang ada yaitu sebesar 2175-
18550 kg per ha, maka kedua padangan ini
masih didalam kisaran angka ini.
Perbedaan produksi hijauan anatar
kedua padangan ini diduga karena kandungan
air dan jenis tanahnya. Seperti diketahui bahwa
di desa Rantau Panyang memiliki daerah
berupa rawa dangkal yang tidak dimiliki
padangan di desa Keude Lapang. Bagian rawa
ini menyebabkan kandungan air tanah di
padangan Rantau Panyang menjadi lebih tinggi
dari pada padangan di Keude Lapang sehingga
air lebih mudah dipergunakan oleh tanaman
atau hijauan dalam proses pertumbuhannya.
Menurut Soetanto dan Soebagio (1998)
keadaan tanah yang terlampau kering
menyebabkan tanah lebih kuat menahan air
sehingga tanaman tidak dapat mengambil dan
mempergunakannya.
Selanjutnya berdasarkan hasil
pengamatan dilapangan, jenis tanah padang
pengembalaan di Desa Rantau Panyang adalah
Alluvial dan Desa Keude Lapang adalah Pod
solid merah kuning. Adanya perbedaan jenis
tanah antara kedua lokasi ini tentunya terjadi
pula perbedaan keadaan fisik dan tingkat
kesuburannya. Soetanto dan Soebagio (1998)
menyatakan bahwa fisik tanah akan
berpengaruh terhadap produksi tanaman
makanan ternak. Perbedaan tingkat kesuburan
juga diduga menjadi penyebab adanya
spesifikasi jenis hijauan yang dapat tumbuh
dengan baik di suatu daerah dan pada akhirnya
berpengaruh terhadap produksi hijauannya.
Hasil penghitungan kapasitas tampung
padangan pada kedua lokasi penelitian
berdasarkan produksi hijauan yang dapat
dikonsumsi ternak ruminansia terlihat pada
tabel 7.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa
kapasitas tampung pada kedua lokasi masing-
masing adalah 0.43 ST per ha dan 0.34 ST per
ha. Hasil ini menunjukkan bahwa pada lokasi
padangan Desa Rantau Panyang memiliki
kapasitas tampung yang lebih besar daripada
lokasi padangan di Desa Keude Lapang.
Sedangkan kapasitas tampung total kedua
lokasi tersebut sebesar 0.76 ST per ha. Dan
bila dibandingkan dengan kapasitas tampung
daerah tropik pada umumnya yaitu sebesar 2-7
ha per ST per tahun atau 0.14-0.5 ST per ha
per tahun (Mc Illroy, 1977) maka lokasi
padangan Desa Rantau Panyang memiliki
kapasitas tampung yang lebih tinggi,
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 24
-
sedangkan pada lokasi padangan Desa Keude
Lapang mempunyai kapasitas tampung yang
lebih rendah walau masih dalam kisaran
tersebut. Sementara Reksohadiprodjo (1985)
kapasitas tampung padangan yang baik yaitu
sebesar 2.5 ST per ha per tahun.
Tabel 7. Kapasitas Tampung Lahan HMT di kabupaten
Bireuen
Lokasi
Kapasitas Tampung
(ST per ha)
Kapasitas Tampung Total (ST
per ha)
Kapasitas Tampung
Total (ekor)
Rantau Panyang Keude Lapang
0,43 0,34
29,76 36,95
60 74
Total 0,76 66,71 133
Sumber: Hasil Analisis Lapangan
Tabel 7 juga memperlihatkan bahwa
kapasitas tampung total lokasi padangan Desa
Rantau Panyang adalah sebesar 29.76 ST per
ha atau 60 ekor ternak. Sedangkan pada lokasi
padangan Desa Keude Lapang adalah sebesar
36.95 ST per ha atau 70 ekor ternak.
Rendahnya kapasitas tampung ternak di
Kabupaten Bireuen ini tentunya disebabkan
karena produktivitas hijauan yang masih
rendah. Makin tinggi produksi hijauan suatu
areal, maka makin tinggi pula kapasitas
tampung atau jumlah ternak yang dapat
digembalakan (Reksohadiprodjo, 1985).
Bila dibandingkan antara kebutuhan
hijauan dengan kapasitas tampung kedua
lokasi penelitian 133 ekor, maka dapatlah
dikatakan bahwa terjadi keadaan under grazing
atau jumlah ternak yang ada lebih sedikit
daripada kapasitas tampung kedua lokasi
tersebut.
Keadaan under grazing mempunyai
pengaruh buruk terhadap hijauan. Hal ini
karena hijauan tersedia lebih banyak dari
hijauan yang dikonsumsi sehingga
menyebabkan hijauan akan menjadi tua dengan
kualitas rendah (kandungan protein kasar
rendah dan serat kasar tinggi) dan kurang
palatabel. Untuk mengatasi keadaan under
grazing ini perlu adanya suatu upaya
peningkatan jumlah atau populasi ternak
ruminansia. Upaya ini dapat dilakukan salah
satunya dengan pengembangan ternak
ruminansia secara kawasan.
3.5. Prioritas dan Arahan Pengembangan
Faktor penghambat penggunaan lahan
bersifat relatif permanen sehingga sangat sulit
untuk dimanipulasi pada skala lapangan, hal
ini yang menyebabkan prioritas dan arahan
pengembangan pada kelas kesesuaian lahan
aktual tidak dapat ditingkatkan kelas
kesesuaiannya menjadi satu tingkat atau lebih
tinggi dari kelas kesesuaian lahan sebelumnya.
Unsur iklim dan rata – rata curah hujan
tahunan merupakan bagian dari kondisi
lingkungan yang menjadi faktor pembatas.
Faktor – faktor ini yang sulit untuk
dimanipulasi untuk peningkatan tingkat
kesesuain lahan.Faktor – faktor kendala lain
seperti bahaya banjir atau genangan, kondisi
batuan permukaan serta tingkat kesuburan
tanah masih memungkinkan untuk
dimanipulasi meskipun dengan tingkat input
yang tinggi. Penanganan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi faktor – faktor kendala diatas
dengan melakukan pembuatan saluran
drainase dalam jumlah yang cukupuntuk
menghindari bahaya banjir atau genanangan,
Penghambat penyiapan lahan untuk
penanaman Hijauan Makanan Ternak (HMT)
dapat ditangani dengan melakukan dengan
praktek minimum tillage (olah tanah
minimum), Pemupukan lahan dengan
menggunakan pupuk alam maupun buatan
menjadi salah satu solusi permasalahan dari
tingkat kesuburan tanah yang rendah
Walaupun hasil penelitian menunjukkan
kedaaan under grazing di lokasi
pengembangan peternakan Kabupaten Bireuen,
namun disisi lain terlihat bahwa kapasitas
tampungnya relatif rendah terutama di
padangan di Desa Keude Lapang. Hal ini
nampak dari kualitas dan kuantitas hijauan
yang rendah. Oleh karena itu, upaya yang perlu
dilakukan selain meningkatkan populasi ternak
adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas
hijauan makanan ternak di lokasi
pengembangan. Peningkatan kuantitas
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 25
-
(produksi) hijauan secara langsung akan
meningkatkan kapasitas tampung.
Dalam rangka peningkatan lokasi
pengembangan peternakan di Kabupaten
Bireuen, maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan guna meningkatkan kuantitas dan
kualitas hijauannya yaitu :
1. Penanaman hijauan jenis legum. Hal ini
karena hijauan jenis legum pada umunya
memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi
daripada jenis rumput. Namun karena
jenis leguminosa mempunyai batasan
dalam penggunaanya, hendaknya
diperhatikan komposisinya dengan
rumput. Sebagai acuan dapat
dipergunakan perbandingan rumput dan
legum seperti yang direkomendasikan
Susetyo (1980), bahwa suatu padangan
yang ideal memiliki komposisi spesies
hijauan yang terdiri dari 60% rumput dan
40% legum. Selanjutnyan menurut
Skerman (1977) jenis leguminosa dapat
mengatasi erosi setinggkat dibawah hutan,
karena memiliki akar yang kuat dan dalam
2. Peningkatan keragaman spesies hijauan,
baik dari jenis legum maupun rumput.
Semakin tinggi keragaman spesies hijauan
yang dikonsumsi maka cenderung
semakin tercukupi kelengkapan zat-zat
makanan yang dibutuhkan.
3. Pembangunan/pengembangan sumber-
sumber air terutama pada lokasi
pengembangan di Desa Keude Lapang
Kecamatan Gandapura. Hal ini karena air
sangat dibutuhkan oleh tanaman/hijauan
dalam proses pertumbuhannya.
KESIMPULAN
Luas Kabupaten Bireuen secara
keseluruhan adalah 1.931,49 km2 atau
193.149,47 hektar. Desa Rantau Panyang
Kecamatan Juli dan Desa Keude Lapang
Kecamatan Gandapura akan menjadi pusat
pengembangan padangan yang termasuk
kedalam rencana pengelolaan kawasan
peternakan yang dipusatkan di Kabupaten
Bireun dengan total wilayah seluas 180 Ha.
Semua wilayah yang berada dalam
pengembangan kawasan peternakan (Rantau
Panyang Kecamatan Juli dan Keude Lapang
Kecamatan Gandapura) berada dalam jenis
kelas cukup sesuai (S2) dengan 2 (dua) sub
kelas yaitu S2wa,nr; dan S2wa,fh,lp,nr, yang
mempunyai faktor pembatas utama berupa
ketersediaan air terutama pada musim kemarau
yang ditandai dengan rata-rata curah hujan
tahunan 1.463,08 mm th-1, bahaya banjir pada
musim penghujan yang berupa genangan
dengan kategori ringan (kedalaman banjir < 25
cm, dan lamanya banjir < 1 bulan), dan tingkat
kesuburan tanah yang rendah.Hasil evaluasi
kesesuaian lahan aktualdiketahui bahwa areal
lahan pengembangan kawasan peternakan
Rantau Panyang dan Keude Lapang termasuk
dalam kategori kelas kesesuaian lahan cukup
sesuai (S2) dengan dua sub kelas kesesuaian
yaitu S2nr dan S2lp,nr.
Vegetasi Hijauan yang terdapat dilokasi
pada umumnya sama yakni ; Cyperus bifax,
Cyperus rotundus, Themeda arguens, Panicum
maximum, Imperata cylindrica, Star grass dan
Brachiaria decumbens.
Lokasi padangan Desa Rantau Panyang
Produksi hijauan yang disukai ternak
ruminansia sebesar 3.704 kg/ha atau sekitar
65,33% dari seluruh produksi hijauan.
Sedangkan padangan di Desa Keude Lapang
Produksi spesies hijauan mencapai 2.926 kg/ha
atau sekitar 69,95% dari seluruh produksi
hijauan.
Kapasitas tampung pada lokasi
padangan Desa Rantau Panyang dan Desa
Keude Lapang penelitian masing-masing
adalah 0,50 ST/ha dan 0,39 ST/ha. Sedangkan
kapasitas tampung total kedua padangan
tersebut 77,83 ST/ha atau 134 ekor ternak
ruminansia. Padangan di Kabupaten Bireuen
secara umum menunjukkan kondisi under
grazing.
Perlu dilakukan upaya peningkatan
jumlah atau populasi ternak ruminansia. Upaya
ini dapat dilakukan salah satunya dengan
pengembangan ternak ruminansia secara
kawasan.Perlu dilakukan upaya peningkatan
Serambi Journal of Agricultural Technology, Vol. 2 No. 1 Hal.14 – 26 2020 | 26
-
kuantitas dan kualitas hijauan makanan ternak
di lokasi pengembangan juga merupakan salah
satu upaya yang sangat penting dilakukan.
DAFTAR RUJUKAN
Bappeda Bireuen. 2008. Bireuen Dalam Angka
2007. Badan Pusat Statistik Dan Bappeda
Kabupaten Bireuen, Bireuen.
Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Bireuen. 2008. Peternakan
Bireuen Dalam Angka 2008, Bireuen.
Enizar Saleh. 2004. Pengembangan Ternak
Ruminansia Besar Di Daerah
Transmigrasi. Digitized By USU Digital
Library. Medan
Hasnudi, S. Dan Enizar Saleh. 2004. Rencana
Pemanfaatan Lahan Kering Untuk
Pengembangan Lahan Kering Untuk
Pengembangan Usaha Peternakan
Ruminansia dan Usaha Tani Terpadu di
Indonesia.
http://repository.unand.ac.id/id/eprint/339
0.
Holm, Leroy G. Plucknett, D. L. Pancho, J. V.
Herberger, J. P. 1977. The world’s worst
weeds: distribution and biology. East-
West Center. University Press of Hawaii.
609 pp 367-371.
taff.unud.ac.id/~sampurna/wp-
content/uploads/2009/ .. /pakan-sapi-
bali.doc
Lakitan. 1994. Dasar – dasar Klimatologi. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta
Puslitanak. 1993. Peta Arahan Tata Ruang
Pertanian skala 1:1.000.000. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Badan Litbang Pertanian,
Bogor.
Pusat Penelitian Tanah ( PPT ) dan
Agroklimat. 2003. Technical Method for
Soil Fertility Evaluation. Tech. Report
No. 15. Version 1. Center for Soil and
Agroclimate, Bogor, Indonesia.
Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan
Makanan Ternak. BPFE. Yogyakarta
Reksohadiprodjo. 1995. Limbah Pertanian Dan
Industri. BPFE. Yogyakarta
Riady M. 2004. Tantangan dan Peluang
Peningkatan Produksi Sapi Potong
Menuju 2020. Di dalam Setiadi B et al.
editor. Prosiding Lokakarya Nasional
Sapi Potong. Yogyakarta. 8-9 Oktober
2004. Bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. hlm 3-6.
Saragih, B. 2000. Agribisnis berbasis
peternakan. Kumpulan pemikiran.
USESE Foundation dan Pusat Studi
Pembangunan IPB, Bogor
Subagyo. I dan Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur
Lapangan. NUFIC. Universitas Brawijaya
Malang.
Susetyo. 1980. Padang Pengembalaan. Suatu
Pengantar Pada Kuliah Pengelolaan
Pasturel Dan Padang Rumput.
Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Institut Pertanian Bogor.
Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju
Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Recommended