View
235
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
1
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KUALITAS SEMEN BEKU
SAPI PEJANTAN UNGGUL PASCA THAWING DENGAN MENGGUNAKAN
METODE AHP – TOPSIS
Anggita Rezky R 1), Januar Anas Fauzi S 2), Fendy Yulianto 3), Bramana Aditya S.P 4)
Anggia Dewantara P 5)
Program Studi Teknik Informatika
Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran No 8, Malang 65145, Indonesia
e-mail: 125150207111010@mail.ub.ac.id 1), 125150207111020@mail.ub.ac.id 2),
125150207111019@mail.ub.ac.id 3), 125150207111001@mail.ub.ac.id 4), 125150207111038@mail.ub.ac.id 5)
Abstrak
Pemanfaatan sapi sebagai hewan konsumsi, diambil susunya dan dipotong untuk diambil dagingnya
secara terus menerus akan terjadi penurunan populasi jika hanya mengandalkan kawin alam. Sehingga
diperlukan teknologi Inseminasi Buatan yaitu proses memasukkan semen kedalam saluran reproduksi indukan
betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia yang dilakukan oleh inseminator untuk perbaikan genetik
dan peningkatan mutu pada sapi turunannya. Inseminasi buatan menggunakan media semen dari pejantan
unggul yang telah dibekukan dan di thawing atau diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengambilan
keputusan kualitas semen beku pascathawing dilakukan berdasarkan beberapa kriteria menggunakan
mulicriteria decision making (MCDM). Dengan menggunakan metode AHP dapat memberikan keputusan
terbaik serta alasan yang jelas. Dan menggabungan metode Topsis yang memiliki sifat mudah untuk digunakan,
rasional dan mudah di mengerti, proses komputasinya straight forward. Berdasarkan hasil pengujian metode
gabungan AHP-TOPSIS dari 15 data percobaan didapatkan akurasi sebesear 80% dibandingkan dengan data
aktual kualitas semen beku yang sebenarnya.
Kata kunci: Sistem Pendukung Keputusan, semen beku sapi, mulicriteria decision making (MCDM), AHP-
TOPSIS.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara dengan
kekayaan dan keanekaragaman flora dan fauna
terbesar di dunia. Berbagai macam manfaat dari
flora dan fauna telah digunakan oleh masyarakat
indonesia sejak dahulu. Sapi misalnya, sejak dahulu
sapi telah dijadikan sebagai hewan konsumsi, baik
diambil susunya maupun dipotong untuk diambil
dagingnya. Namun kebanyakan sapi yang berasal
dari Indonesia atau biasa disebut sapi lokal,
memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil. Selain itu,
apabila lama kelamaan sapi tersebut terus menerus
dipotong untuk dikonsumsi, akan terjadi penurunan
populasi karena hanya mengandalkan kawin alam.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan
teknologi semakin pesat tak terkecuali di dunia
peternakan. Pada tahun 1970an, di Indonesia mulai
diaplikasikan teknologi Inseminasi Buatan.
Inseminasi Buatan adalah proses memasukkan
semen kedalam saluran reproduksi indukan betina
dengan menggunakan alat-alat buatan manusia yang
dilakukan oleh inseminator [1:2]. Salah satu syarat
terjadinya fertilisasi pada makhluk hidup adalah
adanya spermatozoa. Dengan Inseminasi buatan,
setetes semen dapat meningkatkan produksi ternak
khususnya sapi. Hal ini dapat terjadi karena
kemampuan spermatozoa untuk membuahi tidak
tegantung pada seberapa banyak cairan yang
dikeluarkan pejantan.
Dalam perkawinan alam, seekor ternak
pejantan hanya dapat mengawini beberapa puluh
ekor betina, namun dengan Inseminasi Buatan
seekor pejantan dapat mengawini ribuan ekor ternak
yang berada pada lokasi yang berbeda[2:13].
Inseminasi buatan ini menggunakan media semen
dari pejantan unggul yang telah dibekukan. Semen
beku yang akan digunakan diambil dari kontainer
yang berisi N2 cair yang bersuhu -196oC [SNI
4869.1:2008]. Untuk dapat digunakan
menginseminasi, semen beku harus di thawing atau
diencerkan terlebih dahulu. Thawing mempunyai
pengaruh besar pada spermatozoa khususnya dalam
semen. Pengambilan keputusan kualitas semen beku
pascathawing dilakukan berdasarkan beberapa
kriteria.
Pengambilan keputusan untuk mengetahui
kualitas semen beku pasca thawing dapat dilakuan
dengan mulicriteria decision making (MCDM).
Beberapa metode MCDM yang dapat digunakan
dalam menentukan kualitas semen beku sapi
pejantan unggul pasca thawingdiantaranya adalah
Analytic Hierarchy Process-The Technique for
2
Order of Preference by Similarity to Ideal Solution
(AHP-TOPSIS).
AHP dipilih karena tidak hanya membantu
para analis untuk sampai pada keputusan terbaik,
tetapi juga menyediakan alasan yang jelas untuk
pemilihan yang dibuat[3:1].Topsis dipilih karena
simpel untuk digunakan, rasional dan mudah di
mengerti, proses komputasinya straight forward
[4:1-2].
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diselesaikan
adalah
1. Bagaimana merancang dan membangun suatu
Sistem Pendukung Keputusan dalam penentuan
kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca
Thawing.
2. Bagaimana penerapan metode AHP-TOPSIS
dalam penentuan kualitas semen beku sapi
pejantan unggul pasca Thawing.
3. Bagaimana tingkat akurasi metode AHP-
TOPSIS dalam penentuan kualitas semen beku
sapi pejantan unggul pasca Thawing.
4. Bagaimana pengujian dari Sistem Pendukung
Keputusan penentuan kualitas semen beku sapi
pejantan unggul pasca Thawing dengan
menggunakan metode AHP-TOPSIS.
1.3 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian yang akan
dilakukan, permasalahan yang ada dibatasi sebagai :
1. Pengambilan data kriteria semen beku pasca
thawing diambil dari Balai Besar Inseminasi
Buatan (BBIB) Singosari yang terdapat di
daerah Singosari Malang.
2. Suhu saat thawing sebesar 37oC.
3. Parameter-parameter yang digunakan dalam
penelitian ini dibatasi Motilitas Spermatozoa,
Gerakan Individu Spermatozoa, Abnormalitas,
Presentase Hidup Spermatozoa.
4. Pengujian pada sistem ini menggunakan
pengujian akurasi dan pengujian fungsional
sistem dengan validasi.
1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian
ini adalah merancang sistem pendukung
keputusan untuk penentuan penentuan kualitas
semen beku sapi pejantan unggul pasca
Thawing dengan menerapkan gabungan metode
AHP dan TOPSIS sebagai metode sistem
pendukung keputusan serta mengukur tingkat
akurasi implementasi metode tersebut.
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan penulis dalam
menerapkan metode gabungan AHP dan
TOPSIS pada “ Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan
UnggulPasca Thawing dengan Menggunakan
Metode AHP dan TOPSIS “.
2. Sebagai salah satu alternatif untuk penentuan
kualitas semen beku sapi pejantan unggul
pascaThawing berbasis teknologi informasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini menggunakan gabungan
dari metode AHP-TOPSIS. Berikut merupakan
ringkasan kajian pustaka dari beberapa penelitian
sebelumnya. Penelitian yang pertama dilakukan
oleh Baskworo Yoga Indra Exshadengan pada tahun
2011 Objek yang dipilih adalah lima alternatif
kandang ayam broiler menggunakan metode AHP-
TOPSIS. Penelitian tersebut menentukan layak atau
tidak nya kandang ayam broiler untuk digunakan
sebagai kandang ayam broiler dengan menggunakan
6 kriteria. Nilai akurasi yang dihasilkan
menggunakan metode AHP-TOPSIS mencapai
62.5% [17:8]. Penelitian yang kedua adalah dari
Oksi Iranosa pada tahun 2014 dengan menggunakan
Metode AHP-TOPSIS. Oksi dalam penelitiannya,
memasukkan 4 kriteria yaitu Harga, Rasa,
Penyediaan bahan dan Zat berkhasiat. Hasil dari
pengujian akurasi dari 4 kriteria dalam Sistem
Pendukung Keputusan dengan menggunakan
metode AHP-TOPSIS memiliki kesesuaian dengan
hasil rekomendasi dari UPT Materia Medica yang
menggunakan 2 kriteria yaitu Indikasi Demam
sebesar 80 %, Diare sebesar 60 % dan Batuk sebesar
80 % [18:11].
2.2 Sistem Pendukung Keputusan
Hal paling penting dalam sebuah permasalahan
adalah fase pengambilan keputusan, terutama pada
sebuah oraganisasi. Pengambilan keputusan pada
suatu organisasi adalah masalah paling penting
karena kemajuan organisasi atau kemunduruan
organisasi tergantung pada keputusan yang dibuat.
SPK dibangun dan dirancang untuk menyelesaikan
permasalahan dan meningkatkan efektivitas serta
produktivitas dalam menyelesaikan masalah dengan
bantuan komputasi [14:19].Dalam mengambil
keputusan terdapat beberapa tahap yang dilakukan
SPK mulai dari identifikasi masalah, memilih data
yang relevan dengan permasalahan, menentukan
pendekatan yang digunakan dalam proses
pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi
pemilihan alternatif [15:2][19:2].Hal yang perlu
dipahami adalah bahwa SPK hanya sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan keputusan
akhir[14:19].
2.2.1 Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Terdapat beberapa komponen yang ada di dalam
sistem pendukung keputusan antara lain sebagai
berikut :
3
a. A language system merupakan mekanisme
untuk menyediakan komunikasi antara
pengguna dan komponen lain dari DSS.
b. A knowledge system merupakan sebuah
repositori pengetahuan masalah yang
terkandung dalam DSS baik sebagai data
atau prosedur.
c. A problem processing system merupakan
hubungan antara dua komponen yang
mengandung satu atau lebih dari
kemampuan manipulasi masalah umum
yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan[25:1].
2.2.2 Tahapan Pengambilan Keputusan
a. Penelusuran (intelligence) merupakan tahapan
yang membahas tentang pendefisinisan masalah
dan identifikasi informasi yang berkaitan
dengan masalah yang di hadapi serta keputusan
yang akan diambil.
b. Perancangan (design) merupakan tahapan yang
membahas tentang analIsa untuk mencari dan
merumuskan alternatif dari penyelesaian
masalah yang ada.
c. Pemilihan (choice) merupakan tahapan yang
digunakan untuk memilih solusi terbaik yang
sesuai dengan permasalahan.
d. Implementasi (implementation) merupakan
tahapan yang membahas tentang pengerjaan
suatu keputusan yang telah di peroleh [26:3].
2.3 Multi Criteria Decision Making (MCDM)
Mutiple Criteria Decision Making (MCDM)
merupakan suatu metode pengambilan keputusan
untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu,
kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-
aturan atau standar yang digunakan dalam
pengambilan keputusan.MCDM dibagi menjadi 2
model yaitu Multi Attribute Decision Making
(MADM) dan Multi Objective Decision Making
(MODM). Seringkali MCDM dan MADM
digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori
yang sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah dalam ruang diskret. Oleh karena
itu, pada MADM biasanya digunakan untuk
melakukan penilaian atau seleksi terhadap beberapa
alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan
MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-
masalah pada ruang kontinyu [24:3].
2.4 Semen Sapi
Semen sapi adalah cairan ejakulat dari kelamin
pejantan yang diejakulasikan ke dalam saluran
kelamin betina saat kopulasi. Semen terdiri dari :
a. Spermatozoa yaitu sel-sel kelamin jantanyang
kompak dan sangat khas serta tidak tumbuh dan
membelah diri yang dihasilkan oleh testes
[6:13].
b. Campuran sekresi yang diproduksi oleh
epididimis, kelenjar vesikularis dan kelenjar
prostat yang disebut Plasma semen. Plasma
semen digunakan spermatozoa untuk tetap
dapat bergerak. Plasma semen juga berfungsi
sebagai medium yang membawa spermatozoa
kedalam saluran reproduksi hewan betina
setelah diejakulasikan dari saluran hewan jantan
[7:6].
2.4.1 Semen Beku Sapi
Semen beku adalah semen yang berisi 25 juta
sel spermatozoa dalam satu straw 0,25cc. Sebelum
dimaskukkan kedalam straw, semen diencerkan
menurut prosedur dengan tujuan untuk menyediakan
makanan bagi spermatozoa dan meningkatkan
volume dengan menurunkan konsentrasi semen.
Semen dibekukan pada suhu yang jauh dari titik
beku 0oC, tergantung pada zat yang dipakai
membekukan semen tersebut. N2 cair merupakan zat
paling populer yang digunakan untuk membekukan
semen karena dapat membekukan pada suhu yang
paling rendah sekitar-196°C dalam kontainer
kriogenik [SNI 4869.1:2008].
2.5 Thawing
Thawing adalah proses pengenceran semen
beku sebelum di gunakan untuk inseminasi buatan
pada indukan sapi. Semen beku yang berada pada
kontainer yang berisi N2 cair bersuhu -196oC,
dikeluarkan kemudian dicairkan kembali supaya
dapat di inseminasikan ke dalam saluran reproduksi
indukan sapi. Semen beku yang sudah di thawing
merupakan barang yang sangat rapuh dan tidak
dapat tahan lama seperti semen cair. Semen beku
yang sudah di thawing juga tidak dapat d ibekukan
kembali. Pencairan semen beku dapat dilakukan
dengan banyak cara. Namun dari banyak cara yang
dapat dipakai tersebut harus tetap berpegangan pada
prinsip bahwa peningkatan suhu semen harus naik
secara konstan sampai waktu dilakukannya
Inseminasi Buatan. Perubahan suhu yang capat pada
saat thawing juga dapat mengurangi tekanan
spermatozoa dan membantunya melewati masa tidak
stabil dengan cepat, sehingga spermatozoa yang
hidup lebih banyak. Keadaan spermatozoa,
khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen
dipengaruhi oleh suhu dan lama thawing.
2.6 Evaluasi Semen Beku
Evaluasi semen beku dilakukan untuk
mengetahui apakah kualitas dari semen beku yang
telah di thawing, baik atau tidak.
2.6.1 Motilitas Spermatozoa
Motilitas merupakan kecenderungan pola dan
gerakan bersama sama spermatozoa dalam suatu
kelompok. Gerakan yang dilakukan spermatozoa
tersebut ke satu arah dan menyerupai gelombang-
4
gelombang yang tebal maupun tipis, bergerak cepat
atau lambat tergantung dari konsentrasi spermatozoa
yang hidup didalamnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah umur
sperma, maturasi (pematangan) sperma,
penyimpanan energi Adenosin Triphosfat(ATP),
agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi
dan adanya rangsangan hambatan. Motilitas massa
dapat ditentukan sebagai berikut [6:23] :
1. Sangat baik (+++), terlihat gelombang-
gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif
bagaikan gumpalan awan hitam saat akan turun
hujan yang bergerak cepat berpindah-pindah
tempat.
2. Baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang
kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak
lamban.
3. Cukup (+), jika terlihat gelombang melainkan
hanya gerakan-gerakan individual aktif
progresif.
4. Buruk (N, necrospermia atau 0), bila hanya
sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan
individual.
5. Sangat Buruk, bila tidak ada gerakan sama
sekali, baik individual maupun kelompok.
Menurut Badan Standardisasi Nasional,
motilitas massa spermatozoa untuk semen beku
setelah di thawing minimal 40 %.
2.6.2 Gerakan Individu Spermatozoa
Gerakan individual spermatozoa adalah
pergerakan progresif atau gerakan maju ke depan
dari masing-masing individual spermatozoa.
Gerakan melingkar dan gerakan mundur merupakan
tanda bahwa spermatozoa mengalami cold shock.
Semen yang sudah tua ditandai dengan gerakannya
yang berayun dan berputar pada tempatnya.
Sedangkan spermatozoa yang tidak bergerak, maka
sudah dianggap mati. Penilaian gerakan individual
spermatozoa mempunyai nilai 1 sampai 5, sebagai
berikut [6:24] :
1. 10% : pergerakan berputar di tempat;
2. 20% - 40% : gerakan berayun melingkar,
kurang dari 50% spermatozoa bergerak
progresif dan tidak ada gelombang;
3. 50% - 80% : antara 50 sampai 80%
spermatozoa bergerak progresif dan
menghasilkan gerakan massa;
4. 90% : pergerakan progresif yang gesit dan
segera membentuk gelombang dengan 90%
sperma motil;
5. 100% : gerakan yang sangat progresif,
gelombang yang sangat cepat, menunjukkan
100% motil aktif.
Menurut Badan Standardisasi Nasional, derajat
gerakan individual spermatozoa untuk semen beku
setelah di thawing minimal 20%-40%.
2.6.3 Abnormalitas
Terdapat tiga morfologiabnormalitas
spermatozoa, yaitu [20:5]:
1. Abnormalitas Primer.
Abnormalitas yang terjadi pada saat terjadi
proses spermatogenesis di dalam testis.
Abnormalitas primer meliputi :
a. Kepala yang terlampau besar
(macrocephlalic), kepala terlampau kecil
(microcephalic), kepala yang lebar, pipih
memanjang berganda dan pyriformis atau
berbentuk seperti buah pir.
b. Badan atau ekor ganda; pembesaran bagian
tengah.
c. Ekor melingkar.
2. Abnormalitas Sekunder
Abnormalitas yang terjadi saat spermatozoa
melakukan perjalanan di epididimis.
Abnormalitas sekunder meliputi :
a. Ekor yang melengkung atau bent tail.
b. Bagian tengah yang melipat atau simple
bent tail.
c. Adanya butiran-butiran protoplasma
proksimal atau distal dan akrosom yang
terlepas atau proximal droplet.
3. Abnormalitas Tersier
abnormalitas yang terjadi setelah ejakulasi.
Abnormalitas tersier juga dapat terjadi saat
terdapat penaganan yang salah pada saat akan
dilakukan inseminasi buatan. Abnormalitas
tersier meliputi :
a. Kepala yang hilang atau lose head.
b. Ekor yang hilang atau lose tail.
Spermatozoa yang abnormal tidak dapat
membuahi sel telur. Abnormalitasspermatozoa
jika belum mencapai 20%, maka semen masih
dapat digunakan untuk Inseminasi Buatan.
2.6.4 Presentase Hidup Spermatozoa
Pengecetan dan pewarnaan dengan
menggunakan eosin dapat membedakan sperma
yang hidup dan mati. Untuk melakuakn pengetesan
eosin harus dilarutkan dalam aquadest dengan
konsentrasi 1 : 9. Setelah itu sperma yang telah
ditetesi dengan larutan eosin, diratakan dan di angin-
anginkan dengan menggunakan spiritus. Kemudian
sperma tadi dapat diamati dengan menggunakan
mikroskop. Sperma yang berwarna merah adalah
sperma yang mati dan sperma yang tidak berwarna
adalah sperma yang hidup [7:25].
2.7 Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan adalah proses memasukkan
semen kedalam saluran reproduksi indukan betina
yang sedang birahi dengan menggunakan alat-alat
buatan manusia yang dilakukan oleh inseminator
[8:2]. Inseminasi Buatan adalah strategi efektif dan
cepat untuk meningkatkan populasi hewan dan
menyebarluaskan bibit unggul di suatu daerah [5:2].
2.8 Analytical Hierarchy Process (AHP)
5
AHP merupakan metode yang baik untuk
membuat suatu keputusan terhadap masalah yang
kompleks . Setiap masalah yang kompleks dapat
didekomposisi menjadi beberapa sub – masalah,
dalam hal terdapat tingkat hirarki. Dimana setiap
tingkat merupakan seperangkat kriteria atau atribut
relatif untuk masing-masing sub – masalah. Metode
AHP adalah sebuah multikriteria metode analisis
berdasarkan proses pembobotan aditif, AHP telah
banyak diterapkan oleh akademisi dan profesional ,
terutama dalam aplikasi teknik yang melibatkan
keputusan keuangan dan berhubungan dengan
atribut non-keuangan [13:1].AHP ditujukan untuk
mengintegrasikan langkah-langkah yang berbeda ke
dalam skor keseluruhan tunggal untuk alternatif
keputusan. Ciri utamanya adalah didasarkan pada
penilaian perbandingan secara berpasangan. Dalam
model pengambilan aturan ini terdapat pengukuran
faktor terkait subyektif input manajerial pada
beberapa kriteria, dengan mengurangi keputusan
yang kompleks untuk serangkaian perbandingan
sederhana dan peringkat, maka sintesis hasil, AHP
tidak hanya membantu para analis untuk sampai
pada keputusan terbaik, tetapi juga menyediakan
alasan yang jelas untuk pemilihan yang dibuat[23:1].
2.8.1 Prosedur AHP
1. Menyusun struktur hirarki dari permasalahan
yang dihadapi. Level teratas dari hirarki
merupakan sasaran sistem yang mejadi tujuan
penyususan hirarki. Level berikutnya terdiri dari
kriteria-kriteria yang relevan dari masalah yang
akan diputuskan. Kriteria-kriteria tersebut
digunakan untuk mempertimbangan alternatif-
alternatif yang ada dan menentukan alternatif
tersebut. Kriteria dapat memiliki sub kriteria,
namun sub kriteria tersebut harus relevan dengan
kriteria permasalahan [10:2].
2. Menentukan prioritas elemen :
a. Matriks perbandingan berpasangan dibangun
dari kriteria i x kriteria j, dimana i dan j adalah
jumlah kriteria permasalahan [11:3].
b. Mengisi matriks perbandingan berpasangan
yang merepresentasikan kepentingan relatif dari
satu elemen terhadap elemen lainnya. Matriks
tersebut diisi dengan skala 1 sampai 9. Nilai 1
sampai 9 merupakan perbandingan elemen pada
setiap level hirarki terhadap kriteria yang
mempunyai level lebih tinggi. Nilai 1 akan
diberikan apabila elemen dibandingkan dengan
dirinya sendiri, namun apabila elemen i
dibanding j mendapat nilai tertentu, maka
elemen j dibanding i mendapat nilai
kebalikannya. Untuk menyusun matriks kriteria
berpasangan menggunakan persamaan (2-1)
[10:3] :
𝑎𝑖,𝑗 =1
𝑎𝑗,𝑖 …………………………………(2-1)
dimana i, j = 1,2,...,m
a : elemen matriks perbandingan berpasangan
Tabel 2.1 Skala Kuantitatif pada AHP
Intensitas
Kepentingan Definisi Penjelasan
1
Kedua elemen
sama pentingnya
Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama
besar
3
Elemen yang satu
sedikit lebih
penting daripada elemen yanga
lainnya
Pengalaman dan
penilaian sedikit
menyokong satu elemen dibandingkan elemen
yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting
daripada yang
lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat
menyokong satu elemen
dibandingkan elemen
yang lainnya
7
Satu elemen jelas
lebih mutlak
penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat
disokong dan dominan
terlihat dalam praktek.
9
Satu elemen mutlak
penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung
elemen yang satu terhadap elemen lain
memeliki tingkat
penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan.
2,4,6,8
Nilai-nilai antara
dua nilai pertimbangan-
pertimbangan yang
berdekatan
Nilai ini diberikan bila
ada dua kompromi di antara 2 pilihan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas
i mendapat satu
angka dibanding dengan aktivitas j,
maka j mempunyai
nilai kebalikannya dibanding dengan i
Sumber [10:3]
3. Membuat Sintesis setelah matriks perbandingan
berpasangan terbentuk untuk memperoleh nilai
prioritas dengan langkah-langkah seperti berikut
[11:4] :
a. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap
kolom pada matriks. Perhitungannya
ditunjukkan pada persamaan (2-2).
𝑏𝑗 = ∑ 𝑎𝑖,𝑗 = 𝑎1,𝑗 + 𝑎2,𝑗𝑛𝑖=1 + ⋯ + 𝑎𝑛,𝑗 …(2-2)
dimana, i, j =1,2,...,m
𝑎 : elemen matriks perbandingan berpasangan
b : elemen jumlah kolom
b. Membagi setiap nilai-nilai elemen dari setiap
kolom dengan total nilai kolom yang
bersangkutan untuk mendapat matriks
normalisasi. Perhitungannya ditunjukkan pada
persamaan (2-3).
𝑐𝑖,𝑗 = 𝑎𝑖,𝑗
𝑏𝑗 ................................................. (2-3)
6
dimana, i, j =1,2,...,m
𝑎 : elemen matriks perbandingan
berpasangan
b : elemen jumlah kolom
𝑐 : elemen matriks normalisasi perbandingan
berpasangan
c. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap
baris matriks normalisasi dan membaginya
dengan jumlah eleme kriteria untuk mendapat
nilai bobot. Perhitungannya ditunjukkan pada
persamaan (2-4).
𝑊𝑖 =∑ 𝑐𝑖,𝑗
𝑛𝑗=1
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 ................................... (2-4)
dimana, i, j =1,2,...,m
𝑊 : bobot kriteria
𝑐 : elemen matriks normalisasi perbandingan
berpasangan.
4. Mengukur Konsistensi pada AHP diukur
dengan rasio konsistensi (Consistency Ratio).
Untuk matriks 3x3 nilai konsistensinya harus
kurang dari 5%, untuk matriks 4x4 nilai
konsistensinya 9% dan untuk matriks yang lebih
besar 10%. Nilai perbandingan matriks harus
dilakukan kembali apabila didapatkan nilai
konsistensi yang lebih dari batas rasio.
Langkah-langkah untuk menghitung nilai rasio
konsistensi adalah sebagai berikut [10:3] :
a. Mengkalikan nilai matriks perbandingan
berpasangan dengan bobot kriteria untuk
mendapatkan nilai vektor bobot.Perhitungannya
ditunjukkan pada persamaan (2-5).
𝑉𝑒𝑘𝑖 = 𝑎𝑖,𝑗 . 𝑊𝑖 ........................................(2-5)
dimana, 𝑎 : elemen matriks perbandingan
berpasangan
𝑊 : bobot kriteria
𝑉𝑒𝑘𝑖 : elemen vektor bobot
b. Menjumlahkan setiap baris.
c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan
elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
d. Membagi hasil pada langkah 3, dengan banyak
elemen yang ada, hasilnya disebut eigen value
(λmax). Perhitungannya ditunjukkan pada
persamaan (2-6).
λmax= 1
𝑛∑
𝑉𝑒𝑘𝑖
𝑊𝑖
𝑛𝑖=1 .......................................... (2-6)
dimana,
𝑊 : bobot kriteria
𝑉𝑒𝑘𝑖 : elemen vektor bobot
n : Banyak elemen kriteria.
e. Menghitung indeks konsistensi (consistency
index). Perhitungannya ditunjukkan pada
persamaan (2-7).
𝐶𝐼 =λ𝑚𝑎𝑥−𝑛
𝑛............................................... (2-7)
dimana,
CI : Consistensi Index
λmax : Eigen Value
n : Banyak elemen kriteria
f. Menghitung rasio konsistensi (CR). Jika
nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data
judgment harus diperbaiki. Namun jika Rasio
Konsistensi (CI/RI) kurang atau sama dengan
0,1 (10%), maka hasil perhitungan bisa
dinyatakan benar. Perhitungannya ditunjukkan
pada persamaan (2-8).
𝐶𝑅 =𝐶𝐼
𝑅𝐶 .................................................. (2-8)
dimana,
CR :Consistency Ratio
CI :Consistency Index
RC :Random Consistency
Tabel 2.2 Random Index
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9
RCI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45
Sumber [10:3]
2.9 Technique for Order Preference by Similarity
to Ideal Solution (TOPSIS)
Metode TOPSIS pertama kali dikembangkan
oleh Hwang dan Yoon ( Hwang & Yoon , 1981)
serta jajaran alternatif yang sesuai dengan jarak ideal
dan solusi ideal negatif, yaitu alternatif terbaik
secara bersamaan memiliki jarak terpendek dari
solusi ideal dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif
[16:3]. Solusi ideal (juga disebut solusi ideal positif)
adalah solusi yang memaksimalkan manfaat kriteria
atau atribut dan meminimalkan kriteria biaya atau
atribut, sedangkan solusi ideal negatif (juga disebut
solusi antiideal) memaksimalkan biaya kriteria atau
atribut dan meminimalkan kriteria manfaat atau
atribut [12:2]. Prosedur TOPSIS didasarkan pada ide
intuitif dan sederhana, yaitu solusi ideal yang
optimal, memiliki manfaat maksimal. Topsis
diperoleh dengan menyeleksi alternatif terbaik yang
jauh dari ketidakcocokan alternatif yang paling
banyak serta memiliki manfaat minimal [11:5].
2.9.1 Prosedur TOPSIS
Prosedur TOPSIS adalah sebagai berikut [9:2-
3]:
1. Menentukan matriks keputusan yang
ternormalisasi dari rating kriteria kualitas semen
beku pada setiap kriteria atau subkriteria
kualitas semen beku. Persamaan matriks
ternormalisasi dapat dilihat pada persamaan (2-
9) berikut :
7
𝑟𝑖𝑗 =𝑥𝑖𝑗
√∑ 𝑥𝑖𝑗2𝑚
𝑖=1
.............................................. (2-9)
dimana,
x : nilai alternatif terhadap kriteria
r : nilai normalisasi tiap alternatif
i =1,2,....m dan
j =1,2,....n; untuk menunjukkan indeks
elemen matriks
2. Menghitung matriks keputusan yang
ternormalisasi terbobot. Persamaan normalisasi
matriks TOPSIS ditunjukkan pada persamaan
(2-10).
yij = Wi . 𝑟𝑖𝑗 ............................................... (2-10)
dimana,
y : elemen ternormalisasi
r : nilai rata-rata tiap alternatif
W : nilai bobot
i =1,2,...,m dan
j =1,2,...,untuk menunjukkan indeks elemen
matriks.
3. Menghitung matriks solusi ideal positif dan
matriks solusi ideal negatif. Solusi ideal positif
dan solusi ideal negatif dapat ditentukan
berdasarkan rating bobot ternormalisasi.
Perhitungan persamaan perhitungan solusi ideal
positif ditunjukkan pada persamaan (2-11)
berikut :
𝐴+ = (𝑦1+, 𝑦2
+, … , 𝑦𝑛+ ).............................. (2-11)
dimana,
𝑦𝑗+ : max yij, jika j adalah atribut keuntungan
min yij, jika j adalah atribut biaya
𝐴+ : Solusi ideal positif
Perhitungan persamaan perhitungan solusi ideal
negatif ditunjukkan pada persamaan (2-12)
berikut :
𝐴− = (𝑦1−, 𝑦2
−, … , 𝑦𝑛− ) ............................. (2-12)
dimana,
𝑦𝑗+ : minyij, jika j adalah atribut keuntungan
maxyij, jika j adalah atribut biaya
𝐴− : Solusi ideal negatif
4. Menghitung jarak antara nilai setiap alternatif
dengan matriks solusi ideal positif dan matrik
solusi ideal negatif. Jarak dengan Solusi Ideal
Postif adalah jarak alternatif dari solusi ideal
positif.Persamaan Jarak dengan Solusi Ideal
Postif ditunjukkan pada persamaan (2-13)
berikut :
𝐷𝑖+ =
√∑ (𝑦𝑖+ − 𝑦𝑖𝑗)2𝑛
𝑗=1 .................................... (2-13)
dimana :
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif
I = 1, 2, 3, … , m
Jarak dengan Solusi Ideal Negatif adalah jarak
alternatif dari solusi ideal negatif.Persamaan
Jarak dengan Solusi Ideal Negatifditunjukkan
pada persamaan (2-14) berikut :
𝐷𝑖− =
√∑ (𝑦𝑖− − 𝑦𝑖𝑗)2𝑛
𝑗=1 .................................... (2-14)
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi
𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif
i = 1, 2, 3, … , m
5. Menghitung nilai preferensi untuk setiap
alternatif. Persamaan nilai Preferensi TOPSIS
ditunjukkan pada persamaan (2-15) berikut :
𝑉𝑖 =𝐷𝑖
−
𝐷𝑖−+𝐷𝑖
+ ..............................................(2-15)
Dimana
i =1,2,...,m
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif
𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif
Vi : nilai preferensi
Dari hasil perhitungan diatas nantinya dapat
diketahui dari beberapa alternatif semen beku mana
yang berkualitas baik setelah dilakukan thawing.
Metode inimenggunakan inputan dari metode AHP
sebagai bobot prioritas.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Skenario Penelitian
Berikut merupakan scenario penelitian secara
spesifik untuk penyelesaian masalah serta
penggunaan metode atau teknik yang
dipresentasikan dalam bentuk diagram alir.
Gambar 3.1 Pohon Perancangan
Sumber : Metodologi
8
Sistem pendukung keputusan penentuan kualitas
semen beku sapi pejantan unggul pasca thawing
menerapkan metode AHP dan TOPSIS. AHP
digunakan untuk pembobotan kriteria dan
melakukan pengecekan terhadap konsistensisnya
apakah CR<=0.1. Jika CR<=0.1 maka bobot kriteria
tersebut layak untuk diterapkan. Metode TOPSIS
digunakan untuk memberikan preferensi kualitas
semen beku. Pada sistem ini akan dihasilkan output
perangkingan semen beku dari alternatif yang
diujikan. Sehingga skenario penggunaan sistem
pendukung keputusan pada tahap awal admin akan
menentukan skala perbandingan matrik antar kriteria
sebagai inputan metode AHP. Metode AHP akan
menghasilkan bobot kriteria yang akan digunakan
sebagai bobot prioritas pada metode TOPSIS. User
memasukkan penilaian alternatif semen beku
terhadap kriteria yang diberikan yang nantinya akan
di proses menggunakan metode TOPSIS.
Gambar 3.3 Diagram Blok SPK Penentuan Kualitas
Semen Beku pasca Thawing
Sumber : Metodologi
Dalam pembangunan aplikasi "Sistem
Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen
Beku Sapi Pejantan Unggul PascaThawing dengan
Menggunakan Metode AHP - TOPSIS" dengan
mengikuti rancangan yang telah dibuat sebelumnya,
dalam pengimplementasian aplikasi ini digunakan
bahasa pemrograman PHP dan Database Server
XAMPP (MySQL).
Terdapat dua Pengujian yang dilakukan
untuk memastikan bahwa apliaksi yang telah dibuat
berjalan sesuai dengan perancangan sistem dan
memenuhi kebutuhan pengguna. pengujian yang
digunakan pada sistem ini adalah pengujian black
box. Pada pengujian black box digunakan metode
pengujian validasi bertujuan untuk mengetahui
apakah sistem yang dibangun sesuai dengan
kebutuhan perangkat lunak yang sudah ditentukan di
awal. Selanjutnya pengujian akurasi terhadap data
serta penerapan metode AHP-TOPSIS dalam
memberikan sebuah keputusan.
4. ANALISA DAN PERANCANGAN
Perancangan merupakan sebuah tahapan
yang berfungsi untuk merumuskan kebutuhan-
kebutuhan yang diperlukan dalam membuat sebuah
sistem.
4.1 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan
Sistem pendukung keputusan yang dibuat
berbasis web yang dapat melayani penyimpanan,
presentasi, pengumpulan, berbagi, pemrosesan, dan
penggunaan informasi. Sistem pendukung keputusan
berbasis web memungkinkan penggunakemudahan
dalam mengakses sistem dari jarak jauh dengan
cepat dan kapan pun saat dibutuhkan. Sehingga
aplikasi sistem pendukung keutusan web dipilih
untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
Gambar 3.4 Arsitektur Sistem Pendukung
Keputusan
Sumber : Metodologi
4.2 Pengambilan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan cara mengambil data kriteria semen beku
pasca thawing di Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari Malang. Pengambilan data yang
dilakukan pada Balai Besar Inseminasi Buatan
(BBIB) Singosari Malang bertujuan untuk
memperkuat akurasi data yang digunakan dalam
penelitian yang akan dilakukan.
4.3 Subsistem Manajemen Data
Subsistem manajemen data membahas
mengenai perancangan database, dan data flow
diagram. Perancangan basis data digunakan untuk
menggambarkan manajemen data yang akan
digunakan. Data yang digunakan selanjutnya
disimpan pada Database Management System
(DBMS) yaitu MySQL. Data yang nantinya
disimpan adalah bobot, kriteria semen beku pasca
thawing, kriteria semen beku pasca thawing, user,
alternatif semen beku yang diujikan, dan alternatif
semen beku stand by. Pada Gambar 4.3
menunjukkan perancangan basis data “Sistem
Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen
Beku Sapi Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan
Menggunakan Metode AHP - TOPSIS”.
9
Gambar 4.1 Perancangan Database
Sumber : Perancangan
Selanjutnya merupakan DFD level 0 dari
“Sistem Pendukung Keputusan Penentuan
Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul
Pasca Thawing dengan Menggunakan Metode
AHP - TOPSIS” berguna sebagai user mapping
terhadap aplikasi sistem pendukung keputusan
yang dibuat.
Gambar 4.2 DFD Level 0
Sumber : Perancangan
4.4 Subsistem Basis Pengetahuan
Subsistem basis pengetahuan memberikan
proses intelegent huntuk memperbesar pengetahuan
pengambilan keputusan. Penentuan kriteria
dilakukan berdasarkan studi literatur dan wawancara
dengan responden. Terdapat empat kriteria yang
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat prioritas alternatif yaitu :
Tabel 4.1 Parameter Motilitas Spermatozoa
Parameter Motilitas Spermatozoa
Nilai
30% 1
40% 3
50% 5
60% 7
70% 9
Sumber : Perancangan
Tabel 4.2 Parameter Abnormalitas
Parameter Abnormalitas Nilai
25% 1
20% 3
15% 5
10% 7
5% 9
Sumber : Perancangan
Tabel 4.3 Derajat Gerakan Individu Spermatozoa
Parameter Derajat Gerakan
Individu Spermatozoa Nilai
10% 1
20-40% 3
50-80% 5
90% 7
100% 9
Sumber : Perancangan
Tabel 4.4 Presentase Hidup Spermatozoa
Parameter Presentase Hidup
Spermatozoa Nilai
70% 1
75% 3
80% 5
85% 7
90% 9
Sumber : Perancangan
Keterangan :
A1 : Motilitas Spermatozoa
A2 : Abnormalitas Spermatozoa
A3 : Derajat Gerakan Individu
Spermatozoa
A4 : Presentase Hidup Spermatozoa
4.5 Subsistem Manajemen Model
Subsistem manajemen model berisi mengenai
manualisasi yang digunakan untuk menjelaskan
perhitungan keputusan penentuan kualitas semen
beku sapi pejantan secara manual. Proses
perhitungan manual diambil dari 15 sampel semen
beku sapi pasca thawing secara acak yang
didapatkan dari BBIB Singosari, Malang. Terdapat 2
tahap pada proses ini yaitu pemberian dan
mendapatkan bobot kriteria kualitas semen beku
sapi dengan metode AHP, kemudian setelah
mendapat bobot kriteria proses perhitungan akan
dilanjutkan dengan metode TOPSIS untuk
mendapatkan alternatif kualitas semen beku pada 15
sampel semen beku pasca thawing yang diujikan.
10
Gambar 4.3 DFD Level 0 Diagram Alir AHP-
TOPSIS
Sumber : Perancangan
4.5.1 Penghitungan Bobot Kriteria dengan
Metode AHP
Bobot prioritas didapatkan dari masukkan
pakar dan masukkan nilai tersebut akan diproses
oleh metode AHP untuk dibandingkan dan cek
konsistensi kelakayakan sebelum digunakan oleh
metode TOPSIS. Berikut merupakan langkah-
langkah penghitungan bobot kriteria dengan metode
AHP.
Langkah 1. Membuat matriks kriteria perbandingan
persamaan
Memberi nilai intensitas kepentingan antara 1-9
seperti yang terdapat pada Tabel 4.5 untuk
mendapatkan perbandingan berpasangan pada
masing – masing kriteria. Berikut merupakan hasil
nilai kepentingan dari kriteria yang digunakan dalam
penelitian ini.
Tabel 4.5 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1 3 2 3
A2 1
3 1 2 3
A3 1
2
1
2 1 3
A4 1
3
1
3
1
3 1
Sumber : Perancangan
Langkah 2. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari
setiap kolom pada matriks
Setelah mengisi nilai instensitas perbandingan setiap
kriteria pada Matriks Kriteria Perbandingan
Berpasangan, selanjutnya yaitu Menjumlahkan nilai
- nilai elemen dari setiap kolom pada matriks
menggunakan persamaan (2-2).
Tabel 4.6 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1 3 2 3
A2 1
3 1 2 3
A3 1
2
1
2 1 3
A4 1
3
1
3
1
3 1
Jumlah 2.166 4.833 5.333 10
Sumber : Perancangan
Langkah 3. Normalisasi matriks kriteria
perbandingan persamaan
Setelah mendapatkan nilai matriks kriteria
perbandingan persamaan, selanjutnya yaitu
menormalisasi matriks kriteria perbandingan
persamaan dengan menggunakan persamaan (2-3).
Tabel 4.7 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1
2.166
3
4.833
2
5.333
3
10
A2 0.333
2.166
1
4.833
2
5.333
3
10
A3 0.5
2.166
0.5
4.833
1
5.333
3
10
A4 0.333
2.166
0.333
4.833
0.333
5.333
1
10
Sumber : Perancangan
Tabel 4.8 Normalisasi Matriks Kriteria Perbandingan
Persamaan
Normalisasi Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 0.462 0.621 0.375 0.300
A2 0.154 0.207 0.375 0.300
A3 0.231 0.103 0.188 0.300
A4 0.154 0.069 0.062 0.100
Sumber : Perancangan
11
Langkah 4. Menghitung bobot prioritas
Setelah normalisasi matriks kriteria perbandingan
persamaan terbentuk, selanjutnya yaitu
menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap baris
normalisasi matriks kriteria perbandingan
persamaan.
Tabel 4.9 Normalisasi Matriks Kriteria
Perbandingan Persamaan
Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 A3 A4 Jumlah
A1 0.462 0.621 0.375 0.300 1.757
A2 0.154 0.207 0.375 0.300 1.036
A3 0.231 0.103 0.188 0.300 0.822
A4 0.154 0.069 0.062 0.100 0.385
Sumber : Perancangan
Setelah mendapat hasil penjumlahan nilai – nilai
elemen setiap baris dari matriks kriteria
perbandingan persamaan, selanjutnya menghitung
bobot priioritas setiap kriteria dengan menggunakan
persamaan (2-4).
Tabel 4.10 Bobot Prioritas
Bobot Priotitas
W1 0,439
W2 0,259
W3 0,205
W4 0,096
Sumber : Perancangan
Langkah 5. Mengukur Konsistensi
a. Menghitung nilai vektor bobot
Nilai vektor bobot dapat dihitung dengan
mengkalikan nilai matriks kriteria
perbandingan persamaan dengan bobot
kriteria seperti pada persamaan (2-5).
Tabel 4.11 Vektor Bobot
Vektor Jumlah Bobot
1,916
1,105
0,844
0,398
Sumber : Perancangan
b. Menghitung eigen value(λmax)
Eigen value(λmax) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2-6). Eigen
value (λmax) yang diperoleh dari
perhitungan sebesar 4,216.
c. Menghitung Consitency Index (CI)
Consitency Index (CI) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (2-7).
Consitency Iindex (CI) yang diperoleh dari
perhitungan sebesar 0,072.
d. Menghitung Consistency Ratio (CR)
Consistency Ratio (CR) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaa (2-8).
Consistency Ratio (CR) yang diperoleh dari
penghitungan sebesar 0,080. Nilai
Consistency Ratio (CR) dinyatakan benar
apabila nilainya <= 0,1.
4.5.2 Penghitungan Preferensi Alternatif dengan
Metode TOPSIS
Setelah diperoleh bobot prioritas dengan
konsistensi indeks yang sesuai pada sebelumnya
dengan menggunakan metode AHP. Maka
selanjutnya bobot tersebut akan digabungkan dengan
penghitungan preferensi alternative dengan
menggunakan metode TOPSIS.
Langkah 1. Matriks penilaian alternatif
Matriks penilaian alternatif dibuat dari beberapa
sampel semen beku pasca thawing yang akan diuji
dengan metode AHP-TOPSIS.
Tabel 4.12 Matriks Penilaian Alternatif
Matriks Penilaian Alternatif
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 7 5 5 7
X2 1 5 3 1
X3 3 3 3 3
X4 5 5 5 3
X5 5 7 7 5
X6 7 7 7 7
X7 9 9 3 7
X8 5 1 3 5
X9 5 5 1 3
X10 1 1 5 3
X11 7 7 3 7
X12 9 9 3 9
X13 5 5 7 3
X14 9 5 5 9
X15 7 1 1 9
Langkah 2. Menormalisasi matriks penilaian
alternatif
Untuk menormalisasi matriks penilaian alternatif
dapat menggunakan persamaan (2-10) berikut :
𝑟𝑖𝑗 =𝑥𝑖𝑗
√∑ 𝑥𝑖𝑗2𝑚
𝑖=1
𝑟1,1 = 7
√72 +12 +32 +52 +52 +72 +92 +52 +52 +12 +72 +92 +52 +92 +72
= 7
√49+1+9+25+25+49+81+25+25+1+49+81+25+81+49
= 7
√575 = 0,292
12
Tabel 4.13 Normalisasi Matriks Penilaian Alternatif
Normalisasi Matriks Penilaian Alternatif
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 0.292 0.230 0.387 0.303
X2 0.042 0.230 0.166 0.043
X3 0.125 0.138 0.166 0.130
X4 0.209 0.230 0.277 0.130
X5 0.209 0.323 0.387 0.216
X6 0.292 0.323 0.387 0.303
X7 0.375 0.415 0.166 0.303
X8 0.209 0.046 0.166 0.216
X9 0.042 0.230 0.055 0.130
X10 0.292 0.046 0.277 0.130
X11 0.375 0.323 0.166 0.303
X12 0.209 0.415 0.166 0.389
X13 0.209 0.230 0.387 0.130
X14 0.375 0.230 0.277 0.389
X15 0.292 0.046 0.055 0.389
Sumber : Perancangan
Langkah 3. Menghitung normalisasi matriks
keputusan terbobot
Setelah menormalisasi matriks penilaian alternatif,
langkah selanjutnya adalah menghitung normalisasi
matriks keputusan terbobot. Normalisasi matriks
keputusan terbobot dihitung dengan mengalikan
setiap elemen suatu kriteria pada normalisasi
matriks penilaian alternatif yang ditunjukkan pada
Tabel 4.13 dengan bobot prioritas kriteria elemen
tersebut yang ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Persamaan (2-11) berikut menunjukkan rumus
dalam menghitung normalisasi matriks keputusan
terbobot :
yij = Wi . 𝑟𝑖𝑗
y1,1 = W1 . 𝑟1,1
y1,1 = 0,439 . 0,292
= 0,128
Tabel 4.14 Normalisasi Matriks Keputusan Tebobot
Normalisasi Matriks Keputusan Tebobot
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 0.128 0.060 0.080 0.029
X2 0.018 0.060 0.034 0.004
X3 0.055 0.036 0.034 0.012
X4 0.092 0.060 0.057 0.012
X5 0.092 0.084 0.080 0.021
X6 0.128 0.084 0.080 0.029
X7 0.165 0.107 0.034 0.029
X8 0.092 0.012 0.034 0.021
X9 0.018 0.060 0.011 0.012
X10 0.128 0.012 0.057 0.012
X11 0.165 0.084 0.034 0.029
X12 0.092 0.107 0.034 0.037
X13 0.092 0.060 0.080 0.012
X14 0.165 0.060 0.057 0.037
X15 0.128 0.012 0.011 0.037
Sumber : Perancangan
Langkah 4. Menghitung matriks solusi ideal positif
dan matriks solusi ideal negatif
Untuk menghitung matriks solusi ideal positif dapat
menggunakan persamaan (2-12) dengan berpatokan
pada Tabel 4.14:
𝐴+ = (𝑦1+, 𝑦2
+, … , 𝑦𝑛+ )
dimana :
𝑦𝑗+ : max yij, jika j adalah atribut
keuntungan min yij, jika j adalah atribut biaya
𝐴+ : Solusi ideal positif
𝐴1+ = (0,128+ , 0,018+ , 0,055+ , 0,092+ , 0,092+ ,
0,128+ , 0,165+ , 0,092+ , 0,018+ , 0,128+ ,
0,165+ , 0,092+ , 0,092+ , 0,165+ , 0,128+ ) = 0,165
Untuk menghitung matriks solusi ideal negatifdapat
menggunakan persamaan (2-13) dengan berpatokan
pada Tabel 4.14:
𝐴− = (𝑦1−, 𝑦2
−, … , 𝑦𝑛− )
dimana :
𝑦𝑗+ : minyij, jika j adalah atribut
keuntungan
maxyij, jika j adalah atribut biaya
𝐴− : Solusi ideal negatif
𝐴1− = (0,128− , 0,018− , 0,055− , 0,092− , 0,092− ,
0,128− , 0,165− , 0,092− , 0,018− , 0,128− , 0,165−
, 0,092− , 0,092− , 0,165− , 0,128− ) = 0,018
Tabel 4.15 Matriks Solusi Ideal Positif dan Matriks
Solusi Ideal Negatif
A1 A2 A3 A4
A+ 0.165 0.107 0.080 0.037
A- 0.018 0.012 0.011 0.004
Sumber : Perancangan
Langkah 5. Menghitung jarak antara nilai setiap
alternatif dengan matriks solusi ideal
positif dan matrik solusi ideal negatif
Untuk menghitung jarak antara nilai setiap alternatif
dengan matriks solusi ideal positif dapat
menggunakan persamaan (2-14) dengan berpatokan
pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.14
𝐷𝑖+ = √∑(𝑦𝑖
+ − 𝑦𝑖𝑗)2
𝑛
𝑗=1
dimana :
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif
i = 1, 2, 3, … , m
13
𝐷1+ =
√(0,165+ − 0,128)2 + (0,107+ − 0,060)2
+(0,080+ − 0,080)2 + (0,037+ − 0,029)2 = 0,061
Untuk menghitung jarak antara nilai setiap alternatif
dengan matriks solusi ideal negatif dapat
menggunakan persamaan (2-15) dengan berpatokan
pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.14
𝐷1− = √∑(𝑦𝑖
− − 𝑦𝑖𝑗)2
𝑛
𝑗=1
dimana : 𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi
𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif
i = 1, 2, 3, … , m
𝐷𝑖− =
√(0,018− − 0,128)2 + (0,012− − 0,060)2
+(0,011− − 0,080)2 + (0,011− − 0,029)2 = 0,140
Tabel 4.16 Matriks Jarak + dan Jarak – setiap Alternatif
Alternatif A+ A-
X1 0.061 0.140
X2 0.164 0.053
X3 0.141 0.050
X4 0.094 0.099
X5 0.079 0.124
X6 0.045 0.150
X7 0.046 0.178
X8 0.130 0.079
X9 0.170 0.048
X10 0.108 0.119
X11 0.052 0.167
X12 0.086 0.127
X13 0.091 0.111
X14 0.053 0.164
X15 0.123 0.115
Sumber : Perancangan
Langkah 6. Menghitung nilai preferensi untuk
setiap alternatif
Setelah menghitung jarak antara nilai setiap
alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan
matrik solusi ideal negatif, langkah selanjutnya
adalah menentukan nilai preferensi setiap untuk
setiap alternatif dengan menggunakan persamaan (2-
16) berikut dan berpatokan pada Tabel 4.16 :
𝑉𝑖 =𝐷𝑖
−
𝐷𝑖− + 𝐷𝑖
+
dimana
i =1,2,...,m
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif
𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif
Vi : nilai preferensi
𝑉1 =𝐷1
−
𝐷1− + 𝐷1
+
𝑉1 =0,140
0,140 + 0,061
= 0,698
Tabel 4.17 Nilai Preferensi
Alternatif Preferensi Urutan
Alternatif Urutan
Prefernsi
X1 0.698 X7 0.794
X2 0.244 X6 0.771
X3 0.262 X11 0.762
X4 0.513 X14 0.756
X5 0.612 X1 0.698
X6 0.771 X5 0.612
X7 0.794 X12 0.595
X8 0.377 X13 0.550
X9 0.221 X10 0.525
X10 0.525 X4 0.513
X11 0.762 X15 0.483
X12 0.595 X8 0.377
X13 0.550 X3 0.262
X14 0.756 X2 0.244
X15 0.483 X9 0.221
Sumber : Perancangan
4.6 Subsistem Antarmuka
Pada penelitian Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan
Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan
Metode AHP - TOPSIS dibutuhkan form input dan
output yang nantinya digunakan untuk interaksi
antara pengguna dengan sistem. Sistem dibangun
menurut dari sisi 2 pengguna yaitu user dan admin.
Pada sisi user, perancangan antarmuka penelitian ini
memiliki 3 halaman yaitu halaman dashboard,
halaman uji kualitas, dan halaman data alternatif.
Sedangkan pada sisi admin, perancangan antarmuka
sistem mirip seperti user namun terdapat
penambahan antarmuka halaman yaitu halaman
login, dan halaman bobot kriteria.
5. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan proses penerapan
dalam membangun aplikasi "Sistem Pendukung
Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi
Pejantan Unggul PascaThawing dengan
Menggunakan Metode AHP - TOPSIS" dengan
mengikuti rancangan yang telah dibuat sebelumnya,
dalam pengimplementasian aplikasi ini digunakan
14
bahasa pemrograman PHP dan Database Server
XAMPP (MySQL).
5.1 Implementasi Algoritma
Dalam implementasi “Sistem Pendukung
Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi
Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan
Menggunakan Metode AHP - TOPSIS” tedapat
beberapa proses utama dalam melakukan
perhitungan dengan menggunakan metode AHP-
TOPSIS. Pada sub bab ini akan dijelaskan
implementasi dari algoritma yang telah di buat pada
tahap perancangan sebelumnya yang menggunakan
metode AHP-TOPSIS.
5.2 Implementasi Antarmuka
Antarmuka dibuat berdasarkan perancangan
yang telah dijelaskan sebelumnya. Halaman
antarmuka yang dibuat terdiri dari halaman login,
halaman bobot kriteria, halaman uji kualitas, dan
halaman data alternatif.
6. PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pengujian dilakukan untuk mengetahui hasil
dari implementasi “Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan
Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan
Metode AHP – TOPSIS”.
6.1 Pengujian Validasi
pada sebuah aplikasi sudah di terapkan dan
berjalan dengan baik dengan mencapai akurasi yang
akan di tetapkan pada sistem yang ada sehingga
validasi sudah berjalan dengan sempurna Pengujian
validasi dingunakan untuk memastikan apakah
kebutuhan system yang dirancang telah sesuai atau
tidak dengan aplikasi yang dibuat.
6.2 Pengujian Tingkat Akurasi
Dari hasil pengujian yang di lakukan pada 15
data input percobaan diperoleh 12 hasil yang sesuai
dan 3 hasil yang tidak sesuai, kemudian dihitung
dengan menggunakan rumus = jumlah kesesuaian
perhitungan sistem / jumlah data aktual * 100%
sehingga di peroleh presentase keakuratan pengujian
sistem terhadap data aktual sebesar 80 %.
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =∑ 1
∑ 0 𝑥 100 %
=12
15 𝑥 100 %
= 80 %
7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan perancangan, implementasi dan
hasil pengujian dari “Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan
Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan
Metode AHP – TOPSIS”, maka di dapat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan
dengan metode AHP-TOPSIS telah dibangun
sesuai dengan perancangan dan dapat digunakan
dengan baik untuk membantu menentukan kualitas
semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing.
2. Diperlukan pengamatan yang lebih dalam
pada penentuan bobot kriteria, karena hal tersebut
sangat mempengaruhi hasil akhir Sistem
Pendukung Keputusan yang dibuat. Implementasi
sistem yang dibuat telah sesuai dengan
perancangan yang dibuat.
3. Jumlah presentase tingkat kesesuaian dari
implementasi “Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan
Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan
Metode AHP – TOPSIS” terhadap data aktual yang
ada mencapai kesesuaian sebesar 80 %
4. Pengujian yang dilakukan terhadap “Sistem
Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen
Beku Sapi Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan
Menggunakan Metode AHP – TOPSIS” telah
sesuai dengan kebutuhan yang dilakukan pada
tahap perancagan.
7.2 Saran Berdasarkan peneletian yang di lakukan maka
diberikan untuk pengembangan penelitian
selanjutnya, antara lain:
1. Penggunaan metode AHP-TOPSIS dalam
SPK dapat dikembangkan lebih lanjut untuk
mengetahui model data yang paling sesuai dengan
metode ini.
2. Dapat digunakan metode lain yang
memungkinkan dalam lingkup SPK ini untuk
mendapatkan tingkat akurasi yang lebih baik.
3. Dapat dilakukan pengubahan nilai bobot yang
digunakan pada kriteria sehingga didapatkan
tingkat akurasi yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Gillespie, R. and Flanders, FB. 2009. [e-book]
Breeds of Beef Cattle. In: Modern Livestock
and Poultry Production 8th ed. New York
(US): Delmar Cengage Learning. Halaman
254. Tersedia di: Google Books
<http://books.google.com> [Diakses 22
November 2015].
[2] Burstein, F. and Holsapple, C. 2008. [e-book]
Handbook on Decision Support Systems 1:
Basic Themes. Springer. Tersedia di: Google
Books <http://books.google.com> [Diakses
22 November 2015] .
[3] Surat keputusan Direktur Jenderal Peternakan
No. 112/TN.270/Kpts/DJP/Deptan/ 02/97
tentang syarat dan spesifikasi teknis semen
beku sapi dan kerbau serta alat
penyimpanannya. Jakarta: Direktorat Jenderal
Peternakan. Badan Standardisasi Nasional
[online] Tersedia melalui: Badan
Standardisasi Nasional
<http://sisni.bsn.go.id/> [Diakses 21
November 2015].
15
[4] Sartori, R. et al. 2005. Comparison of
artificial insemination versus embryo transfer
in lactating dairy cows. [e-journal]. Tersedia
melalui: sciencedirect.com
<http://www.sciencedirect.com/> [Diakses 21
November 2015].
[5] Yangqing, Lu. et al. 2015. A field study on
artificial insemination of swamp and
crossbred buffaloes with sexed semen from
river buffaloes. [e-journal]. Tersedia melalui:
sciencedirect.com
<http://www.sciencedirect.com/> [Diakses 21
November 2015].
[6] Hafsari, N. 2014. Kajian Abnormalitas Primer
Spermatozoa Pada Beberapa Bangsa Sapi
dengan Umur Berbeda Menggunakan
Pewarnaan Carbolfuchsin (Williams). S1.
Institut Pertanian Bogor. Tersedia di:
<http://repository.ipb.ac.id> [Diakses 21
November 2015].
[7] Salmah, N. 2014. Motilitas, Persentase Hidup
dan Abnormalitas Spermatozoa Semen Beku
Sapi Bali pada Pengencer Andromed dan Tris
Kuning Telur. S1. Universitas Hasanuddin.
Tersedia di <http://repository.unhas.ac.id>
[Diakses 21 November 2015].
[8] Herawati, T. et al. 2012. Peran Inseminator
dalam Keberhasilan Inseminasi Buatan pada
Sapi Perah. [online] Tersedia di:
<http://www.litbang.pertanian.go.id>
[Diakses 22 November 2015].
[9] Lestari, S. 2011. Seleksi Penerimaan Calon
Karyawan Menggunakan Metode TOPSIS.
Dalam: Konferesi Nasional Sistem dan
Informatika. Bali, Indonesia, 12 November
2012.
[10] Banwet, D.K. and Majumdar, A. 2014.
Comparative analysis of AHP-TOPSIS and
GA-TOPSIS methods for selection of raw
materials in textile industries. Dalam:
International Conference on Industrial
Engineering and Operations Management.
Bali, Indonesia, 7-9 Januari 2014.
[11] Maliki, Al.A. et al. 2012. Combining AHP
and TOPSIS Approaches to Support Site
Selection for a Lead Pollution Study. Dalam:
2nd International Conference on
Environmental and Agriculture Engineering.
IACSIT Press, Singapore.
[12] Zaim, H. et al. 2009. Analysing Business
Competition by Using AHP Weighted
TOPSIS Method: An Example of Turkish
Domestic Aviation Industry. Dalam:
International Symposium on Sustainable
Development. Sarajevo, Bosnia, 7-9 Juni
2009.
[13] Sun, C.C. 2010 A performance evaluation
model by integrating fuzzy AHP and fuzzy
TOPSIS methods. [e-journal]. Tersedia
melalui: www.elsevier.com
<http://www.elsevier.com/> [Diakses pada 13
November 2015]
[14] Manurung, P. 2010. Sistem Pendukung
Keputusan Seleksi Penerima Beasiswa dengan
Metode AHP dan TOPSIS (Studi Kasus:
FMIPA USU). S1. Univeristas Sumatera
Utara. Tersedia di
<http://repository.usu.ac.id> [Diakses 21
November 2015].
[15] Zainudin, A. 2013. Decision Support System
Untuk Menentukan Keluarga Miskin
Menggunakan Fuzzy Query Database Model
Tahani. [e-journal].
[16] Sarraf, Z.A. et al. 2013. Developing TOPSIS
method using statistical normalization for
selecting Knowledge management strategies.
[e-journal]. Tersedia melalui: OmniaScience
<http://www.omniascience.com/> [Diakses 14
November 2014].
[17] Baskworo, Y.I.E. 2013. Sistem Pendukung
Keputusan Penentuan Kelayakan Pengisian
Bibit Ayam Broiler di Kandang Peternak
menggunakan Metode AHP -TOPSIS. S1.
Universitas Brawijaya. Tersedia di
<http://repository.ub.ac.id> [Diakses 19
November 2015]
[18] Iranosa, O. 2014. Sistem Pendukung
Keputusan Pemilihan Simplisia Nabati
terhadap Indikasi Gangguan Kesehatan
menggunakan Metode AHP-TOPSIS . S1.
Universitas Brawijaya. Tersedia di
<http://repository.ub.ac.id> [Diakses 19
November 2015]
[19] Magdalena.H. 2014. SPK Untuk Menentukan
Mahasiswa Lulusan Terbaik Di Perguruan
Tinggi (Studi Kasus STMIK Atma Luhur
Pangkal Pinang). Dalam: Seminar Nasional
Teknologi Informasi dan Komunikasi 2012.
Yogyakarta, 10 Maret 2012
[20] Utami, T. et al. 2014. Pengaruh Suhu
Thawing pada Kualitas Spermatozoa Sapi
Pejantan Friesian Holstein. [e-journal].
Tersedia melalui <http://journal.ugm.ac.id/>
[Diakses 25 November 2015]
[21] Bhutia, W.P. and Phipon, R. 2012. Appication
of ahp and topsis method for supplier
selection problem. [e-journal]. Tersedia
melalui: www.iorsjen.org
<http://www.iorsjen.org/> [Diakses 14
November 2015]
[22] Saptono, H.S. 2012. Tingkat Keberhasilan IB
pada Sapi Perah Rakyat Di Kecamatan
Mojosongo Kabupaten Boyolali. S1.
Universitas Sebelas Maret. Tersedia di
<https://digilib.uns.ac.id> [Diakses 19
November 2015]
[23] Wang, J.J. et al. 2010. Integration of fuzzy
AHP and FPP with TOPSIS methodology for
16
aeroengine health assessment. [e-journal].
Tersedia melalui: www.elsevier.com
<http://www.elsevier.com/> [Diakses pada 13
November 2015]
[24] Vassilev, V. et al. 2005. A Brief Survey of
Multicriteria Decision Making Methods and
Software Systems. [e-journal]. [Diakses 21
November 2015]
[25] Seddawy, A. B. E. et al. 2013. Applying
Classification Technique using DID3
Algorithm to improve Decision Support
System under Uncertain Situations. [e-
journal]. Tersedia melalui: www.ijmer.com
<http://ijmer.com/> [Diakses 21 November
2015]
[26] Kurniasih, D. L. 2013. Sistem Pendukung
Keputusan Pemilihan Laptop Dengan Metode
Topsis. [e-journal]. [Diakses 21 November
2015]
Recommended