View
39
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
i
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)
DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN ANION
TRIFLUOROMETANASULFONAT
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia
Oleh:
Andi Kusyanto
NIM 12307144040
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah
Dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan.”
(QS. Al Fatihah : 5)
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan sesungguhnya yang demikian itu berat,
Kecuali bagi orang-orang yang khusuk.”
(QS.Al Baqarah : 45 )
vi
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Karya ini saya persembahkan untuk:
Sang Pencipta alam beserta isinya ALLAH SWT
Orang tuaku tercinta, Bapak Suradal & Ibu Sri Mulyani
Kakakku, Yudi Kuswanto
Partner skripsiku yang paling baik, Maulidia Fa’izzah
Teman- teman Pamungkas Sorogenen
Sahabat-sahabatku, RKS Kingdom dan Kawanan Wanita Bahagia
Teman-teman Kimia Swadana ‘12
Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta
vii
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS
BESI(III) DENGAN LIGAN 1,10-FENANTROLIN DAN
ANION TRIFLUOROMETANASULFONAT
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF IRON(III)
COMPLEX WITH 1,10-PHENANTHROLINE LIGAND
AND TRIFLUOROMETHANESULFONATE ANION
Andi Kusyanto dan Kristian H. Sugiyarto
Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
e-mail: sugiyarto@uny.ac.id
ABSTRAK:
Penelitian senyawa kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan
anion triflat bertujuan untuk mengetahui metode sintesis, formula dan berbagai
karakteristik senyawa kompleks yang terbentuk.
Instrumen yang digunakan adalah spektrofotometer serapan atom (SSA),
konduktometer, spektrofotometer UV-Vis larutan dan padatan, timbangan Gouy,
spektrofotometer FTIR dan X-Ray Diffraction (XRD). Senyawa kompleks tris-
fenantrolinbesi(III) triflat disintesis dari prekusor FeCl3.6H2O dalam pelarut
akuades, kemudian ditambahkan ligan 1,10-fenantrolin yang dilarutkan dalam
pelarut etanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 3. Kedalam
pencampuran larutan tersebut, ditambahkan anion triflat berlebih yang
dilarutkan dalam pelarut akuades.
Hasil pengukuran AAS menunjukan kadar besi sebesar 4,913%. Pengukuran daya hantar listrik menggunakan konduktometer menunjukkan perbandingan muatan kation : anion adalah 3 : 1. Dengan demikian kompleks yang mungkin adalah [Fe(phen)3](CF3SO3)3
.5H2O. Pada pengukuran momen magnetik senyawa kompleks menunjukkan nilai µeff 2,1-2,3 BM, jadi bersifat paramagnetik sesuai dengan satu elektron nir pasangan dengan kontribusi orbital. Spektra IR menunjukkan serapan khas atom N pada 1,10-fenantrolin dan adanya ion CF3SO3
-. Spektra UV-Vis kompleks menunjukkan tiga puncak pita serapan pada bilangan gelombang 19011,4 cm
-1, 25252,5 cm
-1, dan 30030,03 cm
-
1. Analisis data XRD menunjukkan bahwa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3
.5H2O mempunyai sistem kristal monoklinik dengan space grup C 2/c dan nilai a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V = 3422 Å.
Kata kunci: sintesis senyawa kompleks, kompleks tris-fenantrolinbesi(III), besi(III),
1,10-fenentrolin, triflat
viii
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF IRON(III)
COMPLEX WITH 1,10-PHENANTHROLINE LIGAND
AND TRIFLUOROMETHANESULFONATE ANION
By :
Andi Kusyanto
Number of Student: 12307144040
Supervisor: Prof. Kristian H. Sugiyarto, Ph.D
ABSTRACT
The research of iron(III) complexes with 1,10-phenanthroline and triflate was
purposed to know the method of synthesis, formula and characteristics of complex
compound which was formed.
The result of the complex compound was characterized by Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS), conductometer, Spectrophotometer UV-Vis, Magnetic
Susceptibility Balance (MSB), spectrophotometer FTIR and X-Ray Diffraction
(XRD). Tris(1,10-phenanthroline)iron(III) triflate complex has been synthesized
from the precursor FeCl3.6H2O in aquadest. The 1,10-phenanthroline ligand
dissolved in ethanol was added with ratio mol equivalent of the metal and ligand
(1:3). The result of solution was added by exceed triflate salt in aquadest.
AAS measurement content of iron 4.913 %. Measurement analysis of
conductivity shown the charge ratio of cation/anion, 3:1. Thus the possibility
formula of the complex was [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. In the measurement
magnetic moment of this complex, indicate its value µeff 2,1-2,3 BM, so is
paramagnetic corresponding to one unpaired electron with contribution orbitals to
the magnetic. The Infrared spectrum showed absorption bands of 1,10-
phenanthroline ligand and triflate anion. The UV-Vis spectrum showed three
absorption band concentrated at wave number 19011,4 cm-1, 25252,5 cm
-1, dan
30030,03 cm-1. The result of X-Ray Diffraction analysis suggests that
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O complex has monoclinic crystal with space group was
C 2/c and value of a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V
= 3422 Å.
Keyword : Synthesis of complex, tris-(1,10-phenanthroline)iron(III), iron(III),
1,10-phenanthroline, triflate.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam atas
limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya. Sholawat dan salam selalu
tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang dirindukan syafaatnya di
yaumul qiyamat nanti. Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah SWT sehingga
laporan tugas akhir ini mampu penulis selesaikan.
Penelitian kimia berjudul “Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks
Besi(III) dengan Ligan 1,10-Fenantrolin dan Anion Trifluorometanasulfonat” telah
dapat diselesaikan dengan baik sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana
sains yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan Kimia di Universitas Negeri
Yogyakarta. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
yang telah memberikan izin dalam penulisan tugas akhir ini.
2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Koordinator
Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia,
Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran
pelayanan dan urusan akademik.
3. Bapak Eddy Sulistyowati Apt, MS selaku Dosen Penasehat Akademik yang
telah memberikan dorongan dalam penulisan tugas akhir ini.
x
4. Bapak Prof. Kristian H. Sugiyarto, Ph.D selaku dosen pembimbing utama
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran.
5. Prof. A.K. Prodjosantosa, Ph.D selaku penguji utama, atas pertanyaan,
kritik, dan saran yang diberikan.
6. M. Pranjoto Utomo, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan,
kritik, dan saran yang diberikan.
7. Dr. Cahyorini Kusumawardani selaku sekretaris penguji, atas pertanyaan,
kritik, dan saran yang diberikan.
8. Seluruh Dosen, Staf, dan Laboran Jurusan Pendidikan Kiimia FMIPA UNY
yang telah banyak membatu selama perkuliahan dan penelitian.
9. Ibu, Ayah, kakak dan seluruh keluargaku yang selalu mendoakan,
mendukung, memotivasi dan segala kasih sayangnya selama ini.
10. Amri, Mamay, Rafi, Santo, Dhani, Joko, Moris, Rantau, Anggi, Wahyu,
Agus sahabat RKS Kingdom dan Kawanan Wanita Bahagia yang selalu
memberi dukungan, semangat, dan doa.
11. Teman-teman Kimia Swadana 2012 yang selalu memberi motivasi dan doa.
12. Maulidia Faizzah, mitra kerja selama penelitian yang sudah memberikan
bantuan tenaga dan motivasi.
13. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara
moral maupun material dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi ini, yang
tidak dapat penulis sebut satu per satu.
xi
Semoga semua bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis,
Inshaa Allah mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan perbaikan pendidikan di masa yang akan datang. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta, 19 September 2016
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori ................................................................................. 7
1. Logam Transisi ………………………………………………… 7
2. Besi ............................................................................................... 8
3. Ligan ……………………............................................................ 9
4. Anion Trifluorometanasulfonat …................................................ 10
5. Senyawa Kompleks ……………................................................ 11
6. Teori Ikatan Dalam Senyawa Kompleks .................................... 12
xiii
a. Teori Ikatan Valensi……………………................................
b. Teori Medan Kristal……………………................................
c. Teori Orbital Molekular ……………………………............
12
14
19
B. Karakterisasi Senyawa Kompleks .................................................... 20
1. Magnetic Susceptibility Balance (MSB) …............................
2. Spektrofotometer UV-Vis ……………………......................
3. Spektrofotometer FTIR ………….........................................
20
23
24
4. Spektroskopi Serapan Atom …………………………...…… 25
5. Konduktometer ………………………….………………...... 26
6. X-Ray Diffraction …….……………………………………. 27
C. Penelitian yang Relevan …...……………………………………… 28
D. Kerangka Berpikir ………………………………………………… 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian ...........................................................
1. Subjek Penelitian ………………………………………………
2. Objek Penelitian ……………………………………………….
31
31
31
B. Alat dan Bahan Penelitian ..............................................................
1. Alat Penelitian …………………………………………………
2. Bahan-Bahan Penelitian ……………………………………….
31
31
32
C. Prosedur Penelitian ..........................................................................
1. Sintesis Senyawa Kompleks …………………………………...
2. Karakterisasi Senyawa Kompleks ……………………………..
a. AAS ………………………………………………………..
b. Spektrofotometer FTIR …………………………………….
c. Konduktometer ……………...……………………………..
d. MSB……………………………...………………………….
e. XRD ………………………………………………………..
f. Spektrofotometer UV-Vis (Larutan) …………………….....
g. Spektrofotometer UV-Vis (Padat) ……………...…………
33
33
33
33
34
34
34
35
35
35
D. Teknik Analisis Data ........................................................................ 36
E. Diagram Alir ………………………………………………………. 36
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dengan Ligan 1,10-
Fenantrolin dan Anion Trifluorometanasulfonat ..............................
38
B. Penentuan Formula Senyawa Kompleks .......................................... 41
1. Pengukuran Kadar Besi .............................................................. 41
2. Konduktivitas .............................................................................. 41
C. Karakterisasi Senyawa Kompleks .................................................... 44
1. Sifat Magnetik …………………………………………………
2. Spektrum Elektronik Larutan ………………………………….
3. Spektrum Elektronik Padatan ………………………………….
4. Spektrum Inframerah ………...………………………………...
5. Analisis Difraktogram Senyawa Kompleks …………………...
44
45
47
48
53
D. Perkiraan Struktur Kompleks ……………………………………... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 55
B. Saran ................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 57
LAMPIRAN ................................................................................................. 61
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Orbital Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri ….................. 14
Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion,
Atom Netral dan Molekul ...............................................................
21
Tabel 3. Data Preprasi Sampel [Fe(phen)x]3+(CF3SO3)y.nH2O......................... 40
Tabel 4. Penentuan Formula Senyawa Kompleks terhadap Kadar
Teoritis ……………………………………………………………
41
Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Pembanding dan Larutan Sampel
Kompeks dalam Akuades............................................................... 42
Tabel 6. Hasil Pengukuran Nilai Momen Magnetik (μeff) Senyawa
Kompleks........................................................................................ 44
Tabel 7. Harga Koefisien Ekstingsi Kompleks (ε)
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O…………………………………........ 46
Tabel 8. Puncak Serapan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan
Metode Padatan.............................................................................. 48
Tabel 9. Data Serapan FTIR [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O.......................... 50
Tabel 10. Data Analisis Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O terhadap
Kompleks [Fe(phen)3(NO3)3.H2O................................................. 52
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Konfigurasi Elektron Fe dan Fe3+............................................... 8
Gambar 2. Struktur 1,10-Fenantrolin............................................................. 10
Gambar 3. Struktur senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O ................................. 12
Gambar 4. Konfigurasi Elektronik Besi(III) dan Hibridisasi [Fe(CN)6]3+ .. 13
Gambar 5. Lima Orbital d dan Susunannya dalam Ruang ........................... 15
Gambar 6. Posisi Ligan Oktaheral dalam Koordinat Cartesius dengan
Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus ……….
15
Gambar 7. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral ........... 16
Gambar 8. Posisi ligan Tetrahedral dalam Koordinat Cartesius dengan
Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus .............
18
Gambar 9. Diagram Alir Cara Sintesis dan Karakterisasi Senyawa
Kompleks …………………………………………………………
36
Gambar 10. Larutan FeCl3.6H2O a). Sebelum Penambahan Ligan 1,10 –
Fenantrolin dan b). Sesudah Penambahan Ligan 1,10 –
Fenantrolin..................................................................................
39
Gambar 11. Padatan Kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y. nH2O ....................... 40
Gambar 12. Spektrum Elektronik UV-Vis Larutan Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O........................................................ 46
Gambar 13. Spektrum Elektronik UV-Vis Padatan Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O......................................................
47
Gambar 14. Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O......................................................
Gambar 15. Difraktogram Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ………………….......……………
49
51
Gambar 16. Difraktogram Hasil Analisis Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Program Rietica .............. 53
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Skema Prosedur Kerja ............................................................. 61
Lampiran 2. Reaksi dan Perhitungan Senyawa Kompleks .......................... 62
Lampiran 3. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Senyawa Kompleks..... 64
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks ……… 65
Lampiran 5. Data AAS …………………………………………………… 69
Lampiran 6. Perhitungan Persentase Besi(III) dalam Berbagai Formulasi
Senyawa Kompleks ………………………………………….
70
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Momen Magnetik Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O …………………………….......
72
Lampiran 8. Perhitungsn Nilai K Koefisien Ekstingsi Besi(III) dalam
Berbagai Formulasi Senyawa Komplek..................................
74
Lampiran 9. Data Spektrum UV-Vis Padatan …………………………… 75
Lampiran 10. Data Spektrum FTIR ………………………………………... 76
Lampiran 11. Difraktogram XRD Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O. 78
Lampiran 12.Difraktogram Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O …,,,,,,,,…………..…….…........
79
Lampiran 13. Data Output Program Rietica ……………………………….. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian tentang senyawa kompleks baik di bidang sintesis maupun
identifikasi sifat-sifatnya menarik untuk dibicarakan karena warna-warna yang
terjadi pada pembentukan senyawa kompleks. Senyawa kompleks sering juga
disebut senyawa koordinasi adalah senyawa yang dibentuk oleh atom atau ion
pusat dengan beberapa gugus molekul atau gugusan ion melalui ikatan kovalen
koordinasi. Gugus molekul atau ion yang terikat pada ion pusat ini disebut gugus
pengeliling atau ligan sedangkan jumlah/banyaknya ikatan koordinasi antara atom
pusat dengan atom donor (dari ligan) dinyatakan dengan bilangan koordinasi
(Sugiarto dan Retno, 2008).
Selain karena warna-warna menarik yang terjadi pada pembentukan senyawa
kompleks, senyawa kompleks banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang
kehidupan manusia, seperti dalam bidang kesehatan, farmasi, industri, dan katalis.
Penelitian tentang senyawa kompleks terus berkembang pesat sejalan dengan
perkembangan IPTEK, sebagai salah satu contoh adalah kompleks besi. Kompleks
besi dengan berbagai ligan telah diketahui kegunaanya. Senyawa kompleks
besi(III)-EDTA dapat diaplikasikan sebagai garam untuk fortifikasi besi (Torres et
al., 1979). Kompleks besi(III)-EDTA juga diketahui mampu digunakan sebagai
katalis heterogen pada reaksi sintesis vitamin E dengan materi pendukung MgF2
yang bersifat asam (Setyawati & Irmina, 2010). Kompleks besi(III) dengan ligan
2
askorbat digunakan untuk mencegah dan mengatasi anemia defisensi besi
(Budiasih, Prodjosantosa, dan Septiyantinur., 2011). Senyawa kompleks besi(III)-
trifluoroasetat merupakan katalis dan baik digunakan pada reaksi diasetilasi aldehid
dan tioasetilasi senyawa karbonil (Adibi, Samimi, dan Iranpoor., 2008).
Suatu senyawa kompleks akan terbentuk bila terjadi ikatan kovalen koordinasi
antara suatu atom atau ion logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor
elektron. Atom atau ion logam berfungsi sebagai ion pusat sedangkan molekul
netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau yang lebih
dikenal dengan ligan (Day dan Selbi, 1985).
Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik yaitu tertarik oleh
medan magnet, selain itu banyak pula yang bersifat diamagnetik yaitu tertolak oleh
medan magnet. Sifat paramagnetik suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron
tak-berpasangan (unpaired electron) dalam konfigurasi elektronik spesies yang
bersangkutan (Sugiarto dan Retno, 2012). Sifat-sifat senyawa kompleks misalnya
sifat magnetik dan warna senyawa telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu
tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam
serta ligan yang berbeda-beda.
Besi termasuk golongan logam transisi yang mempunyai konfigurasi
elektronik [Ar] 3d6 4s2 yang mempunyai tingkat oksidasi utama (+II) dan (+III),
kompleks besi(III) pada umumnya lebih stabil daripada kompleks besi(II)
(Lee,1991). Besi(III) ditinjau dari muatan kompleksnya dapat membentuk
kompleks yang bervariasi yaitu kationik, netral dan anionik. (Greenwood &
Earnshow, 1984).
3
1,10-Fenantrolin (phen) merupakan ligan kuat yang menyediakan agen kelat
untuk membentuk cincin tertutup dengan berbagai ion logam. Kemampuan
pengompleks ligan 1,10-fenantrolin telah banyak digunakan untuk
mengembangkan senyawa kompleks (Marquerite, Bruno, dan Bernard., 1998).
Asam trifluorometanasulfonat atau sering disebut triflat (HCF3SO3)
merupakan asam yang sangat kuat yang dapat digunakan sebagai katalis untuk
sintesis senyawa organik. Larutan ionik triflat tahan terhadap hidrolisis. Larutan
ionik triflat telah banyak digunakan sebagai media reaksi karena sifatnya yang
stabil dan titik didihnya yang tinggi (167-170oC) serta viskositasnya cukup rendah
(Nikolai et al., 2012).
Preparasi suatu senyawa kompleks secara umum akan melibatkan reaksi antara
suatu garam, molekul atau ion-ion. Proses pembentukan kristal secara sederhana
dapat dilakukan dengan pengendapan secara perlahan menggunakan teknik
pendinginan (Basolo & Johnson, 1986). Pada penelitian ini dilakukan sintesis
senyawa kompleks besi(III) dengan ligan fenantrolin. Adapun anion yang
digunakan adalah anion CF3SO3- atau triflurometansulfonat dan juga dikenal
dengan triflat. Setelah berhasil disintesis, senyawa kompleks ini dikarakterisasi
menggunakan berbagai instrumen yakni MSB (Magnetic Susceptibility Balance),
spektrofotometer inframerah (FTIR), spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet-
Visible), AAS (Atomic Absorpbtion Spectroscopy), konduktometer, dan XRD (X-
ray Diffraction) untuk mengetahui sifat-sifatnya.
4
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi permasalahan-
permasalahan sebagai berikut.
1. Prekusor besi(III) yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks.
2. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan logam, ligan ,dan anion dalam
sintesis senyawa kompleks.
3. Metode pendesakan yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks.
4. Karakterisasi senyawa kompleks hasil sintesis.
C. Pembatasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Prekusor besi(III) yang digunakan untuk sintesis senyawa kompleks adalah
FeCl3.6H2O dan ligan 1,10-fenantrolin.
2. Pelarut yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks ini adalah etanol
untuk pelarut ligan 1,10-fenantrolin, serta akuades untuk pelarut prekusor
FeCl3.6H2O dan anion trifluorometanasulfonat.
3. Metode yang digunakan dalam sintesis senyawa kompleks adalah metode
reaksi pendesakan langsung.
4. Karakterisasi senyawa kompleks hasil sintesis berdasarkan data dari sifat
konduktivitas, SSA, sifat magnetik, spektrum FTIR, spektrum elektronik dan
difraktogram XRD.
5
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana metode pendesakan sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan
ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3- ?
2. Bagaimana formula senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin
dan anion CF3SO3-?
3. Bagaimana karakteristik sifat magnetik, spektrum elektronik, spektrum FTIR,
dan XRD senyawa kompleks hasil sintesis?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui metode pendesakan sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan
ligan 1,10-fenantrolin dan anion CF3SO3¯ .
2. Mengetahui formula senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin
dan anion CF3SO3¯ .
3. Mengetahui karakteristik sifat magnetik, spektrum elektronik, spektrum FTIR,
dan XRD senyawa kompleks hasil sintesis.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dapat mensintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin
dan anion trifluorometanasufonat.
6
2. Memperoleh struktur dan karakteristik senyawa kompleks besi(III)
trifluorometanasulfonat dengan ligan 1,10-fenantrolin.
3. Menjadi referensi bagi peneliti lain mengenai senyawa kompleks.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Logam Transisi
Ciri logam transisi adalah memiliki subkulit d yang tidak terisi penuh atau
mudah menghasilkan ion-ion dengan subkulit d yang tidak terisi penuh. Ciri ini
menyebabkan beberapa sifat khas, meliputi warna yang unik, pembentukan
senyawa paramagnetik, aktivitas katalitik, dan kecenderungan untuk membentuk
ion kompleks. Jika dilihat periode dari kiri ke kanan, nomor atom meningkat,
elektron bertambah di kulit luar, muatan ini meningkat karena bertambahnya proton
(Chang, 2005).
Logam-logam transisi mempunyai struktur kemas rapat (closest pack), artinya
setiap atom mengalami persinggungan yang maksimal dengan atom-atom lain yaitu
sebanyak dua belas atom tetangganya. Akibat dari struktur kemas rapat dan
kecilnya ukuran atomik adalah bahwa logam-logam transisi membentuk ikatan
logam yang kuat antara atom-atomnya sehingga logam-logam ini dapat ditempa dan
kuat. Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan ion-ion
logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal ini menghasilkan rasio muatan
per jari-jari yang lebih besar bagi logam-logam transisi sebagai berikut (Sugiyarto
dan Retno, 2012).
a. Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi (M2+ , M3+) kurang
bersifat basa dan lebih sukar larut.
8
b. Garam-garam logam transisi kurang bersifat ionik dan juga kurang stabil
terhadap pemanasan.
c. Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air lebih mudah terhidrat dan
juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan sifat agak asam.
d. Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi
2. Besi
Besi (Fe) dalam sistem periodik unsur termasuk logam transisi golongan VIIIB
dengan nomor atom 26, berat relatif 55,847 g/mol, konfigurasi elektron [Ar] 3d6
4s2, titik didih 2735 oC, titik leleh 1535 oC, densitas 7,783 g/cm3, elektronegatifitas
1,7, energi ionisasi 768 kJ/mol,, bewarna keperakan dan dapat ditempa (Patnaik,
2003).
Besi merupakan salah satu ion logam transisi trivalensi deret pertama yang
cukup labil, sehingga dapat membentuk berbagai macam streokimia pada senyawa
kompleksnya. Senyawa kompleks Fe(III) umumnya membentuk struktur
oktahedral dengan bilangan koordinasi enam. Namun struktur lain seperti
tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida dengan
bilangan koordinasi lima juga dapat terjadi (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Konfigurasi Fe dan Fe3+ ditunjukkan pada Gambar 1.
Fe : [18Ar] ↑↓ ↑ ↑ ↑ ↑ ↑↓ ... ... ... ... ...
3d6 4s2 4p 4d
Fe3+ : [18Ar] ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ... ... ... ... ... ...
3d5 4s 4p 4d
Gambar 1. Konfigurasi Elektron Fe dan Fe3+.
9
3. Ligan
Ligan adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau
lebih yang dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa Lewis yang dapat
terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam Lewis membentuk senyawa
kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral (Saragih, 2011). Sebagian
besar ligan adalah zat netral atau anionik tetapi kation, seperti kation tropilium juga
dikenal. Ligan netral, seperti amonia, NH3, atau karbon monoksida, CO, dalam
keadaan bebas pun merupakan molekul yang stabil, sementara ligan anionik, seperti
Cl- atau C5H5-, distabilkan hanya jika dikoordinasikan ke atom logam pusat..
Jumlah atom yang diikat pada atom pusat disebut dengan bilangan koordinasi
(Saito, 1996).
Urutan relatif kekuatan ligan adalah I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- <
OH- < Ox2- < H2O < NCS- < NH3 < en < bipy < phen < NO2
- < CN- < CO. Urutan
ligan-ligan berdasarkan kekuatannya disebut deret spektrokimia (spectrochemical
series) atau deret Fajans-Tsuchida (Effendy, 2007). Ligan dengan satu atom donor
elektron disebut ligan monodentat, dan yang memiliki lebih dari satu atom donor
elektron disebut ligan polidentat, juga disebut ligan khelat (Saito, 1996).
Fenantrolin adalah ligan chelat karena dapat membentuk senyawa kompleks
dengan struktur lingkar (Considine dan Considine, 1994) dan merupakan ligan
khelat yang sangat kuat untuk macam-macam ion logam (Marquerite, Bruno, dan
Bernard., 1998). Ligan 1,10-fenantrolin dapat membentuk kompleks dengan
berbagai atom logam dalam tingkat oksidasi formal yang rendah (Cotton dan
Wilkinson, 1989). Struktur ligan 1,10-fenantrolin dapat dilihat pada Gambar 2.
10
N N
Gambar 2. Struktur 1,10-Fenantrolin
Karakteristik ligan 1,10-fenantrolin berfase kristal berwarna putih, mempunyai
titik leleh antara 98oC – 100oC, berat molekul 198,23 g/mol dan sering dijumpai
dalam bentuk monohidratnya, dengan rumus molekul C12H8N2.H2O. Ligan 1,10-
fenantrolin larut dalam benzena, alkohol, aseton dan kloroform (Ueno, Imamura,
dan Cheng., 1992).
4. Anion Trifluorometanasulfonat
Anion merupakan senyawa ion yang mempunyai muatan negatif atau bisa
disebut dengan ion negatif. Berdasarkan jumlah atom unsur penyusunnya anion
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu anion monoatomik dan anion poliatomik.
Anion monoatomik adalah anion yang terbentuk dari satu unsur saja, misalnya
anion Cl-, Br-, F- dan lain-lain. Anion poliatomik adalah anion yang terbentuk dari
beberapa unsur atau atom, misalnya anion BF4-, SO4
2-, CF3SO3- dan lain-lain
Anion trifluorometanasulfonat (CF3SO3-), dalam kimia anorganik merupakan
anion koordinasi lemah yang tidak memiliki sifat redoks berbahaya daripada
perklorat dan lebih tahan terhadap hidrolisis daripada BF4-. Spektra vibrasi anion
poliatomik, termasuk anion triflourometanasulfonat (triflat), telah digunakan untuk
identifikasi mode koordinasi anion pada kompleks logam transisi, untuk
11
menyelidiki interaksi kation-anion dalam elektrolit dan untuk menentukan sejauh
mana disosiasi asam yang sesuai (Jhonston dan Duward, 1993).
5. Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam
pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion
logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kovalen
juga disebut senyawa koordinasi (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik yaitu tertarik oleh
medan magnet, selain itu banyak pula yang bersifat diamagnetik yaitu tertolak oleh
medan magnet. Sifat paramagnetik suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron
tak-berpasangan (unpaired electron) dalam konfigurasi elektronik spesies yang
bersangkutan (Sugiarto dan Retno, 2012).
Sintesis senyawa kompleks dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
cara antara lain dengan pencampuran larutan pada berbagai perbandingan mol
logam : mol ligan dalam berbagai pelarut tanpa pemanasan atau pencampuran
larutan disertai pemanasan pada berbagai temperatur (Sariyanto, 2010).
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-
tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan
yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron
sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat.
Senyawa logam transisi deret pertama dalam bilangan oksidasi tinggi adalah
12
oksidator kuat dan oleh karena itu mudah direduksi (Saito, 1996). Reaksi Substitusi
ligan kompleks dapat dituliskan sebagai berikut.
LnMX + Y LnMY + X
Kompleks Fe(III) dengan menggunakan ligan 1,10-fenantrolin dan anion NO3-
membentuk struktur senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O dan menghasilkan geometri
oktahedral seperti pada Gambar 3(Odoko dan Okabe, 2004).
Gambar 3. Struktur Senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O
6. Teori Ikatan Dalam Senyawa Kompleks
Teori ikatan dalam senyawa kompleks ada 3 yaitu teori ikatan valensi, teori
medan kristal, dan teori orbital molekular.
a. Teori Ikatan Valensi
Berdasarkan teori ini, pembentukan senyawa kompleks melibatkan
reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa-basa Lewis (ligan-ligan)
melalui ikatan kovalen koordinasi (Effendy, 2007). Menurut Pauling, ikatan
kovalen terjadi karena adanya tumpang tindih antara orbital kosong logam
13
dengan orbital ligan yang berupa molekul atau ion yang mempunyai pasangan
elektron bebas (Day dan Selbin, 1985). Dalam ikatannya dengan ligan-ligan,
atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang diperoleh dari proses
hibridisasi, yaitu proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat
energi yang sama melalui kombinasi linear orbital-orbital atom dengan
tingkat energi yang berbeda (Effendy, 2007).
Konfigurasi elektron besi adalah [Ar] 3d6 4s2, sedangkan konfigurasi
elektron besi(III) adalah [Ar] 3d5. Model hibridisasi kompleks besi(III)
dengan ligan CN- yang bersifat spin rendah ditunjukkan oleh Gambar 4.
Fe3+ : [18Ar] ↑ ↑ ↑ ↑ ↑ ... ... ... ... ... ...
3d5 4s 4p 4d
[Fe(CN)6]3- : [18Ar] ↑↓ ↑↓ ↑ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
3d5 d2sp3
Gambar 4. Konfigurasi Elektronik Besi(III) dan Hibridisasi [Fe(CN)6]3-
Hibridisasi dapat diperkirakan dari bentuk geometri molekul atau
senyawa hasil eksperimen. Geometri hasil hibridisasi beberapa orbital lain
ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992). Teori ikatan valensi ini dapat
menjelaskan struktur dan kemagnetan banyak senyawa kompleks, namun
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menerangkan warna kompleks yang
dihasilkan dan momen magnet yang berbeda pada temperatur yang bervariasi
(Lee, 1994).
14
Tabel 1. Orbita Hibridisasi beberapa Konfigurasi Geometri (Sharpe, 1992).
Bilangan
Koordinasi
Konfigurasi
orbital
Bentuk geometri Ion kompleks
2 -sp Linier [Ag(NH3)2]+
3 sp2 Trigonal [HgI3]-
4 sp3 Tetrahedral Ni(CO)4
dsp2 Square planar [Ni(CN)4]2-
5 sp3d Trigonal Bipiramida [CuCl5]3-
d2sp2 Square pyramid [Ni(CN)5]3-
6 d2sp3, sp3d2 Oktahedral [Co(NH3)6]3+
b. Teori Medan Kristal
Menurut teori ini, interaksi antara logam atau atom pusat dan ligan dalam
kompleks adalah murni elektrostatik. Logam transisi sebagai atom pusat
diasumsikan sebagai ion positif yang dikelilingi oleh ligan yang bermuatan
negatif atau molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lee,
1994). Interaksi ini menimbulkan medan kristal dan menyebabkan naiknya
tingkat energi semua orbital yang dimiliki oleh atom pusat, serta
menyebabkan pemecahan orbital-orbital d dari atom pusat, tetapi tidak
menyebabkan pemecahan orbital-orbital p (Effendy, 2007).
Teori ini digunakan untuk menggambarkan adanya split atau pemecahan
pada energi orbital d atom logam. Selain itu teori ini juga menggambarkan
tingkat energi elektronik yang menentukan spektrum ultraviolet dan visible
(Miessler & Tarr, 1991). Orbital d ada lima macam yaitu dxy, dyz, dxz, 𝑑𝑥2−𝑦2
dan 𝑑𝑧2 dengan susunannya dalam ruang pada Gambar 5 (Effendy, 2007).
15
Gambar 5. Lima Orbital d dan Susunannya dalam Ruang (Huheey dan
Keither,1993).
Orbital d (dxy, dyz, dxz, 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2) logam bebasnya mempunyai
tingkat energi yang sama (degenerat) Gambar 5, akan tetapi ketika terbentuk
kompeks mengalami pembelahan karena adanya medan ligan (Lee, 1994).
Dalam senyawa kompleks, pasangan elektron atom-atom donor ligan
diarahkan kepada atom pusat untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi.
Dengan demikian, ligan memberikan medan ligan diseputar atom pusat
sehingga menghasilkan interaksi tolakan dengan elekron-elektron dx terluar
dari atom ini (Sugiyarto dan Retno, 2012).
1. Pemecahan Orbital d Kompleks Oktahedral
Satu ion sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang
terletak pada sumbu x, y, dan z yang ditunjukkan pada Gambar 6.
z
y
x
Gambar 6. Posisi Ligan Oktaheral dalam Koordinat Cartesius dengan Atom
Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus (Saito, 1996).
16
Orbital d akan mengalami kenaikan energi karena tolakan dari ligan.
Orbital 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2 yang berada pada sumbu oktahedral mengalami
tolakan lebih besar daripada orbital dxy, dyz, dxz, yang berada diantara
sumbu oktahedral. Hal ini mengakibatkan pemecahan (splitting) orbital
d, dimana orbital 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi
sedangkan orbital dxy, dyz, dxz, (orbital t2g) mengalami penurunan energi
(Huheey et al., 1993). Perbedaan tingkat energi antara dua kelompok
orbital tersebut dinyatakan 10 Dq atau Δo yang juga menunjukkan
kekuatan medan kristal ditunjukkan pada Gambar 7.
ion logam dalammedan oktahedral
energi rata-rataion logam dalammedan spherical
eg
t2g
-0,4 o Δ
+0,6 o Δ Δotingkat energi rata-rata
Gambar 7. Diagram Pemisahan Orbital d dalam Medan Oktahedral
(Lee, 1994). Perbedaan energi antara orbital t2g dan eg adalah 10 Dq atau Δo.
Orbital eg mempunyai energi +0,6 Δo diatas tingkat energi rata-rata,
sedangkan orbital t2g mempunyai energi -0,4 Δo di bawah tingkat energi
rata-rata (Lee, 1994).Total energi stabilisasi medan kristal adalah:
CFSE (Oktaheral) = -0,4 nt2g + 0,6 neg
17
dimana nt2g dan neg adalah jumlah elektron yang menempati
masing-masing orbital t2g dan eg (Satake et al., 2001).
Pada kompleks Fe(III) pembelahan orbital d sangat bergantung
pada kekuatan ligan yang terkoordinasi pada Fe(III). Apabila ligan yang
digunakan adalah ligan lemah maka ligan akan menghasilkan
pemecahan orbital d yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi,
maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin tinggi. Keadaan ini,
menghasilkan peningkatan kestabilan total nol. Namun bila ligan yang
digunakan adalah ligan kuat maka orbital d akan mengalami
pembelahan yang cukup besar dan menyebabkan energinya mengalami
peningkatan kestabilan total 20 Dq. Jika keadaan ini terjadi maka
elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah (Sukardjo, 1992).
2. Pemecahan Orbital d Kompleks Tetrahedral
Bila keempat ligan mendekati ion pusat secara tetrahedral, maka
arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan
kelompok orbital t2 maupun dengan orbital e. Arah pendekatan ligan
menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t2 (dxy, dyz, dxz) dibanding
dengan orbital e (𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2). Medan listrik yang terjadi pada
pembentukan kompleks tetrahedral menyebabkan pemecahan orbital
pada ion pusat menjadi kelompok orbital t2 (dxy, dyz, dxz) dengan energi
yang lebih tinggi dan kelompok orbital e dengan tingkat energi yang
lebih rendah (Huheey et al., 1993). Seperti yang terlihat pada Gambar
18
8, pada kompleks tetrahedral indeks g hilang karena tidak memiliki
pusat simetris.
z
y
x
Gambar 8. Posisi Ligan Tetrahedral dalam Koordinat Cartesius dengan
Atom Logam di Pusat Koordinat dalam Medan Kubus
(Saito, 1996).
Orbital t2 memiliki energi +2/5 Δt dan orbital e memiliki energi -
3/5 Δo dengan pemecahan ligan dinyatakan sebagai Δo. Karena jumlah
ligannya hanya 4/6 = 2/3 dibandingkan jumlah ligan dalam kompleks
oktahedral, dan tumpang tindih ligannya menjadi lebih kecil maka
pemecahan ligan Δt sekitar separuh Δo (Saito, 1996).
Pada umumnya elektron-elektron dengan konfigurasi elektronik dx
mulanya akan mengisi orbital dengan energi terendah. Tetapi, dalam
medan ligan, kelima orbital d yang tak terdegenerat ada dua
kemungkinan penataan elektron. Pada medan ligan kuat elektron hanya
akan berpasangan apabila rata-rata energi pemasangan elektron P (per
unit 10Dq) lebih kecil dibandingkan dengan energi pemecahan medan
ligannya (10Dq), sebaliknya pada medan ligan lemah elektron akan
menempati kelima orbital secara tidak perpasangan dengan arah spin
19
paralel karena rata-rata energi pemasangan elektron P lebih besar
daripada energi pemecahan medan ligannya. Medan ligan Δt selalu
ditemui spin tinggi karena keempat ligan tidak ada yang mengarah
langsung pada orbital d atom pusat (Sugiyarto dan Retno, 2012).
c. Teori Orbital Molekular
Teori orbital molekular didasarkan pada asumsi bahwa pada pembentukan
senyawa kompleks terjadi interaksi kombinasi linear antara orbital-orbital dari
atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekular.
Interaksi antara atom pusat dengan ligan-ligan merupakan gabungan dari
interaksi elektrostatis (ionik) dan interaksi kovalen (Effendy, 2007).
Adanya senyawa kompleks stabil dimana atom logam dan ligannya tidak
bermuatan memberikan bukti adanya sifat kovalen pada pembentukan
kompleks. Sifat ikatan kovalen pada kompleks dapat dijelaskan dengan teori
orbital molekular. Seperti halnya pembentukan orbital molekular pada
molekul-molekul sederhana, pada kompleks juga terbentuk orbital molekular
bonding dan orbital molekular anti bonding (Sharpe, 1991).
Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital
molekular adalah enam orbital logam (sebagai s, px, py, pz, 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2) dan
enam orbital ligan (Sharpe, 1992). Orbital-orbital yang mempunyai energi
sama atau hampir sama dapat mengadakan tumpang tindih membentuk orbital
molekular bonding dan orbital molekular antibonding. Tiga orbital d logam t2g
(dxy, dxz, dyz) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam
pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekular bonding t1u
20
dan orbital molekular antibonding t1u*. Orbital 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2 membentuk
orbital molekular bonding e1g dan orbital molekular antibonding e1g*. Orbital
s membentuk orbital molekular bonding a1g dan orbital molekular antibonding
a1g* (Huheey et al., 1993).
Pada kompleks tetrahedral orbital 𝑑𝑥2−𝑦2dan 𝑑𝑧2 merupakan orbital
nonbonding yang tidak terlibat pada pembentukan ikatan. Empat orbital ligan
yang simetrinya sama dengan orbital logam akan bertumpang tindih. Setiap
tumpang tindih orbital dapat membentuk orbital molekular bonding dan orbital
molekular nonbonding (Huheey et al., 1993).
B. Karakterisasi Senyawa Kompleks
Pada hasil sintesis senyawa kompleks penelitian ini dilakukan beberapa
karakterisasi menggunakan instrumen Magnetic Susceptibility Balance(MSB),
Spektrofotometer UV-Vis, Spektrofotometer FTIR, Spektroskopi Serapan Atom
(SSA), Konduktometer, dan X-ray difraction (XRD).
1. Magnetic Susceptibility Balance (MSB)
Sifat magnetik kompleks dibedakan menjadi dua yaitu sifat paramagnetik
dan diamagnetik. Kompleks dengan medan ligan lemah menghasilkan
pemisahan orbital d (Δ) yang tidak terlalu besar, sehingga setelah elektron
memenuhi orbital d energi rendah elektron berikutnya akan mengisi orbital d
energi tinggi, dan elektron cenderung tidak berpasangan. Keadaan ini
dinamakan spin tinggi. Kompleks dengan medan ligan kuat menghasilkan
21
pemecahan orbital d yang cukup besar, sehingga elektron cenderung
berpasangan. Keadaan ini dinamakan spin rendah yang menimbulkan sifat
magnetik (Lee, 1994).
Adanya elektron yang tidak berpasangan akan menyebabkan sifat
paramagnetik pada senyawa kompleks. Spin elektron dari orbital d tersebut
menimbulkan momen magnet permanen yang bergerak searah dengan medan
magnet luar dan menghasilkan nilai kerentanan magnet (Jolly, 1991).
Pada pengukuran dengan neraca kerentanan magnetik, diperoleh harga
kerentanan magnetik per gram (Xg), hubungannya dengan kerentanan magnetik
molar (XM) ditunjukkan oleh persamaan (1) (Szafran, Pie, dan Singh., 1991).
Harga XM dikoreksi terhadap faktor diamagnetik (XL) dari ion logam dan ligan,
sehingga diperoleh harga kerentanan magnetik terkoreksi (XA), yang
ditunjukkan oleh persamaan (2).
XM = Xg x Berat Molekul (dalam g mol-1)................................................(1)
XA = XM - ΣXL .........................................................................................(2)
Tabel 2. Faktor Koreksi Diamagnetik untuk Beberapa Kation, Anion,
Atom Netral dan Molekul (10-6 cgs) (Huheey et al., 1993).
No. Kation/anion/atom netral/molekul Faktor koreksi (10-6
cgs)
1. Ni2+ -13,00
2. Fe3+ -13,00
3. Cl- -23,40
4. NO3- -18,90
5. C -6,00
6. H -2,93
7. N (dalam lingkar lima atau enam) -4,61
8. N (amida) -2,11
9. O (aldehid atau keton) -1,73
10. H2O -13,00
22
Hubungan antara μeff dengan kerentanan magnetik terkoreksi (XA)
ditunjukkan oleh persamaan (3) (Szafran, Pie, dan Singh., 1991).
μeff = 2,828 (XA x T)1/2 BM (Bohr Magneton) .....................................(3)
Keterangan :
μeff = momen magnet (BM)
T = suhu (K)
Momen magnet logam transisi merupakan paduan dari momen spin dan
orbital, akan tetapi pada kebanyakan senyawa kompleks kontribusi orbital
hampir dapat diabaikan sehingga momen magnet dapat dihitung berdasarkan
momen magnet spin saja; rumus momen magnet yang ditimbulkan oleh spin
(spin-only) ditunjukkan pada persamaan (4).
μs = 2[s(s+1)]1/2 BM (Bohr Magneton) ................................................(4)
Keterangan :
μs = momen magnet yang ditimbulkan oleh spin elektron
s = total spin elektron = ½ x jumlah elektron tidak berpasangan
Hubungan nilai momen magnet suatu senyawa dengan banyaknya elektron
yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (5) (Jolly, 1991).
μs = [n(n+2)]1/2 BM (Bohr Magneton) ………………..............……….(5)
Keterangan :
μs = momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron
n = jumlah elektron yang tidak berpasangan
Ion Fe3+ mempunyai konfigurasi elektron d5 sehingga bersifat
paramagnetik. Harga momen magnet efektif kompleks besi(III) spin tinggi
23
dengan lima elektron yang tidak berpasangan adalah 5,92 BM sedang pada
eksperimen berkisar pada 5,7 – 6,0 BM. Kompleks besi(III) spin rendah
mempunyai momen magnetik sebesar 2,0 – 2,5 BM, angka ini lebih besar
dibanding dengan hanya melibatkan spin elektron saja yaitu 1,73 BM (Huheey
et al., 1993).
2. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrum elektronik ion logam transisi dan kompleks diamati pada daerah
sinar tampak dan ultraviolet (UV-Vis). Spektrum akan timbul ada saat elektron
berpromosi dari tingkat energi yang lebih rendah menuju tingkat energi di
atasnya (Lee, 1994).
Pada umumnya senyawa kompleks logam transisi memiliki warna yang
khas. Hal ini menunjukkan adanya absorpsi di daerah sinar tampak, dimana
elektron akan dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi orbital
molekular kompleks berisi elektron ke tingkat energi yang kosong/belum terisi
penuh. Energi yang diserap senyawa kompleks adalah khas antara senyawa
satu dengan senyawa lainnya mengikuti persamaan (6) :
ΔE = hν = hc/λ ………………………………………………………..(6)
Keterangan :
ΔE = energi (Joule)
h = tetapan Planck (6,626.10-34 Js)
ν = bilangan gelombang (m-1)
c = kecepatan cahaya (3.108 ms-1)
λ = panjang gelombang maksimum (m)
24
Warna senyawa kompleks dapat dideteksi dengan mengukur panjang
gelombang yang diserap oleh senyawa kompleks menggunakan
spektrofotometer UV-Vis (Yenita, 2012). Puncak-puncak serapan pada
spektrum disebabkan oleh adanya berbagai transisi elektronik yang terjadi,
yaitu transisi d-d atau transisi medan ligan yang panjang gelombang
absorpsinya bergantung sekali pada pembelahan medan ligan dan transfer
muatan. Hal ini terjadi apabila satu dari dua orbital memiliki karakter utama
logam dan orbital lain memiliki karakter ligan. Transisi transfer muatan
diklasifikasikan atas transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L)
charge-transfers (MLCT) dan Transfer Muatan dari Ligan ke Logam (LMCT)
(Saito, 1996).
Pada umumnya berbagai warna khas senyawa kompleks disebabkan oleh
adanya transisi d-d yang mempunyai pita serapan di daerah tampak. Pada
transisi d-d elektron tereksitasi dari suatu orbital d ke orbital d yang lain,
misalnya dari orbital t2g ke orbital eg. Karena pemisahan energi d-d yang relatif
kecil maka intensitas transisi ini relatif rendah (Yenita, 2012).
3. Spektrofotometer FTIR
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk membedakan konfigurasi maupun konformasi molekul organik dan juga
molekul kompleks yang mengandung ligan senyawa organik (Foulds, 1978).
Serapan yang terjadi di daerah 3500-200 cm-1 terutama disebabkan oleh vibrasi
yang mungkin terjadi ligan koordinasi. Banyak informasi berharga tentang
25
struktur dan ikatan dari penafsiran spektrum inframerah yaitu vibrasi logam-
ligan terjadi antara 400-200 cm-1. Dari spektrum inframerah akan diperoleh
informasi tentang pergeseran frekuensi getaran yang diakibatkan oleh
kompleksasi ligan, dan ada tidaknya pita-pita inframerah tertentu sering
digunakan untuk mengetahui informasi struktural suatu senyawa (Day &
Selbin, 1985).
Spektrum inframerah senyawa kompleks sudah banyak dipelajari. Banyak
peneliti menganalisis puncak-puncak tertentu pada spektrum inframerah yang
diduga berasal dari ikatan koordinasi ion pusat dengan ligan. Beberapa
referensi menyatakan bahwa puncak 400-200 cm-1 berasal dari ikatan
koordinasi baik murni maupun tergabung dengan puncak ligan. Puncak serapan
dari ikatan koordinasi ini mempunyai hubungan dengan kekuatan ikatan
koordinasi sehingga diduga besar mempunyai hubungan dengan kestabilan
termodinamika senyawa kompleks.
4. Spektroskopi Serapan Atom
AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) atau sepektroskopi serapan atom
merupakan sebuah metode yang digunakan untuk megukur kadar atau unsur-
unsur logam dalam suatu larutan yang akan diuji. Metode ini mempunyai
prinsip kerja dengan penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam
keadaan gas. Sebenarnya prinsip kerja AAS secara garis besar hampir sama
dengan spetrofotometer UV-VIS, hanya saja dibedakan atas cara pengerjaan,
cuplikan, peralatan dan bentuk spektrum atom. Untuk analisis kualitatif, AAS
26
mengukur kadar total suatu logam dalam satu cuplikan, tidak tergantung bentuk
molekul logam dalam cuplikan (Susila, Suyanta, dan Siti., 2009). Hasil
perhitungan dari karakterisasi menggunakan AAS akan memberikan kadar
total dari unsur logam atau semi logam dari sampel yang kita teliti dan tidak
tergantung dari bentuk molekul logam tersebut dalam sampel jumlah radiasi
yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlihat dan
kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi. Perhitugan dalam karakterisasi
dengan AAS adalah berdasarkan hukum Lambert-Beer yaitu:
A = ε.b.C ………………………………...…………………………. (7)
Keterangan :
A = Absorbansi C = konsentrasi
b = tebal kuvet ε = koefisien absorpsi molar
5. Konduktometer
Konduktometri digunakan untuk mengetahui kemampuan senyawa
kompleks dalam menghantarkan listrik. Konduktivitas senyawa kompleks
diukur dengan menggunakan konduktometer yaitu dengan cara menetapkan
hambatan suatu kolom cairan. Pengukuran konduktivitas listrik berbentuk
konduktivitas sel yang terdiri atas sepasang elektroda dimana luas
permukaannya telah ditetapkan dengan teliti. Daya hantar listrik larutan
elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar dan didefinisikan
sebagai daya hantar yang ditimbulkan oleh mol zat sesuai dengan persamaan
(8) (Atkins, 1990):
Ʌm = 𝐾
1000𝐶 …………………………………………...………………. (8)
27
Keterangan :
Ʌm = daya hantar ekivalen (S.mol-1.cm2)
K= daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μS.cm-1)
C = Konsentrasi elektrolit (mol.L-1)
Daya hantar molar suatu larutan bergantung pada konsentrasi, jumlah ion
dan muatan ion dari senyawa elektrolit. Jumlah muatan atau jumlah ion dari
spesies yang terbentuk ketika larutan kompleks dilarutkan dapat diketahui
dengan membandingkan daya hantar molar kompleks tersebut dengan senyawa
ionik sederhana yang telah diketahui jumlah dan perbandingan muatan ionnya
(Lee, 1994).
Pengukuran konduktivitas listrik suatu larutan garam kompleks
merupakan salah satu metode penting dalam mempelajari pasangan ion atau
kumpulan ion. Pengukuran konduktivitas juga digunakan untuk
memperkirakan energi bebas hidrasi beberapa larutan elektrolit dan
mempelajari sifat alami interaksi antara zat yang terlarut dengan pelarut (El-
Hammany et al., 2010).
6. X-Ray Diffraction (XRD)
X-ray diffraction (XRD) merupakan suatu teknik pengujian yang
digunakan untuk menentukan struktur kristal, parameter kisi dan volume kisi.
Bila seberkas sinar-X mengenai suatu bahan kristalin, berkas ini akan didifraksi
oleh bidang atom dalam kristal tersebut. Berkas sudut difraksi (θ) tergantung
pada panjang gelombang (λ) berkas sinar-X dan jarak (d) antar bidang
(Smallman & Bishop, 2000).
28
Sudut antara berkas sinar yang didifraksikan dengan sinar ditransmisikan
itu besarnya selalu 2θ ; 2θ inilah yang terukur oleh alat eksperimen difraksi
sinar-X dan dikenal sebagai sudut difraksi. Pola difraksi sinar-X yang terjadi
akan mengikuti hukum Bragg dengan persamaan (9) :
2d sinθ = nλ ……………………….………………………………….. (9)
Difraksi akan terjadi apabila hukum Bragg tersebut terpenuhi.
Difraktometer yang dijalankan pada suatu rentang sudut tertentu akan
menghasilkan sederet puncak-puncak intensitas difraksi. Setiap puncak
intensitas difraksi untuk setiap sudut difraksi, mewakili bidang-bidang kisi
kristal yang mendifraksikan sinar-X (Subagja, 2011). Pada metode Le Bail,
intensitas dari berbagai macam pemantulan sinar dihitung dengan
menggunakan suatu model acuan struktur yang sesuai. Dalam metode Le Bail
dilakukan pergeseran nilai-nilai parameter kisi sehingga dihasilkan kemiripan
struktur yang maksimal antara hasil difraksi sinar-X yang dihasilkan dengan
acuan yang digunakan (Rusli, 2011).
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian sintesis kompleks besi(III) dalam ligan 1,10-fenantrolin dan
berbagai anion telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang sintesis dan
karakterisasi senyawa kompleks yang akan dilakukan memiliki kerelevann dengan
penelitian sebelumnya.
Odoko dan Okabe (2004) telah berhasil mensintesis senyawa kompleks
[Fe(phen)3](NO3)3.3H2O. Senyawa kompleks ini kemudian dikarakterisasi
29
menggunakan XRD kristal tunggal sehingga dapat diketahui bahwa kompleks
dengan logam pusat Fe(III) ini memiliki geometri oktahedral, dimana atom pusat
Fe dikoordinasikan oleh enam N atom dari tiga ligan fenantrolin. Struktur kristal
senyawa kompleks ini adalah monoklinik, C2/c dengan nilai a=10.769 (8)Å ,
b=24.58 (2)Å , c=13.274 (12) Å dan β = 103.00 (3) ͦ .
Prasad Kulkani et al, (1988) juga telah berhasil mensintesis senyawa kompleks
[Fe(phen)]Cl3.H2O yang juga dikarakterisasi menggunakan instrument XRD kristal
tunggal sehingga dapat diketahui space group dari kompleks ini yaitu P1. Dengan
nilai a=10.224 (4)Å , b=10.603 (3)Å , c=6.628 (2) Å, α= 10.070 (2) ͦ , β = 10.817
(2) ͦ , γ = 9.206 (2).
D. Kerangka Berpikir
Sintesis senyawa kompleks besi(III) dengan ligan khelat dan berbagai anion
telah banyak dilakukan. Senyawa kompleks terbentuk jika terjadi ikatan kovalen
koordinasi, ligan sebagai donor elektron dengan ion logam sebagai aseptor elektron.
Pada penelitian ini ligan fenantrolin direaksikan dengan besi(III) dan anion
potassium trifloromethanesulfonate agar terbentuk senyawa kompleks yang
kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui struktur dan berbagai sifatnya.
Ligan 1,10-fenantrolin merupakan ligan bidentat dengan dua atom donor N
yang terikat pada cincin aromatis. Atom donor tersebut memiliki pasangan elektron
bebas. Melalui atom-atom donor tersebut, suatu ligan mengadakan ikatan kovalen
koordinasi dengan atom pusat pada senyawa kompleks. Cicin aromatis yang
dimiliki ligan dapat meningkatkan kestabilan senyawa kompleks yang dibentuk.
30
Kestabilan dapat tercapai karena cincin aromatis memiliki orbital-orbital п yang
mampu menerima elektron dari ion pusat.
Identifikasi spektrum elektronik dapat dikaitkan dengan energi pembelahan d
(10 Dq) yaitu terjadinya transisi elektronik dari keadaan dasar (ground state) ke
keadaan tereksitasi (excited state). Identifikasi spektrum inframerah memberikan
informasi adanya vibrasi antara atom pusat dengan ligan dan atom-atom dalam
ligan. Identifikasi konduktivitas dapat memberikan informasi mengenai besarnya
daya hantar listrik dan membuktikan bahwa senyawa tersebut bersifat ionik. Untuk
mengetahui momen magnetik senyawa kompleks digunakan MSB (Magnetic
Susceptibility Balance). Karakterisasi dengan AAS berfungsi untuk mengetahui
kadar unsur-unsur senyawa kompleks yang selanjutnya digunakan dalam
meramalkan formulasi senyawa kompleks hasil sintesis. Karakterisasi X-ray
diffraction (XRD) dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal, parameter
kisi dan volume kisi senyawa kompleks Fe(III).
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah senyawa kompleks
[Fe(phen)x](CF3SO3)y.nH2O.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah formula senyawa kompleks, spektrum inframerah,
daya hantar listrik, sifat magnetik, struktur kristal, dan spektrum elektronik.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan:
a. Spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige 21 (400 – 4000 cm-1)
b. Spektrofotometer UV-Vis Pharmaspec UV 1700 (200-800 nm)
c. Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2400 PC Series (300-1100 nm)
d. Konduktometer HI 8733
e. Magnetic Susceptibility Balance 10169
f. X-ray diffraction spectrometer Rigaku Miniflex Benchtop 2θ (2-900)
g. Spektrofotometer serapan atom Shimadzu AA-6650
h. Magnetic strirrer with hot plate
i. Pipet ukur
32
j. Pipet tetes
k. Kaca masir
l. Desikator
m. Labu Ukur
n. Neraca analitik
o. Spatula
p. Kaca arloji
q. Erlenmeyer
r. Gelas ukur
s. Beaker glass
t. Corong
2. Bahan-Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. FeCl3.6H2O (p.a, Sigma Aldrich)
b. 1,10-Fenantrolin (p.a, Merck)
c. KCF3SO3 (p.a, Sigma Aldrich)
d. Etanol
e. Aquades
f. KCl
g. NH4Cl
h. AlCl3
i. CaCl2
33
C. Prosedur Penelitian
1. Sintesis Senyawa Kompleks Fe(III) dengan Ligan Fenantrolin dan Anion
Triflate
Sebanyak 0,274 gram FeCl3.6H2O dilarutkan ke dalam 10 ml akuades dalam
erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1,10-fenantrolin sebanyak 0,541 gram yang
telah dilarutkan dalam 10 ml etanol. Campuran tersebut kemudian diaduk hingga
homogen selama 30 menit dengan ditutup menggunakan aluminium foil. Setelah
homogen, ke dalam campuran tersebut ditambahkan KCF3SO3 berlebih sebanyak
1,129 gram yang telah dilarutkan dalam 10 ml akuades. Campuran tersebut lalu
diuapkan serta diaduk dengan magnetic stirrer selama ± 3 jam hingga terbentuk
endapan pada pengurangan volum larutan sekitar separuh dari volume semula.
Larutan didiamkan selama 24 jam dengan ditutup aluminium foil, kemudian
endapan disaring dengan corong buchner dan dicuci dengan akuades dingin.
Selanjutnya endapan dikeringkan dalam desikator. Percobaan dilakukan dengan
perulangan sebanyak 3 sampel dengan prosedur yang sama. Padatan kering hasil
sintesis kemudian dikarakterisasi.
2. Karakterisasi Senyawa Kompleks
a. AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)
Kadar logam besi(III) dalam senyawa kompleks diukur menggunakan
instrumen AAS. Kadar besi(III) hasil pengukuran kemudian digunakan untuk
menentukan formulasi dari senyawa kompleks. Penentuan formulasi senyawa
kompleks dilakukan dengan cara membandingkan dengan kadar besi(III) secara
34
teoritis dari berbagai bentuk formulasi senyawa kompleks yang kemungkinan dapat
terbentuk.
b. Spektrofotometer FTIR
Pengukuran spektrum inframerah dilakukan menggunakan instrumen
Spektrofotometer FTIR. Sampel di scaning pada daerah panjang gelombang 300-
4000 cm-1 dengan Spektrofotometer FTIR Shimadzu Prestige 21.
c. Konduktometer
Pengukuran konduktivitas dilakukan dengan instrumen Konduktometer.
Pengukuran daya hantar ekivalen dilakukan dengan menggunakan larutan standar
KCl 1 M pada suhu 25o C. Sebanyak 0,012 gram senyawa kompleks dilarutkan
dalam 10 akuades dan diencerkan hingga konsentrasi 0,001 M, kemudian diukur
daya hantar molarnya beserta larutan senyawa pembanding. Dari hasil pengukuran
konduktivitas larutan kompleks dibandingkan dengan larutan pembanding yang
telah diketahui jumlah ion dan muatan ionnya dapat diketahui jumlah perbandingan
ion kompleks ketika dilarutkan dalam akuades.
d. Magnetic Susceptibility Balance (MSB)
Momen magnetik sampel diukur dengan menggunakan timbangan magnetik
model Gouy atau Magnetic Susceptibility Balance Auto Sherwood Scientific 10169
(MSB). Sampel senyawa kompleks padat dimasukkan ke dalam tabung Guoy 15
mm, sehingga diperoleh harga kerentanan magnetik per gram (χg). Harga (χg)
35
kemudian diubah menjadi kerentanan magnetik molar (χM) dan dikoreksi dengan
factor diamagnetik (χL) sehingga didapatkan nilai kerentanan magnetic terkoreksi
(χA). Nilai momen magnetik efektifnya dihitung melalui harga (χA).
e. X-Ray Diffraction (XRD)
0,2 gram sampel ditempatkan dengan merata dan termanpatkan secara baik di
tempat sampel kemudian diletakkan pada sampel holder dalam alat difraktometer
sinar-X. Sampel disinari dengan sinar-X. Selama penyinaran sampel dirotasi
dengan kecepatan 60 rpm. Data difraksi sinar-X sampel diambil pada rentang sudut
difraksi 20- 90 0 dengan interval 0,04°/step dan waktu tiap step kira-kira 4 detik.
Difraktogram yang diperoleh berupa grafik intensitas versus sudut difraksi (2θ).
f. Spektrofotometer UV-Vis (Larutan)
Perekaman spektrum elektronik larutan menggunakan instrumen
Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 2400 PC Series pada panjang gelombang 300-
1100 nm. Serbuk kering senyawa kompleks sebanyak 0,012 gram dilarutkan dalam
10 ml etanol serta digunakan larutan pembanding dari prekusor FeCl3.6H2O
sebanyak 0,027 gram dalam etanol 10 ml, dan kemudian direkam spektrum
elektronik dari masing-masing larutan kompleks.
g. Spektrofotometer UV-Vis (Padat)
Perekaman spektrum elektronik padat menggunakan instrumen
Spektrofotometer UV-Vis Pharmaspec UV 1700 pada panjang gelombang 200-800
36
nm. Pengukuran spektrum elektronik ini menggunakan metode lapis tipis
menggunakan kaca persegi berukuran 2x2 cm. Serbuk senyawa kompleks
kemudian direkatkan dengan pelarut etanol, dan direkam spektrum elektroniknya.
D. Teknik Analisis Data
Data hasil dari penelitian ini diolah secara deskripsi non statistik. Terbentuknya
kompleks besi(III) dengan ligan fenantrolin dan anion CF3SO3¯ mampu ditandai jika
terjadi perubahan warna dari zat yang terbentuk. Formulasi senyawa kompleks
diperkirakan dari hasil analisis AAS yaitu kadar Fe dan hasil eksperimen yang
kemudian dibandingkan dengan yang presentasenya mendekati perhitungan secara
teoritis. Hasil pengukuran daya hantar listrik menunjukkan jumlah ion dari senyawa
kompleks hasil sintesis. Sifat magnetik senyawa kompleks diketahui dengan
mengukur nilai momen magnet dengan menggunakan instrumen MSB. Adanya
gugus fungsi dalam senyawa kompleks akan teramati dari hasil spektrum FTIR, dan
struktur senyawa kompleks yang terbentuk dapat ditentukan dari hasil pengukuran
menggunakan XRD, dari difragtogram dengan metode Le Bail untuk program
Rietica.
37
E. Diagram Alir
Berikut adalah diagram alir cara sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks
[Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
Gambar 9. Diagram Alir Cara Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks
0,274 g (1 mmol)
FeCl3.6H2O dalam 10
mL akuades
0,541 g (3 mmol)
C12H8N2 dalam 10 mL
etanol
1,29 g (6 mmol)
KCF3SO3 dalam 10 mL
akuades
Spektrofotometer
UV-Vis larutan
Spektrofotometer
UV-Vis padat
Spektrofotometer
FTIR
XRD AAS MSB Konduktometer
Endapan senyawa kompleks
Didiamkan selama 18 jam
Disaring
Dicuci dengan akuades dingin
Dikeringkan
Dikarakterisasi
Diaduk disertai pemansasan selama
2,5 jam
Diaduk hingga homogen tanpa
pemanasan selama 30 menit
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dengan Ligan 1,10-Fenantrolin dan
Anion Trifluorometanasulfonat
Pada penelitian ini senyawa kompleks yang digunakan adalah besi(III)
triklorida heksahidrat yang berbentuk kristal berwarna orange yang mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam air, sehingga dalam air cenderung membentuk kation
kompleks berkoordinasi enam yakni [Fe(H2O)6]3+. Ligan 1,10-fenantrolin
merupakan senyawa organik berbentuk serbuk berwarna putih yang larut dalam
pelarut organik. Etanol dipilih selain dapat melarutkan ligan 1,10-fenantrolin juga
karena mudah bercampur dengan akuades yang digunakan sebagai pelarut prekusor
FeCl3.6H2O. Anion trifloromethanesulfonate atau triflate (CF3SO3-) yang
digunakan pada penelitian ini yaitu garam potassium triflate (KCF3SO3) berupa
serbuk berwarna putih dan dapat larut dalam akuades sehingga digunakan akuades
sebagai pelarutnya.
Preparasi senyawa kompleks diawali dengan melarutkan besi(III) triklorida
heksahidrat dengan pelarut akuades kemudian ditambahan ligan 1,10-fenantrolin
yang telah dilarutkan dalam etanol, selanjutnya dilakukan pengadukan hingga
homogen. Tahap pencampuran dilakukan pada suhu kamar. Pada penelitian ini
menggunakan pelarut etanol yang memiliki sifat polar sebagai pelarut ligan. Ketika
ke dalam ion kompleks [Fe(H2O)6]3+ ditambahkan ligan 1,10-fenantrolin yang telah
dilarutkan dalam pelarut etanol maka akan terjadi pendesakan ligan H2O pada
kompleks [Fe(H2O)6]3+ oleh ligan 1,10-fenantrolin sehingga terbentuk kation
kompleks [Fe(phen)n]3+ berwarna coklat. Persamaan reaksi yang terjadi adalah:
39
[Fe(H2O)6]3+(aq) + 3 phen(aq) [Fe(phen)n]
3+(aq) + H2O(l)
Pendesakan ini terjadi dalam temperatur ruang dan berlangsung ditandai
dengan reaksi eksoterm serta perubahan warna menjadi coklat kehitaman, yang
dapat diamati pada Gambar 10. Pendesakan ini terjadi karena ligan 1,10-fenantrolin
memungkinkan terjadi pembentukan kompleks kelat dengan atom pusat besi(III)
sehingga kompleks lebih stabil.
Gambar 10. Larutan FeCl3.6H2O a). Sebelum Penambahan Ligan 1,10 –
Fenantrolin dan b). Sesudah Penambahan Ligan 1,10 –Fenantrolin.
Tahap preparasi senyawa kompleks selanjutnya adalah dengan
menambahkan anion dari serbuk potasium trifluorometanasulfonat (KCF3SO3)
berwarna putih. Anion trifluorometanasulfonat (CF3SO3-) atau dikenal triflat
mudah larut dalam pelarut akuades. Penambahan anion triflat berlebih ke dalam
kation kompleks [Fe(phen)n]3+ akan terjadi perubahan pada larutan kompleks
menjadi lebih pekat dan sedikit membentuk endapan kompleks berwarna coklat.
Selanjutnya larutan diuapkan sekitar 2 jam untuk mengurangi jumlah pelarut dalam
larutan kompleks, kemudian diamkan selama 18 jam supaya endapan kompleks
a b
40
dapat terkumpul. Endapan kompleks kemudian disaring dengan corong buchner
dan dicuci dengan akuades dingin beberapa kali untuk menghilangkan garam KCl
yang kemungkinkan ikut terbentuk saat reaksi kompleks terjadi. Endapan kompleks
yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dalam desikator pada suhu kamar untuk
mengurangi kadar air dalam padatan. Endapan kompleks hasil sintesis yang telah
kering dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Padatan Kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y. nH2O
Sintesis senyawa kompleks dilakukan dengan perulangan sebanyak tiga kali.
Hasil sintesis senyawa kompleks dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Preparasi Sampel [Fe(phen)x]3+ (CF3SO3
-)y. nH2O.
Sampel Berat Hasil Randemen Warna Bentuk
Sampel 1 0,564 54,075% Coklat Serbuk kasar
Sampel 2 0,548 52,540% Coklat Serbuk kasar
Sampel 3 0,588 56,375% Coklat Serbuk kasar
Reaksi yang terjadi pada sintesis kompleks besi(III) dengan ligan 1,10-
fenantrolin dan anion trifluorometanasulfonat diperkirakan sebagai berikut:
[Fe(phen)x]3+ (aq) + 3 CF3SO3
- (aq) (berlebih) Fe(phen)3](CF3SO3)3(s)
41
B. Penentuan Formula Senyawa Kompleks
1. Pengukuran Kadar Besi
Pengukuran kadar besi dalam kompleks [Fe(phen)x](CF3SO3)y.nH2O
dilakukan dengan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). Penentuan formula
senyawa kompleks dilakukan dengan membandingkan kadar besi secara teoritis
terhadap kadar besi senyawa kompleks hasil sintesis pada sampel 2. Pengukuran
kadar besi dalam sampel diperoleh sebesar 4,9131 %. Dari nilai kadar besi secara
pengukuran dibandingkan kadar besi dari perhitungan teoritis yang mendekati maka
dapat diketahui formula senyawa kompleks yakni [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O.
Dengan demikian diperkirakan dalam struktur senyawa kompleks yang dihasilkan
terdapat 3 ligan 1,10-fenantrolin terikat dengan atom pusat Fe seperti yang terlihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Penentuan Formula Senyawa Kompleks terhadap Kadar Teoritis.
No. Formula
Berat
molekul
Senyawa
kompleks
Kadar %
Fe
teoritis
Kadar
% Fe
dalam
sampel
1. [Fe(phen)3](CF3SO3)3 1043,69 5,351
4,913
2. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.2H2O 1079,73 5,172
3. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.4H2O 1115,77 5,005
4. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 1133,79 4,926
5. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.6H2O 1151,81 4,848
2. Konduktivitas
Daya hantar listrik larutan standar KCl 1M dan akuades diukur untuk
standarisasi alat (konduktometer). Pengukuran daya hantar listrik senyawa
kompleks Fe(III) dilakukan dengan melarutkan sebanyak 0,011 gram padatan
kompleks dalam 10 mL aquades, sehingga terbentuk larutan kompleks Fe(III)
42
0,001 M. Larutan kompleks Fe(III) diukur dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
Selain itu diukur juga nilai konduktivitas larutan NH4Cl 0,1 M, CaCl2 0,1 M dan
AlCl3 0,1 M yang telah diketahui jumlah dan muatan ionnya sebagai pembanding.
Hasil pengukuran konduktivitas ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Pembanding dan Larutan Sampel Kompleks
dalam Akuades.
Senyawa kompleks
Perbandingan
jumlah muatan
(Kation :
Anion)
Daya hantar
ekivalen
(Ω-1 Cm2 mol-1)
Jumlah
ion per
molekul
NH4Cl 1 : 1 65,20 2
CaCl2 2 : 1 122,14 3
AlCl3 3 : 1 195,51 4
FeCl3 3 : 1 177,7 4
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O 3 : 1 216,6 4
Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ion yang dihasilkan dari
senyawa standar dalam larutan maka daya hantar ekivalennya semakin besar. Daya
hantar ekivalen kompleks dalam akuades sebesar 216,6 Ω-1 Cm2 mol-1. Kemudian
dengan membandingkan daya hantar ekivalen larutan senyawa kompleks dengan
larutan senyawa standar dapat ditentukan jumlah ion dan jumlah muatan larutan
senyawa kompleks hasil sintesis untuk tiap molekulnya. Nilai ini mendekati daya
hantar ekivalen dari senyawa AlCl3 yang mempunyai jumlah ion 4. Dengan
demikian senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dalam pelarut air terion
dengan perbandingan muatan kation dan anion adalah 3 : 1. Senyawa kompleks ini
dalam pelarut air akan terion dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
[ Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O (s) [Fe(phen)3]3+ (aq) + 3 CF3SO3- (aq) + 5H2O(l)
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga molekul CF3SO3- tidak terkoordinasi pada
atom pusat Fe3+ akan tetapi bertindak sebagai anion, sedangkan ketiga molekul
43
1,10-fenantrolin terikat pada atom pusat Fe3+ sebagai ligan. Bentuk geometri
senyawa kompleks ini dimungkinkan oktahedral karena logam Fe3+ dapat
diperkirakan berikatan dengan 6 atom N dari 3 ligan 1,10-fenantrolin.
Hasil penelitian terdahulu senyawa kompleks Fe(III) dengan berbagai ligan
menunjukkan beberapa hasil yang berbeda-beda. Hasil penelitian dengan kompleks
Fe(III)-pirazinamida menunjukkan hasil yang bersesuaian dengan senyawa
kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O , yang memiliki nilai daya hantar listrik
ekivalen sebesar 382,44 ± 4,13 S.cm2mol-1. Senyawa lain seperti KCl,
Co(NO3)2.H2O, dan CrCl3.6H2O digunakan sebagai pembanding mempunyai harga
daya hantar ekivalen masing-masing 100,83 ± 0,17 S.cm2mol-1 ; 138,23 ± 0,05
S.cm2mol-1 dan 259,73 ± 0,47 S.cm2mol-1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
kompleks tersebut adalah kompleks ionik dengan perbandingan muatan
kation:anion sebesar 3:1 (Rus Maysyaroh, 2009).
Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh senyawa kompleks [Fe(III)-(8-
hidroksikuinolin)3].2H2O yang memiliki harga daya hantar ekivalen sebesar 0
S.cm2mol-1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kompleks tersebut bersifat non
elektrolit, yang berarti tidak ada anion bebas dalam kompleks dan ligan 8-
hidroksikuinolin terkoordinasi langsung pada atom pusat dalam bentuk anion
(Sugiarto, 2006).
44
C. Karakterisasi Senyawa Kompleks
1. Sifat Magnetik
Pengukuran momen magnetik menggunakan timbangan Gouy dilakukan pada
ketiga sampel senyawa kompleks. Ketiga sampel kompleks yang diuji dianggap
memiliki formula yang sama. Nilai momen magnetik efektif (μeff) dapat
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Nilai Momen Magnetik Efektif (μeff) Senyawa
Kompleks pada suhu ruang.
Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3 χg x 10-6 (cgs) μeff
Sampel 1 1,437 2,273 BM
Sampel 2 1,311 2,203 BM
Sampel 3 1,155 2,105 BM
Berdasarkan data pada Tabel 6, didapatkan harga momen magnetik efektif
senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O yaitu sebesar 2,1 – 2,3 BM. Hal
tersebut menunjukkan bahwa senyawa kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
bersifat paramagnetik dengan 1 elektron tidak berpasangan pada konfigurasi
elektronik ion pusat. Adanya satu elektron tak berpasangan pada ion pusat
kompleks ini karena hanya terdapat 5 elektron pada orbital 3d sehingga
menghasilkan konfigurasi elektronik dengan satu elektron tidak berpasangan.
Ion kompleks [Fe(phen)3]3+ ini dimungkinkan mengadopsi hibridisasi d2sp3
dengan bentuk geometri oktahedral. Menurut Sugiyarto (2012), harga momen
magnetik efektif (μeff) Fe(III) dengan struktur oktahedral dengan keadaan spin
rendah (low spin) umumnya berada pada daerah 1,8-2,5 BM.
Harga momen magnetik efektif sebesar 2,1 – 2,3 BM ini lebih besar daripada
harga momen magnetik teoritis untuk ion Fe3+ dengan satu elektron tak berpasangan
45
pada kompleks oktahedral yaitu sebesar 1,73 BM. Kelebihan nilai momen magnetik
efektif daripada momen magnetik teoritis ini disebabkan adanya kontribusi momen
magnetik orbital parsial, karena konfigurasi elektronik dalam medan oktahedron
dapat mengalami perubahan oleh karena putaran pada sumbu Cartes. Konfigurasi
elektronik Fe3+ bergeometri oktahedral dengan keadaan spin rendah adalah t2g5,
konfigurasi elektronik t2g5 ini mengalami perubahan menjadi (dxy)
2(dxz)2(dyz)
1 atau
(dxy)2(dxz)
1(dyz)2 atau (dxy)
1(dxz)2(dyz)
2. Perubahan konfigurasi inilah yang
memberikan nilai kontribusi orbital pada momen magnetik efektif senyawa
kompleks sehingga memungkinkan harga momen magnetik efektif tidak sesuai
dengan harga μs (Sugiyarto, 2012).
Hasil perhitungan momen magnetik efektif dari senyawa kompleks
[Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O ini bersesuaian dengan senyawa kompleks [Fe(III)-(8-
hidroksikuinolin)3].2H2O yang juga berstruktur geometri oktahedral. Kompleks ini
menunjukkan harga momen magnetik efektif berada pada daerah 2,64-2,66 BM,
ini menunjukkan bahwa kompleks Fe bersifat paramagnetik dengan satu elektron
tidak berpasangan, yang berarti 8-hidroksikuinolin merupakan ligan kuat, sehingga
kompleks ini bersifat low spin (Sugiarto, 2006).
2. Spektrum Elektronik Larutan
Indikasi terbentuknya kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin ditandai
oleh adanya perubahan spektrum elektronik [Fe(H2O)6]3+, dimana menurut
Sugiyarto (2008), senyawa ionik [Fe(H2O)6]3+, sangat cepat terhidrolisis sehingga
analisis spektrum elektroniknya sulit dilakukan atau tidak terbaca puncak puncak
serapannya. Hal ini berbeda dengan kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O yang
46
menunjukkan adanya puncak-puncak serapan yang terlihat jelas seperti terlihat
pada Gambar 12. Hal ini mengindikasikan telah terbentuknya kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O yang bersifat lebih stabil dengan pembentukan
kompleks khelat oleh ligan 1,10-fenantrolin. Spektrum elektronik
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Spektrum Elektronik UV-Vis Larutan Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
Besarnya panjang gelombang maksimum (λmax), absorbansi (A) dan besarnya
harga koefisien ekstingsi (ε) untuk kompleks ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Harga Koefisien Ekstingsi (ε) Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
No. Formula Kompleks λmax
(nm)
A -υ
(cm-1)
- ε
(Lmol-
1cm-1)
1.
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
512,5 0,482 19512,2 48,2
465,5 0,442 21482,2 44,2
350,5 0,597 28530,6 59,7
Salah satu karakteristik spektrum kompleks oktahedral ditandai oleh harga
koefisien ekstingsi (ε) yang rendah, berkisar antara 1–100 Lmol-1cm-1 (Huheey,
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
15000 17000 19000 21000 23000 25000 27000 29000
Ab
sorb
asn
i
Bilangan gelombang
Absorbansi Fe phen
47
1993). Harga koefisien ekstingsi senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
berkisar antara 48,2 – 59,7 Lmol-1cm-1, sehingga senyawa kompleks ini juga
diperkirakan bergeometri oktahedral.
3. Spektrum Elektronik Padatan
Penentuan spektrum elektronik senyawa kompleks dapat dilakukan dengan
metode lapis tipis dengan pengukuran sampel berbentuk padatan. Pengukuran
menggunakan spektrum elektronik larutan dan spektrum elektronik padatan
digunakan untuk membandingkan adanya puncak serapan yang sama.
Perbandingan analisis spektrum elektronik larutan dengan spektrum elektronik
padatan menunjukkan perbedaan yang kecil. Spektrum elektronik kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan metode lapis tipis ditunjukkan pada Gambar
13.
Gambar 13. Spektrum Elektronik UV-Vis Padatan Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
Puncak - puncak serapan kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O beserta
panjang gelombang munculnya puncak serapan tersebut ditunjukkan oleh Tabel 8.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
12000 15000 18000 21000 24000 27000 30000 33000 36000
Ab
sorb
ansi
Bilangan Gelombang (cm-1)
48
Tabel 8. Puncak Serapan Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Metode
Padatan
No. Formula Kompleks λmax
(nm)
1. [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
526 (19011,4 cm-1)
396 (25252,5 cm-1)
333 (30030,03 cm-1)
Pada spektra elektronik kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O muncul tiga
puncak serapan kuat, yaitu pada 333(υ1) nm, 396(υ2) nm, dan 526(υ3) nm.
Spektrum elektronik hampir sama juga ditunjukkan oleh kompleks [Fe(L)Cl(H2O)]
[L=(Diacetyloxime dan 1,2-diaminopropane)] (Salam, 2009). Kompleks
[Fe(L)Cl(H2O)] [L=(Diacetyloxime dan 1,2-diaminopropane)] yang
memperlihatkan puncak serapan pada daerah 290 nm, 410 nm, dan 570 nm. Serapan
pada υ1 (526 nm = 19011,4 cm-1) merupakan transisi elektronik d-d, 2T2 → 2T1,
2A2. Serapan pada υ2 (396 nm = 25252,5 cm-1) merupakan transisi elektronik d-d,
2T2 → 2E. Sedangkan pada serapan υ3 (333 nm = 300303,03 cm-1) memungkinkan
adanya charge transfer metal → ligan.
4. Spektrum Inframerah
Analisis spektrum inframerah merupakan analisis untuk mengetahui gugus
khas tertentu yang terdapat dalam senyawa kompleks, baik yang terkoordinasi
secara langsung dengan ion pusat maupun yang tidak terkoordinasi dengan ion
pusat. Karakterisasi spektrum inframerah dilakukan menggunakan
spektrofotometer FTIR pada daerah serapan 400-4000 cm-1. Pengukuran spektrum
inframerah senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan oleh
Gambar 14.
49
Gambar 14.Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
Pada spektrum Gambar 14. terdapat serapan melebar pada daerah 3510,45
cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi dari gugus O-H (broad) pada H2O, serapan
ini sesuai dengan teori yaitu sekitar 3500 cm-1 (Pavia, Lampman, dan Goerge,
2001). Serapan tajam pada daerah 3062,96 cm-1 terjadi oleh adanya ikatan C-H
cincin aromatik ligan 1,10-fenantrolin. Hal ini bersesuaian dengan adanya rentang
serapan C-H cincin aromatik dari ligan fenantrolin yang muncul pada 3036,97 cm-
1 (Yusthinus T. Male.dkk, 2013).
Serapan lemah pada daerah 2368,59 cm-1 mengindikasikan adanya ikatan C=N
dari cincin 1,10-fenantrolin. Adanya ikatan C=C cincin aromatis pada kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3 ditunjukkan dengan munculnya serapan di daerah 1519,91
dan 1427,32 cm-1. Hal ini mirip dengan rentang serapan C=C aromatik pada 1475-
1600 cm-1 dengan intensitas lemah, serapan vibrasi ikatan C=N pada 2240-2260
50
cm-1 dan serpan ikatan C-H strecthing aromatik pada 3150-3050 cm-1
(Sastrohamidjojo, 2001).
Adanya puncak serapan di daerah 1157,29 cm-1 menunjukkan adanya ikatan
S=O dari anion CF3SO3- menurut (Pavia, Lampman , dan Goerge, 2001) dalam
bukunya yang berjudul Introduction to Spectroscopy. Puncak tajam di daerah
1033,85 cm-1 menunjukkan adanya serapan ikatan C-F dari anion CF3SO3- (Pavia,
Lampman , dan Goerge., 2001) ikatan tersebut sangat kuat pada daerah 1400-1000
cm-1. Adanya serapan tajam pada 725,23 cm-1 menunjukkan vibrasi S-O yang
memiliki rentang 1000-750 cm-1 (Pavia, Lampman , dan Goerge., 2001).
Serapan-serapan khas vibrasi ligan fenantrolin maupun anion triflat dari
senyawa kompleks ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Data Serapan FTIR [Fe(phen)3](CF3SO3)3·5H2O
Gugus Fungsi Frekuensi
(cm-1) teori
Frekuensi (cm-1)
percobaan
Intensitas
O-Hstreching 3500 3510,45 Melebar
C-H aromatik 3150-3050 3062,96 Sedang
C=C aromatik 1475-1600 1427 dan 1624 Lemah
S=O 1029 1157,29 Tajam
S-O 1000-750 725,23 Tajam
C-F 1153 1033,85 Tajam
5. Analisis Difraktogram Senyawa Kompleks
Pada penelitian ini, senyawa hasil sintesis juga dikarakterisasi dengan difraksi
sinar-X. Berdasarkan data XRD, diperoleh difraktogram sampel yang diukur pada
sudut 2 theta pada 5 - 90º. Padatan senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
hasil sintesis dianalisis XRD untuk mengetahui struktur kristal. Analisis pola
difraksi dari difraktogram senyawa kompleks dengan menggunakan metode Le Bail
51
pada program Rietica. Difraktogram XRD dari kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Difraktogram Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
Data yang diperoleh dari pengukuran menggunakan XRD kemudian diolah
dengan program Rietica. Penentuan struktur kristal senyawa kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dilakukan dengan membandingkan parameter sifat-
sifat kristal dari senyawa kompleks yang memiliki kemiripan formula. Parameter
yang digunakan yaitu senyawa [Fe(phen)3](NO3)3.H2O yang dapat dilihat pada
Tabel 10.
52
Tabel 10. Data Analisis Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O terhadap Kompleks
[Fe(phen)3(NO3)3.H2O
Parameter
∆ (%) Senyawa
Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
[Fe(phen)3(NO3)3
.H2O
Sistem
Kristal
Monoklinik Monoklinik
-
Space Grup C2/c C2/c
a (Å) 10,781 10,769 0,11
b (Å) 24,53 24,58 0,21
c (Å) 13,286 13,274 0,09
α ( ͦ ) 90 90 -
β ( ͦ ) 103,15 103,00 0,14
γ ( ͦ ) 90 90 -
V (Å3) 3422 3423 0,02
Rp 5,37
- - Rwp 11,05
Gof 2,24
Data kristalografi sampel senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O pada
Tabel 11, hampir sama atau sebanding dengan data kristalografi dari senyawa
kompleks [Fe(phen)3](NO3)3.H2O yang memiliki sistem kristal dan space grup yang
sama dengan sedikit berbeda pada nilai a, b, c dan β (0,0-0,21).
Hasil refinement dengan metode Le Bail terhadap data difraksi sinar-X untuk
[Fe(phen)3](CF3SO3)3 pada rentang 2 theta pada 10 - 80º dalam sistem kristal
monoklinik menunjukkan kecocokan antara data hasil pengamatan difraksi sinar X
(tanda + hitam) dan kalkulasi (garis merah), garis vertikal warna biru adalah posisi
Bragg yang diharapkan, serta garis hijau mendatar merupakan perbedaan keduanya.
Sebagaimana ditunjukkan Gambar 14 dan Tabel 10, hasil refinement diperoleh
nilai Rp dan Rwp yang berada pada rentang yang dapat diterima untuk suatu proses
refinement. Hal ini mengindikasikan terdapat kesesuian antara struktur kompleks
hasil sintesis [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan struktur parameter
53
[Fe(phen)3](NO3)3.H2O. Hasil analisis senyawa kompleks dengan program rietica
ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Difraktogram Hasil Analisis Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan Program Rietica.
Keterangan :
● = Hasil pengamatan difraksi sinar-X
— = Hasil kalkulasi data
— = Posisi bragg
— = Garis perbedaan
D. Perkiraan Struktur Kompleks
Data hasil AAS menunjukkan adanya kemungkinan formula kompleks Fe(III)-
1,10-fenantrolin adalah [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O. Kemungkinan formula
kompleks ini juga didukung dari hasil pengukuran daya hantar listrik diketahui
bahwa kedua ion CF3SO3- tidak terkoordinasi dengan ion pusat Fe3+ dan hanya
bertindak sebagai anion, sedangkan ketiga molekul 1,10-fenantrolin bertindak
sebagai ligan dan berikatan langsung dengan atom pusat dan membentuk geometri
oktahedral. Berdasarkan fakta tersebut, formulasi kompleks yang terbentuk adalah
54
[Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O. Bentuk geometri oktahderal dari senyawa kompleks
ini juga diindikasikan dari harga momen magnet senyawa kompleks
[Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O yaitu sebesar 2,1 – 2,2 BM, sehingga dapat
diprediksikan struktur senyawa kompleks yang didapatkan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 17.
FeN
N
N
NN
N
(CF SO )3 3 3.5H O2
Gambar 17. Struktur Senyawa Kompleks [Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan dan uraian pembahasan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut .
1. Metode sintesis senyawa kompleks Fe(III) dengan ligan 1,10-fenantrolin dan
anion CF3SO3- adalah metode pendesakan langsung.
2. Formula senyawa kompleks yang terbentuk adalah [Fe(phen)3](CF3SO3)3
.5H2O.
3. Senyawa kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O bersifat paramagnetik dengan
nilai momen magnetik sebesar 2,1 – 2,3 BM. Hasil spektrum elektronik
menunjukkan adanya tiga serapan menunjukkan koefisien ekstingsi molar
kompleks ini adalah 48,8 – 59,7 Lmol-1cm-1 hal ini menunjukkan geometri
oktahedral. Spektrum elektronik terdapat tiga serapan dengan transisi
elektronik 2T2 → 2T1, 2A2;
2T2 → 2E; dan charge transfer metal → ligan.
Spektrum FTIR pada serapan kompleks menunjukkan berbagai vibrasi yang
khas untuk ligan fenantrolin maupun anion triflat. Struktur kristal senyawa
kompleks menunjukkan sistem kristal Monoklinik, space group C2/c dengan
parameter a = 10,781 Å, b = 24,53 Å, c = 13,286 Å, Z = 4, β = 103,130, V =
3422 Å, Rp = 5,37 dan Rwp = 11,05.
56
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O dengan teknik single kristal untuk memperkirakan
panjang ikatan dan besar sudut ikatan antar atom yang menyusun senyawa
kompleks.
57
DAFTAR PUSTAKA
Adibi, H., Samimi, H.A., Iranpoor, N. (2008). Iron(III)trifluoroacetate: hemoselective
and Recyclabe Lewis Acid Catalyst for Diacetylation of Aldehydes,
Thioacetalization and Transthioacetalization of Carbonyl Compounds and
Aerobic Coupling of Thiols. Chinese Journal of Chemistry, Vol. 26, hal. 2086-
2092.
Atkins, P. W. (1990). Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Penerjemah: Irma I.
Kartohadiprodjo. Jakarta: Erlangga.
Basolo, F. dan Johnson, R. C. (1986). Coordination Chemistry. Journal of Chemistry
Education, Vol. 64, Issue. 8: Page. A191
Budiasih, K. S., Projosantosa A.K. dan Septiyantinur. (2011). Besi(II) dan Besi(III)
Askorbat : Sintesis dan Prospek Biofungsi sebagai Suplemen anti Anemia.
Prosiding Seminar Nasional Kimia, Fakultas MIPA Universitas Negeri
Yogyakarta
Chang, Raymond. (2005). Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Considine, D.M., P.E dan Considine, G.D. (1994). Van Reinhold Encyclopedia of
Chemistry, 4th Edition. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Cotton, F. A., and G. Wilkinson Cotton, F. A. (1989). Kimia Anorganik Dasar. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Day, C.M dan Selbin.J. (1969). Theoretical Inorganic Chemistry 2nd Edition. New
York: Van Nostrand Reinhod.
Day, M. C dan Selbin, J.(1985). Theoritical Inorganic Chemistry 2nd Edition. New
Delhi: East-West Press.
El-Hammany N. H. , El-Kholy, M. M. Kawana, A. I. Ibrahim and Ghada A.
(2010). Conductance and Ion Association Studies of Unsymmetrical
Electrolytes of Complexes Bromoammine Cobalt(III) Halides and Perchlorate
in Water at Different Temperatures. Journal Chem Pharm Res. (4). Hlm. 1112-
1134.
Effendy. (2007). Kimia Koordinasi. Jawa Timur: Bayumedia Publishing.
58
Fessenden, R. J.. and J. S. Fessenden. (1997). Kimia Organik Edisi Ketiga. Penerjemah:
A. H. Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Gates, B.C. (1992). Catalytic Chemistry.New York: John Wiley& Sons. ree
Greenwood, N.N dan Earnshow, A. (1984). Chemistry of the Element. New York:
Pergamon-press
Housecroft, Catherine E and Alan G. Sharpe. (2005). Inorganic Chemistry. 2nd.
ed. Essex: Pearson Prentice Hall
Huheey, James E., Ellen A., Keiter and Richard L., Keiter. (1993). Inorganic
Chemistry. New York: Fifth edition Harper Collins Collage Publisher.
Jolly W. L.(1991). Modern Inorganic Chemistry Fourth edition. New York: McGraw
Hill Inc.
Johnston, D. H dan Duward F. (1993). Shriver Vibration Study of
Trifluoromethanesulfonate Anion: Unambiguous Assignment of the Asymmtric
Stretching Modes, Inorg. Chem. 32:1045-1047
Jufri Hasminisari. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Fe(III),
Co(III), Ni(II), dan Pb(II) dengan Heptilditiokarbamat serta Potensinya sebagai
Anti Tuberkulosis. Skripsi. Makassar: Unhas
Kulkarni, Prasad, Subhash P., and Ekkehard S. (1997). The first characterizes
Fe(phen)Cl3 complex : structure of aquo mono(1,10-phenanthroline)iron(III)
trichloride :[Fe(phen)Cl3(H2O)]. Journal Polyhedron Vol. 17 No. 16, pp/ 2623-
2626, 1998
Lee, J.D. ( 1994). Concise Inorganic Chemistry. Fourth edition. L o n d o n :
Chapman and Hall
Male, Yusthinus T., Tehubijuluw, Helna., & Pelata, Paulina M. (2013). Synthesis of
Binuclear Complex Compound of {[Fe(L)(NCS)2]2oks} (L= 1,10-phenantrolin and
2,2’-bipyridine). Journal of Ind. J. Chem.(1). Hlm. 15.22.
Marguerite P., Bruno Donnadieu dan Bernard Meunier. (1998). Preparation of the New
Bis(phenanthroline) Ligand “Clip-Phen” and Evaluation of theNuclease Activity
of the Corresponding Copper Complex. Inorg. Chemistry.14(37):3486-3489.
Miessler, G. L., Tarr, D. A.(1991). Inorganic Chemistry. New Jersey: Prentice Hall.
59
Nikolai V., Peter B., Andryi K., Helge W dan Peter S. (2012). A Convenient Synthesis
of Triflate Anion Ionic Liquids and Their Properties. Jurnal Molecules. 17:5319-
5338.
Odoko, Mamiko & Okabe, Nobuo. (2004). Tris(1,10-phenanhroline-k2N,N’)iron(III)
trinitrate monohydrate. Acta Crystallographica Section E. E60. m1822:m1824.
Patnaik, P., Ph.D. (2003). Hand Book of Inorganic Chemicals. New York: Mc Graw-
Hill Companies.
Pavia, L., Lampman G dan Goerge S. K. (2001). Introduction to Spectroscopy: a Guide
for Students or Organic Chemistry. Philadhelphia: Harcourt College.
Rus Maysyaroh. (2009). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Besi(III) dan Nikel(II)
dengan Pirazinamida. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Rusli, Rolan. (2011). Petunjuk Refinement Analisis Pola Difraksi Sinar-X Serbuk
Menggunakan Metode Le Bail Pada Program Rietrica. Bandung: Rolan Rusli.
Saito, Taro.(1996). Buku Teks Anorganik Online. Tokyo: Permission of Ismunandar
Shoten.
Sariyanto, Lanjar. (2010). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Kromium(III) dengan
Benzokain. Skripsi. Surakarta: Univesitas Sebelas Maret.
Sastrohamidjojo, H. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta: Liberty.
Sastrohamidjojo. (2001). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty.
Satake, M., Y. Mido, M.S. Sethi dan S.A. Iqbal. (2001). Coordination Chemistry.
India: Discovery Publising House.
Setyawati, H. dan Irmina. (2010). Sintesis Dan Karakterisasi Senyawa Kompleks
Besi(III)-EDTA. Prosiding, Seminar Nasional Sains 2010: Optimalisasi Sains
Untuk Memberdayakan Manusia
Sharpe A.G. (1992). Inorganic Chemistry. 3th edition., New York: John Willey and
Sons Inc
60
Smallman, R. E. and R. J. Bishop. (2000). Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa.
Jakarta: Erlangga.
Sugiarto. (2006). Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Di(8-Hidroksikuinolin)
Tembaga (II) Trihidrat dan Tri(8-Hidroksikuinolin) Besi(III) Dihidrat. Skripsi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Sugiyarto, Kristian H dan Retno D. Suyanti. (2008). Kimia Anorganik II Dasar-Dasar
Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: UNY.
Sugiyarto, Kristian H dan Retno D. Suyanti. (2012). Dasar-dasar Kimia Anorganik
Transisi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sukardjo. (1992). Kimia Koordinasi. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Susila, Kristianingrum, Suyanta, Siti, Sulastri.(2009). Kimia Analisi Instrumental.
Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY.
Szarfran, Z., Pie, R. and Singh, M. (1991). Microscale Inorganic Chemistry. Canada:
John Willey and Sons Inc.
Torres, M, Egidio, Marta dan Miguel. (1979). Fe(III)-EDTA complex as iron
fortification Further Studies. The American Journal of Clinical
Nutrition. 32:809-816.
Ueno, K., Imamura, T. dan Cheng, K.L. (1992). Hand Book of Organic Analytical
Reagents, 2nd edition. Tokyo: CRC Press.
Yenita. (2012). Aplikasi Kompleks Besi(II)-1,2,4-Triazol untuk Senyawa Sensor Suhu
pada Display Fenomena Spin Crossover. Tesis. Universitas Indonesia.
61
LAMPIRAN 1
Skema Prosedur Kerja
A. Diagram Alir
0,274 g (1 mmol)
FeCl3.6H2O dalam 10
mL akuades
0,541 g (3 mmol)
C12H8N2 dalam 10 mL
etanol
1,29 g (6 mmol)
KCF3SO3 dalam 10 mL
akuades
Spektrofotometer
UV-Vis larutan
Spektrofotometer
UV-Vis padat
Spektrofotometer
FTIR
XRD AAS MSB Konduktometer
Endapan senyawa kompleks
Didiamkan selama 18 jam
Disaring
Dicuci dengan akuades dingin
Dikeringkan
Dikarakterisasi
Diaduk disertai pemansasan selama
2,5 jam
Diaduk hingga homogen tanpa
pemanasan selama 30 menit
62
LAMPIRAN 2
Reaksi Dan Perhitungan Senyawa Kompleks
A. Sintesis Senyawa Kompleks Besi(III) dalam medan ligan 1,10-fenantrolin
dan Anion Triflorometansulfonate
Reaksi :
FeCl3.6H2O + 3 Phen + 3KCF3SO3 [Fe(phen)3](CF3SO3)3(s) +
3K+ (aq)+ 3Cl- (aq)+ 6H2O(l)
Perhitungan bahan dan target hasil sintesis:
Sampel 1
1. Target hasil [Fe(phen)3](CF3SO3)3= 1 mmol
gr = n x Mr [Fe(phen)3](CF3SO3)3
= 0,001 mol x 104369 g/mol
= 1,04369gram
2. Bahan FeCl3.6H2O, n = 1 mmol
gr = n x Mr FeCl3.6H2O
= 0,001 mol x 270,3 g/mol
= 0,2703 gram
3. Bahan Phen, n = 3 mmol
gr = n x Mr Phen
= 0,003 mol x 156,18 g/mol
= 1,405 gram
4. Bahan KCF3SO3, n = 3 mmol
gr = n x Mr KCF3SO3
63
= 0,003 mol x 188,17 g/mol
= 1,129 gram
Penggunaan bahan KCF3SO3 pada penelitian ini dibuat berlebih yaitu sebanyak 1,129
gram.
64
LAMPIRAN 3
Perhitungan Randemen Hasil Sintesis Senyawa
Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3
Tabel 11. Rendemen Hasil Sintesis Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3
Senyawa Kompleks Berat Hasil
(gram) Rendemen
[Fe(phen)3](CF3SO3)3
Sampel 1 0,564 54,075%
Sampel 2 0,548 52,540%
Sampel 3 0,588 56,375%
Perhitungan Rendemen :
Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3
a. Sampel 1
Rendemen (%) = 0,564 g
1,04369 𝑔 x 100 % = 54,075%
b. Sampel 2
Rendemen (%) = 0,548 g
1,04369 𝑔x 100 % = 52,540%
c. Sampel 3
Rendemen (%) = 0,588 g
1,04369 𝑔 x 100 % = 56,375%
Rendemen(%)= 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠x 100%
65
LAMPIRAN 4
Hasil Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks
Tabel 12. Pengukuran Konduktivitas Senyawa Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3
Senyawa
Daya
Hantar
(L)
Daya Hantar
Jenis
(Ls) Ω-1cm-1
Hantar
Ekivalen
Ω-1 Cm2
mol-1
Akuades
Pengukuran 1 30,9 μs
3,6093 x 10-5 - Pengukuran 2 30,1 μs
Pengukuran 3 30,7 μs
KCl 1M
Pengukuran 1 94,0 ms
0,111432 - Pengukuran 2 94,5 ms
Pengukuran 3 94,6 ms
NH4Cl 0,01 M
Pengukuran 1 5,11 ms
6,0529x 10-3 60,529 Pengukuran 2 5,19 ms
Pengukuran 3 5,17 ms
CaCl2 0,1 M
Pengukuran 1 11,9 ms
0,013386 133,86 Pengukuran 2 11,3 ms
Pengukuran 3 10,9 ms
AlCl3 0,1 M
Pengukuran 1 19,7 ms
0,022990 229,90 Pengukuran 2 19,3 ms
Pengukuran 3 19,5 ms
[Fe(phen)3](CF3S
O3)3.5H2O
Pengukuran 1 224 μs
2,2643x 10-4 226,43 Pengukuran 2 220 μs
Pengukuran 3 223 μs
Perhitungan:
1. L rata-rata akuades = 30,9+30,1+30,7
3 = 30,566 μs = 30,566 x 10-6 s-1
R akuades = 1
𝐿𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 =
1
30,566 𝑥 10−6𝑠−1 = 32,7160 x 103 ohm
Lsakuades = 𝐾𝐾𝐶𝑙
𝑅𝑎𝑘𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠 =
1,18083 𝑐𝑚−1
32716 𝑜ℎ𝑚 = 3,6093 x 10-5ohm-1 cm-1
2. L rata-rata KCl = 94,0+94,5+94.6
3 = 94,367 ms = 0,094367 s-1
R KCl = 1
𝐿𝐾𝐶𝑙 =
1
0,094367 𝑠−1 = 10,5969 ohm
66
K KCl = LsKCl x R KCl
= 0,111432 ohm-1cm-1 x 10,5969 ohm
=1,18083 cm-1
3. L rata-rata NH4Cl = 5,11+5,19+5,17
3 = 5,1566 ms = 5,1566 x 10-3 s-1
R =1
𝐿𝑁𝐻4𝐶𝑙 =
1
5,1566 𝑥 10−3𝑠−1 = 193,926 ohm
Ls = 𝐾𝐾𝐶𝑙
𝑅𝑁𝐻4𝐶𝑙 =
1,18083 𝑐𝑚−1
193,926 𝑜ℎ𝑚 = 6,0890 x 10-3 ohm-1 cm-1
Lselektrolit= Ls –Ls
akuades = (6,0890 x 10-3 – (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1
= 6,0529x 10-3ohm-1 cm-1
Ʌc = 1000
𝐶 Ls ohm-1 cm2 mol-1
= 1000
0,01 x 6,0529x 10-3ohm-1 cm2 mol-1
= 60,529 ohm-1 cm2 mol-1
4. L rata-rata CaCl2 = 11,9+11,3+10,9
3 = 11,3667 ms = 11,3667 x 10-3 s-1
R =1
𝐿𝐶𝑎𝐶𝑙2
= 1
11,3667 𝑥 10−3𝑠−1 = 87,976 ohm
Ls = 𝐾𝐾𝐶𝑙
𝑅𝐶𝑎𝐶𝑙2
= 1,18083 𝑐𝑚−1
87,976 𝑜ℎ𝑚 = 0,013422 ohm-1 cm-1
Lselektrolit=
Ls –Lsakuades= (0,013422– (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1
= 0,013386 ohm-1 cm-1
Ʌc = 1000
𝐶 Ls ohm-1 cm2 mol-1
67
= 1000
0,1x 0,013386ohm-1 cm2 mol-1
= 133,86 ohm-1 cm2 mol-1
5. L rata-rata AlCl3 = 19,7+19,3+19,5
3 = 19,5 ms = 19,5 x 10-3 s-1
R = 1
𝐿𝐴𝑙𝐶𝑙3
= 1
19,5 𝑥 10−3𝑠−1 = 51,2820 ohm
Ls = 𝐾𝐾𝐶𝑙
𝑅𝐶𝑎𝐶𝑙2
= 1,18083 𝑐𝑚−1
51,2820 𝑜ℎ𝑚 = 0,02302ohm-1 cm-1
Lselektrolit=
Ls –Lsakuades = (0,02302– (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1
= 0,022990 ohm-1 cm-1
Ʌc = 1000
𝐶 Ls ohm-1 cm2 mol-1
= 1000
0,1x 0,022990 ohm-1 cm2 mol-1
= 229,90 ohm-1 cm2 mol-1
6. Sampel Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
L rata-rata = 224+220+223
3 = 222,333 μs = 222,333 x 10-6 s-1
R sampel = 1
𝐿𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
1
222,333 𝑥 10−6𝑠−1 = 4,49775 x 103 ohm
Lssampel = 𝐾𝐾𝐶𝑙
𝑅𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
1,18083 𝑐𝑚−1
4497,75 𝑜ℎ𝑚 = 2,6253 x 10-4 ohm-1 cm-1
Lselektrolit=
Ls –Lsakuades= (2,6253 x 10-4 – (3,6093 x 10-5)) ohm-1 cm-1
= 2,2643x 10-4 ohm-1 cm-1
Ʌc = 1000
𝐶 Ls ohm-1 cm2 mol-1
68
= 1000
0,001 x 2,2643x 10-4 ohm-1 cm2 mol-1
= 226,43ohm-1 cm2 mol-1
69
LAMPIRAN 5
Data AAS
70
LAMPIRAN 6
Perhitungan Persentase Fe(III) dalam Berbagai Formulasi Senyawa
Kompleks
Perhitungan analisis AAS untuk % Fe secara teoritis :
1. Formula Fe(phen)3(CF3SO3)3
% Fe = Mr Fe
Mr Fe(phen)3(CF3SO3)3· x 100%
= 55,8 g/mol
1043,69 g/mol x 100%
= 5,351 %
2. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.2H2O
% Fe = Mr Fe
Mr Fe(phen)3(CF3SO3)2·2H2O x 100%
= 55,8 g/mol
1079,73 g/mol x 100%
= 5,172 %
3. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.4H2O
% Fe = Mr Fe
Mr Fe(phen)3(CF3SO3)2·4H2O x 100%
= 55,8 g/mol
1115,77 g/mol x 100%
= 5,005 %
71
4. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
% Fe = Mr Fe
Mr Fe(phen)3(CF3SO3)2·5H2O x 100%
= 55,8 g/mol
1133,79 g/mol x 100%
= 4,926 %
5. Formula [Fe(phen)3](CF3SO3)3.6H2O
% Fe = Mr Fe
Mr Fe(phen)3(CF3SO3)2·4H2O x 100%
= 55,8 g/mol
1151,81 g/mol x 100%
= 4,848 %
72
LAMPIRAN 7
Hasil Pengukuran Momen Magnetik Senyawa Kompleks
Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O
Tabel 13. Hasil Pengukuran Susceptibility Massa (χg)
Senyawa kompleks
Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O χg x 10-6 (cgs) μeff
Sampel 1 1,427 2,27 BM
Sampel 2 1,311 2,20 BM
Sampel 3 1,15 2,10 BM
Perhitungan :
Senyawa Kompleks Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O:
Mr = 1095,92 gr/mol
Koreksi diamagnetik untuk [Fe(phen)3](CF3SO3)2.5H2O, χL :
Fe3+ = 1 x (-10,0 x 10-6) = -12,0 x 10-6
C12H8N2 = 3 x (-128 x 10-6) = -313,98 x 10-6
C = 3 x (-6,00 x 10-6) = -18 x 10-6
F = 9 x (-6,3 x 10-6) = -56,7 x 10-6
S = 3 x (-15 x 10-6) = -45 x 10-6
O = 9 x (-4,61 x 10-6) = -41,49 x 10-6
H2O = 5 x (-13 x 10-6) = -65 x 10-6
+
-550,17 x 10-6
Sehingga koreksi diamagnetik, χL
Fe(phen)3(CF3SO3)3.5H2O = -550,17 x 10-6 cgs
73
a. Sampel 1
χM = χg x Mr
= 1,427x10-6 x 1133,79
= 1617,918 x 10-6 cgs
χA = χM - χL
= 1617,918 x10-6 – (-550,17 x 10-6)
= 2168,088 x10-6 cgs
μeff = 2,828 √𝜒𝐴𝑥 𝑇
= 2,828 √2168,088 x 10−6 x 298 = 2,27 BM
b. Sampel 2
χM = χg x Mr
= 1,311 x10-6 x 1133,79
= 1486,398 x 10-6 cgs
χA = χM - χL
= 1486,398 x10-6 – (-550,17 x 10-6)
= 2036,568 x10-6 cgs
μeff = 2,828 √𝜒𝐴𝑥 𝑇
= 2,828 √2036,568 x 10−6 x 298 = 2,20 BM
c. Sampel 3
χM = χg x Mr
= 1,155 x10-6 x 1133,79
= 1309,527 x 10-6 cgs
χA = χM - χL
= 1309,527 x10-6 – (-550,17 x 10-6)
= 1859,697 x10-6 cgs
μeff = 2,828 √𝜒𝐴𝑥 𝑇
= 2,828 √1859,697 x 10−6 x 298 = 2,10 BM
74
LAMPIRAN 8
Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Besi(III) dalam Berbagai Formulasi
Senyawa Kompleks
Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Molar (ε) :
Perhitungan Nilai Koefisien Ekstingsi Molar (ε) [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
A = ε. b. C
1. Puncak 1
A = 0,488
ε = 𝐴
𝑏.𝐶 =
0,488
1 . 0,01 = 48,8
2. Puncak 2
A = 0,442
ε = 𝐴
𝑏.𝐶 =
0,442
1 . 0,01 = 44,2
3. Puncak 3
A= 0,597
ε = 𝐴
𝑏.𝐶 =
0,597
1 . 0,01 = 59,7
75
LAMPIRAN 9
Data Spektrum UV-Vis Padatan
UV 1700 PHARMASPEC UV-VIS SPECTROPHOTOMETER SPECULAR REFLECTANCE ATTACHMENT
Nama ANDI KUSYANTO
NIM/NIP 12307144040
Dosen Pembimbing
Prodi
Institusi UNY
Tanggal 23052016
Waktu & Temperatur 15.45 WIB Suhu : 290C
KODE SAMPEL : Fe PHEN 3
SPECTRUM ABSORBANSI PANJANG GELOMBANG 200 – 800 Sampel : Fe PHEN 3
NO Nm Abs.
1 497.00 0.746
2 333.00 2.544
76
LAMPIRAN 10
Data Spektrum FTIR
77
No. Peak Intensity Corr. Intensity Base (H) Base (L) Area Corr. Area 1 308.61 9.849 6.074 331.76 293.18 36.333 5.456 2 347.19 10.353 20.021 362.62 331.76 26.419 7.787 3 424.34 22.399 5.625 439.77 393.48 26.467 1.447 4 516.92 19.915 6.261 540.07 447.49 56.383 3.071 5 1095.57 22.304 3.438 594.08 547.78 28.537 1.275 6 640.37 7.698 19.25 686.66 601.79 59.489 11.108 7 725.23 8.537 19.001 740.67 702.09 29.216 7.774 8 771.53 27.686 0.62 779.24 748.38 16.437 0.052 9 825.53 8.018 8.032 840.96 794.67 38.269 4.215 10 1033.85 10.713 19.552 1064.71 941.26 73.243 10.399 11 1103.28 21.232 5.555 1118.71 1072.42 27.36 1.591 12 1157.29 5.565 17.228 1188.15 1126.43 58.809 19.21 13 1226.73 10.107 3.847 1234.44 1195.87 30.611 1.766 14 1273.02 1.336 17.79 1319.31 1234.44 109.199 44.649 15 1427.32 10.04 19.219 1442.75 1365.6 49.028 8.85 16 1519.91 13.426 16.115 1535.34 1481.33 35.667 7.279 17 1581.63 19.359 5.4 1597.06 1550.77 28.347 1.592 18 1975.11 26.683 1.151 2029.11 1882.52 82.518 1.702 19 2299.15 24.503 0.206 2314.58 2036.83 162.244 0.076 20 2337.72 23.062 1.197 2353.16 2314.58 24.044 0.384 21 2368.59 21.267 2.769 2391.73 2353.16 24.886 1.002 22 2515.18 23.079 0.081 2522.89 2399.45 77.226 0.022 23 2623.19 21.994 0.362 2654.05 2530.61 79.926 0.273 24 2931.8 18.648 0.291 2947.23 2669.48 190.976 0.157 25 3062.96 12.642 4.795 3140.11 2954.95 148.436 8.875 26 3510.45 8.65 7.575 3664.75 3147.83 482.178 74.92 27 3749.62 15.701 0.754 3765.05 3726.47 30.427 0.346 28 3873.06 15.396 0.143 3880.78 3849.92 24.943 0.1
78
LAMPIRAN 11
Difraktogram XRD Kompleks [Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
79
LAMPIRAN 12
Difraktogram Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
80
LAMPIRAN 13
Output Hasil Program Rietica Senyawa Kompleks
[Fe(phen)3](CF3SO3)3.5H2O
**** MULTI-RIETVELD ANALYSIS PROGRAM LH-RIET 8.100
A New refinement
NUMBER OF PHASES = 1
NUMBER OF HISTOGRAMS = 1
NUMBER OF PARAMETER LIMITS = 0
NUMBER OF BOND RESTRAINTS = 0
*** HISTOGRAM 1 ***
FOR X-RAY DATA
NEWTON-RAPHSON ALGORITHM
BACKGROUND TO BE REFINED (MAX 6 PARAMETERS)
- POLYNOMIAL BACKGROUND
THE PSEDUO-VOIGT PROFILE FUNCTION WAS SELECTED
- USING THE HOWARD, SUM OF 5 PEAKS, ASYMMETRY
WAVELENGTHS = 1.54051 1.54433
ALPHA2:ALPHA1 RATIO = 0.5000
BASE OF PEAK = 2.0*HW* 7.00
MONOCHROMATOR CORRECTION = 1.0000
ABSORPTION CORRECTION FOR CYLINDER SAMPLE
USING ALGORITHM OF SABINE(1996)/DWIGGINS(1972) WITH mu =
0.0000
NO ILLUMINATION CORRECTION
PREFERRED ORIENTATION USING MARCH MODEL - NO SUMMING OF
EQUIVALENTS
HISTOGRAM WEIGHTING = 1.0000
NO OTHER GEOMETRY CORRECTIONS APPLIED
GENERATE OFF-LINE PLOT
- ILL PLOT FILE OF OBS AND CALC DATA
OUTPUT STRUCTURE FACTORS
OUTPUT CORRELATION MATRIX
GENERATE NEW INPUT FILE
NUMBER OF CYCLES = 30
RELAXATION FACTORS:
FOR COORDINATES, ISOTROPIC B, SITE OCCUPANCY = 0.90
FOR ANISOTROPIC TEMPERATURE FACTORS = 0.90
FOR SCALE, ZERO, B OVERALL, UNIT CELL, PREFERRED ORIENTATION
BACKGROUND = 0.90
FOR PEAK WIDTH, ASYMMETRY, SHAPE PARAMETERS = 0.90
EPS-VALUE = 0.100
NUMBER OF PARAMETERS VARIED = 7
81
GLOBAL PARAMETERS AND CODEWORDS:
ZEROPOINT( 1) = 0.01 11.00
HISTOGRAM READ IN AS (2THETA, INTENSITY, W(INTENSITY)
HISTOGRAM 1 FROM 10.030000 TO 80.000000 IN STEPS OF
0.040000 DEGREES
BACKGROUND PARAMETERS AND CODEWORDS( 1)
292.609009 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
1187.939941
21.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
31.000000
****** PHASE 1 *******
A new phase
DELTA-A/A MODEL BEING USED FOR PHASE 1,HISTOGRAM 1
PHASE IS CALCULATED USING LE BAIL EXTRACTION
NUMBER OF FORMULA PER UNIT CELL = 4
NUMBER OF ATOMS = 0
PREFERRED ORIENTATION VECTOR( 1) = 0.0000 0.0000 1.0000
THE SPACE GROUP IS C 2/C
***** PHASE INFORMATION *****
OVERALL SCALE FACTOR =0.100000E-01
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.00000
DIRECT CELL PARAMETERS = 10.7690 24.5800 13.2740 90.0000
103.0000 90.0000
*** HISTOGRAM 1 ***
HISTOGRAM SCALE FACTOR = 1.00000 0.00
PREFERRED ORIENTATION PARAMETER = 1.0000
ABSORPTION R = 0.0000
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.020000 0.000000
GAUSSIAN HALF-WIDTH PARAMETERS = 0.0100 -0.0050
0.0200
ANISOTROPIC PARAMETER = 0.000100
PSEUDO-VOIGT PEAK SHAPE =
0.2000 + 0.00000 * TWOTH + 0.000000 * TWOTHSQ
EXTINCTION PARAMETER = 0.000000
The Laue symmetry is: 2/M
***** PHASE INFORMATION CODEWORDS *****
OVERALL SCALE FACTOR = 0.00
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.00
CELL CONSTANTS = 41.00 51.00 61.00 0.00 71.00 0.00
*** HISTROGRAM 1 CODEWORDS ***
PREFERRED ORIENTATION PARAMETER = 0.00
ABSORPTION R/Po PARAMETER = 0.00
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.00 0.00
GAUSSIAN COMPONENT = 0.00 0.00 0.00
ANISOTROPIC = 0.00
LORENZTIAN COMPONENTS = 0.00 0.00 0.00
EXTINCTION = 0.00
82
LAUE SYMMETRY 2/M WILL BE USED TO GENERATE INDICES
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
CYCLE NUMBER= 1
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 10.771347 0.002347 0.006136
24.572748 -0.007252 0.015323
13.273782 -0.000218 0.008244
90.000008 0.000008 0.000000
103.038757 0.038757 0.032372
90.000008 0.000008 0.000000
RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.961
90.000
CELL VOLUME = 3422.744141 3.588367
SCALE * VOLUME = 34.227440 0.035884
MOLECULAR WEIGHT = 0.000
DENSITY = 0.000
NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
INC*MASS*ls/R = 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = 0.01139 -0.00261 0.01206
BACKGROUND PARAMETER B 0 = 293.327 0.717866
2.51769
BACKGROUND PARAMETER B 5 = 1178.88 -9.05684
40.8848
PREFERRED ORIENTATION = 1.00000 0.00000 0.00000
ABSORPTION R = 0.00000 0.00000 0.00000
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.02000 0.00000 0.00000
0.00000 0.00000 0.00000
HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.010000 0.000000
0.000000
V = -0.005000 0.000000
0.000000
W = 0.020000 0.000000
0.000000
ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000
0.000000
83
PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 0.000000
EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.000000
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin
Unwght| Durbin Wght | N-P |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| 1 | 5.40 | 11.24 | 0.56 | 18.55 | 7.38 |***********
| 0.592 | 1743 |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF |
CONDITION |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
| 0.3307E+05| 0.6126E+06| 0.6212E+06| 0.3201E+06| 0.2320E+01|
0.2120E+16 |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
CYCLE NUMBER= 10
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 10.777650 0.000379 0.006555
24.565691 -0.000811 0.016413
13.276655 0.000278 0.008831
90.000008 0.000000 0.000000
103.083473 0.002953 0.033968
90.000008 0.000000 0.000000
RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.917
90.000
CELL VOLUME = 3423.884277 3.841434
SCALE * VOLUME = 34.238842 0.038414
MOLECULAR WEIGHT = 0.000
DENSITY = 0.000
NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
84
INC*MASS*ls/R = 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = 0.01269 -0.00010 0.01279
BACKGROUND PARAMETER B 0 = 298.105 0.466805
2.49937
BACKGROUND PARAMETER B 5 = 1118.99 -5.83620
40.5873
PREFERRED ORIENTATION = 1.00000 0.00000 0.00000
ABSORPTION R = 0.00000 0.00000 0.00000
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.02000 0.00000 0.00000
0.00000 0.00000 0.00000
HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.010000 0.000000
0.000000
V = -0.005000 0.000000
0.000000
W = 0.020000 0.000000
0.000000
ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000
0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 0.000000
EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.000000
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin
Unwght| Durbin Wght | N-P |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| 1 | 5.36 | 11.16 | 5.53 | 18.58 | 7.38 |***********
| 0.600 | 1743 |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF |
CONDITION |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
| 0.3282E+05| 0.6126E+06| 0.6208E+06| 0.3201E+06| 0.2286E+01|
0.1979E+16 |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
85
CYCLE NUMBER= 20
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 10.780632 0.000237 0.006917
24.555017 -0.001375 0.017276
13.280340 0.000456 0.009374
90.000008 0.000000 0.000000
103.113426 0.003159 0.035670
90.000008 0.000000 0.000000
RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.887
90.000
CELL VOLUME = 3423.877441 4.058335
SCALE * VOLUME = 34.238773 0.040583
MOLECULAR WEIGHT = 0.000
DENSITY = 0.000
NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
INC*MASS*ls/R = 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = 0.01011 -0.00042 0.01341
BACKGROUND PARAMETER B 0 = 302.136 0.357444
2.48648
BACKGROUND PARAMETER B 5 = 1068.59 -4.47380
40.3782
PREFERRED ORIENTATION = 1.00000 0.00000 0.00000
ABSORPTION R = 0.00000 0.00000 0.00000
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.02000 0.00000 0.00000
0.00000 0.00000 0.00000
HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.010000 0.000000
0.000000
V = -0.005000 0.000000
0.000000
W = 0.020000 0.000000
0.000000
ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000
0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 0.000000
EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.000000
86
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin
Unwght| Durbin Wght | N-P |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| 1 | 5.34 | 11.10 | 10.98 | 18.62 | 7.38 |***********
| 0.605 | 1743 |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF |
CONDITION |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
| 0.3274E+05| 0.6126E+06| 0.6204E+06| 0.3201E+06| 0.2262E+01|
0.1870E+16 |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
CYCLE NUMBER= 30
+----------------------------------------------------+
| Phase: 1 |
+----------------------------------------------------+
PHASE SCALE FACTOR = 0.100000E-01 0.000000 0.000000
OVERALL TEMP. FACTOR = 0.000000 0.000000 0.000000
CELL PARAMETERS = 10.781855 0.000003 0.007197
24.532246 -0.003416 0.017883
13.286595 0.000833 0.009812
90.000008 0.000000 0.000000
103.151947 0.004837 0.037206
90.000008 0.000000 0.000000
RECIPROCAL CELL = 0.095 0.041 0.077 90.000 76.848
90.000
CELL VOLUME = 3422.165039 4.222269
SCALE * VOLUME = 34.221649 0.042223
MOLECULAR WEIGHT = 0.000
DENSITY = 0.000
NOTE: CHECK Z VALUE or N's- DENSITY NOT PHYSICAL
ABSOLUTE PHASE VALUES:
INC = NEUTRONS ON SAMPLE/CM^2 ( in cm^-2)
MASS = MASS OF PHASE IN BEAM (in g)
ls/R = RATIO OF DETECTOR HEIGHT TO SAMPLE-DETECTOR
Then:
INC*MASS*ls/R = 0.000000
+----------------------------------------------------+
| Histogram: 1 |
+----------------------------------------------------+
87
SCALE FACTOR = 1.0000 0.00000 0.00000
ZEROPOINT = 0.00171 -0.00134 0.01386
BACKGROUND PARAMETER B 0 = 305.294 0.287384
2.47575
BACKGROUND PARAMETER B 5 = 1028.82 -3.65274
40.2039
PREFERRED ORIENTATION = 1.00000 0.00000 0.00000
ABSORPTION R = 0.00000 0.00000 0.00000
ASYMMETRY PARAMETERS = 0.02000 0.00000 0.00000
0.00000 0.00000 0.00000
HALFWIDTH PARAMETERS U = 0.010000 0.000000
0.000000
V = -0.005000 0.000000
0.000000
W = 0.020000 0.000000
0.000000
ANISOTROPIC GAUSSIAN BROADENING = 0.000100 0.000000
0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam0 = 0.200000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam1 = 0.000000 0.000000 0.000000
PEAK SHAPE PARAMETER Gam2 = 0.000000 0.000000 0.000000
EXTINCTION PARAMETER = 0.000000 0.000000 0.000000
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| Hist | Rp | Rwp | Rp(-b) | Rwp(-b)| Rexp |Durbin
Unwght| Durbin Wght | N-P |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| 1 | 5.37 | 11.05 | 16.43 | 18.64 | 7.38 |***********
| 0.609 | 1743 |
+-------------------------------------------------------------------
-----------------------+
| SUMYDIF | SUMYOBS | SUMYCALC | SUMWYOBSSQ | GOF |
CONDITION |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
| 0.3289E+05| 0.6126E+06| 0.6201E+06| 0.3201E+06| 0.2243E+01|
0.1806E+16 |
+-------------------------------------------------------------------
-----+
CORRELATION MATRIX=
1 2 3 4 5 6 7
1 100 0 1 -86 -85 -76 -37
2 0 100 -90 1 1 1 0
3 1 -90 100 0 0 0 0
4 -86 1 0 100 68 67 33
5 -85 1 0 68 100 53 38
6 -76 1 0 67 53 100 39
7 -37 0 0 33 38 39 100
AVERAGE INTENSITY DIFFERENCE FOR PATTERN,
88
GIVEN FOR BLOCKS OF 20 OBSERVATIONS.
1 -53.4 2 17.1 3 -3.3 4 29.3 5 77.5 6
12.0 7 15.7 8 -25.5 9 -14.5 10 -33.9
11 -17.4 12 -2.1 13 21.5 14 6.5 15 -3.6 16
10.6 17 9.3 18 -4.3 19 -0.9 20 18.5
21 23.2 22 -2.4 23 -6.3 24 -3.7 25 -5.3 26
-1.9 27 -7.7 28 1.3 29 -3.9 30 -1.0
31 -2.5 32 -3.6 33 -3.0 34 -4.2 35 -6.6 36
-6.3 37 -3.3 38 -2.5 39 -5.3 40 -3.8
41 -4.5 42 -5.0 43 -2.7 44 -3.6 45 -5.7 46
-4.1 47 -4.2 48 -5.6 49 -10.8 50 -6.8
51 -7.6 52 -8.6 53 -6.3 54 -7.2 55 -6.4 56
-5.2 57 -5.7 58 -6.9 59 -11.7 60 -7.3
61 -6.2 62 -9.4 63 -6.6 64 -7.7 65 -5.4 66
-8.2 67 -8.9 68 -8.4 69 -11.6 70 -7.7
71 -7.9 72 -10.6 73 -9.9 74 -5.3 75 -12.1 76
-9.6 77 -10.2 78 -9.8 79 -10.8 80 -13.3
81 -7.7 82 -11.1 83 -12.0 84 -11.0 85 -9.9 86
-9.8 87 -12.3 88 -8.1
NO. CODE H K L HW SHAPE POSN ICALC COBS
DIFF ESD
1 1 1 1 -1 0.140 0.200 10.215 0. 0.
-0.0 0.0
2 2 1 1 -1 0.140 0.200 10.240 0. 0.
-0.0 0.0
3 1 1 1 1 0.140 0.200 12.525 30. 30.
-0.2 0.4
4 2 1 1 1 0.140 0.200 12.556 125. 125.
0.2 1.5
5 1 0 0 2 0.140 0.200 13.677 310. 313.
3.2 3.7
6 2 0 0 2 0.140 0.200 13.711 12. 11.
-0.1 0.1
7 1 1 3 0 0.140 0.200 13.713 42. 41.
-0.5 0.5
8 2 1 3 0 0.140 0.200 13.747 73. 73.
-0.0 0.9
9 1 0 4 0 0.140 0.200 14.428 214. 213.
-0.8 2.5
10 2 0 4 0 0.140 0.200 14.464 31. 31.
-0.2 0.4
11 1 1 3 -1 0.140 0.200 14.447 62. 61.
-0.4 0.7
12 2 1 3 -1 0.140 0.200 14.483 413. 412.
-0.1 4.8
13 1 1 1 -2 0.140 0.200 14.793 11. 11.
-0.1 0.2
14 2 1 1 -2 0.140 0.200 14.830 13. 12.
-0.2 0.2
15 1 0 2 -2 0.140 0.200 15.472 25. 24.
-0.1 0.4
16 1 0 2 2 0.140 0.200 15.472 25. 24.
-0.1 0.4
89
17 2 0 2 -2 0.140 0.200 15.511 6. 6.
-0.1 0.1
18 2 0 2 2 0.140 0.200 15.511 6. 6.
-0.1 0.1
19 1 0 4 -1 0.140 0.200 15.977 0. 0.
-0.0 0.0
20 1 0 4 1 0.140 0.200 15.977 0. 0.
-0.0 0.0
21 2 0 4 -1 0.140 0.200 16.017 1. 1.
-0.0 0.0
22 2 0 4 1 0.140 0.200 16.017 1. 1.
-0.0 0.0
23 1 1 3 1 0.140 0.200 16.171 0. 0.
-0.0 0.0
24 2 1 3 1 0.140 0.200 16.212 0. 0.
-0.0 0.0
25 1 2 0 0 0.140 0.200 16.874 2. 2.
-0.1 0.0
26 2 2 0 0 0.140 0.200 16.917 34. 33.
-0.7 0.6
27 1 1 3 -2 0.139 0.200 17.994 2. 1.
-0.1 0.0
28 2 1 3 -2 0.139 0.200 18.039 1. 1.
-0.0 0.0
29 1 1 1 2 0.139 0.200 18.018 1. 1.
-0.1 0.0
30 2 1 1 2 0.139 0.200 18.063 1. 1.
-0.0 0.0
31 1 2 2 -1 0.139 0.200 18.210 14. 14.
-0.4 0.3
32 2 2 2 -1 0.139 0.200 18.256 34. 33.
-0.5 0.7
33 1 2 2 0 0.139 0.200 18.367 9. 9.
-0.1 0.2
34 2 2 2 0 0.139 0.200 18.413 10. 10.
-0.2 0.2
35 1 2 0 -2 0.139 0.200 19.182 6. 6.
-0.3 0.1
36 2 2 0 -2 0.139 0.200 19.230 144. 142.
-2.7 2.9
37 1 0 4 -2 0.139 0.200 19.931 94. 94.
0.2 1.8
38 2 0 4 -2 0.139 0.200 19.981 16. 16.
-0.2 0.3
39 1 0 4 2 0.139 0.200 19.931 94. 94.
0.2 1.8
40 2 0 4 2 0.139 0.200 19.981 16. 16.
-0.2 0.3
41 1 1 5 0 0.139 0.200 19.955 35. 35.
-0.3 0.7
42 2 1 5 0 0.139 0.200 20.005 177. 177.
0.3 3.4
43 1 1 5 -1 0.139 0.200 20.472 184. 183.
-1.4 3.8
90
44 2 1 5 -1 0.139 0.200 20.523 5. 5.
-0.1 0.1
45 1 2 2 -2 0.139 0.200 20.512 10. 10.
-0.2 0.2
46 2 2 2 -2 0.139 0.200 20.564 70. 69.
-1.0 1.5
47 1 1 3 2 0.139 0.200 20.741 73. 73.
-0.5 1.4
48 2 1 3 2 0.139 0.200 20.793 123. 123.
0.7 2.3
49 1 1 1 -3 0.139 0.200 20.710 67. 67.
-0.8 1.3
50 2 1 1 -3 0.139 0.200 20.762 169. 169.
-0.5 3.2
DERIVED BRAGG R-FACTOR= 1.27
Recommended